You are on page 1of 9

JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA

Resusitasi Cairan pada Cedera Kepala

Nurma Afiani, S.Kep., Ners., M.Kep.


nurmaafiani@gmail.com
Program Studi S1 Ilmu KeperawatanSTIKES Widyagama Husada

ABSTRACT

Head injury is one of the trauma cases that require certain attention in resuscitation fluid.
The amount and type of the fluid in resuscitation should be carefully and appropriately noted;
the fluid used should be able to control the intracranial pressure in the brain, decrease the
cerebral edema, and avoid the negative side effects to other organs. The amount and type and
of the resuscitation fluid in head injury still becomes controversial topic so that the literature
about this case is limited. This study aimed at revealing the amount and type and of the
resuscitation fluid in head injury based on the related previous studies in EBSCO,
PROQUEST, and CENGANGE in the last 10 years. The keywords related to this are
‘resuscitation’, ‘intracranial pressure’, ‘head injury’, ‘traumatic brain injury’ and ‘head
trauma’. The articles were selected based on the appropriateness of the topic and the purpose
in this study which is to identify the amount and type and of the resuscitation fluid. The
findings showed that there is no type of resuscitation fluid that is ideally appropriate to be
used in any trauma cases. The methods of delivery including the time, the volume, and the
purpose, are more important than the type itself. Hypertonic saline solution (HTS) is one of
the resuscitation fluid types that can be used in several alternative dosages: 3% HTS 3ml/kg
secara IVfor 10-20 minutes; two bolus 250ml 5% HTS or 500ml 3% HTS; 4-5ml/kg HTS. HTS
as one of the resuscitation fluid typesis excellent in decreasing the cerebral edema and has
the quality as reno-protective agent.

1
Judul Artikel…| NAMA PENGARANG

ABSTRAK

Cedera kepala merupakan salah satu kasus trauma yang memerlukan perhatian khusus dalam
resusitasi cairan. Jumlah dan jenis cairan yang digunakan dalam proses resusitasi cedera
kepala harus diperhatikan secara cermat, cairan yang digunakan harus mampu mengontrol
tekanan intrakranial (TIK) otak, dapat mengurangi edema otak dan tidak menimbulkan efek
samping bagi organ tubuh yang lain. Jenis dan jumlah cairan resusitasi pada kasus cedera
kepala masih menjadi topik kontroversial sehingga literatur mengenai cairan resusitasi pada
kasus cedera kepala masih terbatas. Artikel berikut ini akan menyajikan jenis dan jumlah
cairan yang tepat untuk resusitasi cedera kepala berdasarkan review hasil penelitian terkait
yang disajikan dalam EBSCO, PROQUEST, CENGANGE dalam rentang 10 tahun terakhir.
Kata kunci yang digunakan adalah ‘fluid resusication’, ‘intracranial pressure’, ‘head injury’,
‘traumatic brain injury’, ‘head trauma’. Artikel diseleksi berdasarkan kesesuaiannya dengan
tujuan yakni mengidentifikasi jenis dan jumlah cairan resusitasi. Hasil review menunjukkan
bahwa tidak ada suatu jenis cairan resusitasi ‘ideal’ yang dapat digunakan untuk semua kasus
trauma. Metode pemberian cairan (waktu, volume dan tujuan yang diharapkan) lebih penting
dibandingkan dengan jenis cairan itu sendiri. Hypertonis saline solution (HTS) menjadi salah
satu jenis cairan resusitasi yang dapat digunakan dengan beberapa pilihan dosis sebagai
berikut: 3% HTS 3ml/kg secara IV selama 10-20 menit; dua bolus 250ml 5% HTS atau 500ml
3% HTS; 4-5ml/kg HTS. HTS sebagai cairan resusitasi cedera kepala unggul dalam
menurunkan edema otak dan tidak menimbulkan efek berbahaya bagi organ lain
(renoprotective agent).

