You are on page 1of 8

JURNAL MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN

VOLUME 13 No. 02 Juni  2010 Halaman 61 - 68


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan
Makalah Kebijakan

ANALISIS TRADE-OFF DALAM REFORMASI SISTEM PELAYANAN


KESEHATAN DI INDONESIA
TRADE-OFF ANALYSIS IN INDONESIAN HEALTH SERVICES SYSTEM REFORM

Siswanto
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Kemkes RI

ABSTRACT PENGANTAR
The impact of regional autonomy Act has resulted in health
Tidak dapat dipungkiri bahwa dengan
services system reform in Indonesia by central, province as
well as district/municipalities. The article is to analyze the “trade diberlakukannya otonomi daerah (Undang-Undang
of f” of Indonesian health services reform after the (UU) No. 22 dan 25 tahun 1999) sejak Januari tahun
implementation of regional autonomy Act by the use of normative 2001 telah terjadi perubahan mendasar dalam
goals of health system, i.e equity, quality, and efficiency, as
assessment parameters. The analysis revealed that: (i) the
manajemen pemerintahan dan pembangunan di
implication of regional autonomy Act has resulted in Indonesian Indonesia. Undang-Undang (UU) No. 22/1999
health services system reform which is partial and scattered, maupun hasil amandemennya yaitu UU No. 32/2004
(ii) part of health services system reformation has moved to pada dasarnya memberikan penekanan bahwa titik
socialism, another part of the reformation has moved to
liberalism, with the implication of trade-off between equity,
berat otonomi daerah adalah pada tingkat kabupaten/
quality and efficiency, (iii) the whole Indonesian health services kota. Sesungguhnya sebelum pemberlakuan UU No.
system remains in the position of liberalism (market system), 22 sistem pemerintahan di Indonesia juga telah
(iv) the choice toward socialism or liberalism is inherent with melakukan prinsip desentralisasi. Namun demikian,
the trade-off of advantages and dis advantages, so the
intervention of its negative impacts are important. The article para era sebelum UU No. 22, pemerintah daerah
recommended that it is of importance to set in advance the end (kabupaten/kota) merupakan pelaksana program
goal of Indonesian health services system by all stakeholders, pemerintahan di atasnya (prinsip dekonsentrasi),
whether choosing liberal (market) system or social system, dalam arti pemerintah kabupaten/kota tidak
then setting up a clear road map completed with feasible
incremental programs to achieve the predetermined end goal. mempunyai otonomi fiskal untuk mengelola
keuangannya secara mandiri. Melalui UU No. 22
Keywords: regional autonomy, liberalism, socialism, trade-off pemerintah kabupaten/kota memperoleh anggaran
block grant dari pemerintah pusat berupa Dana
ABSTRAK
Dampak implementasi paket undang-undang otonomi daerah Alokasi Umum (DAU). Dengan adanya DAU
telah menghasilkan reformasi sistem pelayanan kesehatan di pemerintah kabupaten/kota dapat menentukan
Indonesia baik oleh pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Tulisan prioritas pembangunannya secara otonom sesuai
ini mencoba menganalisis “trade off” reformasi pelayanan
kesehatan di Indonesia yang terjadi paska pemberlakuan UU
dengan kebutuhan lokalnya.
otonomi daerah dengan menggunakan kriteria tujuan normatif Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila
sistem pelayanan kesehatan, yaitu ekuiti, mutu, dan efisiensi, dewasa ini berbagai inovasi pembangunan banyak
sebagai parameter penilai. Hasil analisis menunjukkan bahwa diciptakan oleh pemerintah kabupaten/kota,
(i) implikasi pelaksanaan paket undang-undang otonomi daerah
telah menyebabkan reformasi sistem pelayanan kesehatan di
meskipun beberapa inovasi juga dikerjakan dalam
Indonesia bersifat parsial dan scattered, (ii) sebagian reformasi cakupan provinsi oleh pemerintah provinsi dan pusat,
sistem pelayanan kesehatan telah bergerak ke arah sosialisme, termasuk inovasi pembangunan di sektor kesehatan.
sebagian lainnya bergerak ke arah liberalisme, dengan implikasi Berbagai inovasi sektor pembangunan kesehatan
“trade-off” terkait ekuiti, mutu dan efisiensi, (iii) secara
kes eluruhan (the whole), sistem pelayanan kes ehatan mencakup program pemberdayaan masyarakat,
Indonesia masih pada posisi liberalisme (sistem pasar), (iv) inovasi pelayanan Puskesmas, inovasi pelayanan
pilihan apakah ke arah sosialisme atau liberalisme adalah rumah sakit, dan inovasi pembiayaan kesehatan.
menyangkut keuntungan dan kerugian yang bersifat “trade- Gerakan Membangun Masyarakat Sehat
off”, sehingga yang penting adalah intervensi terhadap dampak
negatifnya. Tulisan ini merekomendasikan pentingnya (Gerbangmas) di Kabupaten Lumajang adalah salah
ditetapkannya dahulu “tujuan akhir” reformasi sistem pelayanan satu contoh inovasi di bidang pemberdayaan
kesehatan di Indonesia oleh semua stakeholders, apakah ke masyarakat. 1 Model Puskesmas swakelola,
arah sistem liberal (pasar) atau sistem sosial, barulah disusun
kemudian akhir-akhir ini banyak bermunculan
“road map” yang jelas dengan melakukan langkah kecil-kecil
(inkremental) yang fisibel untuk menuju tujuan akhir. Puskesmas dengan standar ISO adalah contoh
inovasi Puskesmas. Inovasi rumah sakit pemerintah
Kata Kunci: otonomi daerah, liberalisme, sosialisme, trade off dimulai dari model rumah sakit swadana, kemudian

