You are on page 1of 9

GAMBARAN EFEKTIFITAS PETIDIN 25 MG INTRAVENA UNTUK

MENGURANGI REAKSI MENGGIGIL PADA PASIEN SEKSIO SESAREA


PASCA ANESTESI SPINAL DI RSUD ARIFIN ACHMAD PROVINSI RIAU

Sri Utari Masyitah


Sony
Dewi Anggraini
Sriutarim@gmail.com

ABSTRACT

Shivering is a common complication in patient who received general dan


regional anesthesia. In caesarean section, anesthesia technique that usually used is
spinal anesthesia. The Incidence of post spinal anesthesia shivering in caesarean
section was 85%. This condition wasn't comfortable for patient and would affect the
ECG, blood pressure and oxygen saturation. Increasing of oxygen saturation on
shivering would make hypoxemia for both mother and fetus. This research is a
descriptive prospective study with consecutive sampling methods to discover the
effectiveness of pethidine 25 mg intravenouse to reduce post spinal anesthesia
shivering in caesarean section in general hospital of Riau province. This study used
30 patients of caesarean section who had post spinal anesteshia shivering in
operation room in general hospital of Riau province. The results of this research
were petidhine 25 mg intravenous is effective in amongst 30 samples, 16 shivering
has decrease in pethidine 10 mg and 14 patient with 25 mg pethidine intravenous.
After the surgery, 2 samples had recurrent shivering. The Onset of pethidine amongst
30 patients were ceased in 5 minutes in 28 patients and 10 minutes in 2 patients.

Keywords: shivering, effectiveness pethidine, caesarean section, spinal anesthesia

PENDAHULUAN persalinan secara seksio sesarea


yaitu anestesi regional dan anestesi
Seksio sesarea adalah suatu umum1. Tetapi, kebanyakan seksio
pembedahan guna melahirkan janin sesarea dilakukan dengan anestesi
melewati sayatan pada dinding perut regional yaitu anestesi spinal
dan dinding rahim ibu. Teknik maupun epidural.2 Salah satu
anestesi yang umum digunakan pada komplikasi yang sering dialami

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 1


setelah tindakan anestesi regional Pada pasien dengan arteriosklerosis
pada pasien seksio sesarea adalah yang mengalami keterbatasan suplai
menggigil.3 Kejadian menggigil oksigen, menggigigil dapat
dialami 56% pasien dengan anestesi memperburuk kerja otot jantung.
spinal maupun epidural. Pada pasien Cara terbaik untuk mengatasi
seksio sesarea dengan anestesi menggigil adalah dengan
spinal, kejadian menggigil dialami memperbaiki hemodinamik dan
hingga 85%.4,5 Selama kehamilan metabolisme tubuh serta menjaga
terjadi peningkatan metabolisme suhu tubuh selama tindakan
basal hingga 15%.17 Selain karena pembedahan. Selain itu, menggigil
kehamilan menjadi salah satu faktor dapat juga diatasi dengan pemberian
resiko yang menyebabkan obat-obatan seperti petidin, klonidin
hipoterrmia, sayatan abdomen dan atau ketanserin.6-8
dinding rahim pada tindakan seksio Petidin merupakan golongan
sesarea menyebabkan peningkatan opioid yang paling efektif dalam
pajanan tubuh ke lingkungan yang mengatasi menggigil karena efek
dingin sehingga mempercepat anti menggigilnya dengan cara
peningkatan pengurangan panas ke mengaktifkan reseptor mu (μ) di
lingkungan eksternal yang hipotalamus dan reseptor kappa (κ)
mempercepat penurunan suhu inti di sumsum tulang yang menurunkan
dan menyebabkan terjadi ambang menggigil.9,10
19
menggigil. Petidin dosis kecil 10-25 mg
Kondisi ini tidak nyaman sering digunakan sebagai terapi
bagi pasien dan dapat mengganggu menggigil pasca anestesi. Petidin 25
pemantauan elektrokardiogram, mg intravena efektif dan umum
tekanan darah (BP) dan saturasi digunakan dalam mengatasi
oksigen. Hal ini dikarenakan terjadi menggigil pasca anastesi spinal,
peningkatan konsumsi oksigen, tetapi injeksi petidin untuk
asidosis laktat dan produksi karbon mengatasi menggigil dilaporkan
dioksida Peningkatan konsumsi memiliki efek samping spesifik
oksigen saat terjadinya menggigil seperti sedasi, euphoria, depresi
pada pasien seksio sesarea pernapasan, pruritus, mual,
ditakutkan menyebabkan hipoksemia hipotensi, bronkospasme,
yang berdampak pada ibu dan janin bradikardia dan depresi
11-15
Etiologi menggigil pada pernapasan.
pasien dengan anestesi spinal Pada penelitian sebelumnya
kompleks dan sulit dipahami.3 Obat dilaporkan bahwa meperidin
analgetik perioperatif seperti morfin intratekal 0,2 mg/kg efektif dalam
intratekal dilaporkan menyebabkan menurunkan angka kejadian
hipotermia, menggigil dan menggigil pada pasien seksio sesarea
peningkatan produksi keringat. dengan anestesi spinal Konrad
Hipotermia yang dialami pasien membandingkan meperidin, klonidin
menggigil meningkatkan dan urapidil untuk mengatasi
vasokonstriksi pembuluh darah menggigil dilaporkan bahwa
sehingga terjadi resistensi vaskular. meperidin 25 mg intravena dan