PENDAHULUAN menimbulkan efek samping bagi organ


Resusitasi cairan merupakan salah satu tubuh yang lain. Dalam tinjauan konsep
unsur penting dalam penatalaksanaan berikut akan disampaikan beberapa hal
kasus trauma. Tujuan utama dilakukannya mengenai cedera kepala meliputi: definisi,
resusitasi cairan pada kasus trauma adalah proses patofisiologi, managemen cedera
untuk mencegah terjadinya hipotermia, kepala dan jenis cairan resusitasi pada
asidosis, dan koagulopati yang dapat kasus trauma. Sedangkan pada bagian
mengakibatkan kerusakan organ lebih pembahasan akan diulas jenis dan jumlah
lanjut (Burch et al., 1992 dalam Levett, cairan yang tepat untuk resusitasi cedera
2006). Pemberian jumlah dan jenis cairan kepala.
resusitasi yang tepat dapat menurunkan
resiko kerusakan organ irreversibel akibat TINJAUAN KONSEP
hipoperfusi jaringan. Kriteria standart jenis Definisi Cedera Kepala
cairan resusitasi adalah cairan yang tidak Cedera jaringan otak (Traumatic Brain
memiliki efek samping bagi seluruh organ Injury) merupakan istilah yang digunakan
tubuh, namun sampai saat ini belum untuk menunjukkan adanya cedera kepala
tersedia jenis cairan ‘ideal’ tersebut (Levett, yang disertai dengan cedera pada jaringan
2006; Vercueil, 2006) otak (didukung hasil CT-Scan otak).
Cedera kepala merupakan salah Sedangkan cedera kepala merupakan
satu kasus trauma yang memerlukan istilah umum yang menunjukkan adanya
perhatian khusus dalam resusitasi cairan. trauma pada area kepala. Hasil konsensus
Jumlah dan jenis cairan yang digunakan menyebutkan bahwa cedera kepala
dalam proses resusitasi cedera kepala merupakan istilah yang digunakan untuk
harus diperhatikan secara cermat, cairan semua pasien dengan indikasi mengalami
yang digunakan harus mampu mengontrol trauma pada kepala berdasarkan hasil
tekanan intra kranial (TIK) otak, dapat pemeriksaan fisik (Schutzman dalam
mengurangi edema otak dan tidak Berger and David, 2005).
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA

Status neurologis pasien yang subdural hematom, intracerebral hematom,


diukur dengan Glasgow Coma Scle (GCS) diffuse axonal injury.
merupakan salah satu cara
pengklasifikasian tingkat keparahan cedera Secondary Brain Injury
kepala. Skor GCS<8 mengindikasikan Secondary Brain Injury merupakan
cedera kepala berat, skor GCS 9-12 kerusakan neuron yang diakibatkan oleh
mengindikasikan cedera kepala sedang adanya respon sistemik fisiologis yang
dan skor GCS 13-15 mengindikasikan muncul akibat adanya cedera (Mark et all,
cedera kepala ringan. Penggunaan GCS 2002). Struktur anatomi dan fisiologi otak
pada anak sulit mengindikasikan kondisi yang berubah dapat mengakibatkan
keparahan cedera kepala karena sulit meluasnya perdarahan, edema otak,
mengkaji respon verbal anak. Untuk kerusakan neuron berlanjut, iskemia fokal/
mengatasi hal tersebut maka global otak, kejang dan hipertermi (Japardi,
dikembangkan The Infant Face Scale (IFS), 2002).
namun sayangnya penggunaan IFS ini Dalam waktu 24 jam pertama
belum terstandarisasi. Dalam setelah kejadian cedera, aliran darah otak
keterbatasannya GCS pada anak tetap (cerebral blood flow) berkurang hingga lebih
digunakan sebagai salah satu cara dari separuh aliran darah otak normal
pengklasifikasian tingkat keparahan pasien (Mark et all, 2002). Sebagai akibatnya otak
anak dengan cedera kepala (Berger and dapat mengalami iskemia dan pada
David, 2005). akhirnya dapat menimbulkan hipotensi.
Patofisiologi Cedera Kepala Survey yang dilakukan pada korban
Proses patofisiologi cedera kepala meninggal akibat cedera kepala
dibedakan menjadi dua bagian yaitu: menunjukkan bahwa lebih dari 80% pasien
Primary Brain Injury dan Secondary Brain meninggal tersebut mengalami
Injury. Berikut ini akan dibahas secara lebih posttraumatic ischemic lession (Mark et all,
mendalam proses patofisiologi pada cedera 2002).
kepala:
Managemen Cedera Kepala
Primary Brain Injury Pasien dengan cedera kepala harus
Primary Brain Injury merupakan kerusakan mendapatkan penanganan segera untuk
otak tahap pertama yang diakibatkan oleh mencegah terjadinya cedera kepala
proses mekanik (Japardi, 2002). Proses sekunder. Pasien dengan cedera kepala
patofisiologi Primary Brain Injury harus ditangani dan diobservasi secara
dibedakan menjadi dua yakni: lesi focal dan teratur sejak dari lokasi kejadian, selama
diffuse. Lesi focal dapat diakibatkan oleh perjalanan dari lokasi kejadian sampai
adanya benturan pada kepala sehingga rumah sakit, di ruang gawat darurat,
dapat menimbulkan contusio dan hematom. kamar radiologi, ruang operasi, ruang
Sedangkan lesi diffuse sering diakibatkan perawatan atau ICU. Observasi yang terus
benturan akibat kecelakaan lalu lintas menerus dilakukan bertujuan untuk
(Mark et all, 2002). Tingkat keparahan lesi mengevaluasi kondisi pasien yang
ditentukan oleh lokasi dan kekuatan terkadang dapat memburuk akibat
mekanik benturan (Mark et all, 2002) aspirasi, hipotensi, dan kejang.
(Japardi, 2002), arah, kondisi kepala, dan
percepatan gerak kepala (Japardi, 2002). Primary Trauma Survey
Beberapa tipe primary brain injury antara Tujuan utama perawatan pasien pada fase
lain: fraktur tengkorak, epidural hematom, pre-hospital adalah menstabilkan fungsi-
fungsi vital, pencegahan hipotensi dan

