You are on page 1of 13

JURNAL ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

VOLUME 6 Nomor 02 Juli 2015 Artikel Penelitian

HUBUNGAN KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN ASRAMA SANTRIWATI


DENGAN KEJADIAN ISPA DI PONDOK PESANTREN RAUDHATUL ULUM
DAN AL-ITTIFAQIAH KABUPATEN OGAN ILIR TAHUN 2015

CORRELATION OF THE INDOOR AIR QUALITY SANTRIWATI DORMITORY WITH


ACUTE RESPIRATORY INFECTION AT RAUDHATUL ULUM ISLAMIC BOARDING
SCHOOLS AND AL-ITTIFAQIAH ISLAMIC BOARDING SCHOOLS IN OGAN ILIR ON
2015

Lara Sati1, Elvi Sunarsih2, A. Fickry Faisya2


1
Alumni Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
2
Staf Pengajar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
e-mail: larasati2308@gmail.com

ABSTRAK
Background: The high number of acute respiratory infection found in two islamic boarding schools
specifically at Raudhatul Ulum Islamic Boarding Schools are 178 cases and 231 cases at Al-Ittifaqiah.
Method: It was an observational research using cross-sectional design. Research sites at Raudhatul Ulum
Islamic Boarding Schools and Al-Ittifaqiah Islamic Boarding Schools in Ogan Ilir. The population research
was all santriwati both Islamic boarding schools that total sample 72 santriwati. The dependent variable in
this study was santriwati incidence of respiratory infection, the independent variable was the physical quality
of the air (temperature, lighting, humidity, rate of ventilation), the quality of biological air (number of
bacterial air), residential density, sanitize behavior, and the behavior of openning window.The sample
collection technique namely random sampling with the methods of sampling stratified. Data would be
analyzed using chi square test.
Result: The research result showed that there is significant correlation between temperature p= 0,013,
residential density p= 0,003, sanitize behavior p= 0,001, and the behavior of opening a window p= 0,012 on
the acute respiratory infection. There is no significant relationship in lighting p= 0,401, humidity p= 0,170,
ventilation rate p= 0,489, and the germ air p= 0,170 as the acute respiratory infection.
Conclusion: This research concluded that temperatur, residential density, sanitize behavior, and the
behavior of opening window have significant correlation.
Keywords: Acute respiratory infection, physical environment.

ABSTRAK
Latar Belakang: ISPA adalah penyakit saluran pernapasan akut yang disebabkan oleh agen infeksius yang
ditularkan dari manusia ke manusia. Tingginya kasus ISPA ditemukan di dua Pondok Pesantren yaitu pada
Pondok Pesantren Raudhatul Ulum sebanyak 178 kasus dan Al-Ittifaqiah sebanyak 231 kasus.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross-sectional. Lokasi penelitian di
asrama santriwati Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah. Populasi penelitian ini adalah seluruh
santriwati di kedua pondok pesantren tersebut dengan total sampel 72 santriwati. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kejadian ISPA pada santriwati, variabel independen dalam penelitian ini adalah Kualitas
fisik udara (suhu, pencahayaan, kelembaban, laju ventilasi), kualitas biologi udara (angka kuman udara),
kepadatan hunian, prilaku membersihkan ruangan, dan prilaku membuka jendela.Teknik pengambilan sampel
yaitu random sampling dengan metode Stratified sampling. Analisa data dilakukan dengan uji chi-square.
Hasil Penelitian: Hasil analisis bivariat diperoleh adanya hubungan yang signifikan pada suhu p= 0,013,
kepadatan hunian p= 0,003, perilaku membersihkan ruangan p= 0,001, dan perilaku membuka jendela p=
0,012 terhadap kejadian ISPA. Tidak ada hubungan yang signifikan pada pencahayaan p= 0,401, kelembaban
p = 0,170, laju ventilasi p = 0,489, dan angka kuman udara p = 0,170 dengan kejadian ISPA.
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara suhu, kepadatan hunian, perilaku santriwati membersihkan ruangan,
dan perilaku membuka jendela dengan kejadian ISPA.
Kata Kunci: ISPA, lingkungan fisik, angka kuman udara.

121
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

PENDAHULUAN dalam ruangan melibatkan ratusan spesies


mikroba seperti bakteri dan jamur. Mikroba
Infeksi Saluran Pernapasan Akut
dalam ruangan akan semakin berkembang
(ISPA) merupakan penyakit yang cukup
pada suhu dan kelembaban yang cukup.
tinggi menyebabkan kesakitan hingga
Paparan akibat kontaminan mikroba pada
kematian pada seluruh dunia. Hal ini ditandai
manusia ditandai dengan gejala gangguan
dengan frekuensi kejadian kasus ISPA di
pernapasan.6
seluruh dunia pada tahun 2012 sebesar 15%
ISPA adalah gangguan pernapasan
menyebabkan kesakitan hingga kematian.
yang cukup tinggi terjadi di Indonesia pada
Kasus ISPA di Indonesia memiliki frekuensi
tahun 2013, berdasarkan diagnosis tenaga
kejadian sebesar 17% pada tahun 2000 dan
kesehatan dan keluhan penduduk sebesar
tetap 17% pada tahun 2012. Kejadian kasus
25%.Period prevalence ISPA di Sumatera
ISPA di Indonesia cukup tinggi dan tidak ada
Selatan sebesar 20,2%. Infeksi saluran
penurunan angka selama 10 tahun.1
pernapasan akut disebabkan oleh virus atau
Terjadinya ISPA dipengaruhi oleh beberapa
bakteri. Penyakit ini diawali dengan panas
faktor yaitu berkaitan dengan kondisi kualitas
disertai salah satu atau lebih gejala:
udara (misalnya, polutan udara, kepadatan
tenggorokan sakit atau nyeri telan, pilek,
anggota keluarga), kelembaban, kebersihan,
batuk kering atau berdahak. Period
musim, temperatur).2
prevalence ISPA dihitung dalam kurun waktu
Pencemaran udara yang terjadi pada
1 bulan terakhir.7
lingkungan masyarakat akan mengakibatkan
Wilayah Provinsi Sumatera Selatan
buruknya kualitas udara di lingkungan
memiliki jumlah pesantren yang cukup
tersebut. Kualitas udara yang buruk akan
banyak, yaitu sebanyak 362 pesantren.8
mempengaruhi kesehatan masyarakat yang
Kabupaten Ogan Ilir termasuk wilayah
ada di sekitarnya. Gangguan kesehatan yang
Provinsi Sumatera Selatan yang memiliki
akan terjadi adalah iritasi saluran nafas, iritasi
beberapa pesantren di wilayahnya. Pondok
hidung, tenggorokan, batuk, iritasi mata, sakit
Pesantren Raudhatul Ulum dan Pondok
kepala dan muntah.3
Pesantren Al-Ittifaqiah merupakan pesantren
Udara merupakan pembawa bahan
yang berada di wilayah Kabupaten Ogan Ilir.
partikel debu dan tetesan cairan yang dimuati
Berdasarkan data klinik Pondok
mikroba. Jumlah dan tipe mikroorganisme
Pesantren Raudhatul Ulum Sakatiga penyakit
yang mencemari udara ditentukan oleh
ISPA memiliki posisi urutan pertama yaitu
sumber pencemaran di dalam lingkungan,
terdapat 178 kasus yang dialami oleh
misalnya dari saluran pernapasan manusia
santriwati pada tahun 2014 (Laporan klinik
disemprotkan melalui batuk dan bersin, dan
pesantren, 2014). Pada Pondok Pesantren Al-
partikel-partikel debu. Keberadaan
Ittifaqiah juga merupakan penyakit dengan
mikroorganisme di udara dipengaruhi oleh
posisi urutan pertama yaitu terdapat 231 kasus
kondisi lingkungan di sekitarnya, yaitu
yang dialami oleh santriwati (Laporan klinik
keadaan atmosfer, kelembaban, cahaya
pesantren, 2014). Pondok Pesantren memiliki
matahari dan suhu.4
kondisi asrama yang padat penghuninya,
Bagi kesehatan manusia pencemaran
sehingga mempengaruhi kesehatan santri di
udara dalam ruangan (indoor air pollution)
pondok pesantren. Kepadatan hunian yang
khususnya pada tempat tinggal sangat
terjadi mengakibatkan tingginya angka
berbahaya, dikarenakan manusia lebih banyak
penyakit ISPA Pondok Pesantren “Al-
menghabiskan waktunya dan melakukan
Bahruniyyah” Ngemplak Mranggen Demak.
kegiatan di dalam ruangan tersebut
Berdasarkan penelitian ini dapat disimpulkan
dibandingkan di luar ruangan.5 Polusi udara
bahwa 71 orang pernah menderita ISPA dan

