Professional Documents
Culture Documents
Penjelasan Mandzumah Al Baiquniyyah (Mustholah Hadits) PDF
Penjelasan Mandzumah Al Baiquniyyah (Mustholah Hadits) PDF
1
Judul Buku:
Catatan Pengantar
Editor :
Pendahuluan .......................................................................... 10
Hadits Mauquf........................................................................ 90
ﺼﻠِّﻴﺎً َﻋﻠَ ـ ـ ـ ـﻰ ُ َ ـ ـ ـ ـ ـ ﻣ .١أَﺑـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ َﺪأُ ِ ْﳊﻤـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِ
ﺪ َْ ْ
ُﳏَ ﱠﻤـ ـ ـ ـ ـ ـ ٍﺪ َﺧْﻴـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِﺮ ﻧَِ ٍّ
ﱯ أ ُْرِﺳ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ َﻼ
ﱠﻩ ﺪ ـ ـ ﻋﻳﺚ ِ .٢وِذي ِﻣﻦ اﻗْـ ـ ـ ـ ـﺴ ِﺎم اﳊـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِﺪ ِ
ْ َ َ َ َ
ِ ٍ
َوُﻛ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ﱡﻞ َواﺣ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺪ أَﺗَـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﻰ َو َﺣـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺪ ْ
ﱠﻩ
ﱠ ﺼِ
ﺼ ْﻞ َ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ﺗ ا ﺎـ ـ ـ ـ .٣أَﱠوُﳍـ ـَـﺎ اﻟ ـ ـ ـ ﱠ ْ ُ َ َ َ
ﻣ ﻮ ـ ـ ﻫ
ْ و ﺢ ﻴ ﺤ
ﺎدﻩُ َوﻟَـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻢ ﻳَـ ـ ـ ـ ـ ِﺸ ﱠﺬ أ َْو ﻳـُ َﻌ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻞ إِ ْﺳ ـ ـ ـ ـ ـﻨَ ُ
ﻂ َﻋ ـ ـ ْﻦ ِﻣـ ـ ـﺜْﻠِ ِﻪ ﺿ ـ ـ ـ ـﺎﺑِ ٌ ِ
.٤ﻳَـ ـ ـ ـ ـ ْﺮِوﻳﻪ َﻋ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﺪ ٌل َ
ﺿـ ـ ـ ـ ـ ـ ـْﺒ ِﻄ ِﻪ َوﻧَـ ْﻘﻠِ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِﻪ ِ
ُﻣ ْﻌ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺘَ َﻤ ٌﺪ ﻓـ ـ ـ ـ ـ ــْﻲ َ
تف ﻃُـ ـ ـ ـ ْﺮﻗﺎً َو َﻏ ـ ـ ـ َﺪ ْ .٥وا َﳊـ ـ ـ ـ َﺴ ُﻦ اﳌـَْﻌـ ـ ـ ـ ـُﺮْو ُ
ت ِرﺟﺎﻟُـ ـ ـ ـ ـ ـﻪ ﻻَ َﻛﺎﻟـ ـ ـ ـ ـ ﱠ ِ
ﺼﺤْﻴ ِﺢ ا ْﺷـ ـ ـﺘَـ َﻬَﺮ ْ َ ُ
ِ
ﺼ ْﺮ .٦وُﻛـ ـ ﱡﻞ َﻣ ـ ـﺎ َﻋ ـ ـ ْﻦ ُرﺗْ ـ ـ ـﺒَﺔ اﳊـُ ـ ْﺴ ِﻦ ﻗَـ ـ ـ ـ ُ
ﻒ َوْﻫ ـ ـ َﻮ أَﻗْـ ـ َﺴﺎﻣﺎً ُﻛﺜُـ ـ ـ ْﺮ ﻓَـﻬ ـ ـﻮ اﻟ ـ ـ ﱠ ِ
ﻀﻌْﻴ ُ َْ
ُﺿـ ـ ـ ـ ـﻴ ِ ِ
ﻒ ﻟﻠﻨﱠﺒ ـ ـِـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻲ اﳌـَـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﺮﻓُﻮعُ َ .٧وَﻣـ ـ ـ ـ ـﺎ أ ْ َ
ِ
َوَﻣـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺎ ﻟ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺘَﺎﺑِ ٍﻊ ُﻫـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ َﻮ اﳌـَْﻘﻄـُـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻮعُ
1. Mushthalah ()ﻣﺼﻄﻠﺢ
2. Hadīts ()اﳊﺪﯾﺚ
⑵ Hadits
Secara bahasa artinya ( اﳉﺪﯾﺪyang baru), kabar atau berita.
Secara istilah para ulama menyebutkan hadits adalah:
1
) Mushthalahul Hadīts, Syaikh Muhammad ibn Shalih al-Utsaimin, Dar ibnu al-
Jauzi. Hal:9.
1
) lihat Syarah al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Muhammad ibn Shalih al-
Utsaimin. (Hal : 11). Dan muqodimah kitab Mushthalahul Hadīts beliau, hal: 5.
Misalnya:
1
) Syarah al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Muhammad ibn Shalih al-
Utsaimin. (Hal : 11).
Kenapa?
Maka ini adalah sebuah perkara yang patut kita pelajari, karena
hukum syari'at terbangun di atas validitas keabsahan dalil yang
digunakan didalam menghukumi suatu perkara.
1
) Lihat Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Muhammad ibn Shalih al-
Utsaimin, Dar ats-Tsurayaa linnasyr. Hal : 13.
Dan tentu saja maksud dari pujian ini adalah kepada Allāh
Subhānahu wa Ta'ālā karena penulis adalah seorang muslim.
Dan kita tahu, segala pujian sejatinya hanya diberikan kepada
Allāh Subhānahu wa Ta'ālā.
1
) An-Nukat as-Saniyyah ‘alaa at-Ta’liiqaati an-Najmiyyah ‘alaa al-Manzhumah
al-Baiquniyyah, (hlm; 27). Lihat juga Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah,
Syaikh al-Utsaimin (hlm : 22).
Pembagian Hadits
Lafazh ِﺪ ٌة dalam bait syair yang tadi disebutkan, menunjukkan
adanya beberapa hadits yang akan disebutkan dalam
manzhumah ini, namun bukan berarti mencakup seluruh
macam hadits dan bentuknya.
Tetapi kita akan mengetahui bahwasanya di dalam matan Al-
Manzhumah Al-Bayquniyyah ini terdapat 34 bait yang memuat
kurang lebih 32 istilah dalam ilmu hadits.
Adapun hadits hasan, hal ini masuk dalam bagian ilmu (istilah)
hadits shahih. Namun derajatnya dibawah hadits shahih.
1
) Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Abu Mu’adz Thaariq ibn
Audhallah ibn Muhammad. Dar al-Mughni, Riyadh, Cet. I, tahun 1430 H.
Hal: 11.
ِ أَﱠوُﳍـ ـ ـﺎ اﻟ ـ ـ ـ ﱠ
ﺼ ْﻞ َ ﺼﺤْﻴ ُﺢ َوْﻫـ ـ َﻮ َﻣ ـ ـ ـ ـﺎ اﺗﱠـ ـ ـ ـ ـ ـ َ
ﺎدﻩُ َوﻟَـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻢ ﻳَـ ـ ـ ـ ـ ِﺸ ﱠﺬ أ َْو ﻳـُ َﻌ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻞُ َإِ ْﺳ ـ ـ ـ ـ ـﻨ
ﻂ َﻋ ـ ـ ْﻦ ِﻣـ ـ ـﺜْﻠِ ِﻪ ٌ ِﺿ ـ ـ ـ ـﺎﺑ ِ
َ ﻳـَ ـ ـ ـ ـ ْﺮِوﻳﻪ َﻋ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﺪ ٌل
ﺿـ ـ ـ ـ ـ ـ ـْﺒ ِﻄ ِﻪ َوﻧَـ ْﻘﻠِ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِﻪ ِ
َ ُﻣ ْﻌ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺘَ َﻤ ٌﺪ ﻓـ ـ ـ ـ ـ ــْﻲ
“Yang pertama adalah Hadits shahih yaitu Hadits yang
bersambung sanadnya dan hadits tersebut bukan hadits yang
syadz dan juga bukan hadits yang cacat.
Perawinya ‘adil lagi Dhabt (terjaga hafalannya), dari orang
yang semisalnya, serta terpercaya dalam penjagaan hafalan
dan penukilannya”.
1
) Lihat at-Ta’liiqaat al-atsariyyah ‘alaa al-Manzhumah al-Baiquniyyah
(hlm; 30-31) Dan Mengenal kaedah dasar ilmu hadits (hlm; 20-27).
2
) Akan datang-insya Allah-apa yang dimaksud dengan syudzudz dan ‘illah yang
mencoreng keshahihan suatu hadits dalam pembahasan tersendiri secara
terperinci.
1
) Maka riwayat seorang yang kafir, anak kecil, gila dan fasik tidak diterima
riwayatnya. Lihat penjelasan definisi ini lebih lengkap pada kitab Dhawaabith al-
Jarh wa at-Ta’diil, Abdul Aziiz bin Muhammad bin Ibrahim al-‘abdullathiif hal: 23-
26.
