Professional Documents
Culture Documents
ERWIN RIYADI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir yang berjudul “Profil
Senyawa Volatil pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri asal Indonesia” adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir Tugas Akhir ini.
Erwin Riyadi
F252100115
ABSTRACT
Keywords : Nutmeg oil, patchouli oil, fresh ginger oil, vetiver oil, black pepper oil,
cananga oil, ylang-ylang oil, terpentine oil, kaffir lime leaf oil, java citronellal oil,
volatile compounds
RINGKASAN
ERWIN RIYADI. Profil Senyawa Volatil Pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri Asal
Indonesia. Dibimbing oleh Nuri Andarwulan dan Didah Nur Faridah.
Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi senyawa volatil minyak
atsiri asal Indonesia dan gap analysis antara senyawa volatil pada minyak atsiri
asal Indonesia tersebut dengan standar atau literatur yang ada dan berlaku.
Jenis minyak atsiri yang diidentifikasi didasarkan terutama atas minyak atsiri
yang memiliki nilai pangsa pasar yang besar terutama ekspor yaitu minyak pala,
minyak nilam, minyak akar wangi, minyak sereh wangi, minyak kenanga, minyak
ylang-ylang dan minyak terpentin. Selain itu jenis minyak atsiri lainnya yang
potensial dikembangkan yaitu minyak jahe segar, minyak daun jeruk purut dan
minyak lada hitam. Keseluruhan minyak atsiri yang diteliti sebagian besar berasal
dari pengumpul minyak atsiri yang berlokasi di Jawa Barat yang sampelnya
diambil dari para penyuling di daerah di Indonesia
Analisis senyawa volatil pada semua minyak atsiri tersebut dilakukan
secara kuantitatif menggunakan alat GC (gas chromatography) dan secara
kualitatif menggunakan GC-MS (gas chromatograhy-mass spectrophotometry).
Selanjutnya dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil
penelitian ini dengan standar yang ada baik Standar Nasional Indonesia (SNI),
standar industri flavor dan fragran, standar internasional dan literatur.
Dari hasil penelitian ini diperoleh sekitar 35 senyawa volatil pada minyak
pala asal Sulawesi dan Jawa. Komponen utama minyak pala diantaranya alpha
pinene, sabinene, beta pinene dan myristicin. Berdasarkan pada parameter
senyawa volatilnya maka minyak pala asal Jawa dan Sulawesi masuk spesifikasi
standar industri multi nasional (flavor dan fragran) namun tidak masuk standar
European Pharmacopoeia (EP).
Minyak nilam asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi mengandung komponen
utama yaitu patchouli alcohol, alpha guaiene, seychellene, alpha patchouelene
dan alpha bulnesene. Ada 30 komponen senyawa volatil yang teridentifikasi
pada minyak nilam tersebut. Minyak nilam asal Jawa, Sumatra dan Sulawesi
memenuhi persyaratan standar ISO dan standar industri multi nasional (flavor
dan fragran).
Minyak jahe segar asal Jawa terdiri dari 70 senyawa volatil yang
teridentifikasi dengan komponen utama yaitu zingiberene, champene, beta
phellandrene, alpha curcumene dan beta sesquephellandrene.
Minyak akar wangi asal Jawa barat mengandung senyawa volatil terbanyak
yaitu 89 senyawa volatil dengan komponen utama seperti khusimol, beta
vetivenene, beta vetivone, alpha vetivone dan alpha gurjune. Minyak ini secara
spesifikasi masuk standar ISO 4716 : 2002 terkait persyaratan parameter
senyawa khusimol.
Minyak lada hitam asal Jawa mengandung 40 senyawa volatil yang
teridentifikasi dengan komponen utama yaitu beta caryophyllene, limonene,
delta-3-carene, beta pinene dan alpha pinene. Sekitar 54 senyawa volatil pada
minyak kenanga asal Jawa teridentifikasi dengan komponen utama antara lain
beta caryophyllene, alpha humulene, germacrene D, delta cadinene dan alpha
farnesene.
Minyak ylang-ylang asal Jawa mengandung 61 senyawa volatil dengan
komponen utama yaitu beta linalool, benzyl acetate, p-methyl anisole, methyl
benzoat, geranyl acetate, beta caryophyllene dan germacrene D. Minyak
terpentin asal Jawa barat mengandung 17 senyawa volatil dengan komponen
utama yaitu alpha pinene dan delta-3-carene. Minyak ini masuk spesifikasi
standar SNI untuk kelompok Mutu Standar, namun tidak masuk spesifikasi untuk
kelompok Mutu Utama.
Minyak daun jeruk purut asal Jawa mengandung komponen utama beta
citronellal, beta linalool, beta citronellol, sabinene dan citronellyl acetate. Total
senyawa volatil pada minyak daun jeruk purut asal Jawa sekitar 38 senyawa
volatil. Minyak ini masuk spesifikasi standar industri multi nasional (flavor dan
fragran) berdasarkan pada parameter senyawa volatilnya.
Terakhir, minyak sereh wangi asal Jawa mengandung 38 senyawa volatil
yang teridentifikasi dengan komponen utama yaitu beta citronellal, geraniol, beta
citronellol, geranyl acetate, limonene dan citronellyl acetate. Minyak ini masuk
spesifikasi standar SNI terutama terkait batasan minimum komponen beta
citronellal yang menjadi persyaratan pada standar SNI.
Secara keseluruhan rerata total persentase area yang teridentifikasi pada
10 jenis minyak atsiri yang digunakan untuk penelitian ini 97.59% (kisaran 95.00
– 99.00)
Kata kunci : Minyak pala, minyak nilam, minyak jahe segar, minyak akar wangi,
minyak lada hitam, minyak kenanga, minyak ylang-ylang, minyak terpentin,
minyak daun jeruk purut, minyak sereh wangi, senyawa volatil
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PROFIL SENYAWA VOLATIL PADA BERBAGAI JENIS
MINYAK ATSIRI ASAL INDONESIA
ERWIN RIYADI
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesi Teknologi Pangan
Pada Program Studi Magister Profesi Teknologi Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Judul Tugas Akhir : Profil Senyawa Volatil Pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri
Asal Indonesia
Nama : Erwin Riyadi
NRP : F252100115
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi Dr. Ir. Didah Nur Faridah, MSi
Ketua Anggota
Diketahui,
Dr. Ir. Lilis Nuraida, MSc Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc
Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul “Profil Senyawa
Volatil pada Berbagai Jenis Minyak Atsiri asal Indonesia” sejak Desember 2011.
Selama proses penyelesaian tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi (selaku ketua komisi pembimbing) dan Dr. Ir.
Didah Nur Faridah, Msi (selaku anggota komisi pembimbing) atas bimbingan
dan arahannya selama proses penyusunan hingga tesis ini selesai.
2. Bapak Nanang Priyatno selaku pimpinan di tempat bekerja penulis atas
saran dan masukkannya, ijin penggunaan laboratorium dan data pendukung
lainnya.
3. Jajaran manajemen dan seluruh karyawan PT Indesso Aroma
4. Mba Tika, selaku asisten koordinator program studi Magister Profesi
Teknologi Pangan yang selalu membantu pelaksanaan sidang, seminar dan
ujian.
5. Keluarga tercinta terutama ayah dan ibu yang atas segala doa dan
dorongannya.
6. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan MPTP angkatan 2010
7. Bapak dan Ibu Sarijo sekeluarga atas segala doa, nasehat dan dukungannya
8. Almarhum Bapak Harjito, Ibu Harjito, Arena, Lia dan Indah atas doa dan
dukungannya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini jauh dari sempurna, sehingga
pada kesempatan ini juga penulis mengharapkan kritik dan saran membangun
demi menyempurnakannya. Penulis berharap tugas akhir ini bisa bermanfaat
bagi masyarakat yang membutuhkannya
RIWAYAT HIDUP
Halaman
PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian.................................................................................... 5
C. Manfaat Penelitian ................................................................................. 5
METODOLOGI .................................................................................................. 21
A. Tempat dan Waktu ............................................................................... 21
B. Bahan dan Alat ..................................................................................... 21
C. Metode Penelitian ................................................................................ 21
1. Persiapan Sampel ............................................................................. 21
2. Identifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri........................................... 22
3. Kuantifikasi Senyawa Volatil Minyak Atsiri ......................................... 23
4. Analisis Data (Gap Analysis).............................................................. 25
xi
11. Rekapitulasi Total Hasil Penelitian dan Kesesuaian dengan
Regulasi ........................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 71
LAMPIRAN ........................................................................................................ 75
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Ekspor dan impor minyak atsiri Indonesia (tahun 2003 – 2008) ................ 1
13. Kondisi setting alat GC-MS untuk uji semua sampel minyak atsiri .......... 22
17. Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa
dibandingkan dengan literatur ................................................................ 31
19. Profil jenis senyawa volatil minyak nilam asal Sulawesi, Jawa dan
Sumatra dibandingkan dengan literatur .................................................. 37
xiii
20. Jenis senyawa volatil penyusun minyak jahe segar asal Jawa ............... 39
21. Profil senyawa volatil minyak jahe segar asal Jawa dibandingkan
dengan literatur ...................................................................................... 41
22. Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat ..... 43
24. Jenis senyawa volatil penyusun minyak lada hitam asal Jawa ............... 47
26. Jenis senyawa volatil penyusun minyak kenanga asal Jawa .................. 50
27. Komponen utama dari senyawa penyusun minyak kenanga asal Jawa . 50
28. Jenis senyawa volatil penyusun minyak ylang-ylang asal Jawa ............. 54
30. Jenis senyawa volatil penyusun minyak terpentin asal Jawa Barat ........ 56
32. Jenis senyawa volatil penyusun minyak daun jeruk asal Jawa ................ 59
33. Profil senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa dibandingkan
dengan literatur ...................................................................................... 60
34. Jenis senyawa volatil penyusun minyak sereh wangi asal Jawa ............. 63
35. Profil senyawa volatil minyak sereh wangi asal Jawa dibandingkan
dengan literatur ........................................................................................ 64
36. Data rekapitulasi hasil penelitian 10 jenis minyak atsiri (13 buah
sampel) asal Indonesia..............................................................................66
xiv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
16. Kromatogram GC dari minyak daun jeruk purut asal Jawa ..................... 59
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data senyawa volatil minyak pala Indonesia asal Sulawesi dan Jawa .... 76
2. Data senyawa volatil minyak nilam Indonesia asal Sulawesi, Jawa dan
Sumatra ................................................................................................. 77
4. Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat ....................... 82
10. Data senyawa volatil minyak sereh wangi asal Jawa ............................. 93
xvi
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dewasa ini sekitar 200 jenis minyak atsiri diperdagangkan di pasar dunia
dan tidak kurang dari 80 jenis diantaranya diproduksi secara kontinyu. Minyak
atsiri merupakan salah satu komoditi Indonesia baik untuk pasar lokal maupun
pasar ekspor. Lebih dari 40 jenis minyak atsiri yang sudah dikenal dan ada di
Indonesia, 15 jenis diantaranya sudah menjadi komoditi ekspor yaitu minyak
sereh wangi (java citronellal), minyak nilam (patchouli oil), minyak akar wangi
(vetiver oil), minyak kenanga (cananga oil), minyak ylang ylang (ylang ylang oil),
minyak pala (nutmeg oil), dan minyak terpentin. Selain itu, beberapa jenis minyak
atsiri lainnya yang potensial dikembangkan adalah minyak jahe (ginger oil),
minyak daun jeruk purut (kaffir lime leaf oil), dan minyak lada hitam (black pepper
oil). Minyak atsiri digunakan dalam pembuatan obat-obatan, parfum, kosmetika,
sabun, detergen, flavor dalam makanan dan minuman dan aroma terapi.