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 2


klonidin lebih efektif daripada Alat yang digunakan pada
urapidil dalam mengatasi menggigil. penelitian ini adalah data primer berupa
Talakoub menyimpulkan jika observasi pasien selama tindakan
tramadol (0,5 mg/kg) dan meperidin anestesi spinal hingga operasi berakhir.
(0,5 mg/kg) sama efektifnya dalam Pengolahan data dilakukan secara
mengatasi menggigil pada pasien manual, kemudian data tersebut
seksio sesarea pasca anestesi ditabulasikan untuk selanjutnya
spinal.12,13 disajikan dalam bentuk tabel distribusi
Pemberian petidin 25 mg frekuensi.
intravena pada pasien menggigil
pasca anestesi spinal merupakan
protap di RSUD Arifin Ahmad. HASIL PENELITIAN
Walaupun demikian, efektifitas
petidin 25 mg intravena untuk Jumlah pasien seksio sesarea
mengatasi menggigil belum pernah pasca anestesi spinal yang menggigil di
dilakukan penelitian sebelumnya di RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau \
RSUD Arifin Achmad, sehingga adalah sebanyak 30 pasien. Distribusi
peneliti tertarik untuk melakukan frekuensi usia pasien pasien seksio
penelitian ini. sesarea pasca anestesi spinal yang
menggigil pada gambar 4.1.1 berikut:
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui efektifitas Usia pasien seksio sesarea pasca
pemberian petidin 25 mg dalam anestesi spinal yang mengalami
menggigil
mengurangi reaksi menggigil pada 20
pasien seksio sesarea pasca anestesi
15
spinal di RSUD Arifin Achmad Provinsi
Orang

Riau 10
5
METODE PENELITIAN 0
Penelitian ini bersifat deskriptif 15-20 21-30 31-40 41-50
prospektif untuk mengetahui efektifitas Usia
pemberian petidin 25 mg dalam Gambar 4.1 Distribusi frekuensi usia
mengurangi reaksi menggigil pada pasien seksio sesarea pasca anestesi
pasien seksio sesarea dengan anestesi spinal
spinal di RSUD Arifin Ahmad. Berdasarkan gambar 4.1 dapat dilihat
Populasi pada penelitian ini frekuensi usia pasien seksio sesarea
adalah pasien seksio sesarea dengan yang mengalami menggigil paling
anestesi spinal. Sampel diambil dengan banyak adalah pada usia 31-40 tahun
cara consecutive sampling sebanyak 30 sebanyak 16 orang (57%), diikuti usia
pasien yang menggigil. Variabel pada 21-30 tahun sebanyak 8 orang (29%)
penelitian ini adalah umur, lama operasi, dan usia 15-20 tahun dan usia 41-50
onset menggigil, efektifitas petidin dan tahun sebanyak 2 orang (7%).
onset petidin.