Sati, Sunarsih, Faisya, Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan Asrama Santriwati ● 122
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

kondisi fisik lingkungan kamar masih kurang HASIL PENELITIAN


memenuhi persyaratan kesehatan serta ada Analisis Univariat
perbedaan.9Dilihat dari kepadatan hunian Penelitian ini dilakukan pada 72
Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al- responden yang merupakan santriwati pada
Ittifaqiah tidak sesuai dengan Kepmenkes RI Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan
No.829/Menkes/SK/VII/1999 yang Pondok Pesantren Al-Ittifaqiah. Tabel
2
menyatakan luas ruang tidur minimal 8m dan univariat distribusi frekuensi pada santriwati
tidak dianjurkan digunakan lebih dari dua dapat dilihat pada tabel 1.
orang tidur dalam satu ruang tidur.
Berdasarkan latar belakang Tabel 1.
permasalahan yang telah dibahas, penelitian Distribusi Frekuensi Santriwati di Pondok
bertujuan untuk mengetahui hubungan Pesantren Raudhatul Ulum dan
kualitas udara dalam ruangan asrama Al-Ittifaqiah Tahun 2015
santriwati dengan kejadian ISPA Pondok
Variabel n (%)
Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah Kejadian ISPA
Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan tahun ISPA 42 58,3
Tidak ISPA 30 41,7
2015. Pencahayaan
Tidak memenuhi syarat 39 54,2
Memenuhi syarat 33 48,8
METODE Suhu
Tidak memenuhi syarat 55 76,4
Penelitian ini dilakukan di Pondok Memenuhi syarat 17 23,6
Kelembaban
Pesantren Raudhatul Ulum dan Al- Tidak memenuhi syarat 70 97,2
Memenuhi syarat 2 2,8
Ittifaqiah Kabupaten Ogan Ilir. Data yang Laju Ventilasi
digunakan adalah data primer dan Tidak memenuhi syarat 50 69,4
Memenuhi syarat 22 30,6
sekunder. Penelitian ini merupakan Angka Kuman Udara
Tidak memenuhi syarat 70 97,2
penelitian kuantitatif dengan desain cross- Memenuhi syarat 2 2,8
sectional. Populasi penelitian ini adalah Kepadatan Hunian
Tidak memenuhi syarat 62 86,1
seluruh santriwati di Pondok Pesantren Memenuhi syarat 10 13,9
Prilaku membersihkan
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah Tidak tiap hari 14 19,4
Sekali sehari 24 33,3
Kabupaten Ogan Ilir dengan total sampel Dua kali 3 4,2
72 santriwati. Variabel yang dikaji dalam Lebih dari dua 31 43,1
Perilaku membuka jendela
penelitian ini adalah kejadian ISPA pada Tidak tiap hari 2 2,8
Sekali sehari 55 76,4
santriwati sebagai variabel dependen dan Dua kali 13 18,1
suhu ruangan, pencahayaan, kelembaban, Lebih dari dua 2 2,8

laju ventilasi, angka kuman udara,


Berdasarkan tabel 1, diketahui bahwa
perilaku santriwati membersihkan
dari 72 santriwati yang di wawancara
ruangan, perilaku santriwati membuka diperoleh paling banyak santriwati mengalami
jendela sebagai variabel independen. ISPA yaitu 42 (58,3%) responden.
Teknik pengambilan sampel yaitu random Pencahayaan dalam ruang asrama santriwati
sampling dengan metode Stratified Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-
sampling. Analisa data yang dilakukan Ittifaqiah disimpulkan bahwa frekuensi kamar
adalah univariat dan bivariat (uji chi- asrama santriwati yang tidak memenuhi syarat
square). pencahayaan lebih besar dibandingkan dengan
frekuensi kamar asrama santriwati yang
memenuhi syarat pencahayaan yaitu sebesar

