Professional Documents
Culture Documents
Website: https://ejournal.stikesaisyah.ac.id/index.php/jika/
Email: jurnal.aisyah@stikesaisyah.ac.id
Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), Desember 2018, – 164
La Ode Alifariki, La Rangki, Rahmawati
Hospital Acquired Infections (HAIs) adalah Immunodeficiency Virus (HIV) (Abdo et al.,
infeksi yang didapat di rumah sakit terjadi 2013).
pada pasien yang dirawat dirumah sakit Beban global penyakit karena penggunaan
paling tidak selama 72 jam dan pasien injeksi yang tidak aman, diperkirakan oleh
tersebut tidak menunjukkan gejala infeksi World Health Organization (WHO) dengan
saat masuk rumah sakit (Brooker C, 2009). model probabilitas bahwa pada tahun 2008
Infeksi nosokomial yang sering ditemui yaitu adalah 340.000 Human Immunodeficiency
pneumonia, infeksi saluran kemih, infeksi Virus (HIV), 15 juta Hepatitis B Infeksi virus
ditempat operasi dan infeksi pada aliran (HBV), 1 juta infeksi Hepatitis C Virus, 3
darah (Tabatabaei, Behmanesh Pour, & juta infeksi bakteri, dan 850.000 infeksi di
Osmani, 2015). Menurut World Health tempat suntikan. Ini menyumbang 14% HIV,
Organization (WHO) tahun 2013, presentase 25% HBV, 8% HCV, dan 5% infeksi bakteri
infeksi nosokomial di rumah sakit di seluruh di seluruh dunia dan untuk 28 juta usia hidup
dunia mencapai 9% (variasi 3 – 21%) atau yang dapat dicegah cacat (Gyawali, Rathore,
lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah Kc, & Shankar, 2013).
sakit seluruh dunia 2 mendapatkan infeksi Petugas kesehatan dan perawat sering
nosokomial. Sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit terpajan mikroorganisme, yang dapat
di 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur menyebabkan dampak yang serius dan
Tengah, Asia Tenggara dan Pasifik infeksi yang mematikan (Efstathiou,
menunjukkan adanya infeksi nosokomial dan Papastavrou, Raftopoulos, & Merkouris,
untuk Asia Tenggara sebanyak 10% (WHO, 2011). Berdasarkan data dari Centers for
2013). Disease Control and Prevention (CDC)
Angka kejadian infeksi nosokomial di Amerika menunjukkan bahwa pada tahun
Indonesia diambil dari 10 RSU pendidikan 2002, 57 petugas kesehatan terdiagnosis HIV
yang mengadakan surveillance aktif tahun karena terpajan (24 diantaranya perawat), 48
2010. Pada penelitian tersebut dilaporkan petugas (84,2%) dikarenakan tusukan benda
angka kejadian infeksi nosokomial cukup tajam. Penelitian lain menunjukkan bahwa
tinggi yaitu 6- 16% dengan rata-rata 9,8%. perawat menjadi lebih terinfeksi karena
Kejadian tersering adalah infeksi daerah pajanan. Insiden perawat terkena tusukan 3
operasi, infeksi saluran kemih, infeksi saluran benda tajam yang terkontaminasi darah
nafas dan infeksi aliran darah (Kementerian adalah tinggi. Laporan yang ada bahwa
Kesehatan RI, 2011). kejadian tertusuk jarum pada perawat adalah
80,6% (Luo, He, Zhou, & Luo, 2010).
Injeksi adalah salah satu metode medis yang
paling sering digunakan untuk Angka kejadian perawat tertusuk jarum pada
memperkenalkan obat atau zat lain ke dalam penelitian yang dilakukan Ayranci et al.,
tubuh untuk tujuan pengobatan atau 2004 adalah 76,2%. Kebanyakan perawat
pencegahan (Van Tuong, Phuong, Anh, & (69,1%) tidak melaporkan injury yang
Nguyen, 2017). Di sarana pelayanan dialami sedangkan 32,4% perawat belum
kesehatan yang terbatas, jarum suntik mendapatkan imunisasi HBV. Sebanyak
digunakan kembali tanpa melalui proses 1,4% menunjukkan bukti terkena infeksi
sterilisasi dan desinfeksi tingkat tinggi. HBV dan 7,9% terkena infeksi HCV.
