You are on page 1of 19

Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ...

625

Pengembangan Model Partisipasi Masyarakat


dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Desa
di Kabupaten Banyumas1
Kadar Pamuji, Abdul Aziz Nasihuddin, Riris Ardhanariswari,
Supriyanto, dan Sukirman
Fakultas Hukum Unsoed- Purwokerto
Jln. Prof. Dr. HR. Boejamin 708 - Purwokerto
kadarpamuji@yahoo.co.id; aziz_lingk@yahoo.com; ririsardhana@gmail.com;
sukirman.hukum@gmail.com

Received: 7 Juli 2017; Accepted: 14 Februari 2018; Published: 5 Juni 2018


DOI: 10.20885/iustum.vol24.iss4.art6

Abstract
The enactment of Law Number 6 of 2014 on the Village has provided opportunities for the development
of democratic village autonomy. This study focused on two issues, first how is the implementation of
village community participation in the implementation of village governance?, second how is the
implication of the implementation of Law Number 6 of 2014 on Village on the development of model for
community participation in the implementation of village government? This was an empirical legal study
which was conducted in three sub-districts namely Sumpiuh, Banyumas and Gumelar sub-districts. The
findings showed that first, community participation is manifested in the form of direct interaction through
rembug desa at RT (neighborhood) level, or through representation such as BPD, PKK.
Second, community participation leads to representation, so that it is necessary to improve the quality
of human resources of community institutions in the village.

Keywords: Development; model; participation; village governance


Abstrak
Diundangkannya UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa memberi peluang bagi pengembangan otonomi
desa yang demokratis. Penelitian ini mengangkat dua permasalahan, yakni pertama bagaimana
pelaksanaan partisipasi masyarakat desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa?, kedua
bagaimanakah implikasi pelaksanaan Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa terhadap
pengembangan model partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa? Metode
penelitian yuridis empiris. Penelitian dilakukan di tiga kecamatan yaitu Kecamatan Sumpiuh, Banyumas
dan Gumelar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, partisipasi masyarakat diwujudkan dalam
bentuk interaksi langsung melalui rembug desa di tingkat RT, maupun melalui unsur keterwakilan
seperti BPD, PKK. Kedua, partisipasi masyarakat mengarah pada bentuk keterwakilan, maka
disarankan untuk dilakukan peningkatan kualitas SDM lembaga kemasyarakatan di desa.

Kata-kata Kunci : Pengembangan; model; partisipasi; pemerintahan desa

1Artikel ini merupakan hasil penelitian dari Riset Institusional Dana BLU Unsoed dengan SK Ketua LPPM

Unsoed Purwokerto Nomor : 2154/UN23.14/PN.01.00/2016 tentang Pelaksana Riset Institusi Unsoed Anggaran
Tahun 2016.
626 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

Pendahuluan
Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi,
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.2
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Pada 15 Januari 2014, Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-Undang tentang Desa tersebut dibuat untuk
menggantikan Peraturan Perundang-Undangan terkait dengan desa yang sudah
ada sebelumnya. Pasal 23 UU No. 6 Tahun 2014 memberikan penegasan, bahwa
Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa, yang dimaksud
pemerintah desa, menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No. 6 Tahun 2014, adalah
Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Peluang bagi pengembangan otonomi desa yang demokratis tampak terbuka
lebar dimana masyarakat berhak memperoleh informasi, melakukan pemantauan
serta melaporkan semua aktivitas yang dinilai kurang transparan kepada
pemerintah desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Sehubungan dengan
itu keberadaan dan kepedulian masyarakat desa dalam mengurus rumah
tangganya sendiri menjadi perhatian utama bagi seluruh penyelenggara
pemerintahan desa. Prinsip pembangunan yang berpusat pada rakyat menegaskan
masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan diharapkan menumbuhkan pertisipasi
masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.3
Hal yang senada dikemukakan oleh Dea Deviyanti bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan, partisipasi masyarakat sangat diharapkan dalam setiap tahapan
pembangunan yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap

2 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 1 butir 1 memberikan pengertian Desa adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3 Fathurrahman Fadil, “Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Di

Kelurahan Kotabaru Tengah”, Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Vol. II Edisi 2, Juli-Desember 2013,
Program Magister Ilmu Pemerintahan Fisip, Unlam, hlm. 253.
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 627

