You are on page 1of 6

Ariyani, et al, Pengaruh Prosedur Orientasi terhadap Tingkat Kecemasan...

Pengaruh Prosedur Orientasi terhadap Tingkat Kecemasan pada


Pasien yang Menjalani Terapi Oksigen Hiperbarik
(TOHB) di Rumah Sakit Paru Jember
(The Effect of the Orientation Procedure on the Level of Anxiety
of Patients who is Undergoing Hyperbaric
Oxygen Therapy at Rumah Sakit Paru Jember)
Pravita Dwi Ariyani, Dodi Wijaya, Ahmad Rifai
Fakultas Keperawatan Universitas Jember
Jl. Kalimantan No. 37 Kampus Tegal Boto Jember Telp./Fax. (0331) 323450
e-mail: dodi.wijaya@unej.ac.id

Abstract
Hyperbaric oxygen therapy is a treatment method in patients with inhaling pure oxygen at pressures
greater than normal atmospheric pressure. Patients who first followed the hyperbaric therapy will
generally feel anxiety due to side effects of hyperbaric therapy. Orientation procedure can be used to
decrease level of anxiety of patients. The purpose of this study was to analyze the effect of the
orientation procedure on the level of anxiety of patients undergoing hyperbaric oxygen therapy at
Rumah Sakit Paru Jember. The design of study was pre experimental design with one group pretest
and post test. The sampling technique was consecutive sampling involving 32 respondents. Data
were analyzed with Wilcoxon Test. The result showed a significant decrease of moderate anxiety to
mild anxiety with implementation of orientation procedure (p=0.000). It can be concluded that there
is an effect of the orientation procedure on the level of anxiety of patients undergoing hyperbaric
oxygen therapy at Rumah Sakit Paru Jember. The provision of adequate information and the
introduction of a hyperbaric chamber every corner of the room so that the patient is able to adapt to
the first experience, so that the necessary role of nurses in assisting the patient to provide referrals
for patients who want to undergoing hyperbaric therapy in order to follow the therapy process until
complete. Orientation procedure of hyperbaric therapy can be applied as one of method to decrease
level of anxiety of patients undergoing hyperbaric oxygen therapy

Keywords: orientation procedure, hyperbaric oxygen therapy, level of anxiety

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.2), Mei, 2018 292


Ariyani, et al, Pengaruh Prosedur Orientasi terhadap Tingkat Kecemasan...

Abstrak
Terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu cara pengobatan pada pasien dengan menghirup
oksigen murni pada tekanan lebih besar daripada tekanan atmosfer normal. Pasien yang baru
pertama kali menjalani terapi hiperbarik akan merasakan kecemasan akibat dari efek samping dari
terapi hiperbarik. Prosedur orientasi dapat digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan pada
pasien. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh prosedur orientasi terhadap
tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani terapi oksigen hiperbarik di Rumah Sakit Paru
Jember. Penelitian ini menggunakan desain pra eksperimental dengan pendekatan one group
pretest and postest. Tehnik sampling yang digunakan adalah consecutive sampling dengan jumlah
sampel 32 responden. Data diuji dengan menggunakan Wilcoxon Test. Hasil menunjukkan terdapat
penurunan yang signifikan dari cemas sedang ke cemas ringan dengan penerapan prosedur
orientasi (p=0,000). Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada pengaruh prosedur orientasi terhadap
tingkat kecemasan pada pasien yang akan menjalani terapi oksigen hiperbarik di Rumah Sakit Paru
Jember. Pemberian informasi yang adekuat dan pengenalan setiap sudut ruang chamber hiperbarik
agar pasien mampu beradaptasi terhadap kejadian atau pengalaman pertama yang dihadapi,
sehingga diperlukan peran perawat dalam mendampingi pasien untuk memberikan arahan pada
pasien yang hendak menjalani terapi hiperbarik agar dapat mengikuti proses terapi hingga selesai.
Prosedur orientasi terapi hiperbarik dapat diaplikasikan sebagai salah satu metode untuk
menurunkan tingkat kecemasan pasien yang akan menjalani terapi oksigen hiperbarik.