Dibeberapa negara, proporsi injeksi yang Kewaspadaan standar yang diperkenalkan
tidak aman adalah 70%. Praktik injeksi yang oleh CDC pada tahun 1996, adalah
tidak aman seperti menggunakan spuit dan merupakan guidelines untuk mengurangi
jarum yang tidak steril, dapat menyebabkan risiko transmisi dari pajanan darah dan udara
penularan 32 % Hepatitis B Virus (HBV), 40 atau patogen lain di rumah sakit.
% Hepatitis C Virus (HCV), dan 5% Human Kewaspadaan standar menyatakan bahwa
darah, cairan tubuh, sekresi dari pasien dibutuhkan dalam upaya pencegahan infeksi
merupakan benda infeksius. Kewaspadaan nosokomial. Supervisi dilakukan untuk
standar memberikan perlindungan yang baik mengetahui sejauh mana kemampuan
bagi pasien dan petugas kesehatan dalam perawat pelaksana dalam melakukan
membantu mengontrol kejadian infeksi tindakan pencegahan infeksi nosokomial.
rumah sakit (Luo et al., 2010).
Menurut (Yully Harta Mustikawati, 2011)
Salah satu komponen kewaspadaan standar identifikasi pada karakteristik individu
adalah praktik menyuntik yang aman (Van merupakan faktor awal yang dapat
Tuong, P., Phuong, T. T. M., Anh, B. T. M., memberikan dampak langsung pada hasil
& Nguyen, T. H. T, 2017). Dari studi tampilan pemberi jasa layanan apakah
pendahuluan yang dilakukan di ICU Rumah tampilan dapat diterima atau tidak. Hasil
Sakit Jogja menunjukkan bahwa belum penelitian Runtu, L., Haryanti, F., &
semua petugas melakukan praktik menyuntik Rahayujati, B. (2013) didapatkan bahwa
yang aman dengan benar. salah satu faktor yang berpengaruh pada
Kepatuhan penerapan prinsip standard penerapan standard precautions adalah
precautions dapat dilihat menggunakan pendidikan. Pendidikan mempunyai
model determinan perilaku. Menurut model hubungan dengan perilaku perawat dalam
ini suatu perilaku kesehatan seseorang penerapan standard precautions dimana
dipengaruhi oleh faktor predisposisi, faktor perawat dengan tingkat pendidikan tinggi
enabling (pemungkin) dan faktor reinforcing yang perilaku tidak baik dalam penerapan
(penguat). Model yang dikeluarkan oleh standard precautions sebesar 51,5%
Lawrence Green (1980) kemudian sedangkan perawat yang berpendidikan
dimodifikasi oleh Mc.Govern.et.all (2000) menengah yang berperilaku tidak baik dalam
melalui penelitiannya dan membagi faktor- penerapan standard precautions sebesar
faktor yang mempengaruhi kepatuhan 76,1%. Seseorang yang memiliki tingkat
terhadap standard precautions menjadi faktor pendidikan yang tinggi akan semakin baik
individu, faktor pekerjaan dan faktor dalam berperilaku. Orang yang memiliki
organisasi (McGovern et al., 2000). pendidikan tinggi akan lebih kreatif, lebih
rasional dan lebih terbuka dalam menerima
Kinerja individu dapat dipengaruhi oleh pembaharuan. Seseorang yang berpendidikan
beberapa faktor antara lain faktor individu tinggi akan memiliki pengetahuan yang luas.
