You are on page 1of 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Strategi pembangunan yang terlalu sentralistik merupakan contoh ketidak

pastian birokrasi masa lalu terhadap pembangunan masyarakat lokal dan kurang

tanggap terhadap kepentingan dan kebutuhan akan masayarakat di tingkat desa. Hal

ini menyebabkan partisipasi dan spirit masyarakat untuk mengembangkan potensi

lokal tidak dapat berkembang dengan wajar.

Partisipasi memang telah lama menjadi penghias bibir para pejabat dari

tingkat pusat sampai tingkat desa bahwa pembangunan dan kelestarian hasil

pembangunan tidak akan berhasil bila tidak akan didukung dengan “partisipasi

masyarakat”. Namun konsep partisipasi masyarakat yang digunakan oleh para pejabat

jauh berbeda dengan konsep partisipasi yang sebenarnya. Partisipasi masyarakat

menurut pejabat hanya ditekankan dalam hal pembayaran pajak, pelaksanaan

kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah, penerapan teknologi yang

diperkenalkan atau mengkomsumsi produk dalam negeri serta kontribusi materi yang

berupa tanah, batu, semen dang lain-lain.

Kesediaan masyarakat desa untuk mengambil bagian dalam penyelenggaraan

suatu program merupakan suatu kemampuan awal masyarakat untuk berkembang

secara mandiri sehingga partisipasi masyarakat akan menjadi masukan (input) dalam

1
pembangunan yang dapat meningkatkan usaha perbaikan kondisi dan taraf hidup

masyarakat desa. Peningkatan taraf hidup masyarakat di usahakan sebagai upaya

pemenuhan kebutuhan dan peningkatan swadya masyarakat serta usaha menggerakan

partisipasi masyarakat desa. Partisipasi masyarakat desa pada akhirnya dapat

membangkitkan percaya pada kemampuan masyarakat sendiri. Mendorong

tumbuhnya prakasa masyarakat untuk meningkatkan partisipasi dalam pembangunan

desa.

Partisipasi masyarakat dalam pembanguan desa merupakan fungsionalisasi

segala potensi baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia pada situasi dan

kondisi yang kondusif, yang ditujukan pada peningkatan kesejahtraan hidup

masyarakat desa khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.

Untuk tercapainya keberhasilan pembangunan masyarakat desa maka segala

program perencanaan, pelaksanaan serta evaluasi pembangunan harus melibatkan

masyarakat, karena merekalah yang mengetahui permasalahan dan kebutuhan dalam

rangka membangun wilayahnya sebab merekalah yang akan memanfaatkan dan

menilai tentang berhasil atau tidaknya pembangunan di wilayah mereka.

Tjokroamidjojo (1995 : 8) menyimpulkan bahwa pembangunan nasional

merupakan: (1) proses pembangunan berbagai bidang kehidupan, baik sosial,

ekonomi, politik dan lainny; (2) proses perubahan sosial yang merupakan proses

perubahan masyarakat dalam berbagai kehidupannya ke arah yang lebih baik, lebih

2
maju, dan lebih adil; (3) Proses pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat

adanya partisipasi aktif masyarakat. Dengan demikian, maka pembangunan itu

merupakan proses yang terjadi secara bertahap dan berkelanjutan guna mewujutkan

hal yang lebih baik seiring dengan dimensi waktu.

Uraian tentang pentingnnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan

tersebut sejalan dengan pendapat Conyers (1981 : 154 - 155) yang lebih lanjut

mengemukakan 3 alasan mengapa partisipasi masyarakat dalam perencanaan

mempunyai sifat sangat penting:

1. Partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi

mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat.

2. Masyarakat akan lebih mempercayai program kegiatan pembangunan apabila

mereka dilibatkan dalam persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan

lebih mengetahui seluk beluk program kegiatan tersebut dan akan mempunyai

rasa memilki terhadap program kegiatan tersebut.

3. Mendorong partisipasi umum karena akan timbul anggapan bahwa merupakan

suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan.

Proses perencanaan pembangunan sekarang lebih menekankan pada

perencanaan kerja atau “Working Plan” sebagai proses dari: (1) input yang berupa

keuangan, tenaga kerja, fasilitas dan lain-lain; (2) Kegiatan (proses); (3)

Output/outcomes. Proses perencanaan dimulai dengan informs tentang ketersediaan

3
sumber daya dan arah pembanguan nasional, sehingga perencanaan bertujuan untuk

menyusun hubungan optimal antara input, proses dan outpu/outcomes atau dapat

dikatan sesuai dengan kebutuhan, dinamika reformasi dan pemerintahan yang lebih

demokratis dan terbuka, sehingga masyarakatlah yang lebih tahu apa yang

dibutuhkannya. Jadi partisipasi masyarakat dalam proses perencanaan pembangunan

sangat pentingkarena dapat menumbuhkan sikap memiliki dan rasa tanggung jawab

masyarakat terhadap pembangunan sejalan dengan waktu, upaya memikirkan ulang

format proses politik yang lebih memberi ruang kepada rakyat mulai tampak, hal ini

ditandai dengan diterapkan maka hal tersebut juga membawa dampak positif dalam

sistim pemerintahan diindonesia, salah satu wujudnya adalah dengan diterapkannya

Undang-undag No. 22 tahun 1999 tentang “Pemerintahan Daerah” dan didukung

dengan Peraturan Pemerintah No. 76 Tahun 2001 Tentang “Pedoman umum

peraturan mengenai desa” serta Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 48 tahun 2002

tentang “peraturan desa dan keputusan kepala desa”. Undang-undang, peraturan

Pemerintah dan Keputusan Menteri tersebut secara umum mengamanatkan bahwa

pembanguan daerah dan desa harus dikelola dengan memperhatikan prakasa dan

aspirasi masyarakat dalam rangka peningkatan pelayanan dan kesejahtraan

masyarakat yang semakin baik, sekaligus dengan memelihara kehidupan

berdemokrasi di tingkat desa dalam pelaksanaannya kemudian Undang-undang

tersebut direvisi menjadi UU No. 32 tahun 2004 dan untuk peran partisipasi

masyarakat dalam pembanguanan terbit surat edaran bersama Kepala BAPPENAS

dengan Medagri No. 0259/M. PPN/2005/050/166/sj tanggal 20 januari 2005 perihal

4
petunjuk teknis Menyelenggarakan Musrembang tahun 2005 dari tingkat Desa hingga

tingkat Kabupaten/Kota.

Untuk membangun kehidupan bernegara dengan tingkat keragaman

masyarakat dan karasteristik geografis yang unik, pemerintah telah menyusun Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional yang terpadu, menyeluruh, sistematik, yang

tangggap terhadap perkembangan jaman, yang ditetapkan dalam Undang-undang No.

25 tahun 2004 tentang Sitim Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Dalam

pasal 1 dinyatakan bahwa SPPN adalah satu kesatuan tata cara perencanaan

pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan dalam jangka

panjang, menengah dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggaraan

Negara dan masyarakat di tingkat pusat dan daerah.

Kemudian dalam pasal 2 dinyatakan pula bahwa tujuan SPPN adalah:

1. Mendukung kondisi antara pelaku pembangunan .

2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar daerah,

antar ruang, antar waktu dan fungsi pemerintah maupun antar pusat dan

daerah.

3. Menjamin keterkaitan dan konsistensi antar perencanaan, penganggaran,

pelaksanaan dan pengawasan.

4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat dan

5
5. Menjamin tercapainya pengguna sumber daya secara efisien, efektif,

berkeadilan dan berkelanjutan.

Banyak fenomena menarik dalam proses perencanaan pembangunan yang

dilaksanakan di Desa Waekatin Kecamatan Fena Fafan Kabupaten Buru Selatan,

Terutama berkaitan dengan langkah ke 1, pada tahap pertama proses perencanaan

pembangunan dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2004 yang berbunyi: melibatkan

masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan

masing-masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan

pembangunan.

Terkait dengan hal tersebut, maka berdasarkan hasil pengamatan awal yang

peneliti lakukan terhadap di lokasi penelitian dilakukan dengan adanya indikasi-

indikasi dalam pelaksanaan musrembang antara lain:

1. Bahwa mekanisme perencanaan pembangunan dari bawah yang dilaksanakan

mulai musrembang desa sampai kecamatan belum melibatkan masyarakat

untuk memutuskan prioritas kegiatan, padahal untuk menciptakan

perencanaan pembanguan yang tepat waktu, tepat sasaran, berdaya guna

dituntut adanya partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan

karena masyarakatlah yang mengetahui permasalahan yang dihadapi dan

kebutuhan yang dikehendaki, sehingga keikut sertaan masyarakat dapat

6
mengakomodasi kepentingan mereka dalam proses penyusunan rencana

pembangunan.

Contoh : diadakan Musyawarah antar Masyarakat bersama Pemerintah Desa

2. Ada kecenderungan bahwa usulan berupa permintaan pembuatan jalan

setapak yang diajukan dalam musrembang desa merupakan eliteb desa,

sehingga partisipasi masyarakat yang sesungguhnya masih jauh dari harapan.