pemanfaatan dan tahap evaluasi. Melalui pembangunan yang berbasis partisipasi


masyarakat ini akan dapat dilaksanakan pembangunan daerah yang benar-benar
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.4
Permasalahan justru muncul seiring dengan adanya perubahan pengaturan
tata pemerintahan desa, dengan kata lain perubahan terhadap tata pemerintahan
desa dapat berdampak pada perubahan pola sikap masyarakat maupun perubahan
fungsi kelembagaan masyarakat. Satu hal yang tidak dikehendaki adalah
munculnya sikap apatis dan ketidakpedulian masyarakat terhadap
penyelenggaraan pemerintahan desa.
Sebagaimana dikemukakan oleh Muhammad Faisal Asariansyah bahwa dari
tahun ke tahun, proses pembangunan yang dilakukan pemerintah ternyata juga
semakin dikritisi oleh masyarakat, dan dampaknya, tumbuh bias-bias negatif dari
masyarakat terhadap proses pembangunan yang sedang atau akan dilakukan.
Sekurang-kurangnya, ternyata masyarakat ada yang tidak peduli dengan proses
pembangunan yang sedang dan akan dilakukan. Ini jelas menunjukkan adanya
sebuah gejala kurangnya partisipasi masyarakat terhadap agenda pembangunan.5
Amanat untuk pengembangan partisipasi masyarakat desa tertuang di dalam
Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia 1945, salah satunya yaitu mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi
masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan aset desa guna kesejahteraan
bersama.
Materi muatan Undang-Undang Desa 2014 memuat banyak kesempatan bagi
masyarakat untuk berpartisipasi di dalam penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa. Pasal 3 secara tegas menyebutkan bahwa pengaturan desa
salah satunya berasaskan pada asas partisipasi yaitu turut berperan aktif dalam
suatu kegiatan, kemudian di dalam Pasal 4 huruf d mencantumkan bahwa

4 Dea Deviyanti, “Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Kelurahan Karang Jati

Kecamatan Balikpapan Tengah”, e-Journal Administrasi Negara, 2013, 1 (2): 380-394 ISSN 0000-0000, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, hlm. 381 http://www.ejournal.an.fisip-unmul.ac.id, diakses
tanggal 23 Februari 2017.
5 Muhammad Faisal Asariansyah dkk, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerataan Pembangunan

Infrastruktur Jalan (Studi Kasus Di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP),
Vol.1, No. 6, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang, 2013, hlm. 1141.
628 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

pengaturan tentang desa bertujuan mendorong prakarsa, gerakan, dan partisipasi


masyarakat desa untuk pengembangan potensi dan Aset Desa guna kesejahteraan
bersama, bahkan di dalam Pasal 68 ayat (2) huruf e bahwa masyarakat wajib
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan di desa.
Pasal 82 ayat (5) UU Desa menyebutkan bahwa dalam rangka pengawasan
pelaksanaan pembangunan desa, maka masyarakat desa berpartisipasi dalam
Musyawarah Desa untuk menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.
Musyawarah desa merupakan instrumen yang sangat penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di desa. Baik UU desa maupun
peraturan pelaksanannya mencantumkan bahwa roda penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan desa diawali dengan musyawarah desa.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketengahkan beberapa
permasalahan, Pertama, bagaimakah pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa? Kedua, bagaimanakah implikasi pelaksanaan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa terhadap pengembangan model
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa?

Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi isu
permasalahan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
desa yang sudah ada berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 serta implikasinya
terhadap model dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014.

Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif terkait keyakinan peneliti sesuai pengalaman
penelitian dan sifat permasalahan. Alasan penggunaan kualitatif karena memiliki
kelebihan dalam mengkonstruksikan realitas sosial, makna budaya, mempunyai
fokus pada proses interaktif maupun peristiwa.6

6 Lawrence Newman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approachs, Allyn and Bacon, Boston,
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 629

Lokasi penelitian di Kabupaten Banyumas dengan sasaran penelitian di 3


kecamatan yaitu Kecamatan Sumpiuh, Kecamatan Banyumas dan Kecamatan
Gumelar. Dipilihnya ketiga kecamatan tersebut dengan pertimbangan lokasi
kecamatan yaitu Kecamatan Sumpiuh sebagai kecamatan disebelah timur wilayah
Kabupaten Banyumas, Kecamatan Banyumas sebagai kecamatan yang berada
dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten dan Kecamatan Gumelar sebagai
wilayah kecamatan yang berada di sebelah barat wilayah Kabupaten Banyumas.
Dari ketiga kecamatan tersebut, masing-masing kecamatan dipilih 3desa sebagai
sasaran penelitian.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan
metode wawancara dan Focus Group Discussion (FGD) yaitu teknik pengumpulan
data yang digunakan untuk meminta tanggapan/permasalahan kelompok. Studi
dokumentasi, yaitu teknik merekam peristiwa dari kebijakan yang relevan, dan
peraturan perundang-undangan terkait.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.
Analisis kualitatif berkaitan dengan data berupa kata atau kalimat yang dihasilkan
dari objek penelitian serta berkaitan dengan kejadian yang melingkupi sebuah
objek penelitian. Menurut Bogdan dan Biglen analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat olah, mensintesiskan, mencari dan
menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan
memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.7
Pengolahan dan analisis data dilakukan pada saat pengumpulan data secara
berkelanjutan. Diawali dengan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi,
dilanjutkan dengan langkah abstraksi teoritis terhadap informasi dan fakta, yang
menghasilkan pernyataan-pernyataan yang mendasar. Data yang diperoleh dari
hasil penelitian disajikan dalam bentuk teks naratif dan disusun secara sistematis
sebagai kesatuan yang utuh.

1994, hlm. 14.


