You are on page 1of 10

JurnalIlmiahPlatax Vol.

4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

PEMETAAN KONDISI PADANG LAMUN DI PERAIRAN


TERNATE, TIDORE DAN SEKITARNYA1

Mapping the Condition of Seagrasses Beds in Ternate -Tidore Waters,


and Surrounding Areas

Simon I. Patty2

ABSTRACT
Seagrass beds is one of the most prolific shallow water ecosystems, having
ecological function in the life of the various marine organisms and other coastal
systems. Data and information of seagrass condition in the waters of Ternate,
Tidore and surrounding areas are still hardly unexplored. This study aimed to
describe the spatial distribution information of seagrass cover percentage, seagrass
conditions and environmental characteristics. The basic data used for mapping of
seagrass is Landsat 8 on a path 110 row 59 recordings in July 2015. Analysis of
overlaying and the interpretation of the seagrass distribution software using
"ERMapper, Image Analysis 1.1 on ArcGIS ArcView 3.2 and 10.1". Field test was
conducted on frame 50 x 50 cm squares, each square of the recorded species of
seagrasses and cover percentage value. Condition assessment based on seagrass
cover by (Rahmawati et al., 2014) and (KMLH, 2004). The results show that there
are eight species of seagrass found in the waters of the island of Ternate, Tidore
and Hiri Maitara island. The highest percentage in the seagrass cover was found in
Maitara islands and Hiri Island, i.e ≥ 50%. Seagrass cover conditions in general are
relatively "moderate", but the health conditions are less healthy / less wealthy (30 to
59.9%).
Keywords: Seagrass beds, seagrass conditions, mapping, satelite image

ABSTRAK
Padang lamun merupakan salah satu ekosistem perairan dangkal yang
paling produktif, mempunyai fungsi ekologis dalam kehidupan berbagai organisme
laut dan sistem pesisir lainnya. Informasi data padang lamun di perairan
Ternate, Tidore dan sekitarnya masih belum tereksplorasi dengan baik. Penelitian
ini bertujuan mendeskripsikan informasi secara spasial sebaran lamun,
persentase tutupan, kondisi lamun dan karakteristik lingkungannya. Data dasar
yang digunakan untuk pemetaan padang lamun adalah citra Landsat 8 pada path
110 row 59 rekaman Juli 2015. Analisis tumpang susun dan interpretasi sebaran
lamun dengan menngunakan perangkat lunak “Ermapper, Image Analysis 1.1 pada
ArcView 3.2 dan “ArcGIS 10.1”. Uji lapangan dilakukan pada frame kuadrat 50 x 50
cm, disetiap kuadrat dicatat jenis lamun dan nilai persentase tutupan. Penilaian
kondisi lamun berdasarkan tutupan menurut (Rahmawati dkk., 2014) dan (KMLH,
2004). Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat 8 jenis lamun yang ditemukan di
perairan pulau Ternate, pulau Tidore, pulau Hiri dan pulau Maitara. Presentase
tutupan lamun tertinggi terdapat di pulau Maitara dan pulau Hiri yaitu ≥ 50 %.
Kondisi lamun pada umumnya memiliki tutupan tergolong “sedang”, namun
kondisinya kurang sehat/kurang kaya (30-59,9%).
Kata kunci: Padang lamun, kondisi lamun, pemetaan, citra satelit
1
Proyek Penelitian RHM-COREMAP, 2015
2
UPT. Loka Konservasi Biota Laut Bitung-LIPI