123 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 6, Nomor 02 Juli 2015


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

54,2%. Diketahui bahwa Pondok Pesantren bahwa dari kamar asrama santriwati Pondok
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah memiliki Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah
distribusi frekuensi suhu ruangan asrama memiliki mayoritas kepadatan hunian kamar
santriwati paling banyak tidak memenuhi tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 62
syarat sebanyak 76,4% dibandingkan dengan (86,1%) responden. Berdasarkan tabel
kamar asrama santriwati yang memenuhi 1.diketahui sebagian besar santriwati Pondok
syarat. Berdasarkan tabel didapat bahwa Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah
Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al- memiliki kebiasaan membersihkan ruangan
Ittifaqiah memiliki distribusi frekuensi sebanyak 43,1%. Berdasarkan tabel diatas
kelembaban ruangan mayoritas sebanyak 70 dapat disimpulkan bahwa mayoritas perilaku
(97,2%) responden tidak memenuhi syarat santriwati Pondok Pesantren Raudhatul Ulum
kelembaban ruangan lebih banyak dan Al-Ittifaqiah membuka jendela/pintu
dibandingkan dengan kelembaban ruangan kamar asrama sekali sehari yaitu sebanyak
yang memenuhi syarat. Berdasarkan tabel di 76,4%.
atas diketahui bahwa mayoritas kamar asrama
santriwati memiliki kualitas laju ventilasi Analisis Bivariat
tidak memenuhi syarat sebesar 57 (69,4%) Analisis ini digunakan dengan tujuan
responden lebih banyak dibandingkan dengan mengetahui hubungan antara kualitas udara
laju ventilasi ruangan kamar asrama fisik (pencahayaan, suhu, kelembaban, dan
memenuhi syarat. Diketahui bahwa sebagian laju ventilasi), kualitas udara biologi (angka
besar kamar asrama Pondok Pesantren kuman udara), kepadatan hunian, perilaku
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah tidak membersihkan ruangan asrama, dan perilaku
memenuhi syarat angka kuman udara yaitu membuka jendela dengan kejadian ISPA pada
sebesar 97,2% responden memiliki kamar Pondok Pesantren Raudhataul Ulum dan Al-
asrama yang tidak memenuhi syarat angka Ittifaqiah. Secara rinci hasil analisis tersebut
kuman udara. Berdasarkan tabel diatas didapat dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2.
Hubungan Variabel Penelitian dengan Kejadian ISPA pada Santriwati di Pondok Pesantren
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah Tahun 2015

Variabel Total PR (CI 95%) p-value


n %
Pencahayaan
TMS 39 100 1,244 (0,829 – 1,867) 0,401
MS 33 100
Suhu
TMS 55 100 2,287 (1,071 – 4,887) 0,013
MS 17 100
Kelembaban
TMS 70 100 0,400 (0,300 – 0,533) 0,170
MS 2 100
Laju Ventilasi
TMS 50 100 1,240 (0,774 – 1,986) 0,489
MS 22 100
Angka Kuman
TMS 70 100 0,400 (0,300 – 0,533) 0,170
MS 2 100
Kepadatan Hunian
TMS 62 100 6,613 (1,021 – 42,816) 0,003
MS 10 100
Membersihkan Ruangan
Jarang 38 100 2,237 (1,379 – 3,629) 0,001

Sati, Sunarsih, Faisya, Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan Asrama Santriwati ● 124
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Sering 34 100
Membuka Jendela
Jarang 57 100 2,500 (1,059 – 5,902) 0,012
Sering 15 100
Keterangan:
TMS = Tidak Memenuhi Syarat
MS = Memenuhi Syarat

Hasil uji statistik menggunakan uji Chi- hubungan yang signifikan antara laju ventilasi
square diperoleh pada variabel pencahayaan ruangan dengan kejadian ISPA pada Pondok
didapat nilai p-value sebesar 0,401. Nilai Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah.
tersebut menunjukkan bahwa tidak ada Pada variabel angka kuman udara
hubungan yang signifikan antara pencahayaan penelitian ini menggunakan uji Fisher Exact,
ruangan kamar asrama santriwati dengan karena ada 1 yang bernilai nol, dan terdapat
kejadian ISPA, karena p-value (0,401) > 50% nilai expected kurang dari 5. Maka
(0,05). Pada varibel suhu didapat nilai peneliti menggunakan uji alternatif yaitu uji
prevalensi rasio sebesar 2,287, yang artinya Fisher karena tabel dalam penelitian ini
santriwati yang memiliki suhu ruangan kamar merupakan tabel 2x2. Berdasarkan uji statistik
asrama tidak memenuhi syarat mempunyai menggunakan uji Fisher exact diperoleh nilai
risiko 2,287 kali lebih besar mengalami p-value sebesar 0,170, yang artinya tidak ada
kejadian ISPA dibandingkan dengan hubungan yang signifikan antara angka
santriwati yang memiliki suhu ruangan kamar kuman udara ruangan dengan kejadian ISPA
asrama memenuhi syarat. Menggunakan pada Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan
derajat kepercayan 95% (1,071 – 4,887) Al-Ittifaqiah, karena nilai p-value (0,170) >
dapat disimpulkan bahwa di populasi alpa (0,05).
santriwati yang memiliki suhu ruangan kamar Variabel kepadatan hunian pada
tidak memenuhi syarat bisa meningkatkan penelitian ini diperoleh nilai prevalensi rasio
risiko 1,071 hingga 4,887 kali mengalami sebesar 6,613. Nilai PR tersebut dapat
kejadian ISPA pada. Dari hasil uji statistik dimaknai bahwa santriwati Pondok Pesantren
menggunakan uji chi-square diperoleh p- Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah yang
value = 0,013, yang artinya ada hubungan memiliki kepadatan hunian kamar asrama
yang signifikan antara suhu ruangan kamar tidak memenuhi syarat lebih berisiko 6,613
asrama dengan kejadian ISPA di Pondok kali lebih besar terkena ISPA dibandingkan
Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah, santriwati yang memiliki kepadatan hunian
karena nilai p-value (0,013)< alpha (0,05). kamar asrama memenuhi syarat.
Uji Fisher Exact digunakan untuk Menggunakan derajat kepercayaan 95%
melihat hubungan variabel kelembaban (1,021-42,816) menunjukkan bahwa pada
dengan kejadian ISPA. Uji ini digunakan populasi santriwati Pondok Pesantren
karena ada sel dengan nilai harapan kurang Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah yang
dari 5. Berdasarkan uji statistik menggunakan memiliki kepadatan hunian tidak memenuhi
uji Fisher exact diperoleh nilai p-value syarat dapat meningkatkan risiko 1,021
sebesar 0,170, yang artinya tidak ada hingga 42,816 kali terkena ISPA pada
hubungan yang signifikan antara kelembaban santiwati. Hasil uji statistik menggunakan uji
ruangan dengan kejadian ISPA di Pondok Chi-square diperoleh nilai p-value sebesar
Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah. 0,001 yang artinya ada hubungan yang
Uji hubungan variabel laju ventilasi signifikan antara kepadatan hunian kamar
menggunakanuji chi-square diperoleh p- asrama santriwati dengan kejadian ISPA,
value= 0,489. Karena nilai p-value >alpa karena p-value (0,001) < (0,05).
(0,05), maka dapat disimpulkan tidak ada

