Professional Documents
Culture Documents
Joni Munarso)
Abstract: Production of cocoa beans increasing significantly, but the quality of the seeds low and varied.
The main problem is because of the cocoa farmers generally did not apply the recommended technique
for cultivation and postharvest handling. The aims of this study was to observe the effect of GAP and GMP
application to the quality and safety of cocoa beans produced by farmer groups. To achieve the above
objectives, a study has been conducted in Tinco, District Citta, Soppeng South Sulawesi Province. This
activity was done by involving farmer groups with different cultivation technology. The activity included: 1.
Study to identify the performance of cocoa cultivation; 2. analysis of the effect of GAP and GMP application to
quality and safety of cocoa beans produced by farmer groups. The results showed that the quality of cocoa
beans produced by Bunga coklat farmer group better than Mattirodeceng farmer group; the application of
GAP and GMP increased the quality of cacao beans. Model application of GAP and GMP system at Bunga
coklat farmer group can be used as a sample of cocoa farm production, quality and sustainability oriented.
Keywords : postharvest handling, quality, food safety, cocoa
Abstrak: Produksi biji kakao secara signifikan terus meningkat, namun mutu bijinya tergolong rendah
dan beragam. Masalah mutu ini utamanya disebabkan karena petani kakao pada umumnya tidak
menerapkan sistem budidaya tanaman maupun teknologi pascapanen yang dianjurkan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh penerapan teknik budidaya serta penerapan teknologi
fermentasi terhadap mutu dan keamanan biji kakao yang dihasilkan oleh petani. Untuk mencapai tujuan
di atas, telah dilakukan suatu kegiatan riset di Desa Tinco, Kecamatan Citta, Kab. Soppeng, Provinsi
Sulawesi Selatan. Kegiatan tersebut melibatkan kelompok tani dengan penguasaan teknologi budidaya
yang berbeda. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi (1) Studi untuk mengetahui keragaan teknologi
budidaya kakao, dan (2) Analisis pengaruh penerapan GAP dan GMP terhadap mutu biji kakao hasil
produksi petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan GAP dan GMP mampu meningkatkan
mutu dan keamanan pangan biji kakao yang dihasilkan oleh kelompok tani. Penerapan sistem tersebut
berpotensi dikembangkan di wilayah produsen kakao. Model ini perlu dikembangkan pada usahatani
kakao yang berorientasi pada produksi, mutu dan berkelanjutan.
Kata kunci : pengananan pascapanen, mutu, keamanan pangan, kakao
terutama dengan adanya indikasi tercemarnya persyaratan utama dalam parameter mutu
produk dengan logam berat. pangan, dan telah menjadi acuan bagi
Perdagangan biji kakao seringkali perdagangan pangan domestik maupun
mengalami berbagai hambatan teknis, internasiona (Winarno, 2002). Salah satu
diantaranya mutu biji kakao. Permasalahan bentuk manajemen risiko yang dikembangkan
mutu biji kakao yang menjadi penghambat untuk menjamin keamanan pangan dengan
dalam perdagangan antara lain adanya pendekatan pencegahan (preventive) adalah
kotoran, serangga, biji tidak terfermentasi HACCP (Montimore, 1998). Penerapan
sempurna, adanya kontaminan mikotoksin HACCP dapat disederhanakan sampai pada
dan logam berat, dll yang sering ditemukan level dimana dapat diintegrasikan dengan
kakao baik pada biji maupun produk proses pengolahan yang sederhana atau
olahannya. Masalah keragaman mutu tradisional, dengan pengujian yang dapat
ini utamanya disebabkan karena petani dilakukan secara visual (Amoa _Awua et al,
kakao tidak menerapkan sistem budidaya 2008). Good Agricultural Practices (GAP)
tanaman yang dianjurkan (Hariyadi et al, dan Good Manufacturing Practices (GMP)
2009). Beberapa teknologi budidaya belum merupakan persyaratan dasar (prerequisite)
dilakukan dengan benar, seperti teknologi yang harus dipenuhi jika ingin menerapkan
penggunaan varietas unggul, pemupukan, HACCP (Amoa_Awua et al, 2007 dan
penggunaan tanaman naungan, maupun Babunja_Sonie et al, 2011). Tujuan dari
pemangkasan. Penggunaan pestisida penelitian ini adalah untuk mempelajari
banyak dilakukan untuk mengendalikan tingkat penguasaan teknologi budidaya dan
hama dan penyakit pada kakao (Owuhu_ pascapanen, serta pengaruh penerapan GAP
Ansah et al, 2010). Teknologi panen dan dan GMP terhadap mutu dan keamanan biji
penanganan pascapanen juga belum kakao yang dihasilkan oleh kelompok tani.
dilakukan secara optimal. Proses fermentasi
terhadap biji hasil panen dilakukan secara METODOLOGI
asal-asalan atau bahkan tidak dilakukan
Bahan dan Alat Penelitian
sama sekali (Magelhaes et al, 2011).
