You are on page 1of 12

Tjut Chamzurni et al (2011) J.

Floratek 6: 62 - 73

EFEKTIVITAS DOSIS DAN WAKTU APLIKASI Trichoderma virens


TERHADAP SERANGAN Sclerotium rolfsii PADA KEDELAI

Effectiveness of Dosage and Time of Application of


Trichoderma virens against Sclerotium rolfsii on soybean

Tjut Chamzurni, Rina Sriwati, dan Rahel Diana Selian

Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan


Fakultas Pertanian Unsyiah, Banda Aceh

ABSTRACT

This study was aimed at obtaining an effective dose and application timing of
Trichoderma in controlling wilt disease caused by Sclerotium on soybean. This study
used a factorial complete ramdomized design with 8 combination of treatments and 4
replications. There were two factors studied, dose and timing of Trichoderma. Four
level doses factor were studied, i.e. 75, 150, 225, and 300 g.polybag-1, while timing of
application consisted of 2 levels, 7 days before planting and at the planting time. The
observed variables were germination rate, incubation period, length of lesion formed
on the base of the stem, and dry weight of seeds per plant. Data of variables observed
was analized by analysis of variance and followed by least significance different test at
level 5%. The results showed that dose of Trichoderma gave a significant effect on
seed germination rate, incubation period, length of lesion and dry weight of seed per
plant. Dose of Trichoderma 300 g.polibag-1 was the best and gave germination rate of
seed up to 84,38%, incubation period 8 days, length of lesion 1,35 cm and dry weight
of seed 24,13 g. The timing of application gave a significant effect only on dry weight
of seed per plant. The best timing of application was found at 7days before planting
and no interaction between doses and time of application of Trichoderma.

Keywords: Trichoderma virens, Sclerotium rolfsii, soybean

PENDAHULUAN Usaha peningkatan produkti-


vitas kedelai tidak terlepas dari
Kedelai (Glycine max L. berbagai kendala, antara lain adanya
Merril) merupakan komoditas tanaman gangguan hama dan penyakit. Salah
pangan ketiga setelah padi dan jagung satu penyakit yang cukup penting
di Indonesia. Tanaman ini dikenal juga adalah penyakit busuk pangkal batang
sebagai sumber protein nabati yang disebabkan oleh cendawan
terpenting yang relatif murah, sehingga Sclerotium rolfsii Sacc. Cendawan ini
dapat dijangkau oleh seluruh lapisan menyerang tanaman kedelai muda yang
masyarakat (Deptan,1991 dalam berumur sekitar dua sampai tiga
Misnawati, 2003). minggu dan dapat menyebabkan
kematian awal pada tanaman yang

