You are on page 1of 11

MARITIME CONSTITUTION

Oleh :

Oksep Adhayanto, 1

Abstract

State of Indonesia is a country of Islands (Archipelago State), which consists of small islands
as well as large and sea area larger than the land area. Geographical conditions is certainly
going to require various forms of policies and legislation that have maritime pattern.
Experience State of Indonesia ± 69 years gives a description of that in terms of public policy
and legislation are born tend to be oriented on the mainland (continental oriented) from the
ocean (archipelago oriented).
Maritime should be viewed as an object that contains covers many areas of life in which
between one and interrelated with other fields. In the “maritime” there are many areas that
can be developed such as the legal, cultural, social, engineering and marine fisheries and
of course itself.
Already after the 1945 amendment ought be the starting point in the unification of maritime
perception saw it as having the benefit of the various aspects. Support the legislation in
drafting the legal framework of maritime Indonesia’s development should be one of the
priorities in the development of law in Indonesia is better.
Change of paradigm and mindset of the management of the State of aspects of the legislation
that is based on a maritime course must be started from a higher rule, the Constitution or the
Constitution of Republic of Indonesia in 1945.

Keywords : Maritime, Constitution, Maritime Constitution

A. Pendahuluan Setiap negara, bagaimanapun sederhana tingkat


Bangsa Indonesia hidup dan berkembang di pertumbuhannya, senantiasa memiliki seperangkat
negeri kepulauan sepanjang khatulistiwa, suatu kaidah yang mengatur susunan organisasi negara
pontensi yang sangat strategis yang melintang di yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan
antara dua samudera besar, yaitu Samudera Hindia kenegaraan. Perangkat kaidah semacam inilah
dan Samudera Pasifik, dan diantara dua benua yaitu yang dinamakan konstitusi. Dalam pengertian ini,
benua Asia dan Benua Australia. Di samping itu tidaklah ada dan tidak pernah ada negara tanpa
bangsa Indonesia memiliki kekayaan alam yang konstitusi. Namun demikian, tidaklah pula ada
beraneka ragam, baik di darat maupun di laut. Maka negara-negara yang memiliki konstitusi yang persis
letak dan bentuk geografis Indonesia serta kekayaan sama. Satu sama lain ada perbedaannya.
alamnya yang melimpah-limpah itu, telah membuat Perbedaan-perbedaan terjadi karena latar belakang
posisi Indonesia sangat unik di dunia internasional, yang berbeda, seperti sejarah, budaya, ideologi,
khususnya di bidang hukum laut2. falsafah dan sebagainya3

1
Ketua Program Studi Ilmu Hukum Universitas Maritim Raja Ali Haji
2
Chandra Motik Yusuf, Negara Kepulauan Menuju Negara Maritim: 75 Tahun Prof. Dr. Hasjim Djalal, MA, IND HILL.CO, Jakarta, 2010,
hlm. 1.
3
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju, Bandung, 1995, hlm. 1.

JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1 135


Sama halnya dengan wacana dan peristilahan bahwa:
terhadap “green constitution” 4 tidak dapat disangkal “ do we have a living constitution? Do we want
memang merupakan fenomena baru, bahkan para to have a living constitution? A “living
sarjana hukum tata Negara sendiri rata-rata belum constitution” is one that evolves, changes over
pernah mendengar adanya istilah green constitution time, and adapts to new circumstances,
itu5. Pertanyaan mendasar terhadap konsep green without being formally amended”.
constitution apakah berasal dari pemikiran dalam
negeri atau pengaruh dari dunia luar. Namun satu Perubahan konstitusi sesuai dengan perubahan
hal yang menjadi penting bahwa kebutuhan masya- zaman tentunya menjadi sebuah keharusan dalam
rakat akan lingkungan yang sehat menjadi sebuah mengimbangi perubahan-perubahan yang terjadi di
keniscayaan dari hak asasi manusia yang termuat dalam masyarakat kita. Perubahan dalam mema-
di dalam UUD NRI Tahun 1945. sukkan wacana yang berkembang ke dalam sebuah
Ide menempatkan pengaturan hak asasi terha- konstitusi akan mendorong kemajuan bagi sebuah
dap lingkungan dalam konstitusi Negara sebagai Negara. David A. Strauss 9 menyatakan sebagai
komitmen terhadap perlindungan dan pengelolaan berikut:
lingkungan hidup. Untuk itu Green Constitution “ So it seems inevitable that the constitution
menjadi salah satu hal yang menjawab berbagai will change, too. This is a good thing, because
macam kekhawatiran masyarakat berkenaan an unchanging constitution would fit our
dengan penurunan fungsi lingkungan6. Selanjutnya society very badly. Either it would be ignored
berkaitan dengan ide kemaritiman yang berkaitan or, worse, it would be a hindrance, a relic that
dengan kehidupan masyarakat banyak tentu sudah would keep us from making progress and
saatnya mendapatkan tempat yang sama di dalam prevent our society from working in the way it
UUD NRI Tahun 1945. should”.
Di zaman modern sekarang, hukum konstitusi
cenderung berkembang makin universal, karena di Wirjono Prodjodikoro mengatakan bahwa per-
dalamnya terdapat nilai-nilai yang dipinjam atau kataan “konstitusi” berarti “pembentukan”, berasal
diadopsi dari pengalaman sukses, baik mengenai dari kata kerja “constituer” (Perancis) yang berarti
pemikiran maupun praktik kenegaraan di Negara- “membentuk”. Kini yang dibentuk ialah suatu negara,
negara lain di dunia. Universalitas nilai-nilai maka “konstitusi” mengandung permulaan dari
konstitusi ini melanda seluruh dunia, meskipun tidak segala peraturan mengenai suatu negara 10. Ivor
mengabaikan aspek-aspek kultural dan sejarah Jenning 11 mengemukakan, konstitusi berfungsi
khas yang terdapat dalam konstitusi setiap Negara7. mengawasi pelaksanaan pemerintahan (peng-
Hal inilah yang membuktikan bahwa sebuah awasan konstitusional) dan James Bryce12, menya-
konstitusi itu memiliki sifat flexible atau dapat takan bahwa konstitusi berfungsi menetapkan
berubah seiring dengan perkembangan lingkungan lembaga-lembaga negara dan mengatur fungsi dan
maupun zaman. Hal senada dapat dilihat dari batas haknya. Sedangkan menurut Carl Schmit 13,
pendapat David A. Strauss 8 yang menyebutkan konstitusi dianggap sebagai keputusan politik yang
4
Isu ini diangkat ketika permasalahan lingkungan bukan lagi menjadi tanggungjawab satu Negara saja namun menjadi tanggungjawab
semua Negara dalam mewujudkan environmental sustainable. Isu global warming dan greenhouse effect turut serta menjadi salah satu
factor pembicaraan hangat terhadap kondisi lingkungan di dunia.
5
Jimly Asshiddiqie, Green Constitution, Rajawali Press, Jakarta, 2010, hlm. 1.
6
Maret Priyanta, Penerapan Konsep Konstitusi Hijau (Green Constitution) di Indonesia Sebagai Tanggungjawab Negara Dalam
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal Konstitusi, Volume 7, Nomor 4, Agustus 2010, hlm. 116.
7
Jimly Asshiddiqie…Op.cit, hlm. 2.
8
David A. Strauss, The Living Constitution, Oxford University Press, New York, 2010, hlm. 1.
9
Ibid, hlm. 2
10
Wirjono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Tata negara Di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1983, hlm. 34. Lihat juga Sobirin Malian,
Gagasan Perlunya Konstitusi Baru Pengganti UUD, UII Press, Yogyakarta, 2002, hlm. 13.
11
Ivor Jenning, The Law and the Constitution (London: University of London, 1960) hlm 33.
12
James Bryce dalam John Pieris, Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Presiden RI, Pelangi Cendekia, Jakarta, 2007, hlm. 45.
13
Widodo Ekatjahjana. Pengujian Peraturan Perundang-undangan dan Sistem Peradilannya di Indonesia, Pustaka Sutra, Jakarta, 2008,
hlm, 13-14. Lihat juga Parlin M. Mangunsong, Konvensi Ketata negaraan Sebagai Salah Satu Sarana Perubahan UUD, Alumni,
Bandung, 1992, hlm 22.

