You are on page 1of 11

Jurnal HPT Volume 1 Nomor 3

September 2013
ISSN : 2338 - 4336

UJI PENGENDALIAN PENYAKIT POKAHBUNG (Fusarium moniliformae)


PADA TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum) MENGGUNAKAN
Trichoderma sp. INDIGENOUS SECARA IN VITRO DAN IN VIVO

Birtha Niken Pratiwi, Liliek Sulistyowati, Anton Muhibuddin dan Ari Kristini
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
Jl. Veteran, Malang 65145, Indonesia

ABSTRACT
Pokahbung is one of the sugarcane diseases caused by Fusarium moniliformae.
The disease has 3 stages of symptoms namely Pb 1, Pb 2 and Pb 3. The Pb 1 is usually
identified by chlorotic symptom appearing from young leaves of sugarcane. In the
further development the Pb 1 can be the Pb 2 that shows brownish red lines extending
into deeper cavities and bent condition. The last stage is the Pb 3 that is the death
symptom of sugarcane because the pathogen has attacked the growing point. The
antagonistic fungus called Trichoderma sp. derived from the soil around the roots of
sugarcane has been expected to control the disease but it is required further experiments.
For that reason this research activity was conducted at the Disease Laboratory of
Indonesian Sugar Research Institute. The research was divided into In Vitro and In Vivo
trials. In vitro trial consisted of 2 methods namely streak and pour-plate methods on
PDA medium. The treatments were the spore density of the antagonistic fungus with
concentration 103, 104 and 105 spores/ml while the suspension of the pathogen fungus F.
moniliformae was 105 spores/ml. The result of in vitro trial showed that all three spore
densities of Trichoderma sp. is able to inhibit the growth of F. moniliformae as
pathogen. Differently, the spore density 103 of the antagonistic fungus used in the in
vivo trial was not able to control pokahbung.

Keywords : pokahbung, Fusarium moniliformae, Trichoderma sp., antagonistic fungi

ABSTRAK
Penyakit pokahbung yang disebabkan oleh jamur patogen Fusarium moniliformae
terdiri dari 3 tingkatan gejala, yaitu pb 1 berupa klorotis pada helaian daun yang baru
membuka. Pb 2 berupa garis merah kecoklatan yang meluas menjadi rongga-rongga
yang dalam. Pb 3 memiliki gejala spesifik yaitu membengkoknya batang tanaman tebu
dan menyerang titik tumbuh yang dapat menyebabkan matinya tanaman tebu.
Penggunaan jamur antagonis Trichoderma sp. yang berasal dari tanah di sekitar
perakaran tanaman tebu diharapkan mampu mengendalikan penyakit pokahbung.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penyakit Pusat Penelitian Perkebunan Gula
Indonesia Pasuruan. Penelitian dilaksanakan secara in vitro dan in vivo. In vitro dibagi
menjadi metode goresan dan penuangan pada media PDA. Suspensi dari jamur
antagonis Trichoderma sp. menggunakan kerapatan spora 103, 104 dan 105 sedangkan
kerapatan spora jamur patogen F. moniliformae adalah 105. Hasil dari penelitian pada
uji antagonis secara in vitro menunjukkan bahwa ketiga kerapatan spora Trichoderma
sp. yang digunakan mampu menghambat pertumbuhan F. moniliformae. Pada uji in vivo
didapatkan hasil yang berbeda yaitu pada kerapatan spora 103 tidak mampu
mengendalikan penyakit pokahbung.

