You are on page 1of 29

MAKALAH

PENGANTAR ILMU HUKUM

“Indonesia Darurat Pelecehan Seksual: Penegakan Hukum Kasus


Kepala Sekolah Lakukan Pelecehan Seksual Tehadap 12 Orang
Muridnya
ABSTRACT

The Child Sexual Abuse is like an iceberg phenomenon. It looks a little on


the surface but actually very widespread. So nobody really believes that areas where
there are no reports of sexual abuse mean that there is no sexual abuse. There are
many things that make people choose to hide their case rather than reporting the
abuse of their children because they still regard it as a shameful family disgrace or
because it depends on economic conditions or they do not want to be bothered with
these things.

This abuse not only distorts the physical condition of the victim, but also the
psychological impact that can also affect other aspects such as cognitive, social
relations and so on. Based on this, the purpose of this paper is to uncover the
psychological impact of victims of sexual abuse in the education environment

The source of this paper was obtained from several books on related material
and the internet. Based on these sources it can be concluded that in general, the
psychological impacts experienced by children who are victims of abuse are:
experienced traumatic events, the emergence of fear responses, fear and helplessness
due to physical abuse, the occurrence of traumatic events repeatedly and continues. in
physiological recollection, action, and reaction, make some avoidance, and close
themselves from the association and do not care about other

Other impacts posed as additional findings such as phobias, aggressive,


difficult to control or regulate, egoism, fantasy, and often do mechanisms to defend
themselves. But on the other side, the subject has dreams or expectations about
family and success. The dream is supported by results, which are above average in
intellectual capacity.

Key word: Psikologis, Abuse , & Pelakuia

2|Page
DAFTAR ISI

COVER......................................................................................................................... 1

ABSTRACT ..................................................................................................................2
DAFTAR ISI .................................................................................................................3
KATA PENGANTAR ...................................................................................................4
BAB I.............................................................................................................................5
PENDAHULUAN .........................................................................................................5
1.1 Latar Belakang ................................................................................................5
1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................................7
1.3 Tujuan 7
BAB II ...........................................................................................................................8
PEMBAHASAN............................................................................................................8
2.1 Pengertian Pelecehan Seksual pada Anak. ......................................................8
2.3 Contoh kasus pelecehan seksual pada anak ..................................................11
2.1 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual Terhadap Anak di
Indonesia ..................................................................................................................14
2.4 Dampak Psikologis Anak yang Menjadi Korban Pelecehan Seksual ...........17
2.5 Peran keluarga dalam mengatasi masalah psikologis anak yang menjadi
korban pelecehan seksual .........................................................................................20
BAB III ........................................................................................................................24
PENUTUP ...................................................................................................................24
3.1 Simpulan24
3.2 Saran 25
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................28

3|Page
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada kehadirat Allah SWT atas berkat dan
rahmatnya penulis bisa menyelesaikan tugas makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas akademik Pengantar Ilmu Hukum Tahun
Ajaran 2017/2018. Adapun topik yang dibahas di dalam makalah ini adalah mengenai
Psikologi Anak. Makalah ini akan memperdalam pengetahuan kita tentang “Dampak
Psikologis Korban Pelecehan Seksual dan Peran Keluarga sebagai Psikolog Pribadi
Anak”
Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan makalah ini tidak terlepas dari
banyaknya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik dalam bentuk bimbingan,
pemberian data-data, doa serta dorongan agar makalah ini dapat diselesaikan dengan
baik. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Bapak M. Rizqi Azmi, S.H.,M.H. sebagai dosen yang telah
membimbing penulis di dalam menyusun makalah ini. Kami juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi untuk tersajinya makalah
ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca. Kiranya makalah ini memberikan banyak manfaat bagi kehidupan kita
semua sehingga pelecehan fisik maupun seksual yang terjadi kepada anak-anak dapat
diminimalisasi. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.

Tangerang selatan, 20 Desember 2017

Penyusun

4|Page
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Anak Indonesia adalah aset bangsa yang harus dijaga dan diberi
perlindungan ekstra. Mereka adalah generasi yang menjadi garda terdepan
bagi pembagunan Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah sudah seharusnya
fokus terhadap upaya untuk mengembangkan potensinya dengan
memberikan akses pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pelayanan publik
lainnya secara merata khususnya untuk anak-anak di berbagai pelosok
Indonesia dan pemerintah wajib menjamin terpenuhinya hak asasi anak salah
satunya yaitu hak untuk mendapat perlindungan. Apalagi akhir-akhir ini
marak pemberitaan tentang pelecehan seksual pada anak.

Anak menjadi kelompok yang sangat rentan terhadap pelecehan


seksual karena anak selalu diposisikan sebagai pihak yang lemah dan
memiliki ketergantungan yang tinggi kepada orang dewasa di sekitarnya. Di
Indonesia kasus pelecehan seksual setiap tahunnya mengalami peningkatan,
korbannya bukan hanya dari kalangan dewasa saja sekarang sudah
merambah ke remaja, anak-anak, bahkan pada balita.

Ironisnya, Pelaku pelecehan seksual pada anak kebanyakan berasal


dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitar anak itu berada, antara lain
di dalam rumahnya sendiri, sekolah, lembaga pendidikan dan lingkungan
sosial anak. Siapapun dapat menjadi pelaku pelecehan seksual atau lebih
sering disebut pelaku. Kemampuan pelaku menguasai korban, baik tipu daya
maupun ancaman dan pelecehan menyebabkan pelecehan ini sulit dihindari.

5|Page
Dari seluruh kasus pelecehan seksual pada anak baru terungkap setelah
peristiwa itu terjadi, dan tak sedikit yang berdampak fatal.