136 JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1


tertinggi. Oleh karena itu, konstitusi mempunyai luas dari istilah kelautan maupun bahari yang
kedudukan tertinggi dalam tertib hukum suatu cendrung lebih sempit. Jika penulis menggunakan
negara. Lebih lanjut Wirjono14 menyebutkan bahwa istilah konstitusi kelautan (marine constitution)
konstitusi memuat peraturan-peraturan pokok agaknya kurang tepat jika disandingkan dengan kata
(fundamental) mengenai soko guru-soko guru atau konstitusi yang tersirat sebagai suatu yang luas yang
sendi-sendi pertama untuk menegakkan bangunan tidak bersifat parsial. Laut menurut Kamus Besar
besar yang bernama “negara”. Sendi-sendi itu Bahasa Indoesia diartikan sebagai tempat berkum-
tentunya harus kuat dan tidak akan mudah runtuh, pulnya air (asin) 20. Penggunaan kelautan menurut
agar bangunan “negara” tetap berdiri. hemat penulis lebih cocok digunakan untuk menye-
Sedangkan pengertian konstitusi (constitution) butkan aspek tertentu saja, seperti marine law. Sama
sebagaimana dalam Webster’s New Americana halnya dengan istilah bahari yang tidak penulis
Dictionary diterangkan sebagai The System of gunakan sebagai pendamping dari kata konstitusi
Fundamental Laws of a Nation or Society 15. (suatu karena kata bahari lebih mendekati kepada sifat dari
sistem dari hukum-hukum dasar suatu bangsa atau kebudayaan. Kata bahari dalam kamus Lengkap
masyarakat). Jacobeen dan Lipman dalam bukunya Bahasa Indonesia diartikan sebagai kelautan, kuno,
Political Science mendefenisikannya sebagai a lama sekali21
collection of norm or standars regulating the legal Sedangkan dalam The Law Dictionary, laut atau
relations of goverments to its. 16 (sekumpulan kaidah- sea diartikan sebagai the great mass of water which
kaidah atau pola-pola yang mengatur hubungan surrounds the land (massa yang besar dari air yang
legal dari pemerintah kepada warga negaranya). mengelilingi tanah) sedangkan marine menurut The
Dari pengertian konstitusi tersebut dapat penulis Law Dictionary diartikan sebagai naval, relating or
simpulkan bahwa konstitusi merupakan aturan pertaining to the sea,transacted at sea, doing duty
dasar dan menjadi penyangga utama untuk tegak or service on the sea. Dari berbagai pengertian di
kokohnya suatu negara17. Sedangkan menurut Titik atas penulis mencoba memberikan pengertian
Triwulan Tutik 18 , berdasarkan konsepsi di atas, maritim dari perspektif penulis sebagai sesuatu yang
secara umum istilah konstitusi menggambarkan berhubungan dengan laut yang dapat memberikan
keseluruhan sistem ketatanegaraan suatu negara, kemanfaatan.
yaitu berupa kumpulan peraturan yang membentuk, Maritim menurut hemat penulis jangan diartikan
mengatur atau memerintah negara yang mana dalam pengertian yang sangat sempit, sebaliknya
peraturan-peraturan tersebut ada yang tertulis dan maritim dapat dilihat dari berbagai aspek seperti, sosial,
yang tidak tertulis. hankam, hukum, sosbud, ekonomi dan lain sebagainya.
Berkenaan dengan pengertian maritim, menurut Isu-isu dan wacana-wacana tentang kemaritiman
kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai sesuatu memang beberapa tahun belakangan ini muncul
yang berkenaan dengan laut, berkenaan dengan dipermukaan sebagai salah satu alternatif dalam
pelayaran. Sedangkan kemaritiman diartikan konsep pembangunan negara Indonesia sehingga
sebagai hal-hal yang menyangkut masalah ma- banyak pihak berupaya untuk menggali lebih dalam
ritim 19. Selain dikenal istilah maritim juga dikenal sesuai dengan bidang keilmuannya.
istilah bahari. Kemaritiman harus dipandang sebagai objek
Dalam penulisan ini, penulis menggunakan yang di dalamnya mencakup banyak bidang kehi-
istilah maritim karena dalam pandangan penulis dupan yang mana antara yang satu saling terkait
istilah maritim mempunyai pemaknaan yang lebih dengan bidang yang lainnya. Di dalam “kema-

