You are on page 1of 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/322228632

DISTRIBUTION OF SEAGRASSES IN INNER AMBON BAY

Article · November 2016


DOI: 10.29244/jitkt.v8i1.12499

CITATION READS

1 174

2 authors, including:

Andri Irawan
Indonesian Institute of Sciences
15 PUBLICATIONS   32 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Pool to pool organic matter flow in coastal ecosystem View project

Seagrass ecosystem project in Maluku View project

All content following this page was uploaded by Andri Irawan on 29 March 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Hlm. 99-114, Juni 2016

SEBARAN LAMUN DI TELUK AMBON DALAM

DISTRIBUTION OF SEAGRASSES IN INNER AMBON BAY

Andri Irawan1* dan Noorsalam R. Nganro2


1
Pusat Penelitian Laut Dalam-LIPI, Ambon
2
Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati-ITB, Bandung
*E-mail: andri.irawan@lipi.go.id

ABSTRACT
Excessive sedimentation in Inner Ambon Bay (IAB) is alleged to cause the degradation of seagrass ve-
getation in the area. To get a clearer picture about the matter, we conducted a field study in October
2010 - January 2011 to describe the distribution and density of seagrass at several locations in IAB
with different conditions of sedimentation levels. Data were collected using transects perpendicular to
the coastline along the seagrass vegetation. The results showed that there were six species of seagrass
which were spreaded unevenly. At the locations with high sedimentation, we found the formation of
monospecies seagrass vegetation. Conversely, at the locations with low sedimentation, we found the
formation of multispecies seagrass vegetation. The distribution and abundance of each species was
related to the differences of seagrasses ability to grow in a certain environment and the compe-
titiveness among them.

Keywords: sedimentation, distribution, seagrass, Inner Ambon Bay

ABSTRAK
Sedimentasi yang berlebihan di Teluk Ambon Dalam (TAD) diduga telah menyebabkan degradasi
vegetasi lamun yang tumbuh di area tersebut. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas
mengenai hal tersebut maka pada Oktober 2010 - Januari 2011 telah dilakukan penelitian lapangan
untuk mendeskripsikan sebaran dan kerapatan lamun pada beberapa lokasi di TAD dengan kondisi
perubahan sedimentasi yang berbeda. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan metode
transek tegak lurus garis pantai sepanjang vegetasi lamun. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
terdapat enam jenis lamun yang menyebar dengan tidak merata. Pada lokasi dengan perubahan
sedimentasinya yang besar lamun membentuk vegetasi monospesies. Sebaliknya, pada lokasi yang
sedikit perubahan tingkat sedimentasinya, lamun membentuk vegetasi multispesies. Sebaran dan
kelimpahan tiap jenis lamun berkaitan dengan perbedaan kemampuan tumbuh pada kondisi
lingkungan tertentu dan daya kompetisi antar jenis lamun.

Kata kunci: sedimentasi, sebaran, lamun, Teluk Ambon Dalam

I. PENDAHULUAN Salah satu lokasi padang lamun yang


biotanya (terutama ikan dan bentos) sering
Padang lamun merupakan salah satu dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar adalah
ekosistem pesisir selain muara (estuari), hu- di Teluk Ambon (bagian) Dalam (selanjutnya
tan bakau (mangrove) dan terumbu karang disingkat TAD). Kelestarian ekosistem pesi-
(Tangke, 2010). Secara sepintas padang la- sir Teluk Ambon mendapatkan ancaman dari
mun dianggap kurang berarti, namun se- perusakan fisik seperti pengerukan pasir pan-
sungguhnya lamun mempunyai fungsi eko- tai dan sedimentasi akibat lemahnya mana-
logis yang sangat penting (Azkab, 2006), jemen lahan atas dan pencemaran (Debby et
salah satunya sebagai habitat berbagai biota al., 2009). Kondisi teluk yang tertutup, profil
laut (Uzunova, 2010; Whitlow & Grobowski, pantai yang landai, arus dan pertukaran masa
2012) sehingga menyokong keragaman ha- air yang relatif lemah, menyebabkan mudah
yati yang tinggi (Short et al., 2007). terjadinya proses sedimentasi di TAD (Cap-

@Ikatan Sarjana Oseanologi Indonesia dan


Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, FPIK-IPB 99
Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam . . .

penberg, 2011). Hal ini diperparah juga peningkatan luas area tersedimentasi di Teluk
dengan terbatasnya lahan datar di sekitar Te- Ambon dari 102,56 hektar di tahun 1994
luk Ambon, yang telah mendorong ber- menjadi 168,13 hektar di tahun 2007 (Gam-
kembangnya kawasan pemukiman di daerah- bar 1). Akan tetapi, peningkatan tersebut
daerah perbukitan sehingga meningkatkan tidak terjadi secara merata sehingga ada
laju sedimentasi di perairan Teluk Ambon lokasi yang mengalami penambahan, pengu-
(Setyawan dan Supriyadi, 1996). rangan, maupun relatif tidak berubah. Lokasi
Sedimentasi yang berlebihan akan Waiheru, Lateri dan Halong mengalami pe-
menyebabkan gangguan bagi kehidupan tum- nambahan, lokasi Passo mengalami pengu-
buhan lamun seperti menurunnya laju foto- rangan dan lokasi Tanjung Tiram area terse-
sintesis akibat berkurangnya intensitas caha- dimentasinya relatif tidak berubah.
ya matahari, menurunnya penyerapan nutrisi Untuk mendapatkan gambaran yang
oleh akar karena penebalan sedimen, terku- lebih jelas mengenai kaitan antara perbedaan
burnya lamun yang berukuran kecil, dan ber- perubahan sedimentasi dengan sebaran la-
kurangnya daerah yang tergenang air sehing- mun maka suatu penelitian perlu dilakukan.
ga mempersempit distribusi lamun (Kurian- Penelitian ini bertujuan untuk mendeskrip-
dewa, 1998). Degradasi lamun di Teluk Am- sikan sebaran dan kerapatan jenis lamun pada
bon telah terpantau di salah satu lokasi yaitu beberapa lokasi di TAD dengan kondisi pe-
Galala yang dulunya terdapat tiga jenis rubahan sedimentasi yang berbeda.
lamun sekarang tinggal jenis Enhalus aco-
roides saja, selain itu semua lokasi padang II. METODE PENELITIAN
lamun di TAD statusnya rusak bila mengacu
pada Kepmen LH No.200 tahun 2004 (Tuhu- 2.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
mury, 2008). Bila tekanan terhadap padang Penelitian ini dilakukan dari Oktober
lamun terus berlanjut, maka keberlangsungan 2011 hingga Januari 2012 pada lima lokasi
biota-biota lain pun akan terancam akibat padang lamun di Teluk Ambon Dalam (Gam-
degradasi habitat. Di samping itu, ekosistem bar 2) yang mengalami perubahan sedimen-
pesisir lainnya yaitu hutan mangrove sudah tasi, yaitu di Desa Passo, Desa Waiheru,
semakin mengkhawatirkan dan arealnya pun Desa Lateri, Desa Halong, dan Tanjung Ti-
semakin berkurang (Pramudji dan Puluma- ram (Desa Poka). Waktu pengambilan data
huni, 1998; Suyadi, 2009), begitu juga lapangan disesuaikan dengan kondisi surut
dengan terumbu karang (Hukom, 1999). terendah (purnama) pada setiap bulannya,
Saat ini padang lamun yang ada di sehingga dari Oktober hingga Januari dilak-
TAD terdapat di beberapa lokasi dengan sanakan empat kali pengambilan data dan
komposisi jenis berkisar dari satu hingga sampel.
lima jenis (Tuhumury, 2008; Irawan, 2011).
Status padang lamun di TAD dalam kondisi 2.2. Pengumpulan Data
rusak kemungkinan berkaitan dengan sedi- Pengambilan data jenis dan kerapatan
mentasi yang terjadi (Tuhumury, 2008). lamun dilakukan dengan metode transek ber-
Maka sebaran dan kerapatan jenis lamun di dasarkan metode dari UNESCO (Kirkman,
tiap lokasi kemungkinan berkaitan juga 1990). Transek dipasang tegak lurus garis
dengan kondisi sedimentasinya, karena sedi- pantai, dari batas mulai lamun ditemukan
mentasi yang berlebihan bisa mengakibatkan hingga lamun tidak teramati lagi. Setiap 10
hilangnya lamun (Do et al., 2012) atau bila meter di garis transek diletakkan kuadrat
arus lebih besar daripada pergerakan sedi- dengan ukuran 50x50 cm. Pada setiap lokasi
mennya bisa terjadi erosi pada pada area pa- dipasang tiga transek dengan jarak antar tran-
dang lamun tersebut (Luhar et al., 2008). sek minimal 50 m sehingga total terdapat 15
Berdasarkan pengolahan citra satelit, terjadi transek pada penelitian ini. Jenis lamun yang