62
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

terinfeksi. Kehilangan hasil akibat Trichoderma virens mengeluar-


penyakit ini dapat mencapai 75% kan antibiotik dari senyawa viridiol
(Sudhanta, 1997). phytotoxin yang dapat menghambat
Selain pada kedelai, S. rolfsii perkembangan patogen, memarasit
juga dapat menyerang berbagai patogen dengan penetrasi langsung dan
tanaman lainnya, seperti kacang tanah, juga lebih cepat dalam memper-
tomat, kentang dan tembakau (Agrios, gunakan O2, air dan nutrisi sehingga
1988). Patogen ini sulit ditanggulangi mampu bersaing dengan patogen
antara lain karena mampu bertahan (Kinerley & Mukherjee, 2010).
selama bertahun-tahun di dalam tanah Efektivitas T. virens sebagai agen
dalam bentuk sklerotia dan mempunyai antagonis sangat dipengaruhi oleh
kisaran inang yang luas (Semangun, dosis dan waktu aplikasi. Hasil
1993). penelitian Idarniati (2007), perlakuan
Memasuki pasar global, T. harzianum dengan dosis 500 gram
produk-produk pertanian ramah per polibag terhadap serangan S. rolfsii
lingkungan akan menjadi prioritas. pada kacang tanah dapat mengurangi
Persyaratan kualitas produk pertanian persentase tanaman terserang mencapai
akan menjadi lebih erat kaitannya 15%. Penelitian yang dilakukan oleh
dengan pemakaian pestisida sintetik. Nur & Ismiyati (2007), waktu aplikasi
Salah satu alternatif upaya peningkatan Trichoderma sp. 7 hari sebelum tanam
kuantitas dan kualitas produk pertanian efektif dalam menekan penyakit layu
khususnya kedelai dapat dilakukan fusarium pada bawang merah dan
dengan pemanfaatan agen hayati menunjukkan bobot umbi kering
(biopestisida) sebagai pengganti perumpun tertinggi yaitu 70,30 gram.
pestisida sintetik yang selama ini telah Sclerotium rolfsii merupakan
diketahui banyak berdampak negatif patogen tanah yang dapat bertahan
dalam mengendalikan penyakit- hidup dalam tanah dengan membentuk
penyakit tanaman, seperti terbunuhnya tubuh istirahat. Oleh karena itu, waktu
mikroorganisme bukan sasaran dan aplikasi yang tepat sangat dibutuhkan
membahayakan kesehatan dan ling- dalam mengendalikan cendawan S.
kungan. Trichoderma virens adalah rolfsii.
cendawan saprofit tanah yang secara Berdasarkan permasalahan di
alami merupakan parasit yang atas, maka perlu dilakukan penelitian
menyerang banyak jenis cendawan untuk menguji efektivitas dosis T.
penyebab penyakit tanaman (spektrum virens dan waktu aplikasi yang tepat
pengendalian luas). T. virens dapat untuk mengendalikan penyakit layu
menjadi hiperparasit pada beberapa sclerotium pada tanaman kedelai.
jenis cendawan penyebab penyakit Penelitian ini bertujuan untuk
tanaman. Pertumbuhannya sangat cepat mendapatkan dosis T. virens yang
dan tidak menjadi penyakit untuk efektif dan waktu aplikasi yang tepat
tanaman. Mekanisme antagonis yang dalam mengendalikan penyakit layu
dilakukan adalah berupa persaingan sklerotium pada tanaman kedelai.
hidup, parasitisme, antibiosis dan lisis
(Harwitz, 2003).

63
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan


dengan menggunakan Rancangan Acak
Penelitian ini dilaksanakan di Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri
Laboratorium Penyakit Tumbuhan atas 2 faktor. Faktor I adalah waktu
Fakultas Pertanian Universitas Syiah aplikasi T. virens (W) yang terdiri atas
Kuala dan di Kebun Percobaan 2 taraf :
Fakultas Pertanian Universitas Syiah W1 = Trichoderma virens
Kuala Darussalam Banda Aceh. Waktu diaplikasikan 7 hari sebelum tanam
penelitian dimulai dari bulan Februari W2 = Trichoderma virens
sampai dengan Juli 2010 diaplikasikan saat tanam
Bahan–bahan yang digunakan Faktor II adalah dosis Trichoderma
dalam penelitian ini adalah benih virens (D) yang terdiri atas 4 taraf :
kedelai varietas kipas merah, isolat S. D1 = 75 g/polibag
rolfsii, isolat Trichoderma sp., dedak, D2 = 150 g/polibag
media PDA, pupuk organik, kapas, D3 = 225 g/polibag
alkohol 96%, formalin, kain kasa, D4 = 300 g/polibag.
polibag volume 10 kg dan label. Oleh karena itu, terdapat 8 kombinasi
Alat-alat yang digunakan perlakuan dengan 4 kali ulangan,
adalah mikroskop cahaya, tabung sehingga didapat 32 unit percobaan
reaksi, petridish, lampu bunsen, spritus, yang setiap unit terdiri atas 2 polibag.
gelas ukur, batang pengaduk, gunting, Kombinasi perlakuan dapat dilihat
kertas merang, haemacytometer, pada Tabel 1.
stoples, jangka sorong dan timbangan
analitik.

Tabel 1. Kombinasi perlakuan dosis dan waktu aplikasi T. virens pada tanaman
kedelai
Dosis (D)
Waktu (W)
D1 D2 D3 D4

W1 W1D1 W1D2 W1D3 W1D4

W2 W2D1 W2D2 W2D3 W2D4

Pelaksanaan Penelitian kakao dari Aceh Timur. T. virens


Perbanyakan Cendawan Antagonis dimurnikan pada media PDA. Setelah
Trichoderma virens murni, T. virens diinokulasikan dengan
T. virens diambil dari koleksi menggunakan cook borer ukuran 5 mm
Laboratorium Penyakit Jurusan Hama pada media dedak yang telah
dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas disterilkan terlebih dahulu di dalam
Pertanian Universitas Syiah Kuala, autoclave dengan suhu 121 oC selama
Darussalam Banda Aceh. T.virens 30 menit.
tersebut berasal dari akar tanaman

