You are on page 1of 11

Penanganan Pengaduan (Complaint Handling) Dalam Pelayanan Publik

(Studi Tentang Transparansi, Responsivitas, Dan Akuntabilitas Dalam


Penanganan Pengaduan di Kantor Pertanahan Kota Surabaya II)

Suci Styawan
Suci.styawan@yahoo.com

Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

Abstract

Complaints are a form of public dissatisfaction with the services provided by government agencies. Contributions of
complaints are in order to improve the quality of public services, demand the government agencies to be serious in implementi ng the
handling of complaints (complaint handling). To gain a public confidence by handling of complaints, then the principles of good
governance are applied, such as transparency, responsiveness, and accountability. The problems studied in this research is how the
Land Affairs Office in Surabaya City II deals with the complaints based on the transparency, responsiveness, accountability of funds.
This research is considered as important because there are a number of complaints submitted to the ministry in the land sector, while
in the previous studies, there has not anyone who examines the handling of complaints by the transparency, responsiveness, an d
accountability. This study used qualitative research methods with descriptive type in order to examine transparency, responsiveness,
and accountability in the handling of complaints. Meanwhile, the technique of data collection is done by doing observation, study the
documents, as well as in-depth interviews with the informants. Determination of informants conducted by purposive sampling
technique because not all parties involved in the complaint handling process. The results of this study indicate that transparency,
responsiveness, and accountability in the handling of complaints in Land Affairs Office in Surabaya City II are still not good. This
case is apparently still found that the suggestion box is still not functioning properly. Then, there are counters of complai nts which
are empty without the presence of the officers who have been determined, because there are other tasks in the field. Lack of human
resources resulted in handling of complaints is not on target and the complaints are still in considerable amounts.

Keywords: Complaint Handling, Transparency, Responsiveness, Accountability


Pelayanan publik dipilih sebagai cara tepat tawar yang dimiliki aparatur pelayanan publik
untuk mewujudkan good governance dikarenakan cenderung lebih tinggi daripada posisi tawar
dalam penyelenggaraan pelayanan publik melibatkan masyarakat sebagai pengguna layanan yang
kepentingan semua unsur governance yaitu cenderung lebih rendah (Ratminto 2006: 71).
pemerintah, masyarakat sipil dan mekanisme pasar, Kesetaraan antara posisi tawar pemerintah sebagai
sehingga dianggap memiliki pengaruh besar terhadap penyedia pelayanan dengan masyarakat sebagai
aspek-aspek fungsi pemerintah lainnya. Pelayanan pengguna pelayanan publik dapat diwujudkan
publik yang baik adalah pelayanan yang tidak melalui mekanisme voice. Sistem penanganan
menghasilkan kesenjangan antara apa yang diliat dan pengaduan menjadi suatu bentuk pendekatan
diharapkan oleh masyarakat dengan apa yang mekanisme voice yang dilakukan masyarakat dalam
diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara merespon pelayanan yang mereka terima dengan cara
pelayanan publik seperti yang telah diatur dalam menyampaikan aspirasi, keluhan atas pelayan yang
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang ada, serta menjadi satu bagian dari sistem
Pelayanan Publik, bahwa Pemerintah wajib untuk penyelenggaraan pelayanan publik (Wibowo
membangun kepercayaan masyarakat melalui 2007:54).
penyelenggaraan pelayanan publik yang baik seiring
dengan harapan dan tuntutan masyarakat. Dwiyanto menyatakan bahwa tersedianya
Namun hingga saat ini pelayanan publik ruang untuk menyampaikan aspirasi (voice) dalam
yang ada di Indonesia penuh dengan ketidakpastian bentuk pengaduan dan protes terhadap jalannya
waktu, biaya, dan prosedur pelayanannya (Dwiyanto penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan
2008:25). Pelayanan publik yang merupakan salah publik akan sangat penting peranannya bagi upaya
satu kebutuhan dalam rangka pemenuhan pelayanan perbaikan kinerja tata pemerintahan secara
sesuai peraturan perundang-undangan sepertinya keseluruhan (Wibawa 20009:153). Dalam
masih menjadi impian, dan jauh dari harapan. KEPMENPAN Nomor 63 tahun 2003, untuk
Rendahnya tingkat produktivitas aparatur Negara menampung pengaduan, unit pelayanan wajib
dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, menyediakan saluran pengaduan misalnya : kotak
serta munculnya praktek KKN dalam pengaduan, loket pengaduan, bisa juga melalui call
penyelenggaraan pelayanan publik yang mampu center, hotline, atau melalui media massa seperti
memunculkan pelayanan yang bersifat diskriminatif. radio, koran, dll. Namun selama ini mekanisme
Pengaduan masyarakat merupakan bentuk pengaduan masyarakat di beberapa instansi
ungkapan ketidakpuasan masyarakat atas kualitas pemerintah hanya diberi “ruang” dalam bentuk kotak
pelayanan yang diterima yang sering berujung pengaduan atau saran dan pesan singkat melalui SMS
lahirnya tuntutan publik, seringkali dipandang yang tidak diintegrasikan dalam sebuah mekanisme
sebagai hal yang buruk bagi kehidupan suatu atau pengelolaan pengaduan yang efektif dan
organisasi, termasuk birokrasi (Suryadi 2010:293). transparan.
Menurut KEPMENPAN Nomor 118 Tahun 2004 Ketiadaan informasi tentang prosedur
Tentang Penanganan Pengaduan Masyarakat, penyampaian dan penyelesaian pengaduan, serta
pengaduan masyarakat adalah bentuk penerapan dari aparat yang bertanggung jawab, menjadikan
pengawasan masyarakat yang disampaikan oleh masyarakat tidak mampu untuk mengawasi proses
masyarakat, baik secara lisan maupun tertulis kepada penanganan pengaduan serta menyulitkan instansi
aparatur pemerintah terkait, berupa sumbangan pemerintah untuk memperoleh umpan balik dari
pikiran, saran, gagasan, keluhan atau pengaduan yang masyarakat, mengetahui kebutuhan masyarakat yang
bersifat membangun. semakin kompleks, dikarenakan masyarakat enggan
Pentingnya pelayanan publik bagi untuk menyampaikan keluhannya.
masyarakat guna memenuhi kebutuhan mereka setiap
hari, mendorong Pemerintah sebagai penyedia
layanan untuk terus menciptakan pelayanan yang
berkualitas sesuai harapan masyarakat. Hal yang
paling penting dalam peningkatan kualitas pelayanan
publik yang diselenggarkan oleh pemerintah adalah
adanya kesetaraan posisi tawar antara masyarakat
sebagai pengguna layanan dengan pemerintah atau
aparatur penyedia pelayanan publik.
Pelayanan publik yang diselenggarakan
pemerintah sebagian besar bersifat primer, memiliki
mekanisme pasar yang bersifat monopoli, serta posisi
Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Tabel I.1 . Jumlah Pengaduan Tertinggi di
Maha Esa yang menjadi kebutuhan dasar manusia Indonesia Pada Tahun 2012
serta memegang peran sentral dalam tata kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Salah satu Instansi Jumlah (%)
lembaga yang bertugas memberikan pelayanan
pulblik dalam bidang pertanahan di Indonesia adalah 1. Pemerintah Daerah : 669 41,9
Badan Pertanahan Nasional (BPN). Beberapa tahun
terakhir ini, isu tentang kurang baiknya pelayanan  DKI Jakarta
sertifikasi tanah sering muncul di lingkungan  Jawa Timur
masyarakat. Banyak masyarakat yang masih  Nusa Tenggara Timur
mengungkapkan ketidakpuasan mereka setelah  Jawa Barat
mendapatkan pelayanan dari BPN. Bentuk buruknya  Sulawesi Utara
pelayanan yang sering dikeluhkan masyarakat seperti  Pemerintah Kabupaten / Kota
lamanya pengurusan sertifikat tanah, pengukuran  Kelurahan
tanah yang tidak sesuai, ketidakpastian biaya dalam 2. Kepolisian: 356 22,4
pengurusan sertifikat tanah, dan sebagainya. data
yang diterima oleh Ombudsman Republik Indonesia  Polres
tentang jumlah pengaduan yang disampaikan oleh  Polda
masyarakat sebagai pengguna layanan sebagai  Polsek
berikut: 3. Kementerian: 262 16,4