125 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 6, Nomor 02 Juli 2015


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Hasil analisis variabel perilaku PEMBAHASAN


santriwati membersihkan ruangan diperoleh Hubungan Pencahayaan dengan Kejadian
nilai prevalensi rasio sebesar 2,237. Nilai ISPA
tersebut dapat dimakani bahwa santriwati Hasil analisis uji statistik menggunakan
yang memiliki perilaku membersihkan uji uji chi-square diperoleh nilai p-value
ruangan dengan kategori jarang lebih berisiko sebesar 0,401. Hipotesis nol diterima jika nilai
2,237 kali lebih besar dibandingkan dengan p-value lebih besar dari 0,05, karena nilai p-
santriwati yang memiliki perilaku sering value diperoleh sebesar 0,401 artinya
membersihkan ruangan sehari-hari. Dengan hipotesis nol diterima maka dapat
derajat kepercayaan 95% (1,379 – 3,629) disimpulkan bahwa tidak ada hubungan yang
menunjukkan bahwa pada populasi santriwati bermakna antara pencahayaan ruangan kamar
Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al- asrama santriwati dengan kejadian ISPA di
Ittifaqiah yang memiliki perilaku jarang Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-
membersihkan ruangan sehari-hari bisa Ittifaqiah.
meningkatkan risiko 1,379 hingga 3,629 kali Cahaya mempunyai sifat dapat
terkena ISPA pada santriwati. Berdasarkan membunuh bakteri telah diketahui sejak lama.
hasil uji statistik dengan uji Chi-square Sinar UV dari cahaya matahari sering
didapat nilai p-value = 0,001, p-value< alpha dimanfaatkan untuk pengobatan rachitis.
(0,05), artinya ada hubungan yang signifikan Tetapi sebaliknya kebanyakan kena sinar
antara perilaku santriwati membersihkan matahari dapat mengakibatkan kanker pada
ruangan kamar asrama dengan kejadian ISPA kulit.10 Pencahayaan ruangan memenuhi
di Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al- syarat Permenkes No.
Ittifaqiah. 1077/MENKES/PER/V/2011 jika 60 Lux.
Hasil analisis pada variabel perilaku Tempat tinggal yang baik membutuhkan
membuka jendela terhadap kejadian ISPA pencahayaan yang cukup, kurangnya cahaya
didapat nilai prevalensi rasio 2,500. Nilai ini akan memicu berkembangnya bibit-bibit
dapat dimaknai bahwa santriwati yang penyakit. Bibit penyakit ini salah satunya
memiliki perilaku jarang membuka yaitu penyakit saluran pernapasan, namun
jendela/pintu sehari-hari lebih berisiko 2,500 tidak hanya penyakit saluran pernapasan
kali lebih besar dibandingkan dengan perilaku tetapi ketika pencahayaan ruangan yang
santriwati sering membuka jendela/pintu memiliki nilai pencahayaan (Lux) yang terlalu
sehari-hari. Dengan derajat kepercayaan 95% rendah akan berpengaruh terhadap akomodasi
(1,059 – 5,902) artinya pada populasi mata yang terlalu tinggi, sehingga akan
santriwati Pondok Pesantren Raudhatul Ulum berakibat terhadap kerusakan retina pada
dan Al-Ittifaqiah yang memiliki perilaku mata.
jarang membuka jendela/pintu sehari-hari Tetapi penelitian ini sejalan dengan
dapat meningkatkan risiko 1,059 hingga 5,902 hasil penelitian Meliza dengan menyatakan
kali terkena ISPA pada santriwati. Hasil uji tidak ada hubungan pencahayaan ruangan
statistik menggunakan uji Chi-square didapat dengan kejadian ISPA di Pondok Pesantren
nilai p-value sebesar 0,012 yang artinya ada Al-Bahroniyyah, karena p-value = 0,612 yang
hubungan yang signifikan antara perilaku artinya p-value <alpha (0,05), dan penelitian
santriwati membuka jendela/pintu kamar oleh Sinaga (2012) dengan p-value sebesar
asrama santriwati dengan kejadian ISPA, 1,000 yang artinya hipotesis nol diterima,
karena p-value (0,012) < (0,05). sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
hubungan pencahayaan dengan kejadian
ISPA.

Sati, Sunarsih, Faisya, Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan Asrama Santriwati ● 126
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

Berdasarkan hasil pengukuran kamar besar dibandingkan dengan kamar ruang


asrama santriwati Pondok Pesantren asrama yang memenuhi syarat.
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah dari 72 Suhu udara dalam suatu ruangan sangat
responden terdapat 33 responden yang mempengaruhi pertumbuhan dan
kamarnya tidak memenuhi syarat artinya perkembangbiakan mikroba penyebab
terdapat 48,8% kamar asrama yang memiliki penyakit seperti jamur, bakteri dan virus.
intensitas cahaya 60 Lux. Terdapat hampir Udara bukan merupakan habitat asli mikroba,
dari 50% pencahayaan ruangan kamar asrama tetapi mikroba akan tumbuh dan berkembang
memenuhi syarat, hal ini didukung oleh biak di udara dengan lingkungan udara yang
perilaku santriwati yang mayoritas selalu sesuai yaitu adanya suhu yang tepat, suhu
membuka jendela setiap harinya, dibuktikan dalam ruangan rumah yang terlalu rendah juga
dengan terdapat 76,4% santriwati Pondok dapat menyebabkan gangguan kesehatan
Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah hingga hypothermia, sedangkan suhu yang
memiliki perilaku membuka jendela/pintu terlalu tinggi dapat menyebabkan dehidrasi
sekali setiap harinya, sehingga cahaya dari sampai heat stroke.1
luar ruangan bisa masuk ke dalam ruangan Penelitian Meliza (2013) yang
kamar asrama santriwati. merupakan penelitian serupa di pondok
Cahaya yang bersumber dari sinar pesantren menyimpulkan bahwa diperoleh
matahari yang masuk ke dalam ruangan nilai p-value = 0,043 yang artinya ada
melalui jendela dan celah-celah yang terbuka hubungan antara suhu dengan kejadian ISPA
sangat dibutuhkan untuk membunuh bakteri- di Pondok Pesantren Al-Bahroniyyah dari 80
bakteri patogen di dalam ruangan12. Dapat responden terdapa 71 orang pernah menderita
disimpulkan bahwa pencahayaan ruangan ISPA dengan kondisi lingkungan kamar tidak
dalam penelitian ini bukan merupakan faktor memenuhi syarat. Beberapa peneliti juga
risiko terjadinya ISPA pada Pondok Pesantren menyimpulkan ada hubungan antara suhu
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah. dengan kejadian ISPA9.
Pada penelitian yang dilakukan pada
Hubungan Suhu dengan Kejadian ISPA Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-
Berdasarkan hasil penelitian pada 72 Ittifaqiah didapat bahwa ada hubungan yang
orang santriwati di Pondok Pesantren signifikan antara suhu ruangan kamar asrama
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah didapat 60 santriwati dengan kejadian ISPA. Kamar
orang santriwati yang memiliki kamar asrama asrama dilihat dari beberapa teori dan
tidak memenuhi persyaratan penelitian terdahulu juga menyatakan ada
1077/MENKES/PER/V/2011 yaitu 18-30 hubungan yang signifikan, sehingga dapat
mengalami ISPA. Hasil analisis menunjukkan disimpulkan bahwa suhu ruangan merupakan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor terjadinya ISPA.
suhu ruangan asrama dengan kejadian ISPA,
karena nilai p-value (0,013) < alpha (0,05). Hubungan Kelembaban dengan Kejadian
ISPA
Suhu ruangan kamar asrama santriwati yang
Hasil analisis hubungan kelembaban
tidak memenuhi syarat memiliki risiko
dengan kejadian ISPA menunjukkan bahwa
terjadinya ISPA pada santriwati, dilihat dari
tidak ada hubungan yang signifikan antara
nilai prevalensi rasio= 2,287 sehingga dapat
kelembaban ruangan dengan kejadian ISPA,
disimpulkan bahwa suhu ruangan kamar
nilai p-value sebesar 0,170. Kelembaban
asrama yang tidak memenuhi syarat
udara merupakan salah satu faktor yang
Permenkes No. 1077/MENKES/PER/V/2011
menyebabkan mikroba bertahan lama di
yaitu 18-30 memiliki risiko 2,287 kali lebih
udara, banyaknya mikroba di udara ditentukan