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 2 Juni 2010  61


Siswanto: Analisis Trade-off dalam Reformasi

akhir-akhir ini rumah sakit berlomba-lomba menjadi Untuk sistem pelayanan kesehatan, World
Badan Layanan Umum (BLU). Untuk inovasi Health Report 2000 yang berjudul: Health System:
pembiayaan kesehatan, sebut saja program jaminan Improving Performance telah menetapkan tiga tujuan
kesehatan bagi keluarga miskin oleh pemerintah normatif sistem pelayanan kesehatan yaitu
pusat (dulu Askeskin, sekarang Jamkesmas), peningkatan status kesehatan (goodness of health),
Jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) (misalnya, peningkatan mutu pelayanan kesehatan
Jamkesda Kabupaten Jembrana 2 ), program (responsiveness), dan peningkatan keadilan dalam
pelayanan Puskesmas gratis (akhir-akhir ini banyak pembiayaan kesehatan (fairness of health
kabupaten/kota yang menyelenggarakan program financing).5 Identifikasi ketiga tujuan normatif tersebut
pelayanan Puskesmas gratis). tidak terlepas dari kerangka fungsi sistem kesehatan
Berbagai contoh inovasi pembangunan sektor yang dikembangkan oleh World Health Organization,
kesehatan di atas tentunya tidak bisa dilepaskan yaitu terdiri dari pengarahan (stewardship),
dari gerakan “reformasi sistem pelayanan kesehatan” penciptaan sumber daya (creating resources),
sebagai dampak desentralisasi kesehatan. Ibarat pembiayaan (financing), dan pelayanan (provision
bandul, model reformasi berayun dari model of services). Dengan demikian, tujuan normatif
pelayanan kesehatan birokratis (model sosialis) diukur pada tingkatan proses, yaitu responsiveness
kepada model pelayanan swasta (model liberal), dan fairness of financing, dan pada tingkatan
atau bahkan berayun sebaliknya.3 Inovasi perubahan outcome, yaitu goodness of health.
status institusi pelayanan kesehatan pemerintah Boelen6 mengidentifikasi empat tujuan normatif
menjadi “unit swakelola” sesungguhnya merupakan dalam sistem pelayanan kesehatan, yaitu equity
pergerakan bandul desentralisasi ke arah liberalisasi (keadilan), quality (mutu), cost effectiveness/
(privatisasi). Sebaliknya, pelayanan kesehatan dasar efficiency (efisiensi), dan relevance (relevansi). Dari
di Puskesmas secara gratis adalah pergerakan keempat tujuan normatif tersebut Boelen 6
bandul ke arah birokratisasi (sosialis). mengelompokkannya menjadi dua kelompok, yaitu
Pertanyaannya, apakah liberalisasi, atau sumbu impian (dream axis) yang terdiri dari mutu
birokratisasi, dalam reformasi pelayanan kesehatan dan keadilan, dan sumbu kenyataan (reality axis)
di Indonesia menuju ke arah “baik” atau “buruk”? yang terdiri dari efisiensi dan relevansi. Kerangka
Untuk menjawab hal tersebut, tulisan ini menganalisis berpikirnya adalah cukup sederhana. Boelen 6
kecenderungan reformasi sektor pelayanan berasumsi bahwa pada awalnya hanya terdapat dua
kesehatan di Indonesia melalui tujuan normatif tujuan sistem pelayanan kesehatan, yaitu mutu dan
sistem pelayanan kesehatan (ekuiti, efisiensi, dan keadilan, sebagai “tujuan impian”. Kedua tujuan ini,
mutu) sebagai alat penilai. Untuk memudahkan yaitu mutu dan keadilan berada pada posisi “trade-
pembahasan, analisis akan difokuskan pada fungsi off”, artinya kalau keadilan dinaikkan maka mutu
pembiayaan (financing) dan pelayanan (delivering of akan turun, dan sebaliknya. Dalam menggapai kedua
services). tujuan tersebut, harus disadari bahwa secara
ekonomis “impian” tersebut terkendala oleh
Tujuan Normatif Sistem Pelayanan Kesehatan keterbatasan sumber daya. Oleh karena itu, Boelen6
Dalam pelayanan kedokteran, terdapat etika menambahkan kriteria efisiensi dan relevansi ke
dasar yang harus dipenuhi oleh dokter dalam dalam tujuan sistem pelayanan kesehatan. Baik
melayani pasien. Etika dasar tersebut terdiri dari efisiensi dan relevansi adalah terkait penetapan
empat Kaidah Dasar Moral (KDM), yaitu beneficence prioritas dihubungkan dengan keterbatasan sumber
(bermanfaat), non-malificence (tidak berakibat daya.
buruk), autonomy (bebas menentukan pilihan) dan Untuk menyederhanakan analisis, penulis
justice (adil).4 Beneficence adalah prinsip bahwa mengusulkan tiga tujuan normatif sistem pelayanan
dokter harus berbuat yang terbaik untuk pasien (do kesehatan, yaitu ekuiti, mutu, dan efisiensi. Hal ini
good for patients), non-malificence adalah prinsip juga sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh the
bahwa dokter tidak boleh bertindak membahayakan World Bank Institute mengenai tujuan normatif
pasien (first do ho harms), autonomy adalah prinsip sistem pelayanan kesehatan, yaitu ekuiti, mutu, dan
bahwa pasien mempunyai hak untuk memutuskan efisiensi.7 Harus disadari bahwa posisi ketiga tujuan
mengenai perlakuan terhadap dirinya sesuai dengan normatif tersebut berada pada posisi “trade-off”
sistem kepercayaan, nilai dan budaya yang (saling bersaing). Posisi “trade-off” antar ketiganya
dianutnya, sedangkan justice adalah prinsip bahwa dapat diilustrasikan seperti Gambar 1. Gambar
dokter harus memperlakukan secara adil terhadap tersebut menunjukkan bahwa apabila salah satu
semua pasiennya. tujuan dinaikkan, maka kedua tujuan lainnya akan