 Kemendikbud
 Kementrian Hukum dan
HAM
 Kementrian Agama
4. Badan Pertanahan Nasional 161 10,1
(BPN):

 BPN RI
 Kantor Pertanahan (Provinsi)
 Kantor Wilayah Pertanahan
(Kota)
5. Lembaga peradilan: 147 9,2

 Pengadilan Negeri
 Mahkamah Agung
 Pengadilan Agama
Total 1.595 100

Sumber: Arsip Ombudsman RI (www.ombudsman.com


diakses tanggal 6-1-2013)
Penanganan pengaduan yang ada di BPN
selama ini belum optimal. Sejak dikeluarkannya
Tabel I.2 . Jumlah Pengaduan Tertinggi Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
Berdasarkan Instansi Terlapor Di Provinsi Jawa 2 tahun 2010 tentang Penanganan Pengaduan
Timur Tahun 2012 Masyarakat, hingga sekarang masih ditemukan
beberapa pengaduan yang muncul dari masyarakat.
Instansi Jumlah (%) Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Adnan Pandu Praja mengatakan “dari sebelas
Pemerintah Daerah 74 37,50 indikator pemerintahan yang bersih dan transparan
yang ditetapkan, terdapat 10 indikator yang belum
Kepolisian 34 17,05 terpenuhi, dan salah satunya adalah sistem pengaduan
masyarakat” (http://satunegeri.com/ diakses tanggal
Instansi Pemerintah 27 13,92
28-1-2013)Hal ini juga terjadi pada sistem
Badan Pertanahan Nasional 21 11,08 penanganan pengaduan masyarakat yang ada di
Kantor Pertanahan Kota Surabaya, khususnya Kantor
BUMN / BUMD 16 7,95 Pertanahan Kota Surabaya II yang memiliki wilayah
kerja lebih banyak dibanding Kantor Pertanahan Kota
Lembaga peradilan 8 4,55 Surabaya I.
Sesuai dengan Peraturan Kepala BPN RI
Kejaksaan 5 2,84 Nomor 2 Tahun 2010 tentang penanganan pengaduan
masyarakat, bahwa jenis pengaduan yang sering
Perguruan Tinggi Negeri 4 2,27 disampaikan oleh masyarakat kepada Kantor
Pertanahan Kota Surabaya II adalah pengaduan
TNI 2 1,14 terkait kualitas pelayanan pertanahan secara teknis
atau administratif. Hingga saat ini masih banyak
Dewan Perwakilan Rakyat 1 0,57 pengaduan dari masyarakat tentang prosedur
pelayanan pertanahan yang ada. Begitu juga dengan
Perbankan 1 0,57 penanganan pengaduan yang ada di Kantor
Pertanahan Kota Surabaya II belum dilaksanakan
Lain-lain 1 0,57 secara maksimal dan belum tertib.
Total 194 100 Beberapa pengaduan yang disampaikan oleh
masyarakat mengindikasikan bahwa Kantor
Sumber: Arsip Ombudsman RI perwakilan Jawa Pertanahan Kota Surabaya II belum memberikan
Timur (www.ombudsman.go.id diakses tanggal 6-1- pelayanan secara terbuka, terbukti masih banyak
2013, pukul 17:44) masyarakat yang menanyakan prosedur pelayanan
yang menurut mereka masih belum jelas. Terlihat
Berdasarkan data yang diterima oleh
bahwa Kantor Pertanahan Kota Surabaya II masih
Ombudsman (Tabel I.1 dan Tabel I.2) tentang jumlah belum transparan dalam memberikan informasi
pengaduan pada tahun 2012, diketahui bahwa kasus terkait pelayanan yang ada disana. Kemudian
pelayanan pertanahan mendapat pengaduan sebanyak lamanya pengurusan sertifikat mengindikasikan
10,1 persen atau 161 laporan dari 1595 laporan pada bahwa pelayanan di Kantor Pertanahan Kota
tingkat Nasional dan sebanyak 11,08 persen atau 21 Surabaya II kurang tanggap terhadap kebutuhan
laporan dari 194 laporan pada tingkat Provinsi Jawa masyarakatnya sebagai pengguna layanan.
Timur. Baik di tingkat Nasional atau daerah Provinsi Profesionalisme birokrasi yang belum mampu
Jawa Timur, pelayanan pertanahan tetap berada memahami serta memenuhi kebutuhan masyarakat
dalam peringkat 5 besar instansi yang mendapat dapat mempengaruhi akuntabilitas sebagai bentuk
keluhan terbanyak. Kota Surabaya merupakan satu-
pertanggungjawaban pemerintah yang memiliki tugas
satunya Kota yang memiliki 2 Kantor Pertanahan
memberikan pelayanan yang baik kepada
yaitu Kantor Pertanahan Kota Surabaya I dan II. masyarakat.
Menurut Nuning Rodiyah, Kepala Divisi Penanganan
Pengaduan KPP Jatim mengatakan bahwa kurun Agar terselenggara penanganan pengaduan
waktu lima tahun pengaduan yang diterima KPP di yang efektif serta mampu memberikan kontribusi
dominasi oleh warga Surabaya dan umumnya dalam mewujudkan pemerintah yang baik, maka
menyangkut instansi pertanahan diperlukan penanganan pengaduan dengan
(www.regional.kompas.com diakses tanggal 30-1-2013). mengadopsi prinsip-prinsip good governance yaitu
transparansi, responsivitas dan akuntabilitas. Seperti Selain itu lokus yang digunakan saudari Dera, juga
halnya diungkapkan oleh Hughes bahwa pada era tidak termasuk lembaga yang di monopoli, sehingga
reformasi proses interaksi antara pemerintah dengan pelanggan yang merasa mampu dan tidak puas