64
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

Perbanyakan Inokulum Patogen S. Inokulasi Patogen


rolfsii S. rolfsii diinokulasikan pada
S. rolfsii yang diperoleh dari saat tanam dengan cara membenamkan
tanaman kedelai yang terserang di miselia yang telah tumbuh pada media
lapangan dibiakkan dalam media PDA. PDA ke dalam masing-masing polibag.
Selanjutnya cendawan yang tumbuh Jumlah inokulum yang diinokulasikan
diisolasi secara berulang-ulang sampai pertanaman sebanyak ¼ petridish.
dapat isolat murni, kemudian
diperbanyak dan dibiarkan sampai Pemeliharaan Tanaman
terbentuk miselium. Miselium inilah Perawatan tanaman dilakukan
yang akan diinokulasikan sebanyak ¼ dengan melakukan penyiraman seba-
cawan petri ke dalam setiap polibag. nyak dua kali sehari yaitu pada pagi
dan sore hari atau tergantung pada
Persiapan tanah kondisi cuaca. Penyiangan gulma
Sebelum dimasukkan ke dalam dilakukan apabila tumbuh gulma di
polibag, tanah terlebih dahulu dalam polibag.
dikeringanginkan selama 3 minggu.
Tanah yang menggumpal dihancurkan, Peubah yang diamati
setelah itu diayak dengan ayakan kasar Persentase perkecambahan benih
(0,5 cm), selanjutnya baru dimasukkan kedelai
ke dalam polibag sebanyak 10 kg tiap- Persentase perkecambahan
tiap polibag. dihitung pada 7 hari setelah tanam
(HST) dengan mengamati perban-
Pemberian pupuk dingan antara jumlah benih yang
Pupuk organik, yang berasal tumbuh dibagi dengan jumlah
dari hasil produksi kelompok tani keseluruhan benih. Perhitungan persen-
Amal di Desa Jruk Kecamatan tase perkecambahan benih meng-
Indrapuri diberikan sebanyak 500 gunakan rumus sebagai berikut:
g/polibag. a
P   100%
b
Inokulasi Agen Antagonis Dimana :
T. virens yang telah berumur 30 P = persentase perkecambahan
hari pada media dedak diaplikasikan = benih yang tumbuh
seminggu sebelum tanam dan pada saat
= jumlah benih keseluruhan
tanam menurut perlakuan, dengan cara
dibenamkan lalu ditutup dengan tanah.
Masa inkubasi cendawan S. rolfsii
Masa inkubasi jamur
Penanaman Sclerotium rolfsii diamati mulai dari
Benih kedelai ditanam langsung waktu inokulasi jamur sampai timbul-
dalam polibag sebanyak 10 benih dan nya gejala awal yang ditandai dengan
setelah berumur satu minggu diting- busuk batang, kekuningan dan kela-
galkan satu tanaman polibag-1. yuan cabang pada kedelai.

65
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

Panjang lesio yang terbentuk pada ragam, jika terdapat perbedaan antar
pangkal batang perlakuan maka dilanjutkan dengan uji
Panjang lesio diamati pada beda nyata terkecil (BNT) pada taraf
umur 30 HST dengan mengukur pan- 0,05.
jang lesio terpanjang yang terben-tuk
pada pangkal batang dengan meng- HASIL DAN PEMBAHASAN
gunakan jangka sorong.
Persentase Perkecambahan Benih
Bobot kering biji pertanaman Kedelai
Untuk mendapatkan biji kering Hasil analisis ragam menun-
kedelai pertanaman, biji kedelai jukkan faktor dosis Trichoderma
dimasukkan ke dalam amplop lalu berbeda nyata dan waktu aplikasi tidak
dimasukkan ke dalam oven sampai berbeda nyata terhadap perkecambahan
beratnya konstan dan beratnya ditim- benih kedelai. Tidak terdapat interaksi
bang dengan timbangan digital. antara dosis Trichoderma dengan wak-
tu aplikasi. Rata-rata persentase
Analisis data perkecambahan benih kedelai dapat
Seluruh hasil pengamatan dilihat pada Tabel 2.
setiap peubah di analisis dengan sidik

Tabel 2. Rata-rata persentase perkecambahan benih kedelai akibat dosis dan waktu
aplikasi T. virens terhadap serangan S. rolfsii
Perlakuan Perkecambahan Benih Kedelai (%)

Dosis T. virens
D1 (75 g polibag-1) 58,13 a
D2 (150 g polibag-1) 66,88 a
D3 (225 g polibag-1) 71,88 ab
D4 (300 g polibag-1) 84,38 b
BNT 17,24

Waktu
W1 (7 hari sebelum tanam) 67,81
W2 (Saat tanam) 72,81

KK (%) 23,76
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
0,05 (Uji BNT).