Kata kunci: prosedur orientasi, terapi oksigen hiperbarik, tingkat kecemasan

Pendahuluan psikologis pasien yang pertama kali menjalani


terapi hiperbarik. Pasien yang pertama kali
Terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu menjalani terapi hiperbarik pada umumnya akan
cara pengobatan pasien dengan menghirup merasakan kecemasan akibat efek samping
oksigen murni pada tekanan lebih besar tersebut.
daripada tekanan atmosfer normal, biasanya Kecemasan adalah suatu perasaan tidak
lebih dari dua atmosfer. Pasien berada dalam santai karena ketidaknyamanan atau rasa takut
ruangan khusus yang disebut Recompression yang disertai suatu respon. Perasaan takut dan
Chamber atau ruang udara bertekanan tinggi tidak menentu sebagai sinyal yang
(RUBT) selama 60 atau 90 menit kemudian menyadarkan bahwa peringatan tentang bahaya
menghirup oksigen murni selama waktu tertentu akan datang dan memperkuat individu
diselingi dengan istirahat [1]. mengambil tindakan menghadapi ancaman [4].
Terapi hiperbarik di Indonesia pertama kali Pasien yang akan menjalani terapi hiperbarik
dimanfaatkan pada tahun 1960 oleh Lakesla merasakan ketakutan terhadap ruangan tertutup
yang bekerjasama dengan RSAL Dr. Ramelan, (claustrophobia) yang berada dalam chamber
Surabaya. Hingga saat ini semakin banyak dan kecemasan tentang kemungkinan persepsi
Rumah Sakit yang memiliki hiperbarik, salah awal dalam menjalani proses terapi [5].
satunya adalah Rumah Sakit Paru Jember Salah satu efek samping dari terapi
sudah memiliki hiperbarik sejak tahun 2011. hiperbarik adalah kecemasan akibat ruang
Rerata kunjungan pasien se-Karesidenan tertutup (claustrophobia). Kecemasan menjadi
Besuki untuk menjalani terapi hiperbarik adalah pilihan untuk diteliti dalam penelitian ini karena
60 pasien setiap bulannya pada tahun 2015, seluruh efek samping terapi dapat menimbulkan
sedangkan untuk kunjungan masyarakat Jember kecemasan. Kecemasan yang tidak diatasi pada
kurang dari 40% [2]. Animo masyarakat Jember pasien maka akan menghambat proses terapi
tentang terapi hiperbarik masih kurang karena hiperbarik. Kindwall dan Whelan melaporkan
masyarakat belum mengetahui dan bahwa sekitar satu dari 50 pasien mengalami
membuktikan manfaat sebenarnya dari terapi kecemasan akibat ruang tertutup selama di
hiperbarik. dalam ruang chamber Multiplace hiperbarik.
Efek samping dari terapi ini adalah Selain itu, dilaporkan bahwa beberapa orang
menyebabkan terganggunya proses keseim- gagal untuk menyelesaikan pengobatan karena
bangan tekanan gas yang mengakibatkan rasa tingkat kecemasan pasien yang sangat tinggi
nyeri pada telinga bagian tengah [3]. Efek [6].
samping terapi dapat mempengaruhi kondisi

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.2), Mei, 2018 293


Ariyani, et al, Pengaruh Prosedur Orientasi terhadap Tingkat Kecemasan...