7 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2009, hlm. 248.
630 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Pelaksanaan Partisipasi Masyarakat


Kebijakan pembangunan partisipasi masyarakat secara umum ditujukan
untuk meningkatkan kesadaraan masyarakat akan pentingnya dukungan
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan. Langkah pemberdayaan
masyarakat bertujuan untuk menggali, mengembangkan dan mengelola sumber
daya yang dimiliki desa.
Hasil penelitian di Kecamatan Sumpiuh menunjukan bahwa kebijakan
peningkatan partisipasi masyarakat dalam berswadaya pembangunan, adalah
untuk meningkatkan kesadaraan masyarakat akan pentingnya dukungan
masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan khususnya adalah swadaya
masyarakat. Memberdayakan seluruh lapisan masyarakat untuk menggali,
mengembangkan dan mengelola sumber daya yang dimiliki Desa, adalah
pembangunan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi terhadap persamaan
gender.
Partisipasi masyarakat dalam berswadaya pembangunan, adalah untuk
meningkatkan kesadaraan masyarakat akan pentingnya dukungan masyarakat.
Swadaya masyarakat menjadi bentuk partisipasi dan keterlibatan masyarakat
dalam pembangunan desa. Setiap elemen masyarakat sudah memiliki wakil-wakil
sendiri secara kelembagaan, seperti unsur atau elemen wanita terwakili dalam
dasawisma, elemen pemuda terwakili dalam karangtaruna, jadi, ketika ada
musyawarah desa maka melalui kelembagan perwakilan-perwakilan inilah akan
merumuskan hasil-hasil untuk desanya.
Koordinasi yang baik selama ini antara Pemerintah Desa dengan BPD
berdampak positif pada partisipasi masyarakat dalam hubungannaya dengan
acara-acara yang diadakan oleh desa, baik dalam pembangunan fisik maupun yang
lainnya. Partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat dapat langsung disalurkan
kepadan BPD dan selanjutnya dari BPD akan dirapatkan dengan pemerintah Desa,
akan tetapi pemerintah desa juga tidak menutup kemungkinan aspirasi dari
masyarakat langsung ke pemerintah desa, selanjutnya akan dirembuk bersama
dengan BPD. Masyarakat selalu dilibatkan dalam segala acara desa, setiap ada
bantuan untuk desa langsung dialokasikan kepada subjek-subjek dan objek yang
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 631

bersangkutan, mereka rembuk bersama. Masyarakat masih sangat patuh dengan


anjuran dan perintah dari kepala desa untuk perbaikan desa. Gotong royong masih
terjaga dan tetap lestari sama seperti sebelum adanya aturan khusus tentang desa,
yang menganggarkan desa mendapat dana sehingga masyarakat sulit diajak
partisipasi, nyatanya di desa ini gotong royong masih tertata rapi dan penokohan
tokoh sebagai panutan masih dianggap semangat penggeraknya.8
Badan Permusyawaratan Desa sebagai mitra pemerintah desa rata-rata
berjumlah 9 orang. Anggota BPD rata-rata lulusan SLTA dan kebanyakan adalah
mereka yang ditokohkan dalam masyarakat sehingga pengaruh ke warga dalam
menjalin aspirasi dan mengembangkan serta memberdayakan masyarakat lebih
efektif. BPD dalam menjalankan fungsi aspirasi masyarakat biasanya dilakukan
dalam agenda-agenda rutin pertemuan RT/RW. Di desa masih terdapat budaya
selapanan yaitu pertemuan rutin masyarakat yang dilakukan dalam kurun waktu
40 hari sekali. Dalam pertemuan-pertemuan seperti inilah aspirasi dari masyarakat
bisa diangkat disalurkan lewat RT/RW ke BPD dan dari BPD akan dirembuk
bersama pemerintah Desa. Masyarakat masih antusias, partisipasinya masih bagus
baik dalam bentuk tenaga maupun dalam bentuk uang, masyarakat sangat
menyambut baik setiap program pemerintah Desa. Pemerintah Desa pun dalam
menjalankan pemerintahannya mengedepankan wujud pelayanan langsung ke
masyarakat. Masyarakat diajak aktif bersama untuk membangun desa, karena jika
hanya mengandalkan uang dari pusat dengan proses pencairannya yang lama,
maka pembangunan tidak bisa berjalan efektif. Sehingga partisipasi masyarakat
masih sangat dibutuhkan di sini.
Bentuk partisipasi lain yang ada di desa yaitu dari masyarakat
menyampaikannya di forum rapat RT setelah itu ketua RT bersama ketua RW
membawa ke forum desa bersama BPD. Partisipasi masyarakat masih berjalan
baik, namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa untuk wilayah desa tertentu
khususnya wilayah desa yang berdekatan dengan wilayah kota, grubyug warga atau
yang sering disebut dengan kerja bakti atau gotong royong yang selama ini

8 Informasi dari hasil wawancara dengan Abdul Qudus, Camat Sumpih, Kabupaten Banyumas, pada Rabu,

tanggal 11 Mei 2016 jam 10.00 bertempat di Kantor Kecamatan Sumpiuh.