Dampak yang diakibatkan dari pelecehan seksual yang dialami anak


dapat berupa fisik, psikis, dan sosial. Namun dampak psikis mengambil
peran lebih besar dari yang lainnya. Jika luka fisik dapat terobati dengan
bantuan medis, berbeda hal dengan psikis yang memerlukan pendampingan
psikologis dan rehabilitasi psikis secara berkesinambungan dan hal itu
belum menjamin si korban akan kembali seperti sedia kala karena setiap
kejadian yang menyakitkan pada dasarnya menyisakan luka batin yang
mendalam.

Korban pelecehan seksual pada umumnya mengalami trauma atas


kejadian yang mereka alami dan hal tersebut akan selalu diingat dalam benak
pikiran mereka sehingga mengakibatkan ketidakstabilan mental korban,
apalagi jika tidak didukung oleh kondisi lingkungan keluarga yang
harmonis. Mereka dapat mengalami depresi sehingga menutup diri dari
pergaulan dan apatis. Risiko paling buruk adalah mereka merasa tidak punya
semangat hidup dan memutuskan untuk mengakhiri hidupnya. Tentu ini
adalah hal yang tidak diinginkan.

Maka dari itu, penulis ingin mengajak pembaca untuk bersama-sama


menyadari bahwa dunia anak-anak kini sudah tidak aman lagi, di luar sana
berkeliaran para penjahat pelakuia yang siap melancarkan aksinya apabila
kita lalai mengawasi anak-anak apalagi pelecehan ini sudah merambah ke
dunia pendidikan, tempat yang kita percayai utnuk menitipkan buah hati kita
untuk menuntuk ilmu. Selain itu, penulis juga ingin memberitahukan bahwa
kita perlu untuk mengetahui psikologi anak agar menjadi orang tua yang
cerdas dan tanggap ketika anak mengalami masalah yang mempengaruhi
keadaan emosional/jiwa nya.

6|Page
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi pelecehan seksual?
2. Bagaimana kronologi kasus pelecehan seksual yang terjadi di SDN
Paburuan Tumpeng 3?
3. Bagaimana penegakan hukum kasus tersebut?
4. Bagaimana dampak psikologis anak yang menjadi korban pelecehan
seksual?
5. Bagaimana peran keluarga dalam mengatasi masalah psikologis anak
yang menjadi korban pelecehan seksual?

1.3 Tujuan
1. Agar kita dapat mengetahui pengertian pelecehan seksual pada anak;
2. Agar kita dapat mengetahui bentuk-bentuk pelecehan seksual pada anak;
3. Agar kita mengetahui tanda-tanda pelecehan seksual pada anak;
4. Agar kita dapat mengetahui kondisi pelecehan seksual pada anak di
Indonesia;
5. Agar kita dapat mengetahui dampak psikologi anak korban kekerasa
seksual;
6. Agar kita dapat mengetahui peran keluarga dalam mengatasi masalah
psikologis anak yang menjadi korban pelecehan.

7|Page
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Pelecehan Seksual pada Anak.


1
Pelecehan seksual adalah segala macam bentuk perilaku yang
berkonotasi seksual yang dilakukan secara sepihak dan tidak dikehendaki oleh
korbannya. Bentuknya dapat berupa ucapan, tulisan, simbol, isyarat dan
tindakan yang berkonotasi seksual. Aktifitas yang berkonotasi seksual bisa
dianggap pelecehan seksual jika mengandung unsur-unsur sebagai berikut,
yaitu adanya pemaksaan kehendak secara sepihak oleh pelaku, kejadian
ditentukan oleh motivasi pelaku,kejadian tidak diinginkan korban, dan
mengakibatkan penderitaan pada korban.

2
Menurut Collier (1998) pengertian pelecehan seksual disini
merupakan segala bentuk perilaku bersifat seksual yang tidak diinginkan oleh
yang mendapat perlakuan tersebut, dan pelecehan seksual yang dapat terjadi
atau dialami oleh semua perempuan. Sedangkan menurut Rubenstein (dalam
Collier,1998) pelecehan seksual sebagai sifat perilaku seksual yang tidak
diinginkan atau tindakan yang didasarkan pada seks yang menyinggung
penerima.

Dari beberapa definisi pelecehan seksual dapat disimpulkan bahwa


pelecehan seksual adalah segala bentuk perilaku yang mengganggu orang lain
yang melanggar peraturan perundang-undangan berupa tindakan yang

1
Tulus Winarsunu, Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan, ( Malang : UMM Press),
2002
2
Rohan Collier, Pelecehan Seksual: Hubungan Dominasi Mayoritas dan Minoritas, (Jakarta: Tiara
Wacana, 1998)

8|Page
dilakukan seseorang kepada orang lain dalam konteks seksual yang dilakukan
secara sepihak atau tidak dikehendaki oleh korbannya.

Pelecehan seksual terhadap anak dapat terjadi kepada siapa saja, kapan
saja, dan dimana saja. Siapapun mempunyai potensi untuk menjadi pelaku
pelecehan seksual pada anak. Pelakuia tidak pernah berhenti menjadi ancaman
bagi anak-anak, mereka cenderung memodifikasi target yang beragam, dan
siapapun bisa menjadi target pelecehan seksual, bahkan anak ataupun
saudaranya sendiri, itu sebabnya pelaku pelecehan seksual kepada anak ini
dapat dikatakan sebagai predator. Berbagai bentuk tindakan pelecehan seksual
dilakukan oleh pelaku untuk memuaskan hasrat seksualnya tanpa pandang
bulu.

3
Secara umum, pelecehan seksual ada 5 bentuk, yaitu :

a. Pelecehan fisik, yaitu : Sentuhan yang tidak diinginkan mengarah


keperbuatan seksual seperti mencium, menepuk, memeluk,
mencubit, mengelus, memijat tengkuk, menempelkan tubuh atau
sentuhan fisik lainnya.

b. Pelecehan lisan, yaitu : Ucapan verbal/komentar yang tidak


diinginkan tentang kehidupan pribadi atau bagian tubuh atau
penampilan seseorang, termasuk lelucon dan komentar bermuatan
seksual.

c. Pelecehan non-verbal/isyarat, yaitu : Bahasa tubuh dan atau gerakan


tubuh bernada seksual, kerlingan yang dilakukan berulang-ulang,
menatap tubuh penuh nafsu, isyarat dengan jari tangan, menjilat
bibir, atau lainnya.