Dhabthush shadri
Dhabthul kitab
1
) Lihat Dhawaabith al-Jarh wa at-Ta’diil, hal: 24
َو َﻻ َ ُﻜ ْﻮ ُن َﺷﺎذا َو َﻻ،ُﻫ َﻮ َﻣﺎ اﺗ َﺼ َﻞ َﺳ ﻨَﺪُ ُﻩ ِﺑﻨَ ْﻘ ِﻞ اﻟ َﻌﺪْ لِ اﻟﻀَ ﺎ ِﺑﻂِ َﻋ ْﻦ ِﻣ ْ ِ ِ ا َﱃ ُﻣ ْﳤَ َﺎ ُﻩ
َﻣ َﻌﻼ
“Yaitu hadits shahih lidz dzatihi yaitu hadits yang bersambung
sanadnya dengan penukilan perawi yang 'adil lagi dhabith dari
yang semisalnya sampai akhir sanad hadits tersebut, serta
hadits tersebut bukan hadits yang syadz, bukan pula hadits
yang mu'allal (hadits yang padanya terdapat kecacatan)”.
Dan kelima syarat diatas disebut juga oleh para ulama sebagai
lima (5) kriteria / syarat diterimanya suatu hadits. Jika ada
salah satu yang hilang dari 5 syarat diatas maka hadits tersebut
tertolak.
1
) karena bagaimana mungkin seseorang diketahui 'adalah dan dhabithnya
sementara namanya saja tidak diketahui.
1
) Dan yang dimaksud dengan Makhraj adalah diketahuinya perawi-perawi
menjadi poros sanad -sanad sebuah riwayat dalam suatu negri, tidak ada yang
gugur dikarenakan munqathi, mudallis atau mursal.
1
) Malimussunan (1/11) dinukil dari kitab Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah,
DR. Muhammad bin Abdullah alHabdaan, hal: 19, lihat juga Fathul Mughiis bisyahr
alfiyyatil hadiits, hal: 117.
ﻓَ ْﺮ ٌق َوا ِ ٌﺪ َوﻫ َُﻮ ﺑَﺪَ َل ْن ﺗَ ُﻘ ْﻮ َل،ان اﻟ َﻔ ْﺮ َق ﺑ َ ْ َﲔ اﳊَ ِﺪﯾْ ِﺚ اﻟﺼ ِﺤﯿ ِﺢ َواﳊَ ِﺪﯾْ ِﺚ اﳊ ََﺴ ِﻦ
ِ اﻟﴩ
وط ُ ُ َﺧ ِﻔ ُﻒ اﻟﻀ ْﺒﻂِ َواﻻ ﻓَ َ ِﻘ ُﺔ: ﻗُ ْﻞ ِﰲ اﳊ ََﺴ ِﻦ،ِِﰲ اﻟﺼ ِﺤﯿ ِﺢ َ م اﻟﻀَ ْﺒﻂ
َ اﳌ َ ْﻮ ُﺟﻮ َد ِة ِﰲ
.اﻟﺼ ِﺤﯿ ِﺢ َﻣ ْﻮ ُﺟﻮ َد ٌة ِﰲ اﳊ ََﺴ ِﻦ
“Sesungguhnya perbedaan hadits shahih dengan hadits hasan
itu hanya dalam 1 segi saja, yaitu ucapanmu dalam definisi
hadits shahih "tammu dhabth" (istimewa hafalan perawinya),
dapat diganti pada definisi hadits hasan dengan "khafīfu
dhabth" (yaitu yang ringan dhabthnya), Adapun selainnya
• Shadūq (Jujur)
1
) Lihat penjelasannya pada An-Nukat ‘alaa nuzhhatinnazhar, hal: 91.
2
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 57
1
) Penguat tersebut harus hadits yang lebih kuat darinya atau yang sama
kelemahannya.
2
) Taqriib ‘ilmi al-Hadiits, Abu Mu’adz Thaariq ibn ‘iwadhillah ibn Muhammad. Hal:
11.
ِ
ﺼ ْﺮُ وُﻛـ ـ ﱡﻞ َﻣ ـ ـﺎ َﻋ ـ ـ ْﻦ ُرﺗْ ـ ـ ـﺒَﺔ اﳊـُـ ْﺴ ِﻦ ﻗَـ ـ ـ ـ
ﻒ َوْﻫ ـ ـ َﻮ أَﻗْـ ـ َﺴﺎﻣﺎً ُﻛﺜـُ ـ ـْﺮ ِ ﻓَـﻬ ـ ـﻮ اﻟ ـ ـ ﱠ
ُ ﻀﻌْﻴ َْ
“Setiap hadits yang berada di bawah tingkatan hasan maka itu
Hadits dhaif dan hadits tersebut banyak jenisnya”.
ﺑَِﻔ ْﻘ ِﺪ َﺷْﺮ ٍط ِﻣ ْﻦ ُﺷُﺮْو ِﻃ ِﻪ،ُﻫ َﻮ َﻣﺎ َﱂْ َْﳚ َﻤ ْﻊ ِﺻ َﻔﺔَ اﳊَ َﺴ ِﻦ
“Hadits Dhaif ialah hadits yang tidak terkumpul padanya sifat
hadits hasan, karena hilangnya satu syarat dari syarat-syarat
hadits hasan”. (Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 78)
ﴍو ِﻃ ِﻪ
ُ ُ ﴍ ٍط ِﻣ ْﻦ ِ ُﻫ َﻮ َﻣﺎﻟ َﻢ َ ْﳚ َﻤ ْﻊ ِﺻ َﻔ
ْ َ ﺎت اﻟﻘَ ُﻮلِ ِﺑ َﻔ ْﻘ ِﺪ
Hadits dha'if adalah hadits yang tidak memenuhi kreteria
hadits yang dapat diterima, disebabkan hilang salah satu
syaratnya1.
Dalam penyebutan:
① Dha'if Ringan
Bisa jadi juga karena adanya perawi yang fasik, atau mughaffal
(lalai) terlalu banyak kesalahan, begitu juga karena adanya
syadz (keganjilan) atau Munkarul Hadits (penyelisihan perawi
1
) Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Abu Mu’adz Thaariq ibn
Audhallah, hal: 47.
1
) Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Muhammad ibn Shalih al-
Utsaimin, Hal: 47.
1
) Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Muhammad ibn Shalih al-
Utsaimin, Hal: 47
ِ
ُﻒ ﻟَﻠﻨﱠﺒ ـ ـِـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻲ اﳌـَـ ـ ـ ـ ـ ـ ـْﺮﻓُﻮع
َ َوَﻣـ ـ ـ ـ ـﺎ أُﺿـ ـ ـ ـ ـْﻴ
ِ
َُوَﻣـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺎ ﻟ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺘَﺎﺑِ ٍﻊ ُﻫـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ َﻮ اﳌـَْﻘﻄـ ـُ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻮع
“Semua hadits yang disandarkan kepada Nabi maka disebut
Hadits marfu, Sedangkan hadits yang disandarkan kepada
seorang tabi’in maka disebut Hadits maqthu”.
Dan hadits marfu' yang sharih ini, kata para ulama terbagi
berdasarkan definisinya, menjadi empat.
1
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 160
2
) HR Bukhari dan Muslim
،ﷲ ُ ﻧْ َﺖ َر ُﺳ: َﻣ ْﻦ َ ؟ " َ ﻗﺎﻟ َ ْﺖ: " ﻗَﺎ َل، ِﰲ اﻟﺴ َﻤﺎ ِء: ﷲ ؟ ﻗَﺎﻟ َ ْﺖ
ِ ﻮل ُ ْ َﻦ
ْﻋ ِﺘ ْﻘﻬَﺎ ﻓَﺎﳖَﺎ ُﻣ ْﺆ ِﻣ َ ٌﺔ: ﻗَﺎ َل
"Dimana Allah?". Kemudian budak perempuan tersebut
mengucapkan "di langit". Kemudian, "Dan siapa aku?".
"Engkau adalah Rasūlullāh". Kata Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi
wa sallam: "Merdekakanlah budak ini karena sesungguhnya
dia seorang mu'minah"2.
1
) Hadits Shahih, Riwayat Ahmad. Lihat Shahiihul jaami’ no. 6913.
2
) Hadits Shahih, Riwayat Muslim no. 537, Juz I hal: 381.
َ ْ َ وﺳﲅ
ﴭ َﻊ اﻟﻨ ِﺎس ّ ﺻﲆ ا ّ ﻠﯿﻪ
ّ َﰷ َن اﻟﻨ ِﱯ
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah manusia yang
paling pemberani1.
1
) HR Muslim no. 2307
Padahal tidak ada celah ijtihad dan tidak ada pula ruang
pendapat dalam membicarakan tentang hari kiamat, maka
melainkan pasti didalamnya shahabat mengetahui ilmu
tersebut dari Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam yang
pernah mengucapkan hal itu. Itu yang dimaksud hadits marfu'
secara hukum.
1
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 167
1
) Pembahasan “apakah perkataan sahabat itu hujjah” terdapat perbedaan
pendapat ulama, bisa merujuk pada kitab Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah,
Syaikh Muhammad al-Utsaimin, Hal: 53.
1
) HR Bukhari ( no. 2652) dan Muslim ( no. 2533)
Dengan ini kita juga dapat ketahui hadits marfu’ tidak dapat
dikatakan sebagai hadits musnad jika tidak bersambung
sanadnya.