632 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

dilakukan, sudah mulai terkikis. Dalam banyak hal warga lebih banyak
mengandalkan dana dari desa, bahkan untuk pembuatan infrastruktur desa seperti
pembuatan jalan setapak atau pavingisasi jalan setapak, masyarakat tidak
membantu kecuali ketika diberi upah dari proyek pengadaan infrastruktur desa
tersebut.
Hasil penelitian di Kecamatan Banyumas yang merupakan kecamatan paling
dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten menunjukan bahwa di wilayah ini
bentuk partisipasi masyarakat dalam pemerintah sangat terlihat dengan adanya
perwakilan dari setiap elemen masyarakat, seperti elemen perempuan yang
diwakili PKK, unsur petani yang diwakili Kelompok Tani, dan sebagainya. Dari
model di atas tergambar bahwa penyerapan aspirasi masyarakat melalui
perwakilan, begitupun partisipasi masyarakat dalam pemerintahan diwakili oleh
kelompok-kelompok perwakilan tersebut.
Kecamatan Banyumas sebagai wilayah yang paling dekat dengan pusat
pemerintahan kabupaten partisipasi masyakat masih terpelihara, baik terhadap
program pembangunan yang direncanakan pemerintah, pemerintah kabupaten
maupun pemerintah desa. Masyarakat masih giat bergotong royong saling
membantu tanpa dibayar untuk menyelesaikan program pembangunan. Dalam
menyalurkan aspirasi masyarakat dapat melalui RT, RW, BDP atau dapat juga
langsung ke pemerintah Desa. Di sini terlihat adanya partisipasi aktif dari warga
terhadap pembangunan dan disamping itu terdapat lembaga perwakilan yang
mewadahi masyarakat dalam penyampaian aspirasi warga terhadap program
pembangunan dan pemerintahan serta pemberdayaan masyarakat seperti BPD,
RT, RW dan lain-lain. Program-program pembangunan yang ada di desa sangat
menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat. Dalam program pembangunan
inilah efektifitas keterlibatan masyarakat berpartisipasi dalam program-program
desa.9

9 Informasi dari hasil wawancara dengan Ahmad Suryanto, Camat Banyumas, Kabupaten Banyumas, pada
hari Selasa, tanggal 17 Mei 2016 jam 10.00 bertempat di Kantor Kecamatan Banyumas.
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 633

Sebagian besar penduduk Desa di wilayah Kecamatan Banyumas merupakan


penduduk asli Desa yang mempunyai rasa kekerabatan dan kekeluargaan yang
masih tinggi. Dalam masyarakat kegiatan gotong royong seperti sambatan, kerja
bakti lingkungan, hajatan, termasuk dalam kegiatan program pembangunan
infrastruktur Desa.
Wilayah Kecamatan Gumelar adalah wilayah kecamatan di sisi barat
kabupaten Banyumas yang berada di atas ketinggian batu kapur sehinga struktur
tanahnya rata-rata tandus. Hasil penelitian di wilayah Kecamatan Gumelar
diperoleh informasi bahwa partisipasi masyarakat masih terpelihara dengan baik.
Masyarakat masih antusias ketika dilibatkan dalam pembangunan seperti dalam
bentuk tenaga dan makanan.
Alur penyerapan partisipasi masyarakat dimulai dengan musyawarah
dusun, yang tujuannya adalah menggali masalah dan potensi yang berkaitan
dengan hak dasar yang ada di tingkat dusun. Yang terlibat dalam musyawarah
adalah Ketua RW yang mewakili RT, unsur profesi, unsur perempuan, unsur
lembaga, unsur pemerintah, dan Perwakilan BPD. Dari hasil Musyawarah
kemudian dilakukan lokakarya desa yang tujuannya adalah mengelompokkan,
menggabungkan, dan memverifikasi masalah dan potensi hasil penjaringan
ditingkat dusun serta mempelajari sketsa desa, kalender musim dan
kelembagaannya. Yang dilibatkan disini seperti delegasi dusun, unsur profesi,
perwakilan perempuan, unsur lembaga desa, pemerintah dan perwakilan BPD.
Terkait dengan peraturan Pusat, masih sedikit kebingungan dengan adanya tarik
ulur aturan yang dibuat oleh kementrian Desa, dengan peraturan yang dikeluarkan
oleh kementrian Dalam Negeri. Sampai saat ini belum terkesan ada penurunan
tingkat gotong royong dan partisipasi dari masyarakat setelah aturan baru terkait
Desa ditetapkan.10
Secara umum area partisipasi masyarakat di Kecamatan Gumelar
diwujudkan dalam bentuk Musyawarah Dusun yang tujuan menggali masalah dan
potensi yang berkaitan dengan hak dasar yang ada di tingkat dusun, yang terlibat

10 Informasi dari hasil wawancara dengan Suparwoko, PJ. Camat Gumelar, Kabupaten Banyumas, pada

hari Rabu, tanggal 25 Mei 2016 jam 10.00 bertempat di Kantor Kecamatan Gumelar.
634 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

disini diantaranya Perwakilan RT, Unsur Profesi, Unsur orang Miskin, Unsur
Perempuan, Unsur lembaga, Unsur pemerintah, dan perwakilan BPD, kemudian
Lokakarya Desa yang tujuannya adalah mengelompokan, menggabungkan, dan
memferifikasi masalah dan potensi hasil penjaringan ditingkat dusun serta
mempelajari sketsa dasa, kalender musim dan kelembagaannya, yang dilibatkan
disini seperti Delegasi dusun, unsur profesi, orang miskin, perempuan, lembaga,
pemerintah dan perwakilan BPD, kemudian musyawarah rencana pembangunan
desa (Musrenbangdes) sebagai sarana untuk merencanakan pembangunan desa.