(pengetahuan, kemampuan, keterampilan, Pendidikan akan memberikan pengetahuan
latar belakang, dll), faktor psikologis tidak hanya untuk pelaksanaan pelayanan
(persepsi, sikap, motivasi, dan kepribadian), tetapi juga untuk perkembangan diri dalam
dan faktor organisasi (sumber daya, memanfaatkan fasilitas yang ada untuk
kepemimpinan, dan supervisi). Notoatmodjo kelancaran tugas tanpa mengabaikan
(2007) mengatakan bahwa pengetahuan penerapan standard precautions (Runtu,
merupakan pembentuk tindakan seseorang Haryanti, & Rahayujati, 2013).
(Notoatmodjo, 2007).
Penelitian Ikhwan (2012) menyatakan bahwa
Setiawati menyatakan bahwa pengetahuan semakin baik pengetahuan yang dimiliki
mempunyai pengaruh yang signifikan perawat, maka akan semakin patuh terhadap
terhadap pencegahan infeksi nosokomial penerapan prinsip-prinsip pencegahan infeksi
(Setiawati, 2009). Motivasi atau dorongan salah satunya standard precautions (Ikhwan
dalam melakukan suatu pekerjaan memiliki K, 2012). Begitu juga dengan penelitian
kontribusi terhadap kinerja perawat Nurkhasanah & Sujianto, (2014) bahwa
(Hendrarni, 2009). perawat yang mempunyai pengetahuan yang
Dukungan dan supervisi kepala ruangan kurang tentang penularan penyakit-penyakit
terhadap kinerja perawat pelaksana sangat infeksi mempunyai risiko kemungkinan 7,08
Analisis Determinan Perilaku Perawat dalam Penerapan Praktek Menyuntik yang Aman Di Rsud Kota Kendari
Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), Desember 2018, – 166
La Ode Alifariki, La Rangki, Rahmawati
kali untuk kurang patuh terhadap penerapan Berdasarkan observasi yang dilakukan
standard precautions (Nurkhasanah & peneliti pada 10 orang perawat pelaksana, 6
Sujianto, 2014). diantaranya masih mengabaikan penerapan
Perilaku perawat dalam mencegah dan praktek menyuntik yang aman dan
mengendalikan infeksi nosokomial di Rumah pengelolaan limbah seperti 2 orang tidak
mencuci tangan sebelum tindakan dan hanya
Sakit dipengaruhi oleh ketersediaan sarana
mencuci tangan setelah melakukan tindakan,
prasarana. Hasil penelitian ini menunjukkan
1 orang perawat tidak menggunakan sarung
bahwa ada hubungan antara sarana prasarana
tangan pada saat melakukan tindakan invasif
dengan Perilaku perawat dalam mencegah
yang berhubungan dengan darah pasien serta
dan mengendalikan infeksi nosokomial di
3 orang perawat yang masih menggunakan
Rumah Sakit Sym Rabu Kabupaten
teknik dua tangan pada saat menutup jarum
Bangkalan Madura (Roufuddin, 2015).
suntik yang dapat membahayakan diri
Begitupula dengan motivasi berhubungan
perawat tersebut. Perawat juga mengatakan
dengan perilaku perawat dalam mencegah
bahwa penerapan praktek menyuntik yang
dan mengendalikan infeksi nosokomial di
aman, namun terkadang dikarenakan
Rumah Sakit Sukoharjo (Ningsih.E.W,
tindakan yang dibutuhkan cepat mereka
2013).
sedikit abai dengan penerapan prinsip
Rumah sakit umum daerah Kota Kendari tersebut. Observasi yang dilakukan di
adalah salah satu rumah sakit umum tipe C ruangan terhadap pengelolaan limbah sudah
milik pemerintah kota Kendari dengan status terdapat tempat sampah sesuai jenisnya,
akreditasi Bintang Satu. Studi pendahuluan seperti tempat sampat yang berwarna kuning
yang dilakukan oleh peneliti pada beberapa untuk sampah infeksius, tempat sampat hitam
perawat menunjukkan bahwa pengetahuan untuk sampah non infeksius dan safety box
perawat tentang dampak mencuci tangan untuk sampah benda tajam. Namun dalam
masih belum seluruhnya memahami penerapannya masih ada perawat yang
begitupula dengan motivasi perawat untuk membuang sampah tidak berdasarkan
menyelenggarakan praktik suntik yang aman jenisnya. Observasi yang dilakukan pada 4
bagi pasien masih kurang. orang perawat pelaksana, 3 diantaranya
Menurut penuturan kepala bidang membuang sampah disatu tempat sampah
keperawatan mungkin pernah ada kejadian tanpa membedakan jenis sampah tersebut.