Negara tujuan ekspor minyak atsiri Indonesia antara lain adalah USA
(23%), Inggris (19%), Singapura (18%), India (8%), Spanyol (8%), Perancis (6%),
Cina (3%), Swiss (3%), Jepang (2%) dan negara-negara lainnya (8%). Meskipun
pangsa pasar beberapa jenis minyak atsiri tertentu relatif tinggi namun total
pangsa pasar minyak atsiri Indonesia di pasar dunia hanya 2.6%. Pada tahun
2004, nilai ekspor komoditas atsiri mencapai USD 47.2 juta, namun Indonesia
juga mengimpor minyak atsiri serta olahannya sebesar USD 117.2 juta sehingga
neraca perdagangan minyak atsiri Indonesia menjadi minus.
Tabel 1 Ekspor dan impor minyak atsiri Indonesia (tahun 2003 – 2008)
Tabel 2 Beberapa jenis minyak atsiri Indonesia yang merupakan komoditi ekspor dan
potensial dikembangkan
6 Minyak kenanga Komoditi ekspor (25 ton Jawa FCC, SNI 06-
per tahun, pangsa pasar 3949-1995
67%)
dari kualitas dan kuantitasnya tidak mengalami banyak perubahan. Hal ini
disebabkan sebagian besar unit pengolahan minyak atsiri masih menggunakan
teknologi sederhana atau tradisional dan umumnya memiliki kapasitas produksi
yang terbatas. Mutu yang rendah sangat erat kaitannya dengan beberapa faktor
penyebab antara lain rendahnya kapasitas sumber daya manusia sebagai petani
maupun penyuling, pengelolaan bisnis yang tradisional dengan segala
keterbatasannya dan teknologi serta teknik produksi yang masih tradisional dan
berkualitas rendah.
Ekspor minyak atsiri Indonesia ke pasar internasional sebagian besar
masih berupa produk setengah jadi. Industri pengguna minyak atsiri terbesar
adalah industri flavour (50%) dan fragrance (20-25%). Industri pengguna lainnya
diantaranya adalah aromaterapi (5-10%), farmasi, insektisida dan bidang lainnya.
Menurut United Nations Trade Statistics, perdagangan minyak atsiri dan produk
terkait tumbuh sekitar 10% per tahun dimana pasar untuk flavour dan fragrance
antara 4 – 5% per tahun. Pelaku usaha di bidang minyak atsiri sudah banyak di
Indonesia biasanya para pelaku usaha di Indonesia berorientasi terutama untuk
pasar ekspor walaupun sebagian juga untuk kebutuhan pasar lokal yang
permintaan pasar terus meningkat dari tahun ke tahun. Pelaku usaha tersebut
ada yang memiliki lahan pertanian, pengolahan ataupun hanya sebagai trader.
Minyak atsiri sendiri sudah digunakan untuk berbagai aplikasi baik di bidang
pangan, parfum, obat-obatan ataupun bidang yang lain.
Sekarang ini kualitas minyak atsiri jadi sorotan utama terutama yang
berasal dari negara berkembang seperti Indonesia dimana tuntutan pasar ekspor
seperti Eropa dan Amerika menuntut kualitas yang baik dan konsisten.
Banyaknya standar yang berlaku terutama standar internasional pastinya
memberikan kendala oleh para eksportir terutama dari Indonesia.
Regulasi terbaru saat ini adalah regulasi REACH (Registration, Evaluation,
Authorisation and Restrictions of Chemicals) yang dibuat oleh ECHA (European
Chemical Agency) dimana dalam regulasi REACH ini memiliki tujuan utama yaitu
melindungi kesehatan manusia dan lingkungan dari senyawa kimia. Persyaratan
dalam regulasi ini yaitu produsen harus melengkapi data dan dokumen terkait
informasi tentang substansi bahan atau produk yang dijual dengan volume di
atas 1 ton per tahun ke pasar Eropa. Bahan-bahan yang dicakup dalam REACH
diantaranya bahan kimia, komponen elektronik, bahan bangunan, mainan dan
minyak atsiri. Produsen dan importir yang tidak mengikuti regulasi REACH sesuai
4
ketentuan yang ada tidak bisa mengeskpor dan mengimpor produk ke pasar Uni
Eropa.
Semakin ketatnya regulasi di Eropa dan Amerika bisa menguntungkan
maupun merugikan bagi para pelaku usaha lokal. Pelaku usaha atau industri
minyak atsiri yang memiliki finansial, fasilitas dan SDM (sumber daya manusia)
yang baik kemungkinan bisa mengatasi permasalahan tersebut terkait regulasi
yang semakin ketat dan kompleks tersebut sebaliknya bagi para pelaku usaha
tradisional hal ini bisa menyebabkan banyak masalah yang pada akhirnya
kerugian jika tidak bisa memenuhi standar yang ada. Salah satu permintaan
konsumen yaitu pasar Eropa dan Amerika saat ini adalah terkait kelengkapan
data informasi mengenai komposisi senyawa volatil yang ada di minyak atsiri
secara lebih detail. Pada umumnya senyawa kimia yang ada di minyak atsiri
mayoritas senyawa volatil yang kompleks dan berjumlah banyak.
Dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut maka diperlukan analisis
senyawa volatil (mudah menguap) pada minyak atsiri baik secara kualitatif
maupun kuantitatif menggunakan alat GC (gas chromatography) dan GC-MS
(gas chromatograhy-mass spectrophotometry). Analisis secara kualitatif dengan
alat GC-MS berarti bisa menentukan jenis senyawa kimia yang belum diketahui
sedangkan analisis kuantitatif ditujukan untuk penentuan konsentrasi atau kadar
senyawa volatil.
Jenis minyak atsiri yang diidentifikasi didasarkan atas minyak atsiri yang
memiliki nilai pangsa pasar yang besar terutama ekspor, minyak atsiri yang
potensial dikembangkan dan juga memperhatikan mengenai ketersediaan bahan
minyak atsiri yang ada. Minyak atsiri yang diteliti adalah minyak pala, minyak
nilam, minyak jahe segar, minyak akar wangi, minyak lada hitam, minyak
kenanga, minyak ylang-ylang, minyak terpentin, minyak daun jeruk purut dan
minyak sereh wangi.
Setelah tahap identifikasi dilanjutkan gap analysis dengan membandingkan
antara data hasil penelitian ini dengan standar yang ada baik Standar Nasional
Indonesia (SNI), standar industri (flavor dan fragran) ataupun standar
internasional seperti ISO (International Standard), FCC (Food Chemical Codex)
dan literatur.
5
B. TUJUAN PENELITIAN
C. MANFAAT PENELITIAN
A. Minyak Atsiri
biosintetis asam asetat mevalonat dan senyawa aromatik yang terbentuk lewat
jalur sintetis asam sikimat, fenil propanoid.
Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia
yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O) serta
beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur nitrogen (N) dan
belerang (S). Umumnya komponen kimia dari dalam minyak atsiri terdiri dari
campuran hidrogen dan turunannya yang mengandung oksigen yang disebut
terpen atau terpenoid. Senyawa terpen mempunyai rangka karbon yang terdiri
dari 2 atau lebih satuan isopren. Terpen merupakan persenyawaan hidrogen
tidak jenuh dan satuan terkecil dari molekulnya disebut isopren. Klasifikasi dari
terpen didasarkan atas jumlah satuan isopren yang terdapat dalam molekulnya
yaitu monoterpene, seskuiterpene, diterpene, triterpene, tetraterpene dan
politerpen. Rantai molekul terpen dalam minyak atsiri merupakan rantai terbuka
(alifatis) dan rantai siklis (Ketaren 1985)
Sifat-sifat minyak atsiri diantaranya tersusun oleh bermacam-macam
komponen senyawa, memiliki bau khas, mempunyai rasa getir (kadang-kadang
berasa tajam, menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru dingin
ketika sampai kulit, dalam keadaan murni mudah menguap, bersifat tidak bisa
disabunkan dengan alkali dan tidak bisa berubah menjadi tengik adalah salah
satu sebab yang membedakannya dengan minyak lemak yang tersusun oleh
asam-asam lemak. Bersifat tidak stabil terhadap lingkungan, baik pengaruh
oksigen udara, sinar matahari dan panas. Minyak atsiri umumnya memiliki indeks
bias yang tinggi, bersifat optis aktif dan memutar bidang polarisasi dengan rotasi
spesifik karena banyak komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.
Pada umumnya tidak bercampur dengan air tetapi cukup dapat larut hingga
dapat memberikan baunya kepada air walaupun sangat kecil kelarutannya.
Minyak atsiri mudah larut dalam pelarut organik.
Parameter yang biasanya dijadikan standar untuk mengenai kualitas
minyak atsiri meliputi berat jenis, indeks bias, putaran optik, bilangan asam dan
kelarutan dalam alkohol. Selain itu organoleptik dan komponen-komponen kimia
penyusunnya juga dijadikan acuan sebagai parameter dalam minyak atsiri.
Komponen minyak atisiri adalah senyawa yang bertanggung jawab atas
bau dan aroma yang karakteristik serta sifat kimia dan fisika minyak. Atas dasar
perbedaan komponen penyusun tersebut maka minyak atsiri dibagi menjadi
beberapa golongan yaitu minyak atsiri hidrokarbon (contoh : minyak terpentin),
9
minyak atsiri alkohol (menta oil), minyak atsiri eter fenol (minyak adas), minyak
atsiri oksida (minyak kayu putih) dan minyak atsiri ester (contoh : minyak
gondopuro)
Isolasi minyak atsiri dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : 1)
penyulingan (distillation), 2) pengepresan (pressing), 3) ekstraksi dengan pelarut
menguap (solvent extraction), 4) ekstraksi dengan lemak (Ketaren 1985).
Penyulingan dibagi dengan dua cara yaitu penyulingan langsung dimana bahan
tanaman yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih
dan penyulingan tidak langsung menggunakan sistem uap dimana bahan
tanaman tidak kontak langsung dengan air tetapi kontak dengan uap air.
Minyak pala (Myristica fragrans) adalah salah satu jenis spicy essential oil
yang banyak dipakai dalam industri flavor dan fragran. Pala (Myristica fragrans)
yang banyak dibudidayakan adalah Myristica fragrans Houtt, Myristica
succedanea Warb dan Myristica arargentea Reinw. Jenis minyak pala yang
banyak dikembangkan adalah Myristica fragrans Houtt karena lebih ekonomis
dibanding jenis yang lain. Daerah penyebaran di Indonesia untuk tanaman
Myristica fragrans Houtt adalah Sulawesi (Manado dan Makasar), Jawa (Bogor),
Aceh dan Papua. Minyak pala diperoleh dari biji pala dengan kandungan volatil
oil sekitar 6-17%. Biji pala mengandung lignin, stearin, minyak atsiri, starch, gum
dan senyawa asam. Pala merupakan tanaman asli Indonesia yang berasal dari
Banda dan Maluku.