3
Susi wiji utami, Hubungan antara kontrol diri dan psikologi, vol 1. No.1, 2016

9|Page
d. Pelecehan visual, yaitu : Memperlihatkan materi pornografi berupa
foto, poster, gambar kartun, screensaver atau lainnya, atau
pelecehan melalui e-mail, SMS dan media lainnya.

e. Pelecehan psikologis/emosional, yaitu : Permintaan-permintaan dan


ajakan-ajakan yang terus menerus dan tidak diinginkan, ajakan
kencan yang tidak diharapkan, penghinaan atau celaan yang bersifat
seksual.

10 | P a g e
2.3 Kasus Pelecehan Seksual Pada Anak

Pada Juni 2016 terjadi sebuah kasus pelecehan seksual di Kota Tangerang
yang dilakukan oleh Kepala sekolah kepada beberapa muridnya. Kasus tersebut
terungkap karena sejumlah orang tua murid SDN 3 Pabuaran Tumpeng, Kota
Tangerang, mendatangi Polres Metro Tangerang yang hendak melaporkan dugaan
pelecehan seksual yang dilakukan kepala sekolah setempat terhadap anak mereka
beberapa bulan lalu.

Sejauh ini ada 12 orangtua siswa yang mengaku anaknya menjadi korban
tindakan seronok oknum kepala sekolah tersebut. Diantaranya 5 siswa dan 7 siswi
yang terdiri dari kleas 3,4,5,dan 6. Mereka mengaku, perbuatan tersebut dilakukan
oleh Kepsek SDN 3 Pabuaran Tumpeng bernama Triyono. (Inisial T). Para orang tua
siswa sempat mendatangi sekolah untuk meminta pertanggungjawaban. Namun tidak
ada satu pun pihak sekolah yang menemui mereka dan tidak mendapat respon yang
baik. Akhirnya mereka mendatangi SPK Polres Metro Tangerang untuk membuat
laporan. Namun karena laporan mereka kurang lengkap, akhirnya polisi menolaknya.

Kepala SD Negeri Pabuaran Tumpeng 3, Tangerang mengatakan bahwa ia


marah kepada muridnya karena mendapat kabar bahwa anak didiknya ada yang sudah
pernah berhubungan seks. Informasi tersebut menjadi alasan mengapa T memaksa 12
muridnya untuk mengaku bahwa mereka telah melakukan pelecehan seksual terhadap
7 orang murid perempuan di ruangannya. T menuduh siswa berbuat cabul terhadap
teman lawan jenisnya. Kemudian mereka dipaksa mengaku atau diancam tidak bisa
mendapatkan nilai bagus dan tidak bisa naik kelas. Karena takut, anak-anak terpaksa
mengaku. Lalu mereka diminta menuruti kemauan Kepsek tersebut.

Pelaku mengaku telah melakukan pelecehan terhadap muridnya pada pukul


10.00 WIB pagi dan pada pukul 15.00 WIB. Dengan cara, kepala sekolah memanggil
korban secara bergantian ke ruangannya, kemudian satu per satu ditanyakan,

11 | P a g e
“Apakah kamu sudah pernah berhubungan badan?'" Korban yang dipanggil masuk
ke ruangan kepala sekolah adalah murid laki-laki. Di dalam, murid laki-laki dipaksa
untuk mengaku bahwa mereka pernah melakukan hubungan seks. Jika tidak
mengaku, T mengancam mereka tidak bisa mendapatkan nilai bagus dan tidak bisa
naik kelas. Karena terpaksa mengaku, korban diperintahkan untuk membuka
celananya sampai kemaluannya terlihat, kemudian dipaksa untuk ereksi. Pelaku juga
menyentuh alat kelamin mereka. Sementara itu, terhadap murid perempuan, T hanya
menginterogasi dengan pertanyaan yang sama, yaitu apakah mereka pernah
berhubungan badan. T tidak sampai menyentuh alat kelamin murid perempuannya.
Selain itu berdasarkan informasi dari orangtua murid siswi selain menelanjangi
siswa/siswi untuk dilecehkan sampai ejakulasi ia juga pernah mengajak seorang siswi
untuk berpacaran.

Sebanyak 12 siswa/siswi SDN 3 Pabuaran Tumpeng, Kota Tangerang


yang menjadi korban pelecehan kepala sekolah takut untuk masuk sekolah. Hal itu
merupakan dampak dari apa yang mereka terima atas perilaku Kepala Sekolah yang
tidak beradab itu. Salah satu korban berinisial D
mengaku takut untuk bersekolah kembali karena akan ditertawakan oleh teman-
temannya pasca peristiwa yang menimpa 12 murid pada 12 Juni 2015 lalu.
Senada dengan D, 11 siswa/siswi lain juga mengaku mengalami hal yang sama.
Mereka merasa ketakutan hal itu akan terulang kembali pada diri mereka apalagi
kondisi lingkungan sekolah yang belum sepenuhnya menerima keberadaan mereka,

Hal itu dikatakan Purwoto, ayah dari siswi kelas 4 SD Pabuaran Tumpeng
berinisial PR. Dia mengatakan, putrinya pernah berinteraksi tiga kali dengan Kepsek.
Dan ditanya apakah pernah melakukan hubungan intim. Kemudian diiming-imingi
imbalan untuk tidak mengatakan hal itu ke orang lain.

12 | P a g e
Pasca ramainya peristiwa para orang tua murid yang mengaku anaknya
dilecehkan, Beberapa orangtua lainnya langsung menanyai anak mereka dan tidak
sedikit yang mengaku menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh kepala
sekolah tersebut.

