Professional Documents
Culture Documents
625
Abstract
The enactment of Law Number 6 of 2014 on the Village has provided opportunities for the development
of democratic village autonomy. This study focused on two issues, first how is the implementation of
village community participation in the implementation of village governance?, second how is the
implication of the implementation of Law Number 6 of 2014 on Village on the development of model for
community participation in the implementation of village government? This was an empirical legal study
which was conducted in three sub-districts namely Sumpiuh, Banyumas and Gumelar sub-districts. The
findings showed that first, community participation is manifested in the form of direct interaction through
rembug desa at RT (neighborhood) level, or through representation such as BPD, PKK.
Second, community participation leads to representation, so that it is necessary to improve the quality
of human resources of community institutions in the village.
1Artikel ini merupakan hasil penelitian dari Riset Institusional Dana BLU Unsoed dengan SK Ketua LPPM
Unsoed Purwokerto Nomor : 2154/UN23.14/PN.01.00/2016 tentang Pelaksana Riset Institusi Unsoed Anggaran
Tahun 2016.
626 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643
Pendahuluan
Desa atau yang disebut dengan nama lain selanjutnya disebut desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi,
berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat.2
Landasan pemikiran dalam pengaturan mengenai desa adalah keanekaragaman,
partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Pada 15 Januari 2014, Pemerintah telah menetapkan Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2014 tentang Desa. Undang-Undang tentang Desa tersebut dibuat untuk
menggantikan Peraturan Perundang-Undangan terkait dengan desa yang sudah
ada sebelumnya. Pasal 23 UU No. 6 Tahun 2014 memberikan penegasan, bahwa
Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa, yang dimaksud
pemerintah desa, menurut ketentuan Pasal 1 angka 3 UU No. 6 Tahun 2014, adalah
Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai
unsur penyelenggara Pemerintahan Desa.
Peluang bagi pengembangan otonomi desa yang demokratis tampak terbuka
lebar dimana masyarakat berhak memperoleh informasi, melakukan pemantauan
serta melaporkan semua aktivitas yang dinilai kurang transparan kepada
pemerintah desa dan BPD (Badan Permusyawaratan Desa). Sehubungan dengan
itu keberadaan dan kepedulian masyarakat desa dalam mengurus rumah
tangganya sendiri menjadi perhatian utama bagi seluruh penyelenggara
pemerintahan desa. Prinsip pembangunan yang berpusat pada rakyat menegaskan
masyarakat harus menjadi pelaku utama dalam pembangunan. Pemberdayaan
masyarakat dalam pembangunan diharapkan menumbuhkan pertisipasi
masyarakat dalam melaksanakan pembangunan.3
Hal yang senada dikemukakan oleh Dea Deviyanti bahwa dalam pelaksanaan
pembangunan, partisipasi masyarakat sangat diharapkan dalam setiap tahapan
pembangunan yang dimulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap
2 Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa Pasal 1 butir 1 memberikan pengertian Desa adalah
kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak
tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3 Fathurrahman Fadil, “Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Di
Kelurahan Kotabaru Tengah”, Jurnal Ilmu Politik dan Pemerintahan Lokal, Vol. II Edisi 2, Juli-Desember 2013,
Program Magister Ilmu Pemerintahan Fisip, Unlam, hlm. 253.
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 627
4 Dea Deviyanti, “Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di Kelurahan Karang Jati
Kecamatan Balikpapan Tengah”, e-Journal Administrasi Negara, 2013, 1 (2): 380-394 ISSN 0000-0000, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman, hlm. 381 http://www.ejournal.an.fisip-unmul.ac.id, diakses
tanggal 23 Februari 2017.
5 Muhammad Faisal Asariansyah dkk, “Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerataan Pembangunan
Infrastruktur Jalan (Studi Kasus Di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP),
Vol.1, No. 6, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya, Malang, 2013, hlm. 1141.
628 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketengahkan beberapa
permasalahan, Pertama, bagaimakah pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan desa? Kedua, bagaimanakah implikasi pelaksanaan
Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa terhadap pengembangan model
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa?
Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi isu
permasalahan yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan
desa yang sudah ada berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 serta implikasinya
terhadap model dengan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan
pemerintahan desa berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empiris. Penelitian ini
menggunakan pendekatan kualitatif terkait keyakinan peneliti sesuai pengalaman
penelitian dan sifat permasalahan. Alasan penggunaan kualitatif karena memiliki
kelebihan dalam mengkonstruksikan realitas sosial, makna budaya, mempunyai
fokus pada proses interaktif maupun peristiwa.6
6 Lawrence Newman, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approachs, Allyn and Bacon, Boston,
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 629
8 Informasi dari hasil wawancara dengan Abdul Qudus, Camat Sumpih, Kabupaten Banyumas, pada Rabu,
dilakukan, sudah mulai terkikis. Dalam banyak hal warga lebih banyak
mengandalkan dana dari desa, bahkan untuk pembuatan infrastruktur desa seperti
pembuatan jalan setapak atau pavingisasi jalan setapak, masyarakat tidak
membantu kecuali ketika diberi upah dari proyek pengadaan infrastruktur desa
tersebut.
Hasil penelitian di Kecamatan Banyumas yang merupakan kecamatan paling
dekat dengan pusat pemerintahan kabupaten menunjukan bahwa di wilayah ini
bentuk partisipasi masyarakat dalam pemerintah sangat terlihat dengan adanya
perwakilan dari setiap elemen masyarakat, seperti elemen perempuan yang
diwakili PKK, unsur petani yang diwakili Kelompok Tani, dan sebagainya. Dari
model di atas tergambar bahwa penyerapan aspirasi masyarakat melalui
perwakilan, begitupun partisipasi masyarakat dalam pemerintahan diwakili oleh
kelompok-kelompok perwakilan tersebut.
Kecamatan Banyumas sebagai wilayah yang paling dekat dengan pusat
pemerintahan kabupaten partisipasi masyakat masih terpelihara, baik terhadap
program pembangunan yang direncanakan pemerintah, pemerintah kabupaten
maupun pemerintah desa. Masyarakat masih giat bergotong royong saling
membantu tanpa dibayar untuk menyelesaikan program pembangunan. Dalam
menyalurkan aspirasi masyarakat dapat melalui RT, RW, BDP atau dapat juga
langsung ke pemerintah Desa. Di sini terlihat adanya partisipasi aktif dari warga
terhadap pembangunan dan disamping itu terdapat lembaga perwakilan yang
mewadahi masyarakat dalam penyampaian aspirasi warga terhadap program
pembangunan dan pemerintahan serta pemberdayaan masyarakat seperti BPD,
RT, RW dan lain-lain. Program-program pembangunan yang ada di desa sangat
menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat. Dalam program pembangunan
inilah efektifitas keterlibatan masyarakat berpartisipasi dalam program-program
desa.9
9 Informasi dari hasil wawancara dengan Ahmad Suryanto, Camat Banyumas, Kabupaten Banyumas, pada
hari Selasa, tanggal 17 Mei 2016 jam 10.00 bertempat di Kantor Kecamatan Banyumas.
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 633
10 Informasi dari hasil wawancara dengan Suparwoko, PJ. Camat Gumelar, Kabupaten Banyumas, pada
hari Rabu, tanggal 25 Mei 2016 jam 10.00 bertempat di Kantor Kecamatan Gumelar.
634 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643
disini diantaranya Perwakilan RT, Unsur Profesi, Unsur orang Miskin, Unsur
Perempuan, Unsur lembaga, Unsur pemerintah, dan perwakilan BPD, kemudian
Lokakarya Desa yang tujuannya adalah mengelompokan, menggabungkan, dan
memferifikasi masalah dan potensi hasil penjaringan ditingkat dusun serta
mempelajari sketsa dasa, kalender musim dan kelembagaannya, yang dilibatkan
disini seperti Delegasi dusun, unsur profesi, orang miskin, perempuan, lembaga,
pemerintah dan perwakilan BPD, kemudian musyawarah rencana pembangunan
desa (Musrenbangdes) sebagai sarana untuk merencanakan pembangunan desa.
11 HAW Widjaja, Otonomi Desa : Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, Jakarta: PT Raja Grafindo
Vol 13, No 2, Tahun 2016, hlm 193. http://ejournal.lipi.go.id Diakses Tanggal 21 Mei 2017.
