Professional Documents
Culture Documents
Abstract
Regional Owned Enterprises or Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) has a role in realizing regional
prosperity by contributing to the receipt of local revenue in the form of dividends or taxes. Challenges
in increasing PAD, one of which can be answered by increasing the role / contribution of BUMD.
Many BUMDs are run inefficiently, the inefficiencies experienced are due to political intervention,
centralization and poor management, rent seeking behavior in policies, and inefficiency in running the
company, and lack of Good Corporate Governance so that the principles of transparency,
accountability, and fairness are the basic problems in the management of BUMD. Most BUMDs in
Indonesia operate under very inefficient conditions. There is a waste of funds here and there because
the managers don't have enough expertise. Sometimes managerial decisions related to new
investments, pricing or other decisions are taken unprofessionally. The intense nuances of collusion,
corruption and nepotism indicate the lack of professionalism of the managers of the BUMD. If at
present many BUMDs are unable to compete with the private sector and eventually fall in the middle
of the road, one reason is the large amount of interference and the slow pace of regional
governments in anticipating changes in business situations and conditions. So far all business
decisions, both strategic and conventional decisions, must always be licensed to the government.
Keywords: Regional-Owned Enterprises, Good Corporate Governance, Political Interventions
Abstrak
BUMD memiliki peran dalam mewujudkan kemakmuran daerah dengan memberikan kontribusi
terhadap Penerimaan PAD baik dalam bentuk deviden atau pajak. Tantangan meningkatkan PAD
salah satunya dapat dijawab dengan meningkatkan peran/kontribusi BUMD. BUMD banyak
dijalankan tidak secara efisien,inefisiensi yang dialami tersebut disebabkan adanya intervensi politik,
sentralisasi dan manajemen yang buruk, perilaku perburuan rente dalam kebijakan, serta ketidak
efisienan dalam menjalankan perusahaan, serta tidak adanya tata kelola perusahaan (Good
Corporate Governance) yang baik sehingga prinsip-prinsip tranparansi, akuntabilitas serta keadilan
menjadi pemasalahan yang mendasar dalam pengelolaan BUMD. Kebanyakan BUMD di Indonesia
beroperasi di bawah kondisi yang sangat tidak efisien. Terjadi pemborosan dana di sana-sini karena
para pengelolanya tidak memiliki keahlian yang cukup. Terkadang keputusan-keputusan manajerial
berkaitan dengan investasi baru, penentuan tarif atau keputusan lain diambil secara tidak profesional.
Pekatnya nuansa kolusi, korupsi dan nepotisme menandakan ketidakprofesionalan para pengelola
BUMD tersebut. Bila saat ini banyak BUMD yang kalah bersaing dengan sektor swasta dan akhirnya
tumbang di tengah jalan, salah satu penyebabnya adalah besarnya campur tangan dan lambannya
pemerintah daerah dalam mengantisipasi perubahan situasi dan kondisi bisnis. Selama ini semua
keputusan bisnis baik yang bersifat strategis maupun keputusan-keputusan konvensional lainnya
harus selalu izin kepada pemerintah.
Kata kunci: Badan Usaha Milik Daerah, Good Corporate Governance, Intervensi Politik
187
menuju masyarakat yang adil dan
makmur. Secara umum BUMD memiliki
PENDAHULUAN fungsi dan peranan yang dibebankan
Otonomi daerah memberikan kepadanya antara lain adalah
keleluasaan kepada daerah untuk (Kamaluddin; 2010):
mengelola daerahnya masing-masing, 1. Melaksanakan kebijakan
kemudian otonomi daerah juga Pemerintah di bidang ekonomi
memberikan kesempatan kepada dan pembangunan daerah.
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) 2. Pemupukan dana bagi
untuk mengelola potensi-potensi bisnis pembiayaan pembangunan
yang ada di daerah. Berdasarkan data daerah.
Badan Kerjasama BUMD Seluruh
Indonesia (BKSBUMDSI), sampai saat 3. Mendorong peran serta
ini jumlah BUMD mencapai 1.174, yang masyarakat dalam bidang usaha.
terdiri dari sektor perbankan, rumah 4. Memenuhi kebutuhan barang
sakit daerah, PDAM, pasar, properti, dan jasa bagi kepentingan publik.
logistik, dan sebagainya. Seiring
dengan semangat otonomi tadi, banyak 5. Menjadi perintis kegiatan dan
bermunculan BUMD baru. Namun tidak usaha yang kurang diminati
sedikit dari BUMD yang didirikan itu, swasta.
