You are on page 1of 13

MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA BERKELANJUTAN 2025:

TANTANGAN DAN PENANGANANNYA

Toward Sustainable Indonesian Food Security 2025:


Challenges and Its Responses

Achmad Suryana

Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian


Jl. A. Yani No. 70, Bogor 16161
E-mail: achsuryana@gmail.com

Naskah diterima: 5 Agustus 2014; direvisi: 30 September 2014; disetujui terbit: 15 Oktober 2014

ABSTRACT

Problems and challenges in achieving sustainable Indonesian food security are multi-dimensional including
economic, social, political, and environmental aspects. Identification of those problems and challenges can be
approached through food supply and demand analysis. From supply side, those challenges, among others, are a
stiff competition in the use of natural resources, impacts of global climate change, and the dominance of small-
scale farmers in food farming. From demand side, several challenges are the existence of high population growth
and its dynamic characteristics, change in food consumers' preference, and competition in demand for food
commodities as human consumption, feed, and energy uses. This paper aims to review current condition of
Indonesian food security, to analyze challenges faced by this country, and to formulate policy alternatives in
achieving sustainable Indonesian food security toward 2025. This analysis found out that in the last five years
Indonesia was able to provide enough food to fulfill its people’s need, however quality of food consumption of an
average Indonesian was under standard dietary pattern recommended by nutritionists. Challenges to achieve
sustainable Indonesian food security toward 2025 will be more difficult. To response to the challenges, this article
recommends some adjustment on policy direction of food security development, especially related to defining
goals, choosing means and ways in achieving the goals, and setting targets of food security development.

Keywords: sustainable food security, food demand and supply dynamics, policy direction changes

ABSTRAK

Permasalahan dan tantangan untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan bersifat
multidimensi, mencakup aspek ekonomi, sosial, politik, dan lingkungan. Indentifikasi permasalahan dan
tantangan tersebut dapat dilakukan melalui analisis penawaran dan permintaan pangan. Dari sisi penawaran,
tantangan tersebut diantaranya berupa persaingan pemanfaatan sumber daya alam, dampak perubahan iklim
global, dan dominasi usahatani skala kecil. Dari sisi permintaan, diantara tantangan tersebut adalah pertumbuhan
penduduk yang tinggi beserta dinamika karakteristik demografisnya, perubahan selera konsumen, dan
persaingan permintaan komoditas pangan untuk konsumsi manusia, pakan, dan bahan baku energi. Penulisan
artikel ini bertujuan untuk menganalisis kondisi ketahanan pangan Indonesia saat ini, mengkaji tantangan 10
tahun yang akan datang, dan merumuskan alternatif kebijakan untuk mewujudkan ketahanan pangan Indonesia
berkelanjutan menuju 2025. Dari hasil kajian ini dapat disimpulkan bahwa selama lima tahun terakhir secara
makro Indonesia mampu menyediakan pangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan warganya, namun
kualitas konsumsi pangan rata-rata masyarakat Indonesia masih di bawah rekomendasi para ahli gizi. Tantangan
menuju ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan tahun 2025 akan semakin berat. Untuk mengatasi tantangan
tersebut, dalam artikel ini disarankan perlunya dilakukan penyesuaian arah kebijakan pembangunan ketahanan
pangan, khususnya dalam menetapkan tujuan, memilih cara mencapai tujuan, dan menentukan sasaran
ketahanan pangan nasional.

Kata kunci: ketahanan pangan berkelanjutan, dinamika penawaran dan permintaan pangan, perubahan arah
kebijakan

MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA BERKELANJUTAN 2025: TANTANGAN DAN PENANGANANNYA Achmad Suryana

123
PENDAHULUAN Rice Reserve (APTERR) atau Cadangan
Beras Darurat ASEAN Plus Tiga. Lembaga ini
berperan mengelola cadangan beras yang
Ketahanan pangan merupakan isu multi- disumbangkan oleh semua negara anggota
dimensi dan sangat kompleks, meliputi aspek untuk dimanfaatkan di kawasan ini apabila
sosial, ekonomi, politik, dan lingkungan. Aspek terjadi keadaan darurat karena bencana alam.
politik seringkali menjadi faktor dominan dalam Plus Three atau Plus Tiga merujuk pada tiga
proses pengambilan keputusan untuk me- negara selain anggota ASEAN yang menjadi
nentukan kebijakan pangan. Mewujudkan anggota APTERR, yaitu Jepang, Cina, dan
ketahanan pangan berkelanjutan menjadi isu Korea Selatan (Suswono, 2011; Briones, 2012;
dan agenda prioritas dalam berbagai per- Suryana, 2012).
temuan yang diselenggarakan berbagai Di Indonesia, pada pemerintahan
negara dan lembaga internasional. Kabinet Indonesia Bersatu Kedua (KIB 2),
Berbagai lembaga internasional mem- ketahanan pangan menjadi salah satu dari 11
bahas secara mendalam upaya perwujudan prioritas pembangunan nasional, seperti
ketahanan pangan, seperti yang dilaksanakan tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka
oleh Food and Agriculture Organization (FAO) Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
atau Organisasi Pertanian dan Pangan Dunia, (Bappenas, 2010). Untuk mendukung
Asia and the Pacific Economic Cooperation pencapaian ketahanan pangan tersebut, di
(APEC) atau Kerja Sama Ekonomi Asia dan Kementerian Pertanian dilaksanakan program
Pasifik, Asociation of Southeast Asia Nations yang disebut Empat Sukses Pertanian, yang
(ASEAN) atau Perkumpulan Negara-negara terdiri dari pencapaian swasembada lima
Asia Tenggara. Berbagai negara juga meng- komoditas pangan penting, yaitu beras,
ambil inisiatif mendiskusikan isu ketahanan jagung, kedelai, gula, dan daging sapi pada
pangan global, seperti pemerintah Jerman tahun 2014; peningkatan diversifikasi pangan;
menyelenggarakan Konferensi Bonn 2011 peningkatan nilai tambah, dayasaing dan
(Federal Ministry for Economic and Develop- ekspor komoditas pertanian; dan peningkatan
ment, Jermany, 2011) dan akademisi kesejahteraan petani (Kementerian Pertanian,
Singapura mengadakan Konferensi Inter- 2010). Dalam prakteknya, sukses nomor satu
nasional Ketahanan Pangan di Asia (RSIS selalu menjadi fokus utama karena peningkat-
Nanyang Technological University, 2014). an produksi pangan menjadi kriteria utama
Pada berbagai pertemuan tersebut, topik keberhasilan kementerian ini dalam
tertentu tentang ketahanan pangan dibahas mengemban tugasnya.
mendalam, diambil kesepakatan, dan dikeluar- Sepuluh tahun ke depan, dalam kurun
kan pernyataan yang menunjukkan pemaham- waktu 2015-2025, sejalan dengan kondisi
an atas permasalahan dan rekomendasi global, negara-negara berkembang termasuk
rancangan penanganannya. Indonesia menghadapi keadaan yang semakin
Para pemimpin APEC pada pertemu- sulit untuk mencapai, mempertahankan, dan
an di Bali bulan Oktober 2013 menyetujui meningkatkan kualitas keberlanjutan ketahan-
untuk mengimplementasikan APEC Food an pangan (FAO, 2011a; Badan Ketahanan
Security Road Map Toward 2020 atau Peta Pangan, 2013; Suryana, 2014a). Tantangan-
Jalan Ketahanan Pangan APEC Menuju 2020 nya muncul dari dua sisi sekaligus yang saling
(APEC, 2013a). Peta Jalan ini disusun oleh menguatkan tingkat kesulitannya, yaitu dari
para pejabat publik dan perwakilan swasta sisi supply (penawaran, pasokan) dan sisi
anggota ekonomi APEC yang tergabung demand (permintaan, kebutuhan) yang ber-
dalam APEC Policy Partnership on Food perilaku sangat dinamis.
Security (APEC-PPFS) atau Kemitraan dalam Tujuan penulisan artikel ini untuk
Kebijakan Ketahanan Pangan APEC. Pada mengevaluasi kondisi ketahanan pangan lima
tahun 2013 organisasi APEC-PPFS ini diketuai tahun terakhir, menganalisis tantangan yang
oleh Indonesia dengan hasil utama dihadapi, dan merumuskan alternatif kebijakan
tersusunnya Peta Jalan tersebut (APEC, ketahanan pangan Indonesia berkelanjutan
2013b; Suryana, 2013a). menuju tahun 2025. Untuk memberi gambaran
Di tingkat ASEAN pada pertemuan lengkap, uraian dimulai dengan menyajikan
para Menteri Pertanian dan Kehutanan di pengertian ketahanan pangan berdasarkan
Jakarta bulan Oktober 2011 telah disepakati Undang-Undang Pangan Nomor 18 Tahun
pembentukan ASEAN Plus Three Emergency 2012 (UU Pangan).