100 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Irawan dan Nganro

Gambar 1. Hasil tumpang tindih peta sedimentasi di Teluk Ambon tahun 1994 dan 2007.
Warna merah untuk sedimentasi 1994 dan warna abu-abu untuk sedimentasi 2007.
(Sumber peta: Laboratorium GIS dan Penginderaan Jauh, UPT BKBL-LIPI).

Gambar 2. Peta lokasi penelitian (dimodifikasi dari hasil citra Google Earth).

tumbuh, kerapatan per jenis, persentase tu- diambil, dimasukkan ke dalam plastik sampel
tupan, dan persentase tutupan per jenis lamun dan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis.
di dalam kuadrat diamati dan dicatat. Lamun Pengukuran kedalaman (penggena-
yang belum teridentifikasi dan kumpulan la- ngan) air dilakukan dengan menggunakan
mun yang sulit dihitung langsung di lapangan meteran kain yang diikatkan pada tongkat

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 101
Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam . . .

kayu. Pengukuran suhu, salinitas dan keke- prich, ex Ascherson, serta suku Hydrocha-
ruhan dilakukan dengan CTD-meter. Pe- ritaceae yang terdiri dari Enhalus acoroides
ngambilan sampel jenis substrat dilakukan (Linn. f.) Royle, Thalassia hemprichii (Eh-
pada titik pengambilan lamun dengan meng- renberg) Ascherson, Halophila ovalis (R.
gunakan pipa besi (corer) dengan diameter 5 Brown) Hooker f., dan Halophila minor
cm yang dimasukkan ke dalam tanah hingga (Zollinger) den Hartog. Bila dibandingkan
kedalaman 20 cm. Sampel tersebut kemudian dengan catatan 13 jenis lamun yang ditemu-
dibawa ke laboratorium untuk dikeringkan kan di perairan Indonesia (den Hartog, 1970;
dalam oven dengan suhu 60°C selama 48 Kuo, 2007), maka area TAD memiliki 46,2%
jam, kemudian diayak dengan saringan ber- dari jumlah jenis lamun yang ditemukan di
tingkat pada 60 rpm selama 20 menit. Hasil seluruh perairan Indonesia.
ayakan kemudian ditimbang dengan neraca Jumlah jenis lamun dari setiap lokasi
digital. Klasifikasi butiran substrat ditetapkan sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
berdasarkan kriteria Wentworth (Wentworth, Tuhumury (2008) dan Irawan (2011), kecuali
1922). untuk lokasi Waiheru. Tuhumury (2008) me-
nemukan jenis Thalassia hemprichii dan En-
2.3. Analisis Sampel dan Data halus acoroides di lokasi Waiheru, sedang-
Identifikasi jenis lamun menggunakan kan pada penelitian ini hanya teramati E.
referensi The Sea-grasses of the World (den acoroides saja. Selain itu, terdapat perbedaan
Hartog, 1970), Seagrass from the Philippines komposisi jenis lamun untuk lokasi Poka dan
(Menez et al., 1983), Pedoman Inventarisasi Halong, dimana pada penelitian Tuhumury
Lamun (Azkab, 1999), dan Seagrasses: Bio- (2008) jenis Cymodocea rotundata terdapat
logy, Ecology and Conservation (den Hartog di Poka, dan jenis Halophila minor terdapat
and Kuo, 2006). Kerapatan lamun dihitung di Halong, sedangkan pada penelitian ini
berdasarkan jumlah ”individu” per luas (ind. berupa kebalikannya (C. rotundata di Halong
m-2), dengan catatan satu unit ramet lamun dan H. minor di Poka). Kemungkinan hal ini
dianggap satu individu. Sebaran jenis lamun berkaitan dengan perbedaan peletakan tran-
di tiap lokasi dideskripsikan dengan membu- sek, mengingat padang lamun di Poka dan
at profil zonasi lamun sepanjang garis tran- Halong cukup luas, dan pada penelitian ini
sek dari mulai lamun ditemui di dekat pantai lokasi Poka difokuskan pada areal lebih sem-
ke arah tubir hingga lamun tidak dijumpai pit yaitu Tanjung Tiram.
lagi. Hubungan antara sebaran jenis lamun Berdasarkan komposisi vegetasi la-
dengan faktor-faktor yang kemungkinan ter- munnya (Tabel 1), maka Lokasi Passo me-
kait dianalis secara multivariat dengan meng- miliki tipe padang lamun monospesies Halo-
gunakan canonical correspondence analysis phila minor. Lokasi Waiheru memiliki tipe
(Kent and Coker, 1992), dengan mengkaitkan padang lamun monospesies Enhalus acoroi-
antara kerapatan tiap jenis lamun dalam tiap des. Lokasi Lateri memiliki tipe padang la-
kwadrat dengan nilai parameter lingkungan mun multispecies E. acoroides dan Thalassia
terutama jenis substrat. hemprichii. Lokasi Halong memiliki tipe pa-
dang lamun multispesies lima jenis lamun (E.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila
ovalis, Cymodocea rotundata, dan Halodule
Lamun yang teridentifikasi dari lima pinifolia). Lokasi Tanjung Tiram memiliki ti-
lokasi penelitian sebanyak enam jenis (Tabel pe padang lamun multispesies lima jenis la-
1 dan Gambar 3) yang termasuk dalam dua mun (E. acoroides, T. hemprichii, H. ovalis,
suku, yaitu Cymodoceaceae yang terdiri dari H. minor, dan Halodule pinifolia).
Halodule pinifolia (Miki) den Hartog dan Padang lamun Halong dan Tanjung
Cymodocea rotundata Ehrenberg & Hem- Tiram yang dibentuk oleh lima jenis lamun

102 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Irawan dan Nganro

Tabel 1. Komposisi jenis, rata-rata kerapatan lamun (ind.m-2) dan persen tutupan (dalam
kurung) yang teramati pada tiap lokasi.

