Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
Cocoa is the one of agricultural commodities with high contribution in national economy.
Low quality and defeccted product during process were still problems faced by cocoa processing
unit. The objectives of this research were to identify defeccted product during processing and to
create alternatives ways to solve problems based on SPC. SPC (statistical process control) with p
chart, pareto chart and fishbone chart were implemented in this reasearch to analyze data which
collected from field. The results of this research found that all of processing unit in the plantation
were still under control (inside control range). Over ripe (almost damage) was dominant damage
product during harvesting process, and broken bean was dominant damage product during drying
process. Man, method, raw material, machine (tools) and environment were important factors (cause
factors) in of cocoa bean process. Proportion of worker number, improved skill and high intencity of
controlling were still required to improve cocoa bean product.
45
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)
kakao dan pengurangan cita rasa yang dua proses pengolahan pada perkebunan di
tidak dikehendaki, misalnya rasa pahit dan lokasi peneltian.
sepat. Dalam pengamatan biji kakao, setiap
Proses pengendalian mutu sangat sampel diambil biji kakao seberat 5 kg,
diperlukan dalam proses pengolahan biji kemudian dihitung jumlah biji per 5 kg
kakao untuk kesempurnaan kualitas biji sampel. berat biji kakao masak penuh
kakao. Salah satu cara pengendalian mutu adalah seberat 1,34 g perbiji, sedangkan
pada proses pengolahan produk adalah biji kakao belum masak seberat 1.05g
dengan menggunakan statistik dalam (Sumarno, 2006).
pengendalian mutu, yaitu Statistical
Process Control (SPC). Menurut Metode Analisis
Muhandri dan Kadarisman (2005), bagan Dalam penelitian ini, data dianalisa
kendali (control chart) merupakan grafik secara berurutan dengan bagan kendali p
garis yang mencantumkan batas untuk data atribut, dan dilanjutkan dengan
maksimum dan batas minimum yang analisa sebab akibat (fishbone diagram)
merupakan daerah batas pengendalian. dan analisa diagram pareto.
SPC mencakup pengukuran dan evaluasi Bagan kendali p dengan data atribut,
terhadap variasi dalam sebuah proses, dan digunakan untuk pengukuran proporsi
usaha-usaha yang telah dibuat untuk penyimpanan/cacat. Analisa sebab akibat
membatasi atau mengontrol variasi dan diagram pareto dilakukan dengan
tersebut. Dalam industri pangan, SPC juga menggunakan piranti lunak (software)
sangat fleksibel dalam menganalisis suatu SPSS.
proses pengolahan. Penelitian ini bertujuan
untuk mengidentifikasi cacat yang terjadi HASIL DAN PEMBAHASAN
selama proses pengolahan sehingga dapat
membantu meminimalisir jumlah cacat, Bagan Kendali P
serta memberikan alternatif solusi untuk Dalam hal ini pengamatan dilakukan
mengatasinya berbasis penerapan SPC. pada proses yang menjadi titik kritis dalam
identifikasi cacat yaitu proses pemetikan,
METODE PENELITIAN pengeringan dan sortasi biji kakao. Bagan
kendali P digunakan untuk mengukur
Temat Penelitian proporsi ketidaksesuaian (penyimpangan
Penelitian ini dilakukan di atau cacat) dari item-item dalam kelompok
pengolahan biji Cacao di PT. Perkebunan yang sedang diinspeksi. Bagan kendali P
Nusantara XII Kalisepanjang, Glenmore, juga digunakan untuk mengendalikan
Banyuwangi. Analisis data pengelitian ini proporsi dari item-item yang tidak
di lakukan di Fakultas Teknologi memenuhi syarat spesifikasi kualitas atau
Pertanian, Universitas Jember. proporsi dari produk yang cacat yang
dihasilkan dalam suatu proses (Gasperz,
Metode Pengambilan Data 2002).
Metode pengambilan data dalam
penelitian ini dilakukan adalah dengan (1) Pemetikan Buah Kakao
Wawancara (interview) secara langsung Pada proses pemetikan pengamatan
kepada beberapa sumber yaitu kepala dilakukan mulai dari pemetikan sampai
bagian produksi, operator dan pekerja sebelum biji difermentasi. Pengambilan
untuk melengkapi data-data yang data dilakukan dengan melakukan Uji
dibutuhkan dalam penelitian ini. (2) Petik Kakao Basah terhadap hasil petik
Pengamatan dan diskusi langsung pada dari empat Afdeling yaitu afdeling
46
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)
47
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)
karena masih terdapat cacat mutu yang sebesar 0,0383, batas kendali bawah
berada pada batas terkendali. (LCL) sebesar 0,0216 dan nilai CL sebesar
0,0299. Proses pemetikan mengalami
Afdeling Kampung Lima fluktuasi pada pengamatan hari ke-4, ke-5,
Berdasarkan pengamatan pemetikan ke-7, ke-10, ke-13, ke-16 dan ke-23.