Implikasi Pengembangan Model Partisipasi Masyarakat


Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul
dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan
berada di daerah Kabupaten. Desa merupakan institusi yang otonom dengan
tradisi, adat istiadat dengan hukum sendiri serta relatif mandiri, otonomi desa
merupakan otonomi yang asli, bulat dan utuh serta bukan merupakan pemberian
dari pemerintah. Sebaliknya pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli
yang dimiliki oleh desa tersebut.11 Desa diberikan otonomi untuk mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal-usul, adat istiadat, dan
nilai sosial budaya masyarakat desa, serta menetapkan dan mengelola
kelembagaan desa. Tentunya untuk menjalankan kesemuanya itu maka
pemerintah desa perlu mendapatkan dukungan dana.12 Menurut Y Zakaria,
sejatinya desa adalah negara kecil, karena sebagai masyarakat hukum, desa
memiliki semua perangkat suatu negara, seperti: wilayah, warga, aturan dan
pemerintahan.13
Dari hasil penelitian di lokasi penelitian dapat dikatakan bahwa meski
komunikasi internal antara Pemerintah Desa, BPD dan unsur lembaga
kemasyarakatan berjalan dengan baik, akan tetapi masih terdapat catatan yaitu

11 HAW Widjaja, Otonomi Desa : Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2008, hlm.165.


12 Nyimas Latifah Letty Aziz, “Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa”, e-Jurnal Penelitian Politik, LIPI,

Vol 13, No 2, Tahun 2016, hlm 193. http://ejournal.lipi.go.id Diakses Tanggal 21 Mei 2017.
13 Y Zakaria, Pemulihan Kehidupan Desa dan UU No 22 Tahun 1999, Dalam Desentralisasi, Globalisasi, dan

Demokrasi Lokal, LP3S, Jakarta, 2005, hlm. 332.


Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 635

masih belum terciptanya suatu penyelenggaraan pelayanan publik dan tata


pemerintahan yang baik. Sejatinya unsur penyelenggara pemerintahan desa,
dalam hal ini Pemerintah Desa dan BPD harus memperhatikan kualitas pelayanan
kepada masyarakat. Sebagaimana dikatakan oleh Yusnani Hasjimzum, bahwa
masyarakat memandang pelayanan publik merupakan hak masyarakat sebagai
sarana pemenuhan kebutuhan mendasar masyarakat untuk mencapai
kesejahteraan sosial.14 Untuk kelembagaan yang ada dalam masyarakat sebagaian
masih didominasi oleh orang-orang tertentu yang dalam kesehariannya memang
aktif di masyarakat desa, seperti tokoh pemuda, tokoh masyarakat, tokoh agama
sehingga dalam implementasinya terkadang masih kurang ada koordinasi dengan
anggota lain.
Kendala lain yang dihadapi adalah terkait dengan kemampuan SDM
pelaksana seperti perangkat desa, BPD maupun unsur lembaga kemasyarakatan
yang masih relatif rendah. Khusus untuk anggota BPD posisinya menjadi dilematis
karena disatu sisi anggota BPD dituntut untuk paham akan perkembangan
kebijakan pemerintah akan tetapi dilain pihak untuk menjadi anggota BPD tidak
dipersyaratkan dengan kualifikasi tertentu bahkan mekanisme perekrutannya juga
melalui mekanisme yang sederhana. Untuk lembaga/unsur kemasyarakatan
seperti PKK, Karang Taruna, tokoh masyarakat, tokoh agama pada kenyataannya
yang dilibatkan adalah mereka-mereka yang tergolong sukarelawan, untuk itu
perlu dilakukan penataan semua kelembagaan di desa seperti BPD, PKK,
Posyandu, RT/RW, termasuk pemerintah desa. Penataan kelembagaan desa ini
menjadi penting mengingat kebijakan UU Desa terkait dengan pelaksanaan
musyawarah desa sebagai awal kebijakan desa lebih mengarahkan untuk adanya
partisipasi unsur kemasyarakatan atau lembaga kemasyarakatan di desa aatau
partisipasi atas dasar keterwakilan.
Penegasan bentuk partisipasi yang mengarah kepada bentuk keterwakilan
ditegaskan di dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,

14 Yusnani Hasjimzum, “Model Demokrasi Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (Studi Otonomi

Daerah Dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Reformasi)”, Jurnal Dinamika Hukum Fak. Hukum
Universitas Lampung, Vol.14, No. 13 Edisi September 2014, hlm. 448.
636 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

Dan Transmigrasi (Permendes) No. 2 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Tertib
Pengambilan Keputusan musyawarah desa dalam Pasal 22 disebutkan bahwa :
(1) Panitia Musyawarah Desa mempersiapkan undangan peserta
Musyawarah Desa secara resmi dan secara tidak resmi.
(2) Undangan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada
unsur masyarakat secara perseorangan dan/atau kelompok masyarakat
dengan dibubuhi tanda tangan Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa
selaku ketua panitia Musyawarah Desa.
(3) Undangan tidak resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan
secara terbuka melalui media komunikasi yang ada di Desa, seperti:
pengeras suara di masjid, papan mengumuman, pesan singkat melalui
telepon seluler, surat elektronik (e-mail), situs laman (website) Desa.
(4) Badan Permusyawaratan Desa menyampaikan undangan Musyawarah
Desa paling lambat 2 (dua) minggu terhitung sebelum hari dan tanggal
penyelenggaraan Musyawarah Desa.