Suku Lokasi
Jenis Passo Waiheru Lateri Halong Tj. Tiram
Cymodoceaceae
Halodule pinifolia 514,50 691,03
(8,63) (11,38)
Cymodocea rotundata 98,82
(5,94)
Hydrocharitaceae
Enhalus acoroides 72,70 62,45 31,96 43,19
(38,33) (32,26) (17,73) (23,23)
Thalassia hemprichii 156,86 45,70 234,90
(19,88) (4,62) (23,92)
Halophila ovalis 106,04 18,70
(2,27) (0,52)
Halophila minor 2976,36 61,90
(41,90) (0,88)
Total 2976,36 72,70 219,31 797,01 1049,72
(41,90) (38,33) (52,14) (39,19) (59,93)

Gambar 3. Jenis lamun yang ditemui di TAD. Cr = Cymodocea rotundata, Hp = Halodule pi-
nifolia, Th = Thalassia hemprichiii, Ho = Halophila ovalis, Hm =Halophila minor
dan Ea = Enhalus acoroides.

menunjukkan salah satu ciri menonjol dari kedua lokasi harus dijaga kelestariannya agar
padang lamun daerah Indo-Pasifik, yaitu ha- tidak kehilangan karakter multi-jenis ter-
dirnya vegetasi lamun yang multi jenis (Erf- sebut.
temeijer, 1994). Daerah persebaran global la- Selain komposisi jenis, perbedaan
mun di dunia lainnya seperti di Mediterania antar padang lamun juga terdapat dalam
biasanya bersifat oligospesies yaitu terdiri aspek kerapatan dan tutupannya. Rata-rata
dari dua, kadang tiga jenis lamun saja (Bian- kerapatan lamun terbesar berada di lokasi
chi and Buia, 2008). Dengan demikian, Passo yaitu sebesar 2976,36 ind.m-1 oleh

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 103
Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam . . .

Halophila minor dan terendah ada di lokasi awal hingga 4,02 NTU pada bagian ujung pa-
Tj. Tiram yaitu 18,70 ind.m-1 oleh H. ovalis dang lamun. Rata-rata kecepatan arus per-
(Tabel 1).Walaupun lokasi Passo memiliki mukaan air sebesar 0,063 m/s.
kerapatan paling besar namun tingkat penu- Selain padang lamun, daerah Passo
tupan oleh kanopinya tidak secara otomatis juga memiliki kawasan mangrove yang me-
paling besar. Rata-rata persen tutupan lamun rupakan hutan mangrove paling luas di teluk
tertinggi ada di lokasi Tj. Tiram sebesar 59, Ambon, dengan ketebalan mencapai 200 m
93 % dan terendah ada di lokasi Waiheru se- dari garis pantai (Suyadi, 2009). Setelah ka-
besar 38,33 %. Lokasi Passo sebagai lokasi wasan mangrove terdapat area dengan akti-
dengan kerapatan terbesar tutupan lamunnya vitas masyarakat yang cukup ramai berupa
hanya sebesar 41,90 %. Hal ini terjadi karena pasar dan kompleks pemukiman. Walaupun
kerapatan lamun mempunyai ketergantungan memiliki hutan mangrove paling luas, kawa-
terhadap jenisnya terutama menyangkut per- san ini diduga mengalami pencemaran akibat
bedaan morfologi daun (Kiswara & Winardi, banyaknya sampah dan timbunan lumpur
1994). Ukuran H. minor yang kecil me- karena erosi (Suyadi, 2009). Terdapat dua
mungkinkan banyak tegakan untuk tumbuh sungai pada kawasan mangrove yang ber-
dalam luasan yang sama dibandingkan jenis muara ke padang lamun Passo. Ketika musim
lamun yang lebih besar di Tj Tiram, sehingga hujan, pada lokasi ini sering terlihat banyak
pada lokasi Passo padang lamunnya nampak masukan sedimen yang datang dari dua su-
lebih jarang daripada di Tj. Tiram. ngai tersebut akibat pembukaan lahan untuk
Hasil penggambaran profil zonasi me- dijadikan pemukiman. Hal ini menyebabkan
nunjukkan setiap lokasi memiliki zonasi ve- lokasi Passo juga berpotensi mengalami sedi-
getasi yang berbeda walaupun beberapa lo- mentasi, rawan banjir (Berhitu dan Louhe-
kasi memiliki jumlah jenis lamun yang sama. napessy, 2011) dan tercemar (Debby et al.,
Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan 2009). Kekeruhan yang relatif tinggi diban-
morfologi tiap jenis lamun. Perbedaan lain- dingkan lokasi lainnya juga bisa diakibatkan
nya adalah adanya perbedaan kondisi peng- mobilisasi partikel substrat yang halus. Hal
genangan yang disebabkan perbedaan kontur ini menyebabkan menurunnya kualitas air
pantai. dan menghambat rekolonisasi padang lamun
Vegetasi lamun Passo bersifat mono- (De Falco et al., 2000).
spesies, dengan hanya ditumbuhi oleh satu Vegetasi lamun Waiheru bersifat
jenis lamun saja yaitu Halophila minor monospesies dengan hanya ditumbuhi oleh
(Gambar 4). Substrat dominan berupa pasir jenis Enhalus acoroides saja (Tabel 1 &
medium dari awal hingga ujung padang la- Gambar 3). Walaupun juga merupakan ham-
mun. Vegetasi lamun tumbuh mulai dari 50 paran monospesies, padang lamun Waiheru
meter dari kawasan mangrove, kemudian me- berbeda dengan padang lamun Passo karena
nyebar hingga 70 meter ke arah laut. Pada ukuran E. acoroides yang jauh lebih besar
kondisi surut purnama, sekitar 30 meter per- daripada Halophila minor (Gambar 4). Subs-
tama tidak tergenang oleh air laut. Keda- trat dominan berupa pasir medium dari awal
laman maksimum (pada ujung padang la- hingga ujung padang lamun.
mun) saat surut purnama mencapai 30 cm. Vegetasi lamun di lokasi Waiheru di-
Suhu rata-rata dekat permukaan substrat ber- mulai dari 75 meter dari kawasan mangrove,
kisar antara 30,8°C pada bagian ujung pa- kemudian menyebar hingga 80 meter ke arah
dang lamun hingga 32,7°C pada bagian awal. laut. Pada kondisi surut purnama, semua ve-
Rata-rata salinitas berkisar antara 32,12 ppt getasi lamun tergenang oleh air laut. Ke-
pada bagian ujung hingga 32,46 ppt pada dalaman maksimum (pada ujung padang
bagian awal padang lamun. Rata-rata keke- lamun) saat surut purnama mencapai 75 cm.
ruhan berkisar antara 3,07 NTU pada bagian Rata-rata suhu permukaan substrat berkisar

104 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Irawan dan Nganro

Gambar 4. Zonasi lima padang lamun di TAD dan rata-rata parameter fisisnya.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 105
Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam . . .

antara 30,7°C pada bagian ujung hingga limpah. Hal ini menjelaskan mengapa lokasi
33,3°C pada bagian awal vegetasi lamun. ini masih dimanfaatkan warga untuk men-
Rata-rata salinitas berkisar antara 29 ppt pada jaring ikan. Akan tetapi, hal ini juga bisa
bagian awal hingga 31,93 ppt pada bagian berakibat tidak baik bagi lamun karena ke-
ujung vegetasi lamun. Rata-rata kekeruhan keruhan yang tinggi dan tempelan epifit akan
berkisar antara 3,49 NTU pada bagian tengah mengurangi pasukan cahaya yang dibutuhkan
hingga 4,45 NTU pada bagian ujung vegetasi oleh lamun untuk berfotosintesis. Morfologi
lamun. Rata-rata kecepatan arus permukaan daun E. acoroides yang panjang kemungki-
air sebesar 0,058 m/s. Kekeruhan yang relatif nan masih dapat menjangkau dekat permu-
lebih tinggi dibanding lokasi lainnya (kecuali kaan air untuk mendapat cahaya yang cukup
Passo) bisa menjadi ciri adanya turbulensi sehingga jenis ini masih bertahan di lokasi
akibat hambatan aliran/arus air oleh kanopi ini.
lamun. Tutupan Enhalus acoroides di lokasi Vegetasi lamun Lateri tersusun atas
ini tidak besar yaitu 38,33% (Tabel 1), se- dua jenis lamun yaitu Enhalus acoroides dan
hingga arus tidak dilemahkan dengan baik Thalassia hemprichii (Tabel 1 & Gambar 3).
dan turbulensi terjadi ketika arus dibelokan T. hemprichii yang daunnya lebih kecil tum-
oleh kanopi. Hal ini mengakibatkan partikel buh di antara E. acoroides yang daunnya le-
lebih halus tersuspensi sedangkan yang kasar bih lebar dan panjang. Substrat umumnya be-
mengendap (Koch et al., 2006). Partikel ha- rupa pasir halus, pasir medium, serta kerikil
lus yang tersuspensi inilah yang membuat dan pecahan koral dari awal hingga ujung
tingkat kekeruhan meningkat. Sedangkan padang lamun. Vegetasi lamun tumbuh mulai
partikel subsrat lebih kasar seperti pasir dari 50 meter dari batas rumah warga dan ja-
medium mengendap dan menjadi substrat lan raya, kemudian menyebar hingga 50 me-
dominan di lokasi ini (Gambar 4). ter ke arah laut (Gambar 4). Pada saat surut
Lokasi Waiheru berpotensi menga- purnama, umumnya vegetasi lamun di lokasi
lami sedimentasi dan rawan banjir (Berhitu ini tetap dalam kondisi tergenang. Setelah
dan Louhenapessy, 2011). Hal ini berkaitan ujung vegetasi lamun terdapat sedikit te-
dengan keberadaan sungai yang bermuara di rumbu karang. Kedalaman maksimum (pada
kawasan mangrove. Kawasan mangrove yang ujung vegetasi lamun) saat surut purnama
ada di daerah ini lebarnya ke arah darat se- mencapai 125 cm. Rata-rata suhu permukaan
kitar 30-50 meter. Setelah kawasan mangro- substrat berkisar antara 31,11°C pada bagian
ve, terdapat kompleks pemukiman dan areal ujung hingga 37,44°C pada bagian awal pa-
pertanian (kebun sayuran). Pada perairan di dang lamun. Rata-rata salinitas berkisar an-
dekat ujung vegetasi lamun, terdapat bebe- tara 26,11 ppt pada bagian awal hingga 31,25
rapa keramba jaring apung. Lokasi padang ppt pada bagian ujung vegetasi lamun. Rata-
lamun Waiheru ini juga sering dimanfaatkan rata kekeruhan berkisar 2,46 NTU pada ba-
masyarakat untuk menjaring ikan. gian ujung hingga 4,66 NTU pada bagian
Vegetasi monospesies Enhalus aco- awal vegetasi lamun. Rata-rata arus permu-
roides di lokasi ini bisa berkaitan dengan kaan sebesar 0,073 m/s.
kondisi perairan yang cenderung tinggi nut- Pada lokasi Lateri, terdapat pemuki-
risi. Hal ini terlihat dengan banyaknya epifit man warga yang cukup padat terutama pada
yang menempel di daun lamun dibanding area di seberang jalan raya. Beberapa pohon
pada lamun yang tumbuh di lokasi lainnya. mangrove berjajar di pinggir jalan. Beberapa
Selain itu, nilai kekeruhan yang relatif lebih keramba jaring apung dapat ditemukan pada
tinggi juga bisa diakibatkan oleh kepadatan perairan di lokasi ini. Selain itu, kapal ber-
fitoplakton yang lebih tinggi (de Boer, 2007). ukuran besar sering ditemui memasang jang-
Banyaknya fitoplakton memicu juga banyak- karnya di lokasi ini. Lokasi Lateri ini ber-
nya zooplankton sehingga makanan ikan ber- potensi rawan abrasi dan erosi, serta menga-

106 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Irawan dan Nganro

lami kerusakan ekosistem akibat pencema- militer, tidak banyak aktivitas warga di lokasi
ran lingkungan dan sedimentasi (Berhitu dan ini.
Louhenapessy, 2011). Padang lamun Tanjung Tiram diben-
Padang lamun Halong dibentuk olah tuk oleh vegetasi lamun multispecies, yaitu
vegetasi lamun multispesies, yaitu Enhalus Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii,
acoroides, Thalassia hemprichii, Halophila Halophila minor, Halophila ovalis, dan Ha-
ovalis, Cymodocea rotundata, dan Halodule lodule pinifolia (Tabel 1 & Gambar 3). Sub-
pinifolia (Tabel 1 & Gambar 3). Substrat di- strat didominasi oleh pasir medium sepan-
dominasi pasir sangat halus yang disertai pa- jang vegetasi lamun, dengan tambahan keri-
sir halus pada awal vegetasi lamun, sedang- kil dan pecahan koral menjelang ujung vege-
kan pada ujung vegetasi lamun disertai oleh tasi lamun. Walaupun memiliki jumlah kom-
kerikil dan pecahan koral. Vegetasi lamun posisi jenis lamun yang sama dengan lokasi
tumbuh mulai dari 30 meter dari batas jalan Halong, vegetasi lamun di Tanjung Tiram
raya, kemudian menyebar hingga 90 meter ke memiliki luas area yang lebih besar
arah laut, dengan batas akhir pada terumbu Awal vegetasi lamun terletak pada
karang (Gambar 4). Kedalaman maksimum akar-akar mangrove, kemudian menyebar se-
(pada ujung vegetasi lamun) saat surut purna- panjang 150 meter ke arah laut, dengan batas
ma mencapai 134 cm. Pada 40 meter perta- akhir pada terumbu karang. Pada 70 meter
ma, dimana kondisinya sedikit tergenang pertama, dimana kondisinya sedikit terge-
atau kering saat surut purnama, tumbuh jenis- nang saat surut purnama, tumbuh jenis-jenis
jenis lamun berukuran kecil (Halodule pini- lamun berukuran kecil (Halodule pinifolia
folia, Cymodocea rotundata dan Halophila dan Halophila minor), kemudian dilanjutkan
ovalis). Selanjutnya pada bagian yang selalu dengan lamun yang berukuran lebih besar
tergenang, tumbuh lamun yang berukuran (Enhalus acoroides dan Thalassia hempri-
lebih besar (Enhalus acoroides dan Thalassia chii). Pengecualian terjadi pada Halophila
hemprichii). Rata-rata suhu permukaan sub- ovalis sebagai lamun yang berukuran kecil
strat berkisar antara 30,77°C pada bagian namun tumbuh dari meter ke-70 hingga
ujung hingga 32,20°C pada bagian awal ve- ujung padang lamun. Rata-rata suhu dekat
getasilamun. Rata-rata salinitas berkisar an- permukaan substrat berkisar antara 30,84°C
tara 27,43 ppt pada bagian tengah hingga 32, pada bagian awal hingga 33,87°C pada bagi-
84 ppt pada bagian ujung vegetasi lamun. an dekat ujung vegetasi lamun. Rata-rata sa-
Rata-rata kekeruhan berkisar antara 0,96 linitas berkisar antara 27,59 ppt pada bagian
NTU pada bagian ujung hingga 1,65 NTU awal hingga 31,25 ppt pada bagian ujung ve-
pada awal vegetasi lamun. Rata-rata kece- getasi lamun. Rata-rata kekeruhan berkisar
patan arus permukaan air sebesar 0,020 m/s. antara 1,25 NTU pada bagian dekat ujung
Lokasi Halong walaupun dekat de- hingga 2,78 NTU pada bagian dekat awal ve-
ngan jalan raya, memiliki jarak yang cukup getasi lamun. Rata-rata kecepatan permu-
jauh dari pemukiman karena adanya tebing kaan air sebesar 0,032 m/s.
batu di seberang jalan raya. Pemukiman war- Padang lamun Tanjung Tiram meru-
ga terletak agak jauh dari tepi tebing tersebut. pakan vegetasi lamun terluas di Teluk Am-
Setelah ujung selatan padang lamun, terdapat bon Dalam. Kawasan mangrove yang ada cu-
dermaga penyeberangan ferry. Terdapat alir- kup tipis, lebarnya hanya sekitar 5-10 meter
an air tawar dari tebing batu yang masuk ke ke arah darat. Setelah kawasan mangrove ter-
lokasi padang lamun Halong ini. Ketika air dapat kawasan pemukiman dan kampus Uni-
surut, bagian awal vegetasi lamun teraliri versitas Pattimura. Pada ujung selatan terda-
oleh air tawar ini. Air tawar ini juga terka- pat terdapat dermaga penyeberangan ferry.
dang dimanfaatkan warga untuk mandi dan Pada bagian utara terdapat muara sungai Wai
mencuci. Karena dekat dengan pangkalan Latta yang mengalami sedimentasi (Berhitu