Kata Kunci : pokahbung, Fusarium moniliformae, Trichoderma sp., jamur antagonis

119
Pratiwi et al., Pengendalian Penyakit Pokahbung (Fusarium moniliformae)

PENDAHULUAN PHT dianggap mempunyai lebih banyak


keanekaragaman hayati jamur tanah dan
Pokahbung adalah salah satu menganggap itu sebagai suatu sistem
penyakit tebu yang banyak dijumpai di terintegrasi yang menjadi dasar
pertanaman tebu. Penyakit yang keberhasilan suatu produksi pertanian
disebabkan oleh jamur F. moniliformae (Muhibuddin, dkk, 2011).
memiliki 3 stadia. Stadium 1 ditandai Agensia hayati yang dicoba
dengan gejala yang hanya terdapat pada digunakan untuk mengendalikan jamur
daun berupa munculnya klorotis pada patogen F. moniliformae adalah jamur
helaian daun yang baru saja terbuka yang antagonis Trichoderma sp. Jamur
akan timbul titik-titik atau garis-garis antagonis ini telah banyak digunakan
merah. Stadium 2 terdiri dari gejala untuk mengendalikan penyakit tanaman
terdapatanya garis-garis merah kecoklatan dan 90% aplikasi yang telah dilakukan
yang dapat meluas menjadi rongga-rongga berasal dari berbagai macam strain
yang dalam. Stadium 3 memiliki gejala Trichoderma (Benitez et al., 2004).
spesifik berupa membengkoknya batang Penelitian ini bertujuan untuk
tanaman tebu akibat gejala lanjutan dari mengetahui kemampuan jamur antagonis
stadium dua. Pada stadium ini jamur F. Trichoderma sp. dengan berbagai tingkat
moniliformae menyerang titik tumbuh dan kerapatan spora terhadap penekanan
menyebabkan pembusukan yang disertai patogen penyebab penyakit pokahbung (F.
bau tidak sedap dan serangan yang lanjut moniliformae).
dapat menyebabkan matinya tanaman.
Pengendalian penyakit pokahbung METODE
dewasa ini masih terbatas pada
pengendalian secara kimia. Pengendalian Penelitian dilaksanakan di
secara kimia dilakukan dengan Laboratorium Penyakit Pusat Penelitian
perendaman bibit tebu pada larutan Perkebunan Gula Indonesia Pasuruan
fungisida untuk mengendalikan beberapa yang dimulai pada bulan April sampai
penyakit tebu termasuk pokahbung. dengan Juli 2013.
Penggunaan fungisida dianggap efektif, Penelitian ini disusun menggunakan
akan tetapi fungisida yang memiliki Rancangan Acak Lengkap (RAL).
spektrum luas akan menghasilkan Perlakuan terdiri dari 3 kerapatan spora
konsekuensi yang tidak diinginkan pada dari suspensi jamur Trichoderma sp. yaitu
organisme non target (Benitez et al., 2004). T1=103 spora/ml; T2= 104 spora/ml; T3=
Adanya dampak negatif dari 105 spora/ml dan T0= kontrol (tanpa
pengendalian kimiawi pada penyakit Trichoderma sp.), masing-masing diulang
pokahbung, mendorong dilakukannya 3 kali. Sedangkan untuk jamur patogen F.
penelitian untuk mendapatkan metode moniliformae menggunakan kerapatan
pengendalian penyakit pokahbung yang spora 105 spora/ml.
aman bagi lingkungan. Pengendalian
biologi (hayati) menunjukkan alternatif Pembuatan Media
pengendalian yang dapat dilakukan tanpa
Potato Dextrose Agar (PDA) adalah
harus memberikan pengaruh negatif
media yang paling umum digunakan
terhadap lingkungan dan sekitarnya. Hasil
dalam menumbuhkan jamur. Proses
penelitian terdahulu menunjukkan bahwa
pembuatan dilakukan di dalam
keanekaragaman hayati di lingkungan
laboratorium dengan komposisi bahan
pertanian dapat meningkatkan
yaitu kentang 200 gram, agar powder 15
produktivitas sistem pertanian. Sistem
gram dan dextrose 20 gram (Waller, 2001).