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 123 – 135

124
PENGERTIAN KETAHANAN PANGAN Berdasarkan pengalaman penulis
mengikuti pertemuan-pertemuan tingkat
menteri bidang ekonomi terkait kebijakan
Definisi atau pengertian ketahanan pangan ketahanan pangan, semangat dari amanat UU
versi negara Republik Indonesia telah Pangan tentang kebijakan impor pangan
dirumuskan dalam UU Pangan (Suryana, tersebut sudah dijadikan acuan. Sebagai
2013b). Dengan mengacu pada berbagai contoh, kebijakan impor beras dibahas dalam
definisi yang berlaku di Indonesia dan di beberapa kali rapat tingkat menteri.
masyakat internasional, para penyusun UU Pengambilan keputusan tentang penentuan
Pangan merumuskan batasan ketahanan perlu tidaknya impor, kapan waktu impor, dan
pangan yang di dalamnya merangkum berapa besarnya impor dilakukan setelah
beberapa butir penting sebagai berikut: (1) mendiskusikan secara mendalam hasil kajian
terpenuhinya kebutuhan pangan bagi negara teknis perberasan terkait dampaknya bagi
sampai tingkat perseorangan; (2) tolok ukur petani padi, upaya menjaga stabilitas harga
terpenuhinya kebutuhan pangan meliputi beras sebagai pangan pokok, pengaruh
berbagai aspek yaitu: (a) dari sisi kuantitas terhadap inflasi dan kemiskinan, serta upaya
jumlahnya cukup, (b) dari sisi kualitas mutunya menjaga insentif bagi petani. Demikian juga,
baik, aman dikonsumsi, jenis pangan tersedia pada saat pemerintah memutuskan kebijakan
beragam, memenuhi kecukupan gizi, (c) dari impor kedelai karena produksi dalam negeri
sisi keamanan pangan rohani, pangan harus hanya mampu memenuhi sekitar 40 persen
tidak bertentangan dengan kaidah agama, kebutuhan domestik, pertimbangan kontinuitas
keyakinan dan budaya masyarakat, serta (d) pasokan bahan baku bagi pengrajin tempe dan
dari sisi keterjangkauan ekonomi, pangan tahu serta penyediaan sumber protein yang
tersedia merata ke seluruh pelosok Indonesia relatif murah bagi masyarakat golongan
dengan harga terjangkau oleh seluruh pendapatan rendah menjadi aspek-aspek
komponen masyarakat; dan (3) penyediaan penting yang dipertimbangkan.
dan keterjangkauan pangan ini dimaksudkan
agar masyarakat sampai perseorangan dapat Ada tiga hal yang membedakan
hidup sehat, aktif, dan produktif secara definisi ketahanan pangan dalam UU Pangan
berkelanjutan. yang baru ini dengan UU Pangan No. 7 Tahun
1996 (yang lama) yang dinyatakan sudah tidak
Definisi ini belum mengindikasikan berlaku. Pertama, dalam UU Pangan ini
sumber pangan untuk memenuhi kebutuhan
keterjangkauan pangan diatur sampai pada
pangan seluruh masyarakat. Dengan tingkat perseorangan, sedangkan dalam UU
masuknya konsep kedaulatan pangan dan sebelumnya hanya sampai tingkat rumah
kemandirian pangan, aspek sumber pangan
tangga. Kedua, dalam UU Pangan baru aspek
menjadi salah satu hal yang penting dan
gizi mendapat porsi pengaturan yang cukup.
strategis yang diatur dalam pasal-pasal pada
Ketiga, UU Pangan baru mengakui perlunya
UU Pangan tersebut, di antaranya pada pasal
aspek keamanan pangan rohani, dengan
14 dan 15 (Suryana, 2013b). Pasal tersebut
menambahkan frasa: "tidak bertentangan
mengatur bahwa sumber penyediaan pangan
dengan agama, keyakinan, dan budaya
berasal dari produksi dalam negeri dan
masyarakat". UU Pangan ini mengakui bahwa
cadangan pangan nasional. Apabila dari kedua
bagi umat Islam pangan halal merupakan
sumber tersebut tidak mencukupi, pangan
bagian yang tidak terpisahkan dari ketahanan
dapat dipenuhi dari impor dengan jumlah
dan keamanan pangan.
sesuai kebutuhan. Dengan demikian, impor
pangan merupakan variabel kebijakan yang
sah untuk dimanfaatkan, tetapi harus KINERJA KETAHANAN PANGAN
dirancang dengan cermat melalui perhitungan NASIONAL
yang tepat tentang ketersediaan pangan dari
produksi dalam negeri, cadangan pangan, dan
kebutuhan konsumsi pangan antarwilayah Sistem ketahanan pangan terdiri dari tiga
serta nasional. Selain itu, keputusan impor subsistem, yaitu ketersediaan, keterjangkauan,
pangan harus benar-benar didasarkan dalam dan pemanfaatan pangan. Berbagai parameter
rangka menjaga kepentingan nasional. dapat dipakai untuk mengukur kinerja ketahan-
Dengan kata lain, impor pangan adalah an pangan. Dalam tulisan ini dipilih enam para-
kebijakan terakhir yang dapat diambil (food meter, yaitu pencapaian sasaran swasembada
import is the last resort). lima komoditas pangan penting, ketersediaan

MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA BERKELANJUTAN 2025: TANTANGAN DAN PENANGANANNYA Achmad Suryana