kecelakaan kerja pada perawat seperti
tertusuk jarum suntik atau terkena goresan
pecahan ampul, namun sampai saat ini belum METODE
ada yang melaporkan ke bidang keperawatan. Rancangan penelitian ini adalah
Kepala bidang keperawatan juga menyatakan observasional analitik dengan pendekatan
bahwa pihak rumah sakit sudah membuat dan cross sectional. Penelitian ini telah
mensosialisasikan SOP (Standard dilaksanakan pada tanggal 05 Februari - 21
Operational Procedur) dalam penerapan Februari 2018 di Ruang Rawat Inap RSUD
standard precautionss yang harus dipatuhi Kota Kendari. Proses pengumpulan data
oleh perawat. Namun penerapan prinsip dimulai setelah responden memperoleh
standard precautionss tersebut masih belum penjelasan (informed consent)dari peneliti
optimal. Wawancara juga dilakukan kepada dan responden menandatangani lembar
kepala ruangan rawat inap. Menurut kepala persetujuan tersebut. Variabel independen
ruangan penerapan standard precautions oleh dalam penelitian ini adalah pengetahuan,
perawat pelaksana sudah sesuai dengan SOP. motivasi, sarana prasarana dan supervisi
Namun di ruangan sendiri SOP sudah lama IPCLN sedangkan variabel dependen
hilang dan dalam proses pembaharuan. penelitian adalah perilaku perawat dalam
menerapkan praktek menyuntik yang aman.
Instrument penelitian yang digunakan dalam berisi tentang variabel penelitian dan
penelitian adalah kuesioner yang disusun hubungan antar variabel yang memiliki
oleh peneliti sendiri, tetapi sebelum kriteria baik dan kurang.
penelitian dimulai terlebih dahulu peneliti Tabel 1 Karakteriristik Responden
lakukan uji validitas dan reliabilitas
menggunakan uji Produk Momen Pearson. Persentase
Karakteristik Responden Jml (n)
Populasi dalam penelitian ini adalah semua (%)
perawat di ruang rawat inap RSUD Kota Kelompok Umur
Kendari dengan jumlah sampel sebanyak 55 25-30 17 31,0
responden yang diambil secara proportional 31-36 30 54,5
37-43 8 14,5
random sampling. Teknik pengolahan dan
Jenis Kelamin
analisa data dilakukan dengan uji statistik chi Laki-laki 20 36,4
square (Arikunto, 2010). Perempuan 35 63,6
Tingkat Pendidikan
HASIL DAN PEMBAHASAN Diploma 38 69,0
Sarjana + Ners 17 31,0
Karakteritik responden dalam penelitian ini Masa Kerja
berdasarkan kelompok umur, jenis kelamin, ≥ 5 tahun 34 61,8
tingkat pendidikan dan masa kerja yang < 5 tahun 21 38,1
terlihat pada tabel 1. Sedangkan pada tabel 2
Analisis Determinan Perilaku Perawat dalam Penerapan Praktek Menyuntik yang Aman Di Rsud Kota Kendari
Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), Desember 2018, – 168
La Ode Alifariki, La Rangki, Rahmawati
pelatihan yang dilaksanakan terkait praktik terhadap keselamatan petugas di ruang rawat
menyuntik aman oleh petugas. inap.
Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis Hubungan Motivasi dengan Perilaku Praktik
hubungan pengetahuan dengan perilaku Menyuntik Aman.
dalam menyuntik aman, diperoleh bahwa dari Ada 40% responden yang mempunyai
24 responden yang memiliki pengetahuan motivasi baik dalam melaksanakan praktik
baik, lebih banyak perawat memiliki perilaku menyuntik yang aman, hanya 46,7%
baik dalam menyuntik aman sebanyak 15 responden yang termotivasi untuk membuang
responden (62,5%) dan kurang sebanyak 9 spuit bekas pakai dibuang ke dalam box
responden (37,5%). Kemudian dari 21 pembuangan khusus (safety box), melakukan
responden memiliki pengetahuan kurang, desinfektan instrumen benda tajam bekas
lebih banyak perawat memiliki perilaku pakai menggunakan cairan klorin 10%
kurang dalam menyuntik aman sebanyak 17 selama 10 menit hanya 40% responden,
responden (81,0%) dan baik sebanyak 4 hanya 40% responden yang melakukan
responden (19,0%). recapping setelah melakukan tindakan
Pada penelitian ini diperoleh data bahwa ada injeksi, hanya 46,7% bersemangat bila waktu
24 responden yang memiliki pengetahun baik pelaksanaan tindakan menyuntik pada pagi
tetapi berperilaku kurang baik sebanyak 9 hari.
responden (37,5%). Hal ini dapat dipengaruhi Masih tingginya perawat yang melakukan
oleh umur responden > 30 tahun, lebih tindakan penyuntikan secara tidak aman akan
banyak menyerahkan pekerjaan teknis pada meningkatkan risiko angka kejadian
perawat berusia muda. Hal ini sejalan dengan kecelakaan kerja tertusuk jarum. Menurut
penelitin Tuong et al (2012) yang Dirjen P2ML (Penanganan Penyakit Menular
menyatakan bahwa perawat berusia < 30 Langsung) pada tahun 2010 terdapat 17%
tahun memiliki pengetahuan dan perilaku kecelakaan kerja yang disebabkan oleh luka
baik dalam menyuntik aman dibandingkan tusuk jarum sebelum atau selama pemakaian,
perawat berusia > 30 tahun. 70% terjadi sesudah pemakaian dan sebelum
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai pembuangan, dan 13% sesudah pembuangan.
chi square hitung (X2hit) = 6,979 > X2tab = Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
3,841, artinya bahwa ada hubungan Intan Johan tahun 2013 mengenai faktor-
pengetahuan dengan perilaku dalam faktor yang berhubungan dengan terjadinya
menyuntik aman di RSUD Kota Kendari. luka tusuk jarum suntik pada paramedis
Hasil uji statistic ini menunjukkan bahwa ada diketahui bahwa praktik menyuntik yang
kecenderungan pada perawat yang memiliki aman mempunyai hubungan signifikan
pengetahuan baik maka akan berperilaku dengan kejadian luka tusuk jarum suntik.
yang baik pula dan sebaliknya. Alat suntik yang lebih aman dan
Apabila seluruh perawat di ruang rawat inap pengendalian cara kerja dapat mengurangi
RSUD Kota Kendari diberikan pelatihan kecelakaan akibat kerja.
mengenai khusus menyuntik aman dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis
pengendalian infeksi nosokomial maka hubungan motivasi dengan perilaku dalam
kemungkinan besar kinerja perawat menjadi menyuntik aman, diperoleh bahwa dari 18
sangat baik. Hal tersebut akan meningkatkan responden yang memiliki motivasi baik, lebih
citra pelayanan RSUD Kota Kendari karena banyak perawat memiliki perilaku baik dalam
salah satu indikator standar mutu pelayanan menyuntik aman sebanyak 13 responden
adalah tinggi rendahnya angka kejadian (72,2%) dan kurang sebanyak 5 responden
infeksi nosokomial dan juga jaminan (27,8%). Kemudian dari 27 responden
memiliki motivasi kurang, lebih banyak
perawat memiliki perilaku kurang dalam Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis
menyuntik aman sebanyak 21 responden hubungan sarana prasarana dengan perilaku
(77,8%) dan baik sebanyak 6 responden dalam menyuntik aman, diperoleh bahwa dari
(22,2%). 19 responden yang menilai sarana prasarana
baik, lebih banyak perawat memiliki perilaku
Pada penelitian ini diperoleh data bahwa ada
baik dalam menyuntik aman sebanyak 13
18 responden yang memiliki motivasi baik
responden (68,4%) dan kurang sebanyak 6
tetapi berperilaku kurang baik sebanyak 5
responden (31,6%). Kemudian dari 26
responden (27,8%). Hal ini dapat dipengaruhi
responden menilai sarana prasarana kurang,
oleh waktu pelaksanaan tindakan menyuntik,
lebih banyak perawat memiliki perilaku
yakni beberapa perawat merasa terbebani jika
kurang dalam menyuntik aman sebanyak 20
dilaksanakan pada pagi hari sebelum
responden (76,9%) dan baik sebanyak 6
pergantian shift. Hal ini sejalan dengan
responden (23,1%).