120
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 3 ` Desember 2013

Menurut Safitri (2010) langkah pertama sekitar perakaran tanaman tebu yang sehat
dalam pembuatan media PDA adalah pada kedalaman 0-20cm. Selanjutnya
mengupas kentang dan mencucinya tanah ditimbang seberat 1 gram lalu
hingga bersih dengan air yang mengalir. dimasukkan ke dalam testube yang telah
Selanjutnya kentang dipotong dadu dan berisi air steril sebanyak 9 ml. Campuran
direbus dalam aquadest selama 1 jam. tanah dan air steril tersebut dikocok
Langkah berikutnya kentang disaring hingga merata. Setelah homogeny, hasil
dengan menggunakan kain saring bersih. pengenceran ditumbuhkan pada media
Filtrat kentang ditambahkan agar dan PDA dan diinkubasi selama 3 hari untuk
glukosa, kemudian dipanaskan dan diaduk melihat cendawan yang tumbuh. Isolat
hingga larut. Larutan dimasukkan ke murni Trichoderma diperoleh dengan
dalam tabung erlenmeyer dan dibungkus mengisolasi potongan agar berukuran 5x5
dengan aluminum foil. Langkah terakhir mm dari miselium jamur Trichoderma
adalah larutan disterilisasi dengan autoklaf yang kemudian diinkubasi pada suhu
pada suhu 121C dengan tekanan 1-2 atm, ruang. Peremajaan isolat dilakukan ketika
kemudian didinginkan pada suhu kamar. isolat telah memenuhi cawan petri 7 hari
Medium dapat disimpan pada lemari (Mukarlina, 2010).
pendingin (suhu 4C) untuk mengindari
kontaminasi dan meminimalis dehidrasi Uji Antagonis Secara In Vitro
medium.
Uji Penghambatan Pertumbuhan
Isolasi Jamur F. moniliformae Koloni dengan Metode Goresan

Isolasi dilakukan dengan cara Suspensi jamur patogen dan jamur


memisahkan daun yang terinfeksi antagonis dibuat dengan cara melarutkan
pokahbung dari tanaman tebu yang koloni jamur patogen maupun antagonis
selanjutnya dibawa ke laboratorium. Daun yang terdapat dalam cawan petri dengan
yang terinfeksi diisolasi dengan cara aquades steril sebanyak 10 ml, kemudian
memotong bagian daun setengah sehat- isolat dikikis sehingga bagian yang
setengah sakit dengan ukuran sekitar 5-10 terdapat pada bagian atas terlepas.
mm2. Potongan daun tersebut kemudian Selanjutnya suspensi dimasukkan ke
disterilisasi permukaan dengan cara dalam erlenmeyer dan ditambahkan
merendamnya dalam alkohol 70% selama dengan aquades steril sehingga volumenya
kurang lebih 15-30 detik. Setelah itu, menjadi 100 ml (Sumaraw, 1999), yang
potongan daun dikering anginkan di atas selanjutnya diencerkan hingga didapatkan
kertas tisu steril hingga benar-benar kerapatan spora yang diinginkan.
kering. Berikutnya potongan daun tersebut Suspensi dari tiap jamur dituangkan
di atas media PDA dalam cawan petri. sebanyak 30 l pada permukaan media
Semua tahapan tersebut dilakukan di PDA secara bersebelahan dan digoreskan
dalam LAF untuk menjaga kondisi aseptik dengan menggunakan alat perata.
sehingga dapat mengurangi terjadinya Penggoresan tidak melewati garis batas
kontaminasi. pembagi kedua permukaan media tersebut
sehingga permukaan media luasnya sama
Isolasi Jamur Trichoderma sp. untuk pertumbuhan masing-masing koloni
jamur (Gambar 1).
Isolat Trichoderma diperoleh Parameter yang diamati adalah
dengan cara mengambil sampel tanah pertumbuhan jarak penyebaran dari
100 gram dari lima titik pengambilan masing-masing jamur. Pertumbuhan luas
sampel yang ditentukan secara acak di koloni dapat dilihat dengan mengukur

