You are on page 1of 12

PERAN DPD DAN GAGASAN AMANDEMEN

KELIMA UUD 1945

NuruddinHady
Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang
Jl. Semarang No. 5 Malang

Regional Representatives Council(DPD) is astate agency subject to the provisions ofArticle22 and
Article 22DC 1945 Amendment. This institute is a substitute of regional representatives and group
representatives as we have ever known before. Various parties think that DPD authority by are still
weak and as if only as a subordinate staff of experts with the }Iouse. This lead to the ideaof the
necessity of returning to the 1945 Constitution amendments, particularly with respect to the author-
ity to strengthen the authority of the Council. DFD has a huge role to accommodate the aspirations
of the region associated with the implementation of regional autonomy, both in terms of financial
management sourced from the General Allocation Fund, as weil as the poteirtial of natural resources
in the region, spatial, poverty, natural disasters, health, environmentand others. While the Council
has not and is not even sensitive to the issues that come into direct contact with development
interests and welfare of local communities. The idea of the Fifth Amendment must be seriously
considered and studied, since amendments to the constitutionis a necessity. The idea of the need
for further amendments to the 1945 Constitution should be appreciated by first preparing a clear
grand design ofthe material constitutionneeds tn be amended. Therefore, the amendmentis not just
a patch work. And the most urgent one is that pecple candirectly take benefit from the amendment.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang merupakan lembaga negara baru berdasarkan amandemen
ketigaUndang-UndangDasar 1945,tepatnya diaturdalam ketentuanPasal22 C danpasal22 D UUD
1945. Lembaga ini merupakan pengganti utusan-utusan daerah dan utusan golongan-golongan
seperti yang pernah kita kenal sebelumnya. Namun, kewenanganyang dimiliki oleh DPD tersebut
terasa oleh sebagai pihak masih cukup lemah, sehingga memunculkanbanyak kritikan bahwa DPD
tidak lebih dari staf ahli yang sub ordinat terhadap DPR, sehingga memunculkan gagasan perlunya
amandemen kembali terhadap UUD 1945, khususnya terkait dengan kewenangan untuk memperkuat
kewenangan DPD. Tetapi berdasarkan realitas empirik, sebetulnya banyak persoalan yang muncul
dalam penyelenggaman Otonomi Daerah yang seharusnya menjadi fokus perhatian dari DPD menjadi
terabaikan, baik dari sisi pengelolaan keuangan daerah yang bersumber dari Dana Alokasi Umum
(DAU), maupun potensi-potensi sumber daya alam yang ada di daerah. Belum lagi persoalan
kesejahteraan masyarakat di daerah yang akhir-akhir ini cukup memprihatinkan, dengan adanya
kasus gizi buruk, kelaparan, dan terjadinya banjiryang terjadi di beberapa daerah akibat buruknya
pengelolaan lingkungan dan penataan Tata ruang wilayah, belum mendapatkan perhatian dan menjadi
isu-isu yang sangat serius dari DPD untuk ditarik pada ditingkat nasional, sehingga kita menganggap
DPD belum dan bahkan tidak sensitif terbadap isu-isu yang bersentuhan langsung dengan
kepentingan penrbangunan dan kesejahteraan masyarakat daerah. Untuk itu, gagasan amandemen
kelima harus dipikirkan dan dikaji secara serius, karena perubahan konstitusi merupakan suatu
keniscayaan dan gagasan perlunya amandemen lanjutan terhadap UUD 1945 patut diapresiasi dengan
terlebih dahulu rnenyiaplan grand desrgn yangjelas atas materi konstitusi yangperlu diamandemen,
sehingga amandemen tidak hanya sekedar tambal sulam, dan yang paling urgen lagi adalah rakyat
dapat secara langsung menerima manfat dari amandemen tersebut.

Kata Kunci: DPD, Gagasan A,rnandentenKelima. UL-lD 1945

Perubahan UUD 1945 yang dilakukan oleh l\{PR Umum MPR pada tahun 1999 hingga tahun 2002,
sebanyak empat kali berturut-turut, sejak Sidang berimplikasi pada pembahan sistem
a1
_lt
32 lurnnl Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 25, Nomor l, Pebruari 2012

ketatanegaraan indonesia yang mengalami sebelumnya, dimana keduanya merupakan unsur


perkembangan signifikan. Mengingat perubahan keanggotaan MPR. Sedangkan DPD, sesuai
yang dilakukan meliputi hampir keseluruhan materi dengan ketentuan Pasal 222 Undang-undang
muatan UUD 1945, kecuali Pembukaan dan Nomor: 77 tahun 2009, tentang MPR, DPR, DPD
Prinsip-prinsip bernegara tertentu yang disepakati dan DPRD, menyebutkan, bahwa DPD
untuk tidak diubah. Meskipun hasil perubahan merupakan lembaga Perwakilan daerah yang
tersebut telah m engubah secara mendasar tatanan berkedudukan sebagai lembaga negara.
kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan berarti Keanggotaan Dewan Perwakilan Daerah (DPD),
gagasan perlunya untuk melanjutkan proses berdasarkan ketentuan Pasal22 C ayat (1) UUD
amandemen UUD 1945 tidak ada. Karena tidak 1 94 5, maka terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi

bisa dipungkiri bahwa UUD 1945 hasil yang dipilih melalui pemilihan umum, hal ini
ini telah
amandernen yang sudah ada sekarang berbeda dengan utusan daerah dan utusan
membawa kemajuan dalam kehidupan golongan yang pada saat itu pengisian
ketatanegaraan di indonesia, bahkan mungkin keanggotaannya melalui pengangkatan.
amandemen sekarang ini terlalu radikal dan terlalu Keanggotaan DPD dari setiap provinsi
cepat untuk diterapkan terutama berkaitan dengan jurnlahnya sama untuk masing-masing provinsi
pemilihan presiden dan wakil presiden secara yaitu 4 (empat) orang atau kursi tidak
langsung. Namun demikian, hal itu sudah menjadi mempertimbangkan luas daerah dan pendudukny4
kesepakatan politik yang dilakukan oleh MPR, artinya penentuan jumlah anggota DPD
meskipun seiring dengan berjalannya waktu masih ditentukan berdasarkan administratif kewilayahan.
mengalami kekurangan-kekurangan. Hal ini berbeda dengan penentuan alokasi kursi
Daiam kaitannya dengan hal ini, Moh. untuk DPR RI dari masing-masing Daerah
Mahfud MD, mengemukakan bahwa isi konstitusi Pemilihan yang mempertimbangkan luas wilayah
itu merupakan pilihan politik, maka upaya dan kepadatan penduduknya. Di Amerika Serikat,
mengubah konstitusi tidak harus selalu diarlikan keberadaan DPD ini mirip dengan Senator yang
bahrvayang sudah ada itu salah ataujelek, karena merupakan wakil-wakil dari negara bagian, dan
yang pokok dari upaya pe.rubahan konstitusi itu jumlah senator samayaitu 2 oranguntuk masing-
adalah membuat kesepakatan politik (re sultante) masing negara bagian. Kemudian, jumlah seluruh
baru karena ada perkcmbangan, ada pemikiran anggota DPD tersebut tidak lebih dari sepertiga
banr yang relevan, dan ada hal-hal penting yang dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat
terlewatkan, atau karena ditemukan masalah (DPR).
(kekurangan) pada konstitusi yang sudah ada Apabila dilihat dari kewenangan yang dimiliki
atau sedangberlaku. (MahfudMD;2008, l7). Oleh oleh DPD dan dibandingkan dengan kewenangan
karena itu, perubahan konstitusi merupakan suatu yang dimiliki oleh DPR, maka kewenangan DPD
keniscayaan dan gagasan perlunya amandemen tersebut sangat kecil dan lemah. Secara teoritis,
lanjutan terhadap truD 1945 patut diapresiasi konstruksi parlemen dua kamar (bicanrcral)
dengan terlebih dahulu menyiapkan grand design memang bervariasi, dari yang kuat (strong bicam-
yang jelas atas materi konstitusi yang perlu eralism) seperti di Amerika Serikat hingga yang
diamandemen, sehingga amandemen tidak hanya lunak atau lpmah (soft. bicameralism) seperti di
sekedar tambal sulam. Austria. Oleh karena itu, lemahnya kewenangan
yang dimiliki oleh DPD tersebut memunculkan
POSISI DAN PERAN DEIVAN banyak kritikan bahwa DPD tidak lebih dari staf
PBRWAKILAN DAERAH (DPD) DAI-AM ahli yang sub ordinat terhadap DPR, sehingga
KOI\STITUSI memunculkan gagasan perlunya amandemen
kembali terhadap UUD 1945, khususnya terkait
Dewan Perwal<ilan Daerah (DPD), dengan kewenangan untuk memperkuat
merupakan lembaga negara baru berdasarkan kervenangan DPD. (Jim ly Asshiddiqie ; 2007, 77 ).
amandemen ketigaUndang-Undang Dasar 1945, Terkait dengan hal ini, saya sependapat
tepatnya diatur dalam ketentuan Pasal22 C dan dengan apa yang dikemukakan oleh Jimly
pasal22 D UUD 1945. l,embaga ini merupakan Asshiddiqie (2007 ,77), dimanaseharusnya DPD
pengganti utusan-utusan daerah dan utusan tidak perlu rnempersoalkan dulu kewenangan atau
golongan-golongan seperti yang pernah kita kenal kekuasaannya yang dianggap sangat terbatas itu,
Hady, Peran DPD dan Gagasan Amandemen Kelima
UUD 1945 33

keberadaan DPD menjadi tidak ada artinya bagi


daerah hanya menjadi simbol dan formalitas
kelembagaan atas nama daerah, tanpa diimbangi
dengan visi, dan komitmen untuk membangun
daerah.

SISTEM PEMILIIIAN DEWAN


PERWAKILAN DAERAII (DPD)

Berbeda dengan sistem Pemilihan umum


untuk anggotaDewan Perwakilan Rakyat (DPR)'
maka sistem pemilihan umum untuk memilih
anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
dilaksanakan dengan menggunakan s istem distrik
berwakil banyak. Untuk menjelasankan apayang
dimaksud dengan s is tent distrik b erw akil banyak
ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 84 ayat(2)
or: 12 tahun 2003 tentang
DPD' DPRD Provinsi dan
yang bersentuhan langsung dengan kepentingan
Kota' yang menjelas-
pembangunan dan kese.lahteraan masyarakat
daerah.

b
k noAalzatqtr
pa*::tr, iakandalamsurat
berada di dalam
kotak segi nomoq foto' dan
nama calon' Apabila hasil pencoblosan yang
berada diluar kotak segi empat yang telah
disediakan dalam surat suara, maka suaranya
dinyatakan tidak sah' Selain itu pemilih tidak boleh
membubuhkan tulisan dan I ataucatatan lain pada
surat suara, karena surat suara yang terdapat
tulisan dan atau catatan lainnya, maka dinyatakan
tidak sah.
Dalam konteks ini, sebetulnya sistim
perlu mendapatkan perhatian yang sangat serrus
pemilihan anggota DPD yang menggunakan
sistem distrik ini juga belum tentu dapat menj amin
dari DpD, dimana infrastruktur, sarana pendidikan,
kita mendapatkan calon-calon anggota DPD yang
berkualitas sesuai harapan dan keinginan dari

dipraktekkan di era orde baru, dimana mereka


betul-betul tokoh yang cukup dikenal dan dekat
dengan masyarakat di daerah, cuman bedanya di
era sebelumnya mereka diangkat, sedangkan DPD
yang sekarang dipilih secara langsung oleh rakyat
34 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,Th.2s,Nomor l, Pebruari 2012

di daerah. Nah, kedepan bagaimana kombinasi bersangkutan. Dalam hal perolehan suara calon
ketokohan anggota DPD, memiliki rekam jejak terpilih keempat terdapat j umlah suara yang sama,
yangjelas, dan visi yangjelas untuk membangun maka calon yang memperoleh dukungan pemilih
daerahnya ini disatukan dengan model pemilihan yang lebih merata penyebarannya di seluruh
secara langsung dengan sistem distrik ini dalam kabupaten/kota di provinsi tersebut ditetapkan
Pemilu 2014, sehinggadiharapkan mampu betul- sebagai calon terpilih. KPU rnenetapkan calon
betul mendapatkan anggota DPD yang pengganti antar waktu anggota DPD dari nama
berkualitas, dan saya kira ini tidak perlu calon yang memperoleh suara terbanyak kelima,
mengamandemen UUD 1945, tetapi cukup keenam, ketujuh, dan kedelapan di Provinsi yang
merubah UU pemilihan umum saja. bersangkutan.
KEWENAI\GAII DEWAN PERWAKILAN
DAERAH PEMILIHAN & PENENTUAN
CALON TERPILIH DPD DAERAH(DPD).