masyarakat, integritas pemerintah kini lebih dinilai terhadap pelayanan yang ada, masih dimungkinkan
dari segi accountability (akuntabilitas), untuk keluar dari pelayanan tersebut dan memilih
responsiveness (responsivitas), dan transparency instansi lain untuk memperoleh pelayanan yang lebih
(transparansi) (Yeremias 2008:193). baik (mechanism exit). Sedangkan penelitian kali ini
lokus berada pada Kantor Pertanahan Kota Surabaya
Perlunya prinsip transparansi, responsivitas, II yang merupakan instansi non-kementerian yang
dan akuntabilitas tersebut juga diperjelas oleh langsung dibawahi oleh pemerintah pusat. Dalam
Mardiasmo, bahwa dalam memberikan layanan penelitian ini, saudari Dera bertujuan untuk
kepada masyarakat, pemerintah daerah dituntut lebih menjelaskan manajemen komplain yang ada di lokasi
responsif. Salah satu mekanisme yang dapat penelitian dengan melihat dari aspek komitmen,
dilaksanakan daerah agar lebih responsif, transparan, akses, kecepatan, serta keadilan. Hal ini lah yang
dan akuntabel serta selanjutnya dapat mewujudkan menjadi alasan peneliti untuk melengkapi kajian
good governance adalah dengan mendengarkan suara tentang penanganan pengaduan dengan melihat dari
atau aspirasi masyarakat serta membangun kerjasama aspek lain yaitu transparansi, responsivitas dan
pemberdayaan masyarakat (Mardiasmo 2006:2). akuntabilitas dalam pelaksanaan penanganan
pengaduan (complaint handling) di Kantor
Penanganan Pengaduan di Kantor Pertanahan Kota Surabaya II. Dari beberapa
Pertanahan Kota Surabaya II didukung adanya loket penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini
pengaduan dilengkapi dengan sebuah kotak saran dan bermaksud untuk mengetahui bagaimana
seorang petugas loket pengaduan. Tidak hanya transparansi, responsivitas, dan akuntabilitas
melalui loket pengaduan yang ada di Kantor penanganan pengaduan di Kantor Pertanahan Kota
Pertanahan Kota Surabaya II, tetapi pengaduan juga Surabaya II.
bisa disampaikan melalui website. Teknik penentuan informan pada penelitian
ini adalah menggunakan purposive sampling, dimana
Pada website Kantor Pertanahan Kota informan yang dipilih merupakan pihak yang
Surabaya II, belum terlihat adanya akses untuk memiliki posisi terbaik untuk memberikan informasi
menyampaikan pengaduan. Tidak ada kolom yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini,
bisa digunakan oleh masyarakat yang hendak yaitu tentang transparansi, responsivitas dan
menyampaikan pengaduan. Begitu juga dengan akuntabilitas dalam penanganan pengaduan di Kantor
informasi terkait penanganan pengaduan (complaint Pertanahan Kota Surabaya II.
handling) seperti prosedur, ataupun biaya yang
diperlukan. Hal ini menunjukkan bahwa masih Good Governance
kurangnya transparansi yang ada di Kantor
Pertanahan Kota Surabaya II. Governance menekankan pada pelaksanaan fungsi
governing secara bersama-sama oleh pemerintah
Penanganan pengaduan hendaknya dengan lembaga non-pemerintah seperti LSM,
dilakukan secara transparan, kemudian direspon perusahaan swasta serta warga negara. Bahkan
dengan baik, sehingga mampu mewujudkan lembaga non-pemerintah dapat memegang peran
akuntabilitas atas pengaduan yang ada dengan dominan dalam governance tersebut, atau bahkan
mempertanggungjawabkan segala bentuk lebih dari itu, pemerintah tidak mengambil peran
penyelesaian pengaduan kepada masyarakat sebagai apapun – governance without government (Dwiyanto
salah satu bentuk pelayanan publik. Hal ini 2008:77).
memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
bisa memantau kinerja dari lembaga pemerintahan Ada beberapa alasan yang menyatakan bahwa ilmu
dalam memberikan pelayanan, khususnya administrasi publik pada perspektif government tidak
penanganan pengaduan yang mereka sampaikan. lagi relevan, yaitu (Dwiyanto 2004:9) Pertama,
semakin lama semakin banyak kebutuhan masyarakat
Penelitian yang lain juga dilakukan oleh yang tidak bisa diselenggarakan oleh pemerintah.
Dera Sri Mega Putri Subekti “Manajemen Komplain Akibatnya, banyak kebutuhan masyarakat sebagai
Pelanggan Dalam Rangka Peningkatan Kualitas kolektivitas seperti barang-barang publik dan semi
Pelayanan di RSUD Dr. Iskak Tulungagung”. Jika publik, yang kemudian diselenggarakan oleh lembaga
penelitian saudari Dera berada pada BUMD yang non pemerintah. Kedua, Globalisasi mendorong
secara struktural ikut dalam sistem desentralisasi semua pemerintah di dunia untuk memperbaiki
yaitu usaha yang dibawahi oleh pemerintah daerah.