Penelitian dilakukan pada kurun
Secara teknis operasional, keragaman
Februari-November 2012. Lokasi penelitian
mutu kakao disebabkan oleh minimnya
ditetapkan melalui koordinasi antara Tim
sarana penerapan teknologi budidaya dan
Peneliti dengan Balitbangda Provinsi Sulawesi
pengolahan, serta lemahnya pengawasan
Selatan, BPTP Sulawesi Selatan, serta Dinas
mutu pelaksanaan proses produksi kakao
Perkebunan Kabupaten Soppeng, dengan
rakyat. Kriteria mutu biji kakao yang meliputi
memperhatikan bahwa lokus adalah daerah
aspek fisik, cita rasa, kebersihan, aspek
penghasil utama kakao. Kegiatan penelitian
keseragaman dan konsistensi sangat
melibatkan kelompok tani “Bunga Coklat”
ditentukan oleh perlakuan pada setiap
dan kelompok tani “Mattirodeceng” desa
tahapan proses produksi tersebut. Oleh
Tinco kecamatan Citta Kabupaten Soppeng.
karena itu pengawasan dan pemantauan
Pengambilan sampel untuk pengujian mutu
pada setiap tahapan proses mestinya
dan keamanan pangan biji kakao (residu
dilakukan secara rutin agar tidak terjadi
pestisida) juga dilakukan terhadap 2 kelompok
penyimpangan mutu.
tani tersebut. Peralatan yang digunakan
Pemerintah telah menetapkan standar
adalah tabung reaksi, gelas piala, erlenmeyer,
mutu kakao (SNI 01–2323–2008) (Anonim,
pinset, timbangan, serta peralatan preparasi
2008), dalam bentuk penetapan kelas mutu
dan peralatan gelas lainnya dan peralatan uji
biji kakao. Penerapan teknik budidaya dan
laboratorium (GC MS, HPLC, dll).
pascapanen yang baik diharapkan bukan
hanya memperbaiki mutu kakao yang
Metode Penelitian
dihasilkan, tetapi juga akan membantu upaya
Obyek penelitian adalah kelompok
peningkatan produktivitas kakao. Sistem
tani penghasil kakao yang dibedakan
jaminan keamanan pangan merupakan
dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang antara kelompok tani yang sudah dan belum
telah menerapkan GAP (Kelompok Tani menerapkan GAP dan GMP penanganan
“Bunga Coklat”) dan kelompok yang kakao.
belum menerapkan GAP (Kelompok
“Mattirodeceng”). Penelitian diawali dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
melakukan identifikasi tingkat penguasaan
Keragaan Teknologi Budidaya
teknologi budidaya dan pascapanen pada
Kelompok Tani (Klotan) Bunga Coklat
kedua kelompok tani tersebut. Sosialisasi
mempunyai tingkat penguasaan teknologi
dan pengenalan GAP budidaya kakao serta
budidaya kakao yang berbeda dengan
GMP penanganan pascapanen dilakukan
klotan Mattirodeceng dalam mengusahakan
terhadap kelompok tani target. Pengambilan
produksi kakao (Tabel 1). Kelompok Bunga
sampel dilakukan setelah petani melakukan
Coklat telah menerapkan berbagai komponen
penerapan GAP dan GMP setelah tahapan
teknologi budidaya yang baik, mulai dari
sosialisasi dan dilakukan analisis mutu dan
penggunaan klon unggul, penyemaian
keamanan pangan (residu pestisida) biji
benih, penaungan dan pemangkasan, pola
kakao.
tanam, jarak tanam, drainase dan rorak,
Analisis mutu dilakukan mengikuti
pemupukan, sanitasi kebun, pengendalian
prosedur yang terurai pada Standar Mutu Biji
hama/penyakit, sedangkan kelompok
Kakao (SNI 01–2323–2008). Analisis kimia
Mattirodeceng baru mulai menerapkan klon
juga dilakukan untuk mengetahui kadar lemak,
unggul. Penerapan teknik budidaya yang
kadar protein dan kadar polifenol biji kakao
baik ini berdampak pada produksi buah per
hasil dari kedua kelompok. Pengamatan
pohon yang sangat berbeda (50-110 banding
parameter keamanan pangan dilakukan
15-60 buah) (Tabel 1). Pertanaman kakao
terhadap residu pestisida dari kelompok
di lapang sangat berbeda keragaannya
Organoklorin, Organofosfat dan Piretroid.
antara kelompok tani Bunga Coklat dan
Analisis dilakukan di beberapa laboratorium,
Mattirodeceng. Kelompok tani Bunga Coklat
antara lain di laboratorium Balai Tanaman Obat
sudah menggunakan klon unggul (S1 dan
dan Rempah (Balittro), Laboratorium Balai
S2) dari jenis Forastero (Lindak). Sedangkan
Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan),
petani di kelompok tani Mattirodeceng
dan Laboratorium Saraswanti Indogenetech
umumnya masih menggunakan klon lokal
Bogor. Hasil analisis selanjutnya didiskripsikan
dari jenis yang sama.