Berdasarkan data Tabel 2, polibag-1 dengan rata-rata 84,38%,


persentase perkecambahan benih ter- yang tidak berbeda nyata pada dosis
tinggi terdapat pada dosis 300 g 225 g/polibag dengan rata-rata persen-

66
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

tase perkecambahan benih 71,88%, meningkatkan kemampuannya untuk


tetapi berbeda nyata terhadap dosis 75 lebih merekatkan diri ke tanah,
g polibag-1 dan 150 g polibag-1. menyerap air, serta nutrisi dari
Tingginya persentase perke- lingkungan sehingga tanaman tersebut
cambahan benih pada dosis 300 g dapat bertahan. (Wanjiru, 2009;
polibag-1 disebabkan dosis T. virens Tarabily et al., 2003). Penelitian
yang diintroduksi ke dalam tanah mengenai mikroba penghasil IAA telah
semakin tinggi, sehingga pertumbuhan banyak dilakukan terutama pada
S. rolfsii semakin terhambat. Hal ini Azospirillum brasilense dalam gandum,
dikarenakan T. virens adalah IAA berpengaruh terhadap perkem-
kompetitor ruang tumbuh yang sangat bangan akar gandum dan dapat
baik, pertumbuhannya yang cepat memperbaiki produktivitas tanaman
dapat mengkolonisasi dan tumbuh melalui stimulasi hormon (Lestari et
berasosiasi dengan baik pada perakaran al., 2007). Pada konsentrasi rendah,
tanaman, serta secara signifikan IAA berfungsi dalam pemanjangan sel-
meningkatkan pertumbuhan dan sel akar, tetapi pada konsentrasi yang
perkembangan tanaman (Ortiz-Castro tinggi dapat menghambat pemanjangan
et al, 2009). Trichoderma sp. sel akar. Cheryl, (2002) menyatakan
memperbaiki kesehatan dan vigor auksin dalam konsentrasi yang tinggi
tanaman, merangsang pengambilan dapat menghambat pertumbuhan
nutrisi ketika populasi melimpah dalam tanaman, karena produksi IAA yang
perakaran tanaman (efek tidak berlebihan akan memacu pembentukan
langsung). Pada berbagai eksprimen, hormon etilen yang dalam konsentrasi
Trichoderma sp. dapat meningkatkan tinggi akan menghambat perkem-
pertumbuhan perakaran, melindungi bangan/pemanjangan sel akar.
dari patogen soil borne maupun water
borne (Lestari, et al., 2007). Masa Inkubasi Cendawan S. rolfsii
T. virens juga memproduksi zat Hasil analisis ragam, dosis
pengatur tumbuh (ZPT) berupa IAA Trichoderma virens berbeda sangat
(Indole Asetic Acid) yaitu salah satu nyata terhadap masa inkubasi, tetapi
jenis hormon yang dapat memacu waktu aplikasi tidak berbeda nyata
pertumbuhan tanaman dengan mening- terhadap masa inkubasi dan tidak
katkan laju pertumbuhan akar, seperti terdapat interaksi antara dosis
perpanjangan akar primer serta Trichoderma virens dengan waktu
perbanyakan akar lateral dan akar aplikasi. Rata-rata masa inkubasi S.
adventif, yang merupakan suatu rolfsii dapat dilihat pada Tabel 3
keuntungan bagi kecambah dalam berikut ini.

67
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

Tabel 3. Rata-rata masa inkubasi S. rolfsii akibat pemberian dosis dan waktu aplikasi
T. virens pada tanaman kedelai
Perlakuan Masa Inkubasi (hari)
Dosis T. virens
D1 (75 g polibag-1) 4,19 a
D2 (150 g polibag-1) 5,63 b
D3 (225 g polibag-1) 6,38 c
D4 (300 g polibag-1) 8d
BNT 0,74

Waktu
W1 (7 hari sebelum tanam) 5,84
W2 (saat tanam) 6,25

KK (%) 11,84
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
0,05 (Uji BNT).

