You are on page 1of 12

[MANUJU: MALAHAYATI NURSING JOURNAL, P- ISSN: 2655-

2728
Juli 2019
E-ISSN: 2655-4712 VOLUME 1, NOMOR 2, JULI 2019] 148-

HUBUNGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL RUANG RAWAT INAP
RSUD KOTA KENDARI

La Ode Alifariki1
1
Medical Faculty of Halu Oleo University
Email: ners_riki@yahoo.co.id

ABSTRACT: RELATIONSHIP PROGRAM FOR INFECTION PREVENTION AND


CONTROL OF NURSING BEHAVIOR IN PREVENTION AND CONTROL OF
NOSOCOMIAL INFECTION IN KOTA KENDARI HOSPITAL.

Background: Nosokomial infections are infections carried out during the health
process within 48 hours after either from the environment or medical devices
used for medical action. One of the steps to control the incidence of
nosokomial infections is by implementing the PPI RS program, especially in the
inpatient room.
Purpose: of this research is to know the relationship of Infection Prevention
and Control Program to Nurse Behavior in Prevention and Control of Nosokomial
Infection.
Methods: The type of this research is observational analytic research using
cross sectional study. The population in this study were all nurses in the
inpatient wards of Kendari Hospital. The sample in this research is some of
nurses in inpatient ward of Kendari Hospital. The sampling technique using
proportional random sampling technique with the sample number of 55
respondents. The statistical test used is chi square.
Results: showed that there is a relation of the implementation of Infection
Prevention and Control program to the behavior of Nurses in Prevention and
2
Control of Nosokomial Infection (X hit = 9,421).
Conclusion: There is relation of the implementation of Infection Prevention
and Control Program on Nurse Behavior in Prevention and Control of Nosocomial
Infection.

Keywords: Infection Prevention and Control, Nosokomial Infection

INTISARI: HUBUNGAN PELAKSANAAN PROGRAM PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN INFEKSI TERHADAP PERILAKU PERAWAT DALAM PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN INFEKSI NOSOKOMIAL RUANG RAWAT INAP RSUD KOTA
KENDARI

Pendahuluan: Infeksi nosokomial adalah infeksi yang dilakukan selama proses


kesehatan dalam waktu 48 jam setelah dari lingkungan atau peralatan medis
yang digunakan untuk tindakan medis. Salah satu langkah untuk mengendalikan
kejadian infeksi nosokomial adalah dengan menerapkan program PPI RS,
terutama di ruang rawat inap.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan Program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terhadap Perilaku Perawat dalam
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial.

148
[MANUJU: MALAHAYATI NURSING JOURNAL, P- ISSN: 2655-
2728
Juli 2019
E-ISSN: 2655-4712 VOLUME 1, NOMOR 2, JULI 2019] 148-160

Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan


menggunakan studi cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
perawat di ruang rawat inap RSUD Kendari. Sampel dalam penelitian ini adalah
sebagian perawat di ruang rawat inap RSUD Kendari. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik proportional random sampling dengan jumlah
sampel 55 responden. Uji statistik yang digunakan adalah chi square pada taraf
signifikansi 95%.
Hasil: Penelitian menunjukkan hasil bahwa ada hubungan pelaksanaan program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi terhadap perilaku perawat dalam
2
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial (X hit = 9,421).
Kesimpulan: Penelitian bisa disimpulkan bahwa ada hubungan pelaksanaan
Program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada Perilaku Perawat dalam
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial.

Kata kunci: Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, Infeksi Nosokomial.