62  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 2 Juni 2010


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

terpengaruh. Misalnya, inov asi swakelola daerah, maka reformasi terjadi pada semua
Puskesmas akan meningkatkan mutu namun boleh tingkatan administrasi pelayanan kesehatan, yaitu
jadi akan mengorbankan ekuti (keadilan). pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan bahkan pada
tingkat lembaga, seperti rumah sakit dan
Puskesmas.
Efisiensi Untuk memudahkan kerangka pemahaman
mengenai apa yang sesungguhnya terjadi pada
reformasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia,
maka ada baiknya kita memetakan setiap inovasi
reformasi pelayanan kesehatan ke dalam spektrum
dua kutub sistem pelayanan kesehatan, yaitu sistem
liberalisme dan sistem sosialisme. Yang dimaksud
sistem liberalisme di sini adalah sistem pelayanan
Ekuiti Mutu kesehatan di mana mekanisme diserahkan kepada
pasar sehingga terjadi kebebasan permintaan dan
Gambar 1. Posisi “Trade-Off” antara Ketiga Tujuan
Normatif Sistem Pelayanan Kesehatan
penawaran.3 Dalam sistem pasar maka produsen
(health providers) akan berperilaku memaksimalkan
Ekuiti menunjukkan keadilan dalam pembagian keuntungan, sementara pasien (consumers) akan
sumber daya atau intervensi. Terdapat dua prinsip memaksimalkan manfaat. Amerika Serikat adalah
dalam ekuiti, yaitu horizontal equity dan vertical contoh tipikal pada kutub liberalisme. Adapun yang
equity.7 Prinsip horizontal equity merujuk pada dimaksud sistem sosialisme di sini adalah sistem
perlakuan yang sama terhadap klien dengan kondisi pelayanan kesehatan di mana semua fungsi
yang sama. Maksudnya, dua orang dengan kondisi (pembiayaan, pelayanan, penyediaan sumber daya)
penyakit yang sama harus mendapat perlakuan yang dilaksanakan, atau setidaknya dikendalikan, oleh
sama terlepas dari kemampuan bayarnya. Sementara pemerintah. 3 Karena semua dikendalikan oleh
vertical equity merujuk pada prinsip memberikan pemerintah, maka jenis paket pelayanan dan harga
perlakuan yang berbeda terhadap klien yang berbeda juga ditentukan oleh pemerintah. Pelayanan
kondisinya. Maksudnya, orang dengan kemampuan kesehatan di negara-negara Eropa dapat dipakai
bayar lebih harus berkontribusi lebih dalam sebagai contoh dari model ini. Dalam menganalisis
pembiayaan kesehatan dan sebaliknya. Mutu spektrum reformasi pelayanan kesehatan di
pelayanan (quality) merujuk bahwa pelayanan Indonesia, analisis ini akan menggunakan
kesehatan harus memenuhi standar yang telah pendekatan liberalisme vs sosialisme agar semua
ditetapkan, baik menyangkut masukan, proses, bentuk reformasi dapat terpetakan baik reformasi
luaran, dan dampaknya. Efisiensi merujuk pada pembiayaan maupun pelayanan kesehatan.
rasio antara manfaat yang diperoleh dibandingkan Meskipun reformasi yang terjadi di Indonesia
dengan sumber daya yang dipakai. Semakin tinggi adalah Big Reform, namun karena konteksnya
manfaat yang diperoleh dari sumber daya yang adalah “desentralisasi kesehatan” sebagai
sama tentunya semakin efisien intervensi tersebut. konsekuensi paket UU otonomi daerah, reformasi
sistem pelayanan kesehatan di Indonesia bersifat
Reformasi Sistem Pelayanan Kesehatan di parsial dan scattered (tersebar). Kebijakan
Indonesia Jamkesmas adalah contoh kebijakan reformasi
Melihat bahwa reformasi sistem pelayanan pembiayaan yang bersifat parsial. Bersifat parsial
kesehatan di Indonesia adalah bagian dari karena seharusnya dikembangkan dahulu asuransi
pelaksanaan otonomi sesuai dengan UU No. 22 dan universal (model asuransi wajib) untuk seluruh
25 tahun 2009, maka dapat dikatakan bahwa penduduk, barulah dikembangkan “social security
reformasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia for the poor” (Jamkesmas) sebagai alat untuk
adalah Big Reform dan bukanlah Small Reform. meningkatkan ekuiti karena orang miskin tidak
Dikatakan Big Reform karena terdapat gerbong besar mampu membayar premi asuransi. Dengan
reformasi yang berupa pelaksanaan paket UU pendekatan ini, akan dapat dicegah penyalahgunaan
otonomi daerah, selanjutnya reformasi kesehatan kepemilikan kartu Jamkesmas oleh mereka yang
adalah bagian dari gerbong besar tersebut karena tidak berhak. Kebijakan jaminan kesehatan daerah
reformasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia (Jamkesda) adalah contoh kebijakan yang bersifat
merupakan implementasi dari paket UU otonomi scattered, karena dikembangkan spesifik untuk