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 107
Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam . . .

dan Louhenapessy, 2011). Lokasi Tanjung Padang lamun Tanjung Tiram relatif
Tiram ini berada di wilayah Desa Poka yang tidak mengalami perubahan dalam luasan se-
memiliki potensi rawan abrasi dan erosi dimentasi sehingga kemungkinan padang la-
(Berhitu & Louhenapessy, 2011). Padang la- munnya tidak mengalami tekanan dari sedi-
mun Tanjung Tiram ini sering dimanfaatkan mentasi. Keadaan ini memungkinkan lamun
warga untuk menjaring ikan dan kepiting, membentuk vegetasi dengan kondisi paling
serta memanen bulu babi, tiram (bivalvia) baik dibandingkan lokasi lainnya. Padang la-
dan teripang. Selain itu, di ujung padang la- mun Waiheru, Lateri dan Halong masih ber-
mun, masih terdapat terumbu karang sehing- tahan walaupun mengalami penambahan se-
ga ikannya sering dipancing oleh masyarakat. dimentasi. Walaupun demikian, padang la-
Variasi sebaran lamun sebagian besar mun di tiga lokasi tersebut bisa terdegradasi
terkait dengan cahaya (de Boer, 2007), yang bila laju sedimentasi telah melebihi laju per-
ketersediaanya dipengaruhi oleh kedalaman, tumbuhan matte secara vertikal (Bianchi and
kekeruhan dan pergerakan air (de Boer, Buia, 2008) atau bila tekanan arus lebih ting-
2007; Susetiono, 2004). Pada penelitian ini, gi dari pergerakan sedimennya (Luhar et al.,
keterkaitan sebaran lamun dengan cahaya ku- 2008), sehingga pengamatan di waktu men-
rang terlihat karena dasar perairan masih bisa datang perlu senantiasa dilaksanakan.
terlihat pada ujung padang lamun, sehingga Padang lamun Passo walaupun me-
pengukuran penetrasi cahaya tidak dilakukan. ngalami pengurangan luas sedimentasi ter-
Pergerakan air dalam bentuk kecepatan arus nyata tidak langsung menjadikan lokasi ter-
juga tercatat pada kondisi lemah dengan sebut lebih baik daripada lokasi yang menga-
angka < 0,1 m.det -1, sehingga pengaruh ener- lami penambahan sedimentasi. Berkurangnya
gi gelombang yang dapat mengikis lamun (de luas area tersedimentasi dapat terjadi juga
Boer, 2007) juga kurang terlihat. Akan tetapi, akibat erosi yang terjadi pada lapisan sedi-
bila dilihat zonasi per jenis lamun, terdapat men. Hilangnya lapisan sedimen juga akan
kecenderungan lamun bertipe parvosteroid, mengakibatkan terpaparnya matte sehingga
halophilids dan magnosteroid kecil seperti ikut tererosi dan mati (Bianchi and Buia,
Halodule, Halophila dan Cymodocea umum- 2008). Selain itu, tanpa adanya lamun yang
nya tumbuh di awal padang lamun (dangkal), lebat menyebabkan tekanan arus, turbulensi
sedangkan tipe magnozosterid dan enhalid dan resuspensi meningkat, hilangnya stabili-
yang berukuran besar seperti Thalassia dan tas lamun dan berkurangnya pencahayaan
Enhalus tumbuh pada pertengahan hingga sehingga memicu degradasi kanopi lebih
ujung padang lamun atau pada daerah yang lanjut (Luhar et al., 2008). Walaupun begitu,
lebih dalam dan selalu terendam. Dalam hal masih ada harapan padang lamun untuk ber-
ini, ketersediaan cahaya dan kedalaman bisa kembang di lokasi ini bila Halophila minor
terkait dengan pola sebaran lamun sepanjang sebagai jenis lamun pionir dapat bertahan
zonasi. Lamun yang berukuran besar bisa dan memberi jalan tumbuhnya jenis lamun
tumbuh pada lokasi yang lebih dalam karena yang lain. Hal yang penting adalah perlunya
masih bisa menerima cahaya dengan daunnya upaya untuk mengurangi sedimentasi yang
yang besar dan panjang, serta mengurangi masuk ke dalam padang lamun ini,
potensi kekeringan saat surut rendah. Di lain Walaupun lamun memiliki kemam-
pihak, lamun yang berukuran kecil tumbuh di puan memengaruhi karakter dari substrat
daerah yang lebih dangkal agar tetap men- (Brazier, 1975; Folmer et al., 2012) melalui
dapatkan cahaya saat pasang tinggi. Selain penjebakan sedimen (de Boer, 2007), sedi-
itu, pada lokasi yang lebih dalam, lamun mentasi yang berlebihan akan mempertebal
yang berukuran kecil akan ternaungi oleh la- sedimen sehingga mendangkalkan perairan
mun yang berukuran besar sehingga kurang (Hermanto, 1987) serta menyeragamkan tipe
mendapatkan cahaya. substrat. Penebalan sedimen akan mengaki-