Pasal 23 ayat (2) disebutkan bahwa warga desa yang mendapat informasi
undangan secara tidak resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan
berkehendak hadir sebagai peserta, yang bersangkutan harus mendaftarkan diri
kepada panitia Musyawarah Desa paling lambat 7 hari terhitung sebelum hari dan
tanggal penyelenggaraan Musyawarah Desa.
Ketentuan tersebut, menunjukan bahwa secara normatif partisipasi dalam
pelaksanaan musyawarah desa lebih ditujukan kepada masyarakat dalam bentuk
keterwakilan atau biasa disebut dengan unsur masyarakat. Pelibatan masyarakat
secara invidu bersifat tidak resmi dengan disertai prosedur tambahan untuk dapat
ikut dalam musyawarah desa. Prosedur yang harus dilakukan oleh masyarakat
secara individu adalah dengan melakukan pendaftaran kepada panitia
musyawarah desa.
Pasal 1 angka 5 UU Desa 2014 mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan
“Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.” Musyawarah desa adalah musyawarah yang
diselenggarakan oleh BPD dengan melibatkan unsur Pemerintah Desa dan unsur
masyarakat. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 54 menyebutkan bahwa
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 637

“Musyawarah Desa merupakan forum pertemuan dari seluruh pemangku


kepentingan yang ada di Desa, termasuk masyarakatnya, dalam rangka
menggariskan hal yang dianggap penting dilakukan oleh Pemerintah Desa dan
juga menyangkut kebutuhan masyarakat Desa yang hasilnya menjadi pegangan
bagi perangkat Pemerintah Desa dan lembaga lain dalam pelaksanaan tugasnya”.
Yang dimaksud dengan “unsur masyarakat” antara lain adalah tokoh adat,
tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pendidikan, perwakilan kelompok tani,
kelompok nelayan, kelompok perajin, kelompok perempuan, dan kelompok
masyarakat miskin.
Kalimat penjelasan tersebut diatas terlihat secara tegas bahwa pelibatan
masyarakat yang dirumuskan secara normatif adalah pelibatan masyarakat dalam
bentuk keterwakilan artinya undang-undang tidak mengatur secara tegas adanya
partisipasi masyarakat secara individu. Ketidakjelasan konsep masyarakat
bersumber dari tidak adanya pengertian dasar yang dimaksud dengan masyarakat
baik di dalam UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa maupun di dalam Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Desa. Pada kedua aturan
dasar hanya menyebutkan istilah masyarakat desa, pemberdayaan masyarakat,
unsur masyarakat tanpa menjelaskan siapa yang dimaksud dengan masyarakat.
Ketidaktegasan konsep masyarakat dujumpai juga di dalam Peraturan
Menteri teknis tentang desa baik Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri)
maupun Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi
(Permendes). Permendagri yang terkait dengan partisipasi masyarakat adalah
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014
Tentang Pedoman Pembangunan Desa, sedangkan Permendes yang terkait dengan
partisipasi masyarakat desa adalah Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
Tertinggal, Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa.
Sejatinya pembangunan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan
pembangunan desa dalam banyak hal dapat mengakomodir kepentingan
masyarakat. Pelibatan masyarakat melalui unsur keterwakilan satu sisi
mempermudah BPD maupun Pemerintah Desa dalam melaksanakan musyawarah
638 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

desa maupun menampung aspirasi masyarakat, namun disi lain bukan tidak
mungkin figur yang hadir sebagai unsur masyarakat untuk mewakili masyarakat
tidak mampu menerjemahkan keinginan atau aspirasi masyarakat. Menurut
Karjuni Dt Maani bahwa penyelenggara pelayanan publik harus bertanggung
jawab dalam menjalankan wewenangnya dengan baik, karena publik (masyarakat)
memiliki hak untuk mengontrol dan meminta pertanggungjawaban aparat
pemerintah. Dalam kondisi seperti ini tentunya pihak pemerintah desa tidak akan
leluasa menggali partisipasi masyarakat.15
Secara ideal, partisipasi dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa bukan hanya merupakan hak, tetapi sudah merupakan suatu
wujud implementasi penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis.
Pembangunan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa akan
dapat mengakomodir kepentingan masyarakat yang terkadang masih terabaikan.
Terabaikannya kepentingan masyarakat tidak terlepas dari kebijakan pembangunan
desa yang selama ini sering bersifat top-down. Pemerintah Desa sebagai pelaksana
pembangunan di desa tinggal melaksanakan semua program pembangunan yang
secara teknis sudah diatur oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Prinsip partisipasi menuntut masyarakat harus diberdayakan, diberikan
kesempatan dan diikutsertakan untuk berperan dalam proses-proses birokrasi
mulai dari tahap perencanaan pelaksanaan dan pengawasan atau kebijakan publik.
Partisipasi masyarakat merupakan kontrol adanya kekuasaan yang berlebih agar
lebih efektif ditujukan sebesar-besarnya untuk masyarakat dalam konsep good
governance. Adanya ruang keterlibatan warga dan kerangka kelembagaan yang
sesuai dalam partisipasi turut mendorong pembangunan dan pemerataan.16
Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, perencanaan
pembentukan kebijakan, pemantauan dari hasil pembangunan dan keberlakuan
suatu kebijakan, adalah suatu hal yang mendorong suksesnya suatu pembangunan
yang efektif dan efisien.17