9
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

PENDAHULUAN Pemetaan ekosistem perairan


dangkal dengan menggunakan data
Lamun adalah tumbuhan laut
citra satelit dapat memberikan manfaat
yang hidup pada ekosistem padang
yang besar dalam rencana pengelolaan
lamun (Seagrass Bed) terutama di
ekosistem pesisir. Penelitian mengenai
daerah tropis dan subtropis. Padang
pemetaan dan monitoring ekosistem
lamun mempunyai peranan ekologik
perairan dangkal (karang, lamun dan
penting bagi lingkungan laut dangkal
mangrove) telah banyak dilakukan
yaitu sebagai habitat biota, produsen
dengan menggunakan data citra satelit
primer, penangkap sedimen serta
(McKenzie et al. 2001, Yamamuro et al.
berperan sebagai pendaur zat hara
2004). Namun di Indonesia, khususnya
dan elemen kelumit (trace element).
pemetaan padang lamun menggunakan
Luas padang lamun yang terdapat di
data citra satelit masih jarang
perairan Indonesia mencapai sekitar
dilakukan. Beberapa lokasi yang
30.000 km2 dengan panjang garis
pernah dilakukan pemetaan lamun
pantai 81.000 km, tetapi diperkirakan
dengan menggunakan data citra satelit
kini telah menyusut 30-40% (Kiswara
misalnya di perairan Bitung, Sulawesi
dan Winardi, 1994). Kerusakan
Utara (Supriyadi, 2008);. di periran
ekosistem lamun, antara lain, karena
teluk Toli-Toli, Sulawesi Barat
reklamasi dan pembangunan fisik di
(Supriyadi, 2010); di perairan teluk
garis pantai, pencemaran,
Banten (Setiawan dkk., 2012) dan di
penangkapan ikan dengan cara
perairan pulau Parang dan pulau
destruktif (bom, sianida, pukat dasar),
Kumbang, kepulauan Karimun Jaya
dan tangkap lebih (over-fishing).
(Kurniawan dkk., 2014).
Ekosistem lamun di daerah tropis
dikenal tinggi produktivitasnya terutama Perairan Ternate, Tidore dan
dalam pore water dan sedimen. sekitarnya mempunyai potensi
Namun keberadaannya hampir di ekosistem perairan dangkal yang tinggi
setiap wilayah pesisir bervariasi, hal ini diantaranya padang lamun. Informasi
diduga karena perbedaan karakteristik data padang lamun di perairan pulau
lingkungan perairan pantainya. Ternate, pulau Tidore dan pulau-pulau
kecil sekitarnya seperti pulau Hiri dan
Penggunaan data citra satelit
pulau Maitara telah dilaporkan oleh
penginderaan jauh (remote sensing)
Rahmawati & Rasyidin (2012).
untuk mendeteksi keberadaan lamun
Begitupun pemetaan sumberdaya
di masa lalu dan saat ini, pada jenis
pesisir di perairan Ternate, Tidore dan
lamun yang berbeda dapat di
beberapa pulau kecil disekitarnya telah
interpretasi dengan menggunakan
dilaporkan oleh Bayu Prayudha (2012).
data citra satelit melalui kenampakan
Namun informasi secara spasial
dari perbedaan warna (tone) dan
sebaran lamun masih belum cukup
tekstur substrat (LARKUM & WEST
tersedia. Oleh karena itu, penelitian
1990). Teknologi remote sensing
pendahuluan pemetaan kondisi padang
memiliki kelebihan yakni: mampu
lamun sangat diperlukan. Penelitian ini
merekam data dan informasi secara
bertujuan mendeskripsikan sebaran
luas, berulang dan lebih terinci
lamun, persentase tutupan, kondisi
mendeteksi perubahan ekosistem
lamun dan karakteristik lingkungannya.
(Mumby et al. 2004), jika dibandingkan
dengan cara konvensional
METODE PENELITIAN
menggunakan metode survey ’in situ’,
yang secara spasial hanya dapat Penelitian dilakukan pada bulan
mencakup wilayah sempit (Hoczkovich Agustus - September 2015. Data dasar
& Atkinson 2003). yang digunakan untuk pemetaan
padang lamun di perairan Ternate,