Pendahuluan Tenaga medis serta pengunjung


Masalah kesehatan yang turut yang ada di Rumah Sakit sangat
mengancam secara global adalah berisiko dalam terjadinya infeksi
terkait emerging infectious disease nosokomial yang merupakan infeksi
dan reemerging infectious disease. yang didapatkan di Rumah Sakit
Setiap institusi pemberi layanan saat proses dalam pemberian
kesehatan dituntut untuk siap pelayanan kesehatan (Ningsih,
memerangi setiap permasalahan 2013). Saat ini angka infeksi
yang ada dan hendak terjadi. Salah nosokomial terus meningkat di
satu fasilitas pelayanan kesehatan Negara berkembang (Rohani dan
yang berperan strategis dalam Hingawati, 2010).
pembangunan kesehatan adalah Menurut penelitian WHO
Rumah Sakit (Loi, 2016). Pelayanan (World Health Organization rumah
Rumah Sakit rentan akan pelbagai sakit berasal dari 14 negara yang
masalah, ancaman dan risiko, berada di empat kawasan (regional)
termasuk risiko klinis seperti WHO, sekitar 8.7% penderita yang
penyebaran infeksi nosokomial atau dirawat di rumah sakit mengalami
infeksi nosokomial rumah sakit
Healthcare-associated Infections
(Soedarto, 2016).
(HAIs) (Huis dkk, 2012).
Suatu penelitian yang
Nosokomial berasal dari kata dilakukan didapatkan hasil bahwa
Yunina noso yang berarti penyakit 8,7% dari 55 Rumah Sakit dari 14
dan komeo berarti rumah sakit. Negara Eropa, Timur Tengah, Asia
Infeksi nosokomial berarti infeksi Tenggara dan Pasifik terdapat
yang terjadi atau didapatkan pada infeksi nosokomial yang khususnya
saat proses pemberian pelayanan di Asia Tenggara sebanyak 10%
kesehatan dalam kurun waktu 48 (Nugraheni, Suhartono, Winarni,
jam setelah dirawat baik itu dari 2012). Hasil survey point prevalence
lingkungan ataupun alat medis yang dari 11 rumah sakit di DKI Jakarta
digunakan untuk melakukan yang dilakukan oleh Perdalin Jaya
tindakan medis dengan kriteria dan Rumah Sakit Penyakit Infeksi
tidak ditemukan tanda-tanda klinis Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta
infeksi tersebut dan tidak dalam pada tahun 2003, didapatkan angka
masa inkubasi (Soedarto, 2016).

149
1491
infeksi nosokomial untuk ILO menurunkan terjadinya suatu
(Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK infeksi (Hutahaean, Handiyani dan
(Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP Gayatri, 2017). Hal ini sesuai
(Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, dengan hasil penelitian yang
Pneumonia 24,5% dan Infeksi dilakukan Herpan (2012) yaitu
Saluran Napas lain 15,1%, serta bahwa perilaku perawat
Infeksi lain 32,1% (Lelonowati, mempengaruhi upaya pencegahan
Dewi. 2015). dan pengendalian yang ada di
Berdasarkan fenomena masih pelayanan kesehatan khususnya
tingginya angka risiko terjadinya Rumah Sakit, karena dengan adanya
infeksi di Rumah Sakit maka perlu peran serta perawat dalam
dilakukan upaya untuk melakukan pencegahan dan
meminimalkan risiko terjadinya pengendalian infeksi yang ada di
infeksi di Rumah Sakit dengan Rumah Sakit akan mempengaruhi
ditetapkanya pencegahan dan dalam hasil sebagai salah satu
pengendalian infeksi (PPI) (Afandi, tujuan untuk upaya pencegahan
2016). (Herpan, Yuniar Wardani, 2012).
Tim PPI (pencegahan dan Salah satu cara untuk
pengendalian infeski) dibentuk meningkatkan perilaku perawat
berdasarkan kaidah organisasi yang dalam pencegahan infeksi
miskin struktur dan kaya fungsi dan nosokomial maka ada kebijakan
dapat menyelenggarakan tugas, manajemen yang dibuat oleh tim
wewenang dan tanggung jawab pencegahan dan pengendalian
secara efektif dan efisien (Buenita, infeksi (PPI) antara lain kebijakan
2016). Efektif dimaksud agar kewaspadaan infeksi yaitu
sumber daya yang ada di Rumah kebersihan tangan, penggunaan alat
Sakit dan fasilitas pelayanan
pelindung diri (APD), peralatan
kesehatan lainnya dapat
perawatan pasien, pengendalian
dimanfaatkan secara optimal sesuai
lingkungan, pemrosesan peralatan
dengan yaitu antara lain
pasien dan penatalaksanaan linen
dilaksanakan oleh IPCO (infection
(Depkes, 2008).
prevention control officer), IPCN Program Pencegahan dan
(infection prevention control Pengendalian Infeksi (PPI)
nurse), dan IPCLN (infection merupakan sebuah program yang
prevention control link nurse) wajib dilaksanakan disetiap fasilitas
(Nugraheni, Ratna, 2012). pelayanan kesehatan di Indonesia
Keberhasilan program untuk meminimalisir risiko
pencegahan dan pengendalian penyebaran infeksi. Selain peran
infeksi di Rumah Sakit ditunjukkan teknis, faktor manajemen
dengan perilaku petugas dalam merupakan unsur yang
memberikan pelayanan kesehatan diperlukan dalam keberhasilan
yang paling utama adalah perawat Program Pencegahan dan
karena perawat merupakan petugas Pengendalian Infeksi di Rumah
yang paling sering kontak dengan Sakit. Pada tahun 2008 Kementrian
pasien (Afandi, 2016). Kesehatan mengeluarkan sebuah
Dalam upaya pencegahan dan
acuan bagi manajemen program
pengendalian infeksi perawat
dituntut untuk memberikan PPI dalam Keputusan Menteri
pelayanan yang baik serta mampu Kesehatan Republik Indonesia
untuk berperan serta dalam upaya Nomor 270/Menkes/SK/III/2007
Tentang Pedoman Manajerial