kakao afdeling Kampung Lima, hasil Dibandingkan dengan afdeling lain,
analisis proporsi cacat dengan bagan Purwojoyo memiliki fluktuasi yang paling
kendali P dapat dilihat pada Gambar 2. banyak walaupun masih dalam batas UCL
Pada bagan kendali P diperoleh nilai dan LCL yang berarti masih terkendali
batas kendali atas (UCL) sebesar 0,0395, dantidak menyebabkan penyimpangan
batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,0224 pada mutu produk yang dihasilkan.
dan nilai CL sebesar 0,0310. Proses Nilai CP untuk proses pemetikan di
pemetikan cenderung masih dalam Afdeling Purwojoyo ini adalah 1,00.
keadaan terkendali, walaupun pada Kapabilitas proses pemetikan baik dan
pengamatan hari ke-4, ke-10 dan ke-30 memenuhi specifikasi stadart, namun
terjadi fluktuasi, tetapi masih dalam batas masih perlu dilakukan pengendalian
UCL dan LCL. Proses pemetikan pada karena masih terdapat cacat mutu yang
Afdeling Kampung Lima tidak berada pada batas terkendali, yaitu biji
menyebabkan penyimpangan pada produk busuk, biji muda dan biji terpotong.
yang dihasilkan.
Untuk proses pemetikan di Afdeling Afdeling Kempit
Kampung Lima memiliki nilai CP 1,00. Hasil analisis proporsi cacat dengan
Artinya nilai kapabilitas proses pemetikan bagan kendali p pemetikan afdeling
masih dapat memenuhi specifikasi produk Kempit diperoleh hasil pada Gambar 4.
sesuai standar, namun pengendalian masih Hasil analisis menunjukkan nilai
tetap diperlukan karena masih terdapat batas kendali atas (UCL) sebesar 0,0332,
cacat mutu yang berada pada batas batas kendali bawah (LCL) sebesar 0,0177
terkendali. dan nilai CL sebesar 0,0255. Proses
pemetikan mengalami fluktuasi pada
Afdeling Purwojoyo pengamatan hari ke-10, ke-21 dan ke-28,
Hasil analisis proporsi cacat dengan namun masih dalam batas UCL dan LCL.
bagan kendali P pemetikan kakao afdeling Hal ini berarti proses pemetikan biji kakao
Purwojoyo dapat dilihat pada Gambar 3. dalam kondisi terkendali dan proses
Dari hasil analisis bagan kendali P produksinya dapat dikatakan sesuai
diperoleh nilai batas kendali atas (UCL) standart. Proses pemetikan afdeling
48
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)
50
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)
51
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)
cacat biji busuk masih berada pada range pecah. Ketidakstabilan blower yang
yang terkendali. mengalirkan udara dari pemanas ke bak
Untuk meminimalisir adanya cacat pengeringan mempengaruhi proses
biji busuk perlu dilakukan penanganan pengeringan biji kakao. Aliran udara yang
pada proses pemanenan, petugas panen terlalu cepat menyebabkan suhu pengering
harus lebih teliti dalam memanen buah meningkat cepat, sehingga dapat
kakao yang sudah masak, sehingga tidak menigkatkan resiko biji pecah. Selain itu
ada buah yang tertinggal di pohon dan bahan bakar yang digunakan juga
mengalami proses pemasakan yang menentukan kestabilan aliran udara panas
berlebih. Pengarahan kepada pekerja dan dalam pengeringan. Pemanas yang
peningkatan keterampilan dan ketelitian menggunakan energi listrik dari turbin
sangat perlu dilakukan sebelum musim lebih mudah dikontrol dari pada pemanas
panen, sehingga dapat mencegah berbagai dari tungku kayu bakar, sehingga dapat
cacat yang mungkin terjadi pada biji mengurangi kemungkinan biji pecah.
kakao. Dari aspek metode pengolahan,
proses pemecahan buah, pencucian setelah
Cacat biji pecah fermentasi dan pengeringan merupakan
Gambar 8 menunjukkan bahwa titik pengamatan. Pada proses pemecahan
penyebab adanya cacat biji pecah adalah buah, penyebab cacat biji pecah adalah biji
dari faktor manusia, bahan baku, peralatan terpotong selama pemecahan. Pada proses
dan metode pengolahan yang dilakukan. pencucian pasca fermentasi yang
menyebabkan biji pecah adalah pencucian
yang terlalu bersih dapat mengikis lapisan
pulp yang menempel pada kulit biji
sehingga lapisan kulit biji menjadi tipis.
Sehingga ketika dikeringkan biji akan
menjadi rapuh sehingga pada proses
pengadukan akan menjadi mudah pecah.
