You are on page 1of 9

Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…

Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

PENERAPAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) PADA


PENGOLAHAN BIJI KAKAO
Application of Statistical Process Control (SPC) Method On Cocoa Beans Processing

Ida Bagus Suryaningrat1)*, Noer Novijianto1), Nur Faidah1)


1)
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jember
Jalan Kalimantan No. 37 Kampus Tegalboto, Jember 68121
*E-mail: suryaningrat2@yahoo.com

ABSTRACT

Cocoa is the one of agricultural commodities with high contribution in national economy.
Low quality and defeccted product during process were still problems faced by cocoa processing
unit. The objectives of this research were to identify defeccted product during processing and to
create alternatives ways to solve problems based on SPC. SPC (statistical process control) with p
chart, pareto chart and fishbone chart were implemented in this reasearch to analyze data which
collected from field. The results of this research found that all of processing unit in the plantation
were still under control (inside control range). Over ripe (almost damage) was dominant damage
product during harvesting process, and broken bean was dominant damage product during drying
process. Man, method, raw material, machine (tools) and environment were important factors (cause
factors) in of cocoa bean process. Proportion of worker number, improved skill and high intencity of
controlling were still required to improve cocoa bean product.

Keywords: Statistical Process Control (SPC), processing, cocoa beans

PENDAHULUAN Namun disisi lain kakao Indonesia juga


Kakao merupakan salah satu memiliki keunggulan antara lain
komoditas perkebunan unggulan sebagai mengandung lemak cokelat dan
penyedia lapangan kerja, sumber menghasilkan bubuk kakao yang dengan
pendapatan, dan devisa negara. Indonesia mutu baik. Selain itu kakao Indonesia
merupakan negara penghasil kakao tidak mudah meleleh sehingga cocok bila
terbesar ke-3 dunia setelah Pantai Gading dipakai untuk blending. Beberapa faktor
dan Ghana (Sumarno, 2009). Saat ini penyebab mutu biji kakao beragam adalah
perkembangan teknologi sangat minimnya sarana pengolahan, lemahnya
berpengaruh terhadap permintaan komoditi pengawasan mutu, serta penerapan
kakao, terutama untuk komoditas ekspor teknologi pengolahan biji kakao yang
biji kering yang siap diolah sebagai bahan belum berorientasi pada mutu (Suryani,
baku dalam membuat berbagai macam 2007).
produk makanan. Kriteria mutu biji kakao meliputi
Berdasarkan data Badan Pusat aspek fisik, cita rasa, kebersihan,
Statistik (2010), produksi biji kakao keseragaman dan konsistensi, sangat
Indonesia dalam beberapa tahun terus ditentukan oleh tahapan proses
meningkat, dari 62,913 ton (2008) menjadi produksinya. Tahapan proses pengolahan
67,602 ton (2009). Namun demikian mutu dan spesifikasi alat dan mesin yang
yang dihasilkan masih rendah dan beragam digunakan untuk menjamin kepastian mutu
antara lain: kurangnya terfermentasi, tidak harus didefinisikan secara jelas. Proses
cukup kering, ukuran biji tidak seragam, fermentasi sangat menentukan mutu
kadar kulit tinggi, keasaman tinggi, cita produk akhir kakao, karena pada proses
rasa sangat beragam dan tidak konsisten. ini terjadi pembentukan calon citarasa khas