121
Pratiwi et al., Pengendalian Penyakit Pokahbung (Fusarium moniliformae)

jarak penyebaran koloni jamur yang Uji Antagonis Secara In Vivo


tumbuh pada permukaan media PDA.
Uji antagonis dilakukan di rumah
Uji Penghambatan Pertumbuhan kaca dengan menanam bibit tanaman tebu
Koloni dengan Metode Penuangan berupa bibit bagal mata dua dalam
polybag hingga berumur 2 bulan. Infeksi
Suspensi dari jamur Trichoderma sp. buatan dilakukan dengan metode yang
dengan tiga kerapatan spora yang berbeda sederhana yaitu penyuntikan suspensi
tersebut masing-masing dilarutkan pada jamur antagonis dan jamur patogen
cawan petri bersamaan dengan suspensi F. disuntikkan pada 7 cm di bagian bawah
moniliformae kerapatan spora 105 ketiak daun plus satu. Penyuntikkan
(Gambar 2). Selanjutnya 10-15 ml media dilakukan pada bagian ini agar tidak
PDA dengan suhu berkisar antara 40-50C mengenai titik tumbuh sehingga kematian
dituangkan pada cawan tersebut. Untuk tanaman tebu dapat dihindari. Nilai
kontrol, masing-masing 1 ml suspensi persentase serangan dapat dihitung dengan
kedua kapang dibiakkan secara terpisah rumus sebagai berikut (Epp, 1987):
pada media PDA dalam cawan petri.
Skala yang dipakai dalam
pengamatan tingkat pertumbuhan jamur
Keterangan:
antagonis dalam menghambat jamur
I = Intensitas serangan (%)
patogen adalah Skala Bell yang telah
a = Jumlah daun terserang
dimodifikasi (Bell et al., 1982):
b = Jumlah daun sehat
C1 : Jamur antagonis 100 %
menghambat pertumbuhan jamur Analisis Data
patogen Data yang diperoleh diuji dengan
C2 : Jamur antagonis 75% menggunakan uji F taraf 5% dan apabila
menghambat pertumbuhan jamur dalam pengujian sidik ragam diperoleh
patogen pengaruh perlakuan berbeda nyata,
C3 : Jamur antagonis 50% dilanjutkan dengan uji jarak Duncan pada
menghambat jamur patogen taraf nyata () 5%.
C4 : Jamur antagonis 25%
menghambat pertumbuhan jamur HASIL DAN PEMBAHASAN
patogen
C5 : Jamur patogen tidak mengalami Isolasi dari daun tanaman tebu yang
hambatan pertumbuhan. ditanam di dalam cawan petri berisi media
PDA menunjukkan adanya pertumbuhan

Gambar 1. Perumbuhan koloni F. moniliformae pada media PDA; a: Isolat F. moniliformae berumur 7
hari, 1: koloni yang berumur lebih tua berubah menjadi warna ungu, 2: koloni pada awal
pertumbuhan berwarna putih
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 3 ` Desember 2013

yang ditunjukkan dengan adanya koloni berbentuk siku-siku atau tegak lurus yang
berwarna keunguan dengan serabut merupakan ciri khusus dari Trichoderma
berwarna putih (Gambar 3). Hal ini sesuai harzianum (Samuel et al, 2002). T.
dengan Pitt dan Hocking (1989) yang harzianum secara makroskopis berbentuk
menyatakan bahwa pertumbuhan koloni F. bulat dengan permukaan yang halus,
moniliformae pada media PDA berwarna mempunyai cincin-cincin yang jelas
putih yang disertai dengan warna ungu. dengan hifa yang rapat dan menyebar ke
Secara mikroskopis (Gambar 4) segala arah serta berwarna hijau keputihan
didapatkan bahwa makrokonidia memiliki (Sunarwati, 2010).
bentuk bengkok seperti sabit dan
mempunyai sekat. Sedangkan Hasil Uji Antagonis Secara In vitro Uji
mikrokonidium dari jamur ini berbentuk Penghambatan Koloni dengan Metode
oval dan bersel satu. Menurut Semangun, Goresan
1988, jamur F. moniliformae membentuk
makrokonidium bengkok seperti sabit Hasis analisa sidik ragam dari
yang mempunyai 3-7 sekat berukuran 25- menunjukkan bahwa uji antagonis dengan
60 x 2,5-4m yang bergantung kepada metode goresan berpengaruh sangat nyata
banyaknya sekat dan mikrokonidia yang dalam menurunkan jarak penyebaran
berbentuk kumparan atau jorong dan koloni jamur F. moniliformae. Rata-rata
bersel satu berukuran14-18 x 4,5-6m. jarak penyebaran jamur F. moniliformae
Isolasi jamur antagonis yang dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata jarak
tumbuh di atas media PDA menunjukkan penyebaran koloni jamur F. moniliformae
pertumbuhan miselium berwarna putih pada setiap perlakuan (T1, T2, dan T3)
berbentuk bulat dengan permukaan halus tidak berbeda nyata dan hanya berbeda
yang pada hari berikutnya akan berubah nyata dengan kontrol. Secara umum jamur
menjadi warna hijau tua (Gambar 5). Trichoderma sp dikenal memiliki interaksi
Morfologi dari isolat Trichoderma sp. yang bersifat parasitik dengan jamur lain.
yang ditemukan menunjukkan ciri khas Interaksi parasit ini dilakukan jamur
dari strain Trichoderma yaitu konidia Trichoderma sp. dengan cara membelit
yang berbentuk fialid. Percabangan hifa dari jamur lain (Cherif dan Benhamou,
konidiofor dari isolat Trichoderma sp. ini 1990 dalam Gholib, 2006). Menurut
(Gholib, 2006) jamur Trichoderma s