Pada tahap musbangdes aparat desa membacakan daftar identifikasi

kebutuhan dari masing-masing dusun, namun tidak mendiskusikan kebutuhan

mana yang dijadikan kegiatan prioritas yang akan diusulkan pada

musrembang tahapan selanjutnya. Pihak desa/negerilah yang merumuskan

daftar kegiatan prioritas tersebut, pemerintah desa masih mendominasi

perumusan kegiatan prioritas yang akan diusulkan dalam musrembang

selanjutnya.

3. Ada kecenderungan bahwa dalam proses musrembang Desa tidak ada

penentutan prioritas kegitan yang dilakukan secara bersama-sama dalam

forum musrembang, karena daftar usulan kegiatan sebagai hasil musrembang

Desa yang akan diusulkan ke Kecamatan sudah di printout oleh pihak Desa/

negeri mendahului forum musrembang Desa dilaksanakan.

4. Selain itu adanya kecenderungan tingkat kehadiran stakeholders penting

dalam perencanaan pembangunan seperti kader pembanguna Desa, tokoh

adat, dan tokoh pemuda relatif rendah, serta tingkat keaktifan peserta relative

7
rendah. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh seorang masyarakat bahwa

kehadiran peserta dalam musbangdes tersebut semata-mata hanya memenuhi

undangan negeri saja, sehingga kehadirannya lebih banyak sebagai pendengar.

5. Ada beberapa tokoh masyarakat yang diundang musbangdes tidak bisa hadir

dan mewakilkanya pada orang lain yang kurang memahami perencanaan

pembangunan. Sehgingga mereka tidak mengajukan usulan, tidak

memberikan masukan dan juga tidak mengidentifikasi kebutuhan dalam

perencanaan. Mereka terkesan menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah

Negeri untuk merumuskan perencanaan pembangunan. Waktu bagi

penyelenggaraan musbangdes sangat pendek, sehingga sulit untuk mendorong

partisipasi masyarakat.

Riyadi dan Bratakusumah (2004) mengemukakan bahwa perencanaan

pembangunan tidak mungkin hanya dilakukan diatas kertas tanpa melihat realitas di

lapangan. Data valid di lapangan sebagai data primer merupakan ornament-ornament

penting yang harus ada dan digunakan menjadi bahan dalam kegiatan perencanaan

pembangunan.

8
Berikut jadwal pelaksanaan musrembang mulai dari tingkat Desa sampai

dengan tingkat Nasional:

Tabel 1.

Jadwal Pelaksanaan musrembang mulai tingkat Desa sampai Nasional

NO TINGKATAN BULAN KE

MUSREMBANG 1 2 3 4 5

1 Desa

2 Kecamatan

3 Kabupaten

4 Provinsi

5 Nasional

Sumber: Bappeda Kota Ambon

Proses perencanaan pembangunan tingkat Desa diselenggarakan antara akhir

Januari dan akhir Februari, proses perencanaan pembangunan tingkat Kecamatan

diselenggaraka pada bulan Maret antar minggu pertama dan minggu kedua, tingkat

Kabupaten antara minggu ketiga dan minggu keempat, tingkat Provinsi bulan Mei,

sedangkan ditingkat Nasional diselenggarakan pada bulan Mei.

Berdasarkan sehubungan dengan latar belakang di atas, dan indikasi-indikasi

atau gejala-gejala awal, maka mendorongg penulis untuk melakukan penelitian

9
dengan judul: “Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di Desa

Waekatin, Kecamatan Fena Fafan, Kabupaten Buru Selatan”

B. Perumusan Masalah.

1. Permasalahan Pokok

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah di kemukan di atas,

maka permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana Partisipasi

Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di Desa Waekatin Kecamatan Fena

Fafan Kabupaten Buru Selatan”

2. Pembatasan Masalah.

Menyadari permasalahan pokok di atas terlalu luas maka permasalahan adat

di batasi pada peran-peran tokoh adat sedangkan, Penyelenggaraan Pemerintah desa

di batasi pada proses pengambilan keputusan di desa.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.

1. Tujuan Penelitian.

10
Penelitian bertujuan untuk mengindentifikasi dan menganalisa peranan adat

dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.

2. Kegunaan Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai :

a. Sumbangan pemikiran terhadap penyelenggaraan pemerintah desa dalam hal

ini peranan tokoh adat dalam hal pengambilan keputusan di desa.

b. Dapat menjadi acuan bahan informasi bagi pihak-pihak yang melakukan

penelitian lanjutan pada tingkat Universitas atau lainnya.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah “Bagaimana Partisipasi Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan Di

Desa Waekatin Kecamatan Fena Fafan Kabupaten Buru Selatan”

2. Pembatasan Masalah

11
Untuk lebih mengarahkan penulis ini agar lebih terfokus maka pada

partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan pokok masalah yang di uraikan di atas, maka tujuan yang hendak

di capai dalam penelitian ini adalah: untuk mengetahui dan menganalisis Partisipasi

Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan di Des Desa Waekatin.

2. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan di harapkan dapat mengembangkan

dan mempertinggi mutu ilmu pengetahuan serta dapat menjadi referensi

penelitian lebih lanjut bagi para peneliti yang akan datang khususnya

partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan.

b. Bagi Pemerintah diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada

Pemerintah Desa Waekatin dalam peningkatan partisipasi mayarakat dalam

perencanaan pembangunaan.

D. Kerangka Teori

12
Dalam suatu penelitian keberadaan suatu teori sangat diperlukan karena

merupakan ladasan umum bagi suatu penelitian. Dimana teori mempunyai peranan

yang vital sekaligus strategis guna menentukan hubungan antara fenomena sosial

Emzir (2010:32), Teori adalah serangkaian konsep yang di gunakan untuk

mengdefinisikan yang akan diteliti.

Menurut data/atau menjelaskan beberapa Fenomena. Untuk memberikan

pemahaman tentang permasalahan yang diteliti, maka teori yang di gunakan dalam

penelitian ini yakni : (1). Partisipasi Masyarakat, ( 2). Perencanaan, (3).

Pembangunan Desa.

a. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Defenisi Partisipasi dalam pembahasan ini diartikan sebagai partisipasi

masyarakat dalam pembangunan yang di selenggarakan oleh pemerintah sedangkan

masyarakat mengambil sebagian kewajiban yang menjadi tanggung jawab

pemerintah, dan masyarakat mendapatkan manfaat atau keuntungan dari

pembangunan tersebut. Menurut Jennifer-Mc Cracken-Deepa (1998: 126)

menjelaskan bahwa Partisipasi merupakan proses diman pihak-pihak yang terlibat

mempengaruhi dan mengendalikan inisiatif pembangunan, keputusan dan sumber-

sumber yang mempengaruhi mereka. Partisipasi memiliki sisi yang berbeda, bermula

dari pemberian informasi dan metode konsultasi sampai dengan mekanisme untuk

13
berkolaborasi dan pemberdayaan yang memberi peluang bagi stakeholder untuk lebih

memiliki pengaruh dan kendali. Partisipasi merupakan suatu konsep yang merujuk

pada keikutsertaan seseorang dalam berbagai aktivitas pembangunan. Keikutsertaan

ini sudah barang tentu didasari oleh motif-motif dan keyakinan akan nilai-nilai

tertentu yang dihayati seseorang, Selanjutnya Pengertian Partisipasi menurut Sutarto

(1980: 125) adalah turut sertanya seseorang baik secara langsung maupun emosional

untuk memberikan sumbangan-sumbangan kepada proses pembuatan keputusan

terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi seseorang yang

bersangkutan melaksanakan akan tanggung jawab untuk melaksanakan hal tersebut.

Pengertian diatas menekankan pada keikutsertaan seseorang dalam proses

pengambilan keputuusan. Bentuk partisipasi yang merupakan keikutsertaan dalam

kegiatan-kegiatan pembangunan setidaknya terdapat dua tipe partisipasi.

Koentjaraningrat (1980: 79) menyatakan bahwa::

1. Partisipasi dalam aktivitas bersama dalam proyek-proyek pembangunan.

2. Partisipasi sebagai individu diluar aktivitas bersama dalam pembangunan.

Bentuk partisipasi lain yang lebih lengkap oleh Bryan dan White dalam

Ndraha (1991) dimana disamping ada partisipasi dalam pengambilan keputusan dan

pelaksanaan juga terdapat partisipasi untuk pemanfaatan suatu proyek, Selain

pendapat tersebut diatas, Simanjuntak (1982: 56) mengemukakan pendapat bahwa

dalam menggerakan partisipasi masyarakat perlu adaanya klasifikasi dari partisipasi

14
tersebut. Selanjutnya dikatakan Bryan dan White dalam Ndraha (1991) Bahwa

partisipasi dapat berbentuk:

a. Partisipasi buah pikiran.

b. Partisipasi harta dan uang.

c. Partisipasi tenaga atau gotong-royong.

d. Partisipasi sosial.

e. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan nyata yang konsisten.

Jadi partisipasi adalah juga berfungsi dari manfaat disamping pengorbanan

ataupun resiko. Tiga pengertian partisipasi diatas dapat dibangun dan diurutkan

menjadi tahap-tahap terjadinya suatu partisipasi. Pada tahap pertama partisipasi

merupakan proses yang dilakukan pada penilaian masyarakat tentang pengambilan

keputusan. Tahap ini dalam proses pembangunan di kelurahan adalah identik dengan

proses perencanaan untuk menentukan program-program dan proyek-proyek apakah

yang akann dibangun.