13 Y Zakaria, Pemulihan Kehidupan Desa dan UU No 22 Tahun 1999, Dalam Desentralisasi, Globalisasi, dan
14 Yusnani Hasjimzum, “Model Demokrasi Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik (Studi Otonomi
Daerah Dalam Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pasca Reformasi)”, Jurnal Dinamika Hukum Fak. Hukum
Universitas Lampung, Vol.14, No. 13 Edisi September 2014, hlm. 448.
636 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643
Dan Transmigrasi (Permendes) No. 2 Tahun 2015 tentang Pedoman dan Tata Tertib
Pengambilan Keputusan musyawarah desa dalam Pasal 22 disebutkan bahwa :
(1) Panitia Musyawarah Desa mempersiapkan undangan peserta
Musyawarah Desa secara resmi dan secara tidak resmi.
(2) Undangan resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada
unsur masyarakat secara perseorangan dan/atau kelompok masyarakat
dengan dibubuhi tanda tangan Sekretaris Badan Permusyawaratan Desa
selaku ketua panitia Musyawarah Desa.
(3) Undangan tidak resmi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan
secara terbuka melalui media komunikasi yang ada di Desa, seperti:
pengeras suara di masjid, papan mengumuman, pesan singkat melalui
telepon seluler, surat elektronik (e-mail), situs laman (website) Desa.
(4) Badan Permusyawaratan Desa menyampaikan undangan Musyawarah
Desa paling lambat 2 (dua) minggu terhitung sebelum hari dan tanggal
penyelenggaraan Musyawarah Desa.
Pasal 23 ayat (2) disebutkan bahwa warga desa yang mendapat informasi
undangan secara tidak resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) dan
berkehendak hadir sebagai peserta, yang bersangkutan harus mendaftarkan diri
kepada panitia Musyawarah Desa paling lambat 7 hari terhitung sebelum hari dan
tanggal penyelenggaraan Musyawarah Desa.
Ketentuan tersebut, menunjukan bahwa secara normatif partisipasi dalam
pelaksanaan musyawarah desa lebih ditujukan kepada masyarakat dalam bentuk
keterwakilan atau biasa disebut dengan unsur masyarakat. Pelibatan masyarakat
secara invidu bersifat tidak resmi dengan disertai prosedur tambahan untuk dapat
ikut dalam musyawarah desa. Prosedur yang harus dilakukan oleh masyarakat
secara individu adalah dengan melakukan pendaftaran kepada panitia
musyawarah desa.
Pasal 1 angka 5 UU Desa 2014 mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan
“Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah musyawarah
antara Badan Permusyawaratan Desa, Pemerintah Desa, dan unsur masyarakat
yang diselenggarakan oleh Badan Permusyawaratan Desa untuk menyepakati hal
yang bersifat strategis.” Musyawarah desa adalah musyawarah yang
diselenggarakan oleh BPD dengan melibatkan unsur Pemerintah Desa dan unsur
masyarakat. Selanjutnya dalam Penjelasan Pasal 54 menyebutkan bahwa
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 637
desa maupun menampung aspirasi masyarakat, namun disi lain bukan tidak
mungkin figur yang hadir sebagai unsur masyarakat untuk mewakili masyarakat
tidak mampu menerjemahkan keinginan atau aspirasi masyarakat. Menurut
Karjuni Dt Maani bahwa penyelenggara pelayanan publik harus bertanggung
jawab dalam menjalankan wewenangnya dengan baik, karena publik (masyarakat)
memiliki hak untuk mengontrol dan meminta pertanggungjawaban aparat
pemerintah. Dalam kondisi seperti ini tentunya pihak pemerintah desa tidak akan
leluasa menggali partisipasi masyarakat.15
Secara ideal, partisipasi dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan
pembangunan desa bukan hanya merupakan hak, tetapi sudah merupakan suatu
wujud implementasi penyelenggaraan pemerintahan yang demokratis.
Pembangunan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan desa akan
dapat mengakomodir kepentingan masyarakat yang terkadang masih terabaikan.
Terabaikannya kepentingan masyarakat tidak terlepas dari kebijakan pembangunan
desa yang selama ini sering bersifat top-down. Pemerintah Desa sebagai pelaksana
pembangunan di desa tinggal melaksanakan semua program pembangunan yang
secara teknis sudah diatur oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.