Pada Pemilihan Umum tahun 2004, Adapun kewenangan dari Dewan


berdasarkan dalam ketentuan Pasal 5l Undang- Perwakilan Daerah (DPD) ini adalah sebagai
undang No. I 2 tahun 2003, tentang Pemilu anggota berikut; (i). Mengajukan kepada DPR RUU yang
DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat
Kabupaten/Kota, maka daerah Pemilihan anggota dan daerah, pembentukan, pemekaran, dan
Dewan Perwakilan daerah (DPD) adalah Provinsi, penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya
dan jumlah anggota DPD untuk setiap Provinsi alam, dan sumberdaya ekonomi lainnya, serta
ditetapkan 4 (empat) orang. Begitu juga dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta
pelaksanaan Pernilu tahun 2009, berdasarkan ikut membahas RUU tersebut, (iy'. Memberikan
ketentuan Pasal3l Undang-undangNo. l0 tahun pertimbangan kepada DPR atas Rancangan
2008, tentang Pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Undang-UndangAPBN dan Rancangan Undang-
Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, maka Undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan,
daerah Pemilihan untuk anggota Dewan dan agama, (iii). Dryat melakukan pengawasan
Perwakilan daerah (DPD) adalah Provinsi, dan atas pelaksanaan Undang-undang mengenai
Pasal 31 Undang-undang No. l0 tahun 2008, otonomi daerah, Undang-undang pembentukan,
menentukan jumlah kursi anggota Dewan pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan
Perwakilan daerah untuk setiap Provinsi pusat dan daerah, pengelolaan sumberdaya alam,
ditetapkan 4 (empat) orang. dan sumberdaya ekonomi lainnya, pelaksanaan
Dalam hal penentuan atau penetapan calon anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak,
terpilih untuk aggota DPD, menginat sistem pend idikan dan agama, serta menyampaikan has i I
pem ilihannya dengan menggunakan sistem distrik pengawasannya itu kepada Dewan Perwakilan
berwakil banyak, maka Pasal 109 Undang-undang Rakyat sebagai bahan untuk ditindaklanjuti, (iv).
No. 12 tahun 2008, menentukan; Penetapan calon Memberikan pertimbangan kepada DPR dalam
terpilih anggota DPD didasarkan pada nama calon pemilihan anggota BPK, (v). Menerima hasil
yang memperoleh suara terbanyak pertanra, pemeriksaan keuangan negara dari BPK. Untuk
kedua, ketiga, dan keempat di Provinsi yang menunjang pelaksanaan tugas, maka Dewan
bersangkutan. Dalam hal perolehan suara calon Perwakilan Daerah dilengkapi dengan alat
terpilih keempat terdapat jumlah suara yang sama, kelengkapan DPD, yaitu; (i). Pimpinan, (ii). Panitia
maka calon yang memperoleh dukungan pemilih Ad Hoc, (iii). Badan Kehormatan, dan (iv).
yang lebih merata penyebarannya di seluruh Panitia-Panitia lain yang d iperlukan.
kabupaten/kota di provinsi tersebut ditetapkan Kewenangan-kewenangan tersebut diatas
sebagai calon terpilih. Hal ini juga sama daam sebetulnya cukup strategis bagi DPD, terutama
pelaksanaan Pemilu tahun 2009, berdasarkan untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan
ketentuan dalam pasal215 Undang-undang No. Undang-undang mengenai otonomi daerah,
10 tahun 2008, yangmenentukan; Penetapan calon Undang-undang pembentukan, pemekaran, dan
terpilih anggota DPD didasarkan pada nama calon penggabungan daerah, hubungan pusat dan
yang memperoleh suara terbanyak pertama, daerah, pengelolaan sumberdaya alam, dan
kedua, ketiga, dan keempat di Provinsi yang sumberdaya ekonomi lainnya. Tetapi DPD tidak
Hady, Peran DPD dan GagasanAmandemen Kelima UUD 1945 35

jelas arah kerja yang sudah dilakukan, perhatian dewasa untuk membukadiri dan siap mengusung
terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi calon yang bukan berasal dari kadernya sendiri,
daerah mulai dari pemekaran daerah, terkait asalkan memiliki kemampuan untuk mengelola
-
dengan Otonomi khusus di beberapa daerah, negara secara profesional dan komitmen terhadap
evaluasi pilkada yang sering terjadi konflik persoalan rakyat, bukan calon yang merninjam
dibeberapa daerah, dan kasus-kasus gizi buruk, istilah Cak Nur (almarhum) banyak memlliki' gizi',
kelaparan, serta kasus-kasus yang terkait langsung tetapi tidak meliki visi untuk mensejahterakan
dengan kesejahteraan masyarakat di daerah masih rakyat.
terabaikan. Untuk memperkuat sistem presidensial yang
efektif maka penulis sependapat perlunya desain
GAGASAN AMANDEMEN KELIMA konstitusi yang merangsang hadirnya sistem
USULAN DEWAN PERWAKILAN kepartaian sederhana, karena dalam realitas
DAERAH (DPD) empirik pemilu multi partai pada Pemilu 1999,
Pemilu 2004, dan pemilu 2009,yang sudah kita
Dalam kaitan dengan hal ini, setidaknya terapkan telah terjadi ketidakstabilan
Deu'an Perwakilan Daerah (DPD) yang telah pemerintahan, meskipun masih dalam batas-batas
menggulirkan gagasan perlunya melanjutkan yang wajar. Hal ini bukan saja karena presiden
proses arnandemen UUD 1945 dengan yang terpilih hanya mendapatkan dukungan
menyiapkan naskah akadernik usulan amandemen minoritas di parlemen, tetapi karena koalisi paryol
komprehensif. Menurut A. Mukthie Fadjar pengusung seringkali dibangun berdasarkan
(2011,1), paling tidak ada l0 pokok usulan dari kepentingan pragmatis jangka pendek, yaitu untuk
DPD, yaitu; (i). Memperkuat sistem presidensial, memperolehjabatan di pemerintahan, menteri, dll.
(ii). Memperkuat lembaga perwakilan, (iii). Koalisi tidak dibangun berdasarkan visi bersama
Memperkuat otonomi daerah, (iv). Calon presiden untuk mensejahterakan rakyat.
perseorangan, (v). Pemilahan pemilu nasional dan Namun demikian, bukan berarti kita
pemilu lokal, (vi). Forum previlegiatum, (vii). membatasi hadirnya partai politik baru, kita tetap
Optimalisasi pera4 Mahkamah Konstitusi, membuka peluang mun;ulnya partai-partai politik
(viii).penambahan pasal HakAsasi Manusi4 (ix). baru, akan tetapi secara alamiah biar rakyat yang
Penambahan bab Komisi Negara, dan (x). akan menyeleksi partai -partai politik tersebut
Penajaman bab tentang pendidikan fan melalui Pemilu. Cara yang paling efektif untuk
perekonomian. Dalam usulan amandemen versi melakukan seleksi alam atas eksistensi partai
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) ini, beberapa politik salah satunya adalah dengan cara
substansi penting yang diusulkan untuk dirubah, menerapkan aturan Electoral Threshold maupun
diantaranya adalah; Parliamentary Threshold. Olek karena itu, era
Peftama, di bidang eksekutif, pemilihan multi partai yang kita terapkan sekarang ini secara
presiden secara langsung sebaiknya membuka perlahan-lahan akan terseleksi secara alamiah,
peluang adanya calon independen, hal ini untuk partai-partai politik apa saja yang akan tetap
merubah dominasi partai politik yang saat ini menjadi kontestan Pemilu, yaitu tentunya Parpol
memonopoli pencalonan presiden. Sedangkan yang tetap dipilih oleh rakyat dan memperoleh
untuk menguatkan sistem presidensial yang efektif suara yang signifikan, sehingga lolos dari aturan
perlu desain konstitusi yang merangsang hadirnya Electoral Threshold maupun Parliamentary
sistem kepartaian sederhana. Dalam hal ini penulis Threshold.
tidak sependapat dengan usulan calon presiden MenurutArend Lijphart ( 199 5),sebagaimana
yang dapat diikuti oleh calon independen, karena dikutip kembali oleh Arobowo (2003, 33) Elec-
hal tersebut akan menafikan keberadaan partai toral Threshold adalah the minirnunx support
politik sebagai simbol perpolitikan modern. Selain that a party needs to obtain in order to be rep-
itu, sangat sulit dibayangkan apabila presiden resented, yaitu jumlah minimum dukungan yang
terpilih tidak didukung oleh kekuatan partai politik harus diperoleh oleh seseorang atau sebuah parlai
di parlemen, maka akan terjadi instabilitas politik untuk memperoleh kursi di lembaga perwakilan.
karena kebijakannya tidak didukung oleh kekuatan Dalam praktek, ketentuan Electoral Threshold
di parlemen. Tetapi yang perlu didorong adalah ini dapat kitaj ump ai pada pelaksanaan pemilu 2 004,
bagaimana partai politik kita mampu secara berdasarkan UU No. l2 tahun 2003 tentans
36 Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 25, Nomor l, Pebruari 2012