10
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

Tidore dan sekitarnya adalah citra


Landsat 8 pada path 110 row 59
rekaman Juli 2015. Analisa objek
dasar perairan dilakukan melalui teknik
interpretasi citra Landsat 8 mempunyai
tingkat resolusi spasial 30 meter, yang
berarti ukuran 1 pixel pada citra
mewakili 30 x 30 meter ukuran
sebenarnya di permukaan bumi. Citra
komposit RGB 421 dan 321 untuk
mengidentifikasi objek pesisir dan
perairan dangkal seperti terumbu
karang dan lamun secara interpretasi
visual. Pemetaan dengan metode
digitasi layar (on-screen digitizing) citra
komposit secara visual. Analisis
tumpang susun (overlay) untuk
mendapatkan peta tematik dengan
menggunakan sistem informasi
geografi (SIG). Pengolahan data
dilakukan dengan batuan perangkat
lunak “Ermapper, Image Analysis 1.1
pada ArcView 3.2 dan “ArcGIS 10.1”.
Teknik penentuan titik-titik Gambar 1. Peta lokasi penelitian (citra
stasiun penelitian dengan landsat 8 komposit RGB
menggunakan teknik purposive 321).
sampling yang sebelumnya telah
dilakukan klasifikasi tak teracu Disetiap kuadrat dicatat komposisi jenis
(unsupervised clasification) untuk lamun, dominasi, nilai persentase
mendapatkan beberapa kelas tentatif tutupan dan karakteristik habitatnya
yang digunakan untuk cek lapangan. (kedalaman dan tipe substrat). Untuk
Koordinat titik-titik stasiun yang penilaian kondisi lamun berdasarkan
direncanakan untuk pengamatan diberi tutupan menurut (Rahmawati dkk.
nomor ID (identitas) di-upload 2014) dikategorikan menjadi empat
(disimpan secara otomatis) kedalam peringkat yaitu: jarang (0-25%),
risiver GPS (Geographical Positioning sedang (26-50%), padat (51-75%) dan
System). Penentuan posisi masing- sangat padat (76-100%). Sedangkan
masing stasiun penelitian dilakukan kondisi padang lamun berdasarkan
dengan menggunakan handportable tutupan menurut (KMLH, 2004), yaitu:
GPS (Gambar 1). Lokasi pengamatan baik (kaya/sehat: ≥ 60%), rusak
yang ditentukan sebanyak 7 stasiun (kurang kaya/kurang sehat: 30-59,9%)
berdasarkan persyaratan Seagrass Net dan rusak (miskin: ≤ 29,9%).
(Short et al., 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penutupan spesies lamun
diestimasi berdasarkan standar 1. Gambaran Umum Lokasi
persentase penutupan yang digunakan Pengamatan Lamun
dalam monitoring lamun oleh Seagrass
Pantai Tafraka (St.1) berada di
Watch (McKenzie et al., 2003), Data
bagian selatan pulau Hiri berhadapan
tutupan dan dominansi jenis lamun
dengan pulau Ternate. Profil pantainya
diperoleh, dilakukan dengan menarik
landai, dengan panjang rataan pasang
garis transek secara vertikal dari garis
surut ± 75 meter dimulai garis pantai,
pantai ke arah tubir dengan pendekatan
rataan padang lamun sampai terumbu
kuadrat (frame) 50 x 50 cm2.
karang. Substrat di rataan pasang

