You are on page 1of 7

Alfizar et al. (2013) J.

Floratek 8: 45 -51

KEMAMPUAN ANTAGONIS Trichoderma sp. TERHADAP


BEBERAPA JAMUR PATOGEN IN VITRO

The Ability of Antagonist Trichoderma sp. Against Some Pathogenic


Fungus In Vitro.

Alfizar, Marlina, dan Fitri Susanti

Prodi Agroteknologi Fakultas Pertanian,Universitas Syiah Kuala, Darussalam


Banda Aceh. Email penulis pertama: aalfizar@yahoo.com

ABSTRACT

Pathogens often cause disease in plants, causing losses both in quality and
quantity, and frequently can cause death on plants cultivated. Biological control
begin to be selected in control of pathogens. Antagonist agent Trichoderma is
known to control fungal pathogens causing plant diseases. This study looked over
inhibition effects of Trichoderma sp. against pathogenic fungi; C. capsici,
Fusarium sp. and S. rolfsii. This research was conducted at Laboratory of Plant
Pathology Faculty of Agriculture, Syiah Kuala University from April to August
2012. The study began with isolation of the pathogen obtained from chili and
soybean crops infected in the field.. Pathogenic fungi isolated were
Colletotrichum capsici, Fusarium sp. and Sclerotium rolfsii. Variables observed
were wide and diameter colony of Trichoderma sp., diameter colony of pathogens,
and the percentage of inhibition. The results showed that Trichoderma sp., had
ability to inhibit the growth of pathogen Colletotrichum capsici, Fusarium sp. and
Sclerotium rolfsii in vitro. The highest percentage of inhibition of Trichoderma
sp. was 68,2% against Colletotrichum capsici, followed by 53,9% against
Fusarium sp., and the lowest inhibition was against Sclerotium rolfsii (35.5%).

Keywords: Trichoderma sp., Antagonist, Pathogens, In vitro, Percentage of


inhibition

PENDAHULUAN metode pengendalian telah diarahkan


pada pengendalian secara hayati.
Pengendalian terhadap pato- Trichoderma diketahui me-
gen tanaman saat ini masih bertumpu miliki kemampuan antagonis
pada penggunaan pestisida sintetik. terhadap cendawan patogen.
Namun penggunaan pestisida sintetik Trichoderma mudah ditemukan pada
secara terus-menerus dapat menim- ekosistem tanah dan akar tanaman.
bulkan berbagai macam dampak Cendawan ini adalah mikro-
negatif. Suwahyono (2009), organisme yang menguntungkan,
menyatakan bahwa penggunaan avirulen terhadap tanaman inang, dan
pestisida sintetik dapat membaha- dapat memarasit cendawan lainnya
yakan keselamatan hayati termasuk (Harman et al., 2004).
manusia dan keseimbangan Trichoderma merupakan
ekosistem. Oleh sebab itu, saat ini cendawan yang berasosiasi dengan
tanaman, sering ditemukan endofit