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 3


Distribusi frekuensi lama operasi Gambar 4.3 Distribusi onset
pasien seksio sesarea pasca anestesi kasus menggigil pasca anestesi spinal
spinal yang menggigil pada gambar 4.2 pada pasien seksio sesarea di RSUD
berikut: Arifin Achmad Provinsi Riau
Berdasarkan gambar 4.3 dapat
dilihat distribusi frekuensi onset
Lama operasi pasien seksio sesarea
pasca anestesi spinal mengigil pasien seksio sesarea pasca
15
anestesi spinal di RSUD Arifin Achmad
10 paling banyak adalah menggigil setelah
Orang

5 16-30 menit setelah tindakan anestesi


spinal sebanyak 15 orang (50%),
0 kemudian diikuti dengan menggigil
31-40 41-50 51-60 61-70 71-80 81-90 setelah 31-45 menit setelah anestesi
Menit spinal sebanyak 10 orang (33%) dan 0-
15 menit setelah anestesi spinal
Gambar 4.2 Distribusi frekuensi lama sebanyak 5 orang (17%).
operasi pasien seksio sesarea pasca Distribusi frekuensi efektifitas
anestesi spinal petidin 25 mg intravena untuk
Berdasarkan gambar 4.2 dapat mengurangi reaksi menggigil pada
dilihat lama operasi seksio sesarea pasien seksio sesarea pasca anestesi
tertinggi pada pasien dengan kejadian spinal pada tabel berikut:
menggigil adalah 51-60 menit sebanyak
11 orang (37%), dikuti lama operasi 31- Tabel 4.4 Efektifitas petidin 25 mg
40 menit sebanyak 7 orang (23%), intravena
N %
kemudian lama operasi 61-70 menit
sebanyak 4 orang (13%) dan di ikuti Petidin 10 mg 16 orang 47%
dengan lama operasi 81-90 menit
sebanyak 2 orang (7%) serta lama
Petidin 10+15 mg 14 orang 53%
operasi 71-80 menit sebanyak 1 orang
(3%).
Efektifitas 30 orang 100%
Distribusi onset menggigil pada
pasien seksio sesarea pasca anestesi petidin 25 mg
spinal pada gambar 4.3 berikut:

Onset menggigil pada pasien seksio Berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat
sesarea pasca anestesi spinal distribusi frekuensi efektifitas pemberian
20 petidin dalam mengurangi reaksi
15 mengigil pada pasien seksio sesarea
Orang

10 pasca anestesi spinal di RSUD Arifin


5 Achmad adalah petidin 25 mg intravena
0 efektif mengatasi mengigil pada 30
0-15 16-30 31-45 pasien (100%). Pada pemberian petidin
Menit 10 mg, 16 pasien (47%) sudah berhenti
menggigil dan 14 pasien (53%)