14
Wirjono Prodjodikoro, dalam Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 27.
15
Constitutions, Webster’s New Americana Dictionary, 1955.
16
Jacobeen and Lipman, Political Science, dalam “College Outline Series“, Barnes & Nable, New York, 1956 dikutip dalam Mukthie
Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayu Media, Malang, 2005, hlm. 79.
17
Oksep Adhayanto, Eksistensi Hak Prerogratif Presiden Dalam Sistem Pemerintahan Presidensial Setelah Amandemen UUD 1945,
Disertasi, Universitas Islam Bandung, 2013, hlm. 21.
18
Titik Triwulan Tutik, Kontruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Kencana, Jakarta, 2010, hlm. 87.
19
Windy Novia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Kashiko, Surabaya, tt, hlm. 303.
20
Ibid, hlm. 286
21
Ibid, hlm. 47

JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1 137


ritiman” terdapat banyak bidang yang dapat dikem- Indonesia. Dalam kaitannya dengan hukum tata
bangkan seperti hukum, budaya, sosial, teknik dan negara khususnya hukum konstitusi tentunya
tentunya perikanan dan kelautan itu sendiri. penelitian ini akan mendorong perkembangan
Pentingnya mendudukkan secara etimologi hukum tata negara terutama terkait dengan teori-
makna di atas agar tidak terjebak kepada distorsi teori dalam hukum konstitusi maupun berkaitan
pemaknaan kata sehingga menyebabkan diso- dengan konstitusi maritim.
rientasi pemahaman 22 . Untuk selanjutnya dalam b. Secara praktis, yaitu sebagai sumbangan
penulisan ini penulis akan sering menggunakan pemikiran dalam rangka menambah pema-
istilah maritime constitution sebagai sebuah paham haman praktis terhadap persoalan-persoalan
yang memasukkan nilai-nilai maritim di dalam yang terkait dengan wacana konstitusi maritim,
sebuah konstitusi. Sehingga secara tersirat kons- sehingga diharapkan pada pihak-pihak terkait
titusi maritim diartikan sebagai konstitusi yang dapat menggunakan penelitian ini sebagai
berkaitan dengan laut yang dapat memberikan pertimbangan dalam menyelesaikan persoalan
kemanfaatan. Adagium ius ubi ius society membe- wacana konstitusi maritim.
rikan gambaran bahwa dimana ada masyarakat c. Sebagai bahan pertimbangan bagi peneliti lain
disitu ada hukum, pemahaman tersebut tentunya yang ingin meneliti terhadap judul yang sama di
selaras dengan semangat hukum senantiasa dapat dalam lingkup hukum konstitusi
menyesuaikan diri terhadap perkembangan masya-
rakat. Sama halnya saat ini perkembangan kema- D. Metode Penelitian
ritiman dari berbagai aspek menuntut perkem-bangan a. Jenis dan Sifat Penelitian
hukum yang serupa pada aspek yang sama pula. Aspek Penelitian yang akan dilakukan jenis dan sifatnya
perikanan, pelayaran, ekonomi, pertam-bangan, dan adalah penelitian hukum normatif (Doctrinal
lain sebagainya yang berkaitan dengan kemaritiman Reseach)23 . Penelitian normatif adalah penelitian
tentunya membutuhkan kehadiran hukum dalam yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
rangka menciptakan ketertiban dan ketentraman. atau bahan data sekunder belaka, dapat dinamakan
penelitian hukum normatif atau hukum kepustakaan
B. Permasalahan (di samping adanya penelitian hukum sosiologi atau
Permasalahan dalam penulisan ini adalah empiris yang terutama meneliti data primer). 24
bagaimana rumusan konsep Maritime Constitution Metode penelitian normatif disebut juga sebagai
atau Konstitusi Maritim? penelitian doktrinal (doctrinal research) yaitu suatu
penelitian yang menganalisis hukum baik yang
C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan tertulis di dalam buku (law as it is written in the book),
Tujuan penulisan ini adalah : maupun hukum yang diputus oleh hakim melalui
a. Untuk mengetahui rumusan konsep Konstitusi proses pengadilan (law it is decided by the judge
Maritim through judicial process) 25 . Penelitian hukum
b. Untuk menjawab apakah Konstitusi Indonesia normatif dalam penelitian ini didasarkan pada data
mengatur tentang aspek kemaritiman sekunder dan menekankan pada langkah-langkah
spekulatif-teoritis dan analisis normatif-kualitatif.26
Kegunaan penulisan ini adalah :
a. Secara teoritis, yaitu untuk mencari jawaban b. Sifat dan Pendekatan Penelitian
terhadap konsep konstitusi maritim di antara teori Penelitian ini adalah penelitian hukum, dan
dan pelaksanaannya atau di antara das sein dan pendekatan (approach) yang digunakan di dalam
das sollen-nya dalam sistem ketatanegaraan penulisan ini ada tiga pendekatan, Enid Campbell27
22
Bona Beding, Genealogi Laut: Dialektika Bahari Vs Maritim Eksistensi Laut Dalam Sastra Laut Lamalera, Makalah Diskusi Panel Serial
Ketiga YSNB, Jakarta, 7 Desember 2013.
23
Yaitu dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder dan didukung oleh penelitian empiris.
24
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada.
25
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006, hal. 118.
26
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodoligi Penelitian Hukum Normatif, UMM Press, Malang, 2007, hlm. 57.
27
Enid Campbell, (et.all), Legal Reserach, The Law Book Company Ltd, Ford Edition, Sidney, 1996, p. 274 dalam Titik Triwulan Tutik,
Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara Dalam Sistem Ketata negaraan Republik Indonesia
Setelah Amandemen UUD 1945, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2007, hlm. 18.