125
energi dan protein per kapita (ketersediaan), Dari data tersebut diketahui Indonesia
proporsi penduduk miskin, konsumsi energi berhasil mencapai sasaran swasembada
dan protein per kapita (keterjangkauan), pangan untuk tiga komoditas, yaitu beras
pencapaian skor Pola Pangan Harapan (PPH), (indeks swasembada >120 %), jagung (indeks
dan parameter gizi pada anak usia di bawah >115 %), dan gula konsumsi (indeks >120 %).
lima tahun atau balita (pemanfaatan). Sementara itu, indeks swasembada untuk
Pada awal Pemerintahan KIB 2, kedelai sekitar 40 persen dan untuk daging
pemerintah menargetkan pencapaian sapi sekitar 75 persen (Tabel 1). Indeks
swasembada berkelanjutan untuk beras dan swasembada adalah proporsi produksi
jagung, dan pencapaian swasembada kedelai, domestik dibagi dengan kebutuhan konsumsi
gula, dan daging sapi pada tahun 2014 pangan (Suryana, 2014c).
(Kementerian Pertanian, 2010). Dalam Ukuran kedua adalah ketersediaan
perjalanannya, target tersebut mengalami energi dan protein. Angka ini dihitung dengan
penyesuaian setelah mempelajari situasi mengkonversikan jumlah berbagai jenis
lingkungan strategis yang berkembang. Untuk pangan yang tersedia terhadap angka
beras, dalam sidang kabinet terbatas di Bogor, kandungan gizi per satuan tertentu dari
tanggal 22 Februari 2011, Presiden Republik masing-masing jenis pangan tersebut. Pangan
Indonesia mengubah sasaran swasembada yang tersedia dihitung dari produksi domestik
beras berkelanjutan menjadi surplus produksi ditambah impor dikurangi ekspor pada tahun
beras 10 juta ton pada tahun 2014 (Harianto, yang bersangkutan. Sebagai gambaran, dalam
2013). Untuk gula, sasaran program angka ini di antaranya termasuk minyak sawit
diperbaharui dari swasembada gula total untuk yang digunakan oleh industri makanan di
konsumsi langsung dan bahan baku industri dalam negeri, termasuk minyak goreng lebih
menjadi untuk konsumsi langsung saja dari empat juta ton dan gandum/terigu sekitar
(Direktur Jenderal Perkebunan, 2014). Untuk tujuh juta ton yang seluruhnya diimpor.
daging sapi, swasembada diartikan Selama tahun 2010 sampai 2013 rata-
pemenuhan 90 persen dari kebutuhan (Menteri rata ketersediaan energi per kapita per hari
Pertanian, 2009). sekitar 3.800 kkal dan protein lebih dari 93
Secara periodik Badan Ketahanan gram (Tabel 2). Angka ini jauh melebihi
Pangan (BKP) menyusun neraca pangan, yang rekomendasi para ahli gizi yang disepakati
menyajikan data produksi dalam negeri dan dalam Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi
kebutuhan konsumsi nasional. Data produksi tahun 2012, yang kemudian dikukuhkan
bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS) melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
untuk padi, jagung, dan kedelai; Dewan Gula 75 tahun 2013 tentang Angka Kecukupan Gizi
Indonesia (DGI) untuk gula pasir produksi bagi Bangsa Indonesia. Angka rekomendasi
domestik; dan BPS serta Direktorat Jenderal ketersediaan per kapita per hari untuk energi
Peternakan dan Kesehatan Hewan untuk 2.400 kkal dan protein 63 gram, sehingga rata-
daging sapi. rata ketersediaan energi dan protein selama
tahun 2010-2013 masing-masing sekitar 155
Perkiraan volume konsumsi pangan
persen dan 145 persen dari standar
nasional diperoleh dari perkalian antara total
rekomendasi. Dengan demikian, dari sisi
penduduk Indonesia dengan konsumsi pangan
ketersedian pangan dapat disimpulkan dalam
per kapita. Data konsumsi pangan per kapita
lima tahun terakhir Indonesia dalam kondisi
dihitung dengan memanfaatkan data konsumsi
tahan pangan.
per kapita pada tingkat rumah tangga dari
Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Keterjangkauan pangan di antaranya
yang dilakukan BPS dan berbagai variabel ditentukan oleh daya beli. Secara agregat,
lain, seperti konsumsi pangan di luar rumah besarnya masyarakat yang mempunyai daya
tangga, pemanfaatan pangan oleh institusi beli rendah dapat diukur oleh besarnya angka
khusus seperti lembaga pemasyarakatan, kemiskinan. Jumlah dan proporsi penduduk
rumah sakit, serta sarana transportasi miskin selama lima tahun terakhir berdasarkan
penumpang, dan sebagai bahan baku bagi data dari BPS mengalami penurunan, namun
industri pengolahan pangan, termasuk penurunannya berjalan lamban. Pada tahun
penggunaan oleh hotel, restoran, dan katering. 2013 penduduk miskin di Indonesia sebanyak
Selain itu, diperhitungkan pula keperluan untuk 28,07 juta jiwa atau sekitar 11,37 persen.
benih, susut, dan tercecer (Badan Ketahanan Masih besarnya proporsi penduduk
Pangan, 2014). miskin menyebabkan rata-rata konsumsi

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 123 – 135

126
Tabel 1. Produksi dan Konsumsi Pangan (000 ton) serta Indeks Swasembada (%) Lima Komoditas
Pangan Pokok, 2011-2013

Komoditas Uraian 2011 2012 2013


Beras Produksi 41.256 43.326 43.461
Konsumsi 33.561 34.061 34.568
Indeks 122,9 127,2 125,7
Jagung Produksi 17.653 19.390 18.840
Konsumsi 15.272 16.097 16.225
Indeks 115,6 120,5 116.1
Kedelai Produksi 851 843 847
Konsumsi 2.167 2.075 2.110
Indeks 39,3 40,6 40,1
Gula (konsumsi Produksi 2.127 2.318 2.460
langusung) Konsumsi 2.317 1.902 1.982
Indeks 91,8 121,9 124,1
Daging Sapi Produksi 292 410 420
Konsumsi 449 520 550
Indeks 65,0 78,8 76,4
Catatan: Untuk produksi komoditas tanaman pangan, angka tahun 2011 dan 2012 berupa angka tetap, serta
tahun 2013 angka ramalan.
Sumber: Badan Pusat Statistik (2013a) dan Suryana (2014c)

Tabel 2. Ketersediaan Energi dan Protein untuk Konsumsi/Kapita/Hari, 2010-2013

Tahun Ketersediaan % Ketersediaan terhadap rekomendasi


Energi (kkal) Protein (gram) Energi Protein
2010 3.801 94,56 158,4 150,1
2011 3.646 93,13 151,9 147,8
2012 3.737 94,14 155,7 149,4
2013 3.882 90,56 161,8 143,7
Standar rekomendasi 2.400 63,00 - -
Sumber: Suryana (2014a)

pangan dan gizi masyarakat relatif rendah. penduduk perdesaan terhadap pangan yang
Rata-rata konsumsi energi per kapita per hari berada di sekitar lingkungan rumahnya,
pada kurun waktu tahun 2009 sampai 2013 termasuk di lahan pekarangan. Sementara itu,
kurang dari 2.000 kkal, jauh lebih rendah dari keragaan konsumsi energi di setiap provinsi
rekomendasi sebesar 2.150 kkal. Untuk juga beragam. Terdapat enam provinsi dengan
konsumsi protein kondisinya sedikit lebih baik tingkat konsumsi energi lebih dari 90 persen
dengan tingkat konsumsi per kapita per hari (1.935 kkal) dari standar kecukupan yaitu
sekitar 55 gram, bahkan untuk tahun 2014 Banten, Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan,
sebesar 61,7 gram. Standar kecukupan dan Sulawesi Barat. Di pihak lain, terdapat tiga
konsumsi protein per kapita per hari sebesar provinsi yang berada di bagian timur Indonesia
57 gram per kapita per hari (Tabel 3). dengan rata-rata tingkat konsumsi energi di
Analisis lebih lanjut menunjukkan bawah 80 persen (1.720 kkal), yaitu Maluku
bahwa rata-rata tingkat konsumsi energi/ Utara, Papua Barat, dan Papua (Badan Pusat
kapita/hari di perdesaan sebesar 1.860 kkal, Statistik, 2013b)
lebih tinggi dari di perkotaan sebesar 1.825 Skor PPH mencerminkan tingkat
kkal. Kondisi ini terkait dengan aksesibilitas kualitas konsumsi pangan. Dengan tolok ukur

MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA BERKELANJUTAN 2025: TANTANGAN DAN PENANGANANNYA Achmad Suryana