9
8
T0
7
Rata-rata koloni (cm)

6 T1
5 T2
4
T3
3
2
1
0
0 2 4 6 8 10 12
Waktu (hari)
Gambar 2. Hasil pengamatan jarak penyebaran yang tampak pada permukaan dasar koloni hifa F.
moniliformae yang diparasit oleh hifa Trichoderma sp. dengan metode goresan; T0: kontrol tanpa
Trichoderma sp.; T1: Trichoderma sp. dengan kerapatan spora 103; T2: Trichoderma sp. dengan kerapatan
spora 104; T3: Trichoderma sp. dengan kerapatan spora 105
Pratiwi et al., Pengendalian Penyakit Pokahbung (Fusarium moniliformae)

lebih dominan berinteraksi secara karena jamur F. moniliformae mengalami


antibiosis. penghambatan oleh jamur antagonis
Pertumbuhan koloni jamur dapat Trichoderma sp. sehingga jarak
dilihat pada hari ketiga setelah inkubasi. penyebaran dari jamur F. moniliformae
Perkembangan pertumbuhan koloni tersebut juga berkurang. Berdasarkan
diamati pada hari ke-5, ke-7 dan ke-10 pengamatan selama 10 hari luas jamur F.
(Gambar 7). Efek kompetisi dari jamur moniliformae berkurang rata-rata 1 mm
antagonis Trichoderma sp. dengan setiap harinya.
kerapatan spora yang berbeda ini Gambar 8 menunjukkan bahwa
menghasilkan daya hambat pertumbuhan pertumbuhan koloni F. moniliformae
jamur F. moniliformae yang relatif sama. tanpa Trichoderma sp. (kontrol) pada hari
Hal tersebut ditunjukkan dengan garis ke-10 hampir menutupi luas permukaan
grafik yang hampir menumpuk dan cawan petri yaitu dengan rata-rata jarak
menurun. Penurunan pertumbuhan terjadi penyebaran 7,9 cm. Pada kerapatan spora

Gambar 3. Hasil pengamatan antagonis Trichoderma Sp. terhadap F. moniliformae pada media PDA dengan
metode goresan pada hari ke-10; a: T0; b: T1; c: T2; d: T3; r: zona penghambatan

Gambar 4. Foto mikroskopis jamur F. moniliformae dengan perbesaran 400x; 1: makrokonida; 2: mikrokonidia
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 3 ` Desember 2013