108 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Irawan dan Nganro

batkan lamun yang berukuran kecil menjadi Perbedaan komposisi dan sebaran la-
terkubur, sedangkan jenis yang lebih besar mun kemudian dianalisis secara multivariat
akan kesulitan mendapatkan nutrisi karena untuk melihat faktor mana yang terkait lebih
akarnya terhambat oleh tebalnya sedimen kuat dengan kerapatan tiap jenis lamun. Ha-
(Kuriandewa, 1998). Berkurangnya kedala- sil penggambaran ordinasi kelimpahan la-
man akan meningkatkan tekanan “pencuku- mun terhadap parameter lingkungan (Gambar
ran” sehingga meningkatkan laju erosi (de 5) menunjukkan adanya beberapa perbedaan
Boer, 2007), dan memberikan tekanan papa- posisi ordinasi untuk beberapa jenis lamun.
ran matahari terhadap lamun yang biasa tum- Jenis lamun Cymodocea rotundata memiliki
buh di air lebih dalam. Bila laju sedimentasi kecenderungan lebih melimpah pada lokasi
melebihi laju pertumbuhan rimpang (matte) dengan persentase substrat pasir halus yang
ke arah atas maka matte akan terkubur lalu lebih tinggi dari rata-rata. Jenis lamun Ha-
mati dan kanopi juga akan hilang, yang me- lophila minor kelimpahannya berkaitan
ngakibatkan pengaruh gelombang menguat dengan kecepatan arus serta persentase sub-
dan mengerosi sedimen serta matte yang ada strat pasir medium dan kasar yang sedikit le-
di bawahnya (Bianchi and Buia, 2008), se- bih tinggi dari rata-rata. Jenis lamun H. ova-
hingga menyulitkan kembali tumbuhnya la- lis dan Halodule pinifolia cenderung lebih
mun di daerah tersebut. melimpah pada lokasi dengan kekeruhan dan
Saat ini, daerah pesisir dengan tingkat suhu yang lebih tinggi dari rata-rata, serta
sedimentasi paling besar dibandingkan lokasi persentase substrat kerikil dan pecahan koral
lainnya adalah padang lamun di Passo (Suya- yang sedikit lebih tinggi dari rata-rata. Jenis
di, 2009; Berhitu dan Louhenapessy, 2011). lamun Thalassia hemprichii dan Enhalus
Hal ini ditandai juga dengan hanya tumbuh- acoroides cenderung lebih melimpah pada
nya jenis lamun yang tahan terhadap sedi- lokasi dengan salinitas lebih tinggi dan per-
mentasi berat yaitu Halophila minor (den sentase substrat pasir sangat kasar yang sedi-
Hartog, 1970). Jenis lamun berukuran kecil kit lebih tinggi dari rata-rata.
seperti Halophila telah diketahui dapat pulih Letak ordinasi Cymodocea rotundata
dalam empat bulan setelah terkubur (Do et yang lebih dekat pada parameter substrat
al., 2012). Apabila sedimentasi pada empat pasir dengan butiran yang halus hingga lum-
padang lamun lainnya tidak dapat dikendali- pur pada penelitian ini sesuai dengan penje-
kan, maka tidak menutup kemungkinan akan lasan den Hartog mengenai jenis lamun ini.
terjadinya perubahan vegetasi menjadi seper- Jenis lamun ini dapat tumbuh pada substrat
ti pada padang lamun Passo. lumpur dangkal dan dapat bertahan terhadap
Perbandingan terhadap kondisi pa- pengenceran air laut (den Hartog, 1970).
dang lamun di Teluk Ambon pada penelitian Pada penelitian ini, C. rotundata hanya dipe-
sebelumnya (Setyono,1993; Kuriandewa, 19 roleh pada awal transek di lokasi Halong, di-
96; Kuriandewa, 1998; Tuhumury, 2008; Ira- mana kondisinya dangkal dan kadang men-
wan, 2011) sulit dilakukan karena perbedaan dapat aliran air tawar dari darat (Gambar 4).
titik dan tujuan penelitian. Meskipun demi- Disamping itu, ukuran sedimen yang lebih
kian, lamun yang dahulu ditemukan tumbuh halus bisa disebabkan oleh makin padatnya
di Teluk Ambon pada penelitian sebelumnya lamun sebagai efek resiprokal kepadatan la-
masih dapat dijumpai pada penelitian ini. Hal mun dan tekstur sedimen (Folmer et al.,
ini menunjukkan lamun di Teluk Ambon ma- 2012). Dengan demikian, distribusi dan ke-
sih bisa bertahan dan menjadi habitat bagi bi- limpahan C. rotundata yang tinggi di bagian
ota laut lainnya, walaupun mengalami teka- awal padang lamun Halong berkaitan dengan
nan dari sedimentasi dan pencemaran (Setya- karakteristik lokasi yang menjadi preferensi
wan dan Supriyadi, 1996; Suyadi, 2009; jenis lamun ini dan kemampuannya dalam
Debby et al., 2009; Cappenberg, 2011). memengaruhi tekstur sedimen.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 109
Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam . . .

Gambar 5. Ordinasi kerapatan lamun terhadap parameter lingkungan. Keterangan: Cym rot =
Cymodocea rotundata, Had pin = Halodule pinifolia, Hal ova = Halophila ovalis,
Hal min = Halophila minor, Enh aco = Enhalus acoroides, Tha hem = Thalassia
hemprichii, St-Cy = substrat lumpur-lempung, VFS = substrat pasir sangat halus,
FS = substrat pasir halus, MS = substrat pasir medium, CS = substrat pasir kasar,
VCS = substrat pasir sangat kasar, P.Cfr = substrat pecahan karang, Curr =
kecepatan arus, Turb = kekeruhan, Temp = Suhu, Sal = salinitas.

Letak ordinasi Halodule pinifolia suhu serta substrat kerikil dan pecahan koral
yang lebih dekat pada parameter substrat ke- yang lebih tinggi berkaitan dengan sifat la-
rikil dan pecahan koral tidak sesuai dengan mun, yang memilih menjadi pionir pada lo-
penjelasan den Hartog mengenai jenis lamun kasi yang tidak cocok bagi jenis lamun yang
ini. Halodule pinifolia seringkali menjadi je- lain.
nis dominan pada substrat lumpur (den Har- Letak ordinasi Halophila ovalis yang
tog, 1970). Meskipun demikian, den Hartog hampir sama dengan Halodule pinifolia tidak
(1970) juga menjelaskan bahwa Halodule pi- berarti Halophila ovalis juga bersifat sebagai
nifolia biasanya merupakan jenis pionir pada pionir pada substrat yang tidak cocok bagi
lokasi yang tidak cocok bagi jenis lamun jenis lamun lain, karena jenis ini tidak bisa
lain. Pada penelitian ini, Halodule pinifolia menstabilkan substrat (den Hartog, 1970).
ditemukan melimpah pada bagian awal pa- Toleransi ekologis yang lebar terhadap ber-
dang lamun Halong dengan substrat dominan bagai substrat, salinitas, kedalaman, sedimen-
pasir halus (Gambar 4) yang sering teraduk tasi, serta dapat tumbuh bersama jenis lamun
oleh ombak dan terdedah ketika air surut. Se- lainnya (den Hartog, 1970) menyebabkan je-
lain itu, Halodule pinifolia juga terdapat di nis ini bisa tumbuh pada kondisi kekeruhan
awal padang lamun Tanjung Tiram dengan dan suhu yang tinggi serta pada substrat keri-
substrat dominan pasir medium tanpa ditema- kil dan pecahan koral sebagaimana ditunjuk-
ni jenis lamun lain kecuali Halophila minor kan dalam diagram ordinasi. Pada penelitian
dalam jumlah sedikit. Dengan demikian, dis- ini, Halophila ovalis ditemukan tumbuh ber-
tribusi dan kelimpahan Halodule pinifolia sama dengan jenis lamun lainnya pada lokasi
yang dekat dengan parameter kekeruhan, Halong dan Tanjung Tiram tanpa pola khu-

110 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Irawan dan Nganro

sus seperti Cymodocea rotundata ataupun T. hemprichii berkaitan dengan salinitas,