Sikap tegas diperlihatkan Wali Kota Tangerang Arief R Wismansyah terhadap


kasus pelecehan seksual yang menimpa 12 siswa/siswi SDN 3 Pabuaran Tumpeng,
Karawaci, Kota Tangerang.Beliau memerintahkan untuk mencopot jabatan Triyono
sebagai Kepsek SDN 3 Paburan Tumpeng. Dan ditugaskan hanya menjadi staf di
UPTD wilayah Karawaci sampai kasus pelecehan seksual tersebut terbukti.
Penonaktifan Triyono sebagai Kepala Sekolah Dasar Negeri 3 Pabuaran Tumpeng
adalah salah satu respons pemerintah dalam menyikapi laporan dugaan tindakan
asusila yang dilakukannya kepada siswa sekolah dasar itu.

Adanya kasus tersebut tentu mencoreng pendidikan di Tangerang karena


pelakunya merupakan kaum terdidik yang seharsunya menjadi pendidik yang bisa
dijadikan teladan bagi muridnya justru malah menjadi ancaman besar bagi murid.
Kasus tersebut menyadarkan kita bahwa siapapun dapat berpotensi menjadi seorang
yang jahat, bukan hanya orang asing yang selama ini selalu kita waspadai, orang
dekatpun juga harus lebih diwaspadai karena berdasarkan survey 73 % pelaku
pelecehan adalah orang terdekat korban atau berada di lingkungan yang sama dengan
korban.

13 | P a g e
2.1 Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Kejahatan Seksual
Terhadap Anak di Indonesia
Pengaduan dari korban membuka celah hukum untuk menegakkan keadilan.
Pihak yang bersalah harus dihukum dan pihak korban harus mendapatkan keadilan.
Hukum ada karena masyarakat memerlukan ketertiban, keamanan,serta jauh dari
kejahatan yang mengancam. Maka dari itu, laporkan kejadian kepada pihak
kepolisian, demi tegaknya keadilan korban dan terhindar dari kejahatan

Setelah mendengar pengaduan dari anak (korban) bahwa mereka mengalami


tindakan pelecehan seksual oleh kepala sekolah mereka sendiri, para orangtua murid
segera melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian, namun karena ada
beberapa berkas yang tidak lengkap, berkas tersebut ditolak oleh kepolisian dan orang
tua murid diminta untuk segera melengkapi berkas agar dapat segera ditindaklanjuti.
Tidak lama setelah proses pelengkapan berkas dan pemeriksaan dilakukan, T
langsung ditetapkan sebagai tersangka dan menjadi tahanan di Lapas Pemuda
Tangerang.

Berdasarkan kasus tersebut, pelaku pelecehan seksual dapat dijerat dengan


menggunakan Pasal 82 Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 atas perubahan
Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang
berbunyi bahwa “Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan
paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00
(lima miliar rupiah).”

Pelaku dikenai pasal tersebut karena melakukan upaya merayu untuk


melakukan pelecehan seksual kepada korban yang disertai dengan ancaman.
Sebagaimana dimkasud dalam Pasal 76 E UU 35 Tahun 2014 yang berbunyi ”Setiap
orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan

14 | P a g e
tipu daya, melakukan serangkaian kebohongan atau membujuk, anak untuk
melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

“Apakah ada instrumen hukum lain yang mengatur tetang pelecehan seksual?”
Ada, tetapi dalam KUHP tidak dikenal istilah “Pelecehan seksual”. KUHP hanya
mengenal istilah “Perbuatan Cabul” yang diatur dalam Pasal 289 sampai dengan
Pasal 296. Yang dimaksud dengan perbuatan cabul adalah perbuatan yang melanggar
rasa kesusilaan atau perbuatan lain yang keji yang semuanya dalam lingkungan nafsu
birahi. Misalnya cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba raba dan
sebagainya. Kasus tersebut dalam KUHP dapat dijerat dengan pasal 292 KUHP yang
berbunyi “Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama
kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam
dengan pidana penjara paling lama lima tahun”

Dari kedua peraturan tersebut terjalin sebuah asas penafsiran hukum yaitu Lex
specialis derogat specialit (hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum
yang bersifat umum), dalam hal ini UU No. 35 Tahun 2014 merupakan lex specialist
sedangkan KUHP merupakan lex generalis.

Jadi intinya pelecehan seksual dapat dijerat dengan KUHP pasal 289 sampai
dengan pasal 296 tentang perbuatan cabul. Dalam hal terdapat bukti yang cukup,
Jaksa penuntut umum akan mengajukan dakwaannya terhadap pelaku pelecehan
seksual di hadapan pengadilan. Pembuktian Hukum Pidana adalah berdasarkan Pasal
184 UU No. 8 tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana menggunakan lima alat
bukti yaitu:

 Keterangan saksi
 Keterangan ahli
 Surat
 Petunjuk

15 | P a g e
 Keterangan terdakwa

Melihat dari sisi pasal diatas, maka kesulitan utama dalam kasus pelecehan
seksual adalah dengan meghadirkan sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi dalam
proses perkara tersebut. Karena pada umumnya pelaku melakukan pelecehan seksual
di lingkungan yang terbatas dan tertutup. Dalam hal terkait pelecehan seksual, yang
pada umumnya dapat dijadikan sebagai alat bukti adalah Visum et repertum
sebagaimana dimaksud dalam pasal 187 huruf c KUHAP yaitu: “Surat keterangan
dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu
hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya”.

Dalam kasus tersebut yang patut diapresiasi adalah respon yang ditunjukkan
oleh orangtua ketika mendengar anaknya menjadi korban pelecehan seksual sangat
tanggap dengan langsung melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.
Karena kebanyakan orangtua yang anaknya menjadi korban kekerasan seksual merasa
malu untuk melorkannya kepada pihak kepolisian padahal dengan kita tidak
menindaklanjuti kasus tersebut sama saja seperti kita membebaskan pelaku
berkeliaran untuk melakukan kejahatan yang sama.

Menurut penulis pelaku harus mendapat hukuman yang setimpal tahun.