Berdasarkan hasil studi pendahuluan Hasil Penelitian


penelitian sebelumnya didapatkan data pada
pasien yang melakukan terapi hiperbarik di RS Tingkat Kecemasan Pasien Sebelum
Angkatan Laut Surabaya pada bulan November Dilaksanakan Prosedur Orientasi Pasien
2009 diperoleh hasil dari 30 Pasien yang di yang akan Menjalani Terapi Hiperbarik di
wawancara 17 pasien (56,67 %) mengalami Rumah Sakit Paru Jember.
kecemasan ringan selama berada di chamber, 9 Tabel 1. Distribusi Frekuensi Tingkat
pasien (30 %) mengalami kecemasan sedang, Kecemasan Pasien Sebelum di
dan 4 pasien (13,33 %) mengalami kecemasan laksanakan Prosedur Orientasi
berat [7]. Kecemasan yang tidak teratasi dengan Pasien yang akan Menjalani Terapi
baik akan mengganggu proses terapi [6]. Hiperbarik di Rumah Sakit Paru
Menurut peneliti, kurangnya pengetahuan Jember pada bulan November
dan kecemasan akibat terapi hiperbarik dapat 2016
Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase
diatasi dengan cara melakukan prosedur
Sebelum Tindakan (orang) (%)
orientasi oleh perawat pada pasien sebelum (Pretest)
terapi hiperbarik dilaksanakan. Prosedur Ringan 13 40.6
orientasi terhadap pasien baru merupakan Sedang 19 59.4
usaha memberikan informasi atau sosialisasi Total 32 100
kepada pasien dan keluarga tentang segala Tingkat Kecemasan Pasien Setelah
sesuatu yang berkaitan dengan terapi hiperbarik Dilaksanakan Prosedur Orientasi Pasien
[8]. yang akan Menjalani Terapi Hiperbarik di
Prosedur orientasi terapi hiperbarik yang Rumah Sakit Paru Jember.
telah ditetapkan diharapkan dapat dilaksanakan Tabel 2. Distribusi Frekuensi Tingkat
oleh perawat dengan baik untuk mengurangi Kecemasan Pasien Setelah Di
kecemasan pada pasien yang menjalani terapi laksanakan Prosedur Orientasi
hiperbarik, akan tetapi prosedur orientasi Pasien yang akan Menjalani
tersebut belum pernah dievaluasi terhadap Terapi Hiperbarik di Rumah Sakit
penurunan kecemasan pasien yang menjalani Paru Jember pada bulan
terapi hiperbarik. November 2016
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk Tingkat Kecemasan Frekuensi Persentase
menganalisis pengaruh prosedur orientasi Setelah Tindakan (orang) (%)
terhadap tingkat kecemasan pasien yang (Posttest)
menjalani terapi hiperbarik di Rumah Sakit Paru Ringan 30 93.8
Jember. Sedang 2 6.3
Total 32 100.0
Metode Penelitian
Jenis penelitian ini adalah pra Pengaruh Prosedur Orientasi Terhadap
eksperimental dengan pendekatan one group Tingkat Kecemasan Pasien Yang Menjalani
pretest and postest. Sampel dalam penelitian ini Terapi Hiperbarik di Rumah Sakit Paru Jem-
berjumlah 32 orang. Teknik pengambilan ber
sampel yaitu menggunakan consecutive Tabel 3. Gambaran Pengaruh Prosedur
sampling. Teknik pengumpulan data dalam Orientasi terhadap Tingkat
penelitian ini yaitu dengan menggunakan Kecemasan Pasien yang Menjalani
kuesioner tingkat kecemasan STAI. Data yang Terapi Hiperbarik di Rumah Sakit
diperoleh dianalisis menggunakan uji statistik Paru Jember pada bulan November
wilcoxon dengan nilai alfa 0,05 untuk 2016
mengetahui pengaruh prosedur orientasi Tingkat Tingkat
Tingkat Kecemasan Kecemasan
terhadap tingkat kecemasan pasien yang Total Total
Kecemas (Pretest) (Posttest)
menjalani terapi hiperbarik di Rumah Sakit Paru an Ringan Sedang RinganSedang
Jember. f % f % f % f % f % f %
Ringan 13 40,6 0 0 1340,613 40,6 0 0 1340,6

Sedan
0 0 19 59,4 1959,417 53,1 2 6,3 1959,4
g
Total 13 40,6 19 59,4 32 100 30 93,8 2 6,3 32 100

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.2), Mei, 2018 294


Ariyani, et al, Pengaruh Prosedur Orientasi terhadap Tingkat Kecemasan...