Halodule pinifolia (Gambar 4). Dengan de- kedalaman air yang selalu menggenang dan
mikian distribusi dan kelimpahan H. ovalis tipe substrat yang kasar.
berkaitan dengan sifat toleransi ekologisnya Letak ordinasi Enhalus acoroides
yang lebar. yang hampir sama dengan Thalassia hem-
Letak ordinasi Halophila minor yang prichi menunjukkan kesamaan preferensi
berseberangan dengan ordinasi jenis lamun antara kedua jenis lamun. Pada penelitian ini,
lainnya menunjukkan distribusi dan kelimpa- E. acoroides ditemukan pada semua lokasi
hannya lebih berada pada lokasi yang tidak penelitian kecuali Passo, dan tumbuh mulai
memungkinkan untuk tumbuhnya jenis la- dari batas surut rendah ke arah yang lebih da-
mun lainnya. Pada penelitian ini, H. minor lam (Gambar 4). Jenis lamun ini menghinda-
membentuk vegetasi monospesifik di Passo ri pesisir yang banyak memiliki muara sungai
(Tabel 1) dan tumbuh bersama Halodule pi- (den Hartog, 1970), sehingga terhindar dari
nifolia dalam kisaran sempit di Tanjung Ti- pengenceran salinitas. Hal ini juga bisa men-
ram (Gambar 4). H. minor biasanya mem- jelaskan tidak hadirnya E. acoroides dan T.
bentuk vegetasi murni dan dapat bertahan hemprichii di lokasi Passo, karena terdapat
terhadap sedimentasi yang berat (den Hartog, dua muara sungai di sana. E. acoroides biasa-
1970). Dengan demikian lokasi Passo dapat nya membentuk vegetasi murni, sebagaima-
diduga telah mengalami sedimentasi yang be- na vegetasi monospesifik di Waiheru, dan
rat, menguatkan temuan yang sama dari pe- bisa juga tumbuh diantara jenis lamun lain-
nelitian lain (Suyadi, 2009; Berhitu dan Lou- nya, seperti di tiga lokasi lainnya (den Har-
henapessy, 2011). Akan tetapi, tanpa adanya tog, 1970). Vegetasi monospesies jenis ini di
vegetasi lamun yang lebat untuk menjebak Waiheru berkaitan dengan substratnya yang
sedimen dan melemahkan arus telah terjadi seragam pasir medium (Gambar 4), sehing-
juga erosi di lokasi tersebut. ga menyulitkan tumbuhnya jenis lain. Selain
Letak ordinasi Thalassia hemprichii itu, tutupan kanopi daun E. acoroides yang
yang lebih dekat pada parameter salinitas se- besar di Waiheru (Tabel 1) bisa menyebab-
suai dengan penjelasan den Hartog (1970), kan jenis lamun yang lebih kecil ternaungi
dimana jenis lamun ini menghindari lokasi dan kekurangan cahaya matahari. Dengan de-
yang bisa dimasuki air tawar. Pada penelitian mikian distribusi dan kelimpahan E. acoroi-
ini, T. hemprichii ditemukan pada lokasi La- des berkaitan dengan salinitas dan kedala-
teri, Halong dan Tanjung Tiram mulai dari man air.
batas surut terendah ke arah yang lebih dalam
sehingga selalu terendam oleh air (Gambar IV. KESIMPULAN
4). T. hemprichii dapat tumbuh pada berbagai
substrat dan tumbuh bersamaan dengan jenis Terdapat enam jenis lamun yang tum-
lamun lain namun tidak dapat mendomina- buh di Teluk Ambon Dalam yang menyebar
sinya, kecuali pada substrat pasir koral mau- dengan tidak merata. Pada lokasi dengan
pun pecahan koral dimana jenis lain sulit perubahan sedimentasinya yang besar (ber-
tumbuh (den Hartog, 1970). Pada penelitian tambah atau berkurang banyak), lamun mem-
ini, T. hemprichii tumbuh bersama Enhalus bentuk vegetasi monospesies. Sebaliknya,
acoroides, Halophila ovalis dan Halodule pada lokasi yang sedikit perubahan tingkat
pinifolia, dan menjadi jenis yang dominan di sedimentasinya, lamun membentuk vegetasi
lokasi Lateri dan Tanjung Tiram. Dominasi multispesies. Sebaran dan kelimpahan jenis
jenis ini di dua lokasi tersebut kemungkinan lamun berkaitan dengan perbedaan kemam-
berkaitan dengan cukup banyaknya substrat puan tumbuh pada kondisi lingkungan ter-
pecahan koral terutama di Lateri (Gambar 4). tentu dan daya kompetisi antar jenis lamun.
Dengan demikian, distribusi dan kelimpahan Lamun yang bersifat pionir seperti Halodule

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 111
Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam . . .

pinifolia dapat tumbuh pada substrat yang ti- nologi di Indonesia, 37(2):277-294.
dak cocok bagi lamun jenis lain. Cymodocea Cappenberg, H.A.W., A. Aziz, dan I. As-
rotundata dapat hidup pada lokasi yang sali- wandy. 2006. Komunitas moluska di
nitasnya sering turun. Enhalus acoroides dan perairan Teluk Gilimanuk, Bali Barat.
Thalassia hemprichii lebih banyak tumbuh Oseanologi dan Limnologi di Indone-
pada lokasi yang terus tergenang air laut. Ha- sia, 40:53-64.
lophila minor dapat tumbuh pada lokasi de Boer, W.F. 2007. Seagrass-sediment in-
dengan sedimentasi berat. Halophila ovalis teractions, positive feedbacks and cri-
dapat tumbuh pada berbagai substrat namun tical tresholds for occurrence: a re-
tidak dapat mendominasi bila ada jenis la- view. Hydrobiologia, 591:5-24.
mun lainnya. De Falco, G., S. Ferrari, G. Cancemi, and M.
Baroli. 2000. Relationship between
UCAPAN TERIMAKASIH sediment distribution and Posidonia
oceanica seagrass. Geo-Marine Let-
Terimakasih penyusun ucapkan pada ters, 20:50-57.
Kementerian Negara Riset dan Teknologi Debby, A.J.S., E.M. Adiwilaga, R. Dahuri, I.
yang menyediakan sebagian dana penelitian Muchsin, dan H. Effendi. 2009. Se-
melalui program beasiswa, rekan-rekan di baran spasial luasan area tercemar
P2LD LIPI (Caleb Matuankotta, La Pay, Da- dan analisis beban pencemaran bahan
niel J. Tala, Dominggus Bremmer, Semuel organik pada perairan Teluk Ambon
Rumahenga dan Widhya N.S.) yang telah Dalam. Torani, 19(2):96-106.
membantu dalam pelaksanaan pengambilan den Hartog, C. 1970. The sea-grasses of the
data. Terima kasih juga kami ucapkan atas world. North Holland Publishing
komentar dan masukan dari para reviewer Company. Amsterdam. 275p.
untuk meningkatkan kualitas paper ini. den Hartog, C. and J. Kuo. 2006. Taxonomi
and biogeography of seagrasses. In:
DAFTAR PUSTAKA A.W.D. Larkum, R.J. Orth, and C.M.
Duarte (eds.). Seagrasses: biology,
Azkab, M.H. 1999. Pedoman inventarisasi la- ecology and conservation. Springer.
mun.Oseana, 24(1):1-16. 1-23pp.
Azkab, M.H. 2006. Ada apa dengan lamun. Do, V., X. de Montaudouin, H. Blanchet, and
Oseana, 31:45-55. N. Lavesque. 2012. Seagrass burial
Berhitu, P.T. dan J. Louhenapessy. 2011. by dredged sediments: Benthic com-
Konsep penataan ruang pesisir de- munity alteration,secondary produc-
ngan pemanfaatan penginderaan jauh tion loss, biotic index reaction and re-
untuk pengelolaan kerusakan pantai covery possibility. Marine Pollution
secara terpadu di Kota Ambon. Tek- Bulletin, 64:2340-2350.
nologi, 8(1):902-909. Erftemeijer, P.L.A. 1994. Differences in nut-
Bianchi, C.N. and M.C. Buia. 2008. Seag- rient concentration and resources bet-
rass ecosystem. In: G. Relini (ed.). ween segrass communities on carbo-
Seagrass meadows. Museo Friulano nate and trrigeneus sediments in Sou-
di Storia Naturale. Udine. 7-51pp. th Sulawesi, Indonesia. Bulletin of
Brazier, M.D. 1975. An outline history of se- Marine Science, 52(2):403-419.
agrass communities. Paleontology, 18 Folmer, E., M. van der Geest, E. Jansen, H.
(4):681-702. Olff, T.M. Anderson, T. Piersma, and
Cappenberg, H.A.W. 2011. Kelimpahan dan J.A. van Gils. 2012. Seagrass-
keragaman megabentos di perairan sediment feedback: an exploration
Teluk Ambon. Oseanologi dan Lim- using a non-recursive structural equa-