45
Alfizar et al. (2013) J. Floratek 8: 45 -51

pada akar dan daun. Hasil penelitian rolfsii. Inokulum Trichoderma sp.
Sriwati et al., (2009) dalam Yuni diantagoniskan dengan cendawan
(2011) melaporkan, bahwa cendawan patogen sebagai berikut Trichoderma
Trichoderma merupakan salah satu sp. C. capsici (Tc); Trichoderma
cendawan antagonis yang ditemukan sp. Fusarium sp (Tf); dan
endofit pada daun kakao. Trichoderma sp. S. Rolfsii (Ts).
Trichoderma endofit daun Bahan-bahan yang digunakan
membutuhkan nutrisi sesuai dari adalah inokulum patogen C. capsici,
tempat asal di mana ditemukan Fusarium sp. dan S. rolfsii. Inokulum
endofit tersebut. Nutrisi seperti agen antagonis Trichoderma sp. asal
protein banyak terkandung di dalam daun kakao merupakan koleksi
beberapa daun, salah satunya daun Laboratorium Ilmu Penyakit
lamtoro (Yuni, 2011). Kadar Protein Tumbuhan Fakultas Pertanian
di dalam daun lamtoro mencapai Unsyiah.
25,90% (Muelen et al., 1979). Hasil Pengamatan luas dan
penelitian Yuni (2011), menyatakan diameter koloni Trichoderma sp. dan
bahwa cairan perasan daun lamtoro cendawan patogen dilakukan pada
dapat mempercepat pertumbuhan umur 1 HSI (hari setelah inokulasi)
cendawan Trichoderma. Sebagai sampai 7 HSI. Luas koloni dihitung
penelitian awal, maka dilakukan dengan cara memolakan pada plastik
dalam skala laboratorium dengan uji transparan mengikuti perkembangan
in vitro. Hal ini bertujuan untuk koloni. Setelah itu diterakan pada
mengevaluasi kemampuan antagonis kertas milimeter dan dihitung
dalam ruang lingkup yang lebih luasnya. Diameter koloni dihitung
sempit serta keadaan lingkungan dengan menggunakan jangka sorong
yang terkendali. digital.
Berdasarkan uraian di atas Persentase hambatan dihitung
dengan asumsi bahwa Trichoderma dari umur 3 HSI sampai 7 HSI.
memiliki kemampuan antagonis yang Dengan menggunakan rumus
tinggi maka perlu dilakukan menurut Nugroho et al., (2001)
penelitian untuk mengetahui daya dalam Supriati et al., (2010).
hambat Trichoderma sp., terhadap P= 100%
beberapa cendawan patogen secara in
P = Persentase penghambatan
vitro.
r1 = Jari-jari koloni patogen yang
berlawanan arah dengan cendawan
antagonis.
METODE PENELITIAN
r2 = Jari-jari koloni cendawan
patogen menuju ke arah cendawan
Penelitian ini dilaksanakan di
antagonis.
Laboratorium Ilmu Penyakit
Inokulum diletakkan Pada
Tumbuhan Fakultas Pertanian
cawan petri berdiameter 9 cm. Untuk
Universitas Syiah Kuala Darussalam,
masing-masing pengujian dibuat
Banda Aceh. Penelitian berlangsung
garis tengah dan diberi dua titik.
sejak April hingga Juni 2012.
Jarak antara keduanya dari tepi
Penelitian ini untuk melihat pengaruh
cawan yaitu 3 cm. Cara peletakan
daya hambat Trichoderma sp.
inokulum dapat dilihat pada Gambar
terhadap beberapa cendawan patogen
1.
yaitu C. capsici, Fusarium sp. dan S.

46
Alfizar et al. (2013) J. Floratek 8: 45 -51

Gambar 1. Peletakan inokulum cendawan

HASIL DAN PEMBAHASAN diletakkan berhadapan dengan


patogen meningkat secara bertahap
Luas dan Diameter Koloni setiap harinya selama 7 hari
Trichoderma sp. pengamatan, dan mampu
Luas koloni menunjukkan berkembang secara pesat sehingga
pertumbuhan cendawan pada media hampir memenuhi cawan petri pada
selama beberapa hari pengamatan. pengamatan terakhir. Berikut,
Berdasarkan hasil pengamatan yang Gambar 1 adalah grafik luas koloni
dilakukan didapatkan bahwa luas Trichoderma.
koloni Trichoderma sp. yang

60

50
Luas Koloni (cm2)

40

30 Tc

20 Tf
Ts
10

0
1 2 3 4 5 6 7
Pengamatan Hari Ke-i

Gambar 1. Grafik Luas Koloni Trichoderma (cm2)

Luas koloni Trichoderma sp. diameter koloni cendawan


pada uji antagonis Tc mencapai 36,2 Trichoderma sp. juga menunjukkan
cm2 pada hari ketiga, kemudian luas kecenderungan perkembangan yang
koloni meningkat mencapai 54,8 cm2 sama dengan luas koloni. Diameter
pada hari ke tujuh. Sedangkan pada koloni untuk Tc pada hari ketiga
uji antagonis Tf dan Ts, luas koloni hanya 5,3 cm kemudian meningkat
pada hari ketiga masing-masing 32,7 pada hari ke tujuh menjadi 6,6 cm.
cm2 dan 35,3 cm2. Kemudian luas Pada uji antagonis Tf dan Ts,
koloni sedikit meningkat pada hari diameter kedua koloni cendawan
ke tujuh masing-masing 41,8 cm2 tersebut pada hari ke tiga sama yaitu
dan 48,7 cm2. Sedangkan untuk 5,2 cm dan pada hari ke tujuh