efisiensi nasionalnya. Hal ini mendorong banyak yang ada di badan publik, dan menegaskan bahwa
pemerintah di negara dunia ketiga, termasuk setiap informasi publik itu harus bersifat terbuka dan
Indonesia, untuk mengurangi keterlibatannya dalam dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik,
berbagai kegiatan pembangunan dan pelayanan selain dari informasi yang dikecualikan yang diatur
publik. Ketiga, Keinginan masyarakat untuk berperan oleh Undang-Undang. Disclosure (pengungkapan),
serta dalam kegiatan pemerintahan mendorong pengungkapan kepada masyarakat atau publik
munculnya banyak lembaga baru dalam masyarakat. (stakeholders) atas aktivitas dan kinerja finansial.
Banyak peran pemerintah yang kemudian bisa
diambil oleh lembaga non-pemerintah tersebut. Menurut Dwiyanto, untuk mengetahui
Keempat, semakin sulit untuk membedakan apakah suatu pelayanan publik sudah transparansi
organisasi pemerintah dengan non-pemerintah. atau tidak, ada 3 hal yang perlu diperhatikan, yaitu
Organisasi campuran ini memiliki ciri-ciri yang (Dwiyanto 2008:236): Keterbukaan proses
sebagian menyerupai organisasi pemerintah dan penyelenggaraan pelayanan publik. Peraturan dan
sebagian lagi menyerupai perusahaan bisnis. prosedur pelayanan yang mudah dan dapat dipahami.
Kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai
Meskipun perspektif governance berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik.
mengimplikasikan terjadinya pengurangan peran
pemerintah, namun peran pemerintah sebagai Responsivitas
institusi tidak bisa ditinggalkan. Yang terpenting
adalah bagaimana pemerintah menempatkan diri dan Menurut Tangkilisan, responsivitas
bersikap ketika berlangsung proses governing, merupakan konsep yang menyangkut kemampuan
kemudian bagaimana pemerintah mengelola negara aparatur dalam menghadapi dan mengantisipasi
atau publik dalam konsep governance. Untuk aspirasi baru, perkembangan baru, tuntutan baru, dan
menjawab pertanyaan tersebut, terdapat beberapa pengetahuan baru. Birokrasi harus merespon secara
prinsip yang dapat digunakan pemerintah untuk cepat agar tidak tertinggal dalam menjalankan tugas
mewujudkan good governance yaitu partisipasi, dan fungsinya (Tangkilisan 2005: 217). Menurut
penegakan hukum, transparansi, kesetaraan, responsif Dwiyanto, responsivitas adalah kemampuan
(daya tanggap), wawasan ke depan, akuntabilitas, organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
pengawasan publik, efektivitas dan efisiensi, dan menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan
profesionalisme (Dwiyanto 2008:80). mengembangkan program-program pelayanan publik
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat
Transparansi (Dwiyanto 2008:50). Sedangkan menurut Fandy
Tjiptono (2005:14), responsivitas (daya tanggap)
Menurut Dwiyanto, konsep transparansi merupakan keinginan para staff untuk membantu
pada pelayanan publik menunjuk pada suatu keadaan para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan
dimana segala aspek dari proses penyelenggaraan tanggap. Selanjutnya Lovelock (dalam Hardiyansyah
pelayanan bersifat terbuka dan dapat diketahui 2011:47) menyebutkan bahwa responsivitas adalah
dengan mudah diketahui oleh para pengguna dan rasa tanggung jawab terhadap mutu pelayanan.
stakeholder yang membutuhkan (Dwiyanto
2008:236). Menurut Mahsun, transparansi berarti Menurut Dwiyanto (2008:50), responsivitas
bahwa individu, kelompok, atau organisasi dalam pelayanan publik mampu diwujudkan dalam bentuk
hubungan akuntabilitas diarahkan tanpa adanya sebagai berikut: Keramahan sikap dan tindakan
kebohongan atau motivasi tersembunyi, dan bahwa aparat birokrasi pelayanan publik dalam merespons
seluruh informasi kinerja lengkap dan tidak memiliki setiap keluhan atau pertanyaan dari pengguna jasa
tujuan menghilangkan data yang berhubungan hingga mampu memberikan kepuasan bagi mereka
dengan masalah tertentu (Mahsun 2009:92). (pelanggan). Memanfaatkan keluhan dari pengguna
jasa sebagai referensi atau bahan koreksi bagi instansi
Menurut Mardiasmo pelayanan publik yang pelayanan publik dalam meningkatkan kualitas
transparan hendaknya meliputi unsur-unsur sebagai pelayanan publik selanjutnya. Kemampuan aparat
berikut (Mardiasmo 2002:19): Informativeness birokrasi dalam menempatkan pengguna jasa pada
(informatif), pemberian arus informasi, berita, pelayanan yang berlaku.
penjelasan mekanisme,prosedur, data,fakta kepada
stakeholders yang membutuhkan informasi secara Akuntabilitas
jelas dan akurat. Openess (keterbukaan), keterbukaan