Sentra perkebunan pala terbesar adalah Maluku, Aceh, Sangihe Talaud,
Papua, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Karakter odor dari nutmeg oil
adalah warm, spicy, fresh, light, heavy dan camphoraceous (Reineccius 1992)
Komponen-komponen minyak pala diantaranya alpha pinene, beta pinene,
sabinene, limonene, delta-3-carene, terpinolene, safrol, eugenol, methyl eugenol,
isoeugenol, myristicin dan elemicin. Safrol bersifat genotoksik dan karsinogenik.
SCF (Scientific Commitee for Food) merekomendasikan batas penggunaan safrol
untuk makanan dan minuman adalah 1 mg/kg sedangkan pala yang
mengandung safrol dibatasi 15 mg/kg dalam makanan atau pangan. CEFS
(Committe of Experts on Flavoring Substances) merekomendasikan batasan
safrol pada pangan 0.5 mg/kg untuk makanan (EC 2002). Methyl eugenol juga
10
Nilam yang paling banyak ditanam dan luas penyebarannya adalah nilam
Aceh karena kadar dan kualitas minyak yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan
dengan jenis yang lain. Minyak nilam digunakan sebagai fiksatif dalam industri
parfum, sabun, kosmetik dan tonik rambut. Kandungan utama minyak nilam
terdiri dari persenyawaan terpene dengan alkohol, aldehid dan ester.
Salah satu komponen minyak nilam adalah patchouli alcohol yang
merupakan ciri khas dari minyak nilam dan merupakan komponen utama dari
minyak jenis ini. Karakter odor dari minyak nilam yaitu adalah woody dan
balsamic. Daerah penghasil minyak nilam adalah Aceh, Jawa dan Sumatra.
Namun sekarang, minyak nilam dari Sulawesi mulai berkembang.
Ginger oil atau minyak jahe kebanyakan berasal dari jenis rizoma Zingiber
officinale Roscoe yang memiliki kandungan minyak sekitar 1 – 2% dengan
wilayah penyebarannya hampir di semua negara tropis yang berlahan basah.
Minyak jahe terdiri lebih dari 24 komponen diantaranya monoterpene
(phellandrene, champene, cineol, citral dan borneol), zingiberene dan bisabolene.
Kegunaan dari minyak ini sebagai bumbu, bahan minuman, industri farmasi dan
lain-lain (Young et al. 2002).
Ada 2 jenis minyak jahe yaitu minyak jahe kering dan minyak jahe segar.
Minyak jahe kering berasal dari rizhoma kering yang memiliki senyawa volatil
lebih sedikit terutama untuk senyawa volatil yang titik didihnya rendah karena
13
pada minyak jahe kering ada proses pengeringan sehingga beberapa senyawa
volatil menguap sebelum disuling (Weiss, diacu dalam Toure dan Xiaoming
2007). Karakteristik organoleptik dari minyak jahe adalah warm, spicy dan woody
note dengan slight lemony note. Minyak jahe asal Madagaskar mengandung
komponen utama camphene, zingiberene, ar-curcumen dan geranial (Koroch et
al. 2007). Kandungan zingiberene pada minyak jahe segar (fresh ginger oil)
adalah 28.6% sedangkan zingiberene pada minyak jahe kering (dry ginger oil)
adalah 30.0% (Sasidharan dan Menon 2010)
Bilangan penyabunan 5 - 25
Bilangan asam 10 – 35
Minyal lada hitam diekstraksi dari buah tanaman Piper nigrum keluarga dari
piperaceae. Tanaman ini biasanya digunakan untuk bumbu, analgesik, antiseptik,
antispasmodik, antitoksik, aphrodisiak, diaphoretik, digestif, diuretik dan laksatif.
Komposisi kimia dari minyak ini diantaranya alpha thujone, alpha pinene,
champene, sabinene, beta phinene, alpha phelandrene, myrcene, limonene,
caryophyllene, beta farnesene, beta bisabolene, linalool dan terpinen-4-ol.
Kandungan minyak dari buahnya sekitar 2% menggunakan distilasi uap
(Reineccius 1992).
Sumber komersial dari lada hitam dan minyak lada putih adalah India,
Malaysia, Singapura, Indonesia, Kamboja, Vietnam, Srilanka, Brazil dan Afrika
barat. Lada dari India secara sensori lebih aromatis sedangkan lada dari
Malaysia dan Indonesia kurang aromatis namun lebih pungent. Minyak lada
hitam banyak dihasilkan oleh India dan Srilanka. Di Indonesia umumnya berasal
dari Lampung (Sumatra) namun beberapa daerah seperti di Jawa juga diproduksi
minyak tersebut.
odorata banyak ditemukan di daerah Jawa. Komponen minyak ini salah satunya
adalah kelompok sesquiterpene alcohol (Reineccius 1992).
Minyak terpentin berasal dari pohon pinus (Pinus merkusii) yang memiliki
kandungan minyak sekitar 10–15 %. Komposisi dari minyak terpentin diantaranya
alpha pinene, beta pinene, limonene, terpene alcohol dan komponen terpene
lainnya (Masten 2002). Di Indonesia, pohon pinus sekitar 300000 hektar dan
kapasitas produksi dari gum resin pinus lebih dari 500000 ton per tahun. Pohon
ini tumbuh alami di Aceh, Sumatra Utara dan Jambi sedangkan sentra
perkebunan (plantation) di Sumatra Barat, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara
dan Sulawesi Utara.
Indonesia penghasil damar terbesar ketiga di dunia setelah China dan Portugal.
Produksi damar Indonesia adalah 40000 ton per tahun sedangkan produksi
minyak terpentin adalah 10000 ton per tahun. Minyak terpentin asal Jawa dan
Sumatra memiliki kandungan alpha pinene > 82% dan kandungan delta-3-carene
sekitar 8-11% ( Wiyono et al. 2006).
Minyak daun jeruk purut merupakan tanaman citrus (Citrus D.C., Rutaceae)
dengan kekuatan fragran yang sangat kuat. Kaffir lime leaf mempunyai kegunaan
sebagai pembersih alami, deodorizer, stimulan, antibakteri, antihistamin,
antispasmodic, anti tumor dan disinfektan (Tinjan dan Jirapakkul 2007).
citronellal (sereh wangi) terdiri dari geraniol, citronellal dan citronellol (Agustian et
al 2005). Negara penghasil minyak sereh wangi adalah Srilanka, Indonesia
(Jawa), Amerika Tengah, Guatemala, Kongo, India dan lain-lain (Skaria 2007)
B. Adulteran (Pemalsu)
lebih murah yang mempunyai kemiripan atau identik secara alami. Diantaranya
anise yang ditambah technical grade anethol, basil oil exotic yang ditambah
methyl chavicol dan linalool, cinnamon bark oil yang ditambah benzldehyde,
eugenol dan cinnamic aldehyde, citrus oil yang ditambah fatty aldehyde dan
monoterpene alcohol, lemon grass oil oleh citral, vetiver oil terasetilasi oleh
cedrenyl acetate, minyak ylang-ylang oleh benzyl acetate, methyl benzoate,
para-cresyl methyl eter, geranyl acetate, benzyl benzoate, benzyl cinnamate dan
cedarwood oil. 4) penambahan isolat atau komponen natural ke minyak atsiri
seperti penambahan eucalyptol alami murni dari eucalyptus globulus ke
rosemary oil. 5) penambahan minyak atsiri yang terkonstitusi ulang ke minyak
dan absolut. 6) penambahan komponen tunggal non natural ke minyak atsiri dan
kimia aromatik seperti gardenia absolut yang ditambah styrallyl acetate (Burfield
2003).
C. Regulasi
Menurut standar IFRA, methyl eugenol dalam nutmeg oil harus kurang dari
1%, safrol ditetapkan 0.01% (aplikasi fragran) dan eugenol tergantung dari
kategori penggunaan. Lembaga baru independen ECHA (European Chemical
Agency) yang berbasis di Helsinki membuat peraturan baru yang dinamakan
REACH Regulation (Registration, Evaluation, Authorisation and Restrictions of
Chemicals). Tujuan utama dari peraturan ini adalah melindungi kesehatan
manusia dan lingkungan. Perusahaan yang memproduksi atau mengimpor satu
ton atau lebih zat kimia per tahun akan diminta untuk mendaftar di badan ECHA
terkait regulasi REACH. Pendaftaran dimulai dari 1 Juni 2008 - Desember 2008
sebaga pra-registrasi. Produsen yang memproduksi dan mengimpor lebih dari
1000 ton per tahun harus sudah terdaftar pada 1 Desember 2010. Pada 1 Juni
2013 semua zat kimia yang diproduksi atau diimpor dalam jumlah sama atau
lebih besar dari 100 ton pertahun diharuskan mendaftar begitupun untuk
kapasitas sama atau lebih besar 1 ton per tahun mendaftar sebelum 1 Juni 2018
(ECHA 2007)
Bahan-bahan yang dicakup dalam REACH adalah bahan kimia,
komponen elektronik, bahan bangunan, mainan, minyak atsiri, termasuk zat
dalam produk makanan dan obat. Produsen dan importir yang tidak mengikuti
regulasi REACH sesuai ketentuan yang ada tidak bisa mengeskpor dan
mengimpor produk ke pasar Uni Eropa khususnya untuk volume produk ekspor
diatas 1 ton per tahun.
III. METODOLOGI
C. Metode Penelitian
Tabel 13 Kondisi setting alat GC-MS untuk uji semua sampel minyak atsiri
Parameter Setting
Suhu ion source 250 0C
Suhu quadoprole 200 0C
Scan mass (amu) 10 - 250
Emission 35 µA
Energy 70 eV
WMV < 2000 V
Setting column, program suhu, Sama dengan setting GC
injektor dan detektor
(Sumber : PT Indesso Aroma 2011)
dihitung dari area senyawa per area total x 100% tanpa faktor koreksi. Analisa
setiap sampel dilakukan 3 kali dan data yang disajikan merupakan rerata.
Dari data hasil penelitian tersebut diambil angka rerata dan kemudian
dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini
dengan standar acuan baik Standar Nasional Indonesia (SNI), standar industri
flavor dan fragran ataupun standar internasional seperti ISO, FCC (Food
Chemical Codex) dan literatur.
26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil analisis sampel minyak pala (Myristica fragrans Houtt) asal
Sulawesi dan Jawa yang diambil secara random dari tempat penyulingan
menggunakan GC-MS diperoleh sekitar 35 buah senyawa kimia volatil penyusun
minyak pala yang teridentifikasi sesuai pada Tabel 16. 35 buah senyawa volatil
tersebut merupakan jumlah senyawa dengan persentase area > 0.1%. Total
persentase senyawa volatil pada minyak pala asal Sulawesi sekitar 98.56% dan
minyak pala asal Jawa sekitar 98.76% sesuai pada Lampiran 1. Dari pola peak
pada Gambar 1 terlihat bahwa pemisahan peak antara senyawa yang satu
dengan yang lain cukup baik sehingga penentuan senyawa secara kualitatif dan
kuantitatif memberikan data yang lebih akurat dan valid.
berasal dari jenis tanaman pala yang sama yaitu Myristica fragrans Houtt yang
penyebarannya banyak di Jawa dan Sulawesi. Perbedaan antara minyak pala
asal Sulawesi dengan asal Jawa diantaranya komponen sabinene dan methyl
eugenol terlihat pada Tabel 17 dan Lampiran 1. Adanya perbedaan tersebut
kemungkinan terkait dengan umur biji pala, proses pengeringan biji pala dan
proses penyulingan. Proses pengeringan yang terlalu lama bisa menguapkan
komponen senyawa volatil dalam biji pala lebih banyak terutama kelompok
senyawa monoterpene seperti sabinene.