103 spora/ml rata-rata pertumbuhan koloni


mengalami penurunan jarak penyebaran Tabel 2 menunjukkan bahwa pada
koloni menjadi 2,57 cm. Padakerapatan hari ketiga setelah inkubasi ditemukan
spora 104 ml/spora mempunyai rata-rata adanya pertumbuhan jamur patogen F.
pertumbuhan 1,53 cm dan pada kerapatan moniliformae pada beberapa bagian cawan
spora 105 ml/spora menunjukkan rata-rata petri perlakuan baik pada kerapatan spora
jarak penyebaran 2,03 cm. Hal ini terjadi 103, 104 dan 105. Pada hari ke-5 hingga
karena pada perlakuan T0 tidak ada faktor ke-10 koloni hifa jamur F. moniliformae
yang membantu menghambat atau mulai ditutupi oleh jamur antagonis secara
menekan pertumbuhan dari koloni jamur keseluruhan. Hal ini diduga karena
F. moniliformae. pertumbuhan koloni hifa jamur antagonis
Trichoderma sp. yang lebih cepat
Uji Penghambatan Koloni dengan sehingga tidak memberikan ruang dan
Metode Penuangan nutrisi untuk pertumbuhan jamur patogen

Gambar 5. Foto pertumbuhan jamur Trichoderma sp. pada media PDA; a: hari ke-3; b: hari ke-5; c: hari ke-7;
d: Jamur T. harzianum . Sumber:(http://www.biocontrol.entomology.cornell.edu/pathogens/trichoderma.html)

Gambar 6. Hasil pengamatan antagonis Trichoderma sp. terhadap F. moniliformae pada media PDA dengan
metode penuangan pada hari ke-3; a: T0; b: T1; c: T2; d: T3
Pratiwi et al., Pengendalian Penyakit Pokahbung (Fusarium moniliformae)

atau dalam kata lain menghambat pada hari ke-3 telihat masih berwarna
pertumbuhan hifa koloni jamur patogen F. putih seperti kapas pada beberapa bagian
moniliformae. Gambar 9 menunjukkan cawan petri. Hingga pada hari ke-10
bahwa pengamatan yang dimulai pada (Gambar 10) di atas permukaan cawan
hari ke-3, pertumbuhan jamur F. petri hanya menunjukkan pertumbuhan
moniliformae terlihat muncul di beberapa jamur Trichoderma sp. yang agresif
bagian (T1 dan T3) sedangkan menutupi seluruh permukaan cawan petri
pertumbuhan jamur antagonis yang telah berubah warna menjadi hijau
Trichoderma sp. mendominasi permukaan tua. Hal ini terjadi (Gawade, 2012) karena
media PDA.Koloni jamur Trichoderma sp. jamur Trichoderma sp. mempunyai

Gambar 7. Foto mikroskopis jamur Trichoderma sp.; a: foto isolat jamur Trichoderma sp.dengan perbesaran
400x; b: gambar mikroskopis jamur Trichoderma harzianum . Sumber: www.mycobank.org

Tabel 2. Hasil skoring daya hambat jamur antagonis Trichoderma sp. terhadap jamur
patogen F. moniliformae pada berbagai umur
Hari ke-
Kode Perlakuan
3 5 7 10
T1 C2 C1 C1 C1
T2 C1 C1 C1 C1
T3 C2 C1 C1 C1
Keterangan: C1: Jamur antagonis 100 % menghambat pertumbuhan jamur patogen; C2: Jamur antagonis
75% menghambat pertumbuhan jamur patogen; C3: jamur antagonis 50% menghambat jamur patogen; C4:
Jamur antagonis 25% menghambat pertumbuhan jamur patogen; C5: Jamur patogen tidak mengalami
hambatan pertumbuhan.

Tabel 1. Data hasil pengamatan berdasarkan rata-rata jarak penyebaran yang tampak di
permukaan pada berbagai umur
Kode Rata-rata jarak penyebaran koloni F. moniliformae (cm)
Perlakuan Hari ke-5 Hari ke-7 Hari ke-10
T0 5,63 b 7,40 b 7,90 b
T1 4,13 a 2,87 a 2,57 a
T2 3,93 a 2,83 a 1,53 a
T3 4,10 a 3,33 a 2,03 a
Duncan 0,05 0,61 1,75 2,28
Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada
Duncan0,05.
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 3 ` Desember 2013