penelitian Tuong et al (2012) yang
menyatakan bahwa tingkat injeksi aman di Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai
pagi hari adalah 22% sedangkan tingkat chi square hitung (X2hit) = 7,487 > X2tab =
keamanan injeksi pada tengah hari adalah 3,841, artinya bahwa ada hubungan sarana
yang tertinggi (88,9%). Berdasarkan uji prasarana dengan perilaku dalam menyuntik
statistic ditemukan bahwa ada perbedaan aman di RSUD Kota Kendari. Hal ini
yang signifikan secara statistik mengenai mengandung arti bahwa semakin baik
keamanan injeksi tergantung pada waktu hari ketersediaan sarana prasarana maka ada
dimana suntikan diterapkan, yang mana kecenderungan perawat akan berperilaku
persentase terbesar dari injeksi keselamatan baik dan sebaliknya.
adalah pada siang hari (p <0,001). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai Polii B dkk (2016) yang menunjukkan
chi square hitung (X2hit) = 9,133 > X2tab = terdapat hubungan yang bermakna antara
3,841, artinya bahwa ada hubungan motivasi faktor ketersediaan sarana dengan penerapan
dengan perilaku dalam menyuntik aman di Universal precaution oleh perawat di Ruang
RSUD Kota Kendari. Hasil penelitian ini Rawat Inap Penyakit Dalam (IRINA C)
mengandung makna bahwa perawat yang RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado
memiliki motivasi baik akan cenderung dengan nilai p=0,013.
berperikau baik dan sebaliknya.
Hubungan supervisi IPCLN dengan perilaku
Hubungan sarana prasarana dengan perawat dalam menyuntik aman.
perilaku perawat dalam menyuntik aman. Tabel 2 menunjukkan bahwa hasil analisis
Secara deskriptif hasil penelitian ini hubungan sarana prasarana dengan perilaku
menemukan informasi bahwa pada dasarnya dalam menyuntik aman, diperoleh bahwa dari
sarana prasarana terkait ketersediaan spoit, 15 responden yang menilai supervisi IPCLN
jarum spoit, box pembuangan, SOP tindakan baik, lebih banyak perawat memiliki perilaku
sudah tersedia, meskipun masih dominan baik dalam menyuntik aman sebanyak 11
perawat berpandangan bahwa perencanaan responden (73,3%) dan kurang sebanyak 4
sarana tersebut belum maksimal, hal ini dapat responden (26,7%). Kemudian dari 30
dilihat berdasarkan jumlah sarana prasarana responden menilai supervisi IPCLN kurang,
spoit yang direncanakan sering tidak sesuai lebih banyak perawat memiliki perilaku
dengan yang didrop ke ruang perawatan, hal kurang dalam menyuntik aman sebanyak 22
ini tentu cenderung akan mempengaruhi responden (73,3%) dan baik sebanyak 8
kedisiplinan petugas dalam melakukan responden (26,7%).