45
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

kakao dan pengurangan cita rasa yang dua proses pengolahan pada perkebunan di
tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan lokasi peneltian.
sepat. Dalam pengamatan biji kakao, setiap
Proses pengendalian mutu sangat sampel diambil biji kakao seberat 5 kg,
diperlukan dalam proses pengolahan biji kemudian dihitung jumlah biji per 5 kg
kakao untuk kesempurnaan kualitas biji sampel. berat biji kakao masak penuh
kakao. Salah satu cara pengendalian mutu adalah seberat 1,34 g perbiji, sedangkan
pada proses pengolahan produk adalah biji kakao belum masak seberat 1.05g
dengan menggunakan statistik dalam (Sumarno, 2006).
pengendalian mutu, yaitu Statistical
Process Control (SPC). Menurut Metode Analisis
Muhandri dan Kadarisman (2005), bagan Dalam penelitian ini, data dianalisa
kendali (control chart) merupakan grafik secara berurutan dengan bagan kendali p
garis yang mencantumkan batas untuk data atribut, dan dilanjutkan dengan
maksimum dan batas minimum yang analisa sebab akibat (fishbone diagram)
merupakan daerah batas pengendalian. dan analisa diagram pareto.
SPC mencakup pengukuran dan evaluasi Bagan kendali p dengan data atribut,
terhadap variasi dalam sebuah proses, dan digunakan untuk pengukuran proporsi
usaha-usaha yang telah dibuat untuk penyimpanan/cacat. Analisa sebab akibat
membatasi atau mengontrol variasi dan diagram pareto dilakukan dengan
tersebut. Dalam industri pangan, SPC juga menggunakan piranti lunak (software)
sangat fleksibel dalam menganalisis suatu SPSS.
proses pengolahan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi cacat yang terjadi HASIL DAN PEMBAHASAN
selama proses pengolahan sehingga dapat
membantu meminimalisir jumlah cacat, Bagan Kendali P
serta memberikan alternatif solusi untuk Dalam hal ini pengamatan dilakukan
mengatasinya berbasis penerapan SPC. pada proses yang menjadi titik kritis dalam
identifikasi cacat yaitu proses pemetikan,
METODE PENELITIAN pengeringan dan sortasi biji kakao. Bagan
kendali P digunakan untuk mengukur
Temat Penelitian proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan
Penelitian ini dilakukan di atau cacat) dari item-item dalam kelompok
pengolahan biji Cacao di PT. Perkebunan yang sedang diinspeksi. Bagan kendali P
Nusantara XII Kalisepanjang, Glenmore, juga digunakan untuk mengendalikan
Banyuwangi. Analisis data pengelitian ini proporsi dari item-item yang tidak
di lakukan di Fakultas Teknologi memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau
Pertanian, Universitas Jember. proporsi dari produk yang cacat yang
dihasilkan dalam suatu proses (Gasperz,
Metode Pengambilan Data 2002).
Metode pengambilan data dalam
penelitian ini dilakukan adalah dengan (1) Pemetikan Buah Kakao
Wawancara (interview) secara langsung Pada proses pemetikan pengamatan
kepada beberapa sumber yaitu kepala dilakukan mulai dari pemetikan sampai
bagian produksi, operator dan pekerja sebelum biji difermentasi. Pengambilan
untuk melengkapi data-data yang data dilakukan dengan melakukan Uji
dibutuhkan dalam penelitian ini. (2) Petik Kakao Basah terhadap hasil petik
Pengamatan dan diskusi langsung pada dari empat Afdeling yaitu afdeling