Pemilihan Umum, akan tetapi ketentuan ini bukan (duapersen)jumlah kursi DPRpada Pemilu 2004
mengatur tentangjumlah minimum dukungan bagi berdasarkan UU No. 12 tahun 2003, menjadi
partai untuk memperoleh kursi di lembaga sekurang-kur angny a 3o/o (ti ga p er s er atas) jumlah
perwakilan, tetapi ketentuan ini berkaitan dengan kursi DPR pada pemilu 2009 berdasarkan UU
keikutsertaan kembali partai politik peserta pemilu No. l0 tahun 2008. Harapannya kedepan,
1 999 untuk mengikuti pemilu berikutnya yaitu penerapan Electoral Threshold maupun Parlia-
pemilu2004. - mentary Thresholdbagi partai politik dari pemilu
Sedangkan pada pelaksanaan Pemilu 2009, ke pemilu terus tingkatkan untuk menuju proses
penerapan Electoral Threshold sebagaimana penyederhanaan Parpol. Apalagi, berdasarkan
yang dikemukakan oleh Arend Lijphart (1995) putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: l6lPW-
ini dapat kita temui dalam ketentuan Pasal202 V /2007,yang diajukan oleh 13 (tiga belas) partai
UU No. 10 tahun 2008, tentang Pemilihan umum, politik terkait dengan ketentuan Pasal 9 ayat (1)
yaitu jumlah minimum dukungan yang harus dan ayat (2) UU No. 12 tahun 2003, tentang
diperoleh oleh sebuah partai untuk memperoleh Pemilu yang berkaitan dengan penerapan Elec-
kursi di DPR. Pasal 202 (l) UU No. 10 tahun toral Threshold maupun Parliamentary Thresh-
2008, menyebutkan; Partai politik Peserta Pemilu old, menurut Mahkamah Konstitusi tidak
harus memenuhi ambang batas perolehan suara bertentangan dengan UUD 1945.
sekurang- kurangnya 2,5Yo (dua koma lima Kedua, dalam bidang legislatif, kewenangan
perseratus) dari jumlah suara sah secara DPD sebaiknya dikuatkan agar fungsinya sebagai
nasional untuk diikutkan dalam penentuan penyeimbang DPR dapat dilaksanakan dengan lebih
perolehan kursi DPR. Ketentuan inilah yang kita efektif, mengingat posisi MFR yang ditegaskan
kenal juga dengan istilah Parliamentary Thresh- sebagaijoint session, forum gabungan saat DPR
old. Partai Politik Peserta Pemilu yang tidak dan DPD melakukan sidang bersama. Pemilihan
memenuhi ambang batas perolehan suara anggotaDPD yang secara langsung melalui sistem
sebagaimana dimaksud dalam Pasal'202 ayat perwakilan provinsi harus disinkronkan dengan
(1), tidak disertakan pada penghitungan perolehan kewenangannya yang lebih kuat.
kursi DPR di masing-masing daerah pcmilihan. Ketiga, di l.idang yudikatif,
Dewan
Namun demikian, ketentuan sebagaimana Perwakilan Daerah mengusulkan Mahkamah
dimaksud tidak berlaku dalam penentuan Konstitusi sebaiknya diberikan kewenangan untuk
perolehan kursi DPRD provinsi dan DPRD menguji semua peraturan perundang-undangan,
kabupaten/kota. dan perlu ditambah untuk memeriksa permohonan
Selain itu, UU No. l0 tahun 2008, juga c ons t i tut i onal c ompl ainf, Sedangkan Mahkamah

mengatur keikutsertaan kembali partai politik Agung sebagai Court of justice yang diberikan
peserta pemilu 2004 untuk mengikuti pemilu 2009. kewenangan forum prev il e gi atum untuk m emutus
Dalam ketentuan Pasal 315 UU No. l0 tahun kasus kejahatan pada tingkat pertama dan terakhir
2008, menyebutkan; Partai Politik Peserta Pemilu bagi pejabat negara.
tahun 2004 yang memperoleh sekurang-kurangnya Keempat terkait dengan reformasi hubungan
3% (tiga perseratus) jumlah kursi DPR atau pusat dan daerah harus diagendakan dalam
memperoleh sekurang-kurangnya 4Yo (empat perubahan konstitusi. Desain konstitusi harus
perseratus) jumlah kursi DPRD provinsi yang menemukan formula yang tepat untuk terus
tersebar sekurang-kurangnya di ll2 (setengah) mendorong desenttalisasi yang tidak
jumlah provinsi seluruh Indonesia, atau menumbuhkan potensi disintegrasi, oleh karena itu
memperoleh sekurang-kurangnya 4o/o (empat konstitusi juga mesti mempunyai norma yang
perseratus) jumlah kursi DPRD kabupaten/kota berpihak kepada keberagaman dan kekhususan
yang tersebar sekurang-kurangnya di 112 daerah, ataupun masyarakat adat setempat.
(s e t en gah) jum lah kab upaten/kota seluruh Indo- Dalam kaitan dengan gagasan amandemen yang
nesia, ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta berkaitan dengan Reformasi hubungan pusat dan
Pemilu setelah Pemilu tahun2004. daerah yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan
Jadi dalam penerapan Electoral Threshold Daerah ini, belum begitu nampak seperti apa
bagi partai politik untuk dapat ikut kembali sebagai desain Otonomi Daerah yang diharapkan, karena
partai politik peserta pemilu pada pemilu masih bersifat teoritis dan belum mencerminkan
b erikutnya, terj ad i pen in gkatan dari minimal 2Yo realitas empirik.
Hady, Peran DPD dan Gagasan Amandemen Kelima UUD 1945 37

