You are on page 1of 8

Pengaruh Penanganan Pascapanen ... (S.

Joni Munarso)

pengaruh Penanganan Pascapanen Terhadap Mutu dan Keamanan


pangan biji Kakao
The Effect of Postharvest Handling on Quality and Food Safety
of Cocoa Beans

S. Joni Munarsoa), Miskiyaha) dan M. Thamrinb)


a) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No 12, Bogor 16114
b) Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan
Jl. Perintis Kemerdekaan Km 17,5 Sudiang PO BOX 1234, Makassar 90242
Pos-el: jomunarso@gmail.com, miski_pascapanen2005@yahoo.co.id
(Artikel diterima 15 Januari 2016 ; direvisi 24 Mei 2016 ; disetujui 30 Mei 2016)

Abstract: Production of cocoa beans increasing significantly, but the quality of the seeds low and varied.
The main problem is because of the cocoa farmers generally did not apply the recommended technique
for cultivation and postharvest handling. The aims of this study was to observe the effect of GAP and GMP
application to the quality and safety of cocoa beans produced by farmer groups. To achieve the above
objectives, a study has been conducted in Tinco, District Citta, Soppeng South Sulawesi Province. This
activity was done by involving farmer groups with different cultivation technology. The activity included: 1.
Study to identify the performance of cocoa cultivation; 2. analysis of the effect of GAP and GMP application to
quality and safety of cocoa beans produced by farmer groups. The results showed that the quality of cocoa
beans produced by Bunga coklat farmer group better than Mattirodeceng farmer group; the application of
GAP and GMP increased the quality of cacao beans. Model application of GAP and GMP system at Bunga
coklat farmer group can be used as a sample of cocoa farm production, quality and sustainability oriented.
Keywords : postharvest handling, quality, food safety, cocoa

Abstrak: Produksi biji kakao secara signifikan terus meningkat, namun mutu bijinya tergolong rendah
dan beragam. Masalah mutu ini utamanya disebabkan karena petani kakao pada umumnya tidak
menerapkan sistem budidaya tanaman maupun teknologi pascapanen yang dianjurkan. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengamati pengaruh penerapan teknik budidaya serta penerapan teknologi
fermentasi terhadap mutu dan keamanan biji kakao yang dihasilkan oleh petani. Untuk mencapai tujuan
di atas, telah dilakukan suatu kegiatan riset di Desa Tinco, Kecamatan Citta, Kab. Soppeng, Provinsi
Sulawesi Selatan. Kegiatan tersebut melibatkan kelompok tani dengan penguasaan teknologi budidaya
yang berbeda. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi (1) Studi untuk mengetahui keragaan teknologi
budidaya kakao, dan (2) Analisis pengaruh penerapan GAP dan GMP terhadap mutu biji kakao hasil
produksi petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan GAP dan GMP mampu meningkatkan
mutu dan keamanan pangan biji kakao yang dihasilkan oleh kelompok tani. Penerapan sistem tersebut
berpotensi dikembangkan di wilayah produsen kakao. Model ini perlu dikembangkan pada usahatani
kakao yang berorientasi pada produksi, mutu dan berkelanjutan.
Kata kunci : pengananan pascapanen, mutu, keamanan pangan, kakao

PENDAHULUAN sebesar 1.270.226 ton, Ghana 830.790


ton dan Indonesia sebesar 737.989 ton.
Kakao merupakan komoditas andalan
Namun kenyataannya industri pengolahan
ekspor hasil perkebunan yang utama di
kakao dan industri cokelat justru berada di
Indonesia. Indonesia merupakan salah
negara-negara Eropa (Belgia, Inggris, dan
satu dari 3 negara pengekspor biji kakao
Swiss), Amerika Serikat, serta Singapura dan
terbesar di dunia. Berdasarkan data ICCO
Malaysia sehingga nilai tambah tidak dinikmati
(International Cocoa Organization) Indonesia
Indonesia sebagai penghasil biji kakao. Mutu
merupakan produsen biji kakao nomor tiga
komoditas kakao menjadi permasalahan
dunia setelah Pantai Gading dan Ghana.
utama dalam daya saing dengan negara lain,
Tahun 2009 produksi biji kakao Pantai Gading