Tabel 4. Distribusi Perbedaan tingkat efektif [17]. Berdasarkan hasil analisa peneliti,
kecemasan pasien yang menjalani mekanisme koping pasien dalam menyelesaikan
terapi hiperbarik sebelum dan sesudah masalah dengan melakukan kebiasaan positif
diberikan prosedur orientasi di Rumah dan memberikan respon yang adaptif, yaitu
Sakit Paru Jember pada bulan sering bertanya kepada perawat atau petugas
November 2016 yang ada di dalam hiperbarik terkait terapi
Tingkat Kecemasan pre-posttest Z p value hiperbarik yang akan dijalani pasien. Perawat
Pretest – Posttest -4,938 0,000 sebagai pendidik memiliki peranan yang sangat
penting dalam menangani kondisi cemas yang
Hasil p-value perhitungan uji Wilcoxon
dialami oleh pasien. Komunikasi yang baik
didapatkan nilai 0,000 (< α = 0,05), dan nilai z
dalam menyam-paikan pendidikan kesehatan
hitung didapatkan 4,938 (> t-tabel = 1,645). Nilai
akan mempeng-aruhi respon yang diterima oleh
negatif menunjukkan adanya penurunan skor
pasien. Peran perawat disini adalah
nilai tingkat kecemasan dan tingkat kemaknaan
memberikan informasi dengan menggunakan
p < 0,05, yang memiliki makna Ha gagal ditolak,
prosedur orientasi agar pasien mengalami
maka dapat disimpulkan hasil penelitian ini
penurunan kecemasan sebelum menjalani terapi
bahwa ada pengaruh yang amat sangat
hiperbarik.
bermakna antara pengaruh prosedur orientasi
terhadap tingkat kecemasan pasien yang
Tingkat Kecemasan Pasien Setelah Dilaksan-
menjalani terapi hiperbarik di Rumah Sakit Paru
akan Prosedur Orientasi Pasien yang akan
Jember.
Menjalani Terapi Hiperbarik di Rumah Sakit
Paru Jember
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian disebutkan
Tingkat Kecemasan Pasien Sebelum Dilak-
bahwa distribusi frekuensi tingkat kecemasan
sanakan Prosedur Orientasi Pasien yang
pasien setelah dilaksanakan prosedur orientasi
akan Menjalani Terapi Hiperbarik di Rumah
yang akan menjalani terapi hiperbarik bahwa
Sakit Paru Jember
responden mengalami penurunan nilai tingkat
Berdasarkan hasil penelitian disebutkan
kecemasan dan responden dengan cemas
bahwa distribusi frekuensi tingkat kecemasan
ringan berjumlah 30 orang (93,8%). Cemas
pasien sebelum dilaksanakan prosedur orientasi
ringan adalah cemas normal dimana motivasi
pasien yang akan menjalani terapi hiperbarik
individu pada keseharian berada dalam batas
terbanyak berada pada tingkat cemas sedang
kemampuan untuk melakukan dan memecahkan
yaitu sejumlah 16 orang (50%). Cemas sedang
masalah atau mekanisme koping [16]. Status
adalah cemas yang mempengaruhi penget-
cemas ringan lebih mudah untuk diatur
ahuan baru dengan penyempitan lapang
dibandingkan dengan cemas sedang [18].
persepsi sehingga individu kehilangan pegan-
Pasien dengan tingkat cemas ringan masih
gan tetapi dapat mengikuti pengarahan dari or-
mampu mengontrol dirinya dan mampu
ang lain. Respon kognitif meliputi tidak mampu
membuat keputusan yang tepat [19]. Respon
berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak
kognitif pada tingkat cemas ringan misalnya
pengarahan atau tuntunan, serta lapang
mampu menerima rangsangan yang kompleks,
persepsi menyempit [16]. Hal tersebut sesuai
konsentrasi pada masalah, terang-sang untuk
dengan kondisi pasien baru yang akan men-
melakukan tindakan, dan menyelesaikan
jalani terapi hiperbarik, secara garis besar
masalah (mekanisme koping) secara efektif [16].
pasien lebih sering bertanya terhadap segala
Berdasarkan hasil posttest tingkat kecemasan
sesuatu tentang terapi hiperbarik dan kecender-
pasien yang akan menjalani terapi hiperbarik
ungan ditanyakan secara berulang-ulang ter-
setelah dilaksanakan prosedur orientasi
hadap hal baru yang dihadapinya, nampak jelas
didapatkan penurunan kecemasan. Pasien
kekhawatiran muncul ketika pasien baru per-
nampak lebih mampu mengontrol emosi dan
tama kali melihat tabung chamber hiperbarik.
menunjukkan kesiapan mental yang jauh lebih
Keliat berpendapat bahwa ketika
baik dari sebelumnya.
mengalami ansietas atau kecemasan, individu
menggunakan berbagai mekanisme koping atau
cara penyelesaian masalah, dan jika tidak dapat
mengatasi ansietas secara sehat, dapat
menyebabkan perilaku yang maladaptif
sehingga mengalami koping individu yang tidak