46
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

Darungan, Kampung Lima, Purwojoyo pemetikan biji kakao dalam kondisi


dan Kempit. terkendali sehingga dapat dikatakan bahwa
proses pemetikan pada Afdeling Darungan
Afdeling Darungan tidak menyebabkan penyimpangan pada
Perhitungan proporsi cacat dilakukan produk yang dihasilkan.
berdasarkan jumlah biji cacat dari setiap Indikator lain adalah nilai CP
jenis cacat mutu. Berdasarkan hasil (Kapabilitas Proses), merupakan penilaian
pengamatan (uji petik kakao basah) pada terhadap kemampuan suatu proses
hasil pemetikan kakao afdeling Darungan produksi dalam memenuhi spesifikasi
diperoleh data jumlah cacat, hasil analisis produk yang diinginkan. Indeks penentuan
proporsi cacat dengan bagan kendali P kapabilitas proses merupakan suatu cara
ditunjukkan pada Gambar 1. yang digunakan untuk memperkirakan
Dari hasil analisis data, nilai batas keseragaman kemampuan proses produksi
kendali atas (UCL) sebesar 0,0333, batas untuk menghasilkan produk (Gasperz,
kendali bawah (LCL) sebesar 0,0178 dan 2002). Nilai CP untuk proses pemetikan di
nilai CL sebesar 0,0255. Proses pemetikan Afdeling Darungan adalah 1,00 artinya
masih dalam keadaan terkendali, meskipun nilai kapabilitas proses pemetikan baik,
pada pengamatan hari ke-6, ke-20 dan ke- mempunyai kemampuan untuk memenuhi
23 terjadi fluktuasi, tetapi masih dalam specifikasi produk yang diinginkan, namun
batas UCL dan LCL. Hal ini berarti proses masih perlu dilakukan pengendalian

Gambar 1. Bagan kendali P Afdeling Darungan

Gambar 2. Bagan kendali P Afdeling Kampung Lima

47
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

karena masih terdapat cacat mutu yang sebesar 0,0383, batas kendali bawah
berada pada batas terkendali. (LCL) sebesar 0,0216 dan nilai CL sebesar
0,0299. Proses pemetikan mengalami
Afdeling Kampung Lima fluktuasi pada pengamatan hari ke-4, ke-5,
Berdasarkan pengamatan pemetikan ke-7, ke-10, ke-13, ke-16 dan ke-23.
kakao afdeling Kampung Lima, hasil Dibandingkan dengan afdeling lain,
analisis proporsi cacat dengan bagan Purwojoyo memiliki fluktuasi yang paling
kendali P dapat dilihat pada Gambar 2. banyak walaupun masih dalam batas UCL
Pada bagan kendali P diperoleh nilai dan LCL yang berarti masih terkendali
batas kendali atas (UCL) sebesar 0,0395, dantidak menyebabkan penyimpangan
batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,0224 pada mutu produk yang dihasilkan.
dan nilai CL sebesar 0,0310. Proses Nilai CP untuk proses pemetikan di
pemetikan cenderung masih dalam Afdeling Purwojoyo ini adalah 1,00.
keadaan terkendali, walaupun pada Kapabilitas proses pemetikan baik dan
pengamatan hari ke-4, ke-10 dan ke-30 memenuhi specifikasi stadart, namun
terjadi fluktuasi, tetapi masih dalam batas masih perlu dilakukan pengendalian
UCL dan LCL. Proses pemetikan pada karena masih terdapat cacat mutu yang
Afdeling Kampung Lima tidak berada pada batas terkendali, yaitu biji
menyebabkan penyimpangan pada produk busuk, biji muda dan biji terpotong.
yang dihasilkan.
Untuk proses pemetikan di Afdeling Afdeling Kempit
Kampung Lima memiliki nilai CP 1,00. Hasil analisis proporsi cacat dengan
Artinya nilai kapabilitas proses pemetikan bagan kendali p pemetikan afdeling
masih dapat memenuhi specifikasi produk Kempit diperoleh hasil pada Gambar 4.
sesuai standar, namun pengendalian masih Hasil analisis menunjukkan nilai
tetap diperlukan karena masih terdapat batas kendali atas (UCL) sebesar 0,0332,
cacat mutu yang berada pada batas batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,0177
terkendali. dan nilai CL sebesar 0,0255. Proses
pemetikan mengalami fluktuasi pada
Afdeling Purwojoyo pengamatan hari ke-10, ke-21 dan ke-28,
Hasil analisis proporsi cacat dengan namun masih dalam batas UCL dan LCL.
bagan kendali P pemetikan kakao afdeling Hal ini berarti proses pemetikan biji kakao
Purwojoyo dapat dilihat pada Gambar 3. dalam kondisi terkendali dan proses
Dari hasil analisis bagan kendali P produksinya dapat dikatakan sesuai
diperoleh nilai batas kendali atas (UCL) standart. Proses pemetikan afdeling