138 JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1


mengatakan, bahwa satu pendekatan saja tidaklah mempunyai makna untuk menjawab masalah dan
memadai untuk menganalisa banyak kasus. Adapun bermanfaat untuk menguji hipotesis.30
pendekatan yang digunakan adalah :
1. Pendekatan Perundang-Undangan (Statute d. Penarikan Kesimpulan
Approach), pendekatan perundang-undangan Secara eksplisit penulis menggunakan analisa
adalah merupakan conditio sine quanon bagi data dalam penelitian yang bersifat normatif ini yaitu
seseorang dalam mengkaji hukum normatif. dengan cara di mana data yang telah penulis
Menurut Peter Mahmud 28 , bahwa manfaat peroleh dari bahan hukum sekunder, berupa buku-
penggunaan pendekatan perundang-undangan buku atau literatur-literatur melalui penelusuran
adalah untuk mencari ratio logis dan dasar kepustakaan serta bahan hukum tersier dan bahan-
ontologis lahirnya peraturan perundang-un- bahan yang penulis peroleh dari internet, media
dangan. Untuk itu dalam penelitian ini Penulis massa, majalah, buletin, makalah-makalah seminar
akan menganalisis hukum-hukum yang ada yang ada hubungannya dengan penelitian ini.
terutama Undang-Undang Dasar 1945, dan Kemudian data tersebut dirangkum dengan mela-
perundang-undangan lainnya, dalam kaitannya kukan pengelompokkan yang didasarkan atas jenis
topik konstitusi maritim. dari masing-masing bahan tersebut dengan maksud
2. Pendekatan historis (Historical Approach), yaitu agar dapat memberikan kemudahan bagi penulis
Pendekatan yang dilakukan dengan menelaah, dalam menulis penelitian ini yang tersusun secara
menganalisis sejarah ketatanegaraan khususnya rapi, selanjutnya barulah disajikan dalam bentuk
fase-fase pemberlakuan konstitusi yang pernah kalimat-kalimat yang tersusun secara sistematis.
berlaku. Menurut Peter Mahmud 29, telaah latar Tahapan berikutnya, dari kalimat demi kalimat
belakang apa yang dipelajari dan perkembangan yang telah tersusun secara sistematis tersebut,
pengaturan mengenai isu yang dihadapi diper- penulis akan melakukan proses pengolahan data,
lukan oleh seseorang manakala ia memang ingin penganalisaan data dan membahasnya serta
mengungkapkan filosofis dan pola pikir yang melakukan perbandingan antara teori-teori, pen-
melahirkan sesuatu yang sedang dipelajari. dapat-pendapat para ahli.
3. Pendekatan Perbandingan (Comparative Kemudian barulah penulis melakukan penarikan
Approach), pendekatan ini digunakan untuk kesimpulan dari apa yang penulis peroleh, untuk
menelusuri keberadaan konstitusi dalam sistem selanjutnya penulis kumpulkan ke dalam suatu tulisan
ketatanegaraan pada beberapa negara dan ilmiah yang tersusun secara sistematis dari pemba-
keberadaannya dalam beberapa konstitusi yang hasan yang berpedoman pada tujuan penelitian.
pernah berlaku dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia itu sendiri. E. Pembahasan
Negara Indonesia merupakan sebuah Negara
c. Analisis Data Kepulauan (Archipelago State) yang terdiri dari
Data mentah yang telah dikumpulkan akan tidak pulau-pulau kecil maupun besar serta luas wilayah
berarti dan tidak ada gunanya, apabila tidak laut yang lebih luas daripada luas wilayah daratan.
dilakukan analisa. Analisa data merupakan bagian Kondisi geografis ini tentunya akan membutuhkan
yang amat penting dalam metode penelitian ilmiah berbagai bentuk kebijakan maupun peraturan
karena dengan analisa data tersebut diberi arti dan perundang-undangan yang memiliki corak kema-
makna yang berguna dalam memecahkan masalah ritiman. Pengalaman Negara Indonesia ± 69 tahun
penelitian. ini memberikan deskripsi bahwa dalam hal public
Data mentah yang telah dikumpulkan perlu policy maupun peraturan perundang-undangan
dipecahkan dalam kelompok-kelompok, data yang dilahirkan cenderung berorientasi pada
tersebut selanjutnya diseleksi, diklasifikasi secara daratan (continental oriented) daripada lautan
sistematis, logis dan yuridis sehingga data tersebut (archipelago oriented) 31.
28
Peter Mahmud M, Penelitian Hukum, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 94.
29
Peter Mahmud M, Ibid.
30
Moh. Nasir, Metode Penelitian, Ghalia, Indonesia, hlm. 405
31
Lihat kasus penolakan Rancangan Undang-Undang Provinsi Kepulauan yang diinisiasi oleh Provinsi-provinsi yang berada didaerah
kepulauan.

JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1 139


Secara geografis, Indonesia sebagai Negara perairan pedalaman ini bagi kapal-kapal
kepulauan yang berbasis maritim dapat dilihat asing dijamin selama dan sekadar tidak
dengan panjang garis pantai 95.181 km yang bertentangan dengan/mengganggu kedau-
kemudian menjadikan Indonesia sebagai Negara latan dan keselamatan Negara Indonesia.
keempat yang memiliki garis pantai terpanjang Penentuan batas landas lautan territorial
setelah Amerika Serikat, Kanada dan Rusia32. Luas (yang lebarnya 12 mil) diukur dari garis yang
laut Indonesia sebesar dua pertiga dari luas menghubungkan titik-titik ujung yang terluar
Indonesia ± 3.273.810 km² menjadikan Indonesia pada pulau-pulau Indonesia. Ketentuan-
sebagai Negara kepulauan terluas didunia. Dilihat ketentuan tersebut akan diatur selekas-
dari konteks kawasan regional ASEAN, Indoesia lekasnya dengan Undang-undang” 35.
adalah Negara kepulauan terbesar yag kemudian
diikuti Jepang dan Philipina. Deklarasi Djuanda di atas menunjukkan sikap
Perjuangan Negara Indonesia dalam mendapat- Bangsa Indonesia terhadap penolakkan dari
kan status archipelago state bukan tanpa halangan. Territoriale Zee en Maritime Kringen Ordonantie
Deklarasi Djuanda tahun 1957 menjadi catatan 1939 yang tidak cocok dengan konsep Negara
Indonesia mendeklarasikan sebagai Negara kepu- kepulauan Indonesia. Dalam ordonantie 1939, batas
lauan yang kemudian dibawa pada sidang United territorial hanya diukur sejauh 3 mil. Deklarasi
Nation Convetion Law Of The Sea (UNCLOS). Djuanda ini kemudian melahirkan konsep wawasan
Perspektif dalam melihat laut bukan sebagai nusantara.
pemisah antar pulau melainkan penghubung antar Sebelum mengarah kepada peraturan perun-
pulau memberikan dampak terhadap luas Negara dang-undangan yang bercorak maritim, perlu
Indonesia pada waktu itu menjadi 5.193.250 km².33 kiranya dipertegas perihal wawasan maritim sebagai
Indonesia kemudian meratifikasi UNCLOS 1982 konsep strategis (geostrategis) yang perlu diaktua-
tersebut dengan menerbitkan Undang-Undang lisasikan dalam konsep pembangunan 36. Sehingga
nomor 17 Tahun 1985, sejak itu dunia internasional keterlibatan hukum (secara umum) dalam konsep
mengakui Indonesia sebagai Negara Kepulauan 34. strategis tersebut sebagai alat untuk merekayasa
Tentunya hal ini yang dijadikan asumsi dasar untuk pembangunan yang berbasis kepada kemaritiman,
melakukan penolakan terhadap konsep archipelago seperti apa yang disampaikan oleh Roscoue Pound,
state bagi Negara-negara yang tidak memiliki luas a tool of social enginnering. Sedangkan jika melihat
laut sebagaimana Negara Indonesia. Disisi lainnya, dari aspek geopolitik banyak sarjana seperti Sir
sejarah juga mencatat bahwa Indonesia dulunya Walter Raleigh 37 menyebutkan bahwa jika ingin
adalah Negara maritim yang kuat dengan hadirnya menguasai dunia maka kuasailah lautan yang ada.
kerajaan Sriwijaya. Karena dengan menguasai lautan maka akan turut
Secara politis, klaim Negara kepulauan Indone- serta menguasai perdagangan maupun jalur
sia tersebut dinyatakan dalam Deklarasi Djuanda perdagangan, setelah suatu Negara menguasai
pada 13 Desember 1957 yang berbunyi: perdagangan maka akan menguasai kekayaan
“bahwa segala perairan, diantara dan yang dunia dan pada akhirnya akan menguasai dunia.
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk Berdasarkan hal ini maka muncullah konsep
Negara Indonesia dengan tidak memandang wawasan bahari atau konsep kekuatan laut.
luas atau lebarnya adalah bagian-bagian Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi
yang wajar daripada wilayah daratan Negara Negara Republik Indonesia memiliki banyak wajah
Indonesia dan dengan demikian bagian UUD NRI Tahun 1945 tidak saja dapat dilihat
daripada perairan pedalaman atau nasional sebagai konstitusi politik (political constitution) yang
yang berada di bawah kedaulatan mutlak mengatur pembagian kekuasaan di dalam Negara,
Negara Indonesia. Lalu, lintas yang damai di melainkan dapat pula dilihat sebagai konstitusi