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 1


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 1-8

terutama dengan adanya indikasi tercemarnya persyaratan utama dalam parameter mutu
produk dengan logam berat. pangan, dan telah menjadi acuan bagi
Perdagangan biji kakao seringkali perdagangan pangan domestik maupun
mengalami berbagai hambatan teknis, internasiona (Winarno, 2002). Salah satu
diantaranya mutu biji kakao. Permasalahan bentuk manajemen risiko yang dikembangkan
mutu biji kakao yang menjadi penghambat untuk menjamin keamanan pangan dengan
dalam perdagangan antara lain adanya pendekatan pencegahan (preventive) adalah
kotoran, serangga, biji tidak terfermentasi HACCP (Montimore, 1998). Penerapan
sempurna, adanya kontaminan mikotoksin HACCP dapat disederhanakan sampai pada
dan logam berat, dll yang sering ditemukan level dimana dapat diintegrasikan dengan
kakao baik pada biji maupun produk proses pengolahan yang sederhana atau
olahannya. Masalah keragaman mutu tradisional, dengan pengujian yang dapat
ini utamanya disebabkan karena petani dilakukan secara visual (Amoa _Awua et al,
kakao tidak menerapkan sistem budidaya 2008). Good Agricultural Practices (GAP)
tanaman yang dianjurkan (Hariyadi et al, dan Good Manufacturing Practices (GMP)
2009). Beberapa teknologi budidaya belum merupakan persyaratan dasar (prerequisite)
dilakukan dengan benar, seperti teknologi yang harus dipenuhi jika ingin menerapkan
penggunaan varietas unggul, pemupukan, HACCP (Amoa_Awua et al, 2007 dan
penggunaan tanaman naungan, maupun Babunja_Sonie et al, 2011). Tujuan dari
pemangkasan. Penggunaan pestisida penelitian ini adalah untuk mempelajari
banyak dilakukan untuk mengendalikan tingkat penguasaan teknologi budidaya dan
hama dan penyakit pada kakao (Owuhu_ pascapanen, serta pengaruh penerapan GAP
Ansah et al, 2010). Teknologi panen dan dan GMP terhadap mutu dan keamanan biji
penanganan pascapanen juga belum kakao yang dihasilkan oleh kelompok tani.
dilakukan secara optimal. Proses fermentasi
terhadap biji hasil panen dilakukan secara METODOLOGI
asal-asalan atau bahkan tidak dilakukan
Bahan dan Alat Penelitian
sama sekali (Magelhaes et al, 2011).
Penelitian dilakukan pada kurun
Secara teknis operasional, keragaman
Februari-November 2012. Lokasi penelitian
mutu kakao disebabkan oleh minimnya
ditetapkan melalui koordinasi antara Tim
sarana penerapan teknologi budidaya dan
Peneliti dengan Balitbangda Provinsi Sulawesi
pengolahan, serta lemahnya pengawasan
Selatan, BPTP Sulawesi Selatan, serta Dinas
mutu pelaksanaan proses produksi kakao
Perkebunan Kabupaten Soppeng, dengan
rakyat. Kriteria mutu biji kakao yang meliputi
memperhatikan bahwa lokus adalah daerah
aspek fisik, cita rasa, kebersihan, aspek
penghasil utama kakao. Kegiatan penelitian
keseragaman dan konsistensi sangat
melibatkan kelompok tani “Bunga Coklat”
ditentukan oleh perlakuan pada setiap
dan kelompok tani “Mattirodeceng” desa
tahapan proses produksi tersebut. Oleh
Tinco kecamatan Citta Kabupaten Soppeng.
karena itu pengawasan dan pemantauan
Pengambilan sampel untuk pengujian mutu
pada setiap tahapan proses mestinya
dan keamanan pangan biji kakao (residu
dilakukan secara rutin agar tidak terjadi
pestisida) juga dilakukan terhadap 2 kelompok
penyimpangan mutu.
tani tersebut. Peralatan yang digunakan
Pemerintah telah menetapkan standar
adalah tabung reaksi, gelas piala, erlenmeyer,
mutu kakao (SNI 01–2323–2008) (Anonim,
pinset, timbangan, serta peralatan preparasi
2008), dalam bentuk penetapan kelas mutu
dan peralatan gelas lainnya dan peralatan uji
biji kakao. Penerapan teknik budidaya dan
laboratorium (GC MS, HPLC, dll).
pascapanen yang baik diharapkan bukan
hanya memperbaiki mutu kakao yang
Metode Penelitian
dihasilkan, tetapi juga akan membantu upaya
Obyek penelitian adalah kelompok
peningkatan produktivitas kakao. Sistem
tani penghasil kakao yang dibedakan
jaminan keamanan pangan merupakan