Pada proses pengeringan, aliran panas dan
suhu pemanasan perlu dikontrol. Hal ini
untuk menghindari peningkatkan laju
penguapan air. Laju penguapan air terlaku
cepat menyebabkan biji yang dikeringkan
Gambar 8. Fishbone chart cacat biji pecah menjadi rapuh dan mudah pecah. Selain itu
juga diperlukan proses pengadukan untuk
Dari aspek bahan baku, kulit biji meratakan panas. Namun intensitas
yang rapuh karena biji yang masih muda pengadukan yang terlalu tinggi dapat
menjadi faktor terjadinya biji pecah. Selain menyebabkan biji pecah.
itu kulit tipis dari buah yang kelewat
masak juga menjadi faktor dalam Rekomendasi
terjadinya biji pecah. Beberapa cara yang perlu dilakukan
Disisi lain, dari faktor manusia untuk mengurangi kemungkinan cacat biji
penyebab adanya biji pecah adalah faktor adalah pertama, menyeimbangkan
ketelitian dan kelelahan pekerja. Ketelitian kebutuhan jumlah pekerja dengan jumlah
pekerja cenderung menurun seiring dengan produksi, terutama ketika panen raya perlu
tingkat kelelahan yang dialami pekerja. ada penambahan tenaga kerja sesuai
Pada faktor peralatan, aliran udara dengan meningkatnya jumlah panen.
panas dari pemanas ke bak pengeringan Kedua, perlu adanya proses pengontrolan
merupakan penyebab adanya cacat biji pada proses pengolahan, seperti
52
Penerapan Metode Statistical Process Control (SPC) pada…
Jurnal Agroteknologi, Vol. 09 No. 01 (2015)
pemecahan buah dan pengeringan. Selain Mulato, S. 2005. Pengolahan Produk Primer
itu diperlukan adanya pengarahan sebelum dan Sekunder Kakao. Pusat Penelitian
musim panen tentang cara kerja yang Kopi dan Kakao Indonesia, Jember.
cermat untuk menjaga mutu biji kakao. Mulato, S., Widyotomo, Misnawi, Sahali,
Suharyanto, E. 2004. Petunjuk Teknis
KESIMPULAN Pengolahan Produk Primer dan
Proses pengolahan biji kakao di Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi
lokasi penelitian berada pada keadaan dan Kakao, Jember.
terkendali dan sesuai dengan standar Suciptawati, N. L. P., Dhanuantari, W. 2011.
(maksimal 3% cacat mutu), namun masih Analisis mutu ketebalan roti sisir pada
perlu dilakukan pengendalian karena Perusahaan XYZ. Jurnal Matematika,
masih terdapat cacat mutu yang berada 2(1). 18-26.
pada batas terkendali. Cacat mutu yang Sumarno, J. 2009. Fermentasi Biji Kakao.
dominan pada proses pemetikan adalah Pusat Peneitian Kopi Kakao, Jember.
cacat biji busuk dan pada proses
Suryani. 2007. Komoditas Kakao: Potret dan
pengeringan cacat mutu yang dominan Pelang Pembiyaan. Pusat Penelitian
adalah cacat biji pecah. Faktor-faktor yang Kopi da Kakao Indonesia, Jember.
menjadi penyebab cacat mutu adalah
manusia, metode pengolahan, bahan baku, Wood and Lass. (1985) dalam Mulato, S.
peralatan dan lingkungan. Keseimbangan 2005, Pengolahan Produk Primer dan
Sekunder Kakao. Pusat Penelitian Kopi
jumlah pekerja, peningkatan ketrampilan,
dan Kakao Indonesia, Jember.
dan intensitas kontrol pada proses sangat
diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim3. 2006. Fungsi Diagram Pareto.
http://ml.scribd.com/doc/50442327/48/
Fungsi-Diagram-Pareto [Diakses
Tanggal 09 Agustus 2012].
Gaspersz, V. 1998. Statistical Process Control
Penerapan Teknik Statitistikal dalam
Manajemen Bisnis Total. PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta.
Gasperz, V. 2002. Pedoman Implementasi
Program Six Sigma Terintegrasi dengan
ISO 9001:2000, MBNQA dan HACCP.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ishikawa, K. 1992. Pengendalian Mutu
Terpadu ( Terjemahan ). PT. Remaja
Rosdakarya, Bandung.
Lubis, R. P, Purwanto, Anizar. 2013. Usulan
perbaikan kualitas produk CPO dengan
konsep kaizen di PT. XYZ. e-Jurnal
Teknik Industri FT USU, 2(1): 24-31.
Muhandri, T., D. Kadarisman. 2005. Sistem
Jaminan Mutu Industri Pangan.
Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB, Bogor.
53