Tahap kedua partisipasi adalah keikut sertaan dalam proses pelaksanaan

pembangunan. Tahap ini dalam pembangunan adalah implementasi dari program-

program dan proyek-proyek yang telah disetujui atau diputuskan dalam tahap

pengambilan keputusan . tahap pelaksanaan ini dapat berupa keikut sertaan secara

fisik seperti pemberian tenaga maupun pemberian sumbangan uang dan baha-bahan

material untuk pembangunan.

15
Tahap ketiga partisipasi adalah tahap pemanfaatan yakni tahap dimana

masyarakat memperoleh hasil-hasil dari program dan proyek pembangunan yang

telah dilaksanakan. Tahap penerimaan hasil ini merupakan perwujudan dalam

partisipasi. Oleh sebab itu, pada tahap penerimaan hasil akan diikuti oleh tumbuhnya

tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga agar proyek-proyek pembangunan

yang dirasakan memberikan manfaat tersebut dapat dinikmati secara optimal dan

berkelanjutan.

Berdasarkan tahap-tahap partisipasi diatas maka dapat dirumuskan pengertian

partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Partisipasi adalah keikut sertaan

seseorang dalam pembangunan secara sadar baik dalam tahap perencanaan,

implementasi dan pemanfaatan dalam menerima hasil-hasil pembangunan.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yaitu keterlibatan

masyarakat desa dalam segala jenis pembangunan yang diselenggarakan di desa

dengan cara memberikan sumbangan dalam bentuk gagasan, materi dan tenaga,.

Sumitro Maskun (Dalan Nurmaya Yusry, 1993:3) merumuskan bentuk-bentuk

partisipasi sebagai berikut:

1. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka

2. Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau barang, dana dan sarana.

3. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan

16
4. Partisipasi dalam bentuk dukungan.

Dari beberapa bentuk prtisipasi yang dikemuakakan di atas, secara garis besar

dapat dibagi kedalam dua bagian yakni : partisipasi material dan partisipasi non

material. Partisipasi material adalah keikut sertan dalam memberikan sumbangan

berupa uang atau barang; sedangkan partisipasi non material dapat berupa sumbangan

pikiran atau gagasan yang dapat diterimasebagai masukan bagi pelaksanaan program

pembangunan.

Dengan demikian partisipasi masyarakat mempunyai nilai yang sangat berarti

dalam pembangunan. Partisipasi bukan hanya kesediaan memberi sumbangan atau

keikut sertaan dalam suatu kegiatan, tetapi juga melibatkan pikiran dan prasana

melalui proses interaksi dan musyawarah sehingga dirasakan bahwa partisipasi

dilaksanakan secara sukarela, bukan paksaan bagi orang yang berperan serta.

b. Perencanaan

Gibson (1996:25) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu langkah awal

menyusun sumber-sumber dan target utama yang akan di capai kedepan dengan

penggunaan berbagai sumber daya yang baik dan efektif. Perencanaan yang baik akan

mengarahkan laju gerak organisasi menjadi lebih berhasil kedepan. Sehingga oleh

Siagian (2000:119) dikatakan bahwa dengan perencanaan yang baik akan mudah

dikontrol gerak dan alur perjalanan organisasi menuju tujuan yang telah di tetapkan,

Perencanaan lebih terkait dengan upaya menyusun target-target pencapaian tujuan

17
organisasi, dengan perencanaan Desa yang baik maka tujuan pembangunan akan

dapat dicapai dengan sendirinya. Dalam perencanaan pembangunan suatu Desa maka

selayaknya sebagai komponen masyarakat turut dilibatkan, karena dengan

keterlibatan berbagi unsure maka sisi kualitas dan bahkan efektifitas dari suatu

rencana kan lebih baik dan lebih mudah dijangkau pada masa-masa yang akan datang.

Selanjutnya Siagian (1997:159) menegaskan bahwa upaya mewujutkan tujuan

organisasi yang efektif harus di mulai dengan suatu perencanaan yang bbaik dan

efektif pula. Perencanaan yang di musyawarahkan hendaknya dapat menjawab

tantangan; ciri organisasi, ciri lingkungan, ciri pekerja/pegawai, kebijakan dan

praktek manajemen, sebelum membahas lebih lanjut rencana pembangunan Desa

yang baik dan efektif. Perencanaan pembangunan desa merupakan proses penyusunan

perencanaan pembangunan yang harus dilakukan oleh kepala desa yang dibantu oleh

lembaga pertahanan masyarakat desa, untuk kemudian dapat ditetapkan adanya suatu

rencana pembangunan desa. Perencanaan pembangunan desa ini tak dapat dilepaskan

dari perencanaan pembangunan daerah dan bahkan dengan pembangunan nasional.

Proses perencanaan pembangunan desa yang baik pada dasarnya dimulai dari

bawah (Botton Up Planning), sehingga apa yang diputuskan untuk dikerjakan sesuai

dengan keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat desa. Walaupun

demikin harus diakui bahwa rencana yang disusun dari bawah ini juga ada

kelemahannya yakni kurang stabil karena kemampuan penyusun untuk menyusun

perencanaan yang baik kurang. Sebaliknya perencanaan dari atas (Top Down

18
Planning) biasanya juga kurang tepat, karena data-data untuk perencanaan yang

dikumpulkan kurang lengkap. Oleh karena itu yang paling baik adalah perpaduan

antara rencana dari bawah dan dari atas. Mengingat perkembangan desa yang

bermacam-macam dengan sifat-sifat kehidupan masyarakat berlainan dan dengan

sikap penduduk yang berbeda-beda maka perlu dipolahkan proses perencanaan

pembangunan desa.

Untuk mempperoleh rencana yang tepat harus didasari oleh kepala desa akan

adanya tantangan atau masalah-masalah yang perlu dipecahkan di dalam usaha

meningkatkan kesejahtran masyarakat desa. Selanjutnya penyusunannya harus

dilakukan dengan baik. Kesadaran akan adanya masalah yang harus dihadapi

merupakan titik tolak yang sebenarnya untuk menyusun rencana. Penentuanh sasaran

yang lebih nyata akan tergantung pada kesadaran akan masalah ini. Perencanaan

membutuhkan diagnosis yang nyata dari situasi kesempatan ini.

Dalam buku pola tata desa (21-33) dijelaskan bahwa mengingat tingkat

perkembangan desa yang bermacam-macam, dengan sifat-sifat kehidupan masyarakat

berlainan dan dengan sikap penduduk yang berbeda-beda maka proses penyusunan

perencanaan pembangunan desa perlu dilakukan dengan pola-pola sebagai berikut:

Pada langkah pertama kelompok-kelompok penduduk yang tergabung dalam

RT/RK memberikan bahan-bahan dan usul-usul proyek yang akan dibangun. Untuk

ini diadakan “Musyawarah Dusun” dengan ketentuan : diadakannya jauh sebelum

19
dimulai sesuatu tahun anggaran dan hasil-hasil musyawarah dibuatkan risalah

(notulen) dan dengan disertai surat pengantar dikirim kepada kepala desa/kepala

lingkungan atau lurah, tembusannya disampaikan kepada Bupati.

Langkah berikutnya, dengan bahan-bahan dari “Musyawarah dusun” diadakan

musyawarah desa/lingkungan/marga/negeri. Hasil-hasil musyawarah dibuat

resalahnya (notulen) dan dengan disertai surat pengntar dikirim kepada Camat,

tembusan kepada kepala Sub Direktorat Pembangunan Desa/Kota/Kabupaten yang

bersangkutan.

Selanjutnya diadakan musyawarah tingkat kecamatanuntuk membahas hasil-

hasil musyawarah Desa dan menetapkan proyek-proyek mana yang dapat disetujui

sesuai dengan perkiraan biaya yang akan tersedia baik dalam APBN maupun APBD.

Musyawarah dipimpin oleh Camat didampingi oleh kepala Sub Direktorat

Pembangunan Desa/Kota/Kabupaten yang bersangkutan. Langkah terakhir adalah

musyawarah tingkat Kota/Kabupaten. Musyawarah ini mebahas dan menetapkan

usul-usul proyek pembangunan desa, untukl sebagian pembiayaannya dimasukan

kedalam APBD dan sebagian dimasukan kedalam bantuan langsung atau impress

keserasian.

Hasil-hasil musyawarah tingkat daerah (Kotamadya/Kabupaten) diserahkan

kepada panitia anggaran untuk dapat disediakan pembiayaannya dalam APBD, dan

sebagainya. Setelah pengesahan APBD oleh DPRD maka hasil-hasil musyawarah

20
diberitahukan secara hirarkis kedesa-desa untuk dimaklumi dan diperispan daftar

usulan proyek sesuai dengan ketetapan dalam APBD dan ketentuan-ketentuan lain.