َ َﻣﺎ اﺗﱠ
ﺼ َﻞ َﺳﻨَ ُﺪﻩُ؛ َﻣْﺮﻓُـ ْﻮ ًﻋﺎ َﻛﺎ َن أَْو َﻣ ْﻮﻗُـ ْﻮﻓًﺎ َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن
“Hadits Muttashil adalah hadits yang bersambung sanadnya,
baik secara marfu’ (Nabi yang mengatakannya) ataupun
terhenti pada siapa saja (selain Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam
yang mengatakannya). (Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 171)
. ا ْٕﺳ ﻨَﺎ ُد ُﻩ ِﻠْ ُﻤ ْﻨﳤَ َ ﻰ ﻓَﺎﻟْ ُﻤﺘ ِﺼ ْﻞ- ﰻ َرا ٍو ﯾَﺘ ِﺼ ْﻞ
ّ ِ ُ ِ َﻣ ﺎ َِﺴ ْﻤﻊ
“Setiap hadits yang setiap perawinya mendengar (dari perawi
yang berada di atasnya) yang sanadnya bersambung sampai
pada akhirnya”.
َ َﻣﺎ اﺗﱠ
ﺼ َﻞ َﺳﻨَ ُﺪﻩُ؛ َﻣْﺮﻓُـ ْﻮ ًﻋﺎ َﻛﺎ َن أَْو َﻣ ْﻮﻗُـ ْﻮﻓًﺎ َﻋﻠَﻰ َﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن
“Hadits Muttashil adalah hadits yang bersambung sanadnya,
baik secara marfu’ (Nabi yang mengatakannya) ataupun
terhenti pada siapa saja (selain Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam
yang mengatakannya)”1.
1
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 171
1
) Muqoddimah Ibni ash-Shalaah fii ‘uluumil hadiits, hal; 37.
1
) Lihat penjelasan istilah-istilah tersebut pada kitab Taisiir Mushthalah al-Hadiits,
hlm;
ِ َ َو َﻣﺎ ْﻗ َﻮ ُال اﻟﺘﺎ ِﺑ ِﻌ َﲔ ا َذا اﺗ َﺼﻠَ ْﺖ ا َﺳﺎ ِﻧ ْﯿﺪُ ا َﳱْ ِ ْﻢ ﻓَ َﻼ ُ َﺴﻤﻮﳖَ َﺎ ُﻣ ِﺼ َ ً ِﰲ َ ﺎ
اﻻ ْﻃ َﻼ ِق َﻣﺎ َﻣ َﻊ اﻟ َﺘ ْﻘ ِ ﯿ ِﺪ َﲾ َﺎ ِ ٌﺰ َو َوا ِﻗ ٌﻊ ِﰲ َ َ ِﻣﻬِ ْﻢ َﻛﻘَ ْﻮ ِﻟﻬِ ْﻢ َﻫ َﺬا ُﻣ ِﺼ ٌﻞ ا َﱃ َﺳ ِﻌﯿ ٍﺪ ِﻦ
ِ اﳌ ُ َﺴ ِﺐ ْو ا َﱃ اﻟﺰ ْﻫ ِﺮ ّي ْو ا َﱃ َﻣﺎ ِ َو َ ْﳓ ِﻮ َذ
“Adapun perkataan tābi'in jika bersambung sanadnya sampai
kepada mereka, para ulama muhadditsīn tidak menamakannya
dengan hadits muttashil secara mutlak, adapun dengan taqyid
(ucapan yang menyebutkan bahwasanya hadits ini muttashil
sampai kepada tabi'in), maka hal itu boleh dan hal itu terjadi
diperkataan para ulama seperti "Ini hadits muttashil sampai
kepada Sa'id ibnul Musayyib atau kepada Imam Az-Zuhri atau
sampai kepada Imam Malik dan yang semisalnya"1.
1
) Syarh Alfiyyah 1/58, dinukil dari kitab An-Nukat as-Saniyyah ‘alaa at-Ta’liiqaati
an-Najmiyyah ‘alaa al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, hal: 40.
َوﻟِ ِّﻠﺮَواﻳَِﺔ َ َرًة، أَْو َﺣﺎﻟٍَﺔ ﻟِﻠﱡﺮَواةِ َ َرًة،ُﻫ َﻮ ﺗَـﺘَﺎﺑُ ُﻊ ِر َﺟ ِﺎل إِ ْﺳﻨَ ِﺎدﻩِ َﻋﻠَﻰ ِﺻ َﻔ ٍﺔ
أُ ْﺧَﺮى
“Hadits Musalsal adalah hadits yang rijal-rijalnya berurutan
(mengikuti) dalam satu sifat dan keadaannya. Terkadang hal itu
terjadi pada sifat/keadaan perawi-perawinya ataupun terdapat
pada cara penyampaian riwayatnya”. (Taisiir Mushthalah al-Hadiits,
hlm; 229)
َ ﺴ ْﻠ
Musalsal yaitu diambil dari kata at-tasalsul ﺴ ُﻞ َ اﻟﺘ ﱠatau silsilah
yang bermakna اﻟﺘﱠﺘ َﺎﺑُ ُﻊ tataabu’ (yaitu saling
mengikuti/berurutan).
َ ﺴ ْﻠ
Secara bahasa Attasalsul (ﺴ ُﻞ َ )اﻟﺘﱠsendiri bermakna rangkaian,
seperti rangkaian rantai besi (silsilatul hadīd )اﻟﺤﺪﯾﺪ ﺳﻠﺴﻠﺔ.
Kenapa dikatakan "musalsal"? Karena mirip rantai besi dari segi
kebersambungannya ia secara berurutan.
• Secara istilah
Musalsal disebutkan oleh Al-Imam Ibnu Shalāh rahimahullāh
Ta'ālā:
ٍ َ ِﻋ َﺒ َﺎر ٌة َﻋ ْﻦ ﺗَ َﺘﺎﺑ ُﻊ ِ ِر َ ﺎلِ اﻻ ْﺳ ﻨَﺎ ِد َوﺗَ َﻮ ُار ِد ِ ْﱒ ِﻓ ْ ِﻪ َوا ِ ﺪً ا ﺑ َ ْﻌﺪَ َوا ِ ٍﺪ َ َﲆ ِﺻ َﻔ ٍﺔ ْو َ ﺎ
َوا ِ ﺪَ ٍة
Musalsal adalah “hadits yang perawi-perawi sanadnya saling
mengikuti dan berurutan satu sama lain diatas suatu sifat
tertentu atau keadaan yang sama”1.
Menurut Ibnu Hajar rahimahullāh Ta'ālā: “Jika para perawi
bersepakat didalam menggunakan lafadz-lafadz penyampaikan
hadits atau serupa dalam keadaan (tertentu), maka itulah
hadits musalsal”2.
Jadi secara istilah disebut musalsal itu adalah kesamaan para
perawi suatu sanad hadits yang saling mengikuti dalam sebuah
sifat atau keadaan tertentu.
Adapun Al-Imam Al-Bayquniy rahimahullāh Ta'ālā
mendefinisikan hadits musalsal dengan cara memberikan
contohnya langsung, agar dapat difahami dengan baik.
1
) Muqoddimah Ibni ash-Shalaah fii ‘uluumil hadiits, hal: 173.
2
) An-Nukat ‘alaa nuzhatinnazhar, hal; 167.
1
) Lihat sebagian contoh-contoh diatas pada Kitaab Mushthalah al-hadiits
lilimaam Syamsuddin adz- dzahabiy, Khaliil bin Muhammad al-‘arabiy, hal: 366.
1
) Muqoddimah Ibni ash-Shalaah fii ‘uluumil hadiits, hal: 174.
2
) idem.
( ﺎل َﺟ ﱡﺪ اﳊَ َﺴ ِﻦ َ َ ﻗ، َﺣ ﱠﺪﺛـّﻨَﺎ إِﺑْ ُﻦ َﺣ َﺴ ٌﻦ، َﺣ ﱠﺪﺛـّﻨَﺎ َﺣ َﺴ ٌﻦ،َﺣ ﱠﺪﺛـّﻨَﺎ َﺣ َﺴ ٌﻦ
ْ )إِ ﱠن أ: أي رﺳﻮل ﺻﻠّﻰ ا ّ ﻋﻠﻴﻪ وﺳﻠّﻢ
ْ َﺣ َﺴ َﻦ ا ْﳊُ ْﺴ ِﻦ ا ْﳋُﻠُ ُﻖ
(اﳊَ َﺴ ُﻦ
Dalam sanad diatas disebutkan bahwasanya amalan yang
paling baik adalah akhlaq yang baik.
Ini menunjukan bahwasanya semuanya dari awal sampai akhir,
itu semuanya ada kata ( ﺣﺴﻦHasan). Kita tahu bahwasanya
Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam adalah kakek dari
Hasan. Namun sayang haditsnya maudhu', kata para ulama. Ini
dapat dilihat dikitab Nuzhah Nazhar AnNukat dari Imam Ibnu
Hajar Al-'Asqalani dan syarahnya AnNukat dari Syaikh 'Ali Al-
Halabi hafizhahullāh Ta'ālā.
Disebutkan disitu perawinya semua dari bernama hasan dan
teks hadistnya itu ada lafazh-lafazh "amalan-amalan hasan
(khuluqul hasan)" dan disebutkan juga akhlaq yang baik.