Informasi Publik memberi hak kepada setiap orang Akuntabilitas dipahami sebagai bentuk
untuk memperoleh informasi dengan mengakses data pertanggungjawaban yang mengacu pada kepada
siapa organisasi (atau pekerja individu) bertanggung
jawab dan untuk apa organisasi bertanggungjawab. utama pemerintah lebih dipengaruhi oleh politik atau
Makna akuntabilitas pun semakin luas, tidak hanya wakil-wakil berbagai kepentingan dalam masyarakat.
sebagai proses formal dan saluran untuk pelaporan Menurut Hughes (dalam Yeremias 2008:193), proses
kepada otoritas yang lebih tinggi, melainkan harus interaksi antara pemerintah dengan masyarakat
merujuk pada sebuah spektrum yang luas dengan sangat mewarnai era reformasi dimana integritas
standar kinerja yang bertumpu pada harapan publik pemerintah lebih dinilai dari segi akuntabilitas,
(Mahsun 2009:83). responsivitas, serta transparansi. Menurut Mardiasmo
(2006), mendengarkan suara atau aspirasi masyarakat
Menurut Starling (dalam Kumorotomo serta membangun kerjasama pemberdayaan
2005:4) menyatakan bahwa akuntabilitas ialah masyarakat merupakan mekanisme yang
kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik. dilaksanakan pemerintah agar lebih responsif,
Berikut pernyataan Starling: “A good synonym for transparan, dan akuntabel yang selanjutnya dapat
the term accountability is answerability. An mewujudkan good governance.
organization must be answerable to someone or
something outside. When things go wrong, someone Transparansi, responsivitas, dan
must be held responsible. Unfortunately, a frequently akuntabilitas merupakan prinsip-prinsip dari good
heard charge is that government is faceless and that, governance yang dibutuhkan untuk memperbaiki
consequently, affixing blame is difficult.” hubungan antara pemerintah dengan masyarakat.
Konsep dan pengertian transparansi menurut
Menurut Dwiyanto (2008:51), akuntabilitas Mardiasmo (2006), berarti keterbukaan (openness)
publik menunjukkan apakah kebijakan dan kegiatan pemerintah dalam memberikan informasi terkait
organisasi publik tunduk pada para pejabat politik dengan aktivitas pengelolaan seumberdaya publik
yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah para kepada pihak – pihak yang membutuhkan informasi
pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, yang mana digunakan untuk proses pengambilan oleh
dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan pihak – pihak yang berkepentingan. Selanjutnya,
kepentingan rakyat. Suatu kegiatan organisasi publik transparansi pada akhirnya akan menciptakan
memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu horizontal accountability antara pemerintah dengan
dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma masyarakat sehingga tercipta pemerintah yang bersih,
yang berkembang dalam masyarakat. efektif, efisien ,akuntabel dan responsif terhadap
aspirasi dan kepentingan masyarakat
Menurut Mahmudi (2010:9), akuntabilitas
publik adalah kewajiban agent (pemerintah) untuk Penanganan Pengaduan (Complaint Handling)
mengelola sumber daya, melaporkan, dan
mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang Menurut Islamy (dalam Saleh 2010:156),
berkaitan dengan penggunaan sumber daya publik keluhan didefinisikan sebagai berikut, “A complaint
kepada pihak pemberi mandat (principal), serta is an expression of dissatisfaction, about the standard
pihak-pihak yang berkepentingan. Penekanan utama of service, actions or lack of action…. Affecting an
akuntabilitas publik adalah pemberian informasi individual customer or group of customers” .
kepada publik dan konstituen lainnya yang menjadi Keluhan atau pengaduan pelayanan adalah
pemangku kepentingan (stakeholder). Mahmudi merupakan ekspresi perasaan ketidakpuasan atas
membagi Akuntabilitas publik menjadi 2 macam, standar pelayanan, tindakan atau tiadanya tindakan
yaitu: Akuntabilitas vertikal. Akuntabilitas kepada aparat pelayanan yang berpengaruh kepada para
otoritas yang lebih tinggi, misalnya akuntabilitas pelanggan. Ombudsman Western Australian (2010:1)
kepala dinas kepada bupati atau walikota, menteri menyebutkan bahwa, “A complaint is an “expression
kepada presiden, dan sebagainya. Akuntabilitas of dissatisfaction made to an organisation, related to
horizontal. Akuntabilitas kepada publik secara luas its products, or the complaints handling process
atau terhadap sesama lembaga lainnya yang tidak itself, where a response or resolution is explicitly or
memiliki hubungan atasan-bawahan. implicitly expected”.