hanya sekedar pajangan. Hal ini karena Secara khusus BUMD
belum memiliki core business yang jelas. mempunyai peran dan tugas sebagai
Walaupun secara organisasi sudah ada salah satu sumber pendapatan asli
dan dibentuk melalui Peraturan Daerah daerah (PAD), Dalam pelaksanaan
baik pada tingkat Kota/Kabupaten dan kegiatannya BUMD dituntut untuk lebih
Provinsi. Otonomi daerah telah profesional dan efisien dalam
memberikan nuansa baru dalam melaksanakan usahanya (Kamaluddin;
penyelenggaraan pemerintahan di 2010). Untuk pelaksanaan kegiatan
daerah, diantaranya: usahanya BUMD berorientasi kepada
a) Berusaha menarik investor untuk dua fungsi, yaitu Profit Service, dan
menanamkan investasinya; Public Service (Purwadi; 2002) :
b) Menyusun Peraturan Daerah
sebagai dasar legitimasi untuk Dalam perspektif bisnis, BUMD
menarik berbagai iuran sehingga menjadi alat utnuk menambah PAD dan
PAD meningkat; memperoleh keuntungan. Indikator
c) Membentuk BUMD. keberhasilan sebuah BUMD dapat
dilihat dari kedudukan dalam pasar
BUMD didirikan berdasarkan UU (market share), sumbangan kepada
nomor 5 Tahun 1962 tentang keuangan daerah, sumbangan kepada
Perusahaan Daerah. Dalam pasal 5 kegiatan perekonomian dan
ayat (2) UU No. 4 Tahun 1962 tertuang pembangunan daerah. Sedangkan
tujuan pendirian BUMD ini adalah untuk untuk BUMD yang bergerak dibidang
bisa turut serta melaksanakan kemanfaatan umum (public utility),
pembangunan daerah khususnya dan maka indikator keberhasilan tersebut
pembangunan ekonomi nasional pada akan tampak dari kemampuannya
umumnya dalam rangka ekonomi dalam menyediakan barang yang
terpimpin untuk memenuhi kebutuhan dibutuhkan masyarakat baik dalam
rakyat dengan mengutamakan kuantitas maupun kualitas yang
industrialisasi dan ketentraman serta memadai (Purwadi; 2002).
kesenangan kerja dalam perusahaan
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
189
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
6. Kurang jelasnya dasar hukum yang juga diperiksa kantor akuntan publik
digunakan, tidak sesuai dengan (KAP) yang independen. Dan perlu
kondisi saat ini; dicatat, pemeriksaan laporan keuangan
oleh BPK ini, sudah tak berlaku lagi di
7. Marketing system yang dilakukan
BUMN. Tidak adanya equal treatment
oleh BUMD relatif lemah;
bagi BUMD (yaitu sebagai perusahaan
8. Adanya persaingan dari pihak yang dituntut harus laba),
swasta yang memproduksi barang menyebabkan BUMD tidak dapat
sejenis; bersaing secara seimbang dengan
BUMN dan swasta yang lebih lincah.
9. Kurang berfungsinya Badan BUMD juga menghadapi masalah
Pengawas; seperti minimnya permodalan akibat
10. Perusahaan-perusahaan daerah kurangnya perhatian dari pemilik
pada umumnya mempunyai posisi (dalam hal ini pemerintah
debt equity ratio yang tidak daerah/Pemda). Kalaupun ada Pemda
menguntungkan, sehingga resiko yang memiliki perhatian lebih terhadap
finansial dari perusahaan relatif aspek permodalan BUMN, itu pun
tinggi; masih harus menghadapi ganjalan
politik, karena interpretasi yang keliru
11. Beban keharusan untuk menyetor dari para politisi DPRD dalam
sebagian laba; memahami peraturan. Akibatnya,
12. Masih dipertahankannya BUMD proses penguatan permodalan BUMD
yang merugi; menjadi tidak efisien(Sunarsip; 2009).
Pertama, masalah efisiensi.
