Professional Documents
Culture Documents
devinurmalia@fk.undip.ac.id
Abstract
Introduction: Health Care Associated Infection (HAIs) is a major problem faced throughout the world
and this incident continues to increase. The use of Personal Protective Equipment (PPE) of nurses is
inadequate. Previous studies have not yet described how the suitability of PPE use with the actions
taken by nurses. Therefore, in this study will be described how the use of PPE by nurses. The study
aimed to identify nurse compliance in using PPE.
Methods: This was a descriptive analytic and observation method for data collection. The sample in
this study was an action carried out by nurses, in this case the nurse was observed to suit the use of
PPE with Standard Operating Procedure (SPO) in the hospital. The sampling technique used was
accidental sampling towards 67 actions of PPE using observation sheet according to hospital SPO.
Data is processed univariately and presented in the form of frequency distribution.
Results: The result showed that, PPE most frequently used in general ward that is gloves, mask, and
also apron. The results showed that as many as 54,39% of actions taken by nurses were inappropriate
in the use of glove. The use of masks and apron among the nurses is almost entirely correct, only 1
mask error was found.
Conclusion: PPI through Infection Prevention Control Nurse (IPCN) should provide socialization
and information on the use of PPE in accordance with hospital standard operational procedure. IPCN
is expected to be an appropriate role model in the use of PPE, while the head nurse provides
motivation and spirit to the nurses to be more compliant in the procedure when using gloves.
Abstrak
Pendahuluan: Risiko infeksi nosokomial (HAIs) merupakan masalah besar yang dihadapi di seluruh
dunia dan kejadian ini terus meningkat. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada perawat masih
dikategorikan kurang. Penelitian sebelumnya belum menggambarkan kesesuaian penggunaan APD
dengan tindakan yang dilakukan perawat. Penelitian ini bertujun untuk mengidentifikasi gambaran
pemakaian APD di ruang perawatan di rumah sakit.
Metode: Penelitian merupakan penelitian deskriptif dengan metode observasi untuk pengambilan data.
Sampel pada penelitian ini adalah tindakan yang dilakukan perawat, dalam hal ini perawat diamati
kesesuaian penggunaan APD dengan SOP yang ada di rumah sakit. Teknik sampling yang digunakan
adalah accidental sampling pada 67 tindakan penggunaan APD menggunakan lembar observasi sesuai
SOP. Data diolah secara univariat dan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.
Hasil: APD yang paling sering digunakan yaitu sarung tangan, masker, dan juga apron. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 54,39% tindakan yang dilakukan perawat tidak sesuai dalam
penggunaan sarung tangan. Penggunaan masker dan apron di antara perawat sudah hampir seluruhnya
benar, hanya ditemukan satu kesalahan pemakaian masker.
Saran: PPI melalui Infection Prevention Control Nurse (IPCN) sebaiknya memberikan sosialisasi dan
informasi penggunaan APD sesuai SOP rumah sakit. IPCN diharapkan menjadi role model yang tepat
dalam penggunaan APD, sementara kepala ruang dapat memberikan motivasi dan semangat perawat
untuk lebih patuh dalam menggunakan sarung tangan yang sesuai prosedur.
PENDAHULUAN
Rumah sakit (RS) merupakan HAIs merupakan penyebab
sumber infeksi bagi petugas kesehatan, signifikan penyakit dan kematian yang
pasien dan juga pengunjung. Risiko infeksi memiliki konsekuensi secara emosional,
di rumah sakit dikenal dengan istilah finansial dan medis. Sekitar satu dari 25
infeksi nosokomial merupakan masalah pasien rawat inap per tahunnya memiliki
kesehatan global. Infeksi terkait pelayanan infeksi terkait dengan perawatan di rumah
kesehatan atau Healthcare Associated sakit yang menyebabkan kematian dan
Infection (HAIs) merupakan salah satu kerugiaan biaya perawatan kesehatan di
masalah global termasuk di Indonesia. rumah sakit (CDC, 2015)
World Health Organization (WHO) Sasaran keselamatan pasien yang
menunjukkan bahwa prevalensi kejadian kelima adalah menurunkan risiko HAI’s.
HAIs pada pasien sebesar 7% di negara Petugas kesehatan merawat pasien bukan
maju dan 10% di negara berkembang untuk mendapatkan masalah, pengunjung
terjadi setiap tahunnya (WHO, 2016). datang untuk memberikan support kepada
Centre for Disease Control and Prevention pasien bukan untuk menjadi pasien baru.