Prinsip partisipasi menuntut masyarakat harus diberdayakan, diberikan
kesempatan dan diikutsertakan untuk berperan dalam proses-proses birokrasi
mulai dari tahap perencanaan pelaksanaan dan pengawasan atau kebijakan publik.
Partisipasi masyarakat merupakan kontrol adanya kekuasaan yang berlebih agar
lebih efektif ditujukan sebesar-besarnya untuk masyarakat dalam konsep good
governance. Adanya ruang keterlibatan warga dan kerangka kelembagaan yang
sesuai dalam partisipasi turut mendorong pembangunan dan pemerataan.16
Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan, perencanaan
pembentukan kebijakan, pemantauan dari hasil pembangunan dan keberlakuan
suatu kebijakan, adalah suatu hal yang mendorong suksesnya suatu pembangunan
yang efektif dan efisien.17
15 Karjuni Dt. Maani “Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam Pelayanan Publik” Jurnal Ilmiah Politik
Kenegaraan, Universitas Negeri Padang, Vol VIII, No. 1, Edisi Oktober 2009, hlm. 48.
16 Fathurrahman Fadil, Ibid., hlm. 255.
17 Tomy M Saragih, “Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan Daerah Rencana Detail Tata
Ruang Dan Kawasan”, Jurnal Sasi Vol. 17 No. 3 Bulan Juli-September 2011, Unpati, hlm. 13.
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 639
arah dari pemerintah desa untuk memberi tahu (informasi) dan bukan untuk
meminta persetujuan maupun justifikasi dari warga.
Dalam penyelenggaraan pembangunan di desa masih terjadi adanya warga
yang tidak memperoleh informasi secara transparan bagaimana program
pembangunan disusun dan dikelola serta dilaksanakan. Masyarakat selama ini
hanya bisa melihat bahwa disekitar mereka ada pelaksanaan proyek pembangunan
fasilitas maupun prasarana umum bagai masyarakat seperti perbaikan jembatan,
jalan, saluran air tetapi tidak mengetahui berapa biayanya dan darimana sumber
biayanya. Desa tidak mempunyai pemahaman yang memadai tentang partisipasi.
Bagi kepala desa, partisipasi adalah bentuk dukungan masyarakat terhadap
kebijakan pembangunan pemerintah desa. Pemerintah Desa memobilisasi gotong
royong dan swadaya masyarakat (yang keduanya dimasukkan sebagai sumber
penerimaan APBDes) untuk mendukung pembangunan desa.
Partisipasi dalam pengertian pelibatan dalam suatu kegiatan adalah
merupakan suatu proses yang tidak gampang. Partisipasi sebagai salah satu ciri
pembangunan desa adalah partisipasi aktif dari masyarakat desa dalam proses
pembangunan tersebut. Partisipasi masyarakat memerlukan usaha pembinaan
yang terus menerus agar pembangunan desa mencapai sasaran yang diharapkan.
Secara umum permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dalam
berpartisipasi mencakup beberapa hal seperti latar belakang pendidikan maupun
tingkat sosial masyarakat yang berbeda. Hal ini akan mempengaruhi tingkat
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Adanya
keengganan masyarakat untuk menegur juga berpengaruh terhadap partisipasi
masyarakat, kesibukan atau aktifitas pribadi masyarakat yang berbeda juga ikut
berpengaruh terhadap partisipasi masyarakat.
Model alternatif yang dapat dilakukan dalam rangka meningkatan partisipasi
masyarakat dalam pemerintahan desa adalah dengan secara aktif melibatkan
masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
mengemukakan idea tau gagasannya (urun rembug), membuka akses maupun
kontrol terhadap seluruh proses kegiatan pemerintahan desa dan pembangunan
desa. Partisipasi yang dimaksud bukan sekedar formalitas untuk melengkapi
syarat bahwa itu harus ada, tetapi yang lebih dikedepankan adalah partisipasi
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 641
secara substansial. Pada akhirnya dengan partisipasi secara substansial ini akan
menjadikan masyarakat merasa memiliki terhadap desanya beserta seluruh
kegiatan pemerintahannya dan pembangunan desanya, yang nantinya akan
memberikan dampak terhadap kesejahteraan bagi masyarakatnya.