Namun sayang sekali hadits tersebut dha'if bahkan maudhu'.
Hadits tersebut tidak bisa dijadikan hujjah karena
kedha'ifannya.
Bahwasanya musalsal disitu rata-rata dha'if, yang ini dalam
tasalsulnya, bukan dalam asal matannya. Asal matannya itu
sendiri shahih.
َﻣﺎ ﻳَـْﺒـﻠُ ُﻎ َﺣ ﱠﺪ اﻟﺘَـ َﻮاﺗُِﺮ- ِﰲ ُﻛ ِّﻞ ﻃَﺒَـ َﻘ ٍﺔ-َﻣﺎ َرَواﻩُ ﺛََﻼﺛَﺔٌ ﻓَﺄَ ْﻛﺜَـُﺮ
“Hadits Masyhur adalah setiap hadits yang diriwayatkan oleh
tiga perowi atau lebih (dalam setiap tingkatan thabaqot
sanadnya) selama belum sampai pada batas hadits mutawatir”.
(Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 30)
⑴ hadits masyhūr
⑵ hadits 'azīz
⑶ hadits gharīb
Tiga pembagian hadits diatas dinamakan juga sebagai hadits
Ahad.
In syā' Allāh Ta'ālā pada kesempatan ini baru dibahas 'azīz dan
masyhūr, nanti dijelaskan tentang hadits gharīb.
Maka apa itu hadits 'azīz? 'Azīz adalah sifat musyabbahah dari
ﯾَ ِﻌ ﱡﺰ – َﻋ ﱠﺰYang bermakna sedikit. Atau dari kata: َﻋ ﱠﺰ- ﯾَﻌَ ﱡﺰYang
berarti kuat.
Dinamakan 'azīz karena bisa jadi disebabkan sedikit haditsnya
(jarang sekali), kejarangannya maka disebut 'azīz. Atau
dinamakan 'azīz karena kuatnya hadits tersebut dengan
datangnya dari jalan lain1.
Adapun secara istilah, terdapat perbedaaan pendapat para
ulama mengenai hadits aziiz, yang juga berimbas pada
perbedaan definisi mengenai hadits masyhur.
1
) An-Nukat ‘alaa nuzhatinnazhar, Syaikh Ali ibn Hasan al-Halabi, hal; 65.
ﻓَﺎ َذا َر َوى َﻋﳯْ ُ ْﻢ َر ُ َﻼ ِن َوﺛَ َﻼﺛَ ٌﺔ َو ْاﺷ َ َﱰ ُﻛﻮا ِﰲ َ ِﺪﯾْ ٍﺚ ُ َﺴﻤﻰ َﻋ ِﺰْ ًﺰا
“Apabila suatu hadits diriwayatkan oleh 2 atau 3 orang perawi,
dan mereka berserikat pada hadits tersebut maka hadits
tersebut dinamakan dengan hadits 'azīz”2.
Jadi, Imam Al-Bayquniy rahimahullāh Ta'ālā beliau memahami
bahwasanya hadits- hadits yang diriwayatkan oleh 2 orang atau
3 orang perawi maka haditsnya dinamakan sebagi hadits aziiz.
Definis diatas adalah definisi yang disebutkan oleh Ibnu
Mandah, dan diikuti oleh ulama-ulama setelahnya sampai
masa Ibnu Hajar memberikan definisi lain terhadap hadits ‘aziiz
dalam kitab beliau Nuzhatun Nazhār, dengan:
1
) Taqriib ‘ilmi al-Hadiits, Hal:75
2
)
1
) An-Nukat ‘alaa nuzhatinnazhar, Syaikh Ali ibn Hasan al-Halabi, hal; 64, Taisiir
Mushthalah al-Hadiits, hlm; 35
2
) Lihat Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Abu Mu’adz Thaariq ibn
Audhallah ibn Muhammad, hal; 63
3
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 35
1
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 35
1
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 30
ٌ أَْو ِﳑَ ْﻦ ﻟَﻪُ َﻋﻼَﻗَﺔ،ِ أَْو ا ِﻹﺳﻨَ ِﺎد ِﻣﻦ اﻟﱡﺮَواة،ﱳ ْ ُﻫ َﻮ َﻣ ْﻦ أُِْ َﻢ
ِ َْاﲰُﻪُ ِﰲ اﳌـ
ِ ِّﻟﺮَواﻳَِﺔ
“Hadits Mubham adalah Hadits yang terdapat di dalam matan
atau sanadnya nama yang tersamarkan, baik itu perowi atau
siapa saja yang memiliki hubungan dalam periwayatan”. (Taisiir
Mushthalah al-Hadiits, hlm; 259)
Kalau dipertanyakan;
Maka mubham yang ada pada sanad yang tidak diketahui itu
namanya siapa, tidak ada penjelasan dalam riwayat yang lain
maka haditsnya dianggap dha'if.
Karena mubham yang ada pada matan itu bukan dari perawi
hadits yang perlu diketahui 'adalahnya.
ٍ ِ ِ ِ ِِ ِ
َ ُﻫ َﻮ اﻟﱠﺬي ﻗَ ﱠﻞ َﻋ َﺪ ُد ِر َﺟﺎﻟﻪ ﻟﻨ ْﺴﺒَﺔ إِ َﱃ َﺳﻨَﺪ: اﻟﻌ ِﺎﱄ
آﺧَﺮ ﻳَِﺮُد ُ َا ِﻹ ْﺳﻨ
َ ﺎد
ِ ﻚ اﳊ ِﺪﻳ
.ﺚ ﺑِ َﻌ َﺪ ٍد أَ ْﻛﺜَـَﺮ ِ ِ
ْ َ َ ﺑِﻪ ذَﻟ
“ Hadits ‘Ali adalah Sanad Hadits yang jumlah perowinya lebih
sedikit di bandingkan dengan sanad lain yang serupa dengan
hadits tersebut dengan jumlah perowi yang lebih banyak”.
(Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 224)
ٍ ِ ِ ِ ِِ ِ
َ ُﻫ َﻮ اﻟﱠﺬي َﻛﺜُـَﺮ َﻋ َﺪ ُد ِر َﺟﺎﻟﻪ ﻟﻨ ْﺴﺒَﺔ إِ َﱃ َﺳﻨَﺪ: ﺎد اﻟﻨﱠﺎ ِزُل
آﺧَﺮ ﻳَِﺮُد ُ َا ِﻹ ْﺳﻨ
ِ ﻚ اﳊ ِﺪﻳ
.ﺚ ﺑِ َﻌ َﺪ ٍد أَﻗَ ﱠﻞ ِ ِ
ْ َ َ ﺑِﻪ ذَﻟ
“Hadits Nazil adalah Sanad hadits yang jumlah perowinya lebih
banyak dibandingkan dengan sanad lain yang serupa dengan
hadits tersebut dengan jumlah perowi yang lebih sedikit”. (Taisiir
Mushthalah al-Hadiits, hlm; 224)
Jawabannya: tidak.
Tidak mesti seperti itu. Karena bisa jadi hadits yang jumlah
perawinya sedikit namun ternyata terdapat perawi yang
lemah didalamnya.Adapun sanad yang jumlah perawinya
banyak tetapi semuanya adalah tsiqah (dapat dipercaya).
Maka ini yang disebut 'āli nisbi (sampai pada titik tertentu
saja sampai pada perawi Fulan, misalnya). Namun jika
dihitung secara keseluruhan ternyata baik melalui jalur
Imam Ahmad ataupun Imam Ath-Thabrani sampai kepada
Rasulullah jumlah perawinya sama.
ﺎب ِﻣ ـ ـ ـ ْﻦ
ِ َﺻﺤ ِ َ َوﻣ ـ ـﺎ أ
َ ْ ﺿـ ـ ـ ْﻔﺘَﻪُ إﻟـ ــَﻰ اﻷ ََ
ٌ ﻗَـ ـ ـ ْﻮٍل وﻓِ ْﻌ ـ ـ ـ ٍﻞ ﻓَـ ْﻬـ ـ ـ َﻮ َﻣ ْﻮﻗُـ ـ ـ ـ
ﻮف ُزﻛ ـِـ ـ ـ ْﻦ
اﺣ ٍﺪ
ِ ﻫﻮ ﻣﺎ ﻳـْﻨـ َﻔ ِﺮد ﺑِ ِﺮواﻳﺘِ ِﻪ را ٍو و
َ َ َ َ ُ َ َ َُ
“Hadits Gharib adalah hadits yang seorang perowi bersendirian
dalam periwayatannya”. (Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 38)
Ini adalah definisi hadits mursal yang disebutkan oleh Imam Al-
Bayquniy rahimahullāh Ta'ālā.
1
) An-Nukat ‘alaa nuzhatinnazhar, hal: 109 - 110
2
) Sebagaimana dalam pembahasan hadits mubham dan mubhamnya shahabat
tidak berpengaruh dalam keshahihan suatu hadits.
Oleh sebab itu, jika kita berbicara tentang apa hukum hadits
mursal, Imam Muslim rahimahullāh Ta'ālā dalam muqaddimah
Kitab Shahihnya, beliau menyebutkan:
1
) Mursal shahabiy adalah hadits yang diriwayatkan seorang sahabat melalui
seorang perantara sahabat lain dari Nabi, namun tanpa menyebutkan perantara
tersebut.