150
1501
Program Pencegahan dan keperawatan dan melaporkan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit kejadian atau ketidakpatuhan
dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tenaga kesehatan dalam mencegah
Lainnya (Nelwan dkk, 2017). infeksi nosokomial. Hasil observasi
Namun, hal tersebut tentu 10 perawat terdapat 6 (60%)
tidak mudah karena harus ada perilaku yang tidak sesuai dengan
tanggung jawab yang diemban oleh pencegahan dan pengendalian
perawat dalam mematuhi peraturan infeksi nosokomial antara lain
yang sudah ada untuk melaksanakan dalam mengganti flabot infus
standar dalam upaya pencegahan perawat tidak menggunakan sarung
(Nugraheni dan Ratna, 2012). Hal tangan, saat akan melakukan
tersebut diharapkan akan mampu tindakan keperawatan perawat
memberikan dampak yang besar tidak melakukan cuci tangan
bagi perilaku seluruh tenaga medis terlebih dahulu dan langsung
khususnya perawat dalam mematuhi memakai sarung tangan, tidak
peraturan-peraturan yang ada menggunakan masker saat akan
dalam memberikan pelayanan berinteraksi dengan pasien
kesehatan serta upaya pencegahan gangguan sistem pernafasan
infeksi di Rumah Sakit (Afandi, ataupun bukan, tidak
2016). memperhatikan dalam membuang
Adanya upaya tersebut harus sampah medis yang sesuai dengan
diimbangi dengan adanya label tempat sampah tersebut.
pengawasan oleh Tim pengendali Selain itu, dari laporan pencapaian
infeksi yang memiliki tugas standar pelayanan minimal (SPM)
sedemikian rupa agar dapat didapatkan data angka kejadian
dikontrol sesuai dengan tujuan yang infeksi nosokomial di Rumah Sakit
dibuat sebelumnya agar nantinya Umum Daerah Kota Kendari pada
dapat benar-benar memberikan bulan Januari-Juni yaitu sebesar
manfaat yang baik bagi Rumah Sakit 1,12% atau sekitar 54 kejadian dari
ataupun pelayanan yang ada di 6.790 pasien yang telah dilakukan
Rumah Sakit (Afandi, 2016). perawatan (RSUD, 2017).
Berdasarkan hasil survey Adanya tim PPI (pencegahan
pendahuluan yang dilakukan di dan pengendalian infeksi) di Rumah
Rumah Sakit Umum Daerah Kota Sakit Umum Daerah Kota Kendari
Kendari untuk Tim PPI (pencegahan yang dibentuk bertujuan untuk
dan pengendalian infeksi) yaitu Tim menurunkan angka kejadian infeksi
PPI di RSUD Kota Kendari terdiri nosokomial, hal itu dapat dilihat
dari IPCO (infection prevention dari hasil observasi pengendalian
control officer) yaitu yang dijabat infeksi sudah menjalankan
oleh dokter, IPCN (infection kinerjanya dengan baik melalui
prevention control nurse) yaitu 1 perencanaan, pelaksanaan,
orang perawat yang bertugas untuk pengawasan, pembinaan, serta
berkeliling di tiap ruangan untuk evaluasi seharusnya dapat diimbangi
mengontrol serta mengawasi oleh hasil (out come) yang baik pula
kegiatan atau laporan tentang untuk perilaku perawat.
kejadian infeksi nosokomial dan Namun, dari hasil obsevasi
IPCLN (infection prevention control didapatkan masalah bahwa dengan
link nurse) yaitu beberapa perawat adanya kinerja yang dilakukan oleh
(Kepala Ruangan) yang ada di tim PPI (pencegahan dan
masing-masing ruangan pengendalian infeksi) menunjukan