Gambar 3. Bagan kendali P pemetikan Afdeling Purwojoyo

48
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

Kempit tidak menyebabkan penyimpangan 4-8 jam, kemudian dikeringkan


pada mutu produk yang dihasilkan. menggunakan pengering mekanis selama
Untuk proses pemetikan di Afdeling 20-30 jam, terutama ketika musim hujan.
Kempit ini nilai CP-nya adalah 1,00. Berdasarkan hasil pengamatan (Uji
Artinya nilai kapabilitas proses pemetikan Pengeringan Kakao) pada proses
baik, namun masih perlu dilakukan pengeringan biji kakao di PT. Perkebunan
pengendalian karena masih terdapat cacat Nusantara XII Kebun Kalisepanjang,
mutu yang berada pada batas terkendali. jumlah cacat biji pecah berkisar antara
1,07% - 1,38% dari keseluruhan sampel.
Proses Pengeringan Biji Kakao Hasil analisis proporsi cacat biji pecah
Sistem pengeringan pada pengolahan dengan bagan kendali P ditunjukkan pada
kakao di PT. Perkebunan Nusantara XII Gambar 5.
Kebun Kalisepanjang ini adalah Dari hasil analisis diperoleh nilai
pengeringan kombinasi penjemuran dan batas kendali atas (UCL) sebesar 0,0355,
mekanis. Pengeringan biji kakao bertujuan batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,0122
menguapkan air yang masih tertinggal di dan nilai CL sebesar 0,0239. Hal ini
dalam biji pasca fermentasi yang semula menunjukkan bahwa proses sortasi biji
50-55% menjadi 7% agar biji kakao aman kering kakao dalam keadaan terkendali
disimpan sebelum dipasarkan atau karena semua titik pengamatan berada
diangkut lanjut ke konsumen (Wood and diantara garis UCL dan LCL. Dengan
Lass, 1985). Penjemuran dilakukan selama menggunakan statistika pengendalian