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 2 Juni 2010  63


Siswanto: Analisis Trade-off dalam Reformasi

masing-masing daerah dengan keberagaman yang model pembiayaan ini dapat dikatakan sebagai
tinggi, menyangkut sumber uang, paket manfaat, sistem yang bergerak ke kutub sosialisme.
dan cara pembayaran kepada Pemberi Pelayanan Terkait dengan tujuan normatif sistem
Kesehatan (PPK). Dampaknya adalah akan terjadi pelayanan kesehatan, maka dapat dikatakan
in-equity (ketidakadilan) antar daerah. bahwa Jamkesmas menaikkan ekuiti, tapi akan
Reformasi sistem pelayanan kesehatan di menurunkan efisiensi dan mutu. Menaikkan
Indonesia sebagai konsekuensi implementasi paket ekuiti karena orang miskin mempunyai akses
UU otonomi daerah sesungguhnya mencakup terhadap pelayanan kesehatan, terlepas dari
semua komponen sistem pelayanan kesehatan, kemampuan bayarnya. Sementara efisiensi bisa
yaitu pengarahan (stewardship), penciptaan sumber menurun karena terjadi over-utilisasi,
daya (resource generation), pembiayaan (financing), sedangkan mutu akan lebih rendah
dan pelayanan (delivering of services). Analisis dalam dibandingkan out-of-pocket (OOP) karena
tulisan ini difokuskan pada fungsi pembiayaan dan insentif terhadap provider bersifat paket
pelayanan. Terkait dengan dua fungsi tersebut, (pembayaran dengan kapitasi dan DRGs).
reformasi yang telah terjadi di Indonesia adalah
kebijakan jaminan kesehatan masyarakat miskin 2. Jaminan kesehatan daerah (bisa lokal
(Jamkesmas), jaminan kesehatan daerah provinsi atau lokal kabupaten/kota)
(Jamkesda), pelayanan kesehatan dasar gratis, Dampak otonomi daerah pada reformasi
otonomi rumah sakit (rumah sakit BLU), dan otonomi pembiayaan kesehatan adalah munculnya
Puskesmas (Puskesmas swakelola). jaminan kesehatan daerah (Jamkesda) yang
1. Jaminan kesehatan bagi masyarakat dibiayai APBD untuk pelayanan kesehatan dasar
miskin (Jamkesmas) dan pelayanan rujukan terbatas. Jaminan
Jamkesmas pada dasarnya adalah subsidi Kesehatan Daerah di Kabupaten Jembrana
pemerintah untuk pelayanan kesehatan bagi adalah contoh model jaminan kesehatan di
masyarakat miskin baik untuk pelayanan tingkat lokal. Kebijakan Jaminan kesehatan
kesehatan dasar maupun rujukan.8 Diawali daerah ini diawali dengan Keputusan Bupati
dengan pengembangan Program Jaring Jembrana No. 572/2002 tentang Pembentukan
Pengaman Sosial-Bidang Kesehatan (JPS-BK) Tim Persiapan Jaminan Kesehatan Daerah,
tahun 1998-2001, kemudian Program Dampak kemudian berproses terus sampai akhirnya
Pengurangan Subsidi Energi (PDPSE) tahun diluncurkan Perda No. 7/2006 tentang Jaminan
2001 dan Program Kompensasi Pengurangan Kesehatan Daerah Kabupaten Jembrana. Dalam
Subsidi Bahan Bakar Minyak (PKPS-BBM) Jaminan Kesehatan Daerah Kabupaten
tahun 2002-2004. Pada akhir tahun 2004, Jembrana, warga masyarakat mendapatkan
Menteri Kesehatan dengan SK Menkes No. pelayanan gratis untuk pelayanan primer
1241/2004 menugaskan PT. Askes (Persero) (Puskesmas, dokter/ bidan praktik swasta)
untuk mengelola program pemeliharaan dengan sistem reimbursement kepada provider
kesehatan bagi masyarakat miskin yang oleh pemerintah daerah. Namun apabila
dikenal dengan Program Jaminan Pemeliharaan masyarakat ingin menambahkan pelayanan
Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin (Askeskin). rujukan rumah sakit maka setiap anggota
Selanjutnya, dengan alasan untuk efisiensi dan diwajibkan membayar premi sebesar
efektivitas program maka pada tahun 2008 Rp70.000,00 per tahun. 9 Pada
pemerintah mengubah program tersebut perkembangannya, sebagai implikasi penerapan
menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat otonomi daerah, banyak daerah lain juga
(Jamkesmas), di mana budget langsung meluncurkan program jaminan kesehatan
disalurkan kepada pihak provider (rumah sakit daerah meskipun dengan cara pembiayaan dan
dan Puskesmas).8 Meskipun telah berubah lima paket pelayanan yang berbeda. Menjamurnya
kali, namun esensinya Jamkesmas adalah jaminan kesehatan daerah, apalagi dengan
subsidi orang miskin dalam pelayanan menggunakan dana APBD, menunjukkan
kesehatan, analog dengan Medicaid di Amerika reformasi pelayanan kesehatan bergerak ke arah
Serikat. Meskipun dapat dikatakan bahwa sosialisme. Reformasi jaminan kesehatan
Jamkesmas tidak mengubah ideologi sistem daerah dengan dana APBD yang cakupannya
pelayanan kesehatan di Indonesia secara bersifat blanket (semua penduduk) akan
makro yaitu sistem liberalisme (pasar), namun menimbulkan “in-ekuiti”, karena penduduk kaya