151
1511
bahwa perilaku perawat masih Metode
buruk terhadap pencegahan infeksi Jenis penelitian ini adalah
nosokomial, hal itu terbukti karena penelitian observasional dengan
masih banyaknya perawat yang pendekatan cross sectional study
mengabaikan pentingnya tindakan (Notoatmodjo, 2010). Populasi pada
pencegahan melalui tindakan- penelitian ini adalah semua perawat
tindakan dalam memberikan di ruang rawat inap RSUD Kota
pelayanan perawatan seperti Kendari. Sedangkan sampel adalah
kebersihan tangan, pengelolaan sebagian perawat di ruang rawat
sampah, pengelolaan alat medis inap RSUD Kota Kendari. Adapun
serta yang lainnya. teknik pengambilan sampel dengan
Adanya kesenjangan yang menggunakan teknik proportional
terjadi antara kinerja tim PPI random sampling 55 responden.
dengan perilaku perawat dalam Data diolah dengan program
mencegah infeksi nosokomial maka SPSS 16.0 for windows untuk
peneliti tertarik untuk melakukan penyajian data dalam bentuk tabel
penelitian dengan judul “Hubungan dan narasi berdasarkan variabel
pelaksanaan program Pencegahan yang diteliti. Data dianalisi dengan
dan Pengendalian Infeksi terhadap univariat dan bivariat (Chi square
Perilaku Perawat dalam Pencegahan dan phi test) pada batas kemaknaan
dan Pengendalian Infeksi α = 0,05 (Arikunto, 2010).
Nosokomial di Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Kendari ?”

Hasil dan Pembahasan


Analisis Univariat
Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden
di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari

Karakteristik Responden Frekuensi dan persentase

n %
Kelompok Umur
25-30 37 67,3
31-36 16 29,1
≥ 37 2 3,6
Jenis kelamin
Laki-laki 19 34,5
Perempuan 36 65,5
Tingkat pendidikan
D3 keperawatan 33 60
Sarjana keperawatan 22 40

Tabel 1 menunjukkan bahwa Responden yang paling banyak


dari 55 responden yang paling adalah yang berjenis kelamin
banyak adalah yang berumur 25-30 perempuan yaitu 36 responden
tahun yaitu 37 responden (67,3%) (65,5%) dan yang paling sedikit
dan yang paling sedikit adalah umur adalah jenis kelamin laki-laki yaitu
≥ 2 tahun yaitu 2 responden (3,6%). 19 responden (34,5%). Responden

152
1521
yang paling banyak adalah yang sedikit adalah berpendidikan
berpendidikan Sarjana sebanyak 33 Diploma Tiga Keperawatan
responden (60%) dan yang paling sebanyak 22 responden (40%).

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Variabel Penelitian di


Ruang Rawat Inap RSUD Kota Kendari

Variabel Penelitian Frekuensi dan persentase

n %
Perilaku perawat dalam pencegahan
infeksi nosokomial 25 45,5
Baik 30 55,5
Kurang
Pelaksanaan program PPIRS
Baik 18 32,7
Kurang 37 67,3

Tabel 2 di atas menunjukkan Sedangkan perawat yang menilai


bahwa dari 55 responden yang pelaksanan program pencegahan
paling banyak adalah perilaku dan pengendalian infeksi kategori
perawat dalam pencegahan dan kurang sebanyak 37 responden
pengendalian infeksi nosokomial (67,3%) dan paling sedikit adalah
kategori kurang sebanyak 30 pelaksanaan program PPI kategori
responden (55,5%) dan yang paling baik sebanyak 18 responden
sedikit adalah perilaku baik (32,7%).
sebanyak 25 responden (45,5%).