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 4


menggigil berhenti setelah pemberian 25 anestesi spinal yang menggigil, dapat
mg intravena. Setelah operasi berakhir, 2 dilihat lama operasi seksio sesarea pasca
pasien mengalami menggigil berulang. anestesi spinal pada 51-60 menit
Distribusi onset petidin 25 mg sebanyak 11 orang (37%), dikuti lama
intravena dalam mengurangi menggigil operasi 31-40 menit sebanyak 7 orang
pada pasien seksio sesarea pasca (23%), kemudian lama operasi 61-70
anestesi spinal di RSUD Arifin Achmad menit sebanyak 4 orang (13%) dan
Provinsi Riau pada tabel 4.5 berikut: diikuti dengan lama operasi 81-90 menit
sebanyak 2 orang (7%) serta lama
Tabel 4.5 Onset petidin 25 mg intravena operasi 71-80 menit sebanyak 1 orang
Onset petidin N % (3%).
Hal ini sesuai dengan penelitian
0-5 menit 28 orang 93% yang dilakukan Bhukal et al, durasi rata-
rata operasi berlangsung 50-60 menit
dan menggigil dan frekuensi menggigil
6-10 menit 2 orang 7%
lebih besar pada operasi dengan durasi
lebih dari 30 menit.11 Lama operasi yang
60 menit atau lebih serta jenis operasi
Berdasarkan tabel 4.5 distribusi seksio sesarea merupakan resiko tinggi
frekuensi onset petidin 25 mg intravena meningkatnya hipotermi pada pasien
dalam mengurangi menggigil pada seksio sesarea. Hal ini terjadi karena
pasien seksio sesarea pasca anestesi durasi operasi yang lama dan jenis
spinal di RSUD Arifin Achmad Provinsi operasi yang melakukan sayatan pada
Riau adalah menggigil teratasi setelah 0- dinding abdomen dan rahim
5 menit sebesar 93% kemudian diikuti menyebabkan peningkatan pengeluaran
menit 6-10 menit sebesar 7%. panas dari tubuh ke lingkungan eksternal
yang meningkatkan resiko hipotermi.22
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil distribusi
frekuensi onset menggigil pasien seksio
Menggigil pada pasien seksio sesarea pasca anestesi spinal di RSUD
sesarea pasca anestesi spinal di bulan Arifin Achmad adalah adalah onset
april-juni 2014 sebanyak 30 orang di menggigil 16-30 menit setelah tindakan
RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. anestesi spinal sebanyak 15 orang
Berdasarkan hasil distribusi (50%), kemudian diikuti 31-45 menit
frekuensi usia pasien yang mengalami setelah anestesi spinal sebanyak 10
menggigil dewasa muda merupakan usia orang (33%) dan 0-15 menit setelah
yang paling banyak tergambar pada tindakan anestesi spinal sebanyak 5
kasus menggigil pada pasien seksio orang (17%).
sesarea di beberapa penelitian.10,12,13 Hal ini tidak sesuai dengan
Berdasarkan literatur, usia anak-anak kepustakaan yang menunjukkan
maupun orang tua menjadi salah satu menggigil terjadi 45-60 menit setelah
faktor pendukung terjadi nya hipotermia tindakan anestesi spinal.10 Perbedaan ini
selama tindakan pembedahan.11,19,22 dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
Berdasarkan distribusi frekuensi diantaranya perbedaan suhu inti tubuh,
lama operasi pasien seksio sesarea pasca

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 5


persepsi terhadap dingin, cairan infus
dan suhu ruangan operasi.16,19,20
Berdasarkan hasil distribusi SIMPULAN
frekuensi efektifitas pemberian petidin
dalam mengurangi reaksi mengigil pada Berdasarkan penelitian yang dilakukan
pasien seksio sesarea pasca anestesi pada pasien seksio sesarea pasca
spinal di RSUD Arifin Achmad dapat anestesi spinal yang mengalami
dilihat petidin 25 mg intravena efektif menggigil di OK Instalasi Bedah Sentral
mengatasi mengigil pada 30 pasien dan OK instalasi Gawat Darurat RSUD
(100%). Pada pemberian petidin 10 mg, Arifin Achmad Provinsi Riau pada bulan
16 pasien (47%) sudah berhenti April – Juni 2014 didapatkan
menggigil dan 14 pasien (53%) kesimpulan bahwa:
menggigil berhenti setelah pemberian 25 Lama operasi pasien seksio
mg intravena. Setelah operasi berakhir, 2 sesarea pasca anestesi spinal yang
pasien mengalami menggigil berulang. menggigil pada 51-60 menit sebanyak
Hal ini sesuai dengan penelitian 11 orang (37%), dikuti lama operasi 31-
yang dilakukan Parsa Tahereh et al, 40 menit sebanyak 7 orang (23%),
menggigil berhenti pada 18 dari 20 kemudian lama operasi 61-70 menit
pasien yang diberikan petidin 25 mg sebanyak 4 orang (13%) dan diikuti
intravena.12 Beberapa kepustakaan dengan lama operasi 81-90 menit
menunjukkan petidin 25 mg intravena sebanyak 2 orang (7%) serta lama
dianggap efektif sebagai pengobatan operasi 71-80 menit sebanyak 1 orang
menggigil.11,12,13 (3%).
Menggigil berulang yang terjadi di Onset menggigil pasien seksio
ruang pemulihan dipengaruhi berbagai sesarea pasca anestesi spinal di RSUD
faktor diantaranya ruang pemulihan Arifin Achmad adalah adalah onset
yang suhunya lebih dingin dibanding menggigil 16-30 menit setelah tindakan
ruang operasi dan pembersihan pasien anestesi spinal sebanyak 15 orang
setelah operasi berakhir. (50%), kemudian diikuti 31-45 menit
Berdasarkan hasil distribusi setelah anestesi spinal sebanyak 10
frekuensi onset petidin 25 mg intravena orang (33%) dan 0-15 menit setelah
dalam mengurangi menggigil pada tindakan anestesi spinal sebanyak 5
pasien seksio sesarea pasca anestesi orang (17%)
spinal di RSUD Arifin Achmad Provinsi Petidin 25 mg intravena efektif
Riau adalah menggigil teratasi setelah 0- mengatasi mengigil pada 30 pasien
5 menit sebesar 93% kemudian diikuti (100%). Pada pemberian petidin 10 mg,
menit 6-10 menit sebesar 7%. 16 pasien (47%) sudah berhenti
Hal ini sesuai dengan penelitian menggigil dan 14 pasien (53%)
yang menunjukkan menggigil berhenti 5 menggigil berhenti setelah pemberian 25
menit setelah pemberian petidin 25 mg mg intravena.
intravena.12 Penelitian Kranke Peter et al Onset petidin 25 mg intravena
menunjukkan onset petidin 25 mg dalam mengurangi menggigil pada
intravena mengatasi menggigil pada pasien seksio sesarea pasca anestesi
rentang waktu 5-10 menit setelah spinal di RSUD Arifin Achmad Provinsi
pemberian petidin.7 Riau adalah menggigil teratasi setelah 0-