47
Alfizar et al. (2013) J. Floratek 8: 45 -51

meningkat masing-masing menjadi merupakan salah satu penyusun


5,8 cm dan 6,1 cm. senyawa protein banyak terkandung
Luas koloni yang tinggi dalam daun lamtoro.
didukung oleh nutrisi pada media
biakan. Ekstrak daun lamtoro yang Luas dan Diameter Koloni
ditambahkan pada media biakan Patogen
diduga memacu pertumbuhan Cendawan patogen pada
Trichoderma sp., Muelen et al., masing-masing biakan mengalami
(1979) telah melaporkan bahwa daun pertumbuhan pesat pada hari pertama
lamtoro mengandung nutrisi penting sampai ketiga, namun mulai
berupa protein sekitar 25,90%. menunjukkan pertumbuhan yang
Purnomo (2010), menyatakan bahwa lambat pada hari ke empat sampai ke
senyawa nitrogen sebagai salah satu tujuh. Berikut gambar-2 grafik luas
sumber daya yang diperebutkan koloni patogen.
dalam persaingan nutrisi. Nitrogen

3.0

2.5
Luas Koloni (cm2)

2.0

1.5 Tc
1.0 Tf

0.5 Ts
Gambar 2. Grafik Luas Koloni Patogen (cm2)
0.0
1 2 3 4 5 6 7
Pengamatan Hari Ke-i

Perkembangan luas koloni melalui mekanisme mikoparasit,


patogen terhambat dengan kehadiran antibiosis dan persaingan ruang dan
cendawan Trichoderma, sehingga nutrisi. Menurut Sharma dan Dohroo
pada hari ketiga luas koloni (1991) dalam Arya dan Perello
Colletotrichum hanya mencapai 1,3 (2010), Trichoderma sp. mampu
cm2, dan pada hari ke tujuh sedikit mengeluarkan senyawa antibiotik
meningkat menjadi 1,6 cm2. seperti gliotoksin dan glioviridin.
Sedangkan pada Fusarium dan Pernyataan ini dipertegas oleh Vey et
Sclerotium, luas koloni masing- al., (2001), yang menyatakan bahwa
masing pada hari ketiga hanya 2,2 Senyawa antibiotik tersebut
cm2 dan 1,7 cm2, kemudian mempengaruhi dan menghambat
meningkat sedikit pada hari ke tujuh banyak sistem fungsional dan
menjadi 2,6 cm2 dan 1,8 cm2. membuat patogen rentan.
Luas dan diameter koloni
patogen lebih rendah dibandingkan Persentase Hambatan
luas koloni Trichoderma sp. Hal ini Persentase hambatan patogen
diduga karena adanya agen antagonis dihitung untuk mengetahui pengaruh
Trichoderma sp. yang menghambat penghambatan cendawan antagonis
pertumbuhan ketiga patogen tersebut Trichoderma sp. terhadap

48
Alfizar et al. (2013) J. Floratek 8: 45 -51

pertumbuhan koloni patogen. Berikut Trichoderma sp.