Methyl eugenol dan safrol merupakan senyawa karsinogenik sehingga ke
dua senyawa ini menjadi salah satu parameter penting pada minyak pala. Methyl
eugenol dibatasi konsentrasi maksimum 0.02% untuk aplikasi di fragran. Standar
EP (European Pharmacopoeia) memiliki batasan methyl eugenol lebih ketat pada
minyak pala yaitu maksimum 0.5% sedangkan menurut standar industri multi
nasional flavor dan fragran membatasi methyl eugenol maksimum 2.5%. Pada
standar EP dan standar industri multi nasional flavor dan fragran memberikan
batasan safrol maksimum 2.5% dan 2% pada minyak pala. Myristicin merupakan
senyawa penanda mutu dari minyak pala jika kandungan myristicin di minyak
pala tinggi umumnya menunjukkan minyak pala tersebut bermutu baik. Senyawa
myristicin dan elemicin menentukan sifat halusinogenik. Aroma dari minyak pala
dipengaruhi oleh adanya senyawa aromatis seperti myristicin, safrol dan elemicin
(Pino et al 1995). Di minyak pala asal Jawa dan Sumatra juga terdapat senyawa
limonene yang berperan dalam karakter odor lemon like. Senyawa 4-terpineol
berperan pada karakter odor spicy nutmeg like, woody-earthy dan Lilac like
(Surburg dan Panten 2006).
Jika dibandingkan dengan minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan
Lamparsky (1981) juga menunjukkan banyak kesamaan dari jenis dan
persentase senyawa volatil penyusunnya. Perbedaan yang mendasar adalah
persentase myristicin dari minyak pala yang diteliti oleh Schenk dan Lamparsky
(1981) lebih tinggi dibandingkan kedua minyak pala asal Indonesia tersebut. Jika
dilakukan gap analysis dengan membandingkan antara data hasil penelitian ini
dengan standar yang ada yaitu standar EP (European Pharmacopoeia) dan
standar industri multi nasional flavor dan fragran maka bisa dilihat pada Tabel
17. Secara umum standar EP memiliki persyaratan yang lebih ketat dibandingkan
dengan standar industri multi nasional flavor dan fragran. Minyak pala asal
Sulawesi memenuhi syarat standar industri multi nasional flavor dan fragran dan
tidak memenuhi standar EP (European Pharmacopoeia) karena methyl eugenol
dan elemicin diluar spesifikasi. Sedangkan minyak pala asal Jawa memiliki
kualitas yang lebih baik dibanding dengan minyak pala asal Sulawesi karena
secara keseluruhan memenuhi syarat spesifikasi standar industri multi nasional
flavor dan fragran sedangkan untuk standar EP mayoritas memenuhi syarat
kecuali senyawa elemicin yang kadarnya 0.49% (maksimum standar EP adalah
0.2%). Data di Tabel 17 menunjukkan bahwa minyak pala yang diteliti oleh
Schenk dan Lamparsky (1981) memenuhi standar industri multi nasional flavor
dan fragran dan tidak memenuhi standar EP karena komponen 4-terpineol lebih
tinggi dibanding standar EP.
Jika dikaji dari sisi organoleptik pada minyak pala asal Jawa dan Sumatra
menunjukkan keduanya memiliki karakter terutama warmly, spicy, sweet, light,
heavy dan camphoraceous juga lemon like. Karakter sweet dan camphoraceous
pada kedua minyak pala tersebut cukup kuat.
Pengalaman penulis dalam bidang sensori untuk minyak pala khususnya
terkait minyak pala fresh (minyak pala yang baru selesai disuling) dan minyak
pala yang sudah lama disimpan menunjukkan bahwa umumnya minyak pala
fresh memiliki karakter warmly, spicy dan pungency yang kuat sedangkan
karakter sweet dan camphoraceous cenderung masih lemah terkadang karakter
burnt like (top note) yang cenderung tidak enak odornya untuk dicium dengan
intensitasnya lebih kuat dibanding minyak pala yang sudah lama disimpan.
Minyak pala yang sudah lama disimpan terutama yang disimpan dalam suhu
ruang menunjukkan karakter sweet dan camphoraceous yang lebih kuat
31
Tabel 17 Profil senyawa volatil minyak pala asal Sulawesi dan Jawa dibandingkan dengan literatur
Jika dikaji dari jenis senyawa kimia volatil yang bersifat allergen maka
senyawa pada minyak pala asal Sulawesi dan Jawa yang tergolong allergen
adalah eugenol, limonene dan isoeugenol sesuai pada Tabel 16.
Senyawa alpha pinene, delta-3-carene dan eugenol sebagai penanda
terjadinya pemalsuan (adulteration) pada minyak pala. Data pada Tabel 17
menunjukkan bahwa senyawa eugenol pada minyak pala dapat diidentifikasi
sebagai senyawa penanda adulteration oleh adulteran atau kontaminan seperti
minyak cengkeh (clove oil). Komponen eugenol banyak ditemukan dalam minyak
cengkeh yang memiliki kadar > 70% (Reineccius 1992). Standar EP (European
Pharmacopoeia) dan standar industri multi nasional flavor dan fragran membatasi
kadar eugenol maksimum pada level 0.5% dan 1% dengan demikian peluang
terjadi pemalsuan oleh minyak cengkeh bisa diminimalisir.
Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak pala
mudah untuk dipalsukan dengan fraksi terpentin seperti turpentine oil (minyak
terpentin) hal ini dikarenakan komponen utama dalam minyak terpentin ada
dalam minyak pala yaitu alpha pinene dan delta-3-carene. Minyak terpentin
mengandung alpha pinene minimal 80% dan delta-3-carene diantara 8-11%
(Wiyono et al. 2006). Standard EP (European Parmaque) membatasi kadar delta-
3-carene (0.5-2%) dan alpha pinene (15-28%). Jika ada minyak pala memiliki
kadar delta-3-carene lebih dari 2% kemungkinan lebih besar terjadinya
adulteration (pemalsuan) oleh adulteran (pemalsu) seperti minyak terpentin.
Standar industri multi nasional flavor dan fragran tidak mempersyaratkan
parameter delta-3-carene sehingga peluang terjadi pemalsuan jauh lebih tinggi
walaupun sudah dibatasi dengan parameter alpha pinene.
Dari hasil penelitian untuk senyawa volatil pada minyak nilam (Pogostomon
cablin Benth) asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra diperoleh 33 buah senyawa
volatil yang teridentifikasi dan 1 buah senyawa yang belum diketahui atau tidak
teridentifikasi pada level persentase > 0.1%. Dalam penelitian ini juga dianalisa
senyawa volatil seperti eugenol, limonene, linalool, cinnamic alcohol dan alpha
copaene walaupun kadarnya sangat kecil < 0.1% seperti pada Tabel 18. Hal ini
dikarenakan senyawa-senyawa tersebut menjadi parameter yang penting pada
salah satu standar yang ada saat ini. Total komponen volatil yang bisa
33
teridentifikasi dari minyak nilam asal Jawa 98.02%, Sumatra 97.66% dan
Sulawesi 98.26% dengan rerata ketiganya 97.98% seperti pada Lampiran 2.
Tabel 18 Jenis senyawa volatil penyusun minyak nilam asal Indonesia (Sulawesi,
Jawa dan Sumatra)
Jika hasil penelitian ini dibandingkan hasil penelitian oleh Sundaresan et al.
(2009) tentang minyak nilam asal India dari jenis Pogostemon cablin Benth maka
terdapat beberapa perbedaan yang nyata. Kadar patchouli alcohol asal India
hanya 23.2 % sedangkan dari Sulawesi, Jawa dan Sumatra memiliki kadar
patchouli alcohol > 29%. Umumnya dengan kadar patchouli alcohol yang rendah
dan ketidak adanya senyawa nor patchoulenol seperti pada minyak nilam asal
35
allergen. Minyak nilam asal India (Sundaresan et al. 2009) menunjukkan bahwa
minyak ini tidak masuk spesifikasi standar SNI, standar industri multi nasional
flavor dan fragran maupun Standar Internasional (ISO) terutama kadar patchouli
alcohol yang terlalu rendah.
Senyawa alpha copaene menjadi penanda adulteration (pemalsuan)
oleh gurjun balsam (gurjun oil) yang memiliki kandungan alpha copaene tinggi >
40% (Indesso 2011). Menurut Burfield (2003) tentang adulteration of essential
oils, minyak nilam bisa ditambahkan minyak pemalsu dengan harga yang lebih
murah yaitu gurjun balsam. Pada ketiga standar minyak nilam yang ada pada
Tabel 19 menunjukkan ada batasan maksimum untuk parameter alpha copaene
dimana SNI membatasi maksimum 0.5% lebih ketat sedangkan standar industri
multi nasional flavor dan fragran dan standar ISO (3757 : 2002) membatasi
maksimum 1%. Jika kadar alpha copaene pada minyak nilam lebih tinggi dari
standar-standar tersebut membuka peluang terjadinya adulteration.
Senyawa eugenol menjadi salah satu parameter penting di dalam standar
standar industri multi nasional flavor dan fragran dikarenakan senyawa ini
sebagai senyawa penanda adanya adulteration (pemalsuan) oleh minyak yang
memiliki kandungan eugenol tinggi seperti minyak cengkeh. Jika kadar eugenol >
0.08 % (800 ppm) memungkinkan terjadinya adulteration. Proses adulteration
bisa terjadi baik sengaja ditambahkan maupun disebabkan kontaminasi silang
pada waktu proses penyulingan. Parameter senyawa eugenol disarankan juga
dimasukkan didalam standar SNI dan ISO (3757 : 2002) yang saat ini kedua
standar tersebut tidak ada parameter senyawa eugenol sehingga dengan adanya
parameter ini bisa meminimalisir terjadinya pemalsuan yang saat ini semakin
kompleks.