2
) Lihat Muqoddimah Ibni ash-Shalaah fii ‘uluumil hadiits, hal: 43
1
) An-Nukat ‘alaa nuzhatinnazhar, hal : 78
2
) An-Nukat ‘alaa nuzhatinnazhar, hal : 80-81
Contohnya;
Apabila dalam suatu hadits memiliki beberapa sanad yang jika
dibagi berdasarkan terdapat 5 thabaqah:
• dalam thabaqah yang pertama ada 4 perawi yang
meriwayatkan hadits tersebut
• dalam thabaqah yang ke-2 ada 2 orang perawi
• dalam thabaqah yang ke-3 ada 3 orang perawi
• dalam thabaqah yang ke-4 ada 5 orang perawi
• dalam thabaqah yang ke-5 ada 1 orang perawi
Maka kita sifati hadits ini adalah hadits gharib karena yang
menjadi tolak ukur adalah jumlah perawi yang paling sedikit
dalam setiap thabaqah sanadnya.
1
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 41
Hal ini jika kita mutlakkan tanpa kita berikan catatan. Jika kita
berikan catatan maka tidak mesti disyaratkan syarat yang
seperti tersebut diatas.
Bagaimana maksudnya?
ﺼ ْﻞ ِﲝَ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِﺎل
ِ وُﻛ ـ ـ ـ ﱡﻞ ﻣ ـ ـ ـ ـ ـﺎ ﻟَـ ـ ـ ـ ـ ـﻢ ﻳـﺘﱠـ ـ ـ ـ ـ ـ
َْ َ َ
ﺻ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِﺎل ِ
ُ إِ ْﺳـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﻨَـ
َ ﺎدﻩُ ُﻣـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـْﻨـ َﻘﻄ ُﻊ اﻷَ ْو
“Dan setiap hadits yang sanadnya tidak bersambung karena
suatu keadaan maka disebut Hadits munqothi”.
ِ ِ ِ
اﻷوﺻﺎل
ْ " ﺎدﻩُ" ُﻣْﻨـ َﻘﻄ ُﻊ ْ ... َﻣﺎ ْﱂ ﻳَـﺘﱠﺼ ْﻞ ﲝَﺎل
ُ َإﺳﻨ
Dan setiap hadits yang tidak bersambung sanadnya (karena
suatu sebab/keadaan), maka disebut dengan hadits munqathi'.
1
) at-Ta’liqat ar-Radhiyyah ‘alaa al-Mandzhumah al-Baiquniiyah, (hal : 143)
1
) Lihat lebih jelas disertai dengan contoh-contohnya dalam kitab at-Ta’liq ar-
Radhiyyah alaa al-Mandzumah al-Baiquniyyah Hal; 146-149.
• Secara istilah
ِ َﻣﺎ ﺳ َﻘ َﻂ ِﻣﻦ إِﺳﻨَ ِﺎدﻩِ اﺛْـﻨ
ﺎن ﻓَﺄَ ْﻛﺜَـُﺮ َﻋﻠَﻰ اﻟﺘﱠـ َﻮِاﱄ
.
ْ ْ َ َ
Hadits yang gugur dari sanadnya 2 orang perawi atau lebih
dengan syarat berturut-turut.
Catatan :
Pada pembahasan yang sebelumnya mengenai hadits mu'allaq,
telah kita jelaskan yaitu hadits yang gugur dari awal sanadnya
beberapa orang perawi atau adanya keterputusan di awal
sanad secara mutlaq.
Begitu juga terkadang bisa kita katakan hadits itu mursal atau
mu'dhal, yaitu ketika setelah diperiksa seorang tabi'in disaat
menyebutkan "Qāla Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam",
ternyata menggugurkan 2 orang perawi atau lebih secara
sekaligus. Maka ini juga dikatakan mu'dhal.
………………………..
ِ وﻣ ـ ـ ـ ـ ـﺎ أَﺗَـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﻰ ﻣـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ َﺪﻟﱠـﺴﺎً ﻧـَ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﻮﻋـ ـ
ﺎن َْ ُ ََ
ط ﻟِﻠـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺸْﱠﻴـ ـ ـ ِﺦ َوأَ ْن
ُ اﻷَﱠو ُل ا ِﻹ ْﺳ ـ ـ ـ ـ ـ َﻘـ ـ ـﺎ
ﻳَـ ـ ـْﻨـ ُﻘـ ـ َﻞ َﻋ ـ ﱠﻤ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻦ ﻓَـ ـ ـ ـ ـ ْﻮﻗَﻪُ ﺑِ َﻌ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ْﻦ َوأَ ْن
ﻒ ْ ﺼ ِ ﺎن ﻻَ ﻳﺴ ـ ِﻘﻄـُ ـ ـ ـﻪ ﻟَ ِﻜـ ـ ـ ـﻦ ﻳـ ـ ـ ِ واﻟﺜﱠـ ـ ـ
َ ْ ُ ُْ
ﺻ ـ ـ ـ ـ ـ ـﺎﻓَـ ـ ـﻪُ ِﲟَـ ـ ـ ـ ـﺎ ﺑِـ ـ ـ ـ ـ ِﻪ ﻻَ ﻳَـ ـْﻨـ ـ َﻌ ـ ـ ـ ـ ِﺮف
َ أ َْو
Dan hadits yang diriwayatkan dalam keadaan di Tadlis ada dua
jenis:
Yang pertama, yaitu menggugurkan syaikhnya, kemudian ia
menukil dari guru syaikhnya yang berada di atasnya dengan
lafadzh (‘an) atau (inna).
Yang kedua, ia tidak menggugurkan syaikhnya, akan tetapi ia
mensifati syaikhnya dengan sifat-sifat yang membuat si syaikh
tidak dikenali”.
Syadz, secara bahasa adalah isim fa'il dari ﺸﺬ ﺷﺬُ ﯾyang artinya
bersendirian dari kebanyakan oranglain (ganjil). Adapun secara
istilah, para ulama berbeda dalam mendefinisikannya, adapun
yang paling masyhur diantaranya:
َواﻧ َﻤﺎ اﻟﺸﺎ ُذ. ﻟَ ْ َﺲ اﻟﺸَ ﺎذ ِﻣ َﻦ اﳊَ ِﺪﯾْ ِﺚ ْن َ ْﺮ ِوي اﻟ ِﺜ ّﻘ ُﺔ َﻣﺎ َﻻ َ ْﺮ ِوي َ ْ ُﲑ ُﻩ
.ْن َ ْﺮ ِوى اﻟ ِﺜ ّ َﻘ ُﺔ َ ِﺪﯾْﺜ ًﺎ ُ َﳜﺎ ِﻟ ُﻒ ِﻓ ْ ِﻪ اﻟﻨ َﺎس
“Syadz itu bukanlah hadits yang seorang perawi meriwayatkan
hadits tersebut tidak diriwayatkan oleh yang lainnya
(bersendirian). Yang dimaksud syadz adalah seorang perawi
tsiqah meriwayatkan suatu hadits yang periwayatan hadits
tersebut menyalahi periwayatan perawi-perawi lain yang
banyak (al-malā)”.1
1
) Dinukil dari kitab Muqoddimah Ibni ash-Shalaah, hal; 55.
Ringkasnya, Hadits syadz itu bisa kita bagi dua definisi atau
pemahaman:
1
) idem.
2
) idem.
Dan Hadits maqlub itu ada dua jenis, yakni mengganti seorang
perawi dengan perawi yang lain, itulah jenis yang pertama atau
menggugurkan sanad matan hadits pada matan hadits yang
lainnya, itulah jenis yang kedua.
ِ ِ ِِ ِ
ْ َ ﻳَـ ْﺮِوﻳْﻪ أَ ْﻛﺜَـُﺮ ﻣ ْﻦ َرا ٍو ِﰲ أ،ﺖ اﻟﻐََﺮاﺑَﺔُ ِﰲ أَﺛْـﻨَﺎء َﺳﻨَﺪﻩ
ﺻ ِﻞ ْ َُﻫ َﻮ َﻣﺎ َﻛﺎﻧ
ِ ِ ِ ِِ ِ ِِ
َ َ ﰒُﱠ ﻳَـْﻨـ َﻔ ِﺮُد ﺑ ِﺮَواﻳَﺘﻪ َواﺣ ٌﺪ َﻋ ْﻦ أُوﻟَﺌ،َﺳﻨَﺪﻩ
.ﻚ اﻟ ﱡﺮواة
Hukum hadits gharib atau fard bisa jadi tertolak dan bisa jadi
diterima, sesuai indikasi-indikasi yang ditemukan dalam hadits
tersebut. Dan pembahasan ini sedikit banyak memiliki kaitan
dengan pembahasan hadits mu’allal berikut ini.
ٍ وﻣـ ـ ـ ـﺎ ﺑـ ـ ـﻌِﻠﱠـ ـ ـ ـ ـ ٍﺔ ﻏُ ُﻤ ـ ـ ـ ـ ـ
ﻮض أ َْو َﺧ َﻔـ ـ ـ ـ ـﺎ َ
ُﻣ َﻌﻠﱠـ ـ ـ ـ ـ ٌﻞ ِﻋـ ـ ـ ـ ـ ـ ـْﻨ َﺪ ُﻫـ ـ ُﻢ ﻗَـ ـ ـ ـ ـ ْﺪ ﻋُـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ـ ِﺮﻓَﺎ
“Dan hadits yang tercampuri oleh ‘illah (penyakit) yang samar
atau tersembunyi dinamakan Hadits mu’allal menurut ahli
hadits yang telah dikenal”.