2 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengaruh Penanganan Pascapanen ... (S. Joni Munarso)

dalam 2 kelompok, yaitu kelompok yang antara kelompok tani yang sudah dan belum
telah menerapkan GAP (Kelompok Tani menerapkan GAP dan GMP penanganan
“Bunga Coklat”) dan kelompok yang kakao.
belum menerapkan GAP (Kelompok
“Mattirodeceng”). Penelitian diawali dengan HASIL DAN PEMBAHASAN
melakukan identifikasi tingkat penguasaan
Keragaan Teknologi Budidaya
teknologi budidaya dan pascapanen pada
Kelompok Tani (Klotan) Bunga Coklat
kedua kelompok tani tersebut. Sosialisasi
mempunyai tingkat penguasaan teknologi
dan pengenalan GAP budidaya kakao serta
budidaya kakao yang berbeda dengan
GMP penanganan pascapanen dilakukan
klotan Mattirodeceng dalam mengusahakan
terhadap kelompok tani target. Pengambilan
produksi kakao (Tabel 1). Kelompok Bunga
sampel dilakukan setelah petani melakukan
Coklat telah menerapkan berbagai komponen
penerapan GAP dan GMP setelah tahapan
teknologi budidaya yang baik, mulai dari
sosialisasi dan dilakukan analisis mutu dan
penggunaan klon unggul, penyemaian
keamanan pangan (residu pestisida) biji
benih, penaungan dan pemangkasan, pola
kakao.
tanam, jarak tanam, drainase dan rorak,
Analisis mutu dilakukan mengikuti
pemupukan, sanitasi kebun, pengendalian
prosedur yang terurai pada Standar Mutu Biji
hama/penyakit, sedangkan kelompok
Kakao (SNI 01–2323–2008). Analisis kimia
Mattirodeceng baru mulai menerapkan klon
juga dilakukan untuk mengetahui kadar lemak,
unggul. Penerapan teknik budidaya yang
kadar protein dan kadar polifenol biji kakao
baik ini berdampak pada produksi buah per
hasil dari kedua kelompok. Pengamatan
pohon yang sangat berbeda (50-110 banding
parameter keamanan pangan dilakukan
15-60 buah) (Tabel 1). Pertanaman kakao
terhadap residu pestisida dari kelompok
di lapang sangat berbeda keragaannya
Organoklorin, Organofosfat dan Piretroid.
antara kelompok tani Bunga Coklat dan
Analisis dilakukan di beberapa laboratorium,
Mattirodeceng. Kelompok tani Bunga Coklat
antara lain di laboratorium Balai Tanaman Obat
sudah menggunakan klon unggul (S1 dan
dan Rempah (Balittro), Laboratorium Balai
S2) dari jenis Forastero (Lindak). Sedangkan
Penelitian Lingkungan Pertanian (Balingtan),
petani di kelompok tani Mattirodeceng
dan Laboratorium Saraswanti Indogenetech
umumnya masih menggunakan klon lokal
Bogor. Hasil analisis selanjutnya didiskripsikan
dari jenis yang sama.