Samapi tahap ini desa sebenarnya telah mempunyai rancana garis besar ini yang telah

disahkan oleh pihak yng berwenang. Dengan berpegang pada garis besar ini dapatlah

diambil langkah-langkah pelaksanaan rencana dimaksud dengan membuat program

kerja operasional.

c. Pembangunan Desa

Menurut SP Siagian (1987 : 2) Pembangunan adalah suatu usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan terencana yang dilakukan secara sadar

oleh suatu bangsa, negara dan Pemerintahan menuju modernitas dalam rangka

pembangunan bangsa. Sementara Riyono Pratikno (1979 :119) menjelaskan bahwa

pembangunan merupakan suatu jenis perubahan sosial dimana diperkenalkan sebagai

gagasan baru kedalam sistem sosial untuk meningkatkan penghasilan perkapita serta

standar hidup.

Lebih lanjut Bintoro (1983 : 59) pembangunan merupakan proses tanpa ada

akhir,suatu kontinuitas perjuangan mewujudkan ide dan relitas yang akan terus

berlangsung sepanjang sejarah. Taliziduhu Ndraha (1982:71) mengemukakan

pembangunan desa merupakan setiap pembangunanyang didalam

prosesnyamasyarakat desa harus berpartisipasi aktif.

21
Sementara Soewignjo (1985:24) juga mengemukakan pendapat mengenai

pembangunan desa yaitu perencanaan pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat

desa.

Daeng Sudirwo, (1981:63) mendefinisikan pembangunan desa sebagai

berikut:

“Pembangunan desa adalah proses perubahan yang terus menerus dan

berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat beserta pemerintah untuk

meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin, mateeri dan spiritual berdasarkan

pancasila yang berlangsung di desa.”

a. Pembangunan desa adalah seluruh rangkaian usaha yang dilakukan

dilingkungan desa yang bertujuan untuk mempertinggi taraf hidup

masyarakat desa, serta memperkuat kesejahteraan masyarakat dengan

rencana yang dibuat atas dasar musyawarah dikalangan masyarakat desa.

b. Pembangunan desa adalah pembangunan masyarakat desa dalam suwatu

proses dimana anggota, masyarakat desa pertama-tama mendiskusikan yang

kemudian memutuskan keinginan selanjutnya merencanakan dan

mengerjakan bersama-sama untuk masyarakat memenuhi keinginannya.

c. Pembangunan desa adalah adanya gerakan bersama untuk perubahan tingkat

kehidupan masyarakat desa yang meliputi aspek-aspek kehidupan hidup,

baik lahir maupun bathin yang dilakukan secara swadaya sesuai dengan

kebutuhan masyarakat desa.

22
d. Pembangunan desa adalah pembangunan yang dilaksanakan di desa secara

menyeluruh dan terpadu dengan imbalan kewajiban yang serasi antara

pemerintah dan masyarakat dimana pemerintah wajib memberikan bimbingan,

pengarahan, bantuan dan fasilitas yang diperlukan, sedangkan masyarakat

memberikan partisipasinya dalam bentuk swakarsa dan swadaya, gotong

royong masyarakat pada setiap pembangunan yang diinginkan.

e. Pembangunan desa adalah suatu pembangunan yang diarahkan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa da didasarkan

kepada tugas dan kewajiban masyarakat desa secara keseluruhan.

f. Pembangunan desa adalah pembangunan yang sepanjang prosesnya

masyarakat desa diharapkan berpartisipasi (ikut serta) secara aktif dan

dikelola ditingkat desa. pembangunan desa dilaksanakan dalam rangka

pembangunan manusia Indonesia seluruhnya, karena pembangunan desa

mencakup bagian faktor dan program yang saling berkaitan yang

dilaksanakan.

Dengan demikian, maka pembangunan desa perlu terus diupayakan karena

secara keseluruhan desa merupakan landasan bagi ketahanan nasional seluruh rakyat

Indonesia. Selain itu, untuk mencapai tujuan dari pembangunan desa itu, pelaksanaan

pembangunan di berbagai aspek kehidupan baik aspek ideologi, politik, ekonomi,

sosial, budaya dan agama maupun dalam aspek pertahanan dan keamanan. Melalui

pembangunan desa diupayakan agar masyarakat memiliki keuletan dan ketangguhan

yang mengandung kemampuan mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan.

23
E. Defenisi Operasional

Singarimbun (1989:46) defenisi operasinal adalah suatu batasan yang

diberikan kepada satu variabel dengan cara memberikan arti atau mempersiapkan,

memberikan suatu petunjuk operasional yang diperlukan untuk mengukur variabel-

variabel tertentu.

Dengan demikian penilitian ini menggunakan variabel tunggal dengan indikator

sebagai berikut :

1. Keaktifan Masyarakat Di Dalam Desa

2. Mekanisme Kelembagaan Pembangunan Desa

3. Sistim Perumusan Perencanaan Desa

F. Metode Penelitian

a. Jenis Penilitian

Jenis penilitian yang digunakan yaitu metode deskriptif kualitatif yaitu dapat

diartikan menurut Nawawi (1893:63) sebagai pemecahan masalah yang diselidiki

dengan menggambarkan keadaan subjek atau objek penilitian seseorang, lembaga,

masyarakat, dan lain-lain pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang

nampakatau sebagaimana adanya.

b. Lokasi Penelitian

24
Lokasi penelitian bertempat di Kantor Desa Waekatin Kecamatan Fena Fafan

Kabupaten Buru Selatan.

Informan

Penelitian kualitatif deskriptif tidak dimaksud untuk membuat generalisasi

dari hasil penelitiannya. Oleh karena itu, pada penelitian kualitatif tidak dikenal

adanya populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus

penilitian ditentukan secara sengaja.

Subjek penilitian ini menjadi informan yang akan memberikan berbagai

informasi yang diperlukan selama proses penelitian, informan penelitian meliputi

beberapa macam seperti :

(1) Informan kunci, yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi

pokok yang diperlukan dalam penilitian (Kepala Desa 1 orang) (2) informan utama,

yaitu mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang diteliti (Ketua PBD 1

Orang dan Staf Desa 2 orang) (3) informan tambahan, yaitu mereka yang dapat

memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang

diteliti (Tokoh-tokoh masyarakat 4 orang). (Suyanto, 2005 : 171).

c. Teknik Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan

data sekunder dengan perincian sebagai berikut :

25
1. Data Primer diperoleh melalui :

a. Wawancara yaitu melakukan tanya jawab langsung dengan pihak terkait

mengenai hal-hal yang belum jelas, untuk pelengkap perolehan data

informasi. Wawancara merupakan alat utama dalam penilitian deskriptif

kualitatif.

b. Observasi yaitu melakukan pengamatan langsung pencatatan terhadap

gejala-gejala yang dijumpai di lapangan.

2. Data sekunder diperoleh melaui :

a. Penilitian Kepustakaan, dilakukan dengan mempelajari sejumlah tulisan,

bukan karangan ilmiah serta peraturan perundangan yang relevan

dengan penilitian ini.

b. Penilitian Lapangan, dimana data diperoleh dengan melakukan studi

lapangan.

d. Teknik Analisis Data

Teknik Analisis Data yang di pergunakan adalah teknik analisis data

deskriptif kualitatif yaitu data yang di dapat melalui teknik pengumpulan data dan

selanjutnya diberi interpretasi yang secukupnya sesuai dengan tujuan penilitian yang

telah dirumuskan

26
G. Sistematika Penulisan.

Adapun sistematika penulisan dari skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I : Merupakan Bab Pendahuluan yang meliputi Latar Belakang, Permasalahan

Pokok, Pembatasan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penilitian,

Defenisi Operasional, Metodologi Penelitian, Teknik Analisis Data, dan Si

sitematika Penulisan.

Bab II : Merupakan Bab Uraian Teoritis.

Bab III : Gambaran Umum Lokasi Penelitian.

27
Bab IV : Merupakan Bab Analisis yang meliputi Analisis Terhadap indikator-

indikator variabel tunggal.

Bab V : Merupakan Bab Penutup yang berisi Kesimpulan Saran.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Setelah pada BAB I dipaparkan tentang pendahuluan yang berisikan ; Latar

Belakang, Tujan Penulisan, Landasan Teori, Defenisi Operasional, Metodologi

Penelitian dan Analisa Data, maka pada BAB II ini akan diuraikan teori menyangkut;

f. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Defenisi Partisipasi dalam pembahasan ini diartikan sebagai partisipasi

masyarakat dalam pembangunan yang di selenggarakan oleh pemerintah

sedangkan masyarakat mengambil sebagian kewajiban yang menjadi

28
tanggung jawab pemerintah, dan masyarakat mendapatkan manfaat atau

keuntungan dari pembangunan tersebut. Menurut Jennifer-Mc Cracken-Deepa

(1998: 126) menjelaskan bahwa Partisipasi merupakan proses dassimana

pihak-pihak yang terlibat mempengaruhi dan mengendalikan inisiatif

pembangunan, keputusan dan sumber-sumber yang mempengaruhi

mereka.Partisipasi memiliki sisi yang berbeda, bermula dari pemberian

informasi dan metode konsultasi sampai dengan mekanisme untuk

berkolaborasi dan pemberdayaan yang memberi peluang bagi stakeholder

untuk lebih memiliki pengaruh dan kendali. Partisipasi merupakan suatu

konsep yang merujuk pada keikutsertaan seseorang dalam berbagai aktivitas

pembangunan. Keikutsertaan ini sudah barang tentu didasari oleh motif-motif

dan keyakinan akan nilai-nilai tertentu yang dihayati seseorang, Selanjutnya

Pengertian Partisipasi menurut Sutarto (1980: 125) adalah turut sertanya

seseorang baik secara langsung maupun emosional untuk memberikan

sumbangan-sumbangan kepada proses pembuatan keputusan terutama

mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi seseorang yang

bersangkutan melaksanakan akan tanggung jawab untuk melaksanakan hal

tersebut. Pengertian diatas menekankan pada keikutsertaan seseorang dalam

proses pengambilan keputusan. Bentuk partisipasi yang merupakan

keikutsertaan dalam kegiatan-kegiatan pembangunan setidaknya terdapat dua

tipe partisipasi. Koentjaraningrat (1980: 79) menyatakan bahwa::

29
1. Partisipasi dalam aktivitas bersama dalam proyek-proyek pembangunan.