Berdasarkan data Tabel 3, T. virens menghasilkan antibiotik


masa inkubasi terlama dijumpai pada berupa gliotoksin, gliovirin dan viridiol
dosis 300 g polibag-1 yaitu 8 hari, yang bersifat fungistatik, gliotoksin
sedangkan masa inkubasi tercepat dapat menghambat pertumbuhan cen-
dijumpai pada dosis 75 g polibag-1 dawan dan bakteri, sedangkan viridiol
dengan rata-rata masa inkubasi 4,18 merupakan senyawa yang dapat
hari. Hal ini dikarenakan dosis T. menghambat cendawan (Hanson &
virens yang diintroduksi ke dalam Howell, 2004). T. virens juga bersifat
tanah semakin tinggi, menyebabkan mikoparasit yaitu bersifat parasit pada
semakin banyak kesempatan T. virens jamur lain (Horwitz, 2003). Weindling
dalam menghambat perkembangan S. (1932) dalam Aslamiyah (2003) adalah
rolfsii melalui mekanisme antagonis. orang yang pertama melaporkan T.
Mekanisme antagonis T. virens disini harzianum sebagai mikoparasit dari
berupa kompetisi, antibiosis dan Rhizoctonia solani dan Sclerotium
mikoparasit. rolfsii. Weindling menggambarkan
T. virens bertindak sebagai pertum-buhan miselia T. harzianum
kompetitor yang baik dalam mem- pada Rhizoctonia solani yaitu melilit,
perebutkan nutrisi, oksigen dan ruang mencantol dan selanjutnya masuk serta
(Horwitz, 2003). Sesuai dengan tumbuh di dalam hifa R. solani,
pendapat Cook & Baker (1983) dalam mengeluarkan isi R. solani sehingga
Aslamiyah (2003) menyatakan kom- menjadi kosong.
petisi antara dua atau lebih
mikroorganisme dapat terjadi jika
menggunakan media yang sama dan
membutuhkan lingkungan yang sama.

68
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

Panjang Lesio terbentuk pada da nyata terhadap panjang lesio yang


Pangkal Batang Kedelai terbentuk pada pangkal batang kedelai.
Hasil analisis ragam menunjuk- Tidak terdapat interaksi antara T.
kan dosis T. virens berbeda sangat virens dengan waktu aplikasi. Rata-rata
nyata terhadap panjang lesio yang panjang lesio yang terbentuk pada
terbentuk pada pangkal batang kedelai, pangkal batang dapat dilihat pada
sedangkan waktu aplikasi tidak berbe- Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata panjang lesio terbentuk pada pangkal batang kedelai akibat
pemberian dosis dan waktu aplikasi T. virens terhadap serangan S. rolfsii
Perlakuan Panjang Lesio (cm)
Dosis T. virens
D1 (75 g polibag-1) 2,04 c
-1
D2 (150 g polibag ) 1,90 c
D3 (225 g polibag-1) 1,61 b
D4 (300 g polibag-1) 1,35 a
BNT 0,25

Waktu
W1 (7 hari sebelum tanam) 1,64
W2 (saat tanam) 1,81

KK (%) 14,3
Keterangan : Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
0,05 (Uji BNT).

Berdasarkan data Tabel 4, pangkal batang berbanding lurus


panjang lesio yang terpendek terjadi dengan masa inkubasi, dimana semakin
pada dosis 300 g polibag-1 yaitu dengan cepat masa inkubasi maka lesio yang
rata-rata 1,35 cm. Hal ini disebabkan terbentuk pada pangkal batang akan
banyaknya jumlah populasi T. virens semakin panjang. Hal ini disebabkan
yang menghambat kontak antara S. oleh infeksi S. rolfsii dimulai pada
rolfsii dan tanaman kedelai yang pangkal batang kemudian menjalar ke
mengakibatkan masa inkubasi lebih bagian atas batang. Semangun (1996)
lama, sehingga lesio yang terbentuk menyatakan bahwa, pada pangkal
menjadi lebih pendek, sedangkan lesio batang akan terbentuk hifa yang
terpanjang dijumpai pada dosis 75 g berwarna putih yang menutupi kulit
polibag-1 dan 150 g polibag-1, karena batang, bagian ini akan berubah warna
sedikitnya jumlah T. virens yang dapat menjadi coklat hitam, sehingga bila
menghalangi S. rolfsii untuk melaku- serangan berat perubahan warna (lesio)
kan penetrasi pada pangkal batang semakin besar, panjang dan dalam.
tanaman kedelai. Sudhanta (1993) menambahkan daya
Pemberian T. virens berpenga- infeksi sangat dipengaruhi oleh jumlah
ruh terhadap panjang lesio pada inokulum yang ada di dalam tanah.