127 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 6, Nomor 02 Juli 2015


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

oleh keadaan lingkungan sekitarnya, dan taraf disimpulkan kelembaban ruangan pada
kepadatan penghuni ruangan berperan penelitian ini dapat menyebabkan terjadinya
menyebarkan penyakit infeksi dalam ruangan. penyakit lain seperti TBC dan sebagainya
Pencemaran udara dalam ruangan seperti selain ISPA.
gedung-gedung, perumahan penduduk dan Berdasarkan hasil penelitian yang telah
lainnya mayoritas bersifat biologis, pada dilakukan pada 72 responden terdapat 97,2%
golongan ini terdiri dari beberapa jenis responden yang memiliki kelembaban kamar
mikroba patogen seperti jamur, metazoa, asrama tidak memenuhi syarat menurut
bakteri dan virus.14 Kelembaban yang terlalu Permenkes No. 1077/MENKES/PER/V/2011
tinggi maupun rendah dapat menyebabkan dengan standar 40-60%. Peran serta penghuni
suburnya pertumbuhan mikroorganisme.5 kamar asrama juga sangat membantu untuk
Beberapa penelitian tentang kejadian menjaga kelembaban udara agar tetap baik,
ISPA juga menyimpulkan bahwa tidak ada karena kelembaban dalam suatu ruangan juga
hubungan yang signifikan antara kelembaban akan dipengaruhi oleh benda-benda yang ada
ruangan dengan kejadian ISPA. Seperti di sekelilingnya seperti ditemukan hampir
penelitian oleh Yusup & Sulistyorini (2005) seluruh kamar asrama pesantren banyak
menyimpulkan bahwa p-value= 0,134 yang gantungan baju baik kering maupun lembab.
artinya tidak ada hubungan antara kelembaban Hal ini sangat menunjang tingginya
dengan kejadian ISPA.15 Penelitian lain yang kelembaban pada setiap kamar, selain itu
dilakukan pada pemukiman sekitar kawasan banyaknya gantungan baju bisa memicu
pertambangan granit Kecamatan Meral banyaknya nyamuk di pondok pesantren yang
Kabupaten Karimun oleh Anthony (2008) akan mengakibatkan berbagai penyakit yang
dengan p-value= 0,10 menyimpulkan bahwa disebabkan oleh vektor seperti malaria, DBD,
tidak ada hubungan yang bermakna antara dan sebagainya.
kelembaban ruangan dengan gangguan ISPA Kebiasaan santriwati yang cenderung
pada balita, akan tetapi dari hasil observasi tidak peduli dengan lingkungan yang ada
terlihat bahwa proporsi yang mengalami didalam kamar, terlihat dari kebiasaan
gangguan ISPA lebih tinggi pada balita yang santriwati menggantung pakaian di dalam
tinggal dalam rumah dengan kelembaban kamar, hal ini mengakibatkan mayoritas
tidak memenuhi syarat (40%- 60%).16 kamar santriwati memiliki kelembaban diatas
Meliza (2013) juga menyatakan bahwa 70%, artinya kamar asrama dengan penderita
tidak ada hubungan yang bermakna antara atau dengan bukan penderita ISPA tidak
kelembaban ruangan kamar asrama dengan memiliki kelembaban yang cenderung
kejadian ISPA, dikarenakan rata-rata berbeda, sehingga memiliki potensi yang
kelembaban ruangan pada kamar asrama sama untuk terkena ISPA. Dapat disimpulkan
pondok pesantren adalah 80% sedangkan bahwa kelembaban bukan merupakan faktor
standar yang dipersyaratkan adalah 40%-60%, risiko terjadinya ISPA pada santriwati.
tingginya kelembaban dalam suatu ruangan
akan mengakibatkan timbulnya berbagai Hubungan Laju Ventilasi dengan Kejadian
penyakit yang berasal dari mikroorganisme ISPA
udara.9 Mikroorganisme yang berada di dalam Hasil analisis menggunakan uji statistik
ruang dapat bertambah banyak karena adanya diperoleh nilai p-value = 0,489, nilai p-value
faktor yang mendukung pertumbuhannya, <alpa (0,05), yang artinya tidak ada hubungan
yaitu kelembaban udara17. Kelembaban yang signifikan antara laju ventilasi ruangan
ruangan yang berkisar antara 25-75% sangat dengan kejadian ISPA. Ventilasi yang tidak
mempengaruhi pertumbuhan spora jamur, dan baik akan memicu tingginya kelembaban
bakteri-bakteri patogen. Maka dapat udara dalam ruangan. Tingginya kelembaban

Sati, Sunarsih, Faisya, Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan Asrama Santriwati ● 128
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