Transparansi, Responsivitas, dan Akuntabilitas Penanganan pengaduan menurut Queensland


Publik Ombudsman (2006:1) adalah: “Handling complaints
Pada era reformasi ini diharapkan well presents an opportunity to show to the public
administrasi publik menjadi lebih fleksibel, that you are accountable to them. Complaints are an
berorientasi pada pasar dan pada hasil, hubungan essential part of any accountability process and in
pemerintah dengan masyarakat lebih kental dan akrab fact are often the starting point. Any agency that
dari pada sebelumnya, dan manajemen sebagai fungsi
claims to be accountable for its actions must take dalam bentuk apapun. Pertemuan tersebut dihadiri
complaints seriously.” beberapa pihak seperti PPAT, pejabat di Kecamatan
yang menjadi wilayah kerjanya, dan masyarakat .
Mekanisme pengaduan menurut Blackmore Menurut Ratminto (2006:209), dalam
(dalam Wibawa:61) adalah sebagai berikut: penyelenggaraan transparansi meliputi beberapa hal
“complaints mechanisms constitute a vital diantaranya, prosedur, petugas atau pejabat yang
component of the quality initiative manifest in the berwenang, janji pelayanan. Menurut Mardiasmo
public sector reforms […] representing an important (2002:19), keterbukaan informasi publik memberikan
conduit through which service users can articulate hak kepada setiap orang untuk memperoleh informasi
their views. Moreover, where there is a desire to dengan mengakses data ada di lembaga publik, dan
develop a more consumer oriented public sector,the menegaskan bahwa setiap informasi harus bersifat
ability to complaint effectively is the only recourse to terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna
redress where choice and exit are denied through informasi publik, selain dari informasi yang
either dependence on a specific service or monopoly dikecualikan yang diatur oleh Undang-Undang.
service provision.”. Artinya adalah mekanisme Keterbukaan informasi tentang petugas yang
pengaduan merupakan komponen penting dalam telah ditentukan untuk menjaga loket pengaduan.
mewujudkan kualitas dalam reformasi sektor publik. Adapula informasi tentang prosedur, biaya, dan
Menjadi akses penting bagi pengguna layanan, waktu penanganan pengaduan yang dipublikasikan
karena dapat mengartikulasikan kebutuhan mereka. melalui website BPN RI, sedangkan publikasi di
Manfaat penanganan keluhan yang efektif Mudie & lingkungan Kantor belum ditemukan sehingga
Cottam (dalam Fandy Tjiptono 2008:210) meliputi: sebagian besar masyarakat belum mengetahui
Penyedia layanan mendapatkan kesempatan lagi prosedur penanganan pengaduan. Dari segala bentuk
untuk memperbaiki hubungannya dengan pelanggan informasi yang telah dipublikasikan, belum
yang kecewa. Penyedia layanan mendapatkan ditemukan publikasi informasi mengenai tanggapan
kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungannya atau rekomendasi untuk penyelesaian pengaduan
dengan pelanggan yang kecewa. Penyedia layanan yang diterima, selain itu tidak ada informasi terkait
bisa terhindar dari publisitas negatif. Penyedia perkembangan pengaduan yang telah mampu
layanan bisa memahami aspek-aspek layanan yang diselesaikan kepada pengguna layanan Kantor
perlu dibenahi dalam rangka memuaskan pelanggan. Pertanahan Kota Surabaya II. Hal ini dapat
Penyedia layanan mampu mengidentifikasi dan mempengaruhi kesediaan masyarakat untuk
menindaklanjuti sumber masalah operasional. menyampaikan pengaduan atau aspirasinya, karena
Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan masyarakat tidak mengetahui apakah di Kantor
layanan berkualitas lebih baik. Pertanahan Kota Surabaya II terdapat penanganan
pengaduan yang efektif. Padahal sangat dibutuhkan
peran masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik demi terciptanya good governance.
Transparansi Penanganan Pengaduan (Complaint Menurut Dwiyanto (2008: 236), kemudahan
Handling) di Kantor Pertanahan Kota Surabaya dalam memperoleh informasi mengenai berbagai
II aspek penyelenggaraan pelayanan publik menjadi
Berdasarkan hasil elaborasi teori bukti bahwa lembaga pemerintah telah menerapkan
transparansi didapatkan dua bentuk yang seharusnya prinsip transparansi. Informasi-informasi tersebut
dimiliki oleh Kantor Pertanahan Kota Surabaya II. dapat diperoleh di sarana yang telah disediakan oleh
Terkait dengan transparansi, dua bentuk tersebut Kantor Pertanahan Kota Surabaya II seperti papan
adalah keterbukaan informasi tentang penanganan pengumuman, kemudian TV LED. Selain melalui
pengaduan dan kemudahan akses informasi tentang sarana yang ada di Kantor Pertanahan Kota Surabaya
penanganan pengaduan. Berkaitan dengan II, juga ada website yang menyediakan link ke
penanganan pengaduan baik berkaitan dengan website resmi BPN RI Pusat. Beberapa pengguna
percepatan layanan ataupun kasus pertanahan, Kantor layanan mengaku kesulitan memperoleh informasi
Pertanahan Kota Surabaya II secara terbuka prosedur pelayanan tertentu, dikarenakan sarana yang
memberikan informasi tentang proses penanganan digunakan untuk menyampaikan informasi tersebut
pengaduan, informasi tentang petugas yang jauh dari jangkauan masyarakat, misalnya saja TV
berwenang di loket pengaduan, kemudian Kantor LED yang berada jauh di atas pengguna layanan,
Pertanahan Kota Surabaya II juga mengadakan sehingga susah untuk dibaca tulisannya. Selain
workshop atau bentuk pertemuan lain dengan penggunaan sarana dan prasarana, informasi
beberapa pihak yang berkepentingan sebagai bentuk prosedur, biaya, waktu, juga diberikan melalui
keterbukaan mereka untuk menangani pengaduan jaringan internet yaitu website BPN RI, bukan
website Kantor Pertanahan Kota Surabaya II itu melaksanakan tugas di lapangan. Hal ini dikarenakan
sendiri. Kesulitan ini membuat masyarakat enggan jumlah pegawai yang sangat minim, sehingga satu
untuk menggunakan pelayanan yang ada. orang pegawai bisa merangkap dua tugas.