69
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

Banyaknya miselia cendawan anta- Bersamaan dengan penusukan hifa,


gonis sangat tergantung pada jumlah jamur mikoparasit ini mengeluarkan
inokulum yang diintroduksi, artinya enzim seperti enzim kitinase dan β-1-3
semakin banyak miselia cendawan glukanase yang akan menghancurkan
antagonis T. virens yang dihasilkan dinding sel cendawan patogen.
menyebabkan daya infeksi dari Akibatnya, hifa cendawan patogen
cendawan S. rolfsii pada kedelai akan rusak, protoplasmanya keluar dan
semakin kecil, sehingga luas lesio pada cendawan akan mati. Secara bersamaan
pangkal batangpun akan semakin kecil pula terjadi mekanisme antibiosis,
karena patogen S. rolfsii kurang dapat keluarnya senyawa anti cendawan
berkembang akibat terjadinya kompe- golongan peptaibol dan senyawa
tisi dalam hal ruang dan nutrisi, furanon oleh T. harzianum yang dapat
antibiosis dengan meghasilkan senya- menghambat pertumbuhan spora dan
wa gliotoksin, glioviridin dan viridiol, hifa cendawan patogen.
atau mikoparasit (Hanson & Howell,
2004). Papavizas, (1985) mengatakan Bobot Kering Biji Kedelai
Trichoderma sp. yang bersifat Hasil analisis ragam, dosis T.
mikoparasit akan menekan populasi virens dan waktu aplikasi berbeda
cendawan patogen yang sebelumnya sangat nyata terhadap bobot kering biji
mendominasi. Interaksi diawali dengan tanaman-1, Tidak terdapat interaksi
melilitkan hifanya pada cendawan antara dosis T. virens dengan waktu
patogen yang akan membentuk struktur aplikasi. Rata-rata bobot kering biji
seperti kait yang disebut haustorium kedelai tanaman-1 dapat dilihat pada
dan memarasit cendawan patogen. Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Rata-rata bobot kering biji kedelai pertanaman akibat pemberian dosis dan
waktu aplikasi T. virens terhadap serangan S. rolfsii
Perlakuan Bobot kering biji (g)
Dosis T. virens
D1 (75 g polibag-1) 14,35 a
D2 (150 g polibag-1) 17,65 b
D3 (225 g polibag-1) 20,70 c
-1
D4 (300 g polibag ) 24,13 d
BNT 1,46

Waktu
W1 (7 hari sebelum tanam) 25,56 a
W2 (saat tanam) 12,86 b
BNT 1,03

KK (%) 7,37
Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf
0,05 (Uji BNT)

70
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

Berdasarkan data Tabel 5, virens dalam menekan serangan S.