37
38
Tabel 20 Jenis senyawa volatil penyusun minyak jahe segar asal Jawa
1 1-Hexanol 38 Calarene
2 Tricyclene 39 Aromadendrene
3 Alpha pinene 40 6-Isopropyl-4-8a-dimethyl-
4 Camphene 1,2,3,7,8,8a-hexahydronaphtalene
5 6-Methyl hep-5-en-2-one 41 Zingiberene
6 2-Methyl-2hepten-6-ol 42 Beta bisabolene
7 Beta pinene 43 Alpha bisabolene
8 Beta myrcene 44 Calamanene
9 Alpha phellandrene 45 Beta sesquiphelandrene
10 o-Chimene 46 Gamma bisabolene
11 Beta phellandrene 47 Hedycaryol
12 Alpha terpinolen 48 Alpha bergamotene
13 Linalool 49 Germacrene B
14 Camphor 50 Nerolidol
15 Borneol 51 Ar-tumerol
16 Carane,4,5-epoxy,trans 52 1-Phenyl-2-(p-tolyl)-propane
17 1-Terpinen-4-ol 53 (10-Epi-beta)acoradiene
18 Alpha terpineol 54 Caryophyllene oxide
19 Beta citronellol 55 Beta curcumen-12-ol
20 Beta citral 56 (2E,6E)-3,7,11 Trimethyl-2,6,10-
21 3,7-Dimethylocta-2-6-dien-1-ol dodecatrien-1-ol
22 Cis-citral 57 Alpha acoranol
23 Bornyl acetate 58 Gamma eudesmol
24 2-Undecanone 59 Farnesol (2Z,6Z))
25 Beta citronellyl acetate 60 Bergamotol
26 2,6-Octadien-1-ol,3,7 dimethyl 61 Tau muurolol
acetate 62 Beta-eudesmol
27 Senyawa yang tidak diketahui 63 Epi-amiteol
28 Alpha copaene 64 Delta cadinol
29 Cyclosativene 65 Alpha copaene-8-ol
30 Sesquithujene 66 Bisabolol
31 Beta caryophyllene 67 2,4 Diter-butylphenol
32 (+)-1(10)-Aristolene 68 Sesquisabinenehydrate (trans)
33 Alpha farnesene 69 1-Formyl-2,2-dimethyl-3-trans-(3-
34 Beta funebrene methyl-but-enyl)-6-methylidene
35 Beta farnesene -cyclohexane
36 Alloaromadendrene 70 Farnesal
37 Alpha curcumene 71 Beta-cedren-9-alpha-ol
40
Pada sampel minyak jahe segar asal Jawa memiliki komponen utama
diantaranya champene (14.54%), beta phellandrene (6.48%), alpha curcumene
(8.61%), zingiberene (18,61%) dan beta sesquephelandrene (8.11%) seperti
pada Tabel 21 dan Lampiran 3.
Dari Tabel 21 menunjukkan perbandingan antara minyak jahe segar asal
Jawa dengan minyak jahe segar dan minyak jahe kering asal India yang diteliti
oleh Sasidharan dan Menon (2010). Dari Tabel 21 menunjukkan bahwa minyak
jahe segar asal Jawa cenderung mendominasi untuk komponen monoterpene
seperti champene (14.54%) sedangkan minyak jahe segar dan minyak jahe
kering asal India kandungan champene hanya 4% dan 1%. Namun sebaliknya
untuk komponen zingiberene didominasi oleh minyak jahe kering (30.3%) dan
minyak jahe segar asal India (28.6%) sedangkan komponen zingiberene pada
minyak jahe segar asal Jawa hanya 16.8%. Perbedaan yang signifikan ini
mempengaruhi karakter organoleptik dari ketiga minyak jahe tersebut. Karakter
organoleptik seperti karakter lemony terutama ditentukan oleh adanya senyawa
citral (Koroch et al. 2007). Pada minyak jahe segar asal Jawa memiliki total citral
sekitar 6.94% lebih tinggi dibanding minyak jahe kering dari India sehingga
kemungkinan memiliki karakter lemony yang cukup kuat.
Namun rendahnya komponen zingiberene pada minyak jahe segar asal
Jawa dibandingkan dari minyak jahe segar dan minyak jahe kering asal India
menyebabkan karakter odor spicy (warm gingery) yang lebih lemah. Sedangkan
minyak jahe segar memiliki karakter spicy like lebih kuat dan minyak jahe kering
asal India paling kuat karakter warm gingery dan spicy like namun lemony like
lemah. Kedua minyak jahe dari India berasal dari jenis Zingiber officinale Roscoe
yang umum ditanam di negara tropis termasuk di Indonesia. Minyak jahe segar
asal Jawa juga berasal dari jenis Zingiber officinale Roscoe yang lebih komersial.
Perbedaan komposisi senyawa volatil pada ketiga minyak jahe tersebut
disebabkan diantaranya klon, kultivar tanaman, proses pengeringan dan daerah
asalnya.
Jika dikaji dari jenis senyawa volatil yang bersifat allergen maka senyawa
pada minyak jahe segar asal Jawa yang tergolong allergen dari hasil penelitian
ini adalah linalool (0.59%), cis dan beta citral (6.94%), beta citronellol (0.61%)
dan farnesol (0.27%).
41
Tabel 21 Profil senyawa volatil minyak jahe segar asal Jawa dibandingkan
dengan literatur
No Nama Komponen Minyak jahe Minyak jahe segar Minyak jahe kering
segar (Zingiber (Zingiber officinale (Zingiber officinale
officinale Roscoe) asal India Roscoe) asal India
Roscoe) asal (Sasidharan dan (Sasidharan dan
Jawa Rerata (%) Menon 2010) Menon 2010)
(%) (%)
1 1-Hexanol 0.13 0
2 Alpha pinene 3.60 0.1 0.3
3 Camphene 14.54 4 1
4 6- Methyl hep-5-en-2-one 1.69 0.9
5 Beta pinene 0.35 1.6 0.6
6 Beta myrcene 1.55 0 2.1
7 Alpha phellandrene 0.16 1.3 0
8 o-Chimene 0.11 1.3 0
9 Camphor 0.23 0.2
10 Borneol 1.51 1.2 0.5
11 1-Terpinen-4-ol 0.15 0.2 0.1
12 Beta citral 2.95 8.5 4.4
13 Cis citral 3.95 1.8 0.5
14 Bornyl acetate 0.58 0.2
15 2-Undecanone 0.17 0.1
16 Alpha copaene 0.31 1.5
17 Beta caryophyllene 0.10 1.4
18 Beta farnesene 0.31 0.1 1.5
19 Alpha curcumene 8.61 5.6 11
20 Zingiberene 16.80 28.6 30.3
21 Beta bisabolene 5.05 5.8 7.2
22 Beta sesquiphelandrene 8.11 2.5 6.6
23 Nerolidol 0.26 1.5 0.2
24 Farnesol (2Z,6Z)) 0.27 0.1 0.1
25 Bergamotol 0.13 0.1
26 Tau muurolol 0.11 0.2
27 Beta-eudesmol 0.23 0.1
28 Bisabolol 0.14 0.3 0.3
29 Sesquisabinenehydrat(trans) 0.33 0.1
optik. Dengan adanya data dari penelitian ini bisa dijadikan rujukan dalam
pembuatan standar baru terkait belum adanya parameter senyawa volatil pada
minyak jahe.
Gambar 6 Spektrum massa dan struktur dari zingiberene (C15H24) dengan berat
molekul 204 (NIST 2008)
Dari hasil penelitian ini di peroleh sekitar 89 senyawa volatil pada minyak
akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa Barat dengan total persentase
sekitar 97.69% seperti pada Lampiran 4. Identifikasi senyawa volatil pada
minyak akar wangi tergolong tidak mudah karena jumlah komponen yang banyak
dengan pola peak kromatogram yang saling berdekatan antara senyawa yang
satu dengan yang lain seperti pada Gambar 7. Komponen utama minyak akar
wangi asal Jawa Barat diantaranya alpha gurjune (3.38%), beta vetivenene
(5.61%), khusimol (6.87%), beta vetivone (3.88%) dan alpha vetivone (3.07%).
Kualitas dari minyak akar wangi tergantung pada komponen alkohol
terutama khusimol yang bertanggung jawab terutama terhadap karakter mutu
dan odor seperti woody dari minyak akar wangi Selain khusimol, senyawa alpha
dan beta vetivone juga yang memberikan kontribusi terhadap odor dari minyak
akar wangi dan merupakan senyawa khas yang ada di minyak akar wangi
(Saraswathi et al. 2009). Sedangkan menurut Sell (2003) komponen minor
seperti zizanal, epi-zizanal, methyl zizanoate dan methyl epi-zizanoate yang
memberikan kontribusi penting terhadap karakter organoleptik dari minyak akar
wangi. Dalam penelitian ini hanya komponen zizanal yang teridentifikasi dengan
kadar sebesar 0.53%.
43
Tabel 22 Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat
1 2-Methoxy-4-vinylphenol 46 Alpha-(1-hydroxy-1-methylethyl)-4a-beta-methyl-1a.apha-
2 Cedr-8-ene decahydrocyclopropa(D)naphthalene
3 Delta elemen 47 Gamma eudesmol
4 Cadina-1-4-diene 48 Eremoglinol
5 Beta neoclovene 49 Selin-11-en-4-alpha-ol
6 Tetraethylbenzene 50 2,5-Dimethoxy-3-methylnaphtalene
7 Prezizaene 51 Cubenol
8 Himachala-2,4-diene 52 Epizizanone
9 Alpha gurjune 53 (4AR,8R)-2-yl)propan-2-ol(4,4A,5,6,7,8-hexahydro-4A,8-
10 Beta selinene dimethylnapth-2-yl)propan-2-ol
11 Beta vatirenene 54 (Z,1RS,2SR,4RS,7SR)-1-(2,5,5-trimethyl-3-
12 Alpha amorphone oxabicyclo(5.1.0.0(2.4)oct-4-yl)-3-methyl-1,3-butadiene
13 Isolongifolene 55 Valerianol
14 Isoeugenol 56 Tau cadinol
15 Daryo-5,8-diene 57 Germacra-4(15),5,10(14)-trien-1-alpha-ol
16 Alpha longifolene 58 Agarospirol
17 Epi-bicyclosesquiphellandrene 59 Beta costol
18 2-Cyclohexyl-5,5-dimethyl-1- 60 Tau-muurolol
hexen-3-yne 61 Cedr-8-(15)-en-9-alpha-ol
19 1,2,4,5-Tetraethylbenzene 62 Eupatoriocrhomene B
20 Delta cadinene 63 Vetiselinenol
21 Valencene 64 Khusilic acid
22 Khusimene 65 6-Isopropenyl-4,8a-dimethyl-1,2,3,5,6,7,8,8a-octahydro-
23 Beta guaiene napthalen-2-ol
24 4,6-Diethyl-4,5-decadien-7-yne 66 Cis-2-methyl-2-(4-methyl-3-pentenyl)-3-hydroxymethyl-1
44
Tabel 22 (Lanjutan) Jenis senyawa volatil penyusun minyak akar wangi asal Jawa Barat
Dari hasil penelitian ini ditemukan adanya senyawa allergen di minyak akar
wangi asal Jawa yaitu isoeugenol sebesar 1.21%. Jika dilakukan gap analysis
antara data hasil penelitian ini dibandingkan dengan hasil penelitian lain yang
sudah dipublikasikan seperti pada Tabel 23 terlihat bahwa senyawa khusimol
pada minyak akar wangi asal Jawa Barat hanya 6.87% lebih rendah
dibandingkan dengan minyak akar wangi asal Thailand I (11.11%), India
(21.45%) dan Thailand II (12.71%). Sedangkan senyawa alpha dan beta vetivone
minyak akar wangi asal Jawa Barat tidak berbeda jauh persentasenya dengan
minyak akar wangi akar dari Thailand II namun lebih rendah dibandingkan
45
dengan minyak akar wangi asal India. Dari Tabel 4 tersebut dapat disimpulkan
bahwa karakter mutu odor dari minyak akar wangi asal Jawa Barat lebih lemah
terutama karakter woody dibandingkan dengan minyak akar wangi asal India,
Thailand II dan Thailand I yang disebabkan rendahnya nilai persentase senyawa
khusimol pada minyak akar wangi asal Jawa Barat. Dari sisi organoleptik, sampel
minyak akar wangi asal Jawa Barat yang digunakan untuk penelitian ini
menunjukkan karakter odor smokey (gosong) yang sangat kuat dan karakter
woody yang lemah. Dengan demikian secara mutu minyak akar wangi asal Jawa
Barat masih kalah mutunya dengan minyak akar wangi asal India, Thailand I dan
II. Minyak akar wangi India mempunyai kualitas terbaik dibandingkan yang lain
jika diamati komposisi senyawa volatil penyusunnya seperti pada Tabel 23.