Persoalan otonomi daerah yang kita hadapi, Kesatuan Republik Indonesia. Hal itulah
menurut penulis begitu kompleks, bukan hanya sebenarnya yang menjadi substansi dari otonomi
sekedar perubahan paradigma dari sentralisasi daerah yang hendak diterapkan sesuai yang
kekuasaan menjadi desentralisasi kewenangan. diamanatkan oleh IIUD 1945.
Karena ketika kewenangan yang begitu besar Selain beberapa poin penting diatas, dalam
sudah diberikan kepada daerah, tetapi dampaknya usulan amandemen versi Dewan Perwakilan
bagi masyarakat luas belum dirasakan, terutama Daerah (DPD), juga menyinggung tentang; (i).
harapan untuk mendorong terwujudnya wilayah negara, (il). posisi Hak Asasi Manusia
kesejahteraan masyarakat di daerah. Terdapat dalam konstitusi, kebebasan pers, hak perempuan,
gejalayang sulit dibantah bahwa otonomi daerah dan hak pekerja, (iii). Masalah perekonomian
lebih dimaknai sebagai semata-mata kekuasaan nasional dan kesejahteraan sosial, (iv). pertahanan
pemerintah daerah untuk mengatur pemerintahan dan keamanan negara yang didalamnya mengafur
sendiri tanpa diikuti dengan visi pemerintahan yang tentang susunan dan kedudukan TNI dan POLRI,
menyejahterakan seluruh raky at. Otonorni daerah (v).Tentang Keuangan negara, dan (vi). Tentang
telah didis torsi menj adi otonomi pemerintahan Kekuasaan Pemerintahan negara.
daerah somata, karena partisipasi rakyat masih Selain itu, Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
belum dapat mengakses titik-titik strategis juga mengusulkan perlunya restrukturisasi
pengambilan keputusan di daerah. Pasca reformasi terhadap keberadaan komisi-komisi negara di
disadari atau tidak telah terjadi paradoks dalam konstitusi dan perlu ditegaskan bahwa
demokasi. Terdapat pemahaman demokrasi yang komisi negara yang sebaiknya dipertahankan
lebih bersifat prosedural semata dan hanyalah komisi-komisi yang mempertegas dan
menghilangkan makna demokrasi yang lebih memperkokoh bangunan negara hukum, yaitu
substantif. Padahal dalam konteks pembangunan komisi yang mendorong dan menjaga: (1 ). Sistem
demokrasi, segenap aktor demokrasi mesti peradilan yang independen dan berintegritas, bersih
memiliki persepsi dan pemahaman yang sama, dari praktik mafia peradilan; (2). Perlindungan hak
bahwa locus demokrasi bukan lagi hanya di asasi manusia; (3). Kebebasan pers; (4). Pemilihan
gedung dewan perwakilan rakyat (DPRD), namun umum yang jujur da,r adil; (5). Terciptanya
juga terdapat di basis massa rakyat. pemerintahan yang baik. Maka komisi negara
Selain itu, hubungan pusat dan daerah harus yang perlu diatur di dalam konstitusi berdasarkan
diarahkan bagaimana pemerintah pusat harus usulan dari Dewan Perwakilan Daerah adalah: ( 1 ).
mampu melakukan fungsi pengawasan dan kendali Komisi Yudisial, (2). Komisi Pemberantasan
atas j alannya pemerintahan daerah yangsekiranya Korupsi (KPK), (3). Konrisi Nasional HAM, (4).
dapat membahayakan keutuhan NKRI, dan Komisi Pers Indonesia, dan (5). Komisi Pemilihan
keberadaan DPD seharusnya juga dapat Umum (KPU).
melakukan fungsi pengawasan ini. Hal ini dapat Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa UUD
dilihat dengan adanya pulau-pulau yang disewakan 1945 hasil mandemen masih memiliki beberapa
bahkan ada yang dijual belikan kepada investor kelemahan-kelemahan mendasar seiring dengan
asing dengan alasan untuk meningkatkan berjalannya waktu, dan menjadi suatu keharusan
Pendapatan Asli daerah (PAD), selain itu wilyah kelemahan-kelemahan tersebut perlu untuk
perbatasan yang tidak terurus, pencaplokan batas disempurnakan. Beberapa persoalan mendasar
wilayah oleh Negara tetangga juga menjadi yang perlu cermati dan perlu mendapat kajian
persoalan serius yang luput dari pengamatan kita bersama, yaitu;
dan belum ada langkah kongkrit dari pemerintah Pertama, keberadaan lembaga negara yang
pusat untuk mencegah terjadinya penyerobotan seharusnya tidak perlu, hal ini berujung pada
tersebut. Mengingat Otonomi daerah pada terjadinya'benturan kewenangan antar lembaga
dasarnya diarahkan untuk mempercepat negara. Dengan adanya Mahkamah Konstitusi
terwuj udnya kesej ahteraan masyarakat mel alui sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman
peningkatan pelayanan, pemberdayaaan dan peran selain Mahkamah Agung, sebenarnya merupakan
serta masyarakat serta peningkatan daya saing perkembangan yang sangat maju. Akan tetapi
daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, dengan adanyaKomisi Yudisial (KY) yang tidak
pemerataan, keadilan, keistimer,vaan dan jelas desain dan posisinya dalam konstitusi sebagai
kekhususan suatu daerah dalam sistem Nesara organ pembantu dalarn pelaksana kekuasaan
38 Jumal Penditlikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 25, Nomor I, Pebruari 2012

kehakiman yang berujung pada munculnya konflik terhadap para hakim, dalam rangka menjaga dan
arfiara Mahkamah Agung (MA) dan Komisi menegakkan kehormatan, keluhuran martabat,
Yudisial (KY) menunjukkan betapa Majelis serta prilaku hakim, maka seharusnya konstitusi
Permusyawaratan Rakyat (MPR) belum memiliki harus secara tegas mengatur para hakim pada
. grand desain yang jelas bagaimana posisi, dan tingkat mana yang menjadi obyek pengawasan
kewenangan yang dimiliki oleh Komisi Yudisial. Kl dan menurut penulis obyek pengawasan
Pasal 24 B ayat (l) UUD 1945, Komisi Yudisial, lebih difokuskan pada
menyebutkan; Kom isi Yudisial bersifat mandiri pengawasan hakim di lingkungan Mahkamah
yang berwenang mengusulkan pengangkatan Agung dan peradilan dibawahnya dan tidak
hakim agung dan mempunyai wewenang lain berwenang mengawasi hakim konstitusi. Hal ini,
dalam rangka menjaga dan menegakkan dikarenakan banyak para hakim di semua tingkatan
kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku yang putusannya menimbulkan kontroversi dan
hakim. Berdasarkan ketentuan diatas, maka belum menjamin rasa keadilan di masyarakat.
Komisi Yudisial setidaknya memiliki 2 (dua) Adapun argumentasi, kenapa Komisi Yudisial
kewenangan utama, yaitu; (y'. mengusulkan hanya benvenang mengawasi hakim di lingkungan
pengangkatanhakim agung dan, (ii). mempunyai MahkamahAgung dan peradilan dibawahnya dan
wewenang lain dalam rangka menjaga dan tidak berwenang mengawasi hakim konstitusi ?.
menegakkan kehormatan, keluhuran maftabat, Menurut Harjono, karena hal ini senafas dengan
serta prilaku hakim. kewenangan utamanya untuk mengusulkkan
Dalam kaitannya dengan mengusulkan pengangkatan hakim agung, Selain itu, hal ini
pengangkatan hakim agung, sebenarnya hal ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa pengisian
tidak perlu membentuk lembaga negara yang jabatan hakim agung ditempuh lewat mekanisme
khusus untuk itu, tetapi seharusnya cukup dibentuk yang berbeda. Pengi sian j abatan hakim agung telah
sebuah komisi atautim seleksi yang bersifat Ad diatur dalam pasal24 Aayat (3), yang melibatkan
hoc (sementara),komisiatau tim seleksi ini bisa Komisi Yudisial. Sementara itu, pengisian j abatan
dibentuk oleh Presiden, karena sifatnya semetttara, hakim konstitusi diatur dalam pasal24C ayat(3),
sehingga tidak mengakibatkan pemborosan dengan yang masing-masing diajukan oleh Mahkamah
membentuk lembaga negara baru. Apalagi usulan Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan oleh
tersebut untuk diajukan kepada DPR agar Presiden (Harjono; 2008, 122 -124).
mendapatkan persetujuan, dan selanjutnya Persoalan lain yang menyangkut mekanisme
ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden. pengawasan yan g d ilakukan Komisi Yudi sial, yang
Sehingga keberadaan sebuah lembaga negara sejatinya untuk menjaga dan menegakkan
yang hanya difungsikan untuk menyeleksi jabatan kehormatan, keluhuran martabat, serta prilaku
publik tertentu seharusnya tidak perlu karena hakim, seharusnya model pengawasannya tidak
menjadi pemborosan anggaran dan kurang efektif. seperti model lembaga swadayamasyarakat yang
Menurut Harjono, sebenarnya pada saat ', dan begitu mudah
kesannya kerap 'negatif
proses perubahan UUD 1945 berlangsung, sempat menyatakan bahwa seorang hakim telah
terpikir bahwa lembaga yang sekarang bernama melakukan penyimpangan tanpa ada kepastian
Komisi Yudisial agar bersifatAd Hoc semata. Hal secara hukum. Selain itu, mekanisme pengawasan
ini karena ia berangkat dari konteks bahwa yang dilakukan Komisi Yudisial masih terlalu
kebutuhan akan komisi ini adalah dalam rangka konvensional, karena seharusnya Komisi Yudisial
menyeleksi calon hakim agung semata. Namun, juga melakukan pengawasan terhadap adartya
ternyata pemikiran berkembang yang pada Contempt of Cours yangmungkin dilakukan oleh
akhirnya komisi ini ternyata diberikan tambahan pihak-pihak tertentu dalam masyarakat. Oleh
kewenangan lain sebagaimanayang diatur dalam karena itu, pengawasan tetap perlu dilakukan
Pasal24 B ayat (l) WD 1945. (HarJono; 2008,
-
terutama dapat dilihat dari putusan-putusan hakim
I22) Dalam konteks ini, nampak jelas proses yang sumir dan penuh kontroversi, termasuk
amandemen masih terkesan tambal sulam, sering putusan hakim yang banyak membebaskan para
kali dibentuk lembaga negara baru terlebih dahulu, koruptor 'kelas kakap '. Setiap prilaku
baru kemudian dicarikan kewenangannya. m.enyimpan gyangdilakukan para hakim harus di
Kedua, dalam hal pelaksanaan fungsi proses, namun pada akhirnya upaya menegakkan
pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Yudisial kehormatan hakim, jangan sampai justru
Hady, Peran DPD dan Gagasan Amandemen Kelima UUD 1945 39