Analisis Bivariat
Tabel 3. Analisis Hubungan pelaksanaan program Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi terhadap Perilaku Perawat dalam
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Nosokomial di Rumah Sakit
Umum Daerah Kota Kendari

Variabel Independen Perilaku Perawat Nilai X2


dalam Pencegahan p value
Infeksi Nosokomial
Negatif Positif
n % n % X2 p value
Pelaksanaan program PPIRS
Baik 14 77, 4 22, 9,421 0,002
8 2
Kurang 11 29, 26 70,
7 3
Total 25 45, 30 54,
5 5
Tabel 3 menunjukkan bahwa pasien dan lingkungan rumah
hasil analisis hubungan antara sakit, tentu hal ini akan sangat
pelaksanaan program pencegahan membahayakan diri sendiri dan
dan pengendalian infeksi terhadap juga berisiko bagi keselamatan
perilaku perawat dalam pencegahan pasien yang dirawat.
dan pengendalian infeksi Mencuci tangan selama
nosokomial, diperoleh bahwa dari pelaksanaan tindakan
18 responden yang menilai keperawatan merupakan cara
pelaksanaan program PPI baik, lebih yang paling efektif untuk
banyak yang perawat yang mencegah terjadinya infeksi
melakukan pencegahan dan nosokomial di lingkungan rumah
pengendalian infeksi nosokomial sakit. Tenaga kesehatan yang
baik sebanyak 14 responden (77,8%) paling rentan dalam penularan
dan kurang sebanyak 4 responden infeksi adalah perawat karena
24 jam mendampingi pasien,
(22,2%). Kemudian dari 37
maka diasumsikan ikut
responden menilai pelaksanaan
mengambil peran yang cukup
program pencegahan dan besar dalam memberikan
pengendalian infeksi kurang, lebih kontribusi terhadap pencegahan
banyak perawat yang melaksanakan infeksi nosokomial
tindakan pencegahan dan (Idayanti, 2008).
pengendalian kurang sebanyak 26 Menurut Fauzia, dkk
responden (70,3%) dan baik (2014) dalam penelitiannya
sebanyak 11 responden (29,7%). terdapat beberapa faktor-
Hasil uji statistik menunjukkan faktor yang dapat
bahwa nilai chi square hitung (X2hit)
= 9,421 > X2tab = 3,841, artinya mempengaruhi perawat dalam
bahwa ada hubungan pelaksanaan pelaksanaan cuci tangan yakni
program pencegahan dan motivasi, beban kerja,
pengendalian infeksi terhadap lingkungan kerja perawat,
perilaku perawat dalam pencegahan ketersedian fasilitas sarana dan
dan pengendalian infeksi prasarana yang menunjang
nosokomial di RSUD Kota Kendari. pelaksanaan cuci tangan
1. Perilaku Perawat dalam (Fauzia, dkk, 2014).
Pencegahan dan Pengendalian Hal ini sejalan dengan
Infeksi Nosokomial penelitian yang dilakukan oleh
Pada tabel 2 Dwi Ari Mulyani dan Tri Hartini
menunjukkan bahwa dari 55 (2014) yang menunjukkan hasil
responden yang paling banyak adanya hubungan yang
adalah perilaku perawat dalam bermakna antara kepatuhan
pencegahan dan pengendalian perawat dalam melakukan cuci
infeksi nosokomial kategori tangan enam langkah lima
kurang sebanyak 30 responden momen dengan kejadian
(55,5%) dan yang paling sedikit plebitis yaitu 79,4% (p=0,031).
adalah perilaku baik sebanyak Kebiasaan mensterilkan
25 responden (45,5%). Dalam alat-alat kesehatan setiap kali
penelitian ini hal yang paling habis pakai jarang dilakukan
sering dilupakan oleh perawat dan perawat pelaksana hanya
pelaksana sebelum kontak membersihkan alatnya
dengan pasien adalah mencuci
menggunakan air saja, hal ini
tangan sebelum kontak dengan
sangat bertentangan dengan
prinsip patient safety. Sosialisasi yang diberikan
Sterilisasi adalah proses komite PPI kepada petugas
pengolahan suatu alat atau kesehatan dan seluruh staf
bahan dengan tujuan masih jarang dilaksanakan, hal
mematikan semua ini dikuatkan dengan