bobot kering biji kedelai pertanaman rolfsii dan peran T. virens dalam
yang tertinggi dijumpai dosis 300 g meningkatkan kesuburan tanah juga
polibag-1 dengan rata-rata 24,13 gram. semakin rendah, hal ini menyebabkan
Hal ini disebabkan dosis T. virens yang bobot kering biji tanaman menjadi
diintroduksi ke dalam tanah semakin lebih rendah.
tinggi, sehingga selain kesempatan T. Rata-rata bobot biji tanaman
virens dalam menekan perkembangan tertinggi terdapat pada waktu aplikasi
S. rolfsii semakin besar juga semakin T. virens 7 hari sebelum tanam dengan
banyak T. virens yang berperan dalam rata-rata 25,56 gram . Hal ini
meningkatkan kesuburan tanah (efek disebabkan pada waktu aplikasi T.
tidak langsung), hal ini memberikan virens 7 hari sebelum tanam, T. virens
pengaruh yang baik pada bobot kering telah berkembang biak secara optimal
biji kedelai. Menurut Sutanto, (2002) sehingga dapat menekan serangan S.
Trichoderma merupakan mikroba tanah rolfsii, akibatnya pertumbuhan kedelai
yang mempunyai peran dalam menjadi lebih baik. Bobot kering biji
kesuburan tanah, membuat hara terendah terdapat pada waktu aplikasi
tersedia bagi tanaman serta berperan T. virens saat tanam dengan rata-rata
dalam memperbaiki struktur tanah 12,86 gram , hal ini dikarenakan T.
(efek tidak langsung). virens belum berkembang biak secara
T. virens juga menghasilkan optimal di dalam tanah, sehingga
hormon auksin berupa IAA (Indole kemampuannya dalam menghambat
Asetic Acid) yang berperan dalam serangan S. rolfsii lebih rendah bila
pemanjangan sel-sel akar yang dibandingkan pada waktu aplikasi T.
menyebabkan serapan hara semakin virens 7 hari sebelum tanam,
tinggi. Serapan hara yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan dan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman produksi tanaman juga lebih rendah.
karena nutrisi tanaman terpenuhi, Penelitian yang dilakukan oleh
sehingga produksi tanaman juga Khaidir (2007), waktu aplikasi T.
semakin tinggi (Contreras-Cornejo, harzianum 10 hari sebelum tanam
2009). Lestari et al., (2007) dalam pengendalian penyakit
menyatakan bahwa IAA yang Sclerotium rolfsii pada tanaman kedelai
dihasilkan oleh mikroba endofit menunjukkan bobot kering biji
berpengaruh pada perkembangan akar tanaman-1 seberat 20,66 g.
dan dapat memperbaiki produktivitas
tanaman melalui stimulasi hormon. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini,
rata-rata bobot kering biji tanaman Simpulan
terendah terdapat pada dosis 75 g 1. Tidak terdapat interaksi antara
polibag-1 dengan rata-rata 14,35 gram. dosis dan waktu aplikasi T. virens
Hal ini dikarenakan, dosis T. virens terhadap semua peubah yang
yang diintroduksi ke dalam tanah diamati yaitu: persentase per-
semakin rendah, menyebabkan kecambahan benih kedelai, masa
semakin sedikitnya kesempatan T. inkubasi S. rolfsii, panjang lesio

71
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

yang terbentuk pada pangkal J. Lopez-Bucio. 2009.


batang kedelai dan bobot kering Trichoderma virens, a Plant
biji tanaman-1. Benefecial Fungus, Enhances
2. Dosis T. virens berpengaruh Boimass Production and Promotes
terhadap persentase perkecam- Lateral Root Growth Through an
bahan, masa inkubasi, panjang lesio Auxin-Dependent Mechanism in
dan bobot kering biji tanaman-1. Arabidopsis. Plant Physiol; 149
Dosis T. virens sebanyak 300 g. (3): 1579 - 1592.
polibag-1 adalah dosis terbaik. Gomez, K.A & Gomez, A.A. 1995.
3. Waktu aplikasi T. virens hanya Prosedur Statistik Untuk Penelitian
berpengaruh terhadap bobot kering Pertanian (Edisi Kedua).
biji tanaman-1. Waktu yang terbaik Universitas Indonesia (UI-Press).
adalah waktu satu minggu sebelum Jakarta
tanam, dengan rata-rata bobot biji Hanson LE, CR Howell (2004).
tanaman-1 sebesar 25,56 gram. Elicitors of plant defense
responses Elisitor respon
Saran biocontrol strains of Trichoderma
Perlu dilakukan penelitian lebih virens . Phytopathology, 94(2):
lanjut untuk mengetahui pengaruh Fitopatologi, 94 (2): 171-176. 171-
waktu aplikasi terhadap persentase 176
perkecambahan, masa inkubasi dan Harwitz, A. 2003. TmKA, a Mitogen-
panjang lesio. Activated Protein Kinase of T. virens,
is Involved in Biocontrol Properties
and Repression of Conidiation in the
DAFTAR PUSTAKA Dark.
http://ec.asm.org/content/abstract/2
Aslamiyah, S. 2003. Optimalisasi dan /3/446. Diakses pada 19 Juli 2010
Keefektifan Agen Biokontrol Hidajat, O.O. 1985. Morfologi
Trichoderma harzianum dalam Tanaman Kedelai. dalam Sadikin
Mengendalikan Penyakit Busuk Somaatmadja, dkk
Pangkal Batang Kelapa Sawit (Penyunting). Kedelai.
Secara In-Vitro. (Skripsi). Jurusan Puslitbangtan. Bogor.
Hama dan Penyakit Tumbuhan Idarniati, 2007. Efektivitas
Fakultas Pertanian Universitas Trichoderma viride dan
Syiah Kuala. Darussalam, Banda Trichoderma harzianum sebagai
Aceh. (tidak dipublikasikan). agen antagonis Sclerotium rolfsii
Castro, O. R.H. A., Cornejo, C, L., pada tanaman kacang tanah.
Rodriguez. M & J. Bucio. L. 2009. (Skripsi). Jurusan Hama dan
The role of microbial signals in Penyakit Tumbuhan Fakultas
plant growth ang development. Pertanian Universitas Syiah Kuala.
Plant signaling & Behavior. 4:8, Darussalam, Banda Aceh (tidak
701 – 712. dipublikasikan).
Cornejo, C. H. A., L. Marcias- Kinerley, C.M. & P. Mukherjee. 2010.
Rodrigues, C. Cortes-Penagos, and Trichoderma virens.
http://genome.jgi.pdf.org/Trivel 1/.