tindakan menyuntik aman. Pada penelitian ini diperoleh data bahwa ada
15 responden yang menilai pelaksanaan
Analisis Determinan Perilaku Perawat dalam Penerapan Praktek Menyuntik yang Aman Di Rsud Kota Kendari
Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), Desember 2018, – 170
La Ode Alifariki, La Rangki, Rahmawati
supervisi oleh IPCLN baik tetapi berperilaku masih dalam tahap pengawasan, bila
kurang baik sebanyak 4 responden (26,7%). pengawasan mengendur maka perilaku akan
Hal ini dapat dipengaruhi oleh pelaksanaan ditinggalkan artinya ketika pengawasan itu
supervisi tidak dilakukan secara sudah mulai menurun maka perawat untuk
berkesinambungan sehingga menimbulkan melakukan pencegahan infeksi nosokomial
kekurangpuasan tenaga perawat pelaksana semakin rendah, mereka bekerja semau
yang ada di ruang rawat. Hal ini sejalan dengan yang mereka mau bukan semesti
dengan penelitian Satiti dkk (2017) yang yang telah ada dalam standar prosedur
menyatakan bahwa pengawasan terhadap operasional (SOP) untuk melakukan
penerapan kegiatan standard precautions pencegahan infeksi nosokomial. Sejalan pula
untuk jadwal tetap hanya dilakukan pada saat dengan penelitian Qalbia Muhammad dkk
audit yaitu tiga bulan sekali dalam setahun (2013) yang mengatakan bahwa ada
sesuai dengan jadwal program kerja hubungan yang signifikan antara supervisi
monitoring evaluasi. Hal tersebut dirasa dengan kinerja perawat pelaksana dalam
kurang untuk frekuensi pengawasan karena menerapkan patient safety di ruang rawat
pengawasan dari atasan dan/atau dari teman inap RS Universitas Hasanuddin
sejawat turut mempengaruhi kepatuhan (Muhammad, Q., dkk, 2013).
terhadap kewaspadaan standar atau Standard
Precautions (Astri Budhi Satiti, Putri Asmita
Wigati, 2017). SIMPULAN DAN SARAN
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai Adapun kesimpulan penelitian menunjukkan
chi square hitung (X2hit) = 7,117 > X2tab = bahwa faktor yang berhubungan dengan
3,841, artinya bahwa ada hubungan supervisi perilaku perawat dalam menerapkan praktik
IPCLN dengan perilaku dalam menyuntik menyuntik yang aman adalah pengetahuan,
aman di RSUD Kota Kendari. Hal ini motivasi, sarana prasarana dan supervisi
mengandung arti bahwa perawat akan IPCLN. Disarankan agar pihak RSUD Kota
cenderung untuk berperilaku baik jika Kendari dapat meningkatkan pengetahuan
pengawasan dilakukan terutama dari petugas perawat tentang menyuntik aman melalui
IPCLN. Supervisi dimaksudkan disini adalah pelatihan khusus dan menyediakan sarana
kegiatan mengarahkan, membimbing, prasarana yang menunjang pelaksanaan
mendorong dan memotivasi perawat untuk praktik menyuntik aman bagi perawat serta
dapat melaksanakan perilaku safety injection. pelaksanaan supervisi keperawatan dari
kepala ruangan maupun manajer keperawatan
Hal ini sesuai dengan teori bahwa kurangnya
secara berkesinambungan, sehingga
monitor dari manajemen, akan
diharapkan tindakan pencegahan standar
mempengaruhi kedisiplinan pegawai dalam
dapat melindungi pasien serta perawat dan
melakukan tugas masing-masing. Komitmen
membantu mengendalikan terjadinya infeksi
petugas sangat menentukan keberhasilan
Rumah Sakit.
manajemen kesehatan lingkungan di suatu
Rumah Sakit. Seseorang akan patuh bila
Analisis Determinan Perilaku Perawat dalam Penerapan Praktek Menyuntik yang Aman Di Rsud Kota Kendari
Jurnal Aisyah: Jurnal Ilmu Kesehatan, 3(2), Desember 2018, – 172
La Ode Alifariki, La Rangki, Rahmawati