11
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

surut terdiri dari pasir, pecahan karang padang lamun kemudian rataan
mati (rubble) dan karang. Tipe pantai terumbu karang. Substrat di daerah
relatif tertutup sehingga tidak mendapat bakau berupa lumpur. Substrat di
tekanan yang cukup berarti, terutama rataan padang lamun adalah pasir
pada musim barat (Desember- berlumpur dan pecahan karang. Sedikit
Pebruari). Tidak begitu terlihat adanya sumbangan lumpur berasal daerah
perubahan garis pantai disekitar pesisir bakau yang mengalir pada waktu hujan,
pantai. Perairan pantai Sasa (St.2) dan sehingga cukup membantu proses
Kastela (St.3) terletak di bagian selatan penembalan substrat di daerah padang
pulau Ternate. Di pantai Sasa rataan lamun.
padang lamun tidak terlihat/hampir
Pantai Rum Balibunga (St.6)
hilang, akibat kegiatan reklamasi
terletak di bagian barat pulau Tidore,
pantai, lebar pantai dimulai dari garis
berhadapan dengan pulau Maitara. Di
pantai ± 50 meter. Substrat pada rataan
daerah ini dijadikan hutan kota oleh
padang lamun adalah lumpur dan
pemerintah setempat yang ditumbuhi
pecahan karang. Sedangkan di Kastela
bakau dan beberapa tumbuhan pantai.
morfologi perairan pantainya landai,
Substrat di stasiun ini adalah pasir.
luas dan membentang sepanjang
Rataan pasang surut dimulai dari garis
pantai. Lebar pantai dari batas air
pantai, kemudian lamun disusul dengan
pasang sampai dengan air surut
terumbu karang. Profil pantai landai
terendah dimulai dari garis pantai,
dengan lebar rataan pasang surut ± 50
rataan padang lamun kemudian rataan
meter. Sedangkan di Dowora (St.7)
terumbu karang berbatas dengan
sebelah timur pulau Tidore, pantainya
tebing terumbu karang mencapai ± 125
relatif terbuka, fluktuasi gelombang dan
meter. Substrat pada rataan padang
ombak cukup berarti di daerah ini. Pada
lamun umumnya tersusun atas pasir
rataan terumbu gempuran ombak
berlumpur pasir (tekstur pasir
cukup kuat terutama musim barat. Di
berukuran sedang sampai kasar),
daerah rataan pasang surut ditumbuhi
pecahan karang. Pada musim barat
lamun dengan substrat pasir berlumpur
daerah ini tidak begitu mendapat
dan pecahan karang mati (rubble).
tekanan, pantainya relatif tenang
Lebar rataan pasang surut ± 75 meter
sehingga berbagai jenis lamun dan
dimulai dari garis pantai adalah hutan
rumput laut dapat tumbuh dengan baik.
bakau.
Perairan pantai Akibui (St.4)
dan Pasimanyou (St.5), pulau Maitara 2. Sebaran Lamun
cukup terlindung karena berada
Sebaran dan kondisi penutupan
diantara pulau Ternate dan pulau
dasar perairan khusunya padang lamun
Tidore. Sirkulasi arus di kedua daerah
dapat diketahui melalui nilai luasan
ini cukup lemah pada saat air pasang
obyek dari hasil analisis citra
maupun surut. Pada musim barat
terklasifikasi. Berdasarkan hasil
peraian pantai relatif tenang, sehingga
interpretasi data citra Landsat 8
hutan bakau dapat tumbuh dengan
diketahui bahwa luas lamun di
baik. Masyarakat setempat
sepanjang garis pantai pulau Hiri 10,98
memanfaatkan daerah ini untuk
ha, pulau Ternate 166,41 ha, pulau
kegiatan penanaman anakan bakau
Maitara 25,56 ha dan pulauTidore
dan budidaya rumput laut (komunikasi
199,62 ha (Tabel 1). Secara
pribadi). Kedua lokasi ini, morfologi
keseluruhan luas total padang lamun
perairan pantainya landai dan lebih
cenderung berada di pesisir pantai
dicirikan dengan tipe-tipe pantai
pulau Maitara, jika dibandingkan
mangrove, pantai lumpur berpasir dan
sebaran lamun di pulau Hiri, pulau
pantai muara (estuary). Lebar rataan
Ternate dan pulau Tidore yang bersifat
pasang surut ± 150 meter dimulai dari
parsial (Gambar 2).
darat adalah hutan bakau, rataan

12
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

Tabel 1. Panjang garis pantai, luasan rataan terumbu karang dan lamun berdasarkan
analisa SIG.

Panjang
Luas Rataan
Garis Luas Pulau Luas Luas
Lokasi Terumbu
Pantai (ha) Lamun (ha) Lamun (%)
(ha)
(km)
Pulau Hiri 11,41 697,84 84,69 10,98 12,96
Pulau Ternate 42,36 10275,45 239,67 166,41 69,43
Pulau Maitara 6,39 292,93 97,38 25,56 26,25
Pulau Tidore 47,48 11883,75 445,95 199,62 44,76