mikroorganisme termasuk pernyataan petugas bukan
endospora pada suatu alat / anggota PPI yang menilai bahwa
bahan. Proses sterilisasi di sosialisasi masih jarang dibuat
Rumah Sakit sangat penting sehingga beberapa petugas
sekali dalam rangka sering lupa mematuhi Standar
pengawasan pencegahan infeksi Operasional Prosedur (SOP) PPI
nosokomial. dengan baik. Para perawat
Hal selanjutnya yang pelaksana sebagai anggota
masih banyak tidak dilakukan komite turut menyatakan salah
adalah tindakan keperawatan satu kendala yang mereka
sesuai dengan tekhnik aseptic, rasakan dalam pelaksanaan
dimana dalam penelitian ini program PPI yaitu kepatuhan
masih dominan belum
staf yang masih perlu
menerapkan teknik aseptic
ditingkatkan dan diingatkan lagi
ketika akan melakukan
tindakan. Desinfeksi adalah (Nelwan dkk, 2017).
suatu proses baik secara kimia Banyak perawat
atau secara fisika dimana bahan pelaksana yang mengatakan
yang patogenik atau mikroba bahwa belum pernah mengikuti
yang menyebabkan penyakit pelatihan PPI dasar dan hanya
dihancurkan dengan suatu perawat pelaksana atau IPCN
desinfeksi dan antiseptik yang diikutsertakan dalam
2. Pelaksanaan program pelatihan PPI dasar. Dalam hasil
Pencegahan dan Pengendalian penelitian dokumen ditemui
Infeksi bahwa sertifikat hanya pula
Pada tabel 2 dimiliki oleh IPCN untuk
menunjukkan bahwa dari 55 pelatihan PPI dasar tetapi
responden yang paling banyak untuk pelatihan lanjutan belum
adalah perawat yang menilai pernah dilakukan. Berdasarkan
pelaksanan program Keputusan Menteri Kesehatan
pencegahan dan pengendalian
Republik Indonesia Nomor
infeksi kategori kurang
270/Menkes/SK/III/2007
sebanyak 37 responden (67,3%)
Tentang Pedoman Manajerial
dan paling sedikit adalah
pelaksanaan program PPI Program Pencegahan dan
kategori baik sebanyak 18 Pengendalian Infeksi di Rumah
responden (32,7%). Banyak Sakit dan Fasilitas Pelayanan
perawat yang belum pernah Kesehatan Lainnya, setiap
mendengar dokumen tentang anggota komite PPI dan tim PPI
kebijakan pelaksanaan PPIRS wajib untuk mengikuti
meskipun sudah terbentuk tim pelatihan PPI dasar dan
PPIRS (dokumen SK) di Rumah pelatihan PPI lanjutan serta
Sakit Kota Kendari, hal ini memiliki sertifikat pelatihan
terkait dengan sosialisasi yang (Nelwan dkk, 2017).
kurang dari tim PPIRS. Lebih lanjut
Mangkuprawira berpendapat
bahwa pelatihan bagi
karyawan adalah sebuah proses terdapat 4 responden (22,2%)
mengajarkan dan keahlian yang memiliki perilaku kurang
tertentu, serta sikap agar dalam melakukan pencegahan
karyawan semakin trampil dan infeksi nosokomial. Hal ini
mampu dalam melaksanakan dipengaruhi oleh karena masih
tanggung jawabnya dengan kurangnya sosialisasi yang
semakin baik sesuai dengan dilakukan oleh tim PPI sehingga
standar (Lelonowati, Dewi, perawat pelaksana dalam
2015). melaksanakan program kurang
3. Hubungan pelaksanaan program fokus pada pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian komponen pencegahan infeksi
Infeksi dengan perilaku perawat nosokomial. Hal ini dibuktikan
dalam pencegahan dan berdasarkan hasil wawancara
pengendalian infeksi dengan responden tentang
nosokomial upayanya dalam mencegah
Pada tabel 3 infeksi nosokomial.
menunjukkan bahwa hasil Kemudian dari 37
analisis hubungan antara responden menilai pelaksanaan
pelaksanaan program program pencegahan dan
pencegahan dan pengendalian pengendalian infeksi kurang,
infeksi terhadap perilaku terdapat 11 responden (29,7%)
perawat dalam pencegahan dan yang memiliki perilaku baik
pengendalian infeksi dalam mencegah infeksi