gambar-3 grafik persentase hambatan

Gambar 3. Grafik Persentase hambatan

Persentase hambatan patogen membutuhkan waktu untuk menye-


oleh Trichoderma dari hari ke hari suaikan diri dengan lingkungan
menunjukkan kecenderungan sema- barunya. C. capsici merupakan
kin tinggi, di mana pada uji patogen tular udara yang sering
antagonis Tc (Trichoderma sp. dan menimbulkan penyakit busuk buah
C. capsici) persentase hambatan pada cabai (filosfer) di lapangan.
hari ke tiga mencapai 48,3% dan hari Pernyataan ini sesuai dengan hasil
ke tujuh meningkat menjadi 68,2 %. penelitian Kuberan et al. (2012),
Sedangkan pada uji antagonis Tf yang melaporkan bahwa
(Trichoderma sp. dan Fusarium sp.) Trichoderma sp. asal daun teh
dan Ts (Trichoderma sp. dan S. mampu menekan perkembangan
rolfsii), persentase hambatannya penyakit brown blight (Glomerella
masing-masing mencapai 43,3% dan cingulata) yang juga berasal dari
29,9 % pada hari ke tiga dan daun teh dengan persentase
meningkat menjadi 53,9 % dan 35,5 penghambatan yang lebih dari 50%.
% pada hari ke tujuh. Harman (2012), menyatakan bahwa
Hal ini diduga karena asal Trichoderma sp. mampu mengen-
isolat Trichoderma sp. yaitu dari dalikan berbagai jenis cendawan
filoplen daun kakao cocok untuk patogen, namun banyak strain
mengendalikan patogen filosfer. Trichoderma sp. yang lebih efisien
Menurut (Soesanto, 2008), dalam menghambat beberapa
penggunaan agensia antagonis yang patogen dibandingkan patogen yang
secara alami ada dan terdapat di lain. Gambar-4 di bawah ini
lokasi atau daerah tersebut memperlihatkan bahwa Trichoderma
merupakan cara terbaik untuk sp mampu mengolonisasi ketiga
dijadikan agensia hayati, mengingat patogen yang dicobakan.
agensia antagonis tersebut tidak

49
Alfizar et al. (2013) J. Floratek 8: 45 -51

Gambar 4. Uji antagonis pada cawan petri umur 3 HIS (gambar atas dan 7 HIS
gambar bawah). (A)Trichoderma sp. terhadap patogen C. capsici, (B)
Trichoderma sp. terhadap patogen Fusarium sp.(C) Trichoderma sp.
terhadap patogen S. Rolfsii.

Mekanisme antagonistik cen- antibiosis yang mampu menghambat


dawan antagonis meliputi hiper- bahkan membunuh patogen. Senya-
parasitisme (mikoparasit), antibiosis wa antibiosis tersebut yaitu gliotoxin,
dan kompetisi. Sastrahidayat (1992) glyoviridin dan Trichodermin yang
dalam Supriati (2010), menyatakan sangat berat menghambat pertum-
bahwa Trichoderma sp. bertindak buhan patogen. Banyak juga
sebagai mikoparasit bagi cendawan dilaporkan Trichoderma sp. mampu
lain dengan tumbuh mengelilingi memproduksi senyawa volatil dan
miselium patogen. Baker dan Scher non-volatil antibiotik (Sharma dan
(1987), berpendapat bahwa Dohroo, 1991 dalam Arya dan
mikoparasitisme dari Trichoderma Parello, 2010). Senyawa ini
spp. merupakan suatu proses yang mempengaruhi dan menghambat
kompleks dan terdiri dari beberapa banyak sistem fungsional dan
tahap dalam menyerang inangnya. membuat patogen rentan. (Vey et
Interaksi awal dari Trichoderma spp. al., 2001).
yaitu dengan cara hifanya membelok Persentase penghambatan
ke arah cendawan inang yang tertinggi pada C. capsici diduga pula
diserangnya. Ini menunjukkan karena komposisi dinding luar hifa
adanya fenomena respons kemo- C. capsici yang menyebabkan
tropik pada Trichoderma spp. karena patogen ini mudah di degradasi oleh
adanya rangsangan dari hifa inang enzim kitinase. Dinding hifa
ataupun senyawa kimia yang Colletotrichum sp. memiliki tekstur
dikeluarkan oleh cendawan inang. mikrofibril yang terbuat dari kitin (-
Ketika mikoparasit itu mencapai 1,4 N asetilglukosamin) (Azarkan,
inangnya, hifanya kemudian mem- 1997 dan Adikaram, 1998 dalam
belit atau menghimpit hifa inang Purnomo, 2008), merupakan
tersebut dengan membentuk struktur komponen utama pada dinding sel
seperti kait (hook-like structure), hifa dan merupakan struktur penting
mikoparasit ini juga terkadang dari cendawan (Moore et al., 2011).
memenetrasi miselium inang dengan Enzim kitinase yang dihasilkan oleh
mendegradasi sebagian dinding sel Trichoderma sp. mampu melarutkan
inang. Trichoderma sp. Meng- dinding hifa patogen C. capsici
hasilkan enzim dan senyawa sehingga pertumbuhan patogen