'menjelek-jelekkan' yang berujung pada 1945, maka t erdapat 2 (dua) lembaga negara yang
menurunnya citra hakim di mata masyarakat, memiliki kewenangan untuk melakukan pengujian
karena sejatinya Komisi Yudisial menjadi mita bagi terhadap peraturan perundang-undangan di
Mahkamah Agung dan masyarakat agar menjaga indonesia" yaittt; (I ). Mahkamah Agung (MA), dan
seorang hakim tetap berjalan padajalan yang lurus (2). Mahkamah Konstitusi (MK).
dan berkomitmen pada keadilan serta kebenaran Pasal 24 A ayat (l) UUD 7945,
yang setiap putusannya didasarkan pada kejemihan menyebutkan;
hati nurani. "Mahksmah Agung berwenang ntengadili
Sebagai sebuah gagasan, bisa saja pada tingkat kasasi, menguji peraturan
kewenangan Komisi Yudisial apabila masih perundang-undangan di bawah undang-
dipertahankan keberadaannya, perlu diperluas lagi undang terhadap undang-undang, ...".
kewenangannya untuk melakukan fungsi Menurut M.Laiza Marzuki, kita menganut
pengawasan terhadap semua aparat penegak si stem penguj ian materil terbatas bagi Mahkamah
hukum, mulai dari Polisi, Jaks4 dan hakim. Selain Agung, yakni terbatas pada pengujian materil
itu, Komisi Yudisial juga dapat diberikan (materieele toetsing) terhadap peraturan
kewenangan untuk melakukan pengkajian perundang-undangan di bawah undang-undang.
terhadap persoalan hukum nasional. Sehingga, Selain itu, MahkamahAgung hanya boleh menguji
dengan memperluas kewenangan Komisi Yudisial formal (formele toetsing) terhadap undang-
ini, maka diharapkan keberadaan Komisi undang namun tidak boleh menguji substansi
Kepolisian, Komisi Kejaksaan, dan bahkan Komisi (materi) undang-undang. Mahkamah Agung tidak
Hukum Nasional dan SATGAS mafia hukum tidak memiliki hak menguji materi (materieele
diperlukan lagi, karena peran-peran pengawasan t o et s in gsre c ht) terhadap und ang-undang. Namun
itu diharapkan melekatdan menjadi kewenangan demikian, lebih lanjut menurut M. Laiza Marzuki,
komisiyudisial. pengujian materil terhadap peraturan perundang-
Kemudian, sebagai gagasan amandemen undangan di bawah undang-undang dipandang
lanjutan dalam bidang kekuasaan kehakiman, kurang efektifkarena kaidah hukum yang paling
maka hendaknya kewenangan Mahkamah efektif mengikat rakyrt banyak adalah undang-
Konstitusi diperluas lagi untuk melakukan z7i undang beserta kaidah-kaidah hukum di atas
materiil terhadap semua peraturan perundang- undang-undang.
undangan, dan memeriksa permohonan Consti- Kemudian, Pasal24 C ayat (l) truD 1945,
tutional complaint. Bahkan dalam beberapa dikatakan;
kesempatan, ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud " Mahkamah Konstitus i berw enang ntengadili
MD, mengemukakan perlunya menambah pada tingkat pertama dan terakhir yang
kewenangan Mahkamah Konstitusi, yaitu putusannya bersifat final untuk menguji
memenerima dan memeriksa permohonan Con- und an g- un d an g t e r haclap Und ang- Undan g
stitutioncl complaint, karena hampir setiap hari Dasari...".
banyak surat yang masuk ke MK yang sebenarnya Berdasarkan dua ketentuan di atas, maka
berkaitan dengan Constitutional complaint ini. secara prinsip sistem pengujian terhadap peraturan
Salah satu Rekomendasi hasil Seminar dan refleksi perundang-undangan di indonesia dapat dibedakan
akhir tahun 2009 yang dilakukan oleh Asosiasi antara konsep pengujian perafuran perundang-
Pengajar HTN dan HAN Se-Jawa Timur, juga undangan dibawah undang-undang terhadap
mengusulkan perlunya MK diberikan kewenangan undang-undang yang merupakan kewenangan
untuk menerima, memeriksa dan memutus Coir- MahkamahAgung dan konsep pengujian unda:rg-
stitutional question tnaupun Constitutional undang terhadap Undang-Undang Dasar yang
complaint. Hal ini juga dapat dilihat dan merupakan kewenangan Malrkamah Konstitusi.
dibandingkan dengan usulan amandmen lanjutan Dengan pembedaan ini, maka menurut Jimly
versi DPD yang juga rnengusulkan tambahan Asshiddiqie, Mahkamah Agung merupakan
kewenangan MK untuk memeriksa Constitu- pengawal undang-undang (the guardian of the
tional complaint. Selama ini, kervenangan untuk law), sedangkan Mahkamah Konstitusi adalah
melakukan hak uji materiil terhadap peraturan sebagai pengawal Undang-Undang Dasar. (the
perundang-undangan ini, berdasarkan ketentuan guardian of the Constitution).
Pasal24 Aayat (1) jo Pasal 24 C ayat (1) IIUD
40 Jurnal Pendidikan Pancusila dan Kewargattegaraan, Th. 25, Nomor l, Pebruari 2012