'ILLAH
• Secara bahasa artinya cacat/aib sesuatu atau dapat juga
berarti sebab.
• Secara istilah/terminologi adalah suatu sebab yang samar
yang mana sebab tersebut dapat merusak keshahihan suatu
hadīts, padahal nampak haditsnya selamat dari 'illah tersebut1.
ﺚ اﻟﱠ ِﺬي أُﻃْﻠِ َﻊ ﻓِْﻴ ِﻪ َﻋﻠَﻰ ِﻋﻠﱠ ٍﺔ ﺗَـ ْﻘ َﺪ ُح ِﰲ ِﺻ ﱠﺤﺘِ ِﻪ َﻣ َﻊ أَ ﱠن ِ ْ ﻫﻮ
ُ ْاﳊَﺪﻳ َُ
ِ َﻇ
ﺎﻫﺮﻩُ اﻟ ﱠﺴﻼََﻣﺔُ ِﻣْﻨـ َﻬﺎ
"Hadīts yang setelah diteliti ternyata terdapat 'illah (penyakit)
yang mana penyakit/cacat tersebut mencoreng keshahihan
suatu hadīts, padahal secara zhahir hadīts tersebut selamat
dari cacat."2
ِ َﺚ ﻣﻊ أَ ﱠن ﻇ
ِ ِ ِ ِ ِ
ُﺎﻫﺮﻩُ اﻟ ﱠﺴﻼََﻣﺔ َ َ ْح ِﰲ ﺻ ﱠﺤﺔ ا ْﳊَﺪﻳ
ُ ﺾ َﺧﻔ ﱞﻲ ﻳ ْﻘ َﺪ
ٌ ﺐ َﻏﺎﻣ
ٌ ََﺳﺒ
ِﻣْﻨـ َﻬﺎ
1
) Muqoddimah Ibni ash-Shalaah hal:62
2
) idem
Jadi, apabila ke-2 syarat itu tidak ada atau hanya ada salah
satunya, maka tidak kita katakan hadīts tersebut
Ma'lūl/Mu'allal.
1
) Muqoddimah Ibni ash-Shalaah fii ‘uluumil hadiits, hal: 62.
Dari uraian diatas dapat kita fahami bahwasanya 'aib itu ada
yang tidak mencoreng/merusak suatu hadīts dan ada yang
mencoreng/merusak suatu hadīts dari segi keshahihannya.
Namun biasanya, tidaklah dimutlakan kata ‘illah melainkan
ulama memaksudkannya adalah aib yang mencoreng/merusak
suatu hadīts.
Untuk itu, ilmu illal suatu bidang ilmu yang mana sangat sedikit
orang dapat menguasainya kecuali oleh orang-orang yang
memang mumpuni dibidangnya.
1
) Muqoddimah Ibni ash-Shalaah fii ‘uluumil hadiits, hal: 63.
2
) Untuk lebih jelasnya dalam masalah ini silahkan rujuk buku Al-Madkhal ilaa ‘Ilmil hadiits, Hal; 167 -
175, serta Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, hal ; 104 keduanya karya Abu Mu’adz Thaariq ibn
‘iwadhillah ibn Muhammad.
Maka sang ahli valas (mata uang) ini mungkin sulit untuk
menjelaskannya dari mana ia dapat membedakannya.
Maka begitu juga keadaanya dengan Abu Zur'ah, pada saat itu
beliau berdalil dengan mengatakan, "Tanyakanlah kepadaku
tentang suatu hadīts, niscaya aku akan sebutkan apakah
terdapat 'illah padanya atau tidak. Kemudian setelah itu
engkau datangi Ibnu Warah, bertanyalah tentang hadīts
Oleh sebab itu orang yang memahami tentang ilmu 'illal ini
sangat sedikit sekali. Orang-orang tersebut seperti;
1
) Albaaits alhatsiits Syarh Ikhthishaar ‘uluumul Hadiits,hal; 201.
2
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 128.
1
) al-Qamus al-Muhiith 1/99, Lisanul arab 8/35, dinukil dari kitab at-Ta’liq ar-
Radhiyyah alaa al-Mandzumah al-Baiquniyyah hal; 219.
2
) Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 141
1
) Lihat kitab at-Ta’liq ar-Radhiyyah alaa al-Mandzumah al-Baiquniyyah, hal; 221.
ِ ِ
ْ ﺎت ﻓـِﻲ اﳊَﺪﻳْﺚ َﻣﺎ أَﺗَـ
ﺖ ُ واﻟُﻤـ ْﺪ َر َﺟ
ِ ِ ِ ِﻣ ْﻦ ﺑـَ ْﻌ
ﺖ َ ﺾ أَﻟْ َﻔ ـ ـﺎظ اﻟﱡﺮَواة اﺗﱠـ ـ ـ ـ ـ
ْ ﺼﻠَـ
“Dan Hadits mudraj dalam ilmu hadits adalah hadits yang
ditambahkan oleh seorang perawi sebagian lafadzh perkataan
perawi dalam keadaan tambahan tersebut bersambung
(dengan matan hadits Nabi)”.
َو ُﻫ َﻮ اﻟ َﺘ َﻌﺒﺪ
Dan ini adalah tambahan dari Imām Az-Zuhri ketika beliau ingin
menafsirkan makna at-tahannuts, yaitu Rasūlullāh shallallāhu
'alayhi wa sallam menyendiri di Gua Hirā untuk beribadah
kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla.
َ ﻓَ َ ِﲑوﯾ ِﻪ َﻋﳯْ ُ ْﻢ َرا ٍو ﻓَ َ ْﺠ َﻤﻊ، ْن َ ْﺮ ِوي َ َﲨﺎ َ ٌﺔ اﳊَ ِﺪﯾْ َﺚ ِﺑ َﺳﺎ ِﻧ ْﯿﺪَ ُﳐ ْﺘ ِﻠ َﻔ ٍﺔ. ١
اﻟﲁ َ َﲆ
.ا ْﺳ ﻨَﺎ ٍد َوا ِ ٍﺪ ِﻣﻦ ِﺗ ْ َ ا َﺳﺎ ِﻧ ْﯿ ِﺪ َو َﻻ ﯾ ُ َﺒ ِ ّ ُﲔ ْﺧ ِ َﻼ َف
⑴ Beberapa rawi meriwayatkan hadīts dengan sanad yang
berbeda, kemudian salah seorang perawi meriwayatkan hadīts
dari mereka semua namun perawi ini menggabungkan hadīts
tersebut dalam satu sanad tanpa menjelaskan perbedaan-
perbedaan setiap jalannya1.
ﻓَ َ ْﲑ ِوﯾ ِﻪ َرا ٍو، ﻓَﺎﻧ ُﻪ ِﻋ ْﻨﺪَ ُﻩ ِ ْﺳ ﻨَﺎ ٍد ٓ َﺧ َﺮ، ْن َ ُﻜ ْﻮ َن اﳌ َ ْ ُﱳ ِﻋ ْﻨﺪَ َرا ٍو ا َﻻ َﻃ ْﺮﻓ ًﺎ ِﻣ ْ ُﻪ. ٢
َﻋ ْﻨ ُﻪ َ ﻣ ًﺎ ِ ﻻ ْﺳ ﻨَﺎ ِد ا ولِ َو ِﻣ ْ ُﻪ ْن َ ْﺴ َﻤ َﻊ اﳊَ ِﺪﯾْ َﺚ ِﻣﻦ َﺷ ْﯿ ِ ِﻪ اﻻ َﻃ ْﺮﻓ ًﺎ ِﻣ ُﻪ ﻓَ َ ْﺴ َﻤﻌ ُﻪ
َﻋ ْﻦ َﺷ ﯿ ِ ِﻪ ِﺑ َﻮ ِاﺳ َﻄ ٍﺔ ﻓَ َ ْﲑ ِوﯾﻪ َرا ٍو َ ﻣ ًﺎ ِ َﲝ ْﺬ ِف َاﻟﻮ ِاﺳ َﻄ ِﺔ
⑵ Sebagian matan potongan hadīts tidak terdapat dalam
suatu sanad namun ada dalam sanad yang lain, matan
1
) seakan-akan mereka memang terlihat tidak membeda-bedakan dalam
riwayatnya.