2. Partisipasi sebagai individu diluar aktivitas bersama dalam pembangunan.

Bentuk partisipasi lain yang lebih lengkap oleh Bryan dan White dalam

Ndraha (1991) dimana disamping ada partisipasi dalam pengambilan keputusan dan

pelaksanaan juga terdapat partisipasi untuk pemanfaatan suatu proyek, Selain

pendapat tersebut diatas, Simanjuntak (1982: 56) mengemukakan pendapat bahwa

dalam menggerakan partisipasi masyarakat perlu adaanya klasifikasi dari partisipasi

tersebut. Selanjutnya dikatakan Bryan dan White dalam Ndraha (1991) Bahwa

partisipasi dapat berbentuk:

a.Partisipasi buah pikiran.

g. Partisipasihartadanuang.

h. Partisipasitenagaataugotong-royong.

i. Partisipasisosial.

j. Partisipasimasyarakatdalamkegiatan-kegiatannyata yang konsisten.

Jadi partisipasi adalah juga berfungsi dari manfaat disamping pengorbanan

ataupun resiko. Tiga pengertian partisipasi diatas dapat dibangun dan diurutkan

menjadi tahap-tahap terjadinya suatu partisipasi. Pada tahap pertama partisipasi

merupakan proses yang dilakukan pada penilaian masyarakat tentang pengambilan

keputusan. Tahap ini dalam proses pembangunan di kelurahan adalah identik dengan

30
proses perencanaan untuk menentukan program-program dan proyek-proyek apakah

yang akan dibangun.

Tahap kedua partisipasi adalah keikut sertaan dalam proses pelaksanaan

pembangunan. Tahap ini dalam pembangunan adalah implementasi dari program-

program dan proyek-proyek yang telah disetujui atau diputuskan dalam tahap

pengambilan keputusan . tahap pelaksanaan ini dapat berupa keikut sertaan secara

fisik seperti pemberian tenaga maupun pemberian sumbangan uang dan bahan-bahan

material untuk pembangunan.

Tahap ketiga partisipasi adalah tahap pemanfaatan yakni tahap dimana

masyarakat memperoleh hasil-hasil dari program dan proyek pembangunan yang

telah dilaksanakan. Tahap penerimaan hasil ini merupakan perwujudan dalam

partisipasi. Oleh sebab itu, pada tahap penerimaan hasil akan diikuti oleh tumbuhnya

tanggung jawab untuk memelihara dan menjaga agar proyek-proyek pembangunan

yang dirasakan memberikan manfaat tersebut dapat dinikmati secara optimal dan

berkelanjutan.

Berdasarkan tahap-tahap partisipasi diatas maka dapat dirumuskan pengertian

partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Partisipasi adalah keikut sertaan

seseorang dalam pembangunan secara sadar baik dalam tahap perencanaan,

implementasi dan pemanfaatan dalam menerima hasil-hasil pembangunan.

31
Partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa yaitu keterlibatan

masyarakat desa dalam segala jenis pembangunan yang diselenggarakan di desa

dengan cara memberikan sumbangan dalam bentuk gagasan, materi dan tenaga,.

Sumitro Maskun (Dalan Nurmaya Yusry, 1993:3) merumuskan bentuk-bentuk

partisipasi sebagai berikut:

1. Partisipasi langsung dalam kegiatan bersama secara fisik dan tatap muka

2. Partisipasi dalam bentuk iuran uang atau barang, dana dan sarana.

3. Partisipasi dalam proses pengambilan keputusan

4. Partisipasi dalam bentuk dukungan.

Dari beberapa bentuk prtisipasi yang dikemuakakan di atas, secara garis besar

dapat dibagi kedalam dua bagian yakni : partisipasi material dan partisipasi non

material. Partisipasi material adalah keikut sertan dalam memberikan sumbangan

berupa uang atau barang; sedangkan partisipasi non material dapat berupa sumbangan

pikiran atau gagasan yang dapat diterima sebagai masukan bagi pelaksanaan program

pembangunan.

Dengan demikian partisipasi masyarakat mempunyai nilai yang sangat berarti

dalam pembangunan. Partisipasi bukan hanya kesediaan memberi sumbangan atau

keikut sertaan dalam suatu kegiatan, tetapi juga melibatkan pikiran dan prasarana

32
melalui proses interaksi dan musyawarah sehingga dirasakan bahwa partisipasi

dilaksanakan secara sukarela, bukan paksaan bagi orang yang berperan serta.

b. Perencanaan

Gibson (1996:25) menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu langkah awal

menyusun sumber-sumber dan target utama yang akan dicapai kedepan dengan

penggunaan berbagai sumber daya yang baik dan efektif. Perencanaan yang baik akan

mengarahkan laju gerak organisasi menjadi lebih berhasil kedepan. Sehingga oleh

Siagian (2000:119) dikatakan bahwa dengan perencanaan yang baik akan mudah

dikontrol gerak dan alur perjalanan organisasi menuju tujuan yang telah di tetapkan,

Perencanaan lebih terkait dengan upaya menyusun target-target pencapaian tujuan

organisasi, dengan perencanaan Desa yang baik maka tujuan pembangunan akan

dapat dicapai dengan sendirinya. Dalam perencanaan pembangunan suatu Desa maka

selayaknya sebagai komponen masyarakat turut dilibatkan, karena dengan

keterlibatan berbagi unsure maka sisi kualitas dan bahkan efektifitas dari suatu

rencana akan lebih baik dan lebih mudah dijangkau pada masa-masa yang akan

datang. Selanjutnya Siagian (1997:159) menegaskan bahwa upaya mewujutkan tujuan

organisasi yang efektif harus di mulai dengan suatu perencanaan yang baik dan

efektif pula. Perencanaan yang di musyawarahkan hendaknya dapat menjawab

tantangan; ciri organisasi, ciri lingkungan, ciri pekerja/pegawai, kebijakan dan

praktek manajemen, sebelum membahas lebih lanjut rencana pembangunan Desa

yang baik dan efektif.Perencanaan pembangunan desa merupakan proses penyusunan

33
perencanaan pembangunan yang harus dilakukan oleh kepala desa yang dibantu oleh

lembaga pertahanan masyarakat desa, untuk kemudian dapat ditetapkan adanya suatu

rencana pembangunan desa. Perencanaan pembangunan desa ini tak dapat dilepaskan

dari perencanaan pembangunan daerah dan bahkan dengan pembangunan nasional.

Proses perencanaan pembangunan desa yang baik pada dasarnya dimulai dari

bawah (Botton Up Planning), sehingga apa yang diputuskan untuk dikerjakan sesuai

dengan keinginan-keinginan dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat desa. Walaupun

demikin harus diakui bahwa rencana yang disusun dari bawah ini juga ada

kelemahannya yakni kurang stabil karena kemampuan penyusun untuk menyusun

perencanaan yang baik kurang. Sebaliknya perencanaan dari atas (Top Down

Planning) biasanya juga kurang tepat, karena data-data untuk perencanaan yang

dikumpulkan kurang lengkap. Oleh karena itu yang paling baik adalah perpaduan

antara rencana dari bawah dan dari atas. Mengingat perkembangan desa yang

bermacam-macam dengan sifat-sifat kehidupan masyarakat berlainan dan dengan

sikap penduduk yang berbeda-beda maka perlu dipolahkan proses perencanaan

pembangunan desa.

Untuk memperoleh rencana yang tepat harus didasari oleh kepala desa akan

adanya tantangan atau masalah-masalah yang perlu dipecahkan di dalam usaha

meningkatkan kesejahtran masyarakat desa. Selanjutnya penyusunannya harus

dilakukan dengan baik. Kesadaran akan adanya masalah yang harus dihadapi

merupakan titik tolak yang sebenarnya untuk menyusun rencana. Penentuan sasaran

34
yang lebih nyata akan tergantung pada kesadaran akan masalah ini. Perencanaan

membutuhkan diagnosis yang nyata dari situasi kesempatan ini.

Dalam buku pola tata desa (21-33) dijelaskan bahwa mengingat tingkat

perkembangan desa yang bermacam-macam, dengan sifat-sifat kehidupan masyarakat

berlainan dan dengan sikap penduduk yang berbeda-beda maka proses penyusunan

perencanaan pembangunan desa perlu dilakukan dengan pola-pola sebagai berikut:

Pada langkah pertama kelompok-kelompok penduduk yang tergabung dalam

RT/RK memberikan bahan-bahan dan usul-usul proyek yang akan dibangun. Untuk

ini diadakan “Musyawarah Dusun” dengan ketentuan : diadakannya jauh sebelum

dimulai sesuatu tahun anggaran dan hasil-hasil musyawarah dibuatkan risalah

(notulen) dan dengan disertai surat pengantar dikirim kepada kepala desa/kepala

lingkungan atau lurah, tembusannya disampaikan kepada Bupati.