Dalam konteks ini, sebagai sebuah gagasan dipersoalkan adalah pihak yang menafsirkan
amandemen lanjutan, maka kewenangan undang-undang tersebut yang menyebabkan
Mahkamah Konstitusi dapat diperluas untuk pemohon dirugikan. Jika demikian halnya, maka
melakukan pengujian terhadap semua peraturan dia bisa mengajukan gugatan ke Mahkamah
perundang-undangan di indonesia" Hal ini untuk Konstitusi. Kemudian, jika dikabulkan, Mahkamah
menghindari tumpang tindih putusan dan untuk Konstitusi bisa menyatakan bahwa kasus untuk
mensingkronkan setiap putusan penguj ian terhadap orang itu, putusan Mahkamah Agung tersebut
peraturan perundang-undangan, karena bisa jadi bertentangan dengan hak-hak konstitusionalnya.
undang-undangan yang dijadikan dasar untuk Hal ini berlaku secara individual, tanpa perlu
menguji peraturan perundang-undangan mengubah undang-undang. Di sejurnlah negara
dibawahnya yang dilakukan oleh Mahkamah seperti Jerman dan Korea Selatan, penanganan
Agung justru melanggaran UUD 1945. Apabila Constitutional complaint semacam itu telah
kewenangan pengujian terhadap semua peraturan menjadi salah satu kewenangan Mahkamah
perundang-undangan di indonesia disatukan berada Konstitusi. (Harjono, 2008, i 80-l 81).
di Mahkamah Konstitusi, maka diharapkan Selain itu, jika terdapat tindakan, perbuatan
Mahkamah Konstitusi dapat melakukan uj i materiil atau aturan yang dikeluarkan olehpublik author-
terhadap peraturan perundang-undangan di bawah ity y angmelanggar hak-hak dasar warga negara,
undang-undang langsung kepada UUD 1945. baik yang bersifat substantifatau proseduril yang
Adapun yang berkaitan dengan Constitu- dilindungi oleh konstitusi, maka perbuatan atau
tional complaint yaitu gugatan yang diajukan tindakan dimaksud dapat dibawakan ke depan
seorang warganegara atas pelanggaran negara Mahkamah Konstitusi untuk diperiksa dan diputus
dan/atau aparatus negara terhadap hak-hak apakah benar melanggar konstitusi. Keputusan
konstitusionalnya yang dijamin oleh konstitusi. atau perbuatan public authority tersebut meliputi
Menurut Robert Alexy, sebagaimana dikutip putusan pejabat pemerintah, putusan hakim,
kembali oleh Harjon o, C onstitutional c omplaint putusan pejabat tata usaha negara dan peraturan
memiliki 'fungsi ganda'. Pertama, bagi warga perundang-undangan yang dibuat legislatif.
negara, ia menjadi semacam obat penawar Kewenangan untrrli memeriksa dan memutus
ekstraordiner, yang memberi warganegara hak Constitutional complainl semacam ini, belum
untuk mempertahankan hak konstitusionalnya. merupakan wenangan MKzu (Maruar, 2008,32).
Kedua, bagi Mahkamah konstitusi atau yang Selanjutnya, kelemahan berikutnya adalah
menjalankan kompetensinya, ia berfungsi sebagai kehadiran Dewan Perwakilan Daerah (DPD)
upaya penegakan hukum konstitusi yang obyeklif, yang merupakan representasi dari daerah, tetapi
memberikan interpretasi, dan mengawal sayangnya tidak memiliki kewenangan yang
perkembangannya. Dalam ilustrasi sederhana, signifikan dalam menyuarakan kepentingan-
ketika seseorang menggunakan upaya di peradilan kepentingan daerah. Dalam hal proses legislasi
biasa hingga pada putusan terakhir di Mahkamah misalnya, seharusnya peran DPD tidak hanya
Agung, namun dia masih merasakan bahwa sebatas dapat mengajukan dan ikut membahas atas
putusan tersebut belum adil, maka dia RUU yang berkaitan dengan Otonomi Derah,
dimungkinkan mengajukan gugatan ke Mahkamah hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan
Kon stitus i. Konstitusi
Selanj utnya, Mahkamah pemekaran serta penggabungan daerah,
akan melihat apakah yang diputuskan olel.r pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
Mahkamah Agung tersebut merugikan hak-hak ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan
konstitusionalnya. Jika Mahkamah Konstitusi perimbangan keuangan pusat dan daerah, akan
menyatakan bahwa putusan tersebut merugikan, tetapi seharusnya sebuah RUU tersebut juga
maka yang diberlakukan hanya sebatas yang harus mensyaratkan perlunya mendapatkan
berlaku pada individu yang bersangkutan, tidak persetujuan bersama antara DPR, DPD, dan
seluruh undang-undang (Harjono; 2008, 180). Presiden. Sehingga dengan hanya memposisikan
Dalam kasus lain, ketika seseorang DPD seperti yang diatur dalam ketentuan Pasal
dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung 22 D UUD 1 9 4 5, aday ang menganggap eksisteni
berdasarkan undang-undang. Si pemohon tidak Dewan Perwakilan Daerah menjadi mubazir
menyoal undang-undang yang menjadi dasar karena kebeladaannya tidak diimbangi dengan
putusan Mahkamah agung tersebut, yang kewenangan yang cukup kuat dan terlihat belum
Hady, Peran DPD dan Gagasan Amandemen Kelima UUD l g45 4l