Responsivitas Penanganan Pengaduan (Complaint Akuntabilitas Penanganan Pengaduan (Complaint


Handling) di Kantor Pertanahan Kota Surabaya Handling) di Kantor Pertanahan Kota Surabaya
II II
Berdasarkan perpaduan dari beberapa teori Pada penelitian ini, akuntabilitas dimaknai
tentang responsivitas, didapat dua bentuk sebagai prinsip dimana suatu organisasi wajib
responsivitas yang seharusnya ada di Kantor mempertaggungjawabkan atas apa yang telah
Pertanahan Kota Surabaya II. Dua bentuk dilaksanakan dengan mengelola sumber daya yang
responsivitas pada penelitian ini adalah diliat dari ada untuk menyelenggarakan pelayanan publik
pemanfaatan informasi pengaduan oleh Kantor kepada orang-orang pemberi mandat. Akuntabilitas
Pertanahan Kota Surabaya II guna memperbaiki pada penelitian ini adalah pertanggungjawaban
kualitas pelayanan pertanahan yang ada disana. Kantor Pertanahan Kota Surabaya II kepada orang-
Pertama, menurut Dwiyanto (2008:50), responsivitas orang yang berkepentingan atas pelaksanaan dari
bisa ditunjukkan dengan memanfaatkan pengaduan penanganan pengaduan sesuai dengan ketentuan yang
dari pengguna jasa sebagai referensi atau bahan berlaku. Hal ini sesuai dengan pendapat Mahmudi
koreksi bagi pemerintah untuk meningkatkan kualitas (2010:9) bahwa akuntabilitas adalah kewajiban
pelayanan publik selanjutnya. Pengaduan yang Pemerintah untuk mengelola sumber daya,
disampaikan oleh masyarakat kepada Kantor melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan
Pertanahan Kota Surabaya II tidak semata-mata kegiatan yang berkaitan dengan penggunaan sumber
hanya ditampung dan diselesaikan, tetapi juga daya publik kepada pihak pemberi mandat, serta
dijadikan bahan evaluasi. Setiap bulan sekali pihak-pihak yang berkepentingan.
dilakukan evaluasi pegawai dengan dipimpin oleh Akuntabilitas pada penanganan pengaduan
Kepala Kantor. Dari beberapa pengaduan tersebut ditetapkan secara jelas. Pengaduan serta tanggapan
kemudian diakomodasikan dalam bentuk perbaikan bagi masyarakat dipantau dan dilaporkan kepada
pelayanan, baik dalam bentuk inovasi pelayanan manajemen dan pihak-pihak yang berkepentingan.
seperti one day service, LARASITA (Layanan Sebagai bentuk tanggungjawab atas pengaduan yang
Rakyat untuk Seritifikasi Tanah), LANTUM disampaikan oleh masyarakat, Kantor Pertanahan
(Layanan Tujuh Menit), Saturday Open,dll. Program- Kota Surabaya II berupaya menyelesaikan sesuai
program tersebut dilaksanakan dengan tujuan dengan objek yang diadukan. Pelaporan dan
mengurangi jumlah pengaduan baik secara teknis pertanggungjawaban atas pelaksanaan penanganan
ataupun kasus pertanahan. Namun inovasi-inovasi pengaduan harus disampaikan secara vertikal dan
tersebut tidak ada gunanya jika masyarakat tidak horizontal. Secara vertikal kepada otoritas yang lebih
mengetahui keberadaannya. Beberapa masyarakat tinggi, misalnya kepada presiden serta lembaga yang
mengaku bahwa tidak mengetahui adanya inovasi ada di lingkungan BPN RI saja. Sedangkan secara
tersebut, karena mereka mengaku masih cukup lama horizontal kepada publik serta lembaga yang tidak
dan mahal untuk mengurus sertifikat. Hal ini memiiki hubungan atasan bawahan. Kantor
dikarenakan kurangnya sosialisasi kepada Pertanahan Kota Surabaya II melaporkan segala
masyarakat, sehingga tidak semua masyarakat aktivitas penanganan pengaduan mulai dari
mengetatahui keberadaan inovasi-inovasi tersebut. penerimaan pengaduan hingga penyelesaian kepada
Kedua, Menurut Dwiyanto (2008:50), Kantor Wilayah Pertanahan Provinsi Jawa Timur
responsivitas menunjuk pada kemampuan suatu selaku Pembina dari seluruh Kantor Pertanahan di
organisasi mengenali dan memahami kebutuhan Jawa Timur, lalu kepada BPN RI, kemudian kepada
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pemerintah pusat. Selain kepada lembaga di dalam
pelayanan dan mengembangkan program-program lingkungan BPN RI, pelaporan juga dilakukan
pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan kepada lembaga di luar lingkungan BPN RI yaitu
aspirasi masyarakat. Kemampuan serta daya tanggap Ombudsman RI, KPK, dan BPK.
petugas Kantor Pertanahan Kota Surabaya II dirasa Namun beberapa penjelasan di atas masih
kurang. Namun ditemukan beberapa kendala dalam ada yang kurang, yaitu pelaporan dan
proses penanganan pengaduan, yaitu petugas yang pertanggungjawaban kepada publik atau masyarakat.
sudah ditetapkan seharusnya harus berada di kantor Berdasarkan hasil pengamatan, tidak ada laporan dari
selama jam kerja, tapi tidak dengan kondisi yang ada hasil perkembangan penanganan pengaduan oleh
di Kantor Pertanahan Kota Surabaya II. Petugas yang Kantor Pertanahan Kota Surabaya II kepada publik.
seharusnya bertugas di loket pengaduan justru Dalam rangka mewujudkan good governance, segala
kegiatan pemerintahan harus melibatkan 3 unsur belum bisa dikatakan akuntabel karena belum ada