Gambar 4. Bagan kendali P pemetikan Afdeling Kempit

Gambar 5. Bagan kendali P proses pengeringan kakao


49
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

mutu, proses menunjukkan terkendali dan sebesar 64,34% dari keseluruhan


berjalan wajar, serta berlangsung terus persentase cacat. Kemudian cacat biji
sehingga tidak perlu tindakan apa pun muda sebesar 24,13% dan biji yang
(Suciptawati dan Dhanuantari, 2011). terpotong sebesar 11,54%. Dari data
Hal ini juga dapat dikatakan bahwa tersebut berarti cacat biji busuk merupakan
proses produksinya masih sesuai standart. cacat yang paling merugikan sehingga
Proses pengeringan tidak menyebabkan perlu dilakukan pengendalian terlebih
penyimpangan pada mutu produk yang dahulu.
dihasilkan. Untuk proses pengeringan biji
kakao ini nilai kapabilitas prosesnya 80
adalah 1,00 artinya nilai kapabilitas proses 70
dalam kategori baik, namun masih perlu 60
dilakukan pengendalian karena masih
50
terdapat cacat mutu (biji pecah) yang
40
berada pada batas terkendali.
30
Cacat biji pecah dapat disebabkan
20
biji kakao yang masih muda (mentah)
tercampur dalam biji kakao hasil panen 10
atau adanya pengadukan pada saat proses 0
Darungan Kamp Lima Purwojoy Kempit
pengeringan. Biji muda yang dikeringkan
cenderung menghasilkan biji kakao kering Gambar 6. Diagram pareto cacat biji kakao: biji
yang rapuh, sehingga mudah pecah.Biji busuk ( ), biji muda ( ) dan biji
kakao muda ini karena pada proses terpotong ( )
pemetikan terdapat buah kakao mentah
yang jatuh atau karena proses pemetikan Afdeling Kampung Lima
oleh pekerja. Pada buah kakao yang Di lokasi Afdeling Kampung Lima
bergerombol, pekerja kesulitan mengambil diketahui bahwa persentase jumlah cacat
buah yang matang sehigga buah kakao yang terbesar adalah biji busuk, yaitu
muda tanpa segaja terpetik oleh pekerja. sebesar 66,76% dari keseluruhan
Selain itu pengadukan yang terlalu sering persentase cacat. Kamudian cacat biji
juga menyebabkan biji mudah pecah. muda sebesar 22,63% dan biji yang
terpotong sebesar 10,61%. Hal ini
Diagram Pareto menunjukkan bahwa cacat biji busuk
Diagram Pareto (Pareto Chart) merupakan cacat yang paling merugikan
digunakan untuk menunjukkan masalah sehingga perlu diprioritaskan dalam
utama atau kecacatan yang sering terjadi. melakukan pengendalian.
Hal ini sebagai evaluasi untuk mengetahui Cacat biji busuk ini disebabkan oleh
penyebab dan menyelesaikan pemanenan buah kakao yang terlambat
permasalahan atau kerusakan produksi sehingga buah yang dipanen lewat masak.
berdasarkan prioritas dari permasalahan Buah yang lewat masak mengalami
yang sering terjadi (Lubis et al., 2013). penurunan kandungan gula. Selain itu
Gambaran lengkap diagram Pareto dari buah yang lewat matang memiliki
semua afdeling ditunjukkan pada Gambar rendemen lemak yang rendah karena biji
6. mulai berkecambah.Oleh karena itu
sebaiknya panen dilakukan ketika buah
Afdeling Darungan matang optimal (Urquet, 1960 dalam
Dari Gambar 6 diketahui bahwa Mulato, 2004).
persentase jumlah cacat yang terbesar
adalah pada jumlah biji busuk yaitu

50
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

Afdeling Purwojoyo Analysis karena berbentuk seperti


Pada Afdeling Purwojoyo juga kerangka ikan.
diketahui bahwa persentase jumlah cacat Dari hasil pengamatan pada proses
yang terbesar adalah pada jumlah biji pemetikan di 4 afdeling, biji busuk
busuk, yaitu sebesar 63,58% dari memiliki proporsi cacat yang paling
keseluruhan persentase cacat. Kemudian dominan. Sedangkan pada proses sortasi
cacat biji muda sebesar 22,69% dan biji biji kering, biji pecah merupakan jenis
yang terpotong sebesar 13,73%. Kondisi cacat yang dominan. Berikut ini diagram
tersebut menunjukkan bawha cacat biji tulang ikan untuk masing-masing jenis
busuk merupakan cacat yang paling tinggi cacat.
sehingga harus diprioritaskan
pengendalian di lapangan. Cacat biji busuk
Gambar 7 menunjukkan bahwa
Afdeling Kempit beberapa penyebab cacat biji busuk adalah
Persentase jumlah cacat yang dari faktor lingkungan, manusia, bahan
terbesar di Afdeling Kempit adalah pada baku dan metode pengolahan yang
jumlah biji busuk, yaitu sebesar 67,02% dilakukan.
dari keseluruhan jumlah cacat. Kemudian
cacat biji muda sebesar 21,75% dan biji
yang terpotong sebesar 11,23%.
Dari semua afdeling, cacat biji
busuk merupakan cacat yang paling tinggi
sehingga pola pengendalian harus
difokuskan pada cacat biji busuk terlebih
dahulu, dan diikuti dengan pengendalian
pada cacat biji muda dan biji terpotong.