32
Koreksi PBB terhadap garis pantai Negara Indonesia tahun 2008.
33
Oksep Adhayanto, dkk, Buku Ajar Pendidikan Kewarganegaraan, Umrah Press, Tanjungpinang, 2009, hlm. 117.
34
A. M Fatwa, Potret Konstitusi pasca Amandemen UUD 1945, Kompas, Jakarta, 2009, hlm. 147.
35
Saru Arifin, Hukum Perbatasan Darat Antarnegara, Sinar Grafia, Jakarta, 2014, hlm. 1-2.
36
Baca Suwarno Adiwijoyo, Konsolidasi Wawasan Maritim Indonesia, PAKAR, Jakarta, 2005.
37
Oksep Adhayanto, dkk, …Op.cit, hlm. 119.

140 JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1


ekonomi (economic constitution) 38 karena berisi atas pertimbangan yang mendalam. Agar
dasar-dasar kebijakan Negara dibidang ekonomi 39. maksud ini dapat dilaksanakan dengan baik
UUD NRI Tahun 1945 dapat juga disebut sebagai maka perubahannya pada umumnya mensya-
konstitusi hijau (green constitution) karena berisi ratkan suatu proses dan prosedur yang
dasar-dasar pegaturan mengenai pengelolaan dan khusus dan istimewa” 42.
perlindungan hidup 40, bahkan UUD NRI Tahun 1945
memuat pengaturan tentang konstitusi maritime Sebagai landasan konstitusional, UUD NRI
(blue constitutioni) yang menegaskan keberadaan Tahun 1945 didalam pembukaan menyebutkan
Indonesia sebagai Negara Kepulauan. bahwa:
Perubahan paradigma dan mainset terhadap “untuk membentuk suatu pemerintah negara
pengelolaan Negara dari aspek peraturan perun- Indonesia yang melindungi segenap bangsa
dang-undangan yang berbasis kepada maritim Indonesia dan seluruh tumpah darah Indone-
tentunya harus dimulai dari aturan yang lebih tinggi, sia dan untuk memajukan kesejahteraan
yakni Konstitusi atau UUD NRI Tahun 1945, umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
sehingga aturan turunan ke bawahnya bisa merujuk dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
kepada aturan yang lebih tinggi sebagaimana yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
disampaikan dalam stuffenbau Theory-nya Hans abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
Kelsen 41. kemerdekaan bangsa Indonesia itu dalam
Jika dilihat dari klasifikasi sebuah konstitusi, suatu Undang-Undang Dasar Negara In-
salah satu bentuk konstitusi yang ada didunia adalah donesia...”.
konstitusi berderajat tinggi atau konstitusi tidak
berderajat tinggi (supreme constitution ant not Sejalan dengan itu juga, Perubahan kedua UUD
supreme constitution). Di Indonesia sendiri jika NRI Tahun 1945 sudah mempertegas bahwa
merujuk kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun Indonesia sebagai Negara Kepulauan sebagaimana
2011 Tentang Tata Urutan Perundang-undangan tercantum didalam Pasal 25A yang menyebutkan
maka Konstitusi Indonesia dapat dikatagorikan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
sebagai Supreme Constitution. sebuah Negara kepulauan yang berciri Nusantara
Oleh karena itulah, pentingnya UUD NRI Tahun dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya
1945 agar memuat ketentuan yang berkaitan ditetapkan dengan undang-undang. 43 Adanya
dengan maritim dikarenakan UUD NRI Tahun 1945 wilayah merupakan salah satu syarat berdirinya
sebagai hukum tertinggi di Negara Indonesia dan sebuah Negara. Dalam konstitusi-konstitusi Negara-
sejalan dengan yang disampaikan oleh K.C. Wheare negara di dunia ini terdapat bermacam cara dalam
terhadap perlunya menempatkan konstitusi pada merumuskan wilayahnya. Ada yang menggunakan
kedudukan yang tinggi maka terdapat semacam garis lintang dan garis bujur, ada yang menyebutkan
jaminan bahwa; Negara bagiannya atau provinsinya, ada pula
“Konstitusi itu akan diperhatikan dan ditaati dengan cara menjelaskan kondisi kewilayahannya.
dan menjamin agar konstitusi tidak akan Dalam hal ini, Undang-Undang Dasar Negara
dirusak dan diubah begitu saja secara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 meng-
sembarangan. Perubahannya harus dilaku- anut cara yang terakhir 44 . Sedangkan Malaysia
kan secara hikmat, penuh kesungguhan dan dalam merumuskan wilayahnya dengan cara