Langkah berikutnya, dengan bahan-bahan dari “Musyawarah dusun” diadakan

musyawarah desa/lingkungan/marga/negeri. Hasil-hasil musyawarah dibuat

resalahnya (notulen) dan dengan disertai surat pengntar dikirim kepada Camat,

tembusan kepada kepala Sub Direktorat Pembangunan Desa/Kota/Kabupaten yang

bersangkutan.

Selanjutnya diadakan musyawarah tingkat kecamatan untuk membahas hasil-

hasil musyawarah Desa dan menetapkan proyek-proyek mana yang dapat disetujui

sesuai dengan perkiraan biaya yang akan tersedia baik dalam APBN maupun APBD.

35
Musyawarah dipimpin oleh Camat didampingi oleh kepala Sub Direktorat

Pembangunan Desa/Kota/Kabupaten yang bersangkutan.Langkah terakhir adalah

musyawarah tingkat Kota/Kabupaten. Musyawarah ini membahas dan menetapkan

usul-usul proyek pembangunan desa, untukl sebagian pembiayaannya dimasukan

kedalam APBD dan sebagian dimasukan kedalam bantuan langsung atau impres

keserasian.

Hasil-hasil musyawarah tingkat daerah (Kotamadya/Kabupaten) diserahkan

kepada panitia anggaran untuk dapat disediakan pembiayaannya dalam APBD, dan

sebagainya. Setelah pengesahan APBD oleh DPRD maka hasil-hasil musyawarah

diberitahukan secara hirarkis kedesa-desa untuk dimaklumi dan diperispan daftar

usulan proyek sesuai dengan ketetapan dalam APBD dan ketentuan-ketentuan lain.

Samapi tahap ini desa sebenarnya telah mempunyai rancana garis besar ini yang telah

disahkan oleh pihak yng berwenang. Dengan berpegang pada garis besar ini dapatlah

diambil langkah-langkah pelaksanaan rencana dimaksud dengan membuat program

kerja operasional.

c. Pembangunan Desa

Menurut SP Siagian (1987 : 2) Pembangunan adalah suatu usaha atau

rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan terencana yang dilakukan secara sadar

oleh suatu bangsa, negara dan Pemerintahan menuju modernitas dalam rangka

pembangunan bangsa. Sementara Riyono Pratikno (1979 :119) menjelaskan bahwa

36
pembangunan merupakan suatu jenis perubahan sosial dimana diperkenalkan sebagai

gagasan baru kedalam sistem sosial untuk meningkatkan penghasilan perkapita serta

standar hidup.

Lebih lanjut Bintoro (1983 : 59) pembangunan merupakan proses tanpa ada

akhir,suatu kontinuitas perjuangan mewujudkan ide dan relitas yang akan terus

berlangsung sepanjang sejarah.Taliziduhu Ndraha (1982:71) mengemukakan

pembangunan desa merupakan setiap pembangunan yang didalam prosesnya

masyarakat desa harus berpartisipasi aktif.

Sementara Soewignjo (1985:24) juga mengemukakan pendapat mengenai

pembangunan desa yaitu perencanaan pembangunan dari, oleh dan untuk masyarakat

desa.

Daeng Sudirwo, (1981:63) mendefinisikan pembangunan desa sebagai

berikut:

“Pembangunan desa adalah proses perubahan yang terus menerus dan

berkesinambungan yang diselenggarakan oleh masyarakat beserta pemerintah untuk

meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin, materi dan spiritual berdasarkan

pancasila yang berlangsung di desa.”

a. Pembangunan desa adalah seluruh rangkaian usaha yang dilakukan

dilingkungan desa yang bertujuan untuk mempertinggi taraf hidup

37
masyarakat desa, serta memperkuat kesejahteraan masyarakat dengan

rencana yang dibuat atas dasar musyawarah dikalangan masyarakat desa.

b. Pembangunan desa adalah pembangunan masyarakat desa dalam suatu proses

dimana anggota, masyarakat desa pertama-tama mendiskusikan yang

kemudian memutuskan keinginan selanjutnya merencanakan dan

mengerjakan bersama-sama untuk masyarakat memenuhi keinginannya.

c. Pembangunan desa adalah adanya gerakan bersama untuk perubahan tingkat

kehidupan masyarakat desa yang meliputi aspek-aspek kehidupan hidup,

baik lahir maupun bathin yang dilakukan secara swadaya sesuai dengan

kebutuhan masyarakat desa.

d. Pembangunan desa adalah pembangunan yang dilaksanakan di desa secara

menyeluruh dan terpadu dengan imbalan kewajiban yang serasi antara

pemerintah dan masyarakat dimana pemerintah wajib memberikan bimbingan,

pengarahan, bantuan dan fasilitas yang diperlukan, sedangkan masyarakat

memberikan partisipasinya dalam bentuk swakarsa dan swadaya, gotong

royong masyarakat pada setiap pembangunan yang diinginkan.

e. Pembangunan desa adalah suatu pembangunan yang diarahkan untuk

meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa da didasarkan

kepada tugas dan kewajiban masyarakat desa secara keseluruhan.

f. Pembangunan desa adalah pembangunan yang sepanjang prosesnya

masyarakat desa diharapkan berpartisipasi (ikut serta) secara aktif dan

dikelola ditingkat desa.pembangunan desa dilaksanakan dalam rangka

38
pembangunan manusia Indonesia seluruhnya, karena pembangunan desa

mencakup bagian faktor dan program yang saling berkaitan yang

dilaksanakan.

Dengan demikian, maka pembangunan desa perlu terus diupayakan karena

secara keseluruhan desa merupakan landasan bagi ketahanan nasional seluruh rakyat

Indonesia. Selain itu, untuk mencapai tujuan dari pembangunan desa itu, pelaksanaan

pembangunan di berbagai aspek kehidupan baik aspek ideologi, politik, ekonomi,

sosial, budaya dan agama maupun dalam aspek pertahanan dan keamanan. Melalui

pembangunan desa diupayakan agar masyarakat memiliki keuletan ketangguhan yang

mengandung kemampuan mengatasi berbagai masalah dalam kehidupan.

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah singkat Desa Waekatin

Desa Waekatin terbentuk dari suatu insiden kecil yang terjadi pada

masyarakat Desa Waekatin. Insiden itu ialah pecahnya sebuah piring tua (Piring

39
Adat) namanya ialah Piring goli folon yang dulu dengan Bahasa Buru disebut Pir

Dolo. Piring Adat tersebut adalah milik keluarga Lesnussa di Mengesuwaen. Pada

waktu kepala Adat marga Lesnussa sedang dipanggil oleh Raja di Tifu (Pemerintahan

Regeschap di Tifu) yaitu Raja Behuku, maka beliau (Kepala Adat Marga Lesnussa

pergi ke Tifu). Selama beliau ada di Tifu, beliau diundang untuk mengikuti kegiatan

pesta kecil dibuat di Mengesuwaen pada saat pesta itulah piring tua (Pir Dolo) milik

Marga Lesnussa itu Pecah, karena takut dimarahi oleh Kepala Adat jika beliau

kembali dari Tifu. Maka beberapa keluarga dari marga Seleky, Hukunala, Solissa,

Behuku dan Biloro melarikan diri ke Waekatin Maka mula-mula mereka bermukiman

di lokasi yang namanya Hagit Lahin bagian Selatan.

Kemudian keluarga-keluarga ini mengirim berita kepada Raja Behuku di Tifu

pada waktu itu. dan Pendeta Belanda di Tifu bahwa mereka tidak akan kembali lagi

ke Mengesuwaen. Lalu Raja memerintahkan untuk mereka menetap saja di Waekatin,

dan Pendeta ingin melayani mereka di Waekatin. lalu dimulai pembukaan lokasi baru

bagi sebuah Desa atau pemukiman baru, Itulah cikal bakal lahirnya Desa Waekatin.

Seperti diketahui bahwa Sejarah merupakan rentetan peristiwa atau kejadian-

kejadian yang terjadi dalam lingkungan satu masyarakat, bangsa dalam kurun waktu

tertentu yang dapat di pelajari melalui cerita-cerita maupun literatur-literatur yang

diterbitkan khususnya untuk itu. Dalam sejarah terbentuknya satu pulau atau satu

Desa nampaknya sukar untuk diketahui sejak kapan terbentuknya,akan tetapi yang

jelasnya bahwa manusia sebagai individu dan makluk sosial dalam usaha untuk

40
memenuhi kebutuhannya selalu berusaha berhubungan dengan orang lain, atau

manusia selalu hidup bersama dan saling memerlukan. Oleh Sristoteles disebut

sebagai “Zon Politikon”(manusia selamanya hidup bermasyarakat). Dengan demikian

sama halnya denagn Desa Waekatin.