127
Tabel 3. Konsumsi Energi dan Protein/Kapita/Hari serta Skor Pola Pangan Harapan, 2009-2013

Uraian Konsumsi/kapita/hari
2009 2010 2011 2012 2013 Standar rekomendasi

Energi kkal 1.927 1.926 1.952 1.912 1.937 2.150


(%) (89,6) (89,6) (90,8) (88,9) (90,1)

Protein gram 54,35 55,05 56,25 53,14 61,70 57,00


(%) (95,4) (96,6) (98,7) (93,2) (108,2)

Skor PPH 75,7 85,7 85,6 83,5 81,4 95 (sasaran 2015)


Sumber: Susenas 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 BPS; diolah oleh Badan Ketahanan Pangan, Kementerian
Pertanian (Suryana, 2014c)

PPH, konsumsi pangan dengan komposisi status gizi masyarakat. Beberapa hal yang
makanan yang beragam bergizi seimbang dapat menjadi penyebabnya adalah hambatan
sesuai dengan pola konsumsi pangan yang distribusi, belum tertatanya sistem logistik
ideal dinilai dengan skor 100. Dari Tabel 3 pangan, rendahnya daya beli masyarakat,
diketahui bahwa skor PPH selama 2009-2013 kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
berfluktuasi pada angka sekitar 80. Skor ini pola pangan dan gizi yang beragam bergizi
jauh lebih rendah dari sasaran sebesar skor 95 seimbang dan aman, dan terjadinya
pada tahun 2015, yang ditetapkan dalam pemborosan pangan.
Peraturan Presiden Nomor 22 tahun 2009
tentang Kebijakan Percepatan Penganeka-
ragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber TANTANGAN KETAHANAN PANGAN
Daya Lokal. BERKELANJUTAN
Hal senada ditemukan pada keragaan
status gizi masyarakat, khususnya pada anak Sisi Penyediaan Pasokan
balita. Selama sembilan tahun terakhir tidak
Tantangan untuk mewujudkan ketahanan
terlihat perkembangan positif yang signifikan
pangan berkelanjutan dalam kurun waktu ter-
dari status gizi balita, seperti disajikan dalam
tentu misalnya 10 tahun ke depan diharapkan
Gambar 1 (Indonesian Agency for Food
dapat diprediksi dengan lebih akurat. Tantang-
Security, 2013). Proporsi balita yang termasuk
an dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
gizi kurang masih sekitar 12 persen dan gizi
buruk sekitar 5 persen. Balita yang lebih tantangan dari sisi penawaran atau penyedia-
pendek dari ukuran normal (stunting) an pasokan pangan dan dari sisi permintaan
sebanyak 36,6 persen tahun 2007, meningkat atau kebutuhan dan pemanfaatan pangan.
menjadi 37,2 persen tahun 2013. Masalah lain Dari sisi penyediaan pasokan, paling
adalah gizi lebih pada anak balita, yang tidak ada lima hal yang perlu mendapat
persentasenya juga cukup tinggi dan hampir perhatian. Pertama, kendala sumber daya
tidak ada perbaikan sejak pengukuran tahun alam. Kompetisi pemanfaatan lahan termasuk
2007 (12,2%) dibandingkan dengan kondisi perairan dan air akan semakin tajam karena
tahun 2013 (11,9%). adanya sasaran pertumbuhan ekonomi yang
Dari uraian di atas diketahui bahwa tinggi dan peningkatan penduduk dalam
terjadi kesenjangan yang cukup lebar antara persentase dan jumlah yang besar. Pada saat
rata-rata ketersediaan pangan yang lebih dari ini angka konversi lahan pertanian yang sering
cukup dan rata-rata pangan yang benar-benar dikemukakan kepada publik oleh para pejabat
dikonsumsi masyarakat yang ternyata masih di atau akademisi berkisar antara 60.000 ha
bawah rekomendasi. Demikian juga dapat sampai 100.000 ha per tahun. Kualitas lahan
disimpulkan ketersediaan pangan yang me- dan air juga makin terdegradasi karena
madai pada tingkat makro tidak serta merta dampak penggunaan pupuk kimia dan
dapat meningkatkan kualitas konsumsi dan pestisida yang terus menerus digunakan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 123 – 135

128
Sumber: Kementerian Kesehatan dalam Indonesian Agency for Food Security (2013)

Gambar 1. Status Gizi Anak di Bawah Lima Tahun (Balita), 2005-2013

dalam kurun waktu panjang dan limbah Para peneliti di International Rice
industri yang merembes ke lahan pertanian. Research Institute (IRRI) dengan mengguna-
Selain itu, prasarana pertanian yang sudah kan data rentang waktu tahun 1979 sampai
ada juga sebagian rusak. Sebagai contoh, 2003 menyimpulkan rata-rata tahunan tempe-
menurut Direktur Jenderal Sumber Daya Air ratur maksimum dan minimum telah meningkat
Kementerian Pekerjaan Umum (2013) sekitar masing-masing sebesar 0,35 dan 1,23 derajat
36 persen atau 2,6 juta ha dari total 7,2 juta ha Celsius. Lebih lanjut para peneliti tersebut ber-
jaringan irigasi rusak. Kondisi ini saja sudah pendapat produktivitas padi dapat menurun 10
akan menurunkan kapasitas produksi pangan persen untuk setiap kenaikan 1 derajat Celcius
nasional, karena produksi pangan Indonesia temperatur minimum di malam hari di musim
masih berbasis lahan (land base). tanam pada musim kering (Peng et al., 2004).
Kedua, dampak perubahan iklim Penelitian pada tanaman padi di Sulawesi
global. Dalam tiga tahun terakhir ini, kejadian Utara menyimpulkan hal serupa, kenaikan
iklim ekstrem di Indonesia terasa lebih nyata. suhu udara 1 derajat Celsius dan curah hujan
Masyarakat mengalami kejadian fenomena 5 persen, dapat menurunkan produksi padi
iklim ekstrem yang frekuensinya makin sering. sekitar 7,7 persen (Hosang et al., 2012).
Pola dan intensitas curah hujan yang berbeda Sementara itu, Badan Penelitian dan Pengem-
dari sebelumnya, kenaikan temperatur udara, bangan Pertanian (2011) telah melakukan
banjir dan kekeringan yang semakin sering review komprehensif mengenai dampak negatif
terjadi, dan intensitas serangan hama serta perubahan iklim terhadap produksi berbagai
penyakit yang semakin tinggi, merupakan komoditas pertanian melalui beberapa variabel,
beberapa gejala perubahan iklim yang dapat seperti perubahan pola curah hujan, suhu
berdampak pada penurunan produktivitas udara, dan kenaikan muka air laut. Hasil
tanaman pangan. Oleh karena itu, diperlukan review juga menyimpulkan perubahan iklim
penyesuaian dalam proses usahatani pangan global mempunyai dampak negatif terhadap
seperti penyesuaian waktu tanam, pola tanam, produktivitas berbagai tanaman pangan.
penggunaan varietas yang lebih tahan Ketiga, pertanian Indonesia dicirikan
terhadap cekaman iklim, dan pengelolaan air atau didominasi oleh usahatani skala kecil.
secara efisien. Berdasarkan data Sensus Pertanian 2013 dari

MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA BERKELANJUTAN 2025: TANTANGAN DAN PENANGANANNYA Achmad Suryana