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.2), Mei, 2018 295


Ariyani, et al, Pengaruh Prosedur Orientasi terhadap Tingkat Kecemasan...

Pengaruh Prosedur Orientasi Terhadap masalah teratasi. Penggunaan mekanisme


Tingkat Kecemasan Pasien Yang Menjalani koping akan efektif bila didukung dengan
Terapi Hiperbarik di Rumah Sakit Paru Jem- kekuatan lain dan adanya keyakinan pada
ber individu yang bersangkutan bahwa mekanisme
Berdasarkan uji analisis Wilcoxon, yang digunakan dapat mengatasi
didapatkan p value 0,000 yang bermakna kecemasannya. Kecemasan harus segera
terdapat adanya pengaruh prosedur orientasi ditangani untuk mencapai homeostatis pada diri
terhadap tingkat kecemasan pasien yang individu, baik secara fisiologis maupun
menjalani terapi hiperbarik di Rumah Sakit Paru psikologis [19].
Jember. Kondisi tersebut didukung dengan Kecemasan yang dirasakan setiap pasien
penurunan tingkat kecemasan pada hasil berbeda-beda, ada yang mampu menerima
penelitian yang menggambarkan bahwa 32 kecemasan menghadapi terapi hiperbarik
pasien mengalami penurunan nilai tingkat dengan baik dan ada yang cemas sedang.
kecemasan dengan dua pasien tetap pada Suryabrata mengungkapkan bahwa tingkat
tingkat cemas sedang tetapi nilai posttest kecemasan orang berbeda-beda meskipun
menunjukkan penurunan berdasarkan hasil permasalahan yang dihadapi sama [21].
rekapitulasi lembar kuesioner kecemasan STAI Menurut Stuart, respon cemas seseorang
(pretest dan posttest). tergantung pada kematangan pribadi, pema-
Peneliti meyakini bahwa berdasarkan hasil haman dalam menghadapi tantangan, harga diri,
penelitian ini menunjukkan adanya perubahan dan mekanisme koping yang digunakan dan
tingkat kecemasan pasien dari tingkat cemas juga mekanisme pertahanan diri yang digunakan
sedang ke tingkat cemas ringan. Berbagai untuk mengatasi kecemasannya antara lain
penyebab dapat mempengaruhi hasil dari dengan menekan konflik, impuls-impuls yang
tingkat kecemasan tersebut pada pasien yang tidak dapat diterima secara sadar, tidak mau
akan menjalani terapi hiperbarik, begitu juga memikirkan hal-hal yang kurang menyenangkan
dengan responden yang tetap mengalami dirinya [16]. Tingkatan kecemasan yang
tingkat kecemasan sedang meskipun nilai tidak berbeda tersebut disebabkan oleh kemampuan
begitu siginifikan mengalami penurunan. adaptasi dan manajemen emosi setiap pasien
Berdasarkan hasil penelitian Ananggadipa yang tidak sama baik dari segi tingkat