64  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 2 Juni 2010


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

yang mestinya mampu membayar digratiskan. maka pihak manajemen diharapkan mampu
Bila terjadi over-utilisasi akan terjadi membangun “sistem imbalan yang tepat” untuk
pemborosan, sementara juga tidak ada insentif meningkatkan kinerja rumah sakit. Transformasi
bagi provider untuk meningkatkan mutu. Untuk rumah sakit pemerintah menjadi BLU mengarah
Jamkesda yang berbasis premi tentunya lebih pada reformasi ke arah liberalisme (sistem
ekuiti, lebih efisien (kalau ada cost-sharing), dan pasar). Pendekatan ini akan meningkatkan
lebih memunculkan insentif bagi provider untuk mutu pelayanan, namun akan mengorbankan
meningkakan mutu (maximizing profit). keadilan (ekuiti) karena status BLU akan selalu
diikuti dengan kenaikan tarif. Efisiensi dalam
3. Pelayanan kesehatan dasar gratis konteks penggunaan sumber daya dikaitkan
(Puskesmas dan jaringannya) dengan output secara keseluruhan (makro)
Implikasi dari kebijakan otonomi daerah, banyak tentunya akan menurun, karena dengan status
pemerintah daerah kabupaten/kota bahkan BLU pasti dibutuhkan standar masukan (input)
pemerintah provinsi menerapkan pelayanan yang lebih baik.
kesehatan dasar secara gratis. Kota Blitar
adalah contoh pelayanan kesehatan dasar gratis 5. Otonomi Puskesmas (Puskesmas
(pembebasan retribusi)10, selanjutnya Provinsi Swakelola)
Sumatera Selatan adalah contoh pelayanan Dengan bergulirnya paket UU otonomi daerah,
kesehatan dasar gratis untuk tingkat provinsi. maka pada tingkat Puskesmas juga menguat
Model pelayanan kesehatan dasar gratis adalah ide “kemandirian manajemen Puskesmas”.
bentuk reformasi pelayanan kesehatan yang Untuk mengubah “mindset” provider Puskesmas
bergerak ke arah kutub sosialisme. Dalam dari “birokratik” menjadi lembaga
konteks ini, pemerintah bertindak sebagai “entrepreneurship”, maka diluncurkan
provider sekaligus pembeli (purchaser), dan Puskesmas swakelola/mandiri. Prinsipnya
masyarakat sebagai klien. Model demikian akan sama dengan rumah sakit BLU, yaitu
menyebabkan mutu pelayanan memburuk pendapatan f ungsional Puskesmas
karena menurunnya motivasi dan moral dikembalikan seluruhnya untuk biaya
karyawan. Namun demikian, dalam perspektif operasional dan sebagian dapat digunakan
ekuiti model ini akan memperbaiki ekuiti karena untuk insentif jasa pelayanan bagi karyawan.
setiap individu mendapatkan paket pelayanan Transf ormasi Puskesmas menjadi unit
yang sama terlepas dari kemampuan bayarnya. swakelola adalah perubahan menuju kearah
Sementara dalam aspek ef isiensi, bisa kutub liberalisme (sistem pasar). Analog dengan
membaik dan juga bisa memburuk. rumah sakit BLU, maka model Puskesmas
Membaiknya efisiensi terjadi karena paket swakelola akan meningkatkan mutu pelayanan,
pelayanan bersifat masal (generik), namun bisa namun sebaliknya akan mengorbankan keadilan
juga efisiensi malah memburuk karena terjadi (ekuiti). Pada Puskesmas swakelola, efisiensi
over-utilisasi oleh masyarakat (dampak gratis). akan menurun bila dilihat secara makro, karena
akan dibutuhkan standar masukan (input) yang
4. Otonomi rumah sakit pemerintah (status lebih baik.
Badan Layanan Umum/BLU) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
Implikasi UU No. 1/2004 tentang apa yang terjadi pada reformasi sistem pelayanan
Perbendaharaan Negara adalah menguatnya kesehatan di Indonesia adalah sangat “mozaik”,
tranformasi lembaga pelayanan pemerintah ke bersifat parsial dan scattered. Sebagian reformasi
arah lebih “otonomi”. Untuk sektor kesehatan bergerak ke arah kutub sosialisme, sebagian lain
adalah merebaknya perubahan rumah sakit dari bergerak ke arah liberalisme. Pergerakan yang
rumah sakit “model retribusi” berubah menjadi “simpang siur” ini barang kali tidak terlepas dari
“model BLU”. Menurut PP No. 23/2005 tentang konsekuensi implemetansi paket UU otonomi daerah
Pengelolaan Keuangan BLU, rumah sakit BLU dan juga lemahnya fungsi pengarahan (stewardship)
dapat mengelola pendapatan fungsionalnya dari pemerintah pusat. Namun demikian, apabila
(pendapatan hasil pelayanan) secara langsung reformasi tersebut dilihat secara keseluruhan dapat
sesuai dengan rencana tahunan yang telah dikatakan bahwa sistem pelayanan kesehatan di
dibuat (termasuk insentif jasa pelayanan).11 Indonesia tetap bertipe liberalisme (pasar). Hal ini
Dengan kebebasan mengelola pendapatan ini juga sesuai dengan pendapat Roemer12 tentang