pertumbuhan yang sangat cepat sehingga penyakit pokahbung berturut-turut


tidak memberikan ruang dan nutrisi untuk meningkat pada perlakuan aplikasi
jamur F. moniliformae untuk tumbuh Trichoderma sp. dengan kerapatan spora
dalam cawan petri yang sama. 104 dan 103. Pada perlakuan kontrol yaitu
Pada pengamatan untuk perlakuan tanaman tebu tanpa Trichoderma sp.,
kontrol dapat terlihat bahwa pertumbuhan persentase serangan pokahbungnya
koloni jamur F. moniliformae memenuhi menempati urutan paling tinggi.
permukaan media PDA. Dimulai pada Walaupun demikian, berdasarkan analisis
pengamatan hari ke-3 (Gambar 9) terlihat sidik ragam, persentase serangan penyakit
koloni jamur berwarna ungu muda, putih pokahbung pada minggu ke dua setelah
pada beberapa bagian dan tipis. aplikasi ini dari 4 perlakuan yangada
Pertumbuhan koloni jamur terlihat dengan tidak menunjukkan adanya perbedaan
semakin gelapnya warna ungu dan yang nyata.
semakin tebalnya koloni yang tumbuh di Berbeda dengan hasil pengamatan
atas permukaan media PDA. Apabila persentase serangan pokahbung 2 MSA,
dibandingkan dengan perlakuan yang persentase serangan pokahbung pada 4
menggunakan Trichoderma sp. dengan MSA mempunyai hasil yang bervariasi.
kerapatan spora tertentu, sangat jelas Persentase serangan terendah terdapat
bahwa F. moniliformae tidak dapat pada tanaman tebu yang diaplikasikan
tumbuh optimal jika ditumbuhkan Trichoderma sp. dengan kerapatan spora
bersama dengan jamur antagonis 105 (T3) yaitu sebesar 4,76% dan
Trichoderma sp. yang tumbuhnya sangat dilanjutkan dengan tanaman tebu yang
cepat. diaplikasikan jamur antagonis
Trichoderma sp. dengan kerapatan spora
Hasil Uji Antagonis Secara In Vivo 104 (T2) dan 103 (T1) dengan persentase
serangan masing-masing sebesar 14,81%
Pengamatan 2 minggu pertama (Tabel 3), dan 32,06%. Nilai persentase T1 ini
persentase serangan terendah terdapat hampir sama dengan nilai persentase
pada tanaman yang diaplikasikan serangan pada kontrol yang tidak
Trichoderma sp. dengan kerapatan spora diaplikasikan jamur antagonis yaitu
105. Selanjutnya persentase serangan sebesar 33,33%.

Gambar 8. Hasil pengamatan antagonis Trichoderma sp. terhadap F. moniliformae pada media PDA dengan
metode penuangan pada hari ke-10; a: T0; b: T1; c: T2; d: T3
Pratiwi et al., Pengendalian Penyakit Pokahbung (Fusarium moniliformae)

Hal ini dibuktikan dari hasil analisa sidik yang biasanya ditunjukkan dengan adanya
ragam dimana untuk kerapatan spora 103 titik atau garis merah pada helaian daun.
(T1) dan perlakuan kontrol (T0) Daun baru yang muncul berwarna hijau
menunjukan notasi yang sama. dan membuka dengan sempurna hingga
Berdasarkan gejala visualnya pangkalnya.
(Gambar 11), pengamatan pada minggu ke
empat setelah aplikasi Trichoderma sp. KESIMPULAN
tampak bahwa daun baru pada perlakuan
kontrol menunjukkan gejala serangan Disimpulkan bahwa pemberian
pokahbung yang berat yaitu daun tidak jamur antagonis Trichoderma sp. pada uji
dapat membuka, rusak dan busuk pada secara in vitro berbagai macam
bagian ujungnya. Gejala serupa juga konsentrasi kerapatan spora mampu
ditunjukkan pada tanaman tebu yang menekan pertumbuhan jamur patogen F.
diaplikasikan jamur antagonis moniliformae dengan sama baiknya.
Trichoderma sp. dengan kerapatan 103. Sedangkan pada uji secara in vivo hanya
Daun baru yang muncul pada perlakuan kerapatan spora 104 dan 105 dari jamur
ini tidak dapat membuka dengan Trichoderma sp. yang mampu melindungi
sempurna sertadijumpai titik-titik atau serangan pokahbung pada tanaman tebu.
garis-garis merah pada daun yang semakin UCAPAN TERIMA KASIH
parah pada ujungnya. Untuk tanaman tebu
yang diaplikasikan Trichoderma sp. Ucapan terimakasih penulis
dengan kerapatan spora 104, gejala sampaikan kepada rekan-rekan Progam
serangan pokahbung yang muncul hanya Studi Agroekoteknologi Fakultas
berupa titik-titik merah pada beberapa Pertanian Universitas Brawijaya serta
bagian daun tapi helaian daun masih dapat semua pihak yang telah membantu dalam
membuka dengan sempurnaa. Hal yang pelaksanaan penelitian ini.
berbeda ditunjukkan pada tanaman tebu
yang diaplikasikan Trichoderma sp.
dengan kerapatan spora 105. Pada
perlakuan ini, daun baru yang muncul
tidak menunjukkan gejala pokahbung