(CDC) menyebutkan bahwa infeksi ini Pasien pulang dengan keadaan sembuh
terus meningkat di berbagai negara (CDC, bukan untuk mendapatkan infeksi
2015). Kejadian infeksi nosokomial di tambahan (Loveday, Lynam, Singleton, &
sepuluh RS Indonesia tahun 2010 cukup Wilson, 2014).
tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8%. Salah satu upaya yang dilakukan
Infeksi nosokomial paling umum terjadi oleh rumah sakit untuk mencegah dan
adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil menekan kejadian infeksi adalah dengan
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa membentuk tim Pencegahan dan
angka kejadian ILO pada RS di Indonesia Pengendalian Infeksi (PPI). Peraturan
bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan Menteri Kesehatan nomor 27 tahun 2017
prosedur pembedahan (Jeyamohan, 2010). menyatakan bahwa PPI berperan dalam
Kejadian infeksi nosokomial yang terjadi melakukan perencanaan, pelaksanaan,
di RSUD Setjonegoro dari bulan Juli 2009 pembinaan, pendidikan, pelatihan, serta
sampai Desernber 2011 yang terbanyak monitoring dan evaluasi terkait HAIs.
adalah plebitis, ILO, dan dekubitus Beberapa bentuk infeksi rumah sakit
(Nugraheni, Suhartono, & Winarni, 2012). (HAIs) yang sering ditemukan diantaranya
adalah Ventilator Associate Pneumoni
(VAP), Infeksi Aliran Darah Pusat (IADP), Hasil audit tim PPI RS di Semarang
Infeksi Saluran Kemih (ISK), Infeksi menunjukkan kepatuhan petugas akan
Daerah Operasi (IDO), Infeksi Luka Infus penggunaan APD di ruang perawatan
(ILI) dan infeksi lainnya (Kementerian sebesar 75%. Hasil observasi di lapangan
Kesehatan Republik Indonesia [Kemenkes pada waktu shift pagi ditemukan sebanyak
RI], 2017). dua orang perawat tidak menggunakan
Kewaspadaan standar adalah prinsip steril dan sarung tangan steril pada
kewaspadaan dalam pencegahan dan penggantian balutan luka bersih, tiga orang
pengendalian infeksi rutin dan harus perawat menggunakan sarung tangan
diterapkan terhadap semua pasien di semua bersih pada saat melakukan pemeriksaan
fasilitas kesehatan. Kewaspaaan standar ini tanda vital, tiga orang perawat tidak
dirancang untuk mengurangi risiko menggunakan masker dan apron saat
terinfeksi penyakit menular pada petugas melakukan ganti balutan luka bersih, dan
kesehatan baik dari sumber infeksi yang seorang perawat memakai sarung tangan
diketahui ataupun yang tidak diketahui bersih sebanyak dua pasang sekaligus
(Kemenkes RI, 2017; WHO, 2016). setiap melakukan tindakan.
Salah satu dari kewaspadaan
standard adalah penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD). Penggunaan APD METODE
bertujuan untuk melindungi diri sendiri Penelitian ini merupakan jenis
yang dalam hal ini merupakan petugas penelitian kuantitatif dengan pendekatan
kesehatan dan juga untuk melindungi deskriptif. Penelitian deskriptif adalah
pasien dari invasi mikroba patogen. APD penelitian yang berusaha mendeskripsikan
yang sering dijumpai di RS antara lain suatu gejala, peristiwa, kejadian yang
berupa sarung tangan, masker, google terjadi saat sekarang (Notoadmojo, 2012).
(kacamata pelindung), face shield Proses pengambilan data dengan
(pelindung wajah), dan juga jubah. APD menggunakan metode observasi, yaitu
ini digunakan sesuai indikasinya dari tiap- dengan mengamati perilaku perawat sesuai
tiap jenis APD (Kemenkes RI, 2017). dengan instrumen yang digunakan peneliti.