ada design yang jelas sistetn bikameral seperti wilayah. Begitu juga dengan kasus-kasus
apayang hendak diterapkan, apakah strong bi- pemekaran daerah dan kondisi daerah-daerah di
cameralism ata:u soft bicameralisn. Menurut M. perbatasan dengan negara lain yang belum
Laiza Marzuki, mencermati kewenangan yang mendapatkan perhatian dan menjadi isu-isu yang
dimiliki DPD, maka sistem parlemen bicameral sangat serius dari DPD untuk ditarik pada ditingkat
yang diadopsi masih terbatas pada sistem bicam- nasional. Sehingga kita masih menganggap DpD
eral lunak,lazim disebut soft bicameral, karena belum dan bahkan tidak sensitifterhadap isu-isu
DPD belum diberi peran selaku madewetgeving, yang bersentuhan langsung dengan kepentingan
disamping DPR (M. LaizaMarzuki; 2008, 7 8). pembangunan dan kesejahteraan masyarakat
Namun demikian, bisajadi anggapan tersebut daerah. Hal itulah barangkali persoalan-persoalan
tidak sepenuhnya benar, karena bisajadi peran yang mendesak untuk segera ditangani secara
dan fungsi DPD tidak di design seperti Senator serius oleh DPD, dibandingkan dengan gagasan
di Amerika Serikat yang menganut s/ro ng bicam- amandemen kelima UUD 1945 yang mereka
eralism, tetapi sengaj a di design seperti sekarang usulkan.
ini sebagai kelanjutan dari Utusan Daerah seperti Namun demikian, apabila proses amandemen
dimasa lalu yang bahkan keberadaannya hampir lanjutan tetap dipaksakan denga dalih untuk
tidak berfungsi dan memiliki arti apa-apa bagi menyempurnakan sistem ketatanegaraan yang
daerah. Apabila realitasnya memang demikian, lebih baik, maka kita berharap agar konteks historis
maka pengaturan dalam ketentuan pasal22 D dapat dilestarikan sehingga masih tetap dapat terus
UUD 1945 sudah cukup maju, tergantung dipelajari oleh generasi mendatang, maka setiap
bagaimana fungsi yang sudah ada sekarang ini Pasal baru hasil amandemen harus selalu disertai
lebih dioptimalkan lagi. Mengingal selama ini DpD dengan Pasal aslinya. Selain itu, kesepakatan
belum optimal melakukan pengawasan atas mendasaryangtelah dilakukan oleh MpR ketika
pelaksanaan Undang-Undang mengenai Otonomi melakukan perubahan pertama hingga keempat,
Daerah, pembentukan, pemekaran dan juga harus tetap dipertahankan, yaitu; (l). Tidak
penggabungan daerah, serta hubungan pusat dan mengubah bagian Pembukaan IIUD 1945; (2).
daerah. Apabila DPD sudah optimal dalam Tetap mempertahaukan Negara Kesatuan
melakukan fungsi penga\ ,asan atas jalannya Republik Indonesia; (3). perubahan dilakukan
Otonomi Daerah, maka keberadaan Dewan dengan cara 'adendum'; (4). Mempertegas
Pertimbangan Otononi Daerah sebaeai amanah s istem Pemerintahan Predensial; (5/. penj elasan
si
dari UU No. 32 tahun 2004, bisalaja tidak IIUD 1945 ditiadakan, hal-hal nonnative dalam
diperlukan lagi keberad aanny a. bagian penj elasan diangkat ke dalam pasal-pasal.
Kesepakatan mendasar diatas tetap perlu menjadi
SIMPULAN landasan dan sekaligus menjadi koridor bagi MpR
dalam mengamandemen UUD 1945, supaya
Gagasan dari berbagai pihat terkait dengan amandemen tidak menj ad i' ke b ab I as an' dan tidak
perlunya perubahan (amandemen) lanjutan menghilangkan nilai-nilai filosofi dasar dari IIID
memang patut dan perlu kita apresiasi, tetapi tentu 1945 seperti yang sudah termaktub dalam basian
sajaperlu mendapatkan scbuah kajian lebih lanjut Pembukaan Undang-Undang Dasar GfUD) 1 ;45.
dengan mempertimbangkan banyak aspek, Pada akhirnya, gagasan amandemen kelima
sehingga kita tidak terkesan terlalu emosional. harus dipikirkan dan dikaji ulang secara serius,
Sementara itu, DPD diharapkan terlebih dahulu karena perubahan konstitusi merupakan suatu
mengoptimalkan kewenangan yang sudah ada, keniscayaan dan gagasan perlunya arnandemen
lebih responsif dan fokus terhadap persoalan- lanjutan terhadap UUD 1945 patut cliapresiasi
persoalan yang munclll dalam penyelenggaraan dengan terlebih dahulu menyiapkan gz and design
Otonomi Daerah, terutama persoalan yang yang jelas atas materi konstitusi yang perlu
nrenyangkut akselerasi pembangunan dan diamandemen, sehingga amandemen tidak hanya
kesejahteraan masyarakat di daerah yang akhir- sekedartambal sulam, dan yang paling urgen lagi
akhir ini cukup memprihatinkan, dengan adanya adalah rakyat dapat secara langsung menerima
kasus gizi buruk, kelaparan, dan terjadinyabanjir manfat dari amandemen tersebu! karena tidak bisa
yang terjadi di beberapa daerah akibat buruknya dipungkiri bahwa UUD 1945 hasil amandemen
pengelolaan lingkungan dan penataan Tata ruang yang sudah ada sekarang ini telah membawa
42 Jarnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan,Th.25,Nomor l, Pebruari 2012

kemajuan dalam kehidupan ketatanegaraan di belum merasakan secara langsung urgensi dan
indonesia, bahkan mungkin amandemen sekarzlng manfaat secara langsung dari amandemen
ini terlalu radikal danterlalu cepat untuk diterapkan tersebut, yaitu menjadi konstitusi yang hidup dan
terutama berkaitan dengan pemilihan presiden dan mampu menjamin kemakmuran dan kesejahteraan
wakil presiden secara langsung. Tetapi bagi rakyat.
masyarakat, terutama masyarakat kecil yang

DAFTAR RUJUKAN

Aribowo, dkk, Model-model Sistem Pemilihan Maruar Siahaan, Undang-Undang Dasar 1945
di Indonesia, Penerbit PuSDeHAM dan Konstitusi Yang Hidup, Sekretaris
Partnership For Governance Reform In Jenderal MKR[, Jakarta, 2008.
Indonesia, Surabaya, 2003. M. Laiza Marzuki, Dari Timur ke Barat
Fadjar, A. Mukthie, Beberapa catatqn atas usul Memandu Hukum, Sekretaris Jenderal
Perubahan Kelima UUD 1945, Belajar MKzu, Jakarta,2008.
dari pengalaman Perubahan WD 1945 Judicial Review di Mahkamah Ag,tng,
Tahrm I 999-2002, Makalah tanpa tanggal. Artikel online, Dirjen Perundang-undangan
H.A.S. Natabaya, A[enqta Ulang Sistem Depkumham, tanpa tanggal.
Peraturan Perundang-undangan di In- Peraturan Perundang-undangan
donesia, Sekretaris Jenderal dan Undang-undangNo. l0 tahun 2008, tentang Partai
Kepaniteraan MK, Jakart& 2008, hlm, 189- Politik
193. Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang
Harjono, Konstilusi sebagai Rumah Bangsa, pemerintahan daerah sebagaimana yang
Pemikiran Hukurn Dr. Harjono, Sekretaris sudah dirubah dengan Undang-Undang No.
Jenderal MKRI, Jakarta. 32 tahun 2008, tentang Pemerintahan
Jimly Asshiddiqie, Ilukum Acara Pengujian Risalah Rapat PAH III BP MPR tahun 1999.
Und an g-ttn d an g, Penerbit S ekretaris Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: l6IPUU-
Jenderal MKRI, J akarta, 2005 . v12007.
Konstitusi dan Ketatanegaraan Indo- Naskah Akademik usulan Amandemen
nesia Kontemporer, The Biographi Insti- Komprehensif UUD 1945, DPD RI,
tute, Jakarta,2007. Jakarta Februari 2011.
Mahfud MD, Menilai Kembali dan menjajaki I Sosialisasi
Sambutan Pimpinan Sub Tim Kerja
kemungkinsn Amandemen lanjutan Putusan MPR RI, Dalam Panduan
UUD 1945, dalam Jurnal Konstitusi, Vol- Permasyarakatan Undang-undang Dasar
ume 5 Nomor 1, Juni 2008, hlm 17. (UUD) 1945, Sekjen MPR RI, Jakarta,
2006.

You might also like