Meskipun kejahatan seksual yang dilakukan oleh pelaku tidak sampai berlanjut pada
persetubuhan, namun akibat yang ditimbulkan kasus tersebut berpengaruh besar
terhadap psikis korban. Korban merasa takut utnuk masuk sekolah, karena
ditertawakan oleh teman-temannya dan berbagai tindakan lain yang dapat
memperburuk psikis korban akibat lingkungan yang tidak mendukung keberadaan
mereka.Pemerintah dan rakyat indoensia harus bekerja lebih keras lagi dapal upaya
pencegahan segala bentuk kejahatan yang mengancam anak.

Penegakan hukum terhadap pelecehan seksual harus selalu diupayakan oleh


pemerintah. Hukum harus ditegakan, sistem peradilan harus berjalan dengan baik dan
adil, para pejabat penegak hukum harus memenuhi kewajiban tugas yang dibebankan

16 | P a g e
kepadanya dengan memberikan pelayanan yang baik dan adil kepada masyarakat
pencari keadilan.. Dalam hal ini pemerintah dan KPAI harus bersinergi untuk terus
melakukan pencegahan terhadap pelecehan yang terjadi pada anak di Indonesia.
Pemerintah tidak boleh hanya sibuk mengurusi birokrasi dan politik saja, justru
pelecehan pada anak merupakan masalah yang sangat krusial karena menyangkut
generasi masa depan Indonesia. Pemerintah sudah seharusnya mengambil sikap tegas
dan tindakan nyata untuk meminimalisir kasus pelecehan seksual terhadap anak.

2.4 Dampak Psikologis Anak yang Menjadi Korban Pelecehan


Seksual

4
Psikologi anak merupakan area penelitian yang sangat luas dan
kompleks, mencakup bagaimanakah seseorang berubah pada saaat ia beranjak
dewasa, mulai dari saat kelahiran hingga masa remaja dan mencoba untuk
menjelaskan mengenai beragam perubahan penting yang terjadi. Misalkan
mengapa anak usia 3 tahun, anak usia 8 tahun dan anak usia remaja berbeda
hanya semata karena pengalaman mereka akan lingkungan sekitarnya ataukah
ini juga dipengaruhi oleh perubahan biologis yang terjadi secara internal di
dalam tubuh mereka. Psikologi anak juga mempelajari sisi emosional anak
yang cepat berubah karena masalah yang mereka hadapi seperti mengapa
mereka sedih, tidak mau berbicara, tiba-tiba menangis ataupun ketakutan yang
berlebihan. Salah satu penyebab terganggunya psikis anak adalah adanya
tindakan pelecehan.

4
Devita Retno, “Psikologi Anak”, diakses : https://dosenpsikologi.com/psikologi-anak pada 30
Desember 2017.

17 | P a g e
Pelecehan dalam bentuk apapun akan menimbulkan dampak bagi
korbannya, demikian pula dengan kasus pelecehan seksual pada anak.
Beberapa dampak dari pelecehan seksual pada anak diantaranya dampak
psikologis, dampak fisik, dan dampak hubungan sosial. 5Dalam perspektif
psikologis pelecehan pada anak dapat mempengaruhi kesehatan psikologis
secara permanen dan dapat menyebabkan rusaknya emosi anak. Kerusakan-
kerusakan tersebut dapat terwujud dalam masalah-masalah seperti mimpi
buruk berulang-ulang, kecemasan, rasa takut, depresi hingga penarikan diri
dari lingkungan. Pada beberapa kasus ekstrem, pelecehan pada anak dapat
menimbulkan depresi berkepanjangan hingga menyebabkan bunuh diri.

Secara Psikologi, anak yang menjadi korban pelecehan, jiwanya akan


diliputi rasa dendam, marah, dan penuh kebencian yang tadinya hanya
ditujukan kepada orang yang melakukannya dan kemudian menyebar kepada
objek-objek atau orang-orang lain. Selain itu juga dapat menyebabkan trauma
yang mendalam bagi korbannya. 6Ketika bahaya fisik mengancam otoritas
tubuh, kemampuan melarikan diri adalah naluri yang tidak dapat dikendalikan
sebagai bentuk pertahanan diri. Kondisi ini menyebabkan tubuh mencurahkan
banyak energi untuk mengeluarkan reaksi perlawanan. Sirkuit pendek ini
memantul dalam tubuh dan pikiran seseorang yang dapat menyebabkan
Depresi, Rape Trauma Syndrom (RTS), disosiasi, gangguan makan dan Post
Traumatic Stress Disorder (PTSD). Berikut adalah penjelasan dari beberapa
dampak psikologis anak yang menjadi korban pelecehan seksual:

5
Brigitta Erlita, “Studi kasus tentang dampak psikologis anak korban pelecehan dalam keluarga”,
diakses di: https://repository.usd.ac.id/2211/2/029114088_Full.pdf pada 02 Januari 2018.
6
M. Anwar Fuadi, “Dinamika Psikologi Pelecehan seksual: Sebuah Studi Fenomenologi”, Vol 8.
No.2, 2011, hlm. 194.

18 | P a g e
a. Depresi adalah gangguan mood yang terjadi ketika perasaan yang
diasosiasikan dengan kesedihan dan keputusasaan yang berkelanjutan untuk
jangka waktu yang lama.
b. Rape Trauma Syndrom (RTS) adalah suatu kondisi yang menyebabkan
korban pelecehan seksual mengalami ketakutan yang berlebihan, syok
beberapa dari mereka cenderung merasa kedinginan, pingsan, disorientasi,
gemetar, mual dan muntah.
7
c. Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan suatu sindrom
kecemasan, labilitas autonomik, ketidakrentanan emosional dan kilas balik
dari pengalaman yang amat pedih itu setelah stress fisik maupun emosi
melampaui batas ketahanan orang biasa. 8Hikmat (2005) mengatakan PTSD
sebagai sebuah kondisi yang muncul setelah pengalaman luar biasa yang
mencekam, mengerikan dan mengancam jiwa seseorang, misalnya peristiwa
bencana alam, kecelakaan hebat, sexual abuse (Pelecehan Seksual), atau
perang.
d. Disosiasi adalah reaksi yang terjadi akibat trauma kronis yang diderita oleh
korban di masa lalu yang menyebabkan ia menjadi sering melamun
e. Gangguan makan, seseorang yang menjadi korban pelecehan seksual
membuat kondisi psikis nya terganggu sehingga mempengaruhi pola
makannya.