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 6


5 menit sebesar 93% kemudian diikuti Anesthesia. Anesth Analg. 2004;
menit 6-10 menit sebesar 7%. 98: 230-4
SARAN 5. Chung SH, Lee BS, Yang HJ et
Diharapkan kepada peneliti lain al. Effect of preoperative
dapat melanjutkan penelitian tentang warming during cesarean section
perbandingan gambaran kejadian under spinal anesthesia. Korean J
menggigil selama operasi dan pasca Anesthesiol.2012; 62(5): 454-
operasi dan perbandingan efektifitas 460
petidin 25 mg intravena dalam 6. S Atashkhoyi, S Negargar. Effect
mengatasi menggigil pada keduanya. of Tramadol for prevention of
shivering after spinal anesthesia
UCAPAN TERIMA KASIH for cesarean section. Research
Journal of Biological
Penulis mengucapkan terima kasih Science.2008; 3 (12): 1365-1369
kepada dr. Sony Sp.An dan dr. Dewi 7. Kranke Peter, Elberhart LH,
Anggraini Sp.MK selaku pembimbing I Roewer Norbert et al.
dan II yang telah meluangkan waktu, Pharmacological Treatment of
pikiran, nasehat serta motivasi kepada Postoperative Shivering: A
penulis demi kesempurnaan penelitian Quantitative Systematic Review
ini. Penulis juga mengucapkan terima of Randomized Controlled
kasih kepada semua pihak yang telah Trials. Anesth Analg. 2002
membantu dan telah mendoakan ;94:453–60
suksesnya penelitian ini. 8. Johan Arifin, Yosie Arif
DAFTAR PUSTAKA Sanjaya. Perbandingan
Efektifitas Ondansteron dan
1. Aunun Rofiq, Doso Sutiyono. Tramadol Intravena Dalam
Perbandingan Antara Anestesi Mecegah Menggigil Pasca
Regional dan Umum Pada Anestesi Umum. Medica
Operasi Caesar. Jurnal Hospitalia.2012;1(1):7-11
Anestesiologi Indonesia. 2009 : 1 9. Bhattacharya PK, Bhattacharya
(3) L, Jain RK, Agarwal RC. Post
2. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Anaesthesia Shivering (PAS) :
Kebidanan. Edisi 4. PT Bina A Review. Indian J. Anaesth
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2003; 47(2): 88-93.
2010 10. Parsa Tahereh, Shideh Dhabir,
3. G Lamacraft. Complications Radpay Badiolzaman . Efficacy
associated with regional of Pethidine and Buprenorphine
anaesthesia for Caesarean for Prevention and Treatment of
section. Southern African Postanesthetic Shivering.
Journal of Anaesthesia & Tannafos.2007; 6(3), 54-58
Analgesia. 2004 : 15-20 11. Bhukal Ishwar, Solanki SL,
4. Roy JD, Girard M, Drolet P. Kumar Shusil et al. Pre-
Intrathecal Meperidine Decrease induction low dose pethidine
Shivering During Cesarean does not decrease incidence of
Delivery Under Spinal postoperative shivering in