13. Adanya BUMD yang pendiriannya Kebanyakan BUMD di Indonesia
dipaksakan, walaupun secara beroperasi dibawah kondisi yang sangat
ekonomis tidak layak didirikan (tidak tidak efisien. Terjadi pemborosan dana
feasible), dengan alasan di sana-sini karena para pengelolanya
menyangkut kebutuhan pelayanan tidak memiliki keahlian yang cukup.
umum sehingga usahanya tidak Terkadang keputusan-keputusan
efisien (merugi). manajerial berkaitan dengan investasi
Dari aspek governance, misalnya, baru, penentuan tarif atau keputusan
institusi BUMD masih diperlakukan lain diambil secara tidak profesional.
sama dengan institusi pemerintah. Besarnya indikasi kolusi, korupsi dan
Padahal, BUMD bukanlah institusi nepotisme menandakan
pemerintah. Implikasinya, berbagai ketidakprofesionalan para pengelola
kewajiban yang melekat pada BUMD tersebut. Di samping itu,
pemerintah, melekat pula pada BUMD. inefisiensi BUMD juga bersumber dari
Sebagai contoh, BUMD masih harus pemanfaatan teknologi yang sudah
mengikuti ketentuan pengadaan barang ketinggalan zaman. Kebanyakan BUMD
yang diberlakukan di pemerintahan, beroperasi dengan mesin-mesin
yang semestinya tidak perlu karena peninggalan kolonial yang umurnya
BUMD adalah perusahaan. BUMD juga sampai saat ini sudah puluhan tahun
masih harus menjalani pemeriksaan lamanya. Bahkan ada mesin yang
atas laporan keuangan oleh Badan umurnya lebih tua dari karyawan yang
Pemeriksa Keuangan (BPK) karena paling tua sekalipun. Melihat kondisi ini,
alasan keuangan negara. Padahal, jelas bahwa beban pemeliharaan mesin
sebagai perseroan terbatas (PT), BUMD
190
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
tidak sebanding dengan output yang dari jabatan tersebut. Dalam kondisi
diperoleh dari mesin tua tersebut. seperti ini, posisi perusahaan daerah
Kedua, masalah intervensi dan seakan-akan menjadi anak ayam yang
birokrasi. Bila saat ini banyak BUMD berusaha hidup dan mengais-ngais
yang kalah bersaing dengan sektor makanan tanpa tuntunan sang induk.
swasta dan akhirnya tumbang ditengah BUMN dan BUMD yang
jalan, salah satu penyebabnya adalah dijalankan tidak secara efisien.
besarnya campur tangan dan Inefisiensi yang dialami tersebut
lambannya pemerintah daerah dalam disebabkan adanya intervensi politik,
mengantisipasi perubahan situasi dan sentralisasi dan manajemen yang buruk.
kondisi bisnis. Selama ini semua Di era globalisasi BUMN dan BUMD
keputusan bisnis baik yang bersifat menghadapi beberapa tekanan dan
strategis maupun keputusan-keputusan tuntutan antara lain:
konvensional lainnya harus selalu Regulation & Political Pressure
meminta izin kepada pemerintah. Social Pressure
Masalahnya, respon pemerintah Rent Seeking Behaviaour
seringkali lambat. Keputusan dari Economic & Efficiency
pemerintah itu seringkali dikeluarkan Melihat dari fungsinya, BUMD
dalam hitungan bulanan atau bahkan didirikan bertujuan untuk turut serta
tahunan. Bisa dibayangkan, jika suatu melaksanakan pembangunan daerah
BUMD mengajukan proposal investasi dan pembangunan ekonomi nasional
mesin baru saat ini dan keputusan "ya" untuk memenuhi kebutuhan rakyat
atau "tidak" baru datang setahun menuju masyarakat yang adil dan
kemudian. makmur. Namun hingga saat ini, tujuan
Ketiga, pengendalian dan tersebut belum secara nyata diwujudkan
pengawasan. Selaku pemilik, oleh PD/BUMD. Kontribusi BUMD
Pemerintah Daerah memiliki dalam menghasilkan PAD masih sangat
kewenangan untuk mengawasi minim, bahkan kalau dilihat dalam
perkembangan BUMD-BUMD kasus BUMD Sumatera Barat saat ini
diwilayahnya. Pemerintah daerah hanya menurut Arkadius Wakil Ketua
biasanya membentuk badan pengawas, DPRD Provinsi Sumbar “BUMD di
yang bertindak seperti dewan Sumatera Barat banyak yang gagal
komisaris pada perusahaan dalam menjalankan usahanya sehingga
swasta. Anggotanya terdiri dari para gagal dalam mendatangkan deviden
pejabat dilingkungan pemda, yang yang mempunyai pengaruh terhadap
terkadang tidak mempunyai latar PAD Sumatera Barat”
belakang bisnis sama sekali. Biasanya, Kondisi umum BUMD di
badan pengawas ini tidak melakukan Sumatera Barat saat ini tidak optimal
kegiatan sesuai tugas dan fungsinya, dalam pengembangannya, menurut
yaitu selaku wakil pemerintah daerah Gubernur Sumatera Barat Irwan
untuk mengawasi jalannya perusahaan Prayitno: “Dari enam BUMD Pemprov
daerah. Para anggota badan pengawas Sumbar, hanya dua yang masih merugi.