129
BPS, jumlah rumah tangga petani sebanyak penanganan dan distribusinya, namun belum
26,14 juta dengan rata-rata penguasaan lahan ada program pemerintah yang berhasil
0,98 ha dan sekitar 56 persen atau 14, 6 juta mengatasinya secara tuntas. Sementara itu,
rumah tangga rata-rata mengusahakan lahan untuk mengatasi persoalan pemborosan
di bawah 0,5 ha. Sementara itu, rata-rata pangan diperlukan pemahaman dan kesadar-
pengusahaan lahan petani padi sawah kurang an akan besarnya nilai ekonomi yang dibuang
dari 0,2 ha (Direktorat Pangan dan Pertanian, percuma dari para pelaku pada sistem
Bappenas, 2013). Petani kecil ini dihadapkan distribusi dan pemasaran, anggota rumah
pada persoalan klasik yang belum berhasil tangga, maupun aparat pemerintah.
diatasi dengan baik, seperti keterbatasan
akses terhadap pasar, permodalan, informasi,
dan teknologi (Suswono, 2013). Bila tidak ada Sisi Pemenuhan Kebutuhan
rekayasa sosial untuk mengatasi permasalah- Ada empat tantangan yang dihadapi dari sisi
an tersebut, akan sangat berat bagi Indonesia kebutuhan dan pemanfaatan pangan, yaitu
untuk mencapai ketahanan pangan berke- terkait dengan peningkatan pendapatan per
lanjutan. kapita, peningkatan penduduk dan dinamika
Keempat, adanya ketidakseimbangan karakteristik demografis, perubahan selera
produksi pangan antarwilayah. Hampir untuk karena akses terhadap informasi atau promosi
semua komoditas, proporsi produksi pangan di pangan global yang sangat tinggi, dan
Jawa lebih dari 50 persen dari produksi persaingan pemanfaatan bahan pangan.
pangan nasional. Ketidakseimbangan ini akan Penjabaran lebih lanjut dari tantangan-
meningkatkan permasalahan upaya pemerata- tantangan dari sisi kebutuhan dan pemanfaat-
an pangan dan ongkos distribusi pangan, an pangan disajikan berikut ini.
sehingga mempersulit penyediaan pangan Pertama, adanya pertumbuhan pen-
secara spasial merata ke seluruh daerah di duduk yang tinggi beserta dinamika
Indonesia. Bila tidak dilakukan pembangunan karakteristik demografisnya, di antaranya
infrastuktur dan sistem logistik pangan antar- urbanisasi dan peningkatan proporsi wanita
wilayah, akan sulit untuk mengatasi ketidak- masuk pasar tenaga kerja. Kuantitas atau
seimbangan produksi antarwilayah. jumlah kebutuhan pangan setiap tahun akan
Kelima, proporsi kehilangan hasil meningkat selaras dengan pertumbuhan
panen dan pemborosan pangan masih cukup penduduk yang cukup tinggi, yaitu 1,35 persen
tinggi. Kehilangan pangan (food losses) per tahun. Karena jumlah penduduk yang
karena ketidaktepatan penanganan pangan besar (tahun 2014 sebesar 252 juta jiwa),
mulai dari saat panen sampai dengan maka tambahan permintaan pangan per tahun
pengolahan dan berlanjut pada pemasaran, juga akan sangat besar.
dipercayai masih sekitar 10 persen sampai 20 Urbanisasi yang merupakan salah
persen, bergantung pada komoditas, musim, satu dinamika kependudukan masih akan
dan teknologi yang digunakan. Sementara itu, terus berlanjut dengan alasan dorongan keluar
pemborosan pangan (food waste) yang terjadi (push factor) dari sektor pertanian, karena
mulai dari pasar konsumen akhir sampai sektor ini tidak dapat menampung angkatan
dibawa dan disimpan di rumah, lalu disajikan kerja baru atau tidak dapat memenuhi harapan
di meja makan namun tidak dimakan, diper- terkait upah yang diterima atau kondisi kerja
kirakan mencapai lebih dari 30 persen. FAO yang dinilai tidak nyaman. Selain urbanisasi,
melaporkan sepertiga dari bagian pangan perubahan beberapa daerah yang sebelumnya
yang dapat dikonsumsi terbuang percuma atau berciri desa bertransformasi menjadi tempat
diboroskan (FAO, 2011b). Demikian juga yang mempunyai karakter kota kecil atau kota
permasalahan pemborosan pangan di sedang akan terus berlangsung seiring dengan
Indonesia cukup besar, seperti banyaknya pertumbuhan ekonomi dan otonomi daerah.
makanan yang terbuang di restoran, resepsi Kedua faktor ini akan mempercepat peningkat-
pernikahan, atau acara rapat/pertemuan, an penduduk kota atau daerah berciri kota.
bahan pangan yang terbuang sebelum Pada saat ini penduduk kota sebesar 49,5
dimasak, dan makanan yang sudah disajikan persen dan diperkirakan akan terus meningkat
di meja makan di rumah namun tidak termakan menjadi 60 persen pada tahun 2025. Hal ini
seluruhnya. akan membawa konsekuensi proporsi pola
Walaupun sudah lama disadari permintaan pangan berciri preferensi pen-
adanya kehilangan hasil pangan pada saat duduk kota menjadi lebih besar. Pola

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 123 – 135

130
permintaan tersebut pada umumnya akan Dengan semakin tersebarnya jaringan
lebih beragam, lebih memperhatikan kualitas televisi sampai ke pelosok negeri dengan isi
dan keamanan pangan, serta proporsi iklan pangan bersifat persuasif untuk menarik
pengeluaran makanan untuk makanan jadi dan minat dan selera pemirsa, yang menawarkan
makan di luar rumah yang lebih besar. pangan bercitra keren dan global, maka pola
Partisipasi angkatan kerja wanita juga konsumsi pangan masyarakat secara perlahan
meningkat. Menurut data BPS, pada tahun akan bergeser ke arah itu. Makanan berciri
2010 sebesar 36,4 persen total angkatan kerja global yang disediakan di restoran, konsumsi
adalah wanita. Dari total wanita yang bekerja, makanan cepat saji, dan makan di luar rumah
sekitar 57,6 persen bekerja di luar sektor akan semakin diminati. Sebaliknya, makanan
pertanian. Dalam 10 tahun ke depan diperkira- yang berlabel atau diidentikkan dengan
kan akan semakin besar lagi proporsi wanita makanan tradisional atau lokal secara
yang bekerja. Hal ini akan memperkuat perlahan akan ditinggalkan konsumen. Tren ini
peningkatan permintaan untuk makanan jadi, akan makin berakselerasi dalam 10 tahun ke
baik yang dimakan di luar rumah maupun di depan. Pemanfaatan teknologi pangan,
dalam rumah. teknologi informasi, dan kampanye gerakan
cinta pangan lokal Nusantara diharapkan
Kedua, pertumbuhan ekonomi 10
dapat mengimbangi tantangan perubahan
tahun terakhir cukup tinggi rata-rata di atas 5
selera pangan akibat iklan makanan tersebut.
persen per tahun. Dalam 10 tahun mendatang,
sasaran pertumbuhan ekonomi tinggi tersebut Keempat, persaingan permintaan atas
akan terus dipertahankan karena memang komoditas pangan untuk konsumsi manusia
negeri ini perlu mengejar ketertinggalan pem- (food), pakan ternak (feed), bahan baku energi
bangunan ekonomi dari negara-negara yang bio (biofuel), dan bahan baku industri non-
sudah maju. Pertumbuhan ekonomi tinggi pangan akan terus berlangsung dan semakin
berdampak pada peningkatan pendapatan per ketat dalam 10 tahun ke depan. Persaingan
kapita atau daya beli masyarakat, walaupun permintaan ini diturunkan dari peningkatan
sebarannya tidak merata ke setiap individu. permintaan untuk produk ternak, semakin
Situasi ini akan meningkatkan permintaan tingginya harga energi berbahan baku fosil,
pangan dari sisi kualitas, keragaman, mutu, dan peningkatan permintaan produk industri
dan keamanannya. Salah satu upaya untuk yang memanfaatkan bahan pangan dalam
menanganinya dan sekaligus memanfaatkan proses produksinya. Permasalahan ini harus
peluang bisnis pangan olahan adalah melalui dapat diantisipasi secara arif melalui
penguasaan dan penerapan teknologi pangan peningkatan produksi komoditas pangan yang
agar dapat merespon perubahan permintaan tinggi dan pelibatan industri pangan.
pangan, sehingga mampu menyediakan
pangan sesuai dinamika permintaan pasar dan
preferensi konsumen dengan baik. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
KETAHANAN PANGAN BERKELANJUTAN
Ketiga, pada saat ini sedang
berlangsung perubahan selera konsumsi
pangan yang mulai meninggalkan pangan Alternatif Arah Kebijakan
lokal dan makanan tradisional. Pola konsumsi
pangan dipengaruhi oleh sumber daya pangan Untuk menghadapi tantangan dan
di sekitarnya, daya beli masyarakat, permasalahan seperti diuraikan di atas agar
pengetahuan tentang pangan dan gizi, dan dapat dicapai ketahanan pangan berkelanjutan
selera konsumen. Perubahan selera pangan menuju 2025, perlu ada penyesuaian atau
pada saat ini dibentuk dan dipengaruhi secara perubahan arah kebijakan yang saat ini
kuat oleh perkembangan pesat teknologi diimplementasikan. Perubahan pendekatan
informasi media yang dimanfaatkan oleh arah kebijakan yang disarankan meliputi
media promosi/periklanan, termasuk pengiklan tujuan, cara, dan sasaran pembangunan
yang menjajakan makanan dan minuman yang ketahanan pangan.
mencitrakan produknya berlabel tren masa Pertama, tujuan untuk mencapai
kini, keren, dan global. Imanto (2012) lebih swasembada pangan diubah menjadi
jauh menilai iklan televisi cenderung mencapai kemandirian pangan. Dengan
menawarkan produk yang mencerminkan pendekatan swasembada, seringkali untuk
budaya konsumerisme dan gaya hidup pencapaiannya dilakukan dengan mengabai-
konsumtif. kan prinsif efisiensi usaha dan kelayakan

MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA BERKELANJUTAN 2025: TANTANGAN DAN PENANGANANNYA Achmad Suryana

131
teknis, ekonomi, ataupun sosial, sehingga manfaatannya. Pengembangan sumber pangan
dapat terjadi misalokasi sumber daya untuk dan jenis makanan baru yang mempunyai cita
pembangunan. Dengan pendekatan keman- rasa, citra, dan harga yang bersaing perlu
dirian pangan, sesuai arahan UU Pangan, dilakukan. Di sisi lain, kampanye diversifikasi
pencapaiannya dapat dilakukan dengan konsumsi pangan dengan meningkatkan pe-
meningkatkan kemampuan negara dan mahaman masyarakat akan pentingnya meng-
bangsa dalam memproduksi pangan yang ber- konsumsi pangan B2SA perlu dijadikan gerak-
anekaragam dengan memanfaatkan potensi an nasional. Untuk itu, pemanfaatan teknologi
sumber daya (alam, manusia, sosial, ekonomi, pangan dalam rangka pengembangan produk
dan kearifan lokal) secara bermartabat. Praktik pangan baru atau memperkenalkan pola
operasional pencapaiannya dapat dilakukan konsumsi dan pemanfaatan pangan berbasis
dengan menerapkan prinsip keunggulan sumber pangan lokal menjadi suatu keharusan.
komparatif atau kompetitif, dan prinsip efisiensi
Dengan ketiga pendekatan baru untuk
dan dayasaing. Dengan pendekatan ini, dalam menuju ketahanan pangan Indonesia berke-
RPJMN harus sudah ditetapkan rancangan lanjutan 2025, strategi umum pembangunan
pengembangan produksi pangan ke dalam tiga ketahanan pangan adalah untuk: (1)
kelompok komoditas, yaitu: (a) jenis komoditas mengembangkan kapasitas nasional dalam
pangan yang dapat dikembangkan tidak hanya peningkatan produksi pangan secara mandiri
mencapai swasembada tetapi juga mengisi dan berkelanjutan; (2) mempromosikan diver-
pasar ekspor (promosi ekspor), (b) jenis sifikasi pangan berbasis sumber daya pangan
pangan yang memiliki potensi untuk lokal untuk mencapai pola konsumsi pangan
dikembangkan sehingga dapat memenuhi B2SA; (3) menyediakan pangan yang cukup
seluruh kebutuhan dalam negeri dengan dari sisi jumlah, keragaman, kualitas, dan
pemanfaatan teknologi yang telah tersedia dan keamanan, dengan tingkat harga terjangkau
dapat diimplementasikan segera (substitusi daya beli masyarakat luas, serta menjaga
impor), dan (c) beberapa jenis pangan yang stabilitas harga pangan pokok; dan (4)
memang sebagian atau seluruhnya terpaksa menyediakan pangan bagi kelompok
harus diimpor karena ada permintaan untuk masyarakat miskin dan rawan pangan melalui
pangan tersebut di dalam negeri, namun pendistribusian bantuan pangan atau pangan
Indonesia belum memiliki dayasaing untuk bersubsidi.
memproduksinya.
Strategi menuju ketahanan pangan
Kedua, cara pencapaian ketahanan Indonesia berkelanjutan 2025 dikelompokkan
pangan melalui peningkatan produksi pangan menurut subsistem dalam sistem ketahanan
diubah menjadi peningkatan pendapatan pangan seperti diatur dalam UU Pangan, yaitu
petani dan masyarakat perdesaan. Untuk ketersediaan pangan, keterjangkauan pangan,
melaksanakan pendekatan ini, UU Nomor 19 dan pemanfaatan pangan. Seluruh strategi
Tahun 2013 tentang Perlindungan dan yang ditawarkan dalam artikel ini dirancang
Pemberdayaan Petani telah memberikan sejalan dengan arahan dari UU Pangan
tuntunan cara memberdayakan petani untuk (Suryana, 2013b)
meningkatkan produktivitas, efisiensi dan
dayasaing (Suryana, 2013c). Untuk para
petani kecil yang mengusahakan lahan rata- Strategi Ketersediaan Pangan
rata kurang dari 1,0 ha, dalam upaya Ketersediaan pangan merupakan subsistem
meningkatkan efisiensi dan keuntungan petani, pertama dari tiga subsistem dalam sistem
rekayasa sosial-ekonomi seperti usahatani ketahanan pangan dan pangkal dari upaya
korporasi (corporate farming), usahatani menujudkan kemandirian dan kedaulatan
koperasi (cooperative farming), atau pangan. Modal utama dalam mewujudkan
pendekatan sekolah lapang (field school ketersediaan pangan adalah kekayaan sumber
approach) dapat dipertimbangkan untuk daya yang beragam, ketersediaan teknologi,
diterapkan secara luas. dan pengembangan kemitraan strategis
Ketiga, sasaran pemenuhan konsumsi dengan berbagai komponen pemangku
pangan secara kuantitas diubah menjadi kepentingan. Empat strategi yang diajukan
pemenuhan konsumsi pangan yang beragam dalam membangun ketersediaan pangan
bergizi seimbang dan aman (B2SA). Untuk itu adalah sebagai berikut.
perlu dilakukan promosi penganekaragaman Pertama, membangun penyediaan
pangan dari sisi penyediaan dan sisi pe- pangan berasal dari produksi domestik dan