Setiap ruang di rumah sakit sudah Sampel pada penelitian adalah tindakan
dilengkapi dengan Standar Prosedur yang dilakukan oleh perawat pada saat
Operasional (SOP) terkait penggunaan menggunakan APD, yaitu sebanyak 57
APD. tindakan untuk sarung tangan, tujuh
Penggunaan APD pada perawat pemakaian masker, dan tiga untuk
masih dikategorikan kurang. Siburan pemakaian apron. Teknik sampling yang
(2012) menunjukkan bahwa sikap perawat digunakan adalah accidental sampling,
dalam penggunaan APD masih kurang, dimana semua sampel diambil selama
yaitu sebanyak 53,30% perawat memiliki periode waktu 10 hari untuk proses
sikap negatif dan 46,7% yang memiliki pengambilan data. Instrumen pada
sikap positif. Ningsih (2014) menemukan penelitian ini menggunakan lembar
bahwa perilaku penggunaan APD yang observasi penggunakan APD sesuai
baik pada perawat hanya sebesar 47,6% dengan standar prosedur operasional
dan sisanya 52,4% menunjukkan rumah sakit.
penggunaan APD yang kurang baik.
membutuhkan sarung tangan karena tidak tenaga kerja. Komponen behavior sangat
berisiko untuk terkena darah dan cairan dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap
tubuh (WHO, 2015). Tindakan tersebut seseorang. Komponen environment
misalnya adalah membagikan obat oral, merupakan faktor lingkungan seperti
melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, sarana dan prasarana yang membantu
dan juga memberikan injeksi melalui dalam berperilaku.
selang infus (intravena). Apalagi perawat Faktor ketidaksesuaian dalam
hanya menggunakan satu pasang sarung penggunaan APD dapat dipengaruhi oleh
tangan untuk banyak pasien tanpa faktor environment seperti ketersediaan
melakukan cuci tangan atau disinfeksi APD. Kekurangan APD seperti sarung
setelahnya. Urban (2016) menjelaskan tangan steril yang seharusnya digunakan
bahwa hal tersebut jika berlangsung terus untuk melakukan tindakan bersifat aseptik
menerus dapat menyebabkan kontaminasi seperti suction melalui ET dan ganti
silang. balutan luka operasi seperti luka
Rumah sakit mempunyai buku SOP laparatomi dan kraniotomi menjadi
tersendiri yang berisikan antara lain kendala utama dalam menggunakan APD
adalah standar alat dan langkah-langkah yang tepat untuk tindakan tersebut.
tindakan tindakan keperawatan. Dari hasil Perawat seharusnya dapat mempersiapkan
observasi, didapatkan lima orang perawat ketersediaan APD tersebut saat perawat
melakukan ganti balut luka bersih mengetahui kondisi pasien di hari
menggunakan sarung tangan bersih dan perawatan sebelumnya, dan meresepkan
empat orang perawat menggunakan APD tersebut ke bagian farmasi rumah
sarung tangan lebih dari sepasang saat sakit. Hal tersebut dapat mengantisipasi
melakukan ganti balut. Dua orang perawat kekurangan jumlah APD yang tepat
juga masih menggunakan sarung tangan seperti sarung tangan steril saat akan
bersih untuk tindakan suction, melakukan tindakan.
endotracheal tube (ET), dan trakeostomi, Kepatuhan perawat menggunakan
dan seorang perawat menggunakan sarung APD yang tepat harus ditingkatkan untuk
tangan bersih untuk pemasangan kateter mencegah infeksi pada daerah operasi
urin. Hal tersebut tidak sesuai dengan pasien. Walaupun sudah terdapat SOP dan
SOP rumah sakit yang mencantumkan regulasi yang jelas, nyatanya memang
standar alat berupa sarung tangan steril masih banyak perawat yang mengabaikan
untuk tindakan-tindakan tersebut. teknik aseptik pada tindakan yang
(Kemenkes RI, 2017; WHO, 2016). harusnya bersifat aseptik. Padilha et al.
Geller tentang safety triad dalam (2016) menyebutkan sebanyak 22%
Notoadmojo (2010) menyatakan bahwa perawat masih tidak menggunakan sarung
membentuk budaya selamat terdapat tiga tangan steril untuk tindakan aseptik,
komponen yang saling berhubungan yaitu sehingga berpotensi meningkatkan angka
person, behavior dan environment. surgical site infection (SSI).
Komponen person merupakan orang yang Padilha et al. (2016)
terlibat langsung dalam hal ini perawat mengungkapkan bahwa 84% perawat di
yang dapat dipengaruhi beberapa faktor Brazil mengerti dengan benar jenis sarung
yaitu pengetahuan, kemampuan, tangan apa yang harus digunakan, kapan
ketrampilan, motivasi dan kepribadian harus menggunakannya, bagaimana