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendidikan maupun kematangan emosi dalam
kecemasan pada pasien yang mengikuti terapi menyelesaikan permasalahan sesuai dengan
HBO di LAKESLA adalah faktor usia (ρ= 0,048), tingkat usia serta dukungan dari pihak keluarga
faktor jenis kelamin (ρ= 0,095), faktor dalam menyelesaikan permasalahan.
pengalaman pasien (ρ= 0,007), faktor kondisi Stuart menyatakan kecemasan adalah
medis (ρ= 0,021), faktor pendidikan (ρ= 0,087), perasaan individu dan pengalaman subjektif
dan faktor akses informasi (ρ= 0,044) [5]. yang tidak diamati secara langsung dan
Peneliti sependapat dengan hasil penelitian perasaan tanpa objek yang spesifik dipacu oleh
tersebut bahwa salah satu faktor yang ketidaktahuan dan didahului oleh pengalaman
mempengaruhi kecemasan pasien adalah akses yang baru [16]. Peneliti sependapat dengan
informasi yang didapat oleh pasien, sehingga pernyataan tersebut bahwa pasien yang cemas
perlu bagi perawat untuk memberikan informasi merupakan suatu respon dari ketidaktahuan
seputar hiperbarik dengan melakukan prosedur terhadap hal baru yang dialaminya, sedangkan
orientasi pada pasien agar kecemasan yang pasien yang dijadikan sebagai subjek penelitian
dihadapi pasien berkurang. ini merupakan pasien baru yang pertama kali
Potter & Perry menyatakan apabila rasa mengenal terapi hiperbarik sehingga akan
cemas tidak mendapat perhatian di dalam suatu memiliki perasaan cemas dalam menjalani
lingkungan, maka rasa cemas itu dapat terapi hiperbarik tersebut.
menimbulkan suatu masalah yang serius [20]. Peneliti berpendapat bahwa kecemasan
Peneliti menganggap suatu hal yang penting yang dialami oleh pasien yang baru pertama kali
dan harus menjadi perhatian khusus terhadap mengikuti terapi hiperbarik adalah suatu hal
rasa cemas yang timbul ketika pasien akan yang dianggap wajar, karena perlu adanya
menjalani terapi hiperbarik. Penanganan yang adaptasi bagi setiap pasien yang baru mengi-
tepat tentu akan membuat cemas pasien yang kuti terapi hiperbarik dan pemberian informasi
menjalani terapi hiperbarik akan teratasi. yang adekuat, serta pengenalan setiap sudut
Semakin cepat perawat merespon suatu kondisi ruang chamber hiperbarik agar pasien mampu
kecemasan pasien, maka semakin cepat juga beradaptasi terhadap kejadian atau pengalam-

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.2), Mei, 2018 296


Ariyani, et al, Pengaruh Prosedur Orientasi terhadap Tingkat Kecemasan...