ْن َ ُﻜ ْﻮ َن ِﻋ ْﻨﺪَ َاﻟﺮا ِوي َ ِﺪﯾْﺜَ ِﺎن ُﻣﺨْ ﺘَ ِﻠ َﻔ ِﺎن ِ ْﺳ ﻨَﺎ َد ْ ِﻦ ُﻣﺨْ ﺘَ ِﻠ َﻔ ْ ِﲔ ﻓَ َ ْﲑ ِو ِﳞ َﻤﺎ َﻋ ْﻨ ُﻪ َرا ٍو. ٣
ﻟَ ِﻜﻦ، ْو َ ْﺮ ِوي َ ﺪَ اﳊَﺪﯾﺜَﲔِ ِ ْﺳ ﻨَﺎ ِد ِﻩ اﳋَ ِﺎص ِﺑ ِﻪ،ُﻣ ْﻘ َ ِﴫ ًا َ َﲆ َ ِﺪ اﻻ ْﺳ ﻨَﺎ َد ْ ِﻦ
َِ ِﺰﯾْﺪ ِﻓ ِﻪ ِﻣﻦ اﳌ َ ْ ِﱳ ا ٓ َﺧ ِﺮ َﻣﺎ ﻟ َ ْ َﺲ ِﰲ ا ول
⑶ Seorang perawi memiliki 2 matan yang berbeda dengan
sanad yang berbeda pula, kemudian perawi tersebut
menggabungkan 2 matan tersebut dengan mencukupkan salah
satu sanadnya saja atau dia memang meriwayatkan salah satu
matan lengkap dengan sanadnya akan tetapi dengan
menambahkan potongan matan yang lainnya yang tidak ada
pada sanad sebelumnya.
ﻓَﻬُ َﻮ، َوا ْﺧ َﻠَ َﻔ ْﺖ ْﺷ َ ُﺎﺻﻬُﻢ، َو ْ َﲰﺎ ُء ٓ َ ﲛِ ِ ﻢ ﻓَ َﺼﺎ ِﺪً ا،اﻟﺮوا ُة ا ْن اﺗ َﻔﻘَ ْﺖ ْ َﲰﺎ ُؤ ُ ْﱒ
اﳌ ُﺘ َﻔ ُﻖ َواﳌ ُ ْﻔ ً ِﱰ ُق
1
) (Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 252)
1) Al-Khalīl bin Ahmad bin Amr. Guru اﻟﺨﻠﯿﻞ اﺑﻦ أﺣﻤﺪ اﺑﻦ
dari Sibawayh, ahli Nahwu (Lahir Thn ﻋﻤﺮو اﺑﻦ ﺗﻤﯿﻢ
100 H), Peletak Ilmu ‘Arudh.
2) Al-Khalīl bin Ahmad, Abū Bisyr Al- أﺑﻮ ﺑﺸﺮ اﻟﻤﺰﻧﻲ اﻟﺒﺼﺮي
Muzani.
3) Al-Khalīl bin Ahmad al-Bashri, murid اﻟﺨﻠﯿﻞ اﺑﻦ أﺣﻤﺪ اﻟﺒﺼﺮي
Ikrimah.
4) Al-Khalīl bin Ahmad bin Muhammad, أﺑﻮ ﺳﻌﯿﺪ اﻟﺴﺠﺰي
Abū Sa'īd As-Sijziy Al-Qādhiy Al- اﻟﻘﺎﺿﻲ اﻟﺤﻨﻔﻲ
Hanafiy
5) Al-Khalīl bin Ahmad bin Muhammad, اﻟﻤﮭﻠﺒﻲﱠ أﺑﻮ ﺳﻌﯿﺪ اﻟﺒﺴﺘﻲ
Abū Sa'īd Al-Bustiy Al-Mahallabiy Al- اﻟﺸﺎﻓﻌﻲ
Qādhiy Asy-Syāfi'ī
6) Al-Khalīl bin Ahmad bin Abdullah bin اﻟﺨﻠﯿﻞ اﺑﻦ أﺣﻤﺪ اﺑﻦ ﻋﺒﺪ
Ahmad, Abū Sa'īd Al-Bustiy Asy- ﷲ اﺑﻦ أﺣﻤﺪ
Syāfi'ī,
Ini salah satu seorang perawi yang nama dan nama ayahnya
sama namun orangnya berbeda.
Seperti:
1) Abū Bakr bin 'Ayyasy Al-Qāri () أﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﻋﯿﺎش اﻟﻘﺎرئ
2) Abū Bakr bin 'Ayyasy Al-Himshiy () أﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﺑﻦ ﻋﯿﺎش اﻟﺤﻤﺼﻲ
Seperti:
.
■ Muhammad bin 'Abdillāh Al-Anshāriy ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﷲ اﻷﻧﺼﺎري
● FAIDAH ●
1
) Lihat rincian pembahasan muttafaq dan muftarik pada kitab fathul mughits, hal
285-312.
2
) Faidah dari kitab Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Abu Mu’adz
Thaariq, hal 121.
Kita perlu mempelajari ilmu ini agar kita tidak terjatuh di dalam
kesalahan memahami sanad hadits. Dan banyak contoh-contoh
yang lainnya, seperti Anas bin Mālik seorang perawi yang
masyhūr, perlu difahami bahwasanya ada 5 orang yang
namanya sama, diantaranya keduanya yaitu:
1
) Fathul muqhiits bisyahr alfiyyatil hadiits, juz 4,hal: 306.
ﻒ ِ َ ،أَ ْن ﺗَـﺘﱠ ِﻔﻖ اﻷَ ْﲰﺎء أَو اﻷَﻟْ َﻘﺎب أَو اﻟ ُﻜﲎ أَو اﻷَﻧﺴﺎب ﺧﻄﺎ
ُ وﲣﺘَﻠ َ ُ َ ْ ُ ْ َُ َ
.ﻟَﻔﻈًﺎ
“Mu’talif dan Mukhtalif adalah terjadinya kesamaan nama,
laqob, kunyah, atau nasab-nasab perowinya dalam hal tulisan,
namun berbeda pelafadzannya”. (Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm;
254)
Maka ada istilah Mu'talif dan Mukhtalif, yaitu ilmu yang perlu
dipelajari oleh mereka yang mempelajari ilmu hadits yang
mempelajari sanad-sanad suatu hadits. Contohnya:
َﺷﺪ اﻟﺘَ ْﺼ ِﺤ ِﯿﻒ َﻣﺎ ﯾ َﻘَ ُﻊ: ﺎت َﻫﺬا اﻟﻔَ ّﻦ َﺣ َﱴ ﻗَﺎ َل َ ّﲇ ُﻦ اﳌ َ ِﺪ ِﯾﲏ
ِ َو َﻣ ْﻌ ِﺮﻓَ ُ ُﻪ ِﻣﻦ ُﻣﻬِﻤ
،ﳾء ﯾَﺪُ ل َﻠَﯿ ِﻪ ٌ َ ْ َ َو َﻻ ﻗ،وو َ ُﻪ ﺑﻌﻀُ ﻬﻢ ِﺑ ٔﻧ ُﻪ َﳾ ٌء َﻻ ﯾَﺪْ ُ اﻟﻘ ُﺎس. ِﰲ ا ْ َﲰﺎ ِء
َو َﻻ ﺑ َ ْﻌﺪَ ُﻩ
"Mengetahui pembahasan ini termasuk sesuatu yang penting
dalam seni ilmu hadits, sampai-sampai Imām 'Ali Ibnu Madīniy
menyebutkan: kesalahan riwayat hadits paling banyak/paling
keras dari segi nama-nama perawi. Sebagian menyebutkan
bahwasanya hal itu disebabkan karena nama tidak memiliki
dhawābith (kaidah) qiyās yang dapat membedakan nama
seseorang dengan nama yang lainnya secara struktural. Tidak
ada sesuatu sebelumnya atau setelahnya menunjukkan akan
kekhususan namanya."1
1
) An-Nukat ‘alaa nuzhatinnazhar, hal; 176.
2
) Fathul muqhiits, juz 4, hal: 226
1) Salām, ayah dari 'Abdullāh bin Sallām ﺳﻼم واﻟﺪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻼم
Al-Isrāīliy, shahābat Nabi اﻹﺳﺮاﺋﯿﻠﻲ اﻟﺼﺤﺎﺑﻲ
Salām, ayah dari Muhammad bin ﺳﻼم واﻟﺪ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻼم
2) Salām Al-Bukhāriy (guru Imam al- اﻟﺒﯿﻜﻨﺪي اﻟﺒﺨﺎري
Bukhari) ﺷﯿﺦ اﻟﺒﺨﺎري
1
) An-Nukat as-Saniyyah ‘alaa at-Ta’liiqaati an-Najmiyyah, hal: 81. Lihat juga
Fathul muqhiits bisyahr alfiyyatil hadiits, juz 4, hal; 228.
2
) Contoh ketiga ini juga dikenal dalam ilmu hadits dengan istilah “mutasyabih”.