Sebaran lamun yang berada di (Kuriandewa et al. 2004), dengan


perairan pulau Ternate, pulau Tidore dan ditemukan jenis lamun Halophila sulawesii
sekitarnya relatif sama, namun jumlah (Kuo 2007), sehingga jumlah jenis di
jenis yang ditemukan di setiap lokasi Indonesia menjadi 13 jenis. Menurut
berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari Kuang (2006) 60 jenis lamun di dunia
berbagai faktor, salah satunya adalah jenis lamun paling banyak ditemukan yaitu
karakteristik substrat. Karakteristik dan di wilayah Indo-Pasifik.
zonasi substrat pada setiap lokasi
berbeda-beda, namun pada umumnya
3. Kondisi Lamun
setiap lokasi memiliki substrat Lumpur,
pasir berlumpur, pasir, pecahan karang Hasil analisis kondisi padang
mati (rubble) dan karang (Tabel 2). Di lamun berdasarkan tutupan menurut
Sasa, pulau Ternate, hanya terdapat 3 Rahmawati dkk., 2014 diketahui bahwa
jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata, seluruh wilayah perairan Ternate dan
Enhalus acoroides dan Thahassia Tidore, umumnya memiliki tutupan lamun
hemprichii dengan substrat lumpur dan yang dapat dikatagorikan tutupan sedang
pecahan karang (rubble). Menurut 26-50% (Gambar 3), namun kondisinya
Zieman, et al. (1989) sebaran dan kurang sehat/kurang kaya 30-59,9%
komposisi jenis lamun merupakan hasil (KMLH, 2004). Kategori sedang dengan
interkasi dari banyak faktor, faktor yang pengertian bahwa keragaman jenis dan
paling penting adalah kedalaman air, persentase tutupan relatif masih tinggi.
kecerahan air dan ketersediaan nutrisi. Tutupan lamun dengan kategori padat 51-
Secara umum jumlah jenis lamun 75% dapat ditemukan di Tafraka, pulau
yang ditemukan di perairan pulau Ternate, Hiri dan Pasimanyou, pulau Maitara.
pulau Tidore dan sekitarnya ada 8 jenis Sedangkan tutupan lamun dengan kondisi
(mixed vegetation) yaitu Halodule pinifolia, miskin < 29,9% ditemukan di Rum
Halodule uninervis, Cymodocea Balibunga, pulau Tidore (Tabel 2 dan
rotundata, Cymodocea serrulata, Gambar 4). Peta kondisi lamun di
Syringodium isoetifolium, Enhalus perairan Ternate, Tidore dan sekitarnya
acoroides, Thahassia hemprichii dan dapat digunakan sebagai dokumen status
Halophila ovalis. Jumlah jenis ini sama dan pengujian terhadap perubahan
yang ditemukan di Selat Lembeh, Bitung- padang lamun dalam jangka panjang
Sulawesi Utara dan perairan timur Pulau terutama perubahan luas, keragaman dan
Sanger, Sulawesi Utara (Supriyadi 2010). sebaran jenisnya.
Dari delapan jenis, jenis yang Pulau Ternate dan Pulau Hiri
sering ditemukan antara lain Thalassia Jumlah jenis lamun yang
hemprichii, Enhalus acoroides dan ditemukan di setiap stasiun di peraian
Halophila ovalis. Menurut Short et al. pantai pulau Ternate umumnya sekitar
(2007) ada 14 jenis ditemukan di wilayah tiga sampai delapan jenis, jumlah paling
Tropis. Di Indonesia terdapat 12 jenis sedikit terdapat di Sasa (st.2) 3 jenis yaitu
lamun dari 7 genus di Indonesia Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides

13
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

dibandingkan dengan di pulau Ternate


(48,68 %); di Sasa (43,32 %) dan di
Kastela (54,04). Jenis lamun yang
mendominasi perairan pulau Ternate
bersifat monospesifik yaitu Enhalus
acoroides. Jenis ini dapat tumbuh di
berbagai tipe sedimen mulai dari lanau
sampai pasir-kasar dan lumpur sampai
pecahan karang (Ismail, 1993) serta
lumpur sampai lumpur-berpasir (Pham et
al. 2006). Berdasarkan habitat
pertumbuhannya berada di lingkungan
dengan substrat berlumpur (muddy),
diduga ada aliran sungai kecil yang
bermuara mengsuplai lumpur ke perairan
pada saat hujan.

Gambar 2. Sebaran padang lamun di


perairanTernate,Tidore dan
sekitarnya.

dan Thahassia hemprichii. Secara


ekologis dapat diduga karena kondisi
lingkungan perairan yang keruh akibat
sedimentasi dari kegiatan reklamasi serta
banyaknya aktifitas masyarakat di sekitar
lokasi ini. Menurut Barber et al. (1985)
ancaman yang paling besar bagi
keberadaan padang lamun yaitu faktor
lingkungan seperti limbah berasal dari
aktifitas manusia. Selain itu sedimentasi
dan sedimen terlarut juga merupakan
penyebab terjadinya kekeruhan, sehingga
berdampak besar terhadap keberadaan
padang lamun (Duarte et al. 2008).
Di pulau Hiri terdapat 8 jenis Gambar 3. Persentase tutupan lamun di
lamun, didominasi oleh jenis Syringodium perairan Ternate, Tidore dan
isoetifolium hidup pada substrat pasir dan sekitarnya.
pecahan karang (rubble). Sebaran rata-
rata persentase tutupan lamun di Tafraka,
pulau Hiri (50,68 %) lebih tinggi bila

14
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

Tabel 2. Kategori kondisi lamun berdasarkan tutupan di perairan Ternate, Tidore dan
sekitarnya.