Selain itu banyak sekali pengaruh buruk yang ditimbulkan dari pelecehan
seksual. Pada anak kecil dari yang biasanya tidak mengompol jadi mengompol,
mudah merasa takut, kecemasan tidak beralasan, perubahan pola tidur anak mungkin
disertai dengan mimpi buruk, atau bahkan simtom fisik seperti sakit perut atau
adanya masalah kulit, dan lain-lain.

7
Kaplan H.I, Sadock B.J, Grebb J.A, “Sinopsis Psikiatri Jilid 1 Edisi ke-7”, 2007, (Jakarta: Binarupa
Aksara), hlm. 86-108.
8
Hikmat, E.K, “Trauma Pasca-perang”, diakses Http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/0504/15/1105.html. pada 30 Desember 2017.

19 | P a g e
Untuk meminimalisasi dampak psikis dan fisik yang lebih buruk, orang tua
harus cepat, tanggap, serta peka terhadap kondisi yang dialami anak. Tidak semua
anak terbuka atas apa yang mereka alami, pada umumnya mereka takut untuk
mengatakannya pada orang tua mereka karena adanya ancaman dari pelaku. Maka
dari itu kenalilah tanda-tanda anak yang mengalami pelecehan seksual agar segera
mendapat penanganan secara medis dan psikis

2.5 Peran Keluarga dalam Mengatasi Masalah Psikologis Anak yang


Menjadi Korban Pelecehan Seksual

“Ada luka yang tak pernah tampak di tubuh,

luka yang mendalam lebih menyakitkan dari luka berdarah manapun.”

- Laurell Hamilton

Pelecehan seksual bukan hanya meninggalkan luka fisik semata tetapi juga
luka psikis yang tidak kalah luar biasa sakitnya. Luka psikis menyerang kejiwaan
korban dengan menimbulkan gangguan berupa kehilangan percaya diri, menarik diri
dari pergaulan, depresi berkepanjangan dan sebagainya

Pada umumnya, ketika seseorang di masa kecilnya mengalami kejadian yang


sangat buruk ataupun sangat menyenangkan, dia akan terus mengingatnya hingga
dewasa. Otak mengganggap hal tersebut sebagai hal yang perlu diingat sehingga
suatu saat di masa depan kita mencoba untuk mengingatnya kembali, kita akan ingat.

Jika hal yang di ingat merupakan hal yang menyenangkan tentu bukan
masalah, tetapi bagaimana jika sesuatu yang menyakitkan di masa lalu teringat di
masa kini? Ini adalah masalah bagi anak-anak yang menjadi korban pelecehan
seksual, pada umumnya mereka mengalami trauma terhadap kejadian yang mereka

20 | P a g e
alami. Hal ini tentu mengganggu pekembangan aktivitas anak di sekolah apalagi jika
kondisi lingkungan keluarga dan sekolah tidak mendukung keberadaanya.

Korban pelecehan seksual kadang sering mendapat perlakuan yang tidak baik
oleh teman-temannya di sekolah. Dikucilkan, dihina, dan dicaci maki merupakan
tindakan yang biasa diterima oleh korban pelecehan seksual hanya karena mereka
dianggap sebagai seorang yang sudah “kotor” sehingga perlu dijauhi.”Apakah ada
anak yang lahir ke dunia yang ingin menjadi korban pelecehan seksual?”. Tentu
tidak. Perlu diingat bahwa pelaku pelecehan seksual kebanyakan adalah korban
pelecehan seksual di masa kecilnya mereka melakukan nya karena merasa dendam
dan benci hingga melampiaskan kembali kepada para korban.

Anak-anak yang menjadi korban pelecehan perlu mendapat perlakuan yang


baik yang dapat membangun kembali semangat hidupnya, kepercayaan diri, dan
berani menghadapi dunia. Mereka butuh pendampingan psikologis dan dukungan dari
keluarga serta orang-orang di lingkungan sekitarnya agar ia tidak mengalami trauma
berlarut-larut.

Keluarga merupakan orang yang paling dekat dengan anak. Adanya dukungn
dari keluarga diharapkan dapat membantu mengurangi luka psikis yang dialaminya.
Keluarga harus menjadi penyemangat bagi mereka dan mengedukasi anak bahwa apa
yang dilakukan Pelaku kepada nya merupakan sesuatu yang jahat dan melarang untuk
dilakukan agar kedepannya ia tidak menjadi pelaku pelecehan seksual.

Permasalahan yang terjadi dalam keluarga adalah orang tua menganggap hal
tersebut merupakan aib keluarga yang harus dikubur dalam-dalam sehingga
menimbulkan rasa malu orang tua karena memilki anak yang menjadi korban
pelecehan seksual. Maka tidak heran jika banyak kejadian seperti ini di Indonesia
namun sedikit yang melaporkannya ke pihak yang berwenang. Benar saja jika
dikatakan kasus pelecehan terhadap anak seperti fenomena gunung es, yang terlihat
dipermukaan hanya sedikit tetapi kenyataan di masyarakat justru sangat banyak.

21 | P a g e
9
Orangtua harus benar-benar peka jika melihat sinyal yang tak biasa dari
anaknya. Namun, tak semua korban pelecehan seksual bakal menunjukkan tanda-
tanda yang mudah dikenali. Terutama apabila si pelaku melakukan pendekatan secara
persuasif dan meyakinkan korban apa yang terjadi antara pelaku dan korban
merupakan hal wajar.