1
) Nama lengkap kitabnya;
(ِﻒ ﻣﻦ اﻷﺳﻤﺎء واﻟ ُﻜﻨَﻰ واﻷﻧﺴﺎب ْ )اﻹﻛﻤﺎل ﻓﻲ َرﻓﻊ اﻻرﺗﯿﺎب ﻋﻦ ْاﻟ ُﻤﺆْ ﺗَﻠٍﻒ
ْ واﻟ ُﻤ ْﺨﺘَﻠ
ِِ ِ ِ
أَو،ُت َﻏ ْﻔﻠَﺘُﻪ َ ﻳﺚ اﻟﺬي ِﰲ إِﺳﻨَﺎدﻩ را ٍو ﻓَ ُﺤ
ْ أَو َﻛﺜُـَﺮ،ُﺶ َﻏﻠَﻄُﻪ ُ ُﻫﻮ اﳊَﺪ
.ُﻇَ َﻬَﺮ ﻓِ ْﺴ ُﻘﻪ
“ Hadits Munkar adalah hadits yang terdapat dalam sanadnya
perowi yang banyak salahnya, sering lalai, atau nampak
kefasikannya”. (Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 119)
Dalam hal ini para ulama seperti Al-Imām Ibnu Abī Hātim Ar-
Rāzi telah mengisyaratkan tentang definisi hadits Munkar ini
dalam kitab beliau Taqdimatu Jarh wa Ta'dīl, dimana beliau
berkata:
َو ْن َ ُﻜ ْﻮ َن َ َ ﻣ ًﺎ ﯾ َ ْﺼﻠُ ُﺢ ْن َ ُﻜ ْﻮ َن ِﻣ ْﻦ َ َ ِم. ﯾﺚ ِﺑ َﻌﺪَ ا َ ِ َ ِﻗ ِﻠﯿ ِﻪ ِ ﯾ ُﻘَ ُﺎس ِﲱ ُﺔ اﳊَ ِﺪ
َوﯾ ُ ْﻌ َﲅ َﺳ ْﻘ ُﻤ ُﻪ َوا ْﲀَ ُر ُﻩ ِﺑﺘَ َﻔﺮ ِد َﻣ ْﻦ ﻟ َ ْﻢ ﺗَ ِﺼﺢ َﺪَ اﻟ َ ُﺘﻪ ِ ِﺮ َواﯾ َ ِﺘ ِﻪ. اﻟﻨ ُﺒﻮ ِة
"Keshahihan suatu hadits, demikian juga suatu perkataan bisa
dinilai sebagai perkataan Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam
dapat ditimbang/diketahui dengan melihat ke'adalahan
1
) Walaupun dia perawi tsiqah, lihat Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, hal;
124, Syarh Lughatul Muhaddits, hal; 404-306. Keduanya karya Syaikh Abu Muadz
Thariq bin Audhallah.
Dan tentu saja hal diatas ini -tidak ragu lagi- adalah ciri dari
hadits munkar, namun perlu difahami ketika mendefinisikan
hadits munkar, para ulama berbeda ungkapan dalam
mendefinisikannya, seperti Imam Muslim dalam Muqaddimah
Shahihnya, beliau menyebutkan:
َو َ َﻼ َﻣ ُﺔ اﳌ ُ ْﻨ َﻜ ِﺮ ِﰲ َ ِﺪﯾْ ِﺚ اﳌ ُ َ ِّﺪ ِث ا َذا َﻣﺎ ُﻋ ِﺮﺿَ ْﺖ ِر َواﯾ َ ُﺘ ُﻪ ِﻠ َ ِﺪﯾْ ِﺚ َ َﲆ ِر َواﯾ َ ِﺔ
ﻓَﺎ ْن َﰷ َن،َ ْ ِﲑ ِﻩ ِﻣ ْﻦ ْﻫ ِﻞ ا ِﳊ ْﻔﻆِ َو ّ ِاﻟﺮ َﴇ َ ﺎﻟ َ َﻔ ْﺖ ِر َواﯾ َ ُﺘ ُﻪ ِر َوا َﳤَ ُ ْﻢ ْو ﻟ َ ْﻢ َ َﻜﺪْ ﺗُ َﻮا ِﻓ ُﻘﻬَﺎ
ِ ِ ا ْﻠَ ُﺐ ِﻣ ْﻦ َ ِﺪﯾْ ِﺜ ِﻪ َﻛ َﺬ ِ َ َﰷ َن َﻣﻬْ ُﺠ ْﻮ َر اﳊَ ِﺪﯾْ ِﺚ َ ْﲑ َﻣ ْﻘ ُﻮ ِ َو َﻻ ُﻣ ْﺴ َﺘ ْﻌ َﻤ
1
) Dinukil dari kitab Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, hal; 124.
2
) Walaupun dia seorang perawi yang tsiqah/muhaddits sekalipun.
1
) Muqoddimah Ibni ash-Shalaah, hal; 57.
Maka, baik seorang perawi itu tsiqah ataupun tidak tsiqah, baik
bersendirian ataupun tidak bersendirian, menyelisihi ataupun
1
) Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, Syaikh Abu Mu’adz Thaariq, hal; 125.
1
) Syarh al-Manzhuumah al-Baiquuniyyah, DR. Muhammad bin Abdullah
alHabdaan, hal’; 89.
● PERTAMA
Dia adalah seorang perawi yang tertuduh berdusta,
penyebabnya ada dua sebab;
● KEDUA
Seorang perawi dikatakan Matrūk, jika perawi tersebut sering
meriwayatkan hadits Munkar, sering lalai dan keliru. Itu
beberapa pensifatan perawi dikatakan Matrūkul Hadīts.
Tetapi hal ini amat jarang sekali. Yang pasti ketika kita dapati
Imām Ad-Daruquthniy menyebutkan "hadits ini
ditinggalkan/matruk", maka tidak melazimkan pada sanad
hadits itu terdapat perawi yang disifati dengan Matrūk ul
hadīts.
َو َ َﻼ َﻣ ُﺔ اﳌ ُ ْﻨ َﻜ ِﺮ ِﰲ َ ِﺪﯾْ ِﺚ اﳌ ُ َ ِّﺪ ِث ا َذا َﻣﺎ ُﻋ ِﺮﺿَ ْﺖ ِر َواﯾ َ ُﺘ ُﻪ ِﻠ َ ِﺪﯾْ ِﺚ َ َﲆ ِر َواﯾ َ ِﺔ
ﻓَﺎ ْن َﰷ َن،َ ْ ِﲑ ِﻩ ِﻣ ْﻦ ْﻫ ِﻞ ا ِﳊ ْﻔﻆِ َو ّ ِاﻟﺮ َﴇ َ ﺎﻟ َ َﻔ ْﺖ ِر َواﯾ َ ُﺘ ُﻪ ِر َوا َﳤَ ُ ْﻢ ْو ﻟ َ ْﻢ َ َﻜﺪْ ﺗُ َﻮا ِﻓ ُﻘﻬَﺎ
ِ ِ ا ْﻠَ ُﺐ ِﻣ ْﻦ َ ِﺪﯾْ ِﺜ ِﻪ َﻛ َﺬ ِ َ َﰷ َن َﻣﻬْ ُﺠ ْﻮ َر اﳊَ ِﺪﯾْ ِﺚ َ ْﲑ َﻣ ْﻘ ُﻮ ِ َو َﻻ ُﻣ ْﺴ ﺘَ ْﻌ َﻤ
1
) Walaupun dia seorang perawi yang tsiqah/muhaddits sekalipun.
ِ
ُﺼﻨُـ ـ ـﻮع
ْ َب اﳌـُﺨـ ـْ ـ ـﺘَـﻠَ ُﻖ اﳌـ
ُ َواﻟ َﻜـ ـ ـ ـ ـ ـﺬ
ِ
َ َﻋﻠَـ ـ ـﻰ اﻟﻨﱠﺒ ــِـ ْﻲ ﻓَـﺬﻟ
ُﻚ اﳌـَْﻮﺿ ـ ـ ـ ـﻮع
“Dan pendustaan yang diada-adakan, yang dibuat-buat atas
nama Nabi, maka hadits itu disebut Hadits maudhu’”.
ِ ِ ِ
َ ﻮب إِ َﱃ َر ُﺳ ْﻮل ﷲ
ُﺻﻠﱠﻰ ﷲ ُ ﻨﺴ
ُ َ اﳌـ،ُﺼﻨُﻮع
ْ َ اﳌـ، اﳌـُ ْﺨﺘَـﻠَ ُﻖ،ب
ُ ُﻫ َﻮ اﻟ َﻜﺬ
َﻋﻠَ ِﻴﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ
“Hadits Maudhu’ adalah kedustaan yang di buat dan diada-
adakan yang disandarkan kepada Nabi Shallahu ‘alaihi wa
sallam”. (Taisiir Mushthalah al-Hadiits, hlm; 111)
⑵ Maknanya rusak.
Imām As-Suyūthi menukil dari Imām Ibnul Jauziy, beliau
berkata:
"Alangkah bagus seorang yang mengatakan kalau engkau
melihat ada sebuah hadits yang bertentangan dengan akal
sehat atau bertubrukan dengan nash yang paten atau
bertentangan dengan sebuah dasar hukum, ketahuilah bahwa
itu adalah sebuah hadits yang palsu."
⑶ Bertentangan dengan nash Al-Qurān dan As-Sunnah yang
shārih dan hadits tersebut tidak mungkin dibawa kepada
makna yang benar.
⑷ Bertentangan dengan fakta sejarah dan zaman Rasūlullāh
shallallāhu 'alayhi wa sallam.
⑸ Hadits itu sesuai dengan madzhab perawi padahal dia itu
orang yang sangat fanatik dengan madzhabnya.
⑹ Hadits itu seharusnya diriwayatkan oleh banyak orang
karena terjadi di sebuah tempat yang didengar oleh banyak
orang dan merupakan sebuah perkara besar ternyata tidak ada
yang meriwayatkan kecuali dia saja.
⑺ Hadits itu menunjukkan adanya sebuah pahala yang sangat
besar untuk sebuah amal perbuatan yang kecil atau keterlaluan
dalam ancaman atas sebuah dosa yang kecil.
⑻ Hadits tersebut terdapat dalam sebuah kitab tanpa ada yang
meriwayatkan juga tanpa sanad.
Ini adalah kriteria dimana dapat kita ketahui sebuah hadits itu
palsu.