nosokomial, diperoleh bahwa nosokomial. Hal ini dipengaruhi
dari 18 responden yang menilai oleh tingkat pendidikan
pelaksanaan program PPI baik, perawat pelaksana yang sudah
lebih banyak yang perawat yang tinggi dimana pada penelitian
melakukan pencegahan dan ini jumlah perawat yang
pengendalian infeksi memiliki tingkat pendidikan
nosokomial baik sebanyak 14 Sarjana Keperawatan sebanyak
responden (77,8%) dan kurang 40%, sehingga materi tentang
sebanyak 4 responden (22,2%). pencegahan infeksi nosokomial
Kemudian dari 37 responden sudah pernah diperoleh di
menilai pelaksanaan program bangku kuliah. Semakin tinggi
pencegahan dan pengendalian tingkat pengetahuan perawat
infeksi kurang, lebih banyak maka semakin baik pula praktik
perawat yang melaksanakan perawat untuk melaksanakan
tindakan pencegahan dan pencegahan infeksi nosokomial.
pengendalian kurang sebanyak Hal ini karena dengan
26 responden (70,3%) dan baik pengetahuan yang dimiliki
sebanyak 11 responden (29,7%).
perawat diharapkan perawat
Hasil analisis hubungan
menyadari pentingnya
pelaksanaan program
pencegahan dan pengendalian pencegahan infeksi nosokomial.
infeksi terhadap perilaku Sehingga perawat dapat
perawat dalam pencegahan dan melakukan dengan benar
pengendalian infeksi praktik pencegahan infeksi
nosokomial, diperoleh bahwa nosokomial (Puspasari, 2015).
dari 18 responden yang menilai Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa nilai chi
pelaksanaan program PPI baik, square hitung (X2hit) = 9,421 >
X2tab = 3,841, artinya bahwa ada penting cuci tangan makan
hubungan pelaksanaan program akan memperkecil terjadi nya
pencegahan dan pengendalian infeksi silang dari perawat ke
infeksi terhadap perilaku pasien. Poin penting dalam
perawat dalam pencegahan dan pelaksanaan cuci tangan
pengendalian infeksi dengan memperhatikan 5
nosokomial di RSUD Kota momen yaitu mencuci tangan
Kendari. Artinya bahwa sebelum menyentuh pasien,
semakin tinggi pelaksanaan mencuci tangan sebelum
program pencegahan dan melakukan prosedur
pengendalian infeksi di Rumah pembersihan, mencuci tangan
Sakit maka kecenderungan bagi untuk mengurangi risiko
perawat untuk berperilaku paparan cairan tubuh pasien,
dalam pencegahan dan cuci tangan setelah
pengendalian infeksi meninggalkan pasien, cuci
nosokomial semakin tinggi. tangan setelah meninggalkan
Hal ini sangat kamar perawatan.
berhubungan dengan tingkat
pendidikan sesuai dengan Kesimpulan
pendapat Notoadmodjo (2007), Terdapat hubungan Program
yang menyatakan bahwa Pencegahan dan Pengendalian
pengetahuan dipengaruhi oleh Infeksi terhadap Perilaku perawat
banyak faktor diantaranya dalam Pencegahan dan
adalah tingkat pendidikan, Pengendalian Infeksi Nosokomial.
pengalaman, motivasi, sumber
informasi, sosial ekonomi, Saran
persepsi dan budaya. Disarankan agar pihak rumah
Pendidikan berarti bimbingan sakit rutin mensosialisasikan
yang diberikan oleh seseorang program PPIRS kepada perawat
terhadap perkembangan orang khususnya tenaga perawat yang
lain menuju kearah suatu cita- baru dan juga memberikan
cita tertentu. Makin tinggi kesempatan pada perawat untuk
tingkat pendidikan seseorang melanjutkan pendidikan ke tingkat
maka makin mudah dalam yang lebih tinggi.
menerima informasi, sehingga
semakin banyak pula DAFTAR PUSTAKA
pengetahuan yang dimiliki.
Sebaiknya pendidikan yang Afandi, R. (2016). Hubungan Kinerja
kurang akan menghambat Anggota Tim Pencegahan dan
perkembangan sikap seseorang Pengendalian Infeksi Dengan
terhadap nilai-nilai yang baru Perilaku Perawat Dalam
dikenal (Notoatmotdjo, S, Pencegahan Infeksi Nosokomial