Jumlah Kondisi Lamun


Tutupan
St. Lokasi Posisi Jenis Rahmawati KMLH, Substrat
(%)
(n) dkk., 2015 2004
Tafraka, 0,88232 N kurang pasir, rubble,
1. 8 50,68 padat
P. Hiri 127,32266 E sehat karang
Sasa, 0,75439 N kurang
2. 3 43,32 sedang lumpur, rubble
P. Ternate 127,32640 E sehat
Kastela, 0,76261 N kurang pasir berlumpur,
3. 8 54,04 sedang
P. Ternate 127,30849 E sehat pasir, rubble
Akibui, 0,74160 N kurang pasir berlumpur,
4. 8 46,67 sedang
P. Maitara 127,36656 E sehat pasir, rubble
Pasimanyou, 0,72991 N kurang
5. 6 57,77 padat Lumpur, pasir
P. Maitara 127,37952 E sehat
Rum
0,73286 N
6. Balibunga, 5 25,00 jarang miskin pasir
127,38483 E
P. Tidore
Dowora, 0,72938 N kurang pasir berlumpur,
7. 8 32,41 sedang
P. Tidore 127,45532 E sehat rubble, karang

Pulau Tidore dan Pulau Maitara manusia (Anthropogenic impact) yaitu


Sebaran jenis lamun di setiap meningkatnya jumlah penduduk di
stasiun di peraian pantai pulau Tidore pesisir pantai.
ditemukan sekitar lima sampai delapan Pulau Maitara secara geografis berada
jenis. Jumlah jenis terbanyak terdapat di antara pulau Ternate dan Tidore,
di Dowora (St.7) dengan rata-rata mempunyai morfologi perairan pantai
tutupan (32,41 %) didominasi oleh jenis landai, substrat didominasi lumpur,
Thahassia hemprichii. Jumlah jenis pasir sampai pecahan karang. Pada
paling sedikit terdapat di Rum perairan dengan karakteristik seperti ini
Balibunga (St.6) 5 jenis yaitu Halodule ditemukan enam sampai delapan jenis
pinifolia, Cymodocea rotundata, lamun, didominasi oleh Enhalus
Syringodium isoetifolium, Thahassia acoroides Thahassia hemprichii dan
hemprichii dan Halophila ovalis. Syringodium isoetifolium. Pulau Maitara
Keberadaan padang lamun di lokasi ini merupakan salah satu lokasi yang
relatif kurang baik dan hampir hilang, kurang mendapatkan tekanan dari
rata-rata persentase tutupan lamun di aktifitas masyarakat dan
stasiun ini hanya 25,00 % dan pembangunan, sehingga keberadaan
didominasi oleh jenis Halodule padang lamun di pulau ini relatif lebih
pinifolia. Hal ini diduga karena kegiatan baik. Di Pasimanyou ditemukan 6 jenis
reklamasi serta banyaknya aktifitas lamun yaitu Cymodocea rotundata,
masyarakat yang berwisata disektar Cymodocea serrulata, Syringodium
lokasi ini yang merupakan pantai dari isoetifolium, Enhalus acoroides,
hutan kota. Rata-rata persentase Thahassia hemprichii dan Halophila
tutupan lamun di perairan pulau Tidore ovalis dengan persentase tutupan
(28,71 %), relatif rendah dibandingkan (57,77 %). Sedangkan di Akibui di
dengan pulau Ternate (48,68 %). temukan 8 jenis lamun dengan
Menurut Nakamura (2009) penyebab persentase tutupan (46,67 %). Secara
kerusakan dan hilangnya padang keseluruhan rata-rata persentase
lamun hampir di seluruh dunia terutama tutupan lamun di perairan pulau Maitara
disebabkan oleh dampak aktifitas (52,22 %) relatif sama dengan pulau