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 7


laparoscopic gynecological menggigil dengan efek samping
surgeries. Journal of yang minimal pada anestesi
Anaesthesiology Clinical spinal . Fakultas
Pharmacology.2011;27(3):349- Kedokteran Universitas
353 Sumatera Utara . 2008
12. Konrad R, Schwarzkopf G, Hoff 20. Sessler, Daniel. Temperature
Hansjoerg et al. A Comparison Monitoring and Perioperative
Between Meperidine, Clonidine Thermoregulation.
and Urapidil in the Treatment of Anesthesiology. 2008 August ;
Postanesthetic Shivering. Anesth 109(2): 318–338
Analg. 2001;92:257–60 21. Whitte JD, Sessler DI.
13. Talakoub R, Noorimeshkati S. Perioperative shivering:
Tramadol HCl versus Physiology and Pharmacology.
Meperidine in the Treatment of Anaesthesiology 2002; 96(2):
Shivering During Spinal 467-84.
Anesthesia in Cesarean Section. 22. Buggy DJ, Crossley AWA.
Journal of Research in Medical Thermoregulation, mid
Science. 2006; 11(3): 151-155. perioperative hypothermia and
14. Sarim Budi Y, Budiyono Uripno. post-anesthetic shivering. British
Ketamin dan Meperidin Untuk journal anaesthesia. 2000; 84:
Pencegahan Menggigil Pasca 615–28.
Anestesi Umum. Jurnal 23. Roy JD. Postoperative shivering.
Anestesiologi Indonesia. 2011; Anesthesiology Rounds. 2004;
3(2): 95-107 3(6)
15. El-Deeb Alaa , Barakat Rafik. 24. Dhimar AA, Patel MG, Swadia
Could ephedrine replace VN. Tramadol HCl for control of
meperidine for prevention of shivering(comparison with
shivering in women undergoing pethidine). Indian J. Anaesth.
Cesarean Section under spinal 2007; 51(1): 28 – 31
anesthesia? A randomized study. 25. Departemen Farmakologi dan
Egyptian Journal of Anaesthesia. Terapeutik FK UI. Farmakologi
2012;28: 237–241 dan terapi. 5th ed. Jakarta. Balai
16. Miller RD. Miller’s anesthesia Penerbit FK UI; 2007
seventh edition. Volume 1. New 26. Zahedi H. Comparison of
York: Churchill Tramadol and Pethidine for
Livingstone;2010. p.1533-1552 Postanesthetic Shivering in
17. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Elective Cataract Surgery.
Fisiologi Kedokteran. 11th ed. Journal of Research in Medical
Jakarta. EGC; 2006 Sciences 2004; 5: 235-239
18. Sherwood,Lauralee. Fisiologi 27. Wrench I J, Singh P, Dennis AR,
Manusia: Dari Sel Ke Sistem. Mahajan RP,and Crossley AWA.
2nd ed. Jakarta. EGC; 2001 The minimum effective doses of
19. Nazma Diani . Perbandingan pethidine and doxapram in the
Tramadol 0,5 mg/kgBB dan 1 treatment of post-anaesthetic
mg/kgBB IV dalam mencegah

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 8


shivering. Anaesthesia, 1997; 52:
32–36
28. Parvin Sajedi, Gholamreza
Khalili, Liela Kyhanifard.
Minimum effective dose of
Tramadol in the treatment of
postanesthetic shivering. Journal
of Research in Medical Sciences
March & April 2008; Vol 13, No
2
29. Syamsuni, H. Farmasetika dasar
dan hitungan farmasi. Edisi 1.
Jakarta. EGC; 2006
30. Dahlan SM. Besar sampel dan
cara pengambilan sampel dalam
penelitian kedokteran dan
kesehatan. Ed/3. Salemba
Medika: Jakarta; 2010.

Jom FK Volume 1 No.2 Oktober 2014 9

You might also like