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 123 – 135

132
cadangan pangan nasional. Bila dari kedua prasarana dan sarana transportasi, sistem
sumber pangan tersebut tidak dapat distribusi dan logistik pangan, dan kebijakan
memenuhi atau mencukupi kebutuhan, pangan pemasaran dan perdagangan pangan. Aspek
dapat diimpor dengan jumlah sesuai kebutuh- ekonomi terkait dengan daya beli perse-
an (UU Pangan pasal 14 dan 15). Untuk itu orangan dan rumah tangga yang dicerminkan
perlu upaya: (a) meningkatkan produksi pangan oleh pendapatan dan sistem kekerabatan
penting secara ekonomi, sosial, dan politik dalam mengatasi masalah pangan dalam
dengan menggunakan sumber daya domestik suatu keluarga besar.
secara optimal; (b) membangun cadangan Dengan demikian, strategi keterjang-
pangan pokok pemerintah pusat dan daerah kauan pangan meliputi: (1) memperkuat dan
serta masyarakat yang kuat; dan (c) bila memfasilitasi pengembangan pemasaran dan
diperlukan, menetapkan kebijakan impor perdagangan pangan yang efisien serta
pangan yang dirancang secara cermat untuk pengembangan pasar pangan di perdesaan;
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, (2) menjaga stabilitas pasokan dan harga
namun tidak berdampak negatif terhadap pangan pokok melalui pengelolaan cadangan
agribisnis pangan domestik. pangan pokok pemerintah pusat dan daerah,
Kedua, untuk memberdayakan usaha dan memanfaatkan instrumen kebijakan per-
pangan skala kecil yang menjadi ciri dominan dagangan internasional pangan dengan men-
pada ekonomi pertanian Indonesia, perlu dahulukan pertimbangan kepentingan nasional
dilakukan: (a) menyelaraskan atau meng- namun juga selaras dengan kesepakatan
integrasikan aktivitas usaha pangan skala kecil internasional; (3) merevitalisasi sistem ke-
ke dalam rantai pasok pangan (food supply lembagaan lumbung pangan masyarakat
chain) dan (b) upaya menghimpun usahatani menjadi sistem cadangan pangan masyarakat
skala kecil sehingga mencapai skala ekonomi yang dikelola dengan prinsip efisiensi
dengan menerapkan rekayasa sosial-ekonomi ekonomi, namun tetap mempunyai fungsi
seperti corporate farming atau contract farming sosial; dan (4) menyalurkan bantuan pangan
dalam satu luasan skala tertentu, seperti telah ataupun pangan bersubsidi sesuai pola
konsumsi pangan setempat bagi yang
disebutkan sebelumnya.
masyarakat miskin dan kekurangan pangan.
Ketiga, mempercepat diseminasi tek-
nologi dan meningkatkan kapasitas petani
dalam mengadopsi teknologi tepat-guna untuk Strategi Pemanfaatan Pangan
peningkatan produktivitas tanaman dan Kualitas pemanfaatan pangan dipengaruhi
efisiensi usaha. Salah satu langkah operasi- oleh daya beli, selera, pengetahuan dan
onal yang dapat dilakukan adalah meningkat- kesadaran gizi masyarakat, dan ketersediaan
kan kapasitas penyuluh dan petani, baik dari pangan itu sendiri. Pemanfaatan pangan
aspek teknis maupun kapabilitas manajerial merupakan muara dari suatu sistem ketahan-
dalam mengelola usahatani. an pangan karena akan menentukan kualitas
Keempat, mempromosikan pengurang- perseorangan untuk dapat hidup sehat, aktif
an kehilangan pangan melalui pemanfaatan dan produktif. Karena itu, strategi pemanfaatan
teknologi penanganan, pengolahan, dan pangan tidak kalah pentingnya dengan dua
distribusi pangan. Peningkatan aksesibilitas strategi sebelumnya dalam sistem ketahanan
petani secara fisik dan ekonomi terhadap pangan.
teknologi pengolahan pangan tersebut mutlak Strategi pemanfaatan pangan terdiri
diperlukan. Selain itu, perlu upaya untuk me- dari: (1) mempromosikan diversifikasi kon-
ngurangi pemborosan pangan melalui gerakan sumsi pangan berdasarkan potensi sumber
pengurangan pemborosan pangan secara sis- daya pangan lokal, keragaman makanan
tematis dan masif ke berbagai lapisan masya- daerah, dan kearifan lokal, dengan acuan pola
rakat dengan pendekatan sosial budaya. konsumsi pangan B2SA; (2) memperbaiki
status gizi masyarakat melalui pengayaan atau
fortifikasi untuk zat gizi tertentu pada pangan
Strategi Keterjangkauan Pangan yang dikonsumsi sebagian besar masyarakat,
Subsistem ketejangkauan pangan terkait seperti beras, minyak goreng, dan garam dan;
dengan aksesibilitas perseorangan terhadap (3) mengupayakan agar tercipta kemampuan
pangan baik dari aspek fisik ataupun aspek untuk menjamin pangan yang diedarkan atau
ekonomi. Aspek fisik terkait dengan kualitas diperdagangkan kepada masyarakat mem-

MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA BERKELANJUTAN 2025: TANTANGAN DAN PENANGANANNYA Achmad Suryana

133
punyai karakteristik aman, higienis, berkualitas, katkan kapasitas produksi pangan dan mem-
bergizi, dan tidak bertentangan dengan perlancar distribusi pangan antarwaktu,
agama, keyakinan dan budaya masyarakat. tempat, dan golongan pendapatan.

PENUTUP DAFTAR PUSTAKA

Pentingnya ketahanan pangan dalam tatanan APEC. 2013a. The 21st APEC Economic Leaders'
ekonomi global dan nasional telah dipahami Declaration: Bali Declaration, Resilient
oleh berbagai kalangan, baik itu para kepala Asia-Pacific, Engine of Global Growth. 8
October 2013. Bali.
negara dan pemerintahan, pimpinan organi-
sasi internasional, pengelola sektor swasta, APEC. 2013b. APEC Food Security Road Map
maupun lembaga kemasyarakatan, dengan Towards 2020 (version 2013). Policy
alasan dan kepentingan yang berbeda. Satu Partnership on Food Security (PPFS).
Indonesian Agency for Food Security,
hal yang menjadi kesadaran bersama adalah Ministry of Agriculture. Jakarta.
pemenuhan pangan bagi setiap individu
merupakan hak azasi dan pemenuhannya Badan Ketahanan Pangan. 2013. Capaian dan
Tantangan Indonesia dalam Meraih
menjadi kewajiban bersama, termasuk individu Kondisi Ketahanan Pangan. Disampaikan
itu sendiri. dalam Focus Group Discussion di
Perwujudan ketahanan pangan pada Kementerian Luar Negeri. 23 Agustus
tingkat makro (nasional dan global) ke depan 2013. Jakarta.
akan semakin sulit karena kecenderungan Badan Ketahanan Pangan. 2014. Situasi Keter-
pergerakan penawaran dan permintaan sediaan dan Harga Pangan (per Awal
pangan menuju ke arah yang berlawanan. April) 2014. Bahan Rapat Pimpinan
Produksi atau pasokan pangan pertumbuhan- Kementerian Pertanian. 7 April 2014.
Jakarta.
nya akan semakin sulit karena menghadapi
berbagai kendala fisik, ekonomi, dan lingkung- Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
an; sementara permintaan pangan akan terus 2011. Pedoman Umum Perubahan Iklim
Pertanian. Jakarta.
tumbuh sejalan dengan pertumbuhan
penduduk, perkembangan ekonomi. dan Badan Pusat Statistik. 2013a. Produksi Tanaman
dinamika lingkungan strategis. Pangan, Angka Sementara Tahun 2013.
Jakarta.
Upaya sungguh-sungguh untuk me-
Badan Pusat Statistik. 2013b. Konsumsi Kalori dan
wujudkan ketahanan pangan berkelanjutan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi.
sangat diperlukan mengingat ancaman krisis Jakarta.
pangan global masih tetap ada dan dapat
Bappenas. 2010. Rencana Pembangunan Jangka
secara tiba-tiba menjadi kenyataan. Dengan Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014
membangun ketahanan pangan berbasis sum- (Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun
ber daya dan kearifan lokal, memanfaatkan 2010). Jakarta.
teknologi unggul untuk meningkatkan produksi Briones, R.M. 2012. Climate Change and Price
dan produktivitas pangan secara efisien dan Volatility, Can We Count on the ASEAN
berdayasaing, dan membangun kekokohan plus Three Emergency Rice Reserve. ADB
dan kelenturan respons masyarakat meng- Suatainable Development Working Paper
hadapi ancaman krisis pangan, Indonesia Series No. 24. Agustus 2012. Manila.
akan mampu mengatasi ancaman krisis Direktorat Pangan dan Pertanian, Bappenas. 2013.
pangan global ataupun domestik. Studi Pendahuluan Rencana Pembangun-
Kebijakan pendukung yang diperlukan an Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Bidang Pangan dan Pertanian. Jakarta.
untuk mewujudkan berbagai upaya tersebut
adalah investasi yang cukup besar di sektor Direktorat Jenderal Perkebunan. 2014. Target
pertanian pangan, mulai dari prasarana, Produksi Swasembada Gula 2014 Diturun-
kan. http://www.tempo.co/read/news/2012/
penciptaan inovasi teknologi dan diseminasi-
09/18/090430205/Target-Produksi-
nya, sampai pada peningkatan kapasitas Swasembada-Gula-2014-Diturunkan.
sumber daya manusia pertanian pangan. Diakses Tanggal 12 September 2014.
Selain itu, diperlukan upaya untuk menjalin
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian
kemitraan strategis (strategic partnership) Pekerjaan Umum. 2013. 36% Jaringan
antara pemerintah dan swasta guna mening-

FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 123 – 135

134
Irigasi Rusak, Ini Rincian Perbaikan dan Suryana, A. 2010. Diversifikasi Pangan dalam
Pembangunan PU. http://industri.bisnis. Upaya Pencapaian Swasembada Pangan
com/read/20131127/45/189113/36-jaringan- Berkelanjutan. Disampaikan dalam
irigasi-rusak-ini-rincian-perbaikan-pemba Seminar Diselenggarakan Fraksi Partai
ngunan-pu. Diakses Tanggal 7 Mei 2014. Demokrat di DPR RI, 13 Oktober 2010.
FAO. 2011a. FAO in the 21st Century, Ensuring Jakarta.
Food Security in a Changing World. Rome. Suryana, A. 2012. Cadangan Beras Darurat.
FAO. 2011b. Global Food Losses and Food Waste: REPUBLIKA. 29 Agustus 2012. Jakarta.
Extent, Causes and Prevention. Rome. Suryana, A. 2013a. Policy Partnership on Food
Federal Ministry for Economic Cooperation and Security (PPFS) Report to C-SOM.
Development, Jermany. 2011. The Water, Presented at Special Senior Official
Energy, and Food Security Nexus-Solution Meeting (C-SOM) APEC, 2 October 2013.
for a Green Economy. Bonn 2011 Bali.
Conference, 16-18 Nopember 2011. Bonn.
Suryana, A. 2013b. Undang-Undang Nomor 18
Harianto. 2013. Percepatan Pencapaian Surplus Tahun 2012 tentang Pangan. Disampaikan
Beras 10 Juta Ton. www.setkab.go.id/ dalam Kuliah Umum Mahasiswa Sarjana
artikel. 02 Nopember 2013. Sekretariat dan Pasca Sarjana Jurusan Agribisnis IPB.
Kabinet Republik Indonesia. Jakarta. 14 Desember 2013. Bogor.
Hosang, P.R., J. Tatuh, dan J.E.X. Rogi. 2012. Suryana, A. 2013c. UU Nomor 19 Tahun 2013
Analisis Dampak Perubahan Iklim terhadap tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Produksi Beras Propinsi Sulawesi Utara Petani. Disampaikan dalam Acara Kuliah
Tahun 2013-2030. Eugenia Vol. 18 No. 3, Umum Mahasiswa FEM-IPB, 13 Nopember
Desember 2012. Manado. http://ejournal.
2013. Bogor.
unsrat.ac.id/index.php/article/. Diakses
Tanggal 7 Mei 2014. Suryana, A. 2014a. Food Security Chalenges Faced
by Developing Asian Countries and
Imanto, T. 2012. Pengaruh Iklan Televisi dalam
Responses toward 2025: The Case of
Perilaku Gaya Hidup. Jakarta. http://www.
esaunggul.ac.id/article. Diakses Tanggal 7 Indonesia. Presented at the 2nd
Mei 2014. International Conference on Asia Food
Security. RSIS-Nanyang Technological
Indonesian Agency for Food Security. 2013. University. 21-22 August 2014. Singapore.
National Nutrition Strategi Program in
Indonesia. Prepared for WHO/WHO Suryana, A. 2014b. Kebijakan Cetak Biru
Second International Conference on Ketahanan Pangan Nasional. Disampaikan
Nutrition (ICN2). Jakarta. dalam Diskusi Komite Ekonomi Nasional
(KEN). 4 Februari 2014. Jakarta.
Kementerian Pertanian. 2010. Rencana Strategis.
Kementerian. Pertanian 2010-2014 Suryana, A. 2014c. Mewujudkan Ketahanan dan
(Permentan Nomor 15 Tahun 2010). Kemandirian Pangan dalam Bingkai Anti
Jakarta. Korupsi. Disampaikan dalam Pertemuan
Menteri Pertanian. 2009. Swasembada Daging Sapi Komitmen Anti Korupsi untuk Mewujudkan
2014. http://nasional.kompas.com/read/2009/ Wilayah Anti Korupsi di Lingkup
11/09/05381056/swasembada.daging.sapi. Kementerian Pertanian. Diselenggarakan
2014. Diakses Tanggal 7 Mei 2014 Inspektorat Jenderal Kementerian
Pertanian, 18 Maret 2014. Yogyakarta.
Peng, S., J. Huang, J.E. Sheehy, R.C. Laza, R.M.
Visperas, X. Zhong, G.S. Centeno, G.S. Suswono. 2011. Pertemuan AMAF Sepakati Kerja
Khush, and K.C. Cassman. 2004. Rice Sama Bidang Strategis. http://www.antara
Yields Decline with Higher Night news.com/berita/278796/pertemuan-amaf-
Temperature from Global Warming. sepakati-kerja-sama-bidang-strategis.
Proceedings of the National Academy of Diakses Tanggal 7 Mei 2014.
Sciences of the USA. Vol. 101 No. 27, July Suswono. 2013. Pengembangan Kelembagaan Pe-
2004.
tani Kecil untuk Mendukung Pembangunan
RSIS-Nanyang Technological University. 2014. Pertanian dan Pedesaan. Disampaikan
Toward Asia 2025: Policy and Technology dalam Ambassador Forum: Improving
Imperatives. International Conference on Institution of Smallholder Agriculture.
Asian Food Security 2014, 21-13 Agustus Organized by Institut Pertanian Bogor
2014. Singapore. (IPB), 16 Desember 2013. Bogor.

MENUJU KETAHANAN PANGAN INDONESIA BERKELANJUTAN 2025: TANTANGAN DAN PENANGANANNYA Achmad Suryana

135

You might also like