Gambar 9. Foto daun yang baru muncul pada tanaman tebu 4 MSA; a: T0; b: T1; c: T2; d: T3
Jurnal HPT Volume 1 Nomor 3 ` Desember 2013

DAFTAR PUSTAKA Mukarlina, S. Khotimah dan R. Rianti.


2010. Uji Antagonis Trichoderma
Bell, D.K., Wells, H.D. and Markham, C. harzianum Terhadap Fusarium spp.
R. 1982. In Vitro antagonism of Penyebab Penyakit Layu pada
Trichoderma spp. against six fungal Tanaman Cabai (Capsicum annum)
plant pathogens. Phytophatology, Secara In Vitro. J. Fitomedika. 7 (2):
72: 379-382 80 85
Pitt, J. I. dan Hocking A.D. , 1999. Fungi
Benitez, T., A.M Rincon, M.C Limon and and food spoilage, 2nd ed. Aspen
A.C. Codon. 2004. Biocontrol Publ Inc. Gaithersburg, MD, USA
Mechanisms of Trichoderma Strain.
International Microbiologi. Vol Samuels GJ, Dodd SL, Gams W,
7:249-260 Castlebury LA, Petrini O. 2002.
Trichoderma species associated with
Epp D. 1987. Somaclonal variation in the green mold epidemic of
banana: a case study with Fusarium commercially grown Agaricus
Wilt. Canbera: ACIAR Publ. hlm bisporus. Mycologia. 94:146
140-150
Sumaraw, S. M. 1999. Periode Kritis
Gawade, D.B., B.H. Pawar, S.J. Gawande Tanaman Tomat Terhadap Serangan
and V.C. Vasekar. 2012. Alternaria solani (Ell & G. Martin)
Antagonistic Effect of Trichoderma Sor. dan Faktor Penentunya. IPB.
Against Fusarium moniliformae the Bogor
Causal of Sugarcane Wilt.
American-Eurasian J. Agric and Sunarwati, D dan R. Yoza. 2010.
Environ. Sci., 12 (9): 1236-1241 Kemampuan Trichoderma dan
Penicillium dalam Menghambat
Gholib, D. dan E. Kusumaningtyas. 2006. Petmbuhan Cendawan Penyebab
Penghambatan Pertumbuhan Penyakit Busuk Akar Durian
Fusarium Moniliforme oleh (Phytophtora palmivora) Secara In
Trichoderma Viride. Balai Vitro. Balai Penelitian Tanaman
Penelitian Veteriner. Bogor Buah Tropika. Solok
Muhibuddin, A., A.L. Abadi, A. Ahmad Waller, J.M., J.M. Lenn and S.J. Waller.
dan L. Addina. 2011. Biodiversity 2001. Plant Pathologists
Of Soil Fungi On Integrated Pest Pocketbook 3rd Edition. CABI
Management Farming System. Publishing. UK Safitri
Journal of Agricultural Science. Vol
33, No 2

129

You might also like