Pada umumnya orangtua korban pelecehan seksual bingung apa yang harus
mereka lakukan dalam menghadapi anak mereka. Bukan hanya korban saja yang
terguncang psikisnya orang tua pun juga mengalaminya, mereka shock atas apa yang
dialami oleh anaknya. Tidak heran jika ada orang tua yang menanyai anak secara
beruntun dan memaksa anak untuk menjawabnya bahkan disertai berbagai ancaman
jika si anak tidak mau menjawab atau tidak jujur. Hal ini tentu akan memperburuk
keadaan psikologis anak, anak akan merasa takut kepada orang tua sehingga akan
menghambat proses pemulihan psikis mereka.

10
Kesulitan dalam mengenali perasaan dan pikiran korban saat peristiwa
tersebut terjadi merupakan kesulitan yang umumnya dihadapi oleh pihak keluarga
maupun ahli saat membantu proses pemulihan anak-anak korban pelecehan seksual.
Anak-anak cenderung sulit mendeskripsikan secara verbal dengan jelas mengenai
proses mental yang terjadi saat mereka mengalami peristiwa tersebut. Sedangkan
untuk membicarakan hal tersebut berulang-ulang agar mendapatkan data yang
lengkap, dikhawatirkan akan menambah dampak negatif pada anak karena anak akan
memutar ulang peristiwa tersebut dalam benak mereka. Oleh karena itu, yang pertama
harus dilakukan adalah memberikan rasa aman kepada anak untuk bercerita. Biasanya
orang tua yang memang memiliki hubungan yang dekat dengan anak akan lebih
mudah untuk melakukannya.

9
Ivo Noviana, “Child Abuse: Impact and hendling”, Vol 1. No.1, 10 Maret 2015, hlm. 15.
10
Ivo Noviana, “Child Abuse: Impact and hendling”, Vol 1. No.1, 10 Maret 2015, hlm. 22.

22 | P a g e
Pendekatan psikologis yang dilakukan keluarga mampu mengurangi dampak
traumatik anak. Kasih sayang dan semangat yang diberikan orang tua adalah yang
paling dibutuhkan anak disaat kondisi psikis nya terpuruk. Tempat ternyaman anak
dalam berkeluh kesah ada pada orang tua. Maka dari itu jadilah orang tua yang
menjadi sahabat bagi anak bukan musuh bagi anak. Karena dengan menjadi sahabat,
anak akan merasa lebih nyaman ketika berinteraksi dengan orang tua dan anak
menjadi lebih terbuka atas kejadian yang mereka alami.

Peran orangtua sangat penting dalam upaya untuk mencegah terjadinya


pelecehan seksual pada anak salah satunya adalah dengan mengedukasi anak tentang
bagian tubuh mana saja yang tidak boleh disentuh oleh orang lain seperti dada,
kemaluan, dan dubur. Orang tua harus secara terbuka memberitahu kepada anak
mengenai pengetahuan seksual, bagaimana cara pencegahannya dan siapa saja yang
boleh menyentuh organ vitalnya. Jika orang tua tidak memberitahu sejak dini, bukan
tidak mungkin anak akan mencari tahu sendiri lewat internet maupun bertanya pada
teman sebayanya yang tentunya belum tentu baik untuk anak.

Memperkuat anak dengan pemahaman agama juga merupakan solusi utama


agar anak tidak menjadi korban pelecehan atau bahkan pelaku pelecehan. Pembekalan
ilmu agama kepada anak sejak usia dini merupakan langkah preventif adanya
tindakan pelecehan terhadap sesama anak-anak. 11Agama bukan menjadi senjata bagi
orang tua untuk menakut-nakuti anak, tetapi justru seharusnya melalui pemahaman
agama yang holistik, orang tua mampu mengajarkan anak tentang kasih sayang dan
hidup rukun.

Tindakan preventif tersebut tidak akan berarti tanpa adanya partisipasi dan
kesadaran banyak pihak. Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang
perlindungan anak disebutkan siapa saja yang memiliki kewajiban untuk melakukan
11
Lusi Ningtias, “Langkah Inovatif mengurangi pelecehan pada anak”, diakses:
https://lusiningtyas.wordpress.com/tag/peran-orang-tua-dalam-mencegah-pelecehan-terhadap-
anak/.pada 02 Januari 2018

23 | P a g e
pemenuhan terhadap hak anak yaitu Negara, Pemerintah Daerah, Masyarakat, dan
Orang tua. Maka sudah seharusnya komponen-komponen tersebut bersatu dan
membangun kesadaran akan pentingnya perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Dengan demikian segala bentuk pelecehan yang mengancam anak-anak kita dapat
diminimalisasi bahkan dihilangkan dari muka bumi ini.

BAB III

PENUTUP
3.1 Simpulan
Pelecehan seksual merupakan tindak pelecehan luar biasa yang
membutuhkan penyelesaian masalah yang luar biasa pula agar pelecehan
tersebut tidak lagi menjadi ancaman bagi anak-anak kita di masa depan.
Pelecehan seksual bukan hanya menimbulkan luka fisik bagi korban tapi ada
luka yang lebih berbahaya dan lebih sakit dibandingkan luka fisik yaitu luka
psikis. Korban pelecehan seksual yang merupakan anak-anak akan mengalami
trauma yang menyebabkan timbulnya gejala gejala psikis lainnya seperti
depresi, rasa takut yang berlebihan, sulit bersosialisasi, sering murung dan
melamun, dan menjadi pribadi yang tertutup atau bahkan risiko paling buruk
adalah dia merasa tidak lagi berguna hidup di dunia sehingga memutuskan
untuk mengakhiri hidup.