(B)
(A)
Gambar 1. Kesehatan Buah di Kebun Kelompok Tani Bunga Coklat (A) dan Kelompok Tani
Mattiro-deceng (B)
seperti serangga hidup, biji berbau asap dan persyaratan khusus, jenis mutu kakao yang
atau hammy dan atau berbau asing, dan dihasilkan kelompok tani ini memenuhi kelas
kadar benda asing telah sesuai SNI 2323- mutu I – II.
2008 (Tabel 3). Adapun pada pengamatan
Tabel 2. Karakteristik umum Mutu Biji Awal Kakao Klotan Bunga Coklat
dan Mattirodeceng
Karakteristik Bunga Coklat Mattiro deceng SNI (3232 : 2008)
Tabel 3. Karakteristik khusus Mutu Biji Awal Kakao Klotan Bunga Coklat
dan Mattirodeceng
pahit, asam, manis, dan mengeraskan kulit fermentasi diketahui mampu meningkatkan
biji seperti tempurung. kadar polifenol, zat yang bermanfaat sebagai
Penerapan GAP dan GMP yang antioksidan, dan mempunyai aktivitas
dilakukan dengan baik dan benar dapat antilisteria, sehingga kakao berpotensi
memperbaiki sifat kadar air dari biji kakao digunakan sebagai alternatif food aditif untuk
yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan kadar mencegah pembusukan dan kontaminasi
air kakao kedua kelompok tani memenuhi Listeria monocytogenes (Bubonja-Sonie
persyaratan SNI. Namun demikian, et.al, 2011).
kemampuan untuk melakukan pengeringan
yang lebih baik nampak lebih dikuasai Tabel 4. Karakteristik Kimia Biji Kakao di
oleh kelompok tani Bunga Coklat, dengan Kelompok Tani Bunga Coklat
menghasilkan kadar air yang lebih rendah. dan Mattirodeceng
Berdasarkan persyaratan khusus, kedua
kelompok tani juga telah mampu memenuhi Komponen Bunga coklat Mattirodeceng
standar mutu SNI. Kelas mutu biji kakao yang Kadar Lemak 35,51 34,73
dihasilkan termasuk pada kelas mutu I - II (%)
(Tabel 3). Perbedaan yang nyata dari kedua Kadar Protein 16,27 14,84
kelompok ini terletak pada kemampuan (%)
petani dalam melakukan fermentasi biji Polifenol (%) 44,36 39,45
kakao. Kelompok tani Bunga Coklat mampu
menghasilkan kualitas biji yang lebih Analisis residu pestisida pada biji kakao
baik dibandingkan dengan kelompok tani menunjukkan adanya beberapa komponen
Mattirodeceng dengan mulai diterapkannya kimia dalam biji kakao. Pada Tabel 5 nampak
proses fermentasi dalam penanganan biji bahwa biji kakao yang dihasilkan oleh
kakao. kelompok tani Bunga Coklat mengandung
residu pestisida dengan beragam komponen
Karakteristik Kimia dan Keamanan Biji dan dalam jumlah yang bervariasi.
Kakao Sementara itu, kandungan residu pestisida
Karakteristik kimia dinyatakan melalui dalam biji kakao yang dihasilkan oleh klotan
pengukuran kadar lemak dan kadar protein Mattirodeceng lebih terkonsentrasi pada
biji kakao. Sementara karakter keamanan jenis Organofosfat. Keadaan ini sangat
pangan ditunjukkan oleh adanya residu terkait dengan frekuensi penggunaan
pestisida. Kedua karakter ini tidak termasuk pestisida yang biasa dilakukan oleh petani.
dalam persyaratan SNI, namun penting Proses fermentasi yang dilakukan oleh klotan
diketahui karena terkait dengan proses Bunga Coklat nampaknya belum cukup
pengolahan yang dilakukan dan keamanan untuk menekan residu tersebut. Namun
produk yang akan dihasilkan. Pada Tabel 4 kepastiannya perlu didukung oleh percobaan
ditunjukkan bahwa kadar protein dan kadar laboratorium yang lebih terkontrol.
lemak kakao yang dihasilkan petani Bunga Pengujian residu pestisida pada kakao
Coklat lebih tinggi dibandingkan dengan menunjukkan bahwa residu lindan juga
petani Mattirodeceng. Hal ini terkait dengan terdeteksi pada penelitian yang dilakukan
menurunnya kandungan serat pada biji oleh Owushu-Manu (1977) dengan kisaran
akibat proses fermentasi yang dilakukan oleh 0,14-0,25 ppm, dengan rataan 0,18 ppm.
kelompok tani Bunga Coklat. Umpan balik yang diperoleh dari informasi ini
Kadar polifenol biji kakao yang antara lain perlunya langkah sosialisasi yang
dihasilkan klotan Bunga Coklat ternyata lebih lebih mendalam terkait penerapan pestisida
tinggi daripada kadar polifenol pada biji kakao secara bijaksana. Selain itu, penjajakan
dari klotan Mattirodeceng (Tabel 4). Hal ini terhadap kemungkinan penggunaan pes-
sangat terkait dengan faktor perbedaan tisida nabati juga diperlukan.
klon dan adanya proses fermentasi yang Kualitas kakao baik dari segi mutu
dilakukan oleh klotan Bunga Coklat. Proses dan keamanan merupakan hal yang