dalam ruangan akan menjadi media yang baik Hubungan Kualitas Lingkungan Biologi
untuk pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab Udara (Angka Kuman Udara) dengan
penyakit.18 Kejadian ISPA
Sistem ventilasi adalah masalah
Hasil uji statistik menggunakan Chi-
pergerakan udara dimana udara dalam
square setelah dianalisis didapat bahwa tidak
ruangan selalu mengalir sehingga udara yang
ada hubungan yang bermakna antara angka
buruk selalu berganti dengan udara yang
kuman udara ruangan dengan kejadian ISPA,
bersih. Dengan udara yang selalu bergerak
karena nilai p-value (0,170) > alpa (0,05).
diharapkan kondisi udara di dalam ruangan
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
akan bertambah baik, meliputi kualitas dan
telah dilakukan oleh Meliza (2013) nilai p =
kenyamanan. Ventilasi yang dimaksud adalah
0,006 yang artinya tidak ada hubungan yang
proses pemasukan udara bersih dan
bermakna antara angka kuman udara dengan
pengeluaran udara yang berkualitas buruk
kejadian ISPA.
atau kurang baik dalam ruangan. Penggunaan
Permenkes No.
ventilasi alami, pemasukan dan pengeluaran
1077/MENKES/PER/V/2011 menyatakan
udara berjalan secara alamiah tanpa
standar angka kuman udara dalam tempat
menggunakan alat, sehingga banyak
17 tinggal < 700 CFU/m3. Kualitas udara yang
tergantung pada kekuatan angin.
tidak memenuhi persyaratan biologi akibat
Laju ventilasi dalam ruangan kamar
faktor risiko dapat menimbulkan dampak
asrama santriwati setelah dilakukan
kesehatan dan perlu dilakukan upaya
pengukuran dan observasi langsung ke
penyehatannya. Dampak kesehatan yang akan
lapangan didapat mayoritas kamar asrama
terjadi yaitu penyakit yang berhubungan
santriwati memiliki laju ventilasi yang
dengan bioaerosol dapat berupa penyakit
terhambat karena banyaknya jendela sebagai
infeksi seperti ISPA.
sumber sirkulasi udara kamar asrama tidak
Penyumbang pencemaran udara
bisa dibuka, karena adanya penghalang seperti
ruangan salah satunya bersumber pada
adanya lemari-lemari yang diletakkan didepan
peralatan yang dipergunakan yang merupakan
jendela, hal ini dibuktikan dengan terdapat
penyumbang polusi udara berupa pertikel dan
69,4% responden yang memiliki laju ventilasi
dari manusia itu sendiri yang menyumbang
tidak memenuhi syarat.
pencemaran udara biologis, akan
Kesimpulannya ditemukan bahwa baik
menimbulkan beberapa jenis penyakit yang
kamar penderita ISPA atau kamar bukan
disebabkan oleh virus, bakteri, protozoa, dan
penderita ISPA sama-sama memiliki kamar
ataupun cacing.19 Beberapa jalan penyebaran
asrama tidak memenuhi syarat. Kepadatan
mikroorganisme di dalam udara yaitu melalui
hunian suatu tempat tinggal juga menjadi
percikan cairan hidung atau mulut ketika
faktor pemicu terhambatnya atau kurangnya
terjadi bersin, dan ketika terjadi percakapan
sirkulasi udara dalam ruang tempat tinggal.
antara manusia. Ukuran titik-titik cairan yang
Dilihat dari observasi di lapangan terdapat
terhembus dari saluran pernapasan memiliki
86,1% kamar asrama yang tidak memenuhi
ukuran micrometer hingga millimeter.4
persyaratan. Sehingga disimpulkan bahwa laju
Berdasarkan penelitian yang sama,
ventilasi kamar asrama bukan merupakan
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang
faktor risiko terjadinya ISPA pada santriwati.
signifikan antara angka kuman udara dengan
kejadian ISPA di Pondok Pesantren “Al-
Bahroniyyah” Ngemplak Mranggen Demak
nilai p-value= 0,006, rata-rata diperoleh angka

129 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 6, Nomor 02 Juli 2015


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

kuman kamar asrama pesantren sebesar 2178 Kepmenkes No.829 tahun 1999 menyatakan
CFU/m.39 ruangan tidur minimal 8 m2 dan tidak
Berdasarkan hasil observasi ditemukan dianjurkan lebih dari 2 orang, dari penelitian
bahwa tidak ada hubungan yang signifikan yang dilakukan ditentukan kamar asrama yang
antara angka kuman udara dengan kejadian kepadatan huniannya tidak memenuhi syarat
ISPA di asrama santriwati Pondok Pesantren berisiko terhadap terjadinya ISPA, dibuktikan
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah. Setelah dengan nilai prevalensi rasio 6,613 yang
dilihat dari proporsi santriwati yang artinya bahwa kamar asrama santriwati yang
mengalami ISPA lebih tinggi pada kamar kepadatan hunianya tidak memenuhi syarat
asrama yang tidak memenuhi syarat angka 6,613 kali lebih berisiko dibandingkan dengan
kuman udara yaitu sebanyak 60% kejadian kamar asrama santriwati yang memenuhi
ISPA, daripada kamar asrama yang memenuhi syarat yaitu 2 orang untuk luas 8 m2.
syarat angka kuman udara berdasarkan Kepadatan hunian ruangan berperan
Permenkes No. 1077/MENKES/PER/V/2011 besar sebagai pembantu dalam penyebaran
dengan standar maksimal < 700 CFU/m3. penyakit infeksi dalam ruangan dari pada
Banyaknya kamar asrama santriwati diluar ruangan.14Luas bangunan yang tidak
yang tidak memenuhi syarat angka kuman sesuai dengan jumlah penghuninya akan
udara tidak hanya disebabkan oleh bakteri asal mengakibatkan mudahnya anggota penghuni
saluran pernapasan, tetapi dipicu juga oleh bangunan tersebut terkena penyakit menular,
bagian tubuh manusia di sekelilingnya, dari anggota penghuni lainnya.18 Penelitian
pakaian, sepatu, ataupun perlengkapan lainnya terdahulu menyimpulkan bahwa kepadatan
yang dibawa ke ruangan kamar asrama. hunian memiliki nilai OR= 9 yang artinya
Pengukuran angka kuman udara dalam rumah yang memiliki kepadatan hunian tidak
penelitian ini merupakan pengukuran yang memenuhi syarat berisiko mengalami ISPA 9
berskala umum untuk semua jenis kuman kali lebih tinggi dibandingkan dengan rumah
udara, sehingga tidak hanya bakteri virus yang memiliki kepadatan hunian yang
ataupun jamur yang bersifat patogen yang memenuhi syarat, dengan p= 0,013 yang
terdapat di dalam ruangan kamar asrama artinya ada hubungan yang signifikan antara
tetapi juga termasuk bakteri virus ataupun kepadatan hunian dengan kejadian ISPA.20
jamur yang tidak bersifat patogen. Biasanya Kepadatan anggota keluarga merupakan
bakteri yang ada di udara hanya mengandung kondisi lingkungan yang akan mempengaruhi
0,01-0,1% bakteri patogen. Sehingga bisa terjadinya ISPA pada masyarakat. Faktor-
disimpulkan bahwa angka kuman udara dalam faktor pemicu meningkatnya pertumbuhan
penelitian ini bukan merupakan faktor mikroba di udara dalam ruangan adalah salah
penyebab terjadinya ISPA pada santriwati satunya faktor kepadatan hunian di suatu
Pondok Pesantren Raudhatul Ulum dan Al- ruangan tersebut.2 Sehingga dapat
Ittifaqiah. disimpulkan pada penelitian ini kepadatan
hunian kamar asrama santriwati Pondok
Hubungan Kepadatan Hunian dengan Pesantren Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah
Kejadian ISPA merupakan faktor pemicu terjadinya ISPA
pada santriwati.
Hasil analisis yang telah dilakukan
menggunakan uji statistik diperoleh bahwa
Hubungan Perilaku Membersihkan
ada hubungan yang bermakna antara
Ruangan dengan Kejadian ISPA
kepadatan hunian kamar asrama santriwati
dengan kejadian ISPA, karena p-value (0,003) Berdasarkan hasil analisis statistik nilai
< (0,05). Kepadatan hunian berdasarkan p-value= 0,001, yang artinya ada hubungan