yaitu pemerintah, sektor privat, dan masyarakat. Jika pertanggungjawaban kepada publik yang menjadi
salah satu tidak dilibatkan maka belum bisa dikatakan unsur good governance.
good governance. Begitu juga dalam prinsip
akuntabilitas, Kantor Pertanahan Kota Surabaya II Daftar Pustaka
belum bisa dikatakan akuntabel karena belum ada
pertanggungjawaban kepada publik yang menjadi Agus, Wibowo & Aris Purnomo. 2007. Mekanisme
unsur good governance. Komplain Agar Pelayanan Publik Lebih
Memihak Masyarakat Miskin. Jakarta:
Transparansi, Responsivitas, dan Akuntabilitas PATTIRO dan ACCESS.
Penanganan Pengaduan di Kantor Pertanahan
Kota Surabaya II Dwiyanto, Agus. 2004. Reorientasi Ilmu
Keterkaitan ketiga fokus dalam penelitian Administrasi Publik: Dari Government ke
ini yaitu transparansi, responsivitas, dan akuntabilitas Governance. Pidato Pengukuhan Jabatan
dalam penanganan pengaduan dapat terlihat dari Guru Besar pada FISIPOL UGM.
terbukanya informasi terkait proses penanganan Yogyakarta.
pengaduan termasuk didalamnya prosedur, biaya, dan
waktu. Kemudian mudahnya akses yang disediakan Dwiyanto, Agus dkk. 2008. Reformasi Birokrasi
untuk menyampaikan pengaduan. Dari beberapa Publik di Indone sia. Yogyakarta: UGM
pengaduan yang diterima, Kantor Pertanahan Kota Press.
Surabaya II dituntut untuk tanggap dan mampu
menyelesaikan apa yang menjadi masalah dari Dwiyanto, Agus (Ed.). 2008. Mewujudkan Good
pengguna layanannya. Melalui cara-cara yang Governance Melalui Pelayanan Publik.
digunakan dalam menangani pengaduan sesuai Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
dengan objek yang dipermasalahkan, menjadi wujud
Hardiyansyah. 2011. Kualitas Pelayanan Publik:
pertanggungjawaban Kantor Pertanahan Kota
Konsep, Dimensi, Indikator, dan
Surabaya II atas pengaduan yang disampaikan
Implementasinya. Yogyakarta: Gava Media.
masyarakat.
Keban, Yeremias.T. 2008. Enam Dimensi Strategis
Kesimpulan Administrasi Publik: Konsep, Teori, dan Isu.
Berdasarkan dari penelitian terhadap Yogyakarta: Gava Media.
penanganan pengaduan di Kantor Pertanahan Kota
Surabaya II, diperoleh kesimpulan bahwa dilihat dari Komarudin dan Satmoko Yudo. 2009. Transparansi
segi transparansi, responsivitas, dan akuntabilitas, dan Akuntabilitas Pelayanan Publik. JAI.
penanganan pengaduan di instansi tersebut dinilai Vol,5. No 1. pp, 89-103.
masih kurang. Kurangnya transparansi dalam Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas
penelitian ini bisa diihat dari kurang terbukanya birokrasi publik: sketsa pada masa transisi.
Kantor Pertanahan Kota Surabaya II dalam Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
memberikan informasi pengaduan yang diterima serta
tanggapannya. Selain itu, kemudahan akses yang Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik.
digunakan untuk memperoleh informasi dirasa Yogyakarta: UPP STIM YKPN
kurang oleh masyarakat. Kemudian kurangnya
responsivitas mengenai pemanfaatan informasi Mardiasmo. 2006. Perwujudan Transparansi dan
pengaduan untuk evaluasi diinterpretasikan dalam Akuntabilitas Publik Melalui Akuntansi
penelitian ini adalah kurangnya sosialisasi tentang Sektor Publik. Jurnal Akuntansi Pemerintah.
inovasi-inovasi pelayanan pertanahan yang menjadi Vol. 2, No. 1. Pp. 1-27.
hasil evaluasi yang diperoleh dari informasi Moleong, Lexy. J. 2010. Metodologi Penelitian
pengaduan, selain itu, kurang tanggapnya petugas Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Kantor Pertanahan Kota Surabaya II dinilai belum Rosdakarya.
mampu menerima serta menangani pengaduan yang
ada. Hal ini dikarenakan kurangnya SDM sehingga Ratminto & Atik Septi Winarsih. 2006. Manajemen
tidak semua pengaduan dapat ditangani pada saat itu Pelayanan. Yogyakarta:PUSTAKA
juga. Tidak ada laporan dari hasil perkembangan PELAJAR.
penanganan pengaduan oleh Kantor Pertanahan Kota
Surabaya II kepada publik. dalam prinsip Saleh, A. Muwafik . 2010. Public Service :
akuntabilitas, Kantor Pertanahan Kota Surabaya II Communication. Malang : UMM press.
Suryadi. 2010. Penanganan Keluhan Publik Pada Ombudsman Western Australian. 2010. Guidelines
Birokrasi Dinas Perijinan. Vol, 23. No, 4. On Complaint Handling. Western
pp, 293-303 Australian: Ombudsman Western
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2005. Manajemen Australian. (www.ombudsman.wa.gov.au
Publik. Jakarta: Grasindo diakses tanggal 31-3-2013)
Queensland Ombudsman. 2006. Effective Complaints
Tjiptono, Fandy. 2008. Service Management: Management. Brisbane: Queensland
Mawujudkan Layanan Prima. Yogyakarta: Ombudsman.(www.ombudsman.qld.gov.au
Andi Offset. diakses tanggal 8-3-2013)
www.regional.kompas.com (diakses tanggal 30-1-
Wibawa, Samodra (Ed.). 2009. Administrasi 2013)
Negara:Isu-Isu Kontemporer. Yogyakarta:
Graha Ilmu

You might also like