Perbedaan mutu antara minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Jawa
Barat dengan minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) asal Thailand dan India
kemungkinan karena faktor asal geographis dan proses penyulingan. Rendahnya
mutu minyak akar wangi asal Jawa Barat baik odor atau kadar khusimol terutama
diakibatkan oleh proses penyulingan yang tidak sempurna seperti suhu
penyulingan yang terlalu tinggi.
Tabel 23 Profil senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat dibandingkan
dengan Literatur
No Nama Minyak akar Minyak akar wangi (Vetiveria zizanioides) ISO
komponen wangi (Vetiveria (%) 4716 :
zizanioides) asal 2002(E)
Jawa barat Pripdeevech et al. Saraswati et al. Thubthimthed
rerata (%) (Thailand I 2006) (India 2011) et al. (Thailand
II 2012) (%)
1 Isoeugenol 1.21
2 Delta cadinene 0.18 0 1.72
3 Valencene 0.85 0.73 2.3
4 Khusimene 0.33 3.04 0.66
5 Alpha 0.60 0.94
calacorene
6 Alpha elemen 0.69 0.25
7 Beta vetivene 5.61 2.99
8 10-Epi-gamma 2,20 0.66
eudesmol
9 Vetiselinenol 3.03 5.6
10 Beta vetivone 3.88 8.29 1.62
11 Khusimol 6.87 11.11 21.45 12.71 6-11
12 Zizanal 0.53 0.09
13 Valerenol 0.25 3.93
14 Alpha vetivone 3.07 4.3 2.02
46
Jika data hasil penelitian ini dibandingkan dengan standar ISO 4716 : 2002
(E) maka masih masuk spesifikasi standar tersebut karena batasan kadar
khusimol antara 6-11% sedangkan minyak akar wangi asal Jawa Barat memiliki
kandungan khusimol 6.87%.
Tabel 24 Jenis senyawa volatil penyusun minyak lada hitam asal Jawa
Tabel 25 Profil senyawa volatil minyak lada hitam asal Jawa dibandingkan
dengan literatur
Data ini jika dibandingkan dengan hasil penelitian Fan et al. (2011) seperti
pada Tabel 25 menunjukkan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan
dimana komposisi pada minyak lada hitam (Piper nigrum) asal Malaysia
didominasi komponen limonene 35.6%, beta pinene (12.95%) dan alpha pinene
(4.31%). Kemudian jika minyak lada hitam asal Jawa dibandingkan dengan
minyak lada hitam (Piper nigrum) dari hasil penelitian Lawrence (1981) yang
didominasi oleh sabinene (19.4%), limonene (17.5%), beta caryophyllene
49
(14.7%), beta pinene (10.4%), 3-carene (5.4%) dan alpha pinene (4.9%) maka
minyak lada hitam asal Jawa lebih dekat dengan komposisi senyawa volatilnya
dengan minyak lada hitam asal hasil penelitian Lawrence walaupun ada
perbedaan signifikan pada komponen sabinene dan delta-3-carene.
Dari sisi organoleptik antara minyak lada hitam asal Jawa dengan minyak
lada hitam asal Malaysia ada kemungkinan berbeda karena dengan tingginya
komponen mono terpene (limonene) dan rendahnya beta caryophyllene
cenderung minyak lada hitam asal Malaysia memiliki karakter odor limonene like
dan terpenic lebih kuat dengan tingkat spicy (warm like lebih lemah) dibanding
minyak lada hitam asal Jawa. Sedangkan antara minyak lada hitam asal Jawa
dan minyak lada hitam penelitian oleh Lawrence (1981) kemungkinan memilki
karakter spicy like yang kuat walaupun minyak lada hitam asal Jawa lebih kuat.
Perbedaan pada komponen limonene dan delta-3-carene memungkinkan kedua
jenis minyak lada hitam ini memiliki orientasi karakter terpenic like yang berbeda.
Perbedaan antara ketiga minyak lada hitam tersebut terutama dipengaruhi oleh
umur tanaman buah Piper nigrum dan daerah asal tanaman ketiga minyak lada
hitam tersebut.
Kelompok senyawa yang bersifat allergen pada minyak lada hitam asal
Jawa adalah limonene (15.25%) dan beta linalool (0.68%) seperti pada Tabel 25.
Dikarenakan ketiadaan standar yang berlaku saat ini terkait parameter komponen
senyawa volatil maka adanya data-data hasil penelitian ini bisa dipakai untuk
mengetahui karakterisitik minyak lada hitam asal Indonesia secara lebih detail
dan mendalam.
Tabel 27 Komponen utama dari senyawa volatil penyusun minyak kenanga asal
Jawa
Gambar 12 Spektrum massa dan struktur dari beta linalool (C10H18O) dengan
berat molekul 154 (Library NIST 2008)
antara kedua minyak ylang-ylang tersebut disebabkan antara lain oleh jenis,
umur dan asal tanaman. Pada Tabel 29 menunjukkan senyawa allergen pada
minyak ylang-ylang asal Jawa diantaranya linalool (26.03%), citral (0.27%),
geraniol (2.68%), eugenol (0.15%) dan benzyl benzoat (2.96%).
Burfield (2003) tentang adulteration of essential oils, minyak ylang-ylang
dimungkinkan dipalsukan dengan senyawa pemalsu lain (sintetik) seperti benzyl
acetate, methyl benzoate, para-cresyl methyl eter, geranyl acetate, benzyl
benzoat dan benzyl cinnamate. Dari sampel yang digunakan untuk penelitian ini,
kecil kemungkinan terkontaminasi oleh pemalsu sintetik tersebut karena
didistilasi sendiri di laboratorium dari bahan baku bunganya. Jika minyak ylang-
ylang terkontaminasi senyawa pemalsu sintetik tersebut maka tidak mudah
mendeteksinya dengan alat GC dan GC-MS jika hanya pada konsentrasi yang
rendah karena secara alami komponen sintetik tersebut juga ada pada minyak
ylang-ylang.
Terkait adanya peluang adulteration dari minyak kenanga pada minyak
ylang-ylang bisa dideteksi dengan parameter senyawa volatil beta caryophyllene
yang merupakan komponen terbesar pada minyak kenanga sedangkan minyak
ylang-ylang asal Jawa dan Thailand secara alami hanya mengandung komponen
beta caryophyllene < 5% sesuai Tabel 29. Jika kandungan beta caryophyllene
pada minyak ylang-ylang > 5% ada kemungkinan terjadi adulteration dari minyak
kenanga walaupun tidak mudah untuk dibuktikan dengan alat GC dan GC-MS.
Proses adulteration tersebut bisa dibuktikan dengan analisa menggunakan 13C-
NMR dengan mendeteksi sumber atom karbon C. Jika sumber atom karbon
dalam minyak ylang-ylang berbeda maka dipastikan terjadi adulteration.
Dikarenakan standar untuk minyak ini tidak ada spesifikasi untuk parameter
komponen senyawa volatilnya maka untuk gap analysis tidak bisa dilakukan.
Selain itu bisa dijadikan rujukan untuk melengkapi standar SNI yang belum ada
parameter untuk komponen volatil. Hal ini sangat penting karena dengan adanya
parameter tersebut bisa meminimalisir terjadinya adulteration pada minyak ylang-
ylang.
Dari hasil penelitian ini diperoleh jumlah komponen minyak terpentin (Pinus
merkusii) asal Jawa Barat sekitar 17 buah komponen dengan besarnya
persentase 98.63% seperti pada Lampiran 8. Dari Tabel 30 dan Lampiran 8
menunjukkan bahwa komposisi minyak terpentin terdiri dari monoterpene,
56
Tabel 30 Jenis senyawa volatil penyusun minyak terpentin asal Jawa Barat
No Nama Komponen
1 Alpha thujene
2 Alpha pinene
3 Camphene
4 Sabinene
5 Beta pinene
6 Delta-3-carene
7 o-Chimene
8 Limonene
9 Gamma terpinene
10 Alpha terpinolen
11 Alpha pinene oxide
12 Cis-verbenol
13 4,8 Epoxy-p-ment-1-ene
14 1-Terpinen-4-ol
15 Beta fenchol
16 Beta caryophyllene
17 Alpha bergamotene
57
Gambar 15 Spektrum massa dan struktur dari alpha pinene (C10H16) dengan
berat molekul 136 (Library NIST 2008)
58
Tabel 31 Profil senyawa volatil minyak terpentin asal Jawa Barat dibandingkan
dengan literatur
Dari hasil penelitian dari sampel yang diambil dari salah satu penyuling di
Jawa diperoleh sekitar 38 buah komponen senyawa volatil pada minyak daun
jerut purut (Citrus D.C., Rutaceae) yang teridentifikasi dan 1 buah senyawa yang
tidak teridentifikasi seperti pada Tabel 32. Dari Tabel 33 menunjukkan bahwa
minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa didominasi oleh komponen beta
citronellal (73.44%) yang diikuti beta linalool (4.35%), beta citronellol 3.95%,
sabinene (2.38%) dan citronellyl acetate (1.56%).
59
Tabel 32 Jenis senyawa volatil penyusun minyak daun jeruk purut asal Jawa
Senyawa yang bersifat allergen di minyak daun jeruk purut asal Jawa
diantaranya beta linalool (4.35%), beta citronellol (3.95%) dan trans geraniol
(0.21%). Satu buah komponen senyawa volatil yang teridentifikasi pada minyak
daun jeruk purut dimungkinan senyawa kontaminan yaitu patchouli alcohol (No
37) dengan persentase 0.5% (Tabel 33). Adanya senyawa patchouli alcohol di
minyak daun jerut purut (kaffir lime leaf oil) kemungkinan besar berasal dari
minyak nilam (patchouli oil) karena patchouli alcohol hanya ada di minyak nilam
sedangkan minyak daun jeruk purut secara alami tidak memiliki komponen
patchouli alcohol. Pengalaman penulis di bidang minyak atsiri khususnya terkait
minyak daun jeruk purut, telah mengidentifikasi menggunakan GC-MS pada
sampel minyak daun jeruk purut yang berbeda dengan sampel yang digunakan
pada penelitian ini dan hasilnya tidak menunjukkan adanya senyawa patchouli
alcohol pada minyak jeruk purut tersebut. Hal ini juga diperkuat dari hasil
penelitian Tinjan dan Jirapakkul (2007) tentang minyak daun jeruk purut asal
Thailand yang menunjukkan tidak adanya senyawa patchouli alcohol seperti
pada Tabel 33 dan Lampiran 9. Penyebab adanya patchouli oil dalam minyak
daun jeruk purut kemungkinan karena kontaminasi silang saat penyulingan.
Proses penyulingan yang terjadi saat ini umumnya menggunakan alat penyuling
tidak diperuntukkan untuk menyuling satu jenis minyak saja namun lebih dari
satu jenis minyak yang berbeda yang dilakukan bergantian sehingga proses
pembersihan yang tidak optimal menyebabkan masih adanya sisa atau residu
minyak nilam hasil proses penyulingan sebelumnya mengontaminasi saat
penyulingan minyak minyak daun jeruk purut.