rata-rata menyatakan tidak sempat Yakni, PT Andalas Tuah Sakato, PT
memikirkan perkembangan usaha Dinamika. Sementara Bank Nagari,
daerah, karena sudah sibuk dengan Grafika, Pembangunan Sumbar sudah
tugas dalam jabatan formalnya sendiri- beruntung. Khusus untuk Balairung,
sendiri. Tetapi, ironisnya mereka secara bisnis untung, namun pada audit
senang-senang saja menerima "gaji" dicatat merugi. Alasannya, tingginya
191
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
192
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dengan pola, konsep, ciri dan dimensi
tentang Perseroan Terbatas. Hal yang dari fenomena yang diamati (Neuman,
berkaitan dengan GCG dalam UU PT 1997).
dan peraturan pelaksanaannya Pengembangan model kebijakan
adalah:“Bahwa berlakunya undang- yang terkait dengan Badan. Usaha Milik
undang ini, anggaran dasar Perseroan, Daerah ini harus berangkat dari kajian
dan ketentuan peraturan perundang- empiris dengan mengumpulkan data-
undangan ini, tidak mengurangi data, terutama yang terkait dengan
kewajiban setiap perseroan untuk pengelolaan BUMD. Dari sinilah analisa
menaati asas itikad baik, asas tentang bagaimana penerapan Good
kepantasan, asas kepatutan, dan Corporate Governance dan faktor politik
prinsip tata kelola perseroan yang baik dilakukan. Inilah dasar utama mengapa
(GCG) dalam menjalankan perseroan”. teknik ini sesuai untuk menganalisis
Dengan kata lain, BUMD yang masalah dalam penelitian ini.
berbentuk perusahaan perseroan Pengumpulan data dalam
daerah memiliki kewajiban untuk penelitian ini dilakukan dengan empat
menerapkan GCG, baik berdasarkan cara sebagai berikut.
UU Pemerintah Daerah maupun UU 1. Wawancara mendalam (in depth
Perseroan Terbatas. Apakah interview) Wawancara ini dilakukan
pemerintah daerah telah menyadari itu? untuk memperoleh data primer yang
Apakah pemerintah daerah telah sesuai dengan masalah penelitian
memiliki komitmen untuk melaksanakan yang dikaji. Wawancara mendalam
kewajiban tersebut? Padahal, apabila dilakukan pada informan yang
pemerintah daerah maupun pengelola memahami fenomena yang
BUMD dapat menyadari, penerapan berkaitan dengan masalah yang
GCG dapat menaikkan nilai perusahaan diteliti. Wawancara ini dilakukan
dan menarik minat investor. Apalagi dengan menggunakan dua metode,
kalau BUMD tersebut memiliki rencana yaitu wawancara terstruktur dengan
atau telah menjadi perusahaan terbuka, mempersiapkan panduan
maka penerapan GCG akan memegang wawancara yang membantu peneliti
peranan yang lebih penting lagi. mendapatkan data yang dicari.
Selain itu, juga digunakan metode
METODE PENELITIAN wawancara tidak terstruktur yang
Penelitian ini menggunakan dilakukan secara bebas tidak terikat
pendekatan kualitatif dengan teknik dengan pedoman wawancara tapi
grounded theory untuk menjawab tetap fokus kepada masalah yang
permasalahan dalam kajian ini. Teknik diteliti. Ini bertujuan untuk
grounded theory ini sesuai dengan melengkapi data dari wawancara
permasalahan yang dikaji karena ingin terstruktur yang sudah dilakukan.
mengkonstruksi konsep/proposisi terkait 2. Studi Kepustakaan (library research)
dengan transformasi bentuk 3. Studi Dokumentasi Data
pengelolaan BUMD yang masih bersifat dokumentasi dalam penelitian ini
birokratis dan penuh dengan motif-motif terkait dengan bahan-bahan
politik menuju GCG. Konstruksi sekunder berupa notulensi rapat,
konsep/proposisi ini sangat sesuai peraturan daerah/kebijakan kepala
dengan teknik ini karena grounded daerah, literatur yang relevan, arsip-
theory menumpukan kepada kedalaman arsip terkait dengan pengelolaan
data yang dicari, terutama yang terkait BUMD. Data-data tersebut
193
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
194
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
195
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
196
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
197
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
198
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
199
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
200
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
201
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
202
JAKP (Jurnal Administrasi dan Kebijakan Publik), Vol. II Nomor 3, April 2017
203