Terbentuknya Desa Waekatin memang diketahui secara tertulis, namun

banyak diketahui melalui orang tua-tua secara turun temurun yang dapat diterima dan

diakui secara sejarah lisan. Atas dasar inilah maka penyusun membahas secara

singkat dan sederhana tentang sejarah terbentuknya desa Waekatin, sesuai data yang

penyusun peroleh dari tua-tua adat (tokoh-tokoh masyarakat) maupun dari aparat

pemerintah desa, selama mengadakan penelitian adalah sebagai berikut :

Desa Waekatin adalah sebuah desa yang terletak jauh dari leksula, di unjung

selatan pegunungan. Nama desa itu dikenal dari beberapa tahun lalu. Sejak dahulu

kala diperkirakan kurang lebih delapan belas delapan puluh (± 1880) Abad yang lalu,

ada sekelompok orang yang hidup bersama-sama. kelompok orang-orang tersebut

dari lima fam (marga), yang dikenal dengan sebutan “Neten Kain” yang merupakan

penduduk asli. Penduduk asli tersebut terdiri dari : marga Seleky, marga Hukunala,

marga Solissa, marga Biloro dan marga Lesnussa. tempat tinggal kelima marga ini

kira-kira 3 km dari Desa Mngeswaen, yakni di Desa Waekatin.`

B. Keadaan Geografis

41
Sebagaimana diketahui bahwa umumnya suatu daerah atau desa mempunyai

keadaan geografis yang mengambarkan ciri atau karakteristik maupun kedudukan

atau status pada hakekatnya adalah untuk mempermudah berbagai pihak yang ingin

mengetahui dengan jelas tentang keberadaan daerah atau desa tersebut.

Menurut polak (1983:54) memberikan pengertian kepada geografi sebagai

berikut:

“Keadaan geografi meliputi tanah dan kekayaan pembagian darat dan laut,

gunung darat, tumbuh-tumbuhan dan binatang, semua kosmos seperti gaya listrik,

sinar dan sebagainya termasuk iklim proses geografis, banjir, gempa bumi dan taufan.

Dengan kata lain segala yang bukan, pengaruh manusia.

Sehubungan dengan pengertian defenisi tersebut diatas maka didalam

penulisan yang menyangkut keadaan geografis ini penyusun akan menguraikan

tentang keadaan geografis yang terdapat di Desa Weakatin.

1. Letak dan luas Batas-batasnya.

Desa Waekatin terletak di pegunungan selatan kota Leksula merupakan salah

satu desa yang termasuk dalam wilayah Kecamatan Leksula sepanjang 70 km dan

dapat ditempuh, melalui jalan darat maupun laut dengan speed. Desa ini merupakan

desa induk yang membawahi empat desa bawahan (Dusun). dan pada tahun 2013

desa ini di mekarkan menjadi sebuah Kecamatan baru yang namanya Kecamatan

Fena Fafan.

42
Adapun batas-batas Desa Waekatin adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Waelo

b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Fakal

c. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Mngeswaen

d. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Siwatlahin

2. Keadaan Iklim

Desa Waekatin Kecamatan Fena Fafan terdapat dua Iklim, atau dua musim

pokok, yaitu musim Timur dan musim Barat. Pengertian musim menurut Douglas

(terjemahan oleh Susanto,1982 (56) adalah Tingkat kombinasi dari pada iklim-iklim

tertentu, suhu, kelembaban, banyak hujan gerjan, udara, tekanan barometer, dan

dimaksud dengan faktor yang tepat disuatu tempat terletak pada garis lintang,

pengukuran tanah, air dan bentuk permukaan tanah.

Berdasarkan pengertian diatas terdapat pengertian timbal-balik antara faktor-

faktor tetap dan unsur itu. Oleh karena itu bila dapat ditemui rata-rata misalnya hujan

terlalu lebat atau suhu panas terlalu dingin. Pada umumnya Desa Waekatin mengebal

atau di pengaruhi oleh dua musim yaitu : musim Barat dan musim Timur. Kedua

musim ini berlangsung silih berganti dan diselingi musim panceroba yang merupakan

transisi bagi kedua musim tersebut:

43
1. Musim berganti dari bulan Desember sampai dengan bulan Maret, bulan April

adalah transisi musim Timut.

2. Musim Timur berlangsung rata-rata 6 (enam) bulan berawal dari bulan Mei dan

berakhir bulan Oktober yang disusul dengan panceroba pada bulan November

sebagai masa transisi ke musim Barat. Hal ini menggambarkan kedaaan musimnya

tidak homogen dalam arti setiap musim berlangsung di daerah ini memberi

pengaruh yang berbeda-beda pada daratan maupun lautannya.

C. Keadaan Demografi

Penduduk merupakan salah satu faktor atau potensi yang turut menentukan

karena bagi satu daerah atau Desa dimana keadaannya tidak menentukan karena

senantiasa dipengaruhi oleh tingkat kelahiran (Vertilitas) dan tingkat kematian

(mortalitas) yang tidak menentu.Berbicara mengenai penduduk berikut ini akan

dikemukakan keadaan penduduk Desa Waekatin dalam tabel berikut ini:

Tabel 1 :

Jumlah penduduk Desa Waekatin Diperinci

Menurut Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Jumlah Ket

1 Laki-Laki 266

2 Perempuan 285

Jumlah 551
Sumber data: Kantor Desa Waekatin, Tahun 2015

44
Tabel 2:

Jumlah Penduduk Menurut Golongan umur

Tahun 2015

NO Golongan Umur Jenis Kelamin


Jumlah
Laki-Laki Perempuan

1. 0-4 Tahun 10 8 18
2. 5-9 Tahun 14 17 31
3. 10-14 Tahun 33 28 61
4. 15-24 Tahun 72 71 143
5 25-49 Tahun 134 138 272
6. 50 Tahun ke atas 11 10 21
Total 274 272 546
Sumber Data: Kantor Desa Waekatin, Tahun 2015

D. Keadaan Ekonomi

Keadaan Ekonomi masyarakat merupakan barometer dalam suatu wilayah.

Kemajuan dan perkembangan suatu Negara dapat ditentukan oleh keadaan sosial

ekonomi Negara atau daerah tersebut. Dimana sosial ekonomi merupakan upaya

manusia atau masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya dalam berbagai aspek

kehidupan untuk mencapai tingkat hidup yang lebih sejahtera. Soemardjan (1992:23)

mengemukakan bahwa :

“Sosial dapat diartikan sebagai suatu hubunagan timbal balik antara

kehidupan manusia dalam arti luas mencakup segala aspek kehidupan yang

45
kepentingannya bagi kehidupan hidup manusia baik moral maupun materiil. Ekonomi

kalau dikontraktir dalam prateknya maka ekonomi mengandung arti yaitu tindakan

manusia dalam gerak usahanya yang diatur melalui berbagai macam cara untuk

memenuhi kebutuhannya yang selalu mendesak dengan ikhtisar guna mendapatkan

tingkat kesejahteraan yang diinginkan. Jadi pengertian sosial ekonomi adalah usaha

manusia dalam memenuhi kebutuhannya dan ditempuh dengan berbagai macam cara

dengan suatu ikhtisar guna mendapatkan satu tingkat kesejahtraan hidup”

Berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat dikatakan bahwa sosial ekonomi

adalah usaha-usaha manusia secara timbal balik dalam berbagai aspek kehidupan

berpedoman pada prinsip ekonomi untuk memenuhi kebutuhan hidup bagi

kelangsungan hidup yang baik.

Bertolak dari pengertian sosial ekonomi yang mempunyai ruang lingkup

yang luas dan kompleks karena menyangkut berbagai aspek kehidupan manusia

sesuai dengan keadaannya di bumi ini, maka pada ruang lingkup sosial ekonomis,

penyusun hanya mengetengahkan mata pencaharian penduduk Desa Waekatin.

Seperti telah dijelaskan pada uraian terdahulu bahwa keadaan tanah di Desa

Waekatin sebagian besar dapat dijadikan untuk pertanian yakni usha tanaman umur

panjang.

46
Pada umumnya Masyarakat Desa Waekatin mayoritas penduduk adalah

petani jelasnya dapat dilihat pada tabel mata pencaharian penduduk Desa Waekatin

Sebagai berikut:

Tabel 3:

Jumlah Penduduk Menurut Golongan Umur

Tahun 2015

No Mata Pencaharian Jumlah ket

1 Pegawai Negeri/ABRI 21
2 Karyawan Swasta -
3 Pensiun -
4 Petani 530 Coklat, pala
5 Pedagang 11
6 Perternak 21 Sapi
7 Jasa-jasa lain -
Jumlah 583

Sumber Data: Kantor Desa Waekatin, 2015.