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 2 Juni 2010  65


Siswanto: Analisis Trade-off dalam Reformasi

perbandingan sistem kesehatan di dunia yang Indonesia serta intervensi yang diperlukan untuk
memasukkan sistem pelayanan kesehatan di mencapai tujuan normatif lain yang terkalahkan,
Indonesia sebagai model “entrepreneurship” (pasar). dapat diilustrasikan pada Tabel 1.
Secara spektrum diagramatik, fragmentasi Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa terkait dengan
reformasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia reformasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia,
dapat diilustraikan pada Gambar 2. meliputi Jamkesmas, jaminan kesehatan daerah
(provinsi atau kabupaten/kota), pelayanan kesehatan
dasar gratis, adalah pergerakan reformasi ke arah
Puskesmas sosialisme. Sementara, otonomi rumah sakit
Puskesmas gratis
swakelola pemerintah (status BLU), otonomi Puskesmas
(swakelola/mandiri) adalah pergerakan reformasi ke
RS BLU Jaminan kesehatan daerah
arah liberalisme. Namun harus disadari bahwa
Jamkesmas
tipologi sistem kesehatan Indonesia secara makro
Liberalisme Sosialisme (the whole) tidaklah bergeser dan tetap bertipe
liberalisme (pasar). Hal ini sesuai dengan analisis
Gambar 2. Spektrum Reformasi Sistem Pelayanan Roemer pada tahun 1993.12
Kesehatan di Indonesia Terkait dikotomi sistem kesehatan liberalisme
versus sosialisme, sesungguhnya di antara
Analisis Trade-Off dan Perbaikan Kebijakan Ke keduanya punya keunggulan dan kelemahannya
Depan masing-masing. Sistem sosialis sebenarnya meliputi
Meskipun ketiga tujuan normatif sistem spektrum yang luas yaitu sosialis murni, tax-based
pelayanan kesehatan, yaitu ekuiti, mutu, dan social health insurance, dan premium-based social
efisiensi, berada pada posisi “trade-off” (bersaing), health insurance. Sementara sistem liberalisme
namun pembuat kebijakan dalam konteks reformasi diwakili oleh Amerika Serikat yang menekankan pada
sistem pelayanan kesehatan harus tetap pasar (kompetisi bebas) pada sistem pelayanan
mengedepankan bahwa ketiganya harus dapat kesehatannya, sehingga terdapat multi insurers dan
dicapai secara optimal. Tentunya sulit bagi pengambil multi providers karena asuransi kesehatan bersifat
kebijakan untuk menggapai ketiga tujuan yang swasta (voluntary), maka banyak warga Amerika
besifat “trade-off”. Oleh karena itu, apabila kebijakan Serikat yang tidak terkover asuransi kesehatan.
yang dipilih menguntungkan tujuan normatif tertentu Namun belakangan, sistem ini telah dirombak oleh
dan meniadakan tujuan normatif yang lain, maka Presiden Obama melalui inisiatif “health reform”,
harus terdapat interv ensi pengoreksi untuk yang bergerak ke arah sosialisme (meningkatkan
mengurangi dampak negatif kebijakan tersebut. peran negara). Banyak kajian menunjukkan bahwa
Analisis pergerakan dan “trade-off” dalam sistem kesehatan sosialisme lebih unggul dibanding
reformasi sistem pelayananan kesehatan di liberalisme, khususnya dalam hal efisiensi dan

Tabel 1. Analisis Pergerakan dan “Trade off” dalam Reformasi Sistem Pelayanan Kesehatan di Indonesia
Analisis “trade off” Intervensi Untuk
Jenis Reformasi Isi (Content) Reformasi Pergerakan Reformasi Menaggulangi Efek
Ekuiti Mutu Efisiensi Negatif
Jaminan kesehatan Pemerintah mensubsidi pelayanan kesehatan Bergerak ke arah Ekuiti Mutu Efisiensi Pengendalian pada
bagi masyarakat bagi rakyat miskin untuk pelayanan kesehatan sosialisme (namun Naik Turun Tak Jelas manajemen mutu dan
miskin (Jamkesmas) dasar dan rujukan. Model ini merupakan sistem besarnya tetap () () (?) Utilization Review
intervensi sosialisme pada sistem liberalisme liberalisme)
Jaminan kesehatan Model pertama, pemerintah lokal (provinsi atau Bergerak ke arah Ekuiti Mutu turun Efisiensi Pengendalian pada
daerah (bisa lokal kabupaten/kota) mensubsidi pelayanan sosialisme tapi bersifat Naik () Tak jelas manajemen mutu dan
provinsi atau lokal kesehatan dasar bagi masyarakat di wilayah lokal. () (?) Utilization Review
kabupaten/kota) kerjanya dengan biaya APBD.
Model kedua, pemerintah lokal menerapkan Bergerak ke arah Ekuiti Mutu Efisiensi Pengendalian pada
pendekatan asuransi wajib (dengan premi) bagi sosialisme dan bersifat Naik Naik Naik manajemen mutu dan
anggota masyarakatnya melalui pihak ketiga lokal () () () Utilization Review
(Bapel)
Pelayanan kesehatan Penerapan pelayanan kesehatan dasar Bergerak ke arah Ekuiti Mutu turun Efisiensi Pengendalian pada
dasar gratis (Puskesmas) secara gratis, artinya biaya sosialisme dan bersifat Naik () Tak jelas manajemen mutu dan
(Puskesmas dan pelayanan kesehatan dasar ditanggung oleh lokal () (?) Utilization Review
jaringannya) pemerinah kabupaten/kota.
Otonomi rumah sakit Rumah sakit BLU adalah rumah sakit pemerintah Bergerak ke arah Ekuiti Mutu Efisiensi Subsidi pada sisi
pemerintah (status yang diberi kebebasan untuk mengelola liberalisme (privatisasi) Turun Naik turun permintaan (orang
BLU) pendapatan fungsional rumah sakit secara () () () miskin)
langsung.
Otonomi Puskesmas Identik dengan rumah sakit BLU, Puskesmas Bergerak ke arah Ekuiti Mutu Efisiensi Subsidi pada sisi
(Puskesmas swakelola adalah Puskesmas yang diberi liberalisme (privatisasi) Turun Naik turun permintaan (orang
swakelola) kebebasan untuk mengelola pendapatan () () () miskin)
fungsionalnya secara langsung