Tabel 1. Keragaan Komponen Teknologi Budidaya Kakao di Kelompok Tani Bunga


Coklat dan Mattiro-deceng

Komponen Teknologi Bunga Coklat Mattirodeceng


Penggunaan Klon Unggul 90% 1% (TM); 29% (TBM)
Penyemaian Benih Sudah Dilakukan Belum Dilakukan
Penaungan/ Pemangkasan Sesuai Belum Sesuai

Pola Tanam Bikultur Monokultur


(Kakao,Pisang)
Jarak Tanam 3 x 3 m2 2,5 x 2,5 m2 (tidak
teratur)
Drainase dan Rorak Ada Tidak Ada
Pemupukan 1-3 kali setahun 1 kali setahun
Sanitasi Kebun Dilakukan Tidak/Sesekali Dilakukan
Pengendalian H&P 2 x /bulan 1 x setahun, atau tidak
Produksi buah/pohon 50-110 15-60

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 3


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 1-8

Klotan Mattirodeceng juga belum Serangan ini berpeluang semakin parah,


menerapkan sanitasi kebun dan rorak. Sanitasi mengingat pengendalian hama penyakit di
minimal ini ditunjukkan dari banyaknya kulit kelompok ini dilakukan secara minimal.
buah bekas panenan yang berserakan di Pengendalian hama penyakit yang
dalam kebun sehingga kebun tampak kotor konsisten dilakukan di klotan Bunga Coklat
dan kumuh. Kondisi ini menjadi salah satu telah menghasilkan produktivitas maupun
penyebab tingginya serangan hama dan tampilan buah yang baik. Di kelompok ini,
penyakit pada pertanaman kakao. Hama dan pengendalian hama dan penyakit dilakukan
penyakit yang banyak dijumpai menyerang dengan penggunaan pestisida kimia, seperti
buah di kebun petani Mattirodeceng masing- Alika dan sebagainya, dengan frekuensi
masing adalah penggerek buah kakao (PBK) penyemprotan satu kali setiap 2 bulan atau
dan Helopeltis spp., kepik pengisap buah 6 kali per tahun. Bandingkan dengan klotan
serta penyakit busuk buah yang disebabkan Mattirodeceng yang hanya sekali setahun
oleh Phytopthora palmivora (Gambar 1). ataubahkan tidak disemprot (Tabel 1).

(B)

(A)

Gambar 1. Kesehatan Buah di Kebun Kelompok Tani Bunga Coklat (A) dan Kelompok Tani
Mattiro-deceng (B)

Pada dua kelompok tani juga jelas Karakteristik Mutu Biji


terlihat adanya perbedaan potensi buah yang Mutu biji kakao ditetapkan berdasar
dihasilkan, masing-masing dengan produksi SNI 3232-2008, yang didalamnya
50-110 buah/pohon (petani Bunga Coklat) mengandung unsur persyaratan umum dan
dan petani Mattirodeceng hanya 15-60 persyaratan khusus. Pada awal kegiatan,
buah/pohon. Produksi buah yang dihasilkan klotan Bunga Coklat maupun Mattirodeceng
ini juga sangat tergantung dari pemupukan menghasilkan biji kakao yang sama-sama
yang diberikan (jenis pupuk, dosis, dan belum terfermentasi. Meskipun demikian,
waktu pemberian). Petani Mattirodeceng mutu biji yang dihasilkan berbeda, khususnya
hanya memberikan pupuk satu kali dalam pada kriteria mutu ‘kadar air’. Klotan Bunga
setahun, jauh lebih sedikit dibanding Coklat telah mampu menghasilkan biji
dengan petani Bunga Coklat sebanyak 3 dengan kadar air 7,23% (< 7,5%) sehingga
kali/tahun. Keseluruhan informasi di atas memenuhi persyaratan umum, sedangkan
diperoleh melalui kegiatan pemantauan dan klotan Mattirodeceng belum mampu (Tabel
pengukuran. 2). Sementara karakteristik mutu lain,

4 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengaruh Penanganan Pascapanen ... (S. Joni Munarso)

seperti serangga hidup, biji berbau asap dan persyaratan khusus, jenis mutu kakao yang
atau hammy dan atau berbau asing, dan dihasilkan kelompok tani ini memenuhi kelas
kadar benda asing telah sesuai SNI 2323- mutu I – II.
2008 (Tabel 3). Adapun pada pengamatan

Tabel 2. Karakteristik umum Mutu Biji Awal Kakao Klotan Bunga Coklat
dan Mattirodeceng
Karakteristik Bunga Coklat Mattiro deceng SNI (3232 : 2008)