72
Tjut Chamzurni et al (2011) J. Floratek 6: 62 - 73

Home .html (diakses pada 19 Mei Gadjah Mada University Press.


2010). Yogyakarta.
Khaidir. 2007. Inokulasi Trichoderma Semangun, H. 1996. Pengantar Ilmu
harzianum dan Pseudomonas Penyakit Tumbuhan. Gadjah Mada
fluorescens dengan waktu yang University Press. Yogyakarta.
berbeda untuk mengendalikan Sudantha. 1993. Perlakuan T.
penyakit layu Sclerotium pada harzianum dengan Pemberian
tanaman kedelai. (Skripsi). Jurusan Kompos Jerami Padi untuk
Hama dan Penyakit Tumbuhan Mengendalikan Jamur Sclerotium
Fakultas Pertanian Universitas oryzae pada Padi Gogo.
Syiah Kuala. Darussalam, Banda http://www.deptan.go.id/news/abst
Aceh (tidak dipublikasikan). rak. Diakses pada 12 Januari 2010.
Lestari, P., D. N, Susilowati., E. I, Sudhanta, I. M. 1997. “BIOTRIC”
Riyanti. 2007. Pengaruh Hormon Sebagai Biofungisida untuk
Asam Indol Asetat yang Pengendalian Patogen Tular Tanah
Dihasilkan oleh Azospirillum sp. pada Tanaman Kedelai. Prosiding
Terhadap Perkembangan Akar Kongres Nasional XIV dan
Padi. Jurnal Agro Biogen. 3(2): 66 Seminar Ilmiah PFI; Palembang.
– 71. Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian
Misnawati, 2003. Pengujian Ketahanan Organik, Pemasyarakatan dan
Beberapa Varietas Kedelai Pengembangannya. Kanisius.
Terhadap Penyakit Layu Yogyakarta.
Sclerotium (Sclerotium rolfsii Tarabily, K., A. H. 2003. Isolasi dan
Sacc.). (Skripsi). Jurusan Hama Seleksi Mikroba Diazotrof
dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Endofitik dan Penghasil Zat
Pertanian Universitas Syiah Kuala. Pemacu Tumbuh pada Tanaman
Darussalam, Banda Aceh (tidak Padi dan Jagung. Balai Penelitian
dipublikasikan). Bioteknologi dan Sumberdaya
Papavizas. G. C. 1985. Trichoderma Genetik Pertanian. 128 – 143.
harzianum and Gliocladium : Wanjiru, M. M., 2009. Effect of
Biology, Ecology and Potensial for Trichoderma Harzianum and
Biological Control of Soiborne Arbuscular Mycorrhizal Fungi on
Diseases. Laboratory Plant Growth of Tea Cuttings, Napier
Protection Institut Agriculture Grass and Disease Management in
Research Service, US Department Tomato Seedlings. Plant and
of Agriculture Research, Microbial Sciences. 13, 305 – 312.
Beltsville, Maryland.
Semangun, H. 1993. Penyakit-Penyakit
Tanaman Pangan di Indonesia.

73

You might also like