15 Karjuni Dt. Maani “Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam Pelayanan Publik” Jurnal Ilmiah Politik
Kenegaraan, Universitas Negeri Padang, Vol VIII, No. 1, Edisi Oktober 2009, hlm. 48.
16 Fathurrahman Fadil, Ibid., hlm. 255.
17 Tomy M Saragih, “Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Rencana Detail Tata

Ruang Dan Kawasan”, Jurnal Sasi Vol. 17 No. 3 Bulan Juli-September 2011, Unpati, hlm. 13.
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 639

Kebijakan terhadap penyelenggaraan pemerintah desa yang top-down


berdampak pada sikap Kepala Desa selalu tampil dominan, tidak ada upaya untuk
mengembangkan sebuah tata pemerintahan yang bersendikan pada transparansi,
akuntabilitas, daya tanggap, kepercayaan kebersamaan dan partisipasi. Kondisi
seperti ini dalam banyak hal akan memunculkan etos kerja pada perangkat Desa
yang kurang baik. Pemerintah Desa akan merasa tidak berkepentingan dengan
masyarakat dan bahkan tidak memerlukan partisipasi masyarakat, mereka
menganggap bahwa mereka sudah dipercaya dan diserahi mandat oleh
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, sehingga tidak perlu bekerja dengan
semangat partisipatif dan transparansi, atau harus mempertanggungjawabkan
tindakan dan kebijakannya dihadapan publik. Pada pihak lain masyarakat desa
tidak terlalu peduli dengan kinerja kepala desa sebagai pemegang kekuasaan desa,
sejauh Kepala Desa tidak mengganggu usaha ekonomi yang mereka lakukan.
Kurangnya ruang partisipasi dalam pembangunan dan penyelenggaraan
pemerintahan desa akan berimplikasi pada suatu sikap yang menganggap tidak
pentingnya prinsip akuntabilitas. Akuntabilitas publik sebenarnya merupakan isu
yang sangat penting bagi kehidupan demokrasi di desa, tetapi secara empiris,
akuntabilitas tidak terlalu diperhatikan oleh kepala desa. Intervensi pemerintah
terhadap penyelenggaraan pemerintahan desa dan ketergantungan desa terhadap
bantuan dari pusat maupun pemerintah daerah menjadikan kepala desa lebih
perhatian terhadap akuntabilitas administratif daripada akuntabilitas terhadap
masyarakat desa.
Transparansi adalah problem lain yang melengkapi kurangnya akuntabilitas
pemerintah desa, yang bisa dilihat dari sisi kebijakan, keuangan dan pelayanan
administratif. Kebijakan desa umumnya dirumuskan oleh elite desa, yang
dipersonifikasi dalam bentuk lembaga perwakilan. Masyarakat desa yang menjadi
obyek biasanya kurang mengetahui informasi kebijakan dari proses awal.
Pemerintah Desa sudah mengaku berbuat secara transparan ketika melakukan
sosialisasi kebijakan kepada warga masyarakat melalui lembaga kemasyarakatan
desa. Sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Desa sering berlangsung satu
640 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

arah dari pemerintah desa untuk memberi tahu (informasi) dan bukan untuk
meminta persetujuan maupun justifikasi dari warga.
Dalam penyelenggaraan pembangunan di desa masih terjadi adanya warga
yang tidak memperoleh informasi secara transparan bagaimana program
pembangunan disusun dan dikelola serta dilaksanakan. Masyarakat selama ini
hanya bisa melihat bahwa disekitar mereka ada pelaksanaan proyek pembangunan
fasilitas maupun prasarana umum bagai masyarakat seperti perbaikan jembatan,
jalan, saluran air tetapi tidak mengetahui berapa biayanya dan darimana sumber
biayanya. Desa tidak mempunyai pemahaman yang memadai tentang partisipasi.
Bagi kepala desa, partisipasi adalah bentuk dukungan masyarakat terhadap
kebijakan pembangunan pemerintah desa. Pemerintah Desa memobilisasi gotong
royong dan swadaya masyarakat (yang keduanya dimasukkan sebagai sumber
penerimaan APBDes) untuk mendukung pembangunan desa.
Partisipasi dalam pengertian pelibatan dalam suatu kegiatan adalah
merupakan suatu proses yang tidak gampang. Partisipasi sebagai salah satu ciri
pembangunan desa adalah partisipasi aktif dari masyarakat desa dalam proses
pembangunan tersebut. Partisipasi masyarakat memerlukan usaha pembinaan
yang terus menerus agar pembangunan desa mencapai sasaran yang diharapkan.
Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam
berpartisipasi mencakup beberapa hal seperti latar belakang pendidikan maupun
tingkat sosial masyarakat yang berbeda. Hal ini akan mempengaruhi tingkat
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Adanya
keengganan masyarakat untuk menegur juga berpengaruh terhadap partisipasi
masyarakat, kesibukan atau aktifitas pribadi masyarakat yang berbeda juga ikut
berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat.
Model alternatif yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatan partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan desa adalah dengan secara aktif melibatkan
masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengemukakan idea tau gagasannya (urun rembug), membuka akses maupun
kontrol terhadap seluruh proses kegiatan pemerintahan desa dan pembangunan
desa. Partisipasi yang dimaksud bukan sekedar formalitas untuk melengkapi
syarat bahwa itu harus ada, tetapi yang lebih dikedepankan adalah partisipasi
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 641