50
Alfizar et al. (2013) J. Floratek 8: 45 -51

terhambat bahkan dapat menye- Muelen, U., S. Struck., E. Schulke


babkan kematian cendawan. and E. A. Harith. 1979. A
review on the nutritive value and
KESIMPULAN toxic aspects of leucaena
leucocephala. Trop Anim Prod
1. Trichoderma sp. dapat 4(2): 113-126.
menghambat pertumbuhan cendawan Purnomo, D. 2008. Aplikasi Getah
patogen C. capsici, Fusarium sp., Dua Genotipe Pepaya Betina
dan S. rolfsii secara in vitro. sebagai Biofungisida untuk
2. Daya hambat Trichoderma sp. Mengendalikan Penyakit
yang paling tinggi terdapat pada Antraknosa (Colletotrichum
patogen C. capsici, diikuti dengan capsici (syd.) Bult. Et. Bisby)
daya hambat terhadap patogen pada Cabai Merah Besar
Fusarium sp. dan S. rolfsii. (Capsicum annum L.). Skripsi
Departemen Proteksi Tanaman
DAFTAR PUSTAKA IPB. Bogor.
Purnomo, H. 2010. Pengantar
Arya, A and A. E. Perello. 2010. Pengendalian Hayati. C.V Andi
Management of Fungal Plant Offset. Yogyakarta.
Pathogen. Publised by CAB Soesanto, L. 2008. Pengantar
International. London. Pengendalian Hayati Penyakit
Harman, G.E., C. R. Howell., A. Tanaman. PT Raja Grafindo
Viterbo., I. Chet., and M. Lorito. Persada. Jakarta.
2004. Review: Trichoderma Supriati, L., R. B. Mulyani. dan Y.
Species-Opportunistic, Avirulent Lambang. 2010. Kemampuan
Plant Symbionts. Departments antagonisme beberapa isolat
of Horticultural Sciences and Trichoderma sp., indigenous
Plant Pathology. Cornell terhadap Sclerotium rolfsii
University. USA. secara in vitro. J. Agroscientic.
Harman, G. E. 2012. Biological 17(3): 119-122.
control. Cornell University Suwahyono, U. 2009. Biopestisida.
(Online) PT. Niaga Swadaya. Jakarta.
(http://www.biocontrol.entomol Vey, A., R. E. Hoagland dan T. M.
ogy.cornell.edu/pathogens/tricho Butt. 2001. Fungi as Biocontrol
derma.html) diakses tanggal 16 Agents: progress problems and
September 2012). potential. In Butt, T. M., C.
Kuberan, T., R. S. Vidhyapallavi, A. Jackson and N. Magan (Ed).
Balamurugan, P. Nepolean, R. Toxic metabolite of fungal
Jayanthi and R. Premkumar. biocontrol agents. Publishing
2012. Isolation and biocontrol CAB International. London.
potential of phylloplane Yuni, P. 2011. Pengaruh Cairan
Trichoderma against Glomerella Perasan Beberapa Jenis Daun
cingulata in tea. J. Agricultural Terhadap Pertumbuhan
Technology. 8(3): 1039-1050. Cendawan Endofit Trichoderma
Moore, D., G. Robson and T. Trinci. Asal Kakao. Skripsi Jurusan
2011. 21st Century Guidebook Hama dan Penyakit Tumbuhan.
to Fungi. Publised by Cambridge Fakultas Pertanian Unsyiah.
University. United Kingdom. Banda Aceh.

51

You might also like