15
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

Hiri yaitu ≥ 50 % dibandingkan dengan kondisinya kurang sehat/kurang kaya


perairan pulau Ternate dan pulau 30-59,9% (KMLH, 2004).
Tidore.
DAFTAR PUSTAKA
Barber, B.J and P.J. Behrens, 1985.
Effects of elevation temperature
on seasonal in situ leaf
productivity of Thalassia
testudium Banks ex Konig and
Syringodium filiforme Kutzing.
Aquatic Botany 22: 61-69.
Duarte, C.M. and J.P. Gattuso, 2008.
Seagrass meadows. In: C. J.
Cleveland (ed.) Encyclopedia of
Earth. Washington, D.C.:
Environmental Information
Coalition, National Council for
Science and the Environment.
[First published in the
Encyclopedia of Earth December
11, 2006; Last revised April 18,
2008; Retrieved May 28, 2008].
http://www.eoearth.org/article/Sea
grass_meadows
Hoczkovich, J.J. and M.J. Atkinson
2003. Capabilities of remote
sense sensors to classify coral,
algae and sand as pure and
Gambar 4. Kondisi padang lamun di mixed spectra. Remote Sensing
perairan Ternate, Tidore of Enviroment 85(2): 174-189.
dan sekitarnya. Ismail N., 1993. Preliminary study of the
seagrass flora of Sabah,
Malaysia. Pertanika Journal
Tropical Agriculture Science
KESIMPULAN
16(2): 111-118.
Kondisi morfologi perairan Kementerian Lingkungan Hidup
pantai pulau Ternate, pulau Tidore dan (KMLH) 2004. Kepmen. No. 200
sekitarnya relatif baik, umumnya lebar Tahun 2004 Tentang Kriteria
rataan terumbu mencapai ± 50 - 150 m, Baku Kerusakan dan Pedoman
profil pantainya landai dengan substrat Penentuan Status Padang
lumpur, pasir dan sisa pecahan karang. Lamun, 16 hal.
Terdapat 8 jenis lamun yang ditemukan Kiswara, W. dan Winardi, 1994.
dengan rata-rata persentase tutupan; di Keanekaragaman dan Sebaran
perairan pulau Ternate (48,68 %), Lamun di Teluk Kuta dan Teluk
pulau Tidore (28,71 %), pulau Hiri Gerupuk Lombok Selatan.
(50,68 %) dan pulau Maitara (52,22 %). Dalam: Struktur Komunitas
Presentase tutupan lamun tertinggi Biologi Padang Lamun di Pantai
terdapat di pulau Maitara dan pulau Hiri Selatan Lombok dan Kondisi
yaitu ≥ 50 %. Kondisi lamun di perairan Lingkungannya. Kiswara, W.,
pulau Ternate, pulau Tidore dan M.K. Moosa dan M. Hutomo
sekitarnya pada umumnya memiliki (eds.). Proyek Pengembangan
tutupan tergolong “sedang”, namun Kelautan/MREP 1993-1994,