112 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81
Irawan dan Nganro

tion model. Ecosystem, 15:1380- ceae) from Indonesia. Aquatic Bota-


1393. ny, 87:171-175.
Hermanto, B. 1987. Laju sedimentasi dan Kuriandewa, T.E. 1996. Beberapa aspek bio-
stratifikasi sedimen Teluk Ambon Ba- logi komunitas lamun di Teluk Am-
gian Dalam. Dalam: S. Soemodihar- bon Bagian Dalam. Dalam: Prosi-
djo, S. Birowo, dan K. Romimohtarto ding Seminar dan Lokakarya Penge-
(eds.). Teluk Ambon: Biologi, Peri- lolaan Teluk Ambon. Balitbang SDL
kanan, Oseanografi dan Geologi. Ba- P3O LIPI. Ambon. Hlm.: 44-55.
litbang SDL P3O LIPI. Ambon. Hlm.: Kuriandewa, T.E. 1998. Lamun di Teluk
125-132. Ambon dan permasalahannya. Da-
Hukom, F.D. 1999. Ekostruktur dan distri- lam: L.F. Wenno dan F. Salampessy
busi spasial ikan karang (Famili Lab- (eds.). Prosiding Seminar Pengenalan
ridae) di perairan Teluk Ambon. Da- Pesisir Pulau Ambon. Pemda Maluku
lam: S. Soemodihardjo, M.K. Moosa, –BPPD Maluku – Balitbang SDL
Sokarno, W. Hantoro, dan Suharsono P3O LIPI. Ambon. Hlm.: 29-39.
(eds.). Prosiding Lokakarya Pengelo- Luhar, M., J. Rominger, and H. Heft. 2008.
laan dan Iptek Terumbu Karang Indo- Interaction between flow, transport
nesia. COREMAP. Jakarta. Hlm.:134 and vegetation spatial structure. Envi-
-145. ron Fluid Mech, 8:423-439.
Irawan, A. 2011. Komunitas lamun di Teluk Menez, E.G., R.C. Phillips, and H.P. Calum-
Ambon. Perairan Maluku dan Seki- pong. 1983. Seagrasses from the Phi-
tarnya. 2011:61-69. lippines. Smithsonian Institution
Kent, M. and P. Coker. 1992. Vegetation Press. Washington. 40p.
Description and Analysis, A Practical Pramudji dan F. Pulumahuni. 1998. Hutan
Approach. John Wiley & Sons Ltd. mangrove di daerah pesisir Teluk
Chichester. 254p. Ambon dan upaya pelesariannya. Da-
Kirkman, H. 1990. Seagrass distribution lam: F. Wenno dan F. Salampessy
and mapping. In: R.C. Philips and C. (eds.). Prosiding Seminar Pengenalan
P. McRoy (eds.). Seagrass research Pesisir Pulau Ambon. Pemda Maluku
methods. UNESCO. Paris. 19-26pp. – BPPD Maluku – Balitbang SDL
Kiswara, W. dan Winardi. 1994. Keaneka- P3O LIPI. Ambon. Hlm.: 18-28.
ragaman dan sebaran lamun di Teluk Setyawan, W.B. dan I.H. Supriyadi. 1996.
Kuta dan Teluk Gerupuk, Lombok Kondisi geologi dan pengembangan
Selatan. Dalam: W. Kiswara, M.K. wilayah di kawasan pesisir Teluk
Moosa dan M. Hutomo (eds.). Struk- Ambon. Dalam: Prosiding Seminar
tur komunitas biologi padang lamun dan Lokakarya Pengelolaan Teluk
di Pantai Selatan Lombok dan kon- Ambon. Balitbang SDL P3O LIPI–
disi lingkungannya. P3O LIPI. Jakar- Bappeda Propinsi Maluku-Universitas
ta. Hlm.:15-32. Pattimura. Ambon. Hlm.: 210-219.
Koch, E., J. Ackerman, J. Verduin, and M. Setyono, D.E.D. 1993. Distribusi dan domi-
van Keulen. 2006. Fluid dynamics in nasi lamun (seagrass) di Teluk Am-
seagrass ecology. In: Larkum et al. bon. Perairan Maluku dan Sekitar-
(eds). Seagrass: biology, ecology and nya, 1993:61-68.
conservation. Springer. The Nether- Short, F., T. Carruthers, W. Dennison, and
land. 193-225pp. M. Waycott. 2007. Global seagrass
Kuo, J. 2007. New monoecious seagrass of distribution and diversity: a bioregi-
Halophila sulawesii (Hydrocharita- onal model. J. of Experimental Ma-
rine Biology and Ecology, 350:3-30.

Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 1, Juni 2016 113
Sebaran Lamun di Teluk Ambon Dalam . . .

Susetiono. 2004. Fauna padang lamun Tan- (Black Sea). Bulgarian J. of Agricul-
jung Merah Selat Lembeh. P2O LIPI. tural Science, 16(3):358-363.
Jakarta. 106hlm. Wentworth, C.K. 1922. A scale of grade and
Suyadi. 2009. Kondisi hutan mangrove di class terms for clastic sediments. J.
Teluk Ambon. Berita Biologi, 9(5): Geology, 30:377-392.
481-490. Whitlow, W. and J. Grobowski, 2012. Exa-
Tangke, U. 2010. Ekosistem padang lamun mining how landscapes influence
(manfaat, fungsi, dan rehabilitasi). J. benthic community assemblages in
Ilmiah Agribisnis dan Perikanan, seagrass. J. of Experimental Marine
3(1):9-29. Biology and Ecology, 411:1-6.
Tuhumury, S.F. 2008. Status komunitas la-
mun di perairan pantai Teluk Ambon Diterima : 5 Maret 2015
Bagian Dalam (TAD). Ichthyos, 7(2): Direview : 20 Maret 2015
85-88. Disetujui : 11 Mei 2016
Uzunova, S. 2010. The zoobenthos of eel-
grass populations from Sozopol Bay

114 http://itk.fpik.ipb.ac.id/ej_itkt81

View publication stats

You might also like