38
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1994.
39
Lihat Pasal 33 ayat (1), (2), (3) dan (4) UUD NRI 1945.
40
Lihat Pasal 28 H ayat (1) dan Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945.
41
Hans Kelsen, mengemukakan bahwa, dengan terlebih dahulu mempertimbangkan tatanan hukum nasional, konstitusi merupakan jenjang
tertinggi hukum positif. Di sini “konstitusi” dipahami dalam pengertian material, yakni, memahami konstitusi sebagai norma atau sekumpulan
norma positif yang mengatur penciptaan norma-norma hukum umum. Konstitusi bisa diciptakan oleh adat atau dengan tindakan tertentu
yang dilakukan oleh satu atau sekelompok individu, yakni, melalui tindakan legislatif. Lihat, Hans Kelsen, Teori Hukum Murni: Dasar-
dasar Ilmu Hukum Normatif¸ Nusamedia, Bandung, 2006, hlm. 244
42
Kunthi Dyah Wardani, Impeachment Dalam Ketata negaraan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, 2007, hlm. 34.
43
Bandingkan dengan konsep green constitution yang mengusung jargon lingkungan yang terdapat dibeberapa pasal UUD 1945 antara
lain; Pasal 28H, Pasal 33 ayat (4).
44
A. M Fatwa,….Op.cit, hlm. 145.

JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1 141


menyebutkan Negara bagiannya atau provinsinya45. aspek hubungan internasional membutuhkan
Selanjutnya, di dalam UUD NRI Tahun 1945 perangkat peraturan perundang-undangan yang
sebelum amandemen tidak terdapat penyebutan memadai sehingga tidak menimbulkan kekosongan
Indonesia sebagai Negara kepulauan yang berciri- hukum itu sendiri. Dikarenakan konstitusi Negara
kan Nusantara. Oleh karena itu sangatlah wajar jika Indonesia menganut bentuk fleksible, maka sangat
peraturan perundang-undangan dibawahnya ku- memberikan kemudahan bagi konstitusi Indonesia
rang mencerminkan gagasan-gagasan tentang untuk dapat memasukkan rumusan-rumusan yag
kemaritiman yang terdapat pada Negara Indonesia. berkaitan dengan perkembangan masyarakat.
Sesungguhnya, pada saat membahas materi Menurut Abu Bakar Busroh dan Abu Daud Busroh:
rancangan perubahan Undang-Undang Dasar “Konstitusi pada dasarnya mengandung
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengenai pokok-pokok pikiran dan paham-paham,
wilayah Negara ini, sebenarnya timbul keinginan yang melukiskan kehendak yang menjadi
untuk mempergunakan penyebutan Benua Maritim tujuan dari faktor-faktor kekuatan nyata (de
Indonesia untuk pengenalan wilayah Indonesia reele Machtsfactoren) dalam masyarakat yang
seperti yang telah dideklarasikan oleh Pemerintah bersangkutan. Artinya suatu konstitusi pada
pada tahun 1957. Hal itu tidaklah berlebihan dasarnya lahir dari sintesa ataupun reaksi
mengingat ada klaim penyebutan Benua Antartika terhadap paham-paham pikiran yang ada
untuk pulau Antartika yang berada di Kutub Selatan46. dalam masyarakat sebelumnya”49.
Dengan adanya ketentuan mengenai wilayah
Negara tersebut, pada masa mendatang kemung- Selain itu juga, menurut A.A.H. Struycken,
kinan pemisahan sebuah wilayah dari NKRI makin undang-undang dasar sebagai konstitusi tertulis
dipersulit. Demikian pula hal itu akan mendukung merupakan sebuah dokumen formal yang memuat,
penegakkan hokum di seluruh wilayah Tanah Air antara lain50:
dalam melakukan perundingan internasional yang 1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang
berkaitan dengan batas wilayah Negara Indonesia, lampau
serta pengakuan internasional terhadap kedaulatan 2. Tingkatan-tingkatan tertinggi perkembangan
wilayah Negara Indonesia47. ketatanegaraan bangsa
Sebagai negara berkembang, Indonesia mem- 3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak
punyai keinginan yang kuat untuk melaksanakan diwujudkan, baik waktu sekarang maupun untuk
pembangunan di segala bidang, termasuk pem- masa mendatang
bangunan bidang hukum guna menunjang dan 4. Suatu keinginan di mana perkembangan kehi-
mengatur pembangunan bidang lainnya seperti dupan ketatanegaraan hendak dipimpin.
politik, ekonomi sosial budaya dan lain sebagainya.
Pembangunan setiap aspek di Indonesia tidak selalu Sayangnya, gagasan-gagasan tentang kema-
diikuti oleh perencanaan dan pembentukkan hukum ritiman baru menggelora dengan kuat beberapa
yang menunjang dan mengatur aspek tersebut 48 . tahun terakhir dan mendapat perhatian khusus dari
Salah satu aspek yang ada adalah dari aspek pemerintah, namun hal tersebut baru dalam tataran
kemaritiman yang sampai saat ini dari segi pem- konsep dan wacana saja belum sampai kepada
bangunan hukum nasional masih kurang termak- tataran implementasi.
simalkan. Wacana pembangunan aspek kema- Perkembangan terhadap gagasan kemaritiman
ritiman yang dilihat secara luas tidak saja berkaitan sebenarnya sudah banyak diimplementasikan
dengan perikanan namun juga perekonomian, dibeberapa Negara-negara kepulauan yang ada
pertahanan dan keamanan, sosial budaya serta dari seperti Inggris, Jepang, Philipina dan lainnya.

45
Lihat Konstitusi Malaysia Pasal 1 ayat (2), (3), dan (4).
46
A. M Fatwa,….Op.cit, hlm. 147.
47
Ibid.
48
Lihat, Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum dalam Perspektif Perundang-Undangan: Lex Specialis Suatu Masalah, JP Books,
Surabaya, 2006, hlm, 1.
49
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum.....Op.Cit,. hlm. 88.
50
A.A.H. Struycken dalam Sri Soemantri, Prosedur....Op.Cit, hlm. 2. Lihat juga Suharizal dan Firdaus Arifin, Refleksi Reformasi...Op.Cit,
hlm. 38.