16
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

Puslitbang Oseanologi-LIPI, Nakamura, Y., 2009. Status of


Jakarta. Pp 15-33. seagrass ecosystem in the
Kuang, C.C. 2006. SOS Volunters Kuroshio region-Seagrass decline
handbook 1st edition. Available and challenges for future
online at: conservation. Kuroshio Science
www.seagrasswatch.org. 391: 39-44.
Kuo, J. 2007. A New Monoecious Pham, M.T., H.D.Nguyen, X.H. Nguyen
seagrass Halophila sulawesii and T.L. Nguyen, 2006. Study on
(Hydrocharitaceae) from the variation of seagrass
Indonesia. Aquatic Botany (in population in coastal waters of
press). khanh Hoa Province, Vietnam.
Kuriandewa, T. E., W. Kiswara, M. Coastal Marine Science 30 (1):
Hutomo and S. Soemardihardjo 167-173.
2004. The seagrass of Prayudha, B., 2012. Pemetaan
Indonesia. In: E. P. Green and sumberdaya pesisir melalui
F. T. Short (eds.).World Atlas of teknologi penginderaan jauh di
Seagrass. University of California perairan Ternate, Tidore dan
Press: 171-182. sekitarnya. Dalam: Eksosietm
Kurniawan, A., P. Subardjo dan I. pesisir Ternate, Tidore dan
Pratikto, 2014. Analisa spasial sekitarnya, Provinsi Maluku Utara
padang lamun dengan (Giyanto, ed). Coremap, P2O-
menggunakan data penginderaan LIPI, Jakarta: 7-18.
jauh satelit geoeye-1 di perairan Rahmawati, S. dan A. Rasyidin, 2012.
pulau Parang dan pulau Komunitas lamun di perairan
Kumbang, kepulauan Karimun Ternate, Tidore dan sekitarnya,
Jaya. Journal of Marine Dalam: Eksosietm pesisir
Research, Universitas Ternate, Tidore dan sekitarnya,
Diponegoro Vol. 3(3):374-379. Provinsi Maluku Utara (Giyanto,
McKenzie, L.J., Campbell, S.J. & ed). Coremap, P2O-LIPI, Jakarta:
Roder, C.A. 2003 Seagrass- 84-90.
Watch: Manual for Mapping & Rahmawati, S. , H. Indarto, M.H. Azkab
Monitoring Seagrass Resources dan W. Kiswara, 2014. Panduan
by Community (citizen) monitoring padang lamun. Pusat
volunteers. 2nd Edition. (QFS, Penelitian Oseanografi LIPI,
NFC, Cairns) 100pp. Jakarta, 34 hal.
McKenzie, L.J., M.A. Finkbeiner and H. Setiawan, F., S.A. Harahap, Y. Andriani
Lorlam 2001. Methods for dan A.A. Hutahean, 2012.
mapping seagrass distribution. In: Deteksi perubahan padang lamun
F.T. Short and R.G. Coles (eds.) menggunakan teknologi
Global Seagrass Research penginderaan jauh dan kaitannya
Methods. Chapter 5: 101-121pp. dengan kemampuan menyimpan
Mumby, P.J., A.J. Edward, J.E. Arias- karbon di perairan Teluk Banten.
Gonzakz, K.C. Linderman, P.G. Jurnal Perikanan dan Kelautan,
Blackwel, A. Gall, M.I. Gorcynska, Universitas Padjadjaran Vol. 3(3):
A.R. Harborne, C.L. Pescod, H. 275-286.
Renken, C.C.C. Wabnitz, and G. Short, F. T., McKenzie, L. J., Coles, R.
Llewellyn, 2004. Mangrove G., Gaeckle, J. L. 2004.
enhance the biomass of coral SeagrassNet manual for scientifi
reefs fish management and c monitoring of seagrass habitat –
mapping of Carbbean coral reefs. worldwide edition. University of
Biological Conservation 88: 155- New Hampshire, USA; QDPI,
168. Nothern Fisheries Centre,
Australia. 71 pp.

17
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax
JurnalIlmiahPlatax Vol. 4:(1),Januari 2016 ISSN: 2302-3589

Short, F.T., W.C. Dennison, T.J.B. Yamamuro, M., K. Nishimura, K.


Carruthers and M. Waycott, 2007. Kishimoto, K. Nozaki, K. Kato, A.
Global seagrass distribution and Negishi, K. Otani, H. Shimizu, T.
diversity: A bioregional model. Hayashibara, M. Sano, M.
Journal of Experimental Marine Tamaki and K. Fukuoka 2004.
Biology and Ecology 350: 3-20. Mapping tropical seagrass beds
Supriyadi, I.H. 2008. Pemetaan kondisi with an underwater remotely
lamun dan bahaya ancamannya operated vehicle (ROV). Available
dengan menggunakan citra satelit online at: (www.shallow water
ALOS di pesisir selatan, Bitung mapping .staff.iaist.go.jp/m-
Manado, Sulawesi Utara. Yamamuro/pdf%20
Oseanologi dan Limnologi di filed/project.pdf.
Indonesia 34(3): 556-459. Zieman, J.C., J.W. Fourqurean, R.L.
Supriyadi, I.H. 2010. Pemetaan padang Iverson, 1989. Distribution,
lamun di perairan teluk Toli-Toli abundance and productivity of
dan pulau sekitarnya, Sulawesi seagrass and macroalgae in
Barat. Oseanologi dan Limnologi Florida Bay. Bulletin of marine
di Indonesia 36(2): 147-164. science, 44(1) : 292-311.

18
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/platax

You might also like