Jumlah biji/100 gr 96/100g (A) 94/100g (A) *


Kadar air (%) 7, 23 7,64 Maks. 7,5
Serangga hidup (%) 0 0 Tidak ada
Biji berbau asap dan atau hammy 0 0 Tidak ada
dan atau berbau asing, (%)
Kadar benda asing (%) 2,1 4,6 Tidak ada

Keterangan : * grade : AA (maksimal 85 biji); A (85 -100); B (101-110); C (111-120); S ( >120)

Tabel 3. Karakteristik khusus Mutu Biji Awal Kakao Klotan Bunga Coklat
dan Mattirodeceng

Jenis mutu Persyaratan


Kadar biji Kadar Kadar biji Kadar Kadar biji
berjamur biji slaty berserangga kotoran berkecambah
(biji/biji) (biji/biji) (biji/biji) waste (biji/biji)
(biji/biji)
Kakao mulia 1,6/96 Tidak 0 0,33/96 0
Bunga Coklat dilakukan
Kakao lindak 1,8/94 Tidak 0 0/94 0
Mattirodeceng dilakukan
Kakao mulia (Fine Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2
Cocoa) I – F*
Kakao mulia (Fine Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3
Cocoa) II – F*
Kakao mulia (Fine Maks. 4 Maks. 20 Maks.2 Maks. 3,0 Maks. 3
Cocoa) III – F*
Kakao mulia (Bulk Maks. 2 Maks. 3 Maks. 1 Maks. 1,5 Maks. 2
Cocoa) I - B*
Kakao mulia (Bulk Maks. 4 Maks. 8 Maks. 2 Maks. 2,0 Maks. 3
Cocoa) II - B*
Kakao mulia (Bulk Maks. 4 Maks. 20 Maks.2 Maks. 3,0 Maks. 3
Cocoa) III - B*

Keterangan : * SNI 2323:2008 Hal ini disebabkan karena petani sudah


menggunakan varietas unggul/klon mulia,
Penerapan GAP dan GMP yang umumnya memiliki ukuran biji yang
menunjukkan keragaan mutu biji kakao pada lebih besar dari pada klon lokal. Petani
kelompok tani Bunga Coklat mengalami sudah menerapkan praktek fermentasi biji
peningkatan dibandingkan dengan kakao. Hal ini memperbaiki karakter aroma
kelompok tani Mattirodeceng (Tabel 4). khas kakao, warna biji, mengurangi rasa