2007). di Rumah Sakit Umum Daerah
Penelitian yang Ambarawa. Jurnal Karya
dilakukan Zilpianus Alvadri Ilmiah, 1–14. Retrieved from
(2016) di RS.Sumber Waras http://perpusnwu.web.id/kary
Grogol, menyatakan bahwa ailmiah/documents/4837.pdf.
semangkin tinggi kesadaran Diakses tanggal 9 Maret 2017.
perawat melaksanakan dan
memperhatikan 5 momen
Angelia, M., Wagey, L. F., & 14(7), 698–707.
Tumurang, M. (2016). Universal https://doi.org/10.1111/j.146
Precaution Oleh Perawat di 9-0691.2008.02014.x.
Ruang Rawat Inap, 1–10.
Herpan, & Wardani, Y. (2012).
Arikunto. (2010). Prosedur Analisis Kinerja Perawat Dalam
Penelitian Suatu Pendekatan Pengendalian Infeksi
Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Nosokomial Di Rsu Pku
Muhammadiyah Bantul
BUENITA. S. (2016). Implementasi Yogyakarta. Jurnal Kesehatan
Program Pencegahan dan Masyarakat (Journal of Public
Pengendalian Infeksi di Rumah …, 6(3), 144–211. Retrieved
Sakit Umum Methodist Susanna from
Wesley Tahun 2016. http://jogjapress.com/index.p
hp/KesMas/article/view/1233.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (2008). Pedoman Hutahaean, S., Handiyani, H., &
Manajemen untuk Pencegahan Gayatri, D. (2018).
dan Pengendalian Infeksi di Pelaksanaan pencegahan dan
Rumah Sakit dan Fasilitas pengendalian infeksi melalui
Perawatan Kesehatan Lainnya. penguatan peran dan fungsi
kepala ruang di rumah sakit.
Evie Wulan Ningsih. (2013). Jurnal Akademika
Hubungan antara tingkat Keperawatan Husada Karya
pengetahuan dan motivasi Jaya, 4(1), 41–52.
perawat dengan perilaku
pencegahan infeksi nosokomial idayanti. (2008). Hubungan
di Rumah Sakit Umum Daerah Pengetahuan Dan Sikap
Sukoharjo, (2005), 1–7. Perawat Terhadap Penerapan
Standar Operasional Prosedur (
Fauzi, N., & Azzuhri, M. (2015). SOP ) Teknik Menyuntik Dalam
Pengaruh Faktor Individu , Upaya Pencegahan Infeksi di
Organisasi dan Perilaku RSUD Arifin Achmad
terhadap Kepatuhan Perawat Pekanbaru. Retrieved from
dalam Melaksanakan Hand http://repository.usu.ac.id/ha
Hygiene di Ruang Rawat Inap ndle/123456789/7043.
Rumah Sakit Tk . II Dr .
Soepraoen Malang. UB Online Nelwan, R. M. (2017). Analisis
Journal -- Development pelaksanaan program
Version -- OJS 2.4.7.1, 13(4), pencegahan dan pengendalian
566–574. infeksi di RSUP Ratatook Buyat
tahun 2017, 1–10. Retrieved
Hadi, U., Duerink, D. O., Lestari, E. from
S., Nagelkerke, N. J., Keuter, http://ejournalhealth.com/ind
M., Huis In’t Veld, D., … ex.php/medkes/article/view/2
Gyssens, I. C. (2008). Audit of 53/245.
antibiotic prescribing in two
governmental teaching Notoatmotdjo, S. (2007). Promosi
hospitals in Indonesia. Clinical dan Perilaku Kesehatan.
Microbiology and Infection, Jakarta: PT.Rineka Cipta.
Nugraheni, R., Tono, S., & Winarni,
S. (2012). Infeksi Nosokomial di
RSUD Setjonegoro Kabupaten
Wonosobo. Media Kesehatan
Masyarakat Indonesia, 11(1),
94–100. Retrieved from
http://ejournal.undip.ac.id/in
dex.php/mkmi/article/view/6
169.

Puspasari, Y. (2015). Hubungan


Pengetahuan, Sikap Dengan
Praktik Perawat Dalam
Pencegahan Infeksi Nosokomial
Di Ruang Rawat Inap RS Islam
Kendal. Jurnal Keperawatan
FIKKes, 8(1), 23–43.

Rumah Sakit Umum Daerah Kota


Kendari. (2017). Profil RSUD
Kota Kendari (4th ed.).
Kendari.

Soedarto. (2016). Infeksi


Nosokomial di Rumah Sakit.
CV.Sagung Seto.

Tm, D. L., Koeswo, M., & Rokhmad,


K. (2010). Faktor Penyebab
Kurangnya Kinerja Surveilans
Infeksi Nosokomial di RSUD Dr .
Iskak Tulungagung. Jurnal
Kedokteran Brawijaya, xx(xx),
186–194.

You might also like