Gambar 17 Spektrum massa dan struktur dari beta citronellal (C10H18O) dengan
berat molekul 154 (NIST 2008)
61
Tabel 33 Profil senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa dibandingkan
dengan literatur
Data hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan minyak minyak daun
jeruk purut asal Thailand yang diisolasi dengan metode ekstraksi solven (Tinjan
dan Jirapakkul. 2007) dimana komponen utamanya adalah beta citronellal
(74.8%) yang diikuti beta linalool (3.6%), beta citronellol (2%), sabinene (2.1)%)
dan citronellyl acetate (1.9%) maka antara kedua jenis minyak minyak daun jeruk
purut tersebut memiliki kemiripan atau perbedaannya tidak signifikan karena jenis
komponen minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa hampir sama dengan yang
ada di minyak minyak daun jeruk purut asal Thailand.
Selanjutnya jika dilakukan gap analysis dengan membandingkan data-data
dari hasil penelitian ini dengan standar yang berlaku maka sesuai Tabel 33
62
menunjukkan bahwa minyak minyak daun jeruk purut asal Jawa memiliki
komponen senyawa volatil antara lain beta citronellal, beta citronellol, citronellyl
acetate dan beta caryophyllene yang masuk spesifikasi standar industri multi
nasional flavor dan fragran namun adanya kontaminan dengan indikator
senyawa patchouli alcohol menjadi masalah lain. Secara umum, minyak minyak
daun jeruk purut yang disuling sudah baik terutama dari sisi standar proses
penyulingan namun perlu diperhatikan mengenai proses CIP (clean in place)
agar tidak terjadi kontaminasi silang.
Teridentifikasinya senyawa volatil minyak daun jeruk purut dengan total
persentase 96.41% bisa dijadikan acuan dalam memenuhi persyaratan regulasi
yang semakin kompleks terkait senyawa volatil sebagai parameter mutu,
senyawa allergen, dan senyawa adulteran khususnya minyak daun jeruk purut.
Dari hasil penelitian ini diperoleh 38 buah senyawa volatil penyusun minyak
sereh wangi (Cymbopogan winterianus Jowitt) asal Jawa yang teridentifikasi
dengan total persentase sekitar 97.19% seperti pada Lampiran 10. komponen
utama dalam minyak ini adalah beta citronellal (35.45%), geraniol (23.34%), beta
citronellol (10.80%), geranyl acetate (3.9%), limonene (3.48%) dan citronellyl
acetate (2.57%). Citronellol memberikan karakter odor sweet rose like sedangkan
citronellol memberikan karakter odor refreshing (Surburg and Panten 2006)
Tabel 34 Jenis senyawa volatil penyusun minyak sereh wangi asal Jawa
Data hasil penelitian ini seperti pada Tabel 35 jika dibandingkan dengan
data dari hasil penelitian tentang minyak sereh wangi (Cimbopogon nardus) asal
Thailand oleh Nakahar et al. (2003) dimana kadar beta citronellal (5.8%), geraniol
(35.7%), beta citronellol (4.6%), geranyl acetate (9.7%), dan beta citral (14.2%)
menunjukkan bahwa ke dua data tersebut memiliki perbedaan yang signifikan
dalam komposisi senyawa volatilnya. Perbedaan tersebut disebabkan terutama
oleh jenis tanaman, asal tanaman dan umur tanaman sereh wangi. Minyak sereh
wangi asal Jawa berasal dari jenis Cymbopogan winterianus jowitt sedangkan
minyak sereh wangi asal Thailand dari jenis (Cimbopogon nardus).
Komponen senyawa allergen minyak sereh wangi asal Jawa diantaranya
limonene (3.48%), beta linalool (0.71%), beta citronellol (10.8%), cis dan trans
citral (1.11%), eugenol (0.83%) dan geraniol (23.34%).
64
Tabel 35 Profil senyawa volatil minyak sereh wangi asal Jawa dibandingkan
dengan Literatur
No Nama Komponen Minyak sereh wangi Minyak sereh wangi SNI 06-3953-
(Cymbopogan (Cimbopogon nardus) 1995
winterianus Jowitt) (Asal Thailand 2003)
asal Jawa rerata (%) (%)
1 Limonene 3.48
2 Beta linalool 0.71 1.3
3 Beta citronellal 35.45 5.8 Min. 35
4 Isopulegol 0.23
5 Beta citronellol 10.80 4.6
6 Beta citral 0.47 14.2
7 Geraniol 23.34 35.7
8 Eugenol 0.83
9 Citronellyl acetate 2.57
10 Geranyl acetate 3.90 9.7
11 Methyl eugenol 0.13
12 Beta elemene 1.39
13 Germacrene D 2.34
14 Alpha muurolene 0.50
15 Elemol 2.21
16 Delta cadinol 0.18
17 Gamma 0.13
eudesmol
18 Tau muurolol 0.59
Data hasil penelitian ini jika dibandingkan dengan standar yang berlaku
yaitu standar SNI maka sampel minyak ini masuk spesifikasi standar SNI karena
kadar beta citronellol 35.45% diatas standar SNI yaitu minimal 35%.
Teridentifikasinya senyawa volatil minyak sereh wangi dengan total persentase
97.19% bisa dijadikan acuan dalam memenuhi persyaratan regulasi yang
semakin kompleks terkait senyawa volatil sebagai parameter mutu dan senyawa
allergen pada minyak sereh wangi.
No Minyak Atsiri Jenis Tanaman Komponen Senyawa Senyawa Persentase Jumlah senyawa Kesesuaian
(nama latin) utama allergen penduga senyawa teridentifikasi > dengan standar
pemalsuan/ teridentifikasi 0.1%
kontaminasi > 0.1%
1 Minyak pala Myristica fragrans Alpha pinene, Eugenol, alpha pinene, 98.76 35 buah senyawa Masuk standar
asal Jawa Houtt sabinene, beta limonene dan delta-3-carene industri
pinene dan myristicin isoeugenol dan eugenol multinasional flavor
dan fragran, tidak
masuk standar EP
2 Minyak pala Myristica fragrans Alpha pinene, Eugenol, Alpha pinene, 98.56 35 buah senyawa Masuk standar
asal Sulawesi Houtt sabinene, beta limonene dan delta-3-carene industri
pinene dan myristicin isoeugenol dan eugenol multinasional flavor
dan fragran dan
tidak masuk
standar EP
3 Minyak nilam Pogostomon Patchouli alcohol, Linalool, limonene Eugenol dan 98.02 30 buah senyawa Masuk standar ISO,
asal Jawa heuneanus alpha guaene, dan eugenol alpha copaene standar industri
seychellene, alpha multinasional flavor
patchouelene dan dan fragran dan
alpha bulnesene standar SNI
4 Minyak nilam Pogostomon cablin Patchouli alcohol, Linalool, limonene Eugenol dan 97.66 30 buah senyawa Masuk standar ISO,
asal Sumatra Benth alpha guaene, dan eugenol alpha copaene standar industri
seychellene, alpha multinasional flavor
patchouelene dan dan fragran dan
alpha bulnesene standar SNI
5 Minyak nilam Pogostomon Patchouli alcohol, Linalool, limonene Eugenol dan 98.26 30 buah senyawa Masuk standar ISO,
asal Sulawesi heuneanus alpha guaene, dan eugenol alpha copaene standar industri
seychellene, alpha multinasional flavor
patchouelene dan dan fragran dan
alpha bulnesene tidak masuk
standar SNI
66
Tabel 36 (lanjutan) Data rekapitulasi hasil penelitian 10 jenis minyak atsiri (13 buah sampel) asal Indonesia
No Minyak Atsiri Jenis Tanaman Komponen Senyawa Senyawa Persentase Jumlah senyawa Kesesuaian
(nama latin) utama allergen penduga senyawa teridentifikasi > dengan standar
pemalsuan/ teridentifikasi 0.1%
kontaminasi > 0.1%
6 Minyak jahe Zingiber officinale Zingiberene, Linalool, citral, 96.32 70 buah senyawa Tidak ada standar
segar asal Roscoe champene, beta citronellol dan untuk parameter
Jawa phellandrene, alpha farnesol senyawa volatil
curcumene dan beta
sesquephellandrene
7 Minyak akar Vetiveria zizanioides Khusimol, beta Isoeugenol 97.69 89 buah Masuk standar ISO
wangi asal vetivenene, beta senyawa 4716 : 2002 (E)
Jawa Barat vetivone dan alpha
gurjune
8 Minyak lada Piper nigrum Beta caryophyllene, Limonene dan 97.79 40 buah Tidak ada standar
hitam asal limonene, delta-3- linalool senyawa untuk parameter
Jawa carene, beta pinene senyawa volatil
dan alpha pinene
9 Minyak Canangium Beta caryophyllene, Citral, eugenol, 97.7 54 buah Tidak ada standar
kenanga asal odoratum Baill forma alpha humulene, farnesol, benzyl senyawa untuk parameter
Jawa macrophylla germecrene D, delta benzoat dan senyawa volatil
cadinene dan alpha benzyl
farnesene salicylate
10 Minyak ylang- Canangium Beta linalool, benzyl Linalool, citral, benzyl acetate, 95.68 61 buah Tidak ada standar
ylang asal odoratum Baill forma acetate, p-methyl eugenol, benzyl methyl menzoate, senyawa untuk parameter
Jawa genuina anisole, methyl benzoat para-cresyl senyawa volatil
benzoat, geranyl methyl eter,
acetate, beta geranyl acetate,
caryophyllene dan benzyl benzoat
germacrene D dan
benzyl cinnamate,
caryophyllene
67
Tabel 36 (lanjutan) Data rekapitulasi hasil penelitian 10 jenis minyak atsiri (13 buah sampel) asal Indonesia
No Minyak Atsiri Jenis Tanaman Komponen Senyawa Senyawa Persentase Jumlah senyawa Kesesuaian
(nama latin) utama allergen penduga senyawa teridentifikasi > dengan standar
pemalsuan/ teridentifikasi 0.1%
kontaminasi > 0.1%
11 Minyak Pinus merkusii Alpha pinene dan limonene 98.63 17 buah Masuk standar SNI
terpentine asal delta-3-carene senyawa untuk kelas Mutu
Jawa Barat Standar
12 Minyak daun Citrus D.C., Beta citronellal, beta Llinalool, Patchouli alcohol 96.41 38 buah Masuk standar
jeruk purut asal Rutaceae linalool, beta citronellol dan senyawa industri multi
Jawa citronellol, sabinene geraniol nasional flavor dan
dan citronellyl fragran namun
acetate masalah dengan
adanya kontaminan
senyawa asing
13 Minyak sereh Cymbopogan Beta citronellal, Limonene, beta 97.19 38 buah Masuk standar SNI
wangi asal winterianus Jowitt geraniol, beta linalool, beta senyawa
Jawa citronellol, geranyl citronellol, citral,
acetate, limonene eugenol dan
dan citronellyl geraniol
acetate
Rerata total dari 13 sampel minyak atsiri 97.59 (kisaran 95.00 – 99.00 %)
68
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil gap analysis antara hasil penelitian ini dibandingkan dengan
standar yang ada menunjukkan bahwa minyak pala asal Sulawesi dan Jawa
masuk standar industri multi nasional flavor dan fragran namun tidak masuk
standar European Pharmacopoeia. Minyak nilam asal Jawa, Sumatra dan
Sulawesi memenuhi persyaratan standar ISO dan standar industri multi nasional
flavor dan fragran. Terkait standar SNI, minyak nilam asal Jawa dan Sumatra
masuk spesifikasi SNI sedangkan minyak nilam asal Sulawesi tidak masuk
standar SNI terkait kadar patchouli alcohol < 30%. Senyawa eugenol dan alpha
copaene menjadi penanda adulteration pada minyak nilam oleh adulteran minyak
lain.