Dalam hal ini peran keluarga sangat dibutuhkan bagi anak yang
menjadi korban pelecehan seksual. Kasih sayang dan semangat yang
diberikan oleh orang tua mampu menjadi obat bagi trauma yang dialami anak.
Namun dalam kenyataannya masih ada orang tua yang menjadikan anak
tersebut sebagai aib keluarga yang memalukan sehingga membuat anak

24 | P a g e
menjadi lebih depresi yang tidak menutup kemungkinan di kemudian hari
anak tersebut dapat menjadi seorang pelaku juga karena berdasarkan hasil
survey pelaku pelecehan seksual di masa lalu juga merupakan korban
pelecehan seksual pula.

3.2 Saran
Maraknya kasus pelecehan seksual di Indonesia membuat orang tua
khawatir akan keselamatan anak-anak mereka terutama ketika anak sedang
melakukan aktivitas di luar rumah. Apalagi pelecehan seksual kini sudah
tidak memandang gender. Anak laki-laki yang dianggap lebih dapat
diandalkan untuk menjaga diri dibandingkan dengan anak perempuan
kenyataannya berdasarkan survey KPAI menunjukan bahwa korban
pelecehan seksual Anak laki-laki mempunyai porsi lebih tinggi
dibandingkan anak perempuan.

Berbagai dampak psikologis yang dialami korban membuat


terpuruknya kondisi emosional yang berpegaruh terhadap hubungannya
dengan orang lain maka dari itu para korban harus segera mendapat
pendampingan psikologis agar ia tidak berlarut-larut dalam trauma dan
kesedihan. Selain itu peran keluarga menjadi penting sebagai orang yang
dekat dengan anak sebagai “psikolog pribadi” yang harus mendukung anak
agar tetap terus semangat menjalani kehidupannya, menumbuhkan rasa
kepercayaan diri anak, dan menumbuhkan cita-cita anak yang ia inginkan di
masa depan sehingga si anak kembali mempunyai ambisi untuk
mencapainya. Kita perlu merubah mindset kita yang menganggap pelecehan
seksual sebagai aib yang harus ditutup-tutupi dari masyarakat sehingga
menyebabkan kita segan dan malu untuk melaporkan kasus yang anak
alami. Dengan tidak melaporkan kasus tersebut sama saja seperti kita

25 | P a g e
membebaskan pelaku berkeliaran mencari korban lain untuk melakukan
pelecehan yang sama. Pemerintah juga perlu lebih mengedukasi masyarakat
dengan memberikan informasi apa dan bagaimana bentuk pelecehan seksual
pada anak dan yang lebih penting adalah dengan melakukan penyadaran
kepada masyarakat terkait upaya pencegahan agar tidak terjadi pelecehan
seksual pada anak.

26 | P a g e
27 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Brigitta Erlita. 2007. “Studi kasus tentang dampak psikologis anak korban pelecehan

dalam keluarga”. Tersedia:

https://repository.usd.ac.id/2211/2/029114088_Full.pdf pada 02 Januari 2018.

Collier, Rohan. 1998. Pelecehan Seksual: Hubungan Dominasi Mayoritas dan

Minoritas. Jakarta: Tiara Wacana.

Davit Setyawan. 2017. Tahun 2017, KPAI temukan 116 Kasus Pelecehan Seksual

terhadap Anak. Tersedia: http://www.kpai.go.id/berita/tahun-2017-kpai-t


emukan-116-kasus-pelecehan-seksual-terhadap-anak/ (diakses pada 31

Desember 2017)

E.K Hikmah, Trauma Pasca-perang. http://pikiranrakyat.com/cetak/0504/15/1105.


Gelles, Richard J. 2004. Child Abuse and Neglect: Direct Practice. Dalam

Encyclopedia of Social Work, 19th edition. Washington DC: NASWPress

H.I, Kaplan, Sadock B.J, Grebb J.A. 1997. Sinopsis Psikiatri Jilid 1. Edisi ke-7.

Terjemahan Widjaja Kusuma. Jakarta: Binarupa Aksara. p. 86-108.


Huraerah, Abu. 2007. Pelecehan Terhadap Anak. Bandung: Nuansa.

Lusi Ningtias. 2016. “Langkah Inovatif mengurangi pelecehan pada anak”, Tersedia:

http://lusiningtyas.wordpress.com/tag/peran-orang-tua-dalam-mencegah-pa
pelecehan-terhadap-anak pada 02 Januari 2018

Noviana, Ivo. 2015. Child Abuse: Impact and hendling. Vol 1 No.1. Tersedia:

28 | P a g e
https://media.neliti.com/media/publications/52819-ID-pelecehan-seksual-

terhadap-anak-dampak-d.pdf pada 02 Januari 2018

Nurrahmi, Hesty. 2015. “Konseling bagi anak yang mengalami perilaku Pelecehan

Nainggolan, Lukman Hakim. 2008. Bentuk-Bentuk Pelecehan Seksual terhadap anak

dibawah umur. vol.13 No.1. Medan: Universitas Sumatra Utara

Retno, Devita. 2017. 17 Dampak Psikologis Anak yang yang mengalami pelecehan.

Tersedia: https://dosenpsikologi.com/dampak-psikologis-anak-yang

mengalami-pelecehan. (diakses pada 30 Desember 2017)

Suryani, Luh Ketut dan Cokorda Bagus Jaya Lesmana. 2009. Pelaku: Penghancur

Masa Depan Anak. Jakarta: Pustaka Populer Obor.

Rowland, David l L & Luca Inrocci. 2008. Handbook of Sexual and Gender Identity

Disorder. (United Kingdom: Wiley)


Santoso, Thomas. 2002. Teori-teori Pelecehan. Jakarta: Ghalia Indonesia

Siahaan, Nimrot. 2016. “Penegakan hukum terhadap pelaku kejahatan seksual”,

Vol.04 No.01. Medan: STIH Labuhan Batu

Sururin. 2015. Pelecehan pada Anak: Perspektif Psikologi. Vol 4 No.1. Jakarta: UIN

Jakarta

Utami, Susi Wiji. 2016. Hubungan antara kontrol diri dan psikologi, vol 1. No.1,

29 | P a g e

You might also like