Diagram Sebab-Akibat (Cause and


Effect Diagram)
Untuk mengetahui penyebab dari
berbagai cacat tersebut dilakukan analisis Gambar 7. Fishbone chart cacat biji busuk
sebab akibat dengan diagram sebab akibat
Dari faktor bahan baku penyeban biji
(cause and effect analysis). Diagram
busuk adalah dari buah yang sudah lewat
sebab-akibat merupakan suatu analisis
masa pemasakannya. Selain itu biji busuk
yang ditunjukkan dengan diagram, untuk
yang tercampur pada biji kakao dapat
menggambarkan faktor-faktor penyebab
disebabkan oleh pemanenan yang
(sebab) dan karakteristik kualitas (akibat)
terlambat. Dari sisi manusia yang
yang disebabkan oleh faktor-faktor
menyebabkan adanya biji busuk yang
penyebab itu (Gaspersz, 1998). Selain itu
tercampur dengan biji kakao yang baik
Ishikawa (1992) menyebutkan bahwa
adalah karena kurang telitinya petugas
diagram sebab-akibat dibuat untuk
penyortir dalam proses sortasi biji kakao.
menggambarkan berbagai macam
Proses sortasi ini dilakukan sejak dari
penyebab yang mempengaruhi mutu
sortasi buah, juga pada sortasi biji setelah
produk.
pemecahan biji. Dari sisi metode
Cause and effect diagram juga
pengolahan, adanya biji busuk
disebut Ishikawa diagram dan
menunjukkan bahwa proses pemanenan
dikembangkan oleh Dr. Kaoru Ishikawa.
dan sortasi buah maupun biji kakao belum
Diagram tersebut juga disebut Fishbone
berjalan dengan optimal. Walaupun jumlah

51
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

cacat biji busuk masih berada pada range pecah. Ketidakstabilan blower yang
yang terkendali. mengalirkan udara dari pemanas ke bak
Untuk meminimalisir adanya cacat pengeringan mempengaruhi proses
biji busuk perlu dilakukan penanganan pengeringan biji kakao. Aliran udara yang
pada proses pemanenan, petugas panen terlalu cepat menyebabkan suhu pengering
harus lebih teliti dalam memanen buah meningkat cepat, sehingga dapat
kakao yang sudah masak, sehingga tidak menigkatkan resiko biji pecah. Selain itu
ada buah yang tertinggal di pohon dan bahan bakar yang digunakan juga
mengalami proses pemasakan yang menentukan kestabilan aliran udara panas
berlebih. Pengarahan kepada pekerja dan dalam pengeringan. Pemanas yang
peningkatan keterampilan dan ketelitian menggunakan energi listrik dari turbin
sangat perlu dilakukan sebelum musim lebih mudah dikontrol dari pada pemanas
panen, sehingga dapat mencegah berbagai dari tungku kayu bakar, sehingga dapat
cacat yang mungkin terjadi pada biji mengurangi kemungkinan biji pecah.
kakao. Dari aspek metode pengolahan,
proses pemecahan buah, pencucian setelah
Cacat biji pecah fermentasi dan pengeringan merupakan
Gambar 8 menunjukkan bahwa titik pengamatan. Pada proses pemecahan
penyebab adanya cacat biji pecah adalah buah, penyebab cacat biji pecah adalah biji
dari faktor manusia, bahan baku, peralatan terpotong selama pemecahan. Pada proses
dan metode pengolahan yang dilakukan. pencucian pasca fermentasi yang
menyebabkan biji pecah adalah pencucian
yang terlalu bersih dapat mengikis lapisan
pulp yang menempel pada kulit biji
sehingga lapisan kulit biji menjadi tipis.
Sehingga ketika dikeringkan biji akan
menjadi rapuh sehingga pada proses
pengadukan akan menjadi mudah pecah.
Pada proses pengeringan, aliran panas dan
suhu pemanasan perlu dikontrol. Hal ini
untuk menghindari peningkatkan laju
penguapan air. Laju penguapan air terlaku
cepat menyebabkan biji yang dikeringkan
Gambar 8. Fishbone chart cacat biji pecah menjadi rapuh dan mudah pecah. Selain itu
juga diperlukan proses pengadukan untuk
Dari aspek bahan baku, kulit biji meratakan panas. Namun intensitas
yang rapuh karena biji yang masih muda pengadukan yang terlalu tinggi dapat
menjadi faktor terjadinya biji pecah. Selain menyebabkan biji pecah.
itu kulit tipis dari buah yang kelewat
masak juga menjadi faktor dalam Rekomendasi
terjadinya biji pecah. Beberapa cara yang perlu dilakukan
Disisi lain, dari faktor manusia untuk mengurangi kemungkinan cacat biji
penyebab adanya biji pecah adalah faktor adalah pertama, menyeimbangkan
ketelitian dan kelelahan pekerja. Ketelitian kebutuhan jumlah pekerja dengan jumlah
pekerja cenderung menurun seiring dengan produksi, terutama ketika panen raya perlu
tingkat kelelahan yang dialami pekerja. ada penambahan tenaga kerja sesuai
Pada faktor peralatan, aliran udara dengan meningkatnya jumlah panen.
panas dari pemanas ke bak pengeringan Kedua, perlu adanya proses pengontrolan
merupakan penyebab adanya cacat biji pada proses pengolahan, seperti