Sati, Sunarsih, Faisya, Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan Asrama Santriwati ● 130
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

bermakna antara perilaku santriwati membuka kamar asrama 2,500 kali lebih
membersihkan ruangan kamar asrama dengan berisiko dibandingkan dengan perilaku
kejadian ISPA di Pondok Pesantren Raudhatul santriwati yang sering membuka kamar
Ulum dan Al-Ittifaqiah. Perilaku santriwati asrama.
yang jarang membersihkan kamar akan Jendela adalah lubang penghawaan
membuat kamar asrama menjadi kotor, kamar alam yang berguna untuk memasukkan hawa
asrama yang kotor dapat menunjang segar kedalam ruangan atau gedung. Hawa
terjadinya kejadian ISPA di Pondok segar sangat diperlukan dalam rumah untuk
Pesantren, hal ini ditunjukkan dengan hasil mengganti udara ruangan yang sudah
nilai prevalensi rasio sebesar 2,237 yang terpakai.10 Penelitian serupa juga menyatakan
artinya memiliki risiko 2,237 kali lebih tinggi ada hubungan antara perilaku membuka
dari kamar asrama yang sering dibersihkan jendela kamar setiap hari dengan kejadian
oleh santriwati. ISPA, ditunjukkan dengan nilai p-value =
Kondisi hunian yang memiliki sanitasi 0,001. Kamar tidur yang jendelanya tidak
tidak bersih dan sehat akan menyebabkan pernah dibuka akan mengakibatkan kamar
berbagai gangguan penyakit seperti infeksi pengap dan lembab, kamar yang lembab akan
saluran pernapasan akut (ISPA) yang memicu mikroorganisme udara tumbuh
merupakan penyebab kematian terbanyak subur.23
kedua dan tuberkulosis merupakan penyebab Kurangnya kesadaran santriwati untuk
kematian terbanyak.21 Pondok Pesantren menjaga sirkulasi udara yang ada di dalam
Raudhatul Ulum dan Al-Ittifiqiah sudah kamar, dengan terlihat banyaknya jendela
mengutus kepala kamar untuk setiap yang dihalangi oleh lemari pakaian sehingga
kamarnya, dengan tujuan bisa mengawasi jendela tersebut tidak bisa dibuka, hal ini
santriwati agar selalu menjaga kebersihan dan mengakibatkan terhalangnya hawa udara
ketertiban di dalam kamar, tetapi semuanya segar masuk kedalam ruangan yang akan
kembali lagi kepada individunya ada yang mengakibatkan ruangan tersebut pengap dan
memang kamarnya bersih dan banyak yang memiliki kelembaban tinggi. Dilihat dari hasil
masih kotor. Berdasarkan penelitian yang penelitian yang telah dilakukan diperoleh
telah dilakukan, beberapa teori dan penelitian santriwati yang jarang membuka jendela
terdahulu, dapat disimpulkan bahwa perilaku sehari-hari terdapat 38 responden yaitu
membersihkan ruangan dalam penelitian ini 66,7% santriwati mengalami ISPA dari total
merupakan faktor risiko terjadinya ISPA pada 57 santriwati yang menjadi responden dalam
santriwati. penelitian ini. Dapat disimpulkan bahwa
perilaku membuka jendela pada penelitian ini
Hubungan Perilaku Membuka Jendela merupakan pemicu terjadinya ISPA pada
dengan Kejadian ISPA santriwati.
Hasil analisis statistik menyatakan ada
KESIMPULAN DAN SARAN
hubungan yang bermakna antara prilaku
santriwati membuka jendela kamar asrama Berdasarkan hasil penelitian yang telah
santriwati dengan kejadian ISPA, karena p- dilakukan tentang hubungan kualitas udara
value (0,012) < (0,05). Perilaku santriwati dalam ruangan asrama santriwati dengan
yang jarang membuka jendela kamar asrama kejadian ISPA di Pondok Pesantren Raudhatul
sehari-hari merupakan salah satu faktor risiko Ulum dan Al-Ittifaqiah tahun 2015, dapat
terjadinya ISPA pada santriwati, ditandai disimpulkan sebagai berikut:
dengan nilai prevalensi rasio sebesar 2,500, 1. Kejadian ISPA diperoleh sebanyak 42%
yang artinya prilaku santriwati yang jarang kejadian ISPA, dan 30% tidak ISPA,

131 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 6, Nomor 02 Juli 2015


Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

pencahayaan ruangan 54,2% tidak 1999 yaitu 2 orang untuk luas 8 m2 dan
memenuhi syarat dan 48,8% memenuhi kelipatannya.
syarat, suhu ruangan 76,4% tidak 2. Menyediakan tempat khusus untuk
memenuhi syarat dan 23,6% memenuhi menjemur pakaian santriwati seperti
syarat, kelembaban ruangan 97,2% tidak menyediakan lapangan kosong pada setiap
memenuhi syarat dan 2,8% memenuhi asrama yang terkena sinar matahari
syarat, laju ventilasi ruangan 69,4% langsung.
memenuhi syarat dan 30,6% memenuhi 3. Hendaknya pihak pesantren memastikan
syarat, angka kuman udara didapat sebesar bahwa setiap kamar memiliki ventilasi
97,2% tidak memenuhi syarat dan 2,8% udara yang berfungsi dengan baik, seperti
memenuhi syarat, kepadatan hunian 86,1% jendela harus berfungsi dengan baik tidak
tidak memenuhi syarat dan 13,9% boleh ada penghalang agar sirkulasi udara
memenuhi syarat, perilaku santriwati dalam kamar tetap terjaga, sebaiknya luas
membersihkan ruangan diperoleh ventilasi ruangan seperti jendela dan
mayoritas sebesar dan 43,1% lebih dari lubang-lubang hawa minimal 10% dari
dua dalam sehari membersihkan ruangan, luas lantai kamar sesuai dengan
dan mayoritas sebesar 76,4 sekali sehari persyaratan Kepmenkes No.829 tahun
membuka jendela. 1999, bila memungkinkan pengadaan
2. Ada hubungan antara suhu, kepadatan exhaust fan untuk setiap kamar minimal
hunian, perilaku membersihkan ruangan tersediah 1 unit.
kamar asrama dan perilaku santriwati B. Bagi Santriwati Pondok Pesantren
membuka jendela sehari-hari dengan Raudhatul Ulum dan Al-Ittifaqiah
kejadian ISPA santriwati Pondok 1. Tidak meletakkan lemari atau apapun yang
Pesantren Raudhatul Ulum, dan Al- bisa menutupi jendela, sehingga jendela
Ittifaqiah Ogan Ilir Sumatera Selatan tahun bisa berfungsi sebagaimana fungsinya.
2015. 2. Selalu membuka jendela setiap hari.
Saran dari penelitian ini adalah sebagai 3. Tidak menggantung pakaian di dalam
berikut : kamar, terutama pakaian yang lembab d
A. Bagi Pondok Pesantren Raudhatul Ulum idalam kamar.
dan Al-Ittifaqiah 4. Membersihkan kamar minimal 2 kali
1. Hendaknya pihak pesantren memberikan dalam sehari, dan menggunakan larutan
standar kepadatan hunian setiap kamar antiseptic untuk membersihkan ruangan.
sesuai dengan Kepmenkes No.829 tahun 5. Minimal sekali dalam setiap seminggu
menjemur kasur, bantal dan selimut.