Penutup
Berdasarkan kajian di atas, dapat disimpulkan bahwa pertama, mekanisme
pelaksanaan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
diawali dengan melakukan penyusunan perencanaan pembangunan yang
dilakukan melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa untuk
menetapkan prioritas, program, kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa yang
kemudian ditindaklanjuti di tingkat desa dan digunakan sebagai dasar untuk
menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMdesa). Partisipasi
masyarakat dalam penyelenggaraan pemerintahan diwujudkan dalam bentuk
interaksi langsung dengan program pemerintah desa atau melalui unsur
keterwakilan di desa.
Kedua, Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa lebih
mengedepankan model partisipasi melalui unsur keterwakilan. Hal ini akan
berimplikasi terhadap model penyusunan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa (RPJMdes) dan bentuk partisipasi masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan yang lebih mengakomodir kehadiran masyarakat
melalui organisasi atau kelompok perwakilan. Kehadiran masyarakat secara
pribadi terkait dengan penyelenggaraan musyawarah desa diakomodir dengan
mengundang seseorang yang ditokohkan (tokoh agama, tokoh masyarakat).
Adapun hasil penelitian yang telah diuraikan di atas penulis dapat
memberikan sarana. Pelaksanaan partisipasi masyarakat yang sudah berjalan baik
perlu ditindaklanjuti dengan e-planning agar transparan sehingga meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa. Model keterwakilan adalah
model yang cukup baik asal dipilih melalui proses yang demokratis dan ke depan
perlu dipikirkan model perwakilan berjenjang di tingkat desa.
642 Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM NO. 4 VOL. 24 OKTOBER 2017: 625- 643
Daftar Pustaka
Buku
Moleong, J. Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung,
2009.
Newman, Lawrence, Social Research Methods: Qualitative and Quantitative Approachs,
Boston: Allyn and Bacon, 1994.
Widjaja, HAW, Otonomi Desa Merupakan Otonomi yang Asli, Bulat dan Utuh, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2008.
Zakaria, Y., Pemulihan Kehidupan Desa dan UU No 22 Tahun 1999, Dalam
Desentralisasi, Globalisasi, dan Demokrasi Lokal, LP3S, Jakarta, 2005.
Jurnal
Asariansyah, Muhammad Faisal, dkk., “Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerataan
Pembangunan Infrastruktur Jalan (Studi Kasus Di Kecamatan Lawang
Kabupaten Malang)”, Jurnal Administrasi Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Jurusan
Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya,
Malang, 2013.
Aziz, Nyimas Latifah Letty, “Otonomi Desa dan Efektivitas Dana Desa”,
http://ejournal.lipi.go.id, e-Jurnal Penelitian Politik, LIPI, Vol 13, No 2, Tahun
2016.
Deviyanti, Dea, “Studi Tentang Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan Di
Kelurahan Karang Jati Kecamatan Balikpapan Tengah”, e-Journal
Administrasi Negara, 2013, 1 (2): 380-394 ISSN 0000-0000, Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarma. http://www.ejournal.an.fisip-
unmul.ac.id, diakses tanggal 23 Februari 2017.
Fadil, Fathurrahman, “Partisipasi Masyarakat Dalam Musyawarah Perencanaan
Pembangunan Di Kelurahan Kotabaru Tengah”, Jurnal Ilmu Politik dan
Pemerintahan Lokal, Program Magister Ilmu Pemerintahan, FISIP Universitas
Lambung Mangkurat Volume II Edisi 2, Juli-Desember 2013.
Hasjimzum, Yusnani, “Model Demokrasi Dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik (Studi Otonomi Daerah Dalam Peningkatan Kesejahteraan
Masyarakat Pasca Reformasi)”, Jurnal Dinamika Hukum Fak. Hukum
Universitas Lampung, Vol.14, No. 13 Edisi September 2014.
Maani, Karjuni Dt., “Transparansi Dan Akuntabilitas Dalam Pelayanan Publik”
Jurnal Ilmiah Politik Kenegaraan, Universitas Negeri Padang, Vol VIII, No.1,
Edisi Oktober 2009.
Saragih, Tomy M., “Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan Peraturan
Daerah Rencana Detail Tata Ruang Dan Kawasan”, Jurnal Sasi Vol. 17 No. 3
Bulan Juli-September 2011, Unpati.
Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kadar P., Abdul AN., Riris A., dkk.,. Pengembangan Modal ... 643