52
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)

pemecahan buah dan pengeringan. Selain Mulato, S. 2005. Pengolahan Produk Primer
itu diperlukan adanya pengarahan sebelum dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian
musim panen tentang cara kerja yang Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.
cermat untuk menjaga mutu biji kakao. Mulato, S., Widyotomo, Misnawi, Sahali,
Suharyanto, E. 2004. Petunjuk Teknis
KESIMPULAN Pengolahan Produk Primer dan
Proses pengolahan biji kakao di Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi
lokasi penelitian berada pada keadaan dan Kakao, Jember.
terkendali dan sesuai dengan standar Suciptawati, N. L. P., Dhanuantari, W. 2011.
(maksimal 3% cacat mutu), namun masih Analisis mutu ketebalan roti sisir pada
perlu dilakukan pengendalian karena Perusahaan XYZ. Jurnal Matematika,
masih terdapat cacat mutu yang berada 2(1). 18-26.
pada batas terkendali. Cacat mutu yang Sumarno, J. 2009. Fermentasi Biji Kakao.
dominan pada proses pemetikan adalah Pusat Peneitian Kopi Kakao, Jember.
cacat biji busuk dan pada proses
Suryani. 2007. Komoditas Kakao: Potret dan
pengeringan cacat mutu yang dominan Pelang Pembiyaan. Pusat Penelitian
adalah cacat biji pecah. Faktor-faktor yang Kopi da Kakao Indonesia, Jember.
menjadi penyebab cacat mutu adalah
manusia, metode pengolahan, bahan baku, Wood and Lass. (1985) dalam Mulato, S.
peralatan dan lingkungan. Keseimbangan 2005, Pengolahan Produk Primer dan
Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi
jumlah pekerja, peningkatan ketrampilan,
dan Kakao Indonesia, Jember.
dan intensitas kontrol pada proses sangat
diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim3. 2006. Fungsi Diagram Pareto.
http://ml.scribd.com/doc/50442327/48/
Fungsi-Diagram-Pareto [Diakses
Tanggal 09 Agustus 2012].
Gaspersz, V. 1998. Statistical Process Control
Penerapan Teknik Statitistikal dalam
Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Gasperz, V. 2002. Pedoman Implementasi
Program Six Sigma Terintegrasi dengan
ISO 9001:2000, MBNQA dan HACCP.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ishikawa, K. 1992. Pengendalian Mutu
Terpadu ( Terjemahan ). PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Lubis, R. P, Purwanto, Anizar. 2013. Usulan
perbaikan kualitas produk CPO dengan
konsep kaizen di PT. XYZ. e-Jurnal
Teknik Industri FT USU, 2(1): 24-31.
Muhandri, T., D. Kadarisman. 2005. Sistem
Jaminan Mutu Industri Pangan.
Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor.

53

You might also like