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 5


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 1-8

pahit, asam, manis, dan mengeraskan kulit fermentasi diketahui mampu meningkatkan
biji seperti tempurung. kadar polifenol, zat yang bermanfaat sebagai
Penerapan GAP dan GMP yang antioksidan, dan mempunyai aktivitas
dilakukan dengan baik dan benar dapat antilisteria, sehingga kakao berpotensi
memperbaiki sifat kadar air dari biji kakao digunakan sebagai alternatif food aditif untuk
yang dihasilkan. Tabel 2 menunjukkan kadar mencegah pembusukan dan kontaminasi
air kakao kedua kelompok tani memenuhi Listeria monocytogenes (Bubonja-Sonie
persyaratan SNI. Namun demikian, et.al, 2011).
kemampuan untuk melakukan pengeringan
yang lebih baik nampak lebih dikuasai Tabel 4. Karakteristik Kimia Biji Kakao di
oleh kelompok tani Bunga Coklat, dengan Kelompok Tani Bunga Coklat
menghasilkan kadar air yang lebih rendah. dan Mattirodeceng
Berdasarkan persyaratan khusus, kedua
kelompok tani juga telah mampu memenuhi Komponen Bunga coklat Mattirodeceng
standar mutu SNI. Kelas mutu biji kakao yang Kadar Lemak 35,51 34,73
dihasilkan termasuk pada kelas mutu I - II (%)
(Tabel 3). Perbedaan yang nyata dari kedua Kadar Protein 16,27 14,84
kelompok ini terletak pada kemampuan (%)
petani dalam melakukan fermentasi biji Polifenol (%) 44,36 39,45
kakao. Kelompok tani Bunga Coklat mampu
menghasilkan kualitas biji yang lebih Analisis residu pestisida pada biji kakao
baik dibandingkan dengan kelompok tani menunjukkan adanya beberapa komponen
Mattirodeceng dengan mulai diterapkannya kimia dalam biji kakao. Pada Tabel 5 nampak
proses fermentasi dalam penanganan biji bahwa biji kakao yang dihasilkan oleh
kakao. kelompok tani Bunga Coklat mengandung
residu pestisida dengan beragam komponen
Karakteristik Kimia dan Keamanan Biji dan dalam jumlah yang bervariasi.
Kakao Sementara itu, kandungan residu pestisida
Karakteristik kimia dinyatakan melalui dalam biji kakao yang dihasilkan oleh klotan
pengukuran kadar lemak dan kadar protein Mattirodeceng lebih terkonsentrasi pada
biji kakao. Sementara karakter keamanan jenis Organofosfat. Keadaan ini sangat
pangan ditunjukkan oleh adanya residu terkait dengan frekuensi penggunaan
pestisida. Kedua karakter ini tidak termasuk pestisida yang biasa dilakukan oleh petani.
dalam persyaratan SNI, namun penting Proses fermentasi yang dilakukan oleh klotan
diketahui karena terkait dengan proses Bunga Coklat nampaknya belum cukup
pengolahan yang dilakukan dan keamanan untuk menekan residu tersebut. Namun
produk yang akan dihasilkan. Pada Tabel 4 kepastiannya perlu didukung oleh percobaan
ditunjukkan bahwa kadar protein dan kadar laboratorium yang lebih terkontrol.
lemak kakao yang dihasilkan petani Bunga Pengujian residu pestisida pada kakao
Coklat lebih tinggi dibandingkan dengan menunjukkan bahwa residu lindan juga
petani Mattirodeceng. Hal ini terkait dengan terdeteksi pada penelitian yang dilakukan
menurunnya kandungan serat pada biji oleh Owushu-Manu (1977) dengan kisaran
akibat proses fermentasi yang dilakukan oleh 0,14-0,25 ppm, dengan rataan 0,18 ppm.
kelompok tani Bunga Coklat. Umpan balik yang diperoleh dari informasi ini
Kadar polifenol biji kakao yang antara lain perlunya langkah sosialisasi yang
dihasilkan klotan Bunga Coklat ternyata lebih lebih mendalam terkait penerapan pestisida
tinggi daripada kadar polifenol pada biji kakao secara bijaksana. Selain itu, penjajakan
dari klotan Mattirodeceng (Tabel 4). Hal ini terhadap kemungkinan penggunaan pes-
sangat terkait dengan faktor perbedaan tisida nabati juga diperlukan.
klon dan adanya proses fermentasi yang Kualitas kakao baik dari segi mutu
dilakukan oleh klotan Bunga Coklat. Proses dan keamanan merupakan hal yang

6 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan


Pengaruh Penanganan Pascapanen ... (S. Joni Munarso)