an pertama yang dihadapi, sehingga diperlu-kan www.scribd.com/


peran perawat dalam mendampingi pasien [9] Dewi EI. Pengaruh terapi kelompok suportif
untuk memberikan arahan pada pasien yang terhadap beban dan tingkat ansietas
hendak menjalani terapi hiperbarik agar dapat keluarga dalam merawat anak tunagrahita
mengikuti proses terapi hingga selesai. di sekolah luar biasa (SLB) Kabupaten
Banyumas. [Internet]. 2011. [Cited 15 Juli
Simpulan dan Saran 2016]. Available From: Depok: Fakultas
Berdasarkan hasil penelitian terdapat Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia.
kesimpulan bahwa ada pengaruh prosedur Tesis. [serial online] http://lib. ui.ac.id/
orientasi dengan tingkat kecemasan pasien [10] Hawari D. Dimensi religi dalam praktik
yang akan menjalani terapi hiperbarik di Rumah psikiatrik dan psikologi. Jakarta: FKUI; 2006
Sakit Paru Jember p value (0,000). Saran yang [11] Darwanti. Bimbingan rohani dan
direkomendasikan yaitu meningkatkan peran pengaruhnya terhadap tingkat kecemasan
serta perawat sebagai konselor dalam pada ibu primigravida dengan persalinan
mengatasi permasalahan kecemasan yang kala 1 di RSU Banyumas. Jurnal
dihadapi oleh pasien saat terapi hiperbarik. keperawatan soedirman. [Internet]. 2007.
[Cited 28 November 2016]. Available From:
Daftar pustaka jos.unsoed.ac.id/
[1] Mahdi H. Ilmu kesehatan bawah air dan [12] Swasti. Pengaruh terapi suportif terhadap
hiperbarik. Surabaya: Lembaga Kesehatan ansietas siswa kelas XII SMAN 1 Kutasari
Keangkatan Lautan (Lakesla); 2009 dalam menghadapi ujian nasional.
[2] Data Sekunder. Daftar kunjungan pasien [Internet]. 2011. [Cited 20 Agustus 2016].
hiperbarik. Jember: Rumah Sakit Paru Available From: http://lib.ui. ac.id/
Jember; 2016. [13] Notoatmodjo S. Pendidikan dan perilaku
[3] Bell CNA, Gill. Hyperbaric oxygen: its uses, kesehatan. Jakarta: Rineka cipta; 2010.
mechanisms of action and outcomes. [14] Kalsum FU. Mengapa keluarga begitu
[Internet]. 2004. [Cited 05 Juli 2016]. penting. [Internet]. 2016. [Cited 26
Available From: November 2016]. Available From:
http://qjmed-.oxfordjournals.org/ http://kosmo.vivanews.com/
[4] Nihayati EH. Buku ajar keperawatan [15] Anggraini Risky. Karakteristik ibu hamil yang
kesehatan jiwa. Jakarta: Salemba Medika; mengalami kecemas-an di bps uswatun
2015. poncowati lampung tengah. [Internet]. 2010.
[5] Ananggadipa. Faktor-faktor yang [Cited 14 Juli 2016]. Available From:
berhubungan dengan kecemasan pasien http://www.4 shared.com.
terapi HBO di Lakesla Drs. Med. R. Rijadi [16] Stuart GW. Buku saku keperawatan jiwa.
Sastropanoelar. [Internet]. 2012. [Cited05 Edisi kelima. Jakarta: EGC; 2007.
Juli 2016]. Available From: [17] Keliat BA. Manajemen kasus gangguan
https://www.scribd.com/-doc/ jiwa. EGC: Jakarta; 2011.
[6] Hodge, ER. A thesis: coping during [18] Bastable S. Perawat sebagai pendidik:
hyperbaric oxygen therapy: pre-dictors and prinsip-prinsip pengajaran dan
intervention department of psychology, pembelajaran. Jakarta : EGC; 2002.
university of canterbury. [Internet]. 2008. [19] Asmadi. Tekhnik prosedural keperawatan:
[Cited 16 Juli 2016] Available From: konsep dan aplikasi kebutuhan dasar.
http://ir.canterbury.ac. Nz/ Jakarta: Salemba Medika; 2008.
[7] Kertapati Y. Hubungan informasi dengan [20] Potter Perry. Buku ajar fundamental
tingkat kecemasan pasien pada saat keperawatan: konsep, proses dan praktik.
pelaksanaan HBOT. Surabaya: STIKES Jakarta: EGC; 2005.
Surabaya; 2010. [21] Suryabrata S. Psikologi kepribadian, edisi 1.
[8] Ragusti. Orientasi pasien baru : pemberi Jakarta: Raja Grafindo Persada; 2008.
informasi. [Internet]. 2008. [Cited 20 juli
2016] Available From: http://

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.6 (no.2), Mei, 2018 297

You might also like