E. Keadaan Pendidikan

Keadaan sosial Budaya di Desa Waekatin dapat dikemukakan beberapa bagian

atau unsur yang merupakan karakteristik dan dapat diikuti sebagai berikut :

Pendidikan merupakan salah suatu faktor yang dapat menjamin seseorang

mengatur dirinya dan kehidupan sebagai makluk Tuhan, maka ia harus dibina kearah

47
keluhuran dalam budi pekerti agar tingkah laku dalam hidupnya dapat membedakan

mana yang baik dan mana yang buruk. Dengan melalui proses pendidikan inilah akan

tercipta manusia yang betul-betul berkepribadian bangsa, selain itu ia dapat

mencerdaskan corak hidupnya dan berpikir untuk mengimbangi lajunya pengetahuan

dan teknologi dalam pembangunan. melalui pentingnya pendidikan di Desa Waekatin

sebagai berikut :

Berbicara tentang masalah pendidikan dapatlah penyusun jelaskan bahwa

pendidikan di Desa Waekatin terdiri dari 6 (enam ) buah gedung Sekolah, yakni 2

gedung TK , 2 gedung SD yaitu SD Negeri dan SD Kristen, satu gedung SMP dan

satu gedung SMA. Sedangkan berikut ini akan dicantumkan komposisi penduduk

Desa Waekatin menurut tingkat pendidikan pada bulan. tahun 2015 sebagai berikut:

Tabel 4:

Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan

Pada bulan. tahun 2015.

No Tingkat Jenis
Pendidikan Kelamin Jumlah Prosentase Ket.;
L P (%)

1. TK 15 9 24 15
2. SD 33 28 61 37,65
3. SMP 13 12 25 15,43
4. SMA 7 9 16 9,87
5. Diploma AK/PT 9 27 36 22,22
6.

Jumlah 77 85 162 100

48
Sumber Data: Kantor Desa Waekatin, 2015

F. Agama dan Kepercayaan.

Agama adalah merupakan suatu keyakinan yang sungguh-sungguh dari

seseorang terhadap pencinta-Nya, karena dengan ajaran agama manusia dapat

mengetahui apa yang seharusnya dibuat dan apa yang tidak dibuat, sehingga

membuat manusia untuk hidup aman, tentram dan damai sejahtera. Di Negara

Indonesia undang-undang menjamin kebebasan beragama atau kepercyaan masing-

masing sehingga tercipta stabilitas nasional yang mantap dalam era pembangunan

daerah

Dewasa ini. Seiring dengan apa yang dikemukakan di atas, maka berikut ini dapat

dilihat agama dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat Desa Waekatin pada

bulan Januari tahun 2015 dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 5:

Pendduduk Desa Waekatin

Diperinci Menurut Agama Tahun 2015

No Agama Jumlah penganut Jumlah tempat Keterangan


ibadah

1. Islam 3 -
2. Katolik - -
3. Protestan 548 1

49
Jumlah 551 1
Sumber Data: Kantor Desa Waekatin, 2015.

G. STRUKTUR ORGANISASI

Untuk mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan desa yang merupakan unit

terendah langsung di bawah Kabupaten, untuk mengatur dan mengurus kepentingan

masyarakat yang berdasarkan asal usul dan adat istiadat yang diakui dalam sistem

pemerintahan Nasional dan berada di dearah Kabupten. Di Desa Waekatin

mempunyai struktur organisasi pemerintahan yang berdasarkan Undang-Undang No.5

Tahun 1979 sesuai dengan Undang-Undang tersebut maka kepala Desa dan LMD

merupakan Pemerintahan Desa, dengan demikian maka kepala dan LMD berperan

sebagai penyelenggaraan pemerintahan Desa. Organisasi pemerintahan Desa di Desa

Waekatin terdiri dari kepala Desa, LMD, dibantu dengan perangkat desa yang

meliputi kepala-kepala urusan dan kepala Dusun.

Setiap Organisasi mempunyai tugas pokok dan fungsi-fungsi guna

penyelenggaraan pemerintahan dan fungsi masing-masing guna peneyelenggaraan

pemerintahannya, untuk Jelas dapat di lihat pada tabel berikut:

STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAHAN DESA

Kepala Desa

Demsy Seleky

50
Ketua BPD Sekretaris

Victor Hukunala Hofni Solissa

Anggota

Veky Solissa

Frets Hukunala

Pelit Hukunala

Chres Hukunala

Edwin solissa

Kaur Pemerintahan Kaur Pembangunan Kaur Keuangan Kaur Umum

Jolius Hukunala Steven Solissa Defi Seleky Remi Hukunala

Kepala Dusun Kepala Dusun Kepala dusun Kepala Dusun

Siwatlahin Waebarapa Waeraman Waegogon

Welem Seleky Hengky Solissa Maxi Solissa Hein Hukunala

51
H. Pemerintahan

Desa Waekatin dewasa ini dipimpin oleh seseorang Kepala Desa yang

dipimpin secara langsung, umum, bebas dan rahasia, bentuk struktur organisasi

pemerintahan desa Waekatin nampaknya ada usaha penyesuaian dengan UU No.5

tahun 1979 tentang pemerintahan desa. Hal ini disebabkan karena dilihat adanya

kebiasaan dan kepekaan terhadap adat istiadat khususnya dalam pelaksanaan

administrasi desa. Dalam pelaksaan tugas sehari-hari, kepala Desa dibantu oleh

kepala-kepala dusun (soa) dan beberapa tetangga lainnya. masing-masing mereka

punya fungsi sebagai berikut:

1. Kepala Desa atau Kai Hat.

52
Sesuai dengan keadaan yang masih berlaku maka kepala Desa yang menurut

UU No.32 Tahun 3004 sebagai pemimpin unit pemerintahan terendah, masih tetap

dengan gelar Kai Hat dan sering bahkan Lazim disebut pemerintahan setempat.

Dalam hubungan ini kepala Desa mempunyai dua fungsi yaitu sebagai kepala

Adat dan sebagai pemimpin Formal administratif. Sebagai kepala adat dan berfungsi

mengatur dan menyelesaikan hal-hal yang berhubungan dengan persoalan adat dalam

desa. Sebagai Kepala Desa, ia berfungsi menjalankan segala kebijaksanaan yang

diturunkan dari pemerintahan tingkat atas baik bersifat tertulis maupun tidak tertulis,

disamping tugas-tugas rutin pemerintahan umum sesuai tugas yang terkait dengan

pembangunan desa yang bertangung jawab kepada Bupati sebagai kepala Daerah

tidak lagi, tetapi kepala desa bertanggung jawab untuk desanya sendiri.

2. Sekretaris Desa

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari , Sekretaris sering disebut juru tulis oleh

masyarakat. Sekretaris desa sekali peranannya dalam tugas pemerintahan khusunya

yang berhubungan administrasi Kantor Desa. Disamping itu Sekretaris desa adalah

merupakan pendamping utama kepala desa dalam berbagai urusan pemerintahan desa.

3. Kepala Soa/Kepala Dusun

Keberadaan Kepala Soa /Kepala Dusun biasanya diambil dari satu mata rumah

tua, sehingga keberadaannya adalah merupakan suatu dari mata rumah yang

bersangkutan.

53
4. Badan perwakilan Desa

Badan perwakilan Desa kedudukan sebagai unsur pemerintahan Desa, Sebagai

lembaga permesyarakatan /pemufakatan. Badan perwakilan Desa melaksanakan tugas

sebagai:

a. Mengayomi, yaitu menjaga kelastarian Adat istiadat yang hidup dan berkembang

di Desa sepanjang menunjang kelangsungan pembangunan.

b. Ledislasi, yaitu merumuskan dan menetapkan peraturan Desa bersama

pemerintahan desa.

c. Pengawasan ,yaitu meliputi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa,

Anggaran pendapatan dan belanja desa. serta keputusan kepala Desa.

d. Menampung aspirasi masyarakat yang di terima dari masyarakat kepada pejabat

instansi yang berwenang.

Penetapan struktur, porsonil dan fungsi pemerintahan Desa, seperti fungsi

sekretaris desa serta unsur-unsur yang membidangi tugas khusus. Penetapan struktur,

personil dan fungsi pemerintahan Desa, Seperti fungsi Sekretaris Desa, serta urusan-

urusan yang membidangi tugas khusus seperti pemerintah, pembangunan dan

kemasyarakatan, menata dan mengfungsikan kembali Badan Perwakilan Desa (BPD)

yakni perubahan dari LMD, dengan sasaran menghidupkan demokrasi kerakyatan,

melalui strategi koordinasi dalam rangka budaya demokrasi dan kebersamaan dalam

masyarakat. Penataan struktur, personil, fungsi elemen masyarakat seperti LKMD,

PKK, RT, RW, Pemuda Desa, Serta unsur ketentraman dan ketertiban masyarakat

54
(kamtibmas) dengan sasaran menjamin tertib penyelenggaraan pemerintahan umum

di Desa.

5. Sekilas Tentang Sumber Pendapatan Desa.

Setiap Desa memeliki Sumber pendapatan dan kekayaan desa, baik sumber

pendapatan asli desa maupun sumbangan bantuan dari pemerintah pusat dan daerah.

Desa Waekatin yang merupakan salah satu Desa yang merupakan baru memiliki

sumber kekayaan yang cukup untuk menamba penerimaan sumbangan dana setiap

tahun anggaran. Namum sumber pendapatan asli desa seperti objek-objek rekreasi

yang di urus oleh Desa, hasil dari swadaya dan partisipasi masyarakat, hasil dari

gotong royong masyarakat desa, tuntutan desa. Sumber pendapatan asli yang belum

di olah pihak-pihak tertentu guna menamba sumber pendapatan dan penerimaan desa

yang lain guna dapat membiayai pembangunan desa.

55

You might also like