terpenting bagi kakao. Sehingga petani diharapkan dapat menjadi percontohan


perlu meningkatkan praktek penerapan GAP bagi berbagai pihak yang ingin
dan GMP sesuai dengan rekomendasi. mengembangkan usahatani kakao
Quarmine et al (2012), bahwa kualitas yang berorientasi pada produksi, mutu
premium kakao tidak akan bisa dicapai dan berkelanjutan.
tanpa penerapan uji kualitas, serta kebijakan
penerapan mekanisme insentif diperlukan. UCAPAN TERIMA KASIH
Hal yang sama perlu dilakukan oleh
Ucapan terima kasih disampaikan
pemerintah, sehingga mendorong petani
kepada Badan Litbang Pertanian yang telah
untuk menerapkan GAP dan GMP dalam
membiayai kegiatan penelitian ini.
produksi kakaonya.
DAFTAR PUSTAKA
Tabel 5. Keragaan Komponen Keamanan
Pangan (Residu Pestisida) Kakao di 1. Amoa-Awua, WK, Halm, A., Jakobsen,
Kelompok Tani Bunga Coklat M. 1998. HACCP System for African
dan Mattirodeceng fermented foods: kenkey. Taastrup,
Denmark: World Association of
Komponen Bunga Mattiro- LD Industrial and Tachnological Research
Coklat deceng (mg/ Organizations.
kg) 2. Amoa-Awua, WK, Ngunjiri, P., Anlobe,
Organoklorin J., Kpodo, K.,Halm, M., Hayford, AE.,
Lindan 0,011 < LD 0,010 dan Jakobsen, M. 2007. The effect of
Aldrin 0,014 < LD 0,008 applying GMP and HACCP to traditional
Heptaklor 0,019 < LD 0,010
food processing at semi-commercial
Organofosfat
Diazinon < LD 0,020 0,010 kenkey production plant in Ghana. Food
Metidation 0,017 0,011 0,010 Control : 18 : 1449-1457.
Klorpirifos 0,014 0,013 0,010 3. Anonim. 2008. SNI 2323 : Biji Kakao.
Profenofos 0,022 < LD 0,010 Badan Standardisasi Nasional. Jakarta.
Dimetoat 0,011 < LD 0,010 41 halaman.
Piretroid Semua Semua 4. Bubonja-Sonie M, Giacometti, J, Abram
komponen komponen M. 2011. Antioxidant and antilisterial
di bawah di bawah
activity of olive oil, cocoa and rosemary
LD LD
extract polyphenols. Food Chemistry :
Keterangan: LD : Limit Deteksi 127:4:1821-1827.
5. Hariyadi, Sehabudin, H., Winasan, IW.
SIMPULAN 2009. Identifikasi Permasalahan dan
Solusi Pengembangan Perkebunan
1. Kualitas biji kako yang dihasilkan Kakao Rakyat di Kabupaten Luwu Utara,
oleh kelompok tani Bunga Coklat Provinsi Sulawesi Selatan. Prosiding
lebih baik dibandingkan dengan Seminar Hasil-Hasil Penelitian IPB. Hal
kelompok tani Mattirodeceng yang 75-88.
sudah melakukan penerapan GAP dan 6. Magalhães, JT, George Andrade Sodré,
GMP dan budidaya dan penanganan Henry Viscogliosi, Marie-Florence
pascapanen kakao. Grenier-Loustalot. 2011. Occurrence of
2. Penerapan sistem GAP dan GMP Ochratoxin A in Brazilian cocoa beans.
fermentasi kakao berpotensi Food Control 22 : 744 – 748.
dikembangkan di wilayah produsen 7. Maharaj, R. 2010. HACCP-based
kakao karena dapat meningkatkan System and The Cocoa Value Chain.
kualitas biji kakao. University of Trinidad Tobago.
3. Model penerapan sistem GAP dan 8. Montimore, S. dan Wallace, C.
GMP di kelompok tani Bunga Coklat 1998. HACCP a practical approach.

Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan 7


Jurnal Industri Hasil Perkebunan Vol. 11 No. 1 Juni 2016: 1-8

Gaithersburg, Maryland USA. Aspen 11. Qurmine, W, Haagsma, R, Sakyi-


Publisher Inc. Dawson, O, Asante, F, van Huis, A,
9. Owansu-Manu, E. 1977. Insecticide Obeng-Oforo,D. 2012. Inventive for
Residue and Tainting in Cocoa. cocoa bean production in Ghana : Does
Pesticide managemenat and Insecticide Quality matter. NJAS:Wageningen
Resistance. Academic Press : 555-564. Journal of Life Science: 60-63:7-14.
10. Owuhu-Ansah, E, Koranteng-Addo, JE, 12. Winarno, FG. 2002. Codex dan SNI
Boamposem, LK, Menlah, E, Abole, E. dalam Perdagangan Pangan Global.
2010. Assessment of Lindane pesticide MBRIO Press. Cetakan 1. 75 hal.
residue in Cocoa beans in the Twifo
Praso district of Ghana. J. Chem. Pharm.
Res : 2 : 4 : 580-587.

8 Diterbitkan oleh Balai Besar Industri Hasil Perkebunan

You might also like