66  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 2 Juni 2010


Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan

ekuiti, namun biasanya agak tertinggal dalam hal out-of-pocket (71%), Askes/Jamsostek (15,6%),
mutu. Laporan tahunan W HO tahun 2000, Jamkesmas (14,3%), Dana Sehat (2,9%), lain-lain
menunjukkan bahwa Jepang dan Kanada misalnya 6,6%. 13 Bila kita melihat komposisi sumber
mempunyai umur harapan hidup lebih baik dibanding pembiayaan dalam pelayanan kesehatan di
Amerika Serikat walaupun biaya kesehatan per Indonesia, maka dapat disimpulkan bahwa sistem
kapitanya lebih rendah dibanding Amerika Serikat.5 pelayanan kesehatan Indonesia secara makro
Model sosialis murni adalah sistem kesehatan adalah menganut sistem liberal karena bersifat
bahwa pembiayaan dan paket pelayanan multiinsurers dan multi-providers. Namun, di dalam
dikendalikan dan ditentukan oleh negara. Model ini “keliberalan” tersebut, sejak reformasi tahun 2001
adalah tipikal pada negara komunis, Kuba misalnya. terjadilah reformasi yang bersifat “parsial” dan
Model seperti ini tentunya lebih hemat (efisien) dan “scattered”, sebagian menuju sosialisme dan
sudah pasti akan menjamin ekuiti (semua warga sebagian lain menuju liberalisme (sebagaimana telah
negara diperlakukan sama). Namun model ini akan diulas di depan).
melemahkan tercapainya mutu, karena bersifat
birokratis dan meniadakan kompetisi antar Pemberi Agenda Reformasi Ke Depan
Pelayanan Kesehatan (PPK). Model tax-based Terkait dengan agenda reformasi sistem
social health insurance adalah model asuransi sosial pelayanan kesehatan Indonesia ke depan, maka
yang dibiayai oleh pajak umum. Pada model kedua penulis mengusulkan bahwa sistem pelayanan
ini, PPK bisa berasal dari institusi pemerintah atau kesehatan yang akan kita bangun ke depan adalah
swasta. Contoh negara yang menggunakan model sistem sosialisme, dengan mengambil model
ini adalah Inggris dan Australia. Model ini akan premium-based social health insurance. Hal ini
menjamin ekuiti dan efisiensi dengan mutu pelayanan adalah sejalan dengan UU No. 40/2004 tentang
yang masih baik, karena terdapat kompetisi antar Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam UU
PPK. Model ketiga, premium-based social health tersebut sistem pembiayaan kesehatan Indonesia
insurance adalah model asuransi sosial yang dibiayai adalah menganut asuransi sosial, artinya
oleh premi wajib. Pada model ketiga ini PPK juga kepesertaan asuransi kesehatan bersifat wajib
bisa berasal dari pemerintah atau swasta. Contoh sementara orang miskin preminya dibayar oleh
negara yang menggunakan model ketiga ini adalah negara. Sesuai dengan UU No. 40/2004 maka
Jerman misalnya. Dari ekuiti, efisiensi dan mutu, penyelenggara asuransi kesehatan sosial adalah
model ketiga ini hampir sama dengan model kedua. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).
Namun model ketiga ini lebih unggul dibanding model Untuk menuju kepada asuransi kesehatan sosial
kedua dalam hal kepastian pembiayaan karena pada yang bersifat nasional tentunya tidaklah mudah.
model tax based social health insurance Kalau kita melihat sejarah asuransi sosial di Jerman,
penganggaran harus berkompetisi dengan sektor lain insiatif itu diawali lebih dari seratus tahun yang lalu,
setiap tahunnya (berebut kue APBN), sedangkan yaitu pada tahun 1883 oleh kanselir Von Bismarck.
model premium-based social health insurance Pada tahun 1883 diawali dengan asuransi wajib bagi
anggarannya sudah terpisah (dari premi peserta). tenaga kerja perusahaan. Kemudian secara
Undang-Undang (UU) No. 40/2004 tentang Sistem inkremental, diperluaslah cakupan asuransi untuk
Jaminan Sosial Nasional sesungguhnya mengarah berbagai kelompok pekerja dengan sistem asuransi
pada model premium-based social health insurance. yang berbeda-beda (multi-insurers). Barulah sekitar
Pertanyaannya di manakah posisi sistem tahun 1970-an dilakukan simplifikasi dan integrasi
pelayanan kesehatan Indonesia di antara keempat dari multi-insurers tersebut dan akhirnya universal
model tersebut? Pada prinsipnya sistem pelayanan coverage dapat dicapai.14 Untuk melakukan reformasi
kesehatan di Indonesia terdiri dari dua sistem, yaitu pembiayaan kesehatan ke arah asuransi sosial, ada
bayar tunai (out-of-pocket) dan banyak sistem baiknya Indonesia mencontoh apa yang terjadi di
asuransi (multi insurers). Multi-insurers tersebut Jerman sebagai pelajaran.
terdiri dari Askes (asuransi pegawai negeri), Berdasarkan reformasi yang ada sebagaimana
Jamsostek (asuransi pekerja formal), Jamkesmas telah dibahas di depan maka untuk
(social security untuk gakin), dana sehat (community menyempurnakan dan memperbaiki reformasi yang
health insurance dengan paket sangat terbatas), sudah ada, perlu dipikirkan poin-poin perbaikan
asuransi swasta, dan model-model lain yang dibiayai kebijakan sebagai berikut. Pertama, perlu segera
oleh perusahaan. Data Riset Kesehatan Dasar diprogramkan jaminan asuransi untuk pekerja
(Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan sumber informal yang tidak termasuk kategori gakin
pembiayaan pelayanan kesehatan terdiri dari yaitu (Jamkesmas) dengan berbasis premi. Kedua,

Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 2 Juni 2010  67


Siswanto: Analisis Trade-off dalam Reformasi

program Jamkesda harus disinkronkan secara 2. Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ), Satu
vertikal dengan program Jamkesmas pusat. Ketiga, Inovasi Peningkatan Pelayanan Kesehatan di
untuk program Puskesmas gratis dalam arti Kabupaten Jembrana. Bulletin Desentralisasi
pembebasan retribusi perlu dipikirkan untuk diubah Kesehatan. Univ ersitas Gadjah Mada,
ke arah Jamkesda berbasis premi karena Yogyakarta, 2004.
Puskesmas gratis menyebabkan ketidakadilan dan 3. Noesgaard, et.al. Understanding of Ideologies.
penurunan moral karyawan. Keempat, pergerakan Oxford University Press, New York, 2009
otonomi intitusi pelayanan kesehatan pemerintah 4. Purwadianto, A. Kaidah Dasar Moral dan Teori
(rumah sakit BLU dan Puskesmas swakelola) harus Etika dalam Membingkai Tanggung Jawab
diimbangi dengan program yang memastikan bahwa Profesi Kedokteran (Tidak dipublikasikan).
orang miskin tetap punya akses terhadap pelayanan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
kesehatan (Askeskin). Kelima, pengembangan Jakarta, 2003.
jaminan kesehatan yang bersifat parsial dan 5. World Health Organization. Health System:
scattered ke depan tetap harus diarahkan pada Improv ing Perf ormance. W orld Health
universal coverage dengan model social health Organization, Geneva, 2000.
insurance sesuai dengan UU SJSN. 6. Boelen, C. Towards Unity for Health, Challenges
and Opportunities for Partnership in Health
KESIMPULAN DAN SARAN Development. World Health Organization,
Dari uraian dan pembahasan pada tulisan ini Geneva, 2000.
maka dapat disimpulkan hal-hal berikut: (i) implikasi 7. The World Bank Institute. Introduction to the
pelaksanaan paket UU otonomi daerah telah Concepts and Analytical Tools of Health Sector
menyebabkan reformasi sistem pelayanan kesehatan Reform and Sustainable Financing. The World
di Indonesia bersifat parsial dan scattered, (ii) Bank Institute, 1998.
sebagian reformasi sistem pelayanan kesehatan 8. Departemen Kesehatan RI. Pedo man
telah bergerak ke arah sosialisme, sebagian lainnya Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Masyarakat
bergerak ke arah liberalisme, berimplikasi “trade off” (Jamkesmas). Departemen Kesehatan RI,
antara ekuiti, mutu dan efisiensi, (iii) secara Jakarta, 2008.
keseluruhan (the whole) sistem pelayanan kesehatan 9. Sudaarsana, I.M. Jaminan Kesehatan Jembrana
Indonesia masih pada posisi liberalisme (sistem (JKJ), Satu Reformasi Kesehatan, 2006.
pasar), (iv) pilihan apakah ke arah sosialisme atau Diakses dari http://www.litbang.depkes.go.id/
liberalisme adalah menyangkut keuntungan dan download/seminar/desentralisasi6-80606/
kerugian yang bersifat “trade-off”, sehingga yang MakalahMade.pdf
penting adalah interv ensi terhadap dampak 10. Rukmini, Siswanto dan Sarwanto. Hubungan
negatifnya. Otonomi Puskesmas dengan Motiv asi
Dari apa yang disimpulkan ini, maka secara Karyawan dan Mutu Pelayanan, Laporan
umum untuk menata reformasi sistem pelayanan Penelitian (Tidak Dipublikasikan). Puslitbang
kesehatan di Indonesia ke depan rekomendasinya Sistem dan Kebijakan Kesehatan, Surabaya,
adalah ditetapkannya dahulu tujuan akhir (end goal) 2009.
reformasi sistem pelayanan kesehatan di Indonesia 11. Peraturan Pemerintah No 23 tahun 2005 tentang
oleh semua pemangku kepentingan, apakah ke arah Pengelolaan Badan Layanan Umum.
liberalisme (pasar) atau sosial health insurance, Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta, 2009.
barulah disusun “road map” yang jelas dengan 12. Roemer, M.I. National Health Systems of the
melakukan langkah kecil-kecil (inkremental) yang World. Oxford University Press, London, 1993.
fisibel untuk menuju tujuan akhir. 13. Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan. Laporan Nasional Riset Kesehatan
KEPUSTAKAAN Dasar 2007. Badan Penelitian dan
1. Siswanto, Sopacua, E. Community Pengembangan Kesehatan, Jakarta, 2008.
Empowerment Through Inter-Sectoral Action, A 14. Bärninghausen and Sauerborn. One Hundred
Case Study of Gerbangmas in Lumajang Eighteen Years of the German Health Insurance
District, Jurnal Manajemen Pelayanan System. Social Science and Medicine.
Kesehatan, 2009;12(01) Maret:24-32. Pergamon, 2002.

68  Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, Vol. 13, No. 2 Juni 2010

You might also like