secara substansial. Pada akhirnya dengan partisipasi secara substansial ini akan
menjadikan masyarakat merasa memiliki terhadap desanya beserta seluruh
kegiatan pemerintahannya dan pembangunan desanya, yang nantinya akan
memberikan dampak terhadap kesejahteraan bagi masyarakatnya.

Penutup
Berdasarkan kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa pertama, mekanisme
pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
diawali dengan melakukan penyusunan perencanaan pembangunan yang
dilakukan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa yang
kemudian ditindaklanjuti di tingkat desa dan digunakan sebagai dasar untuk
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMdesa). Partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan diwujudkan dalam bentuk
interaksi langsung dengan program pemerintah desa atau melalui unsur
keterwakilan di desa.
Kedua, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lebih
mengedepankan model partisipasi melalui unsur keterwakilan. Hal ini akan
berimplikasi terhadap model penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMdes) dan bentuk partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih mengakomodir kehadiran masyarakat
melalui organisasi atau kelompok perwakilan. Kehadiran masyarakat secara
pribadi terkait dengan penyelenggaraan musyawarah desa diakomodir dengan
mengundang seseorang yang ditokohkan (tokoh agama, tokoh masyarakat).
Adapun hasil penelitian yang telah diuraikan di atas penulis dapat
memberikan sarana. Pelaksanaan partisipasi masyarakat yang sudah berjalan baik
perlu ditindaklanjuti dengan e-planning agar transparan sehingga meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa. Model keterwakilan adalah
model yang cukup baik asal dipilih melalui proses yang demokratis dan ke depan
perlu dipikirkan model perwakilan berjenjang di tingkat desa.
642 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643

Daftar Pustaka
Buku
Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
2009.
Newman, Lawrence, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approachs,
Boston: Allyn and Bacon, 1994.
Widjaja, HAW, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2008.
Zakaria, Y., Pemulihan Kehidupan Desa dan UU No 22 Tahun 1999, Dalam
Desentralisasi, Globalisasi, dan Demokrasi Lokal, LP3S, Jakarta, 2005.
Jurnal
Asariansyah, Muhammad Faisal, dkk., “Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerataan
Pembangunan Infrastruktur Jalan (Studi Kasus Di Kecamatan Lawang
Kabupaten Malang)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Jurusan
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,
Malang, 2013.
Aziz, Nyimas Latifah Letty, “Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa”,
http://ejournal.lipi.go.id, e-Jurnal Penelitian Politik, LIPI, Vol 13, No 2, Tahun
2016.
Deviyanti, Dea, “Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di
Kelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan Tengah”, e-Journal
Administrasi Negara, 2013, 1 (2): 380-394 ISSN 0000-0000, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarma. http://www.ejournal.an.fisip-
unmul.ac.id, diakses tanggal 23 Februari 2017.
Fadil, Fathurrahman, “Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Di Kelurahan Kotabaru Tengah”, Jurnal Ilmu Politik dan
Pemerintahan Lokal, Program Magister Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas
Lambung Mangkurat Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013.
Hasjimzum, Yusnani, “Model Demokrasi Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik (Studi Otonomi Daerah Dalam Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat Pasca Reformasi)”, Jurnal Dinamika Hukum Fak. Hukum
Universitas Lampung, Vol.14, No. 13 Edisi September 2014.
Maani, Karjuni Dt., “Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam Pelayanan Publik”
Jurnal Ilmiah Politik Kenegaraan, Universitas Negeri Padang, Vol VIII, No.1,
Edisi Oktober 2009.
Saragih, Tomy M., “Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan
Daerah Rencana Detail Tata Ruang Dan Kawasan”, Jurnal Sasi Vol. 17 No. 3
Bulan Juli-September 2011, Unpati.
Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 643

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, Lembaran Negara RI Tahun


2014 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5495.
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 123, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5539) sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2015 tentang Perubahan
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 157,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5717).
Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 2014
tentang Pedoman Pembangunan Desa, Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 2094.
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, Dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib
Dan Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa, Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015, Nomor 159

You might also like