Standar untuk parameter senyawa volatil pada minyak jahe tidak ada
sehingga tidak bisa dilakukan gap analysis untuk data hasil penelitian pada
minyak jahe segar asal Jawa. Minyak jahe segar asal Jawa karakter odor dari
minyak ini terutama ditentukan oleh senyawa citral dan zingiberene. Minyak akar
wangi asal Jawa barat secara spesifikasi masuk standar ISO 4716 : 2002 terkait
persyaratan parameter senyawa khusimol. Senyawa khusimol, alpha dan beta
vetivone memberikan kontribusi terhadap mutu dari minyak akar wangi termasuk
karakter odornya. Standar untuk parameter senyawa volatil pada minyak lada
hitam tidak ada sehingga tidak bisa dilakukan gap analysis untuk data hasil
penelitian pada minyak lada hitam asal Jawa.
Standar untuk parameter senyawa volatil pada minyak kenanga asal Jawa
dan Minyak ylang-ylang asal Jawa tidak ada sehingga tidak bisa dilakukan gap
analysis untuk data hasil penelitian pada kedua jenis minyak atsiri tersebut.
Minyak kenanga umumnya dipakai sebagai adulteran pada minyak ylang-ylang
terkait dengan harganya yang lebih murah dan memiliki kemiripan dari odornya.
Minyak terpentin asal Jawa barat masuk spesifikasi standar SNI untuk
kelompok Standar, namun tidak masuk spesifikasi untuk kelompok Utama.
Perbedaan kandungan alpha pinene dalam minyak terpentin dari daerah yang
satu dengan yang lain dipengaruhi terutama oleh faktor tingkat kelembaban dan
faktor genetik dari tanaman pinus. Minyak terpentin biasanya digunakan sebagai
70
adulteran pada minyak pala terutama terkait dari komposisi senyawa volatil yang
dikandungnya.
Pada hasil penelitian ini menunjukkan minyak daun jeruk purut asal Jawa
masuk spesifikasi standar standar industri multi nasional flavor dan fragran
berdasarkan pada parameter senyawa volatilnya namun ada masalah dengan
adanya kontaminan asing yaitu senyawa patchouli alcohol yang berasal dari
minyak nilam. Minyak sereh wangi asal Jawa masuk spesifikasi standar SNI
terutama terkait batasan minimum komponen beta citronellal yang menjadi
persyaratan pada standar SNI. Perbedaan jenis tanaman dan asal daerah
tanaman menentukan komposisi senyawa volatil pada minyak sereh wangi.
Teridentifikasinya komponen senyawa volatil pada 10 jenis minyak atsiri
tersebut dengan total yang teridentifikasi kisaran 95.00 – 99.00% merupakan
kemajuan yang baik dalam penyediaan data-data komposisi minyak atsiri yang
lebih lengkap dalam memenuhi persyaratan regulasi yang semakin kompleks dan
ketat seperti regulasi REACH maupun regulasi yang lain terutama untuk
beberapa minyak atsiri yang merupakan komoditi unggulan ekspor Indonesia
seperti minyak pala, minyak nilam, minyak, minyak sereh wangi, minyak
kenanga, minyak ylang-ylang dan minyak terpentin agar tidak menghambat
ekspor ke depannya.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk identifikasi senyawa volatil
pada 10 jenis minyak atsiri asal Indonesia tersebut pada level < 0.1% yang
kemudian dikombinasikan dengan hasil penelitian ini untuk melihat karakteristik
yang lebih lengkap terkait komposisi senyawa volatil pada minyak atsiri tersebut.
Selain itu juga perlu di analisis menggunakan GCMS-Olfactometry untuk
menganalisis aroma dari 10 jenis minyak atsiri tersebut untuk mengkaji senyawa
volatil yang berperan dalam aroma atau odor dari masing-masing minyak atsiri
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan W. 2009. Seminar Nasional : Kualitas dan Nilai Minyak Atsiri, Implikasi
Pada Pengembangan Turunannya. Diselenggarakan Himpunan Kimia
Indonesia, Semarang, Jawa Tengah.
Koroch A, Ranarivelo L, Behra O, Juliani H.R, Simon J.E. 2007. Quality Attributes
of Ginger and Cinnamon Essential Oils from Madagascar. J. Janick and A.
Whipkey(eds). ASHS Press Alexandria. VA
Ningsih R. 2006. Optimasi Waktu Destilasi dan Reformulasi Fraksi Minyak Pala
dan Fuli (Myristica fragrans Houtt) [Thesis]. Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Sekolah Pasca Sarjana IPB. Bogor.
Nuryani Y. 2006. Budidaya Tanaman Nilam. Balai Penelitian Tanaman Obat dan
Aromatika.
PT Indesso Aroma. 2011. Metode Analisa Minyak Atsiri dengan GC dan GC-MS.
[data tidak dipublikasikan]. [02 Januari 2012]
Reineccius K. 1992. Source Book of Flavors. Second Edition. Chapman and Hall,
New York – London.
Sell CS. 2003. A Fragran Introduction to Terpenoid Chemistry. The Royal Society
of Chemistry. Cambridge.
Skaria BP. 2007. Aromatic Plants : Horticulture Science Series. New India
Publishing Vol 1.
Sundaresan V, Singh, S.P, Mishra A.N, Shasany A.K, Darokar M.P, Kalra A,
Naqvi AA. 2009. Composition and Comparison of Essential Oils of
Pogostemon Cablin (Blanco) Benth (Patchouli) and Pogostemon
Travancoricus Bedd Var Travancoricus. Journal of Essntial Oil Research
Vol 21 : 220-222.
The World of Pure Essential Oil. 2011. Essential Oil. www.essentialoils.co.za [27
Desember 2011]
Triumph Venture Capital. 2004 . Final Report : Study Into The Esthablishment of
an Aroma and Fragrance Fine Chemicals Value Chain in South Africa
(Tender Number T79/07/03). Part 4
Weis EA. 1997. Essential Oil Crops. CAB International Publishing Oxon. UK. Pp :
302-319.
Lampiran 1 Data senyawa volatil minyak pala asal Jawa dan Sulawesi
NO Nama komponen Minyak pala asal rerata Minyak pala asal Jawa rerata (%)
Sulawesi (%)
data 1 data 2 data 3 data 1 data 2 data 3
1 Alpha thujene 1.97 1.97 1.98 1.97 1.40 1.43 1.43 1.42
2 Alpha pinene 19.04 19.05 19.11 19.07 19.16 19.58 19.25 19.33
3 Camphene 0.33 0.33 0.4 0.35 0.34 0.35 0.29 0.33
4 Sabinene 19.05 19.06 19.11 19.07 23.26 23.72 23.34 23.44
5 Beta pinene 15.08 15.17 16.89 15.71 15.22 17.2 15.15 15.86
6 Beta myrcene 1.75 1.68 0 1.14 1.64 0 1.74 1.13
7 Alpha phelandrene 0.75 0.75 0.75 0.75 0.77 0.79 0.78 0.78
8 Delta-3-carene 0.61 0.61 0.6 0.61 1.04 1.06 1.04 1.05
9 Alpha terpinene 3.16 3.17 3.25 3.19 2.44 2.49 2.44 2.46
10 Beta-o-chimene 0.97 0.96 0.9 0.94 0.34 0.35 0.35 0.35
11 Limonene 6.24 6.25 6.26 6.25 5.84 5.94 5.84 5.87
12 Gamma terpinene 4.73 4.73 4.73 4.73 3.68 3.73 3.68 3.70
13 Cis sabinene hydrat 0.17 0.17 0.17 0.17 0.18 0.17 0.17 0.17
14 Cymenene 0.12 0.13 0.13 0.13 0.06 0.07 0.06 0.06
15 Alpha terpinolen 1.46 1.46 1.48 1.47 1.57 1.6 1.57 1.58
16 Trans sabinene hydrat 0.35 0.35 0.33 0.34 0.18 0.17 0.17 0.17
17 4-Isopropyl-1-Methyl-2- 0.14 0.15 0.14 0.14 0.11 0.11 0.11 0.11
Cyclohexen-1-ol
18 1-Methyl-4-isopropyl-3- 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13 0.13
cyclohexen-1-ol
19 4-Terpineol 5.73 5.74 5.72 5.73 4.04 4.02 3.97 4.01
20 Beta Fhencol 0.76 0.76 0.76 0.76 0.69 0.69 0.68 0.69
21 Safrol 1.60 1.6 1.6 1.60 1.65 1.62 1.64 1.64
22 Alpha Bornyl Acetate 0.11 0.11 0.11 0.11 0.10 0.1 0.1 0.10
23 p-Penylanisole 0.43 0.43 0.43 0.43 0.32 0.3 0.3 0.31
24 Eugenol 0.17 0.17 0.17 0.17 0.31 0.32 0.32 0.32
25 Citronelyl acetate 0.23 0.23 0.23 0.23 0.21 0.2 0.2 0.20
26 Alpha Terpenyl Acetate 0.14 0.13 0.13 0.13 0.08 0.08 0.08 0.08
27 Alpha Cubebene 0.16 0.16 0.16 0.16 0.21 0.2 0.21 0.21
28 Neryl acetate 0.57 0.57 0.56 0.57 0.38 0.36 0.37 0.37
29 Methyl eugenol 0.65 0.65 0.64 0.65 0.41 0.39 0.39 0.40
30 Isoeugenol 0.59 0.59 0.58 0.59 0.84 0.77 0.84 0.82
31 Alpha bergamotene 0.14 0.14 0.13 0.14 0.09 0.07 0.08 0.08
32 Methyl Isoeugenol 0.10 0.1 0.09 0.10 0.05 0.06 0.06 0.06
33 Myristicin 10.17 10.14 10.05 10.12 11.26 10.07 10.88 10.74
34 Elemicin 0.59 0.59 0.58 0.59 0.52 0.47 0.49 0.49
35 Methoxy Eugenol 0.32 0.32 0.31 0.32 0.35 0.3 0.35 0.33
Total Komponen (%) 98.56 98.76
77
Lampiran 2 Data senyawa volatil minyak nilam asal Sulawesi, Jawa dan Sumatra
Lampiran 2 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak nilam asal Sulawesi, Jawa
dan Sumatra
Lampiran 2 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak nilam asal Sulawesi, Jawa
dan Sumatra
Lampiran 3 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak jahe segar asal Jawa
Lampiran 4 Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat
Lampiran 4 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat
Lampiran 4 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak akar wangi asal Jawa Barat
Lampiran 5 (lanjutan) Data senyawa volatil minyak lada hitam asal Jawa
Lampiran 9 Data senyawa volatil minyak daun jeruk purut asal Jawa