142 JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1


Pemanfaatan potensi kemaritiman dari segala mengusung semangat continental aspect sehingga
aspek tidak saja dari aspek perikanan membuktikan dalam tataran pelaksanaan di daerah-daerah
bahwa kemaritiman bukan saja perikanan namun kepulauan yang notabenenya memiliki luas laut
banyak aspek lain yang dapat digali dan diberdaya- yang lebih besar dibandingkan dengan luas daratan
kan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. harus mengikuti cara pandang yang sama dengan
Jepang begitu mahir dalam memanfaatkan potensi continental aspect. Tentunya hal ini akan sangat
perikanan yang mereka miliki. Singapura sebagai bertolak belakang dengan kondisi geografis masing-
negara kecil yang mampu memanfaatkan potensi masing daerah khususnya daerah-daerah yang
maritimnya untuk perdagangan Internasional memiliki kultur kepulauan.
barangkali dapat dijadikan contoh yang nyata. Selain itu juga, pemahaman dalam melihat
Inggris sebagai Negara kepulauan memberikan maritim hanya sebagai kelautan dan perikanan
dukungan yang besar terhadap pertahanan dan menyebabkan perkembangan dunia kemaritiman
keamanan dengan menjadikan armada angkatan Indonesia menjadi sangat lambat. Sudah saatnya
lautnya sebagai salah satu yang disegani di dunia. Negara ini menembus tembok-tembok pembatas
Tentunya keberhasilan Negara-negara kepulauan yang selama ini menjadi penyebab kemunduran
lainnya dalam mengembangkan kemaritiman dunia kemaritiman Indonesia. Tentunya hal ini dapat
mereka didukung oleh perangkat peraturan perun- dimulai dengan corak dan dukungan perangkat
dang-undangan yang komprehensif dalam menggali peraturan perundang-undangan yang berbasis
dan memanfaatkan potensi kemaritiman itu sendiri. kepada kemaritiman yang komprehensif.
Pelajaran berharga dari kehidupan bernegara Maritime based public policy dalam bentuk politik
adalah Negara lain akan mengenal sebuah Negara hukum perundang-undangan bagi daerah-daerah
hanya dengan melihat Konstitusi Negara tersebut. kepulauan tentunya harus diberi ruang yang seluas-
Menurut Dahlan Thaib, dari konstitusi atau Undang- luasnya dalam mengeksplorasi segala potensi yang
undang Dasar sesuatu negara, akan diketahui ada karena sudah dijamin oleh UUD NRI Tahu 1945.
tentang negara itu, baik bentuk, susunan negara Penyusunan produk hukum khusus pada level
maupun sistem pemerintahannya. Misalnya bahwa daerah tentunya harus tetap dielaborasi dengan
bentuk-bentuk negara Republik Indonesia adalah kondisi geografis daerah itu sendiri, khusus daerah
“Republik” dengan susunan “Kesatuan” dan meng- –daerah yang memiliki corak kepulauan atau
anut “Sistem Pemerintahan Presidensiil”. 51 Se- maritim tentunya corak produk hukumnya dapat
hingga tidak dapat dinafikan pula jika beberapa mengakomodir hal tersebut, akan tetapi hal tersebut
dekade belakangan ini Indonesia tidak dikenal tentunya harus berlaku secara top down guna
sebagai archipelago state atau maritime state sikronisasi dan harmonisasi dari segala bentuk
dikarenakan peraturan perundang-undangan peraturan perundang-undangan yang ada diatasnya.
lainnya yang dibuat masih mengandalkan para- Disinilah letak penting dan urgensinya konsep
digma continental state. Ketentuan umum sebagai- maritime constititution yang diwujudkan dalam
mana tersirat didalam Pasal 25A sudah memberikan bentuk legal formal dalam setiap peraturan perun-
sinyalemen yang kuat terhadap Negara kepulauan dang-undangan yang ada, sehingga secara kom-
akan tetapi dalam tataran implementasi turunan prehensif dan terarah, secara perlahan pema-
terhadap ketentuan ini masih dibayang-bayangi haman terhadap pentingnya produk hukum yang
dengan paradigma-paradigma bercirikan conti- berwawasan maritim dimulai sejak dari peraturan
nental. Sebagai contoh bagaimana semangat yang tertinggi sampai dengan peraturan yang paling
Undang-undang Pemerintahan Daerah dalam rendah.

51
Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketata negaraan Menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta, 1993, hlm. 16.

JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1 143


  perubahan masyarakat dan mengabdi pada usaha-
usaha untuk mencapai keadilan. Hukum sebagai
sarana untuk mengakomodasi kebutuhan dan
aspirasi masyarakat. Untuk mewujudkan tujuan,
hukum responsive memperlihatkan karakter yang
khas, yaitu dinamika perkembangan hukum mening-
katkan otoritas tujuan, mengendalikan tujuan pada
kepatuhan dan mengurangi kekakuan hukum53.