DAFTAR PUSTAKA 4. Irianto, Kus. 2004. Struktur dan fungsi


1. WHO. 2014, World Health Statistic 2014 tubuh manusia. Yrama widya: Bandung.
[on line]. Dari: http://www.who.int.[18 5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Februari 2015]. Indonesia. 2011, Pedoman
2. WHO. 2007, Pencegahan dan PenyehatanUdara Dalam Ruang Rumah.
Pengendalian Infeksi Saluran Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Pernapasan Akut (ISPA) yang Cenderung Jakarta.
Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas 6. WHO. 2009, Dampness And Mould [on
Pelayanan Kesehatan [on line]. Dari: line]. Dari: http://www.who.int.[18
http://www.who.int.[6 April 2015] Februari 2015].
3. Sarudji, D. 2010. Kesehatan Lingkungan. 7. Kementrian Kesehatan Republik
Karya Putra Darwati: Bandung. Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar.
Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Jakarta.

Sati, Sunarsih, Faisya, Hubungan Kualitas Udara Dalam Ruangan Asrama Santriwati ● 132
Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat

8. Kementrian Agama. 2012, Data Pondok Infeksi Saluran Pernapasan Akut pada
Pesantren Se Sumatera Selatan Tahun Anak Balita di Kabupaten Wonosobo
2012.Kementrian Agama, Jakarta. Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012,
9. Meliza, ria, 2013. Hubungan Lingkungan [Tesis]. Program Studi Epidemiologi
Fisik Kamar Hunian dengan Kejadian Fakultas Kesehatan Masyarakat
Penyakit ISPA di Pondok Pesantren “Al- Universitas Indonesia, Depok. Dari:
Bahroniyyah” Ngemplak Mranggen http://lib.ui.ac.id [25 Februari 2015]
Demak, [skripsi]. Fakultas Kesehatan 18. Moerdjoko. 2004. ‘Kaitan Sistem Ventilasi
Masyarakat Universitas Diponegoro, Bangunan dengan Keberadaan
Semarang. Dari: eprint.undip.ac.id [11 Mikroorganisme Udara’, Dimensi Teknik
Desember 2014] Arsitektur, [on line], vol. 32, no. 1, pp. 89-
10. Kasjono, Heru subaris, dkk. 2011. 94. Dari: http://puslit.petra.ac.id. [17
Penyehatan Pemukiman. Gosyen Januari 2015]
Publishing: Yogyakarta. 19. Notoatmojo. 2007. Promosi Kesehatan dan
11. Halim, Fitria. 2012, Hubungan Faktor Ilmu Prilaku. Rineka Cipta: Jakarta.
Lingkungan Fisik dengan Kejadian Infeksi 20. Siteopati, Mangku. 1997. Usaha
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Mencegah Pencemaran Udara. Grasindo:
Pekerja di Industri Mebel Dukuh Tukrejo, Jakarta.
Desa Bondo, Kecamatan Bangsri, 21. Khasanah. Nur. 2011. Hubungan
Kabupaten Jepara, Propinsi Jawa Tengah Lingkungan Fisik Rumah dan
2012, [Skripsi]. Program Sarjana Pencemaran Udara dalam Rumah
Kesehatan Masyarakat Peminatan dengan Kejadian Pneumonia pada Anak
Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Usia 2-5 Tahun di Wilayah Kerja
Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Puskesmas Banjardawa Kabupaten
Dari: http://lib.ui.ac.id [25 Februari 2015] Pemalang[skripsi]. Fakultas Kesehatan
12. Notoatmodjo, Seokidjo. 1997. Ilmu Masyarakat Universitas Diponegoro,
Kesehatan Masyarakat. Rineka Cipta: Semarang. Dari: eprints.undip.ac.id[17
Jakarta. Januari 2015]
13. Chahaya, Indra, S., & Nurmaini. 2005. 22. Keman, Soedjajadi. 2005. ‘Kesehatan
‘Faktor-faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan dan Lingkungan Perumahan’.
Perumahan yang mempengaruhi Kejadian Jurnal Kesehatan Lingkungan. [on line],
ISPA pada Balita di Perumahan Nasional vol. 2, no. 1, pp. 29-42. Dari:
(Perumnas) Mandala, Kecamatan Percut http://journal.unair.ac.id. [13 Januari 2015]
Sei Tuan, Kabupatan Deli Serdang’, 23. Sukamawa, Anak Agung Anom, dan
Majalah Kedokteran Nusantara, [on line], Sulistyorini, Lilis. 2005. ‘Determinan
vol. 38, no. 3, pp.230- Sanitasi Rumah dan Sosial Ekonomi
234.Dari:http://repository.usu.ac.id/[2 Keluarga terhadap Kejadian ISPA pada
6 Okt 2014] Anak Balita serta Manajemen
14. Slamet, Juli Soemirat. 2004. Kesehatan Penanggulangannya di Puskesmas’,
Lingkungan. Gadjah mada Jurnal Kesehatan Lingkungan, [on
university press: Yogyakarta. line]vol. 3, no. 1, pp. 40-58. Dari:
15. Yusup, Nur Achmad, & Sulistyorini, Lilis. hhtp//portalgaruda.org. [18 Januari 2015]
2005. ‘Hubungan Sanitasi Rumah Secara 24. Pramudiyani, Novita Aris, dan
Fisik Dengan Kejadian ISPA Pada Balita’, Prameswari, Galuh Nita. 2011. ‘Hubungan
Jurnal Kesehatan Lingkungan, [on line], antara Sanitasi Rumah dan perilaku dengan
vol. 1, no. 2, pp. 110-118. Kejadian Pneumonia Balita’, Jurnal
16. Dari:hhtp//portalgaruda.org [17 Januari Kesehatan Masyarakat, [on line] vol. 6,
2015] no. 2, pp. 71-78. Dari:
17. Afandi, Ade, Irwan. 2012, Hubungan http://journal.unnes.ac.id. [17 Januari
Lingkungan Fisik Rumah dengan Kejadian 2015].

133 ● Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, Volume 6, Nomor 02 Juli 2015

You might also like