F. Kesimpulan
Setelah melakukan pengkajian maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa selama periode orde baru,
UUD 1945 tidak secara nyata mencerminkan
gagasan tentang Negara kepulauan yang berbasis
Bagan 1. Skema Sinkronisasi & Harmonisasi kemaritiman. Baru setelah di amandemennya UUD
Peraturan Perundang-undangan berbasis maritim 1945 konsepsi tentang Negara kepulauan baru
tercermin di dalam Pasal 25 A. Namun disisi lainnya
Skema di atas menunjukkan terjadinya sikro- semangat Negara Kepulauan yang bercirikan
nisasi dan harmonisasi dari setiap peraturan Nusantara ini belum termaksimalkan dalam pera-
perundang-undangan yang bercorak maritim mulai turan perundang-undangan dibawahnya. Pema-
dari level yang tertinggi sampai dengan level yang haman yang terkotak-kotakkan menjadi salah satu
paling rendah. penyebab kemunduran bagi dunia kemaritiman
Kebutuhan tentang peraturan perundang-un- Indonesia.
dangan yang harmonis dan terintegrasi menjadi Sudah seharusnyalah pasca amandemen UUD
sangat diperlukan untuk mewujudkan ketertiban, 1945 menjadi titik awal dalam penyatuan persepsi
menjamin kepastian dan perlindungan hukum. melihat kemaritiman sebagai sesuatu yang memiliki
Pembentukkan peraturan perundang-undangan kemanfaatan dari berbagai aspek. Dukungan
yang harmonis dan terintegrasi, diperlukan untuk perangkat peraturan perundang-undangan dalam
mengembangkan peraturan perundang-undangan menyusun kerangka hukum pengembangan dunia
yang mendukung kegiatan dari setiap aspek kemaritiman Indonesia harus menjadi salah satu
kehidupan berbangsa dan bernegara 52 . Dalam prioritas dalam pembinaan hukum di Indonesia yang
konteks kemaritiman, tentunya hal ini dapat mendu- lebih baik lagi.
kung kegiatan yang berdekatan dengan isu kema- Semangat UUD NKRI 1945 dalam mengusung
ritiman dikarenakan isu berkaitan dengan hal Negara Kepulauan yang berciri Nusantara harus
tersebut saat ini begitu menggelora. diartikan juga dalam skala yang luas bahwa dunia
Daripada itu juga, keterbukaan karakter hukum kemaritiman Indonesia harus dapat memberikan
dalam menyikapi perubahan masyarakat sejalan kemanfaatan bagi peningkatan kesejahteraan dan
dengan sistem hukum responsive yang menun- kemakmuran rakyat Indonesia sebagaimana yang
jukkan karakter hukum bersifat terbuka terhadap diamanahkan didalam Pembukaan UUD NKRI 1945.

52
Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi….Op.cit, hlm. 3.
53
Philippe Nonet and Philip Selznick, Law And Society In Transition Toward Responsive Law, Harper & Row Publisher, New York, 1978,
p. 16-17.

144 JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1


Daftar Pustaka

A. Buku-buku Maret Priyanta, Penerapan Konsep Konstitusi Hijau


A. M Fatwa, Potret Konstitusi pasca Amandemen (Green Constitution) di Indonesia Sebagai
UUD 1945, Kompas, Jakarta, 2009. Tanggungjawab Negara Dalam Perlindungan
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Jurnal
Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2006. Konstitusi, Volume 7, Nomor 4, Agustus 2010.
Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Moh. Nasir, Metode Penelitian, Ghalia, Indonesia.
Konstitusi Suatu Negara, Mandar Maju, Mukthie Fadjar, Tipe Negara Hukum, Bayu Media,
Bandung, 1995. Malang, 2005.
Bona Beding, Genealogi Laut: Dialektika Bahari Vs Oksep Adhayanto, Eksistensi Hak Prerogratif
Maritim Eksistensi Laut Dalam Sastra Laut Presiden Dalam Sistem Pemerintahan
Lamalera, Makalah Diskusi Panel Serial Presidensial Setelah Amandemen UUD 1945,
Ketiga YSNB, Jakarta, 7 Desember 2013. Disertasi, Universitas Islam Bandung, 2013.
Chandra Motik Yusuf, Negara Kepulauan Menuju ______, dkk, Buku Ajar Pendidikan Kewargane-
Negara Maritim: 75 Tahun Prof. Dr. Hasjim garaan, Umrah Press, Tanjungpinang, 2009.
Djalal, MA, IND HILL.CO, Jakarta, 2010. Parlin M. Mangunsong, Konvensi Ketata negaraan
Constitutions, Webster’s New Americana Dictionary, Sebagai Salah Satu Sarana Perubahan UUD,
1955. Alumni, Bandung, 1992.
Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketata nega- Peter Mahmud M, Penelitian Hukum, Prenada
raan Menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta, Media, Jakarta, 2005.
1993. Saru Arifin, Hukum Perbatasan Darat Antarnegara,
David A. Strauss, The Living Constitution, Oxford Sinar Grafia, Jakarta, 2014.
University Press, New York, 2010. Philippe Nonet and Philip Selznick, Law And Society
Enid Campbell, (et.all), Legal Reserach, The Law In Transition Toward Responsive Law, Harper
Book Company Ltd, Ford Edition, Sidney, & Row Publisher, New York, 1978.
1996. Sobirin Malian, Gagasan Perlunya Konstitusi Baru
Hans Kelsen, Teori Hukum Murni: Dasar-dasar Ilmu Pengganti UUD, UII Press, Yogyakarta, 2002.
Hukum Normatif¸ Nusamedia, Bandung, Solly Lubis, Hukum Tata Negara, Mandar Maju,
2006. Bandung, 2008.
Ivor Jenning, The Law and the Constitution (London: Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian
University of London, 1960). Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada.
Jacobeen and Lipman, Political Science, dalam Suwarno Adiwijoyo, Konsolidasi Wawasan Maritim
“College Outline Series”, Barnes & Nable, Indonesia, PAKAR, Jakarta, 2005.
New York, 1956. Titik Triwulan Tutik, Kontruksi Hukum Tata Negara
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945,
Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Kencana, Jakarta, 2010.
Indonesia, Ichtiar Baru, Jakarta, 1994. ______, Eksistensi, Kedudukan dan Wewenang
______, Green Constitution, Rajawali Press, Jakarta, Komisi Yudisial Sebagai Lembaga Negara
2010. Dalam Sistem Ketata negaraan Republik
John Pieris, Pembatasan Konstitusional Kekuasaan Indonesia Setelah Amandemen UUD 1945,
Presiden RI, Pelangi Cendekia, Jakarta, 2007. Prestasi Pustaka, Jakarta, 2007.
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodoligi Penelitian Wirjono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Tata negara
Hukum Normatif, UMM Press, Malang, 2007. Di Indonesia, Dian Rakyat, Jakarta, 1983.
Kunthi Dyah Wardani, Impeachment Dalam Ketata Widodo Ekatjahjana. Pengujian Peraturan
negaraan Indonesia, UII Press, Yogyakarta, Perundang-undangan dan Sistem
2007. Peradilannya di Indonesia, Pustaka Sutra,
Kusnu Goesniadhie, Harmonisasi Hukum dalam Jakarta, 2008
Perspektif Perundang-Undangan: Lex Windy Novia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Specialis Suatu Masalah, JP Books, Kashiko, Surabaya, tt.
Surabaya, 2006.

JURNAL SELAT, OKTOBER 2014, VOL. 2 NO. 1 145

You might also like