3
Judul Artikel…| NAMA PENGARANG

hipoksia (Procaccio, et all, 2000). Prioritas Kondisi hipotensi setelah cedera (tekanan
utama pada tahap primary survey adalah darah sistolik <90mmHg) dapat
stabilisasi servical, patensi jalan nafas (A, meningkatkan angka kecacatan dan
airway), ventilasi pernafasan (B, breathing), kematian pada pasien dengan cedera
mendapatkan akses vena untuk resusitasi kepala. Oleh karena itu untuk menjaga
cairan (C, circulation), pengkajian tingkat adekuatnya aliran darah otak (cerebral
kesadaran dan pupil (D, disability) (Mark perfusion presusure) maka tekanan darah
et all, 2002). sistolik harus dipertahankan >110mmHg
pada dewasa. Beberapa langkah yang
Airway (A) dilakukan untuk mencapai tekanan darah
Pasien dengan skor GCS (Glasgow Coma sistolik >110mmHg antara lain: (1) periksa
Scale) kurang dari 8 harus dilakukan adanya perdarahan eksternal dan segera
intubasi, diawali dengan pemberian sedasi. lakukan pembebatan, (2) pasang IV line
Rekomendasi sedasi yang diberikan dengan ukuran 16G, (3) lakukan resusitasi
sebagai berikut: Thiopental sodium 2-3 awal dengan pemberian cairan isotonis
mg/kg i.v atau propofol 1-2 mg/kg i.v atau (saline, ringer laktat), (4) hindari
midazolam 0,2-0,3 mg/kg. Jika pasien pemberian cairan hipotonis, (5) pemberian
mengalami hipotensi atau perdarahan diuretik seperti manitol tidak dianjurkan
maka diberikan terapi: ketamine 1mg/kg + (Procaccio et all, 2000).
thiopental 1mg/kg atau midazolam 0,05-0,1
mg/kg. Berikan juga succinylcholine 1 Disability (D)
mg/kg i.v atau vecuronium 0,1 mg/kg i.v. Metode pemeriksaan status neurologis
Pemberian sedasi dan analgesik short-acting pasien cedera kepala antara lain dengan:
digunakan agar fungsi neurologis tetap Glasgow Coma Scale (GCS), pengukuran
dapat terpantau dengan interval yang diameter pupil dan reflek pupil terhadap
teratur. Jika memungkinkan muscle relaxing rangsangan cahaya. Penilaian GCS
digunakan seminimal mungkin (Procaccio didasarkan atas 3 komponen yang
et all, 2000). meliputi: respon mata, verbal dan motorik.
Beberapa hal yang harus diperhatikan saat
Breathing (B) melakukan pengukuran skor GCS antara
Ventilasi yang adekuat harus dilakukan lain: (1) jika pasien mendapatkan terapi
pada semua pasien yang diintubasi dengan sedasi maka pengukran GCS dilakukan 10-
tujuan: oksigenasi adekuat (PaCO2 20 menit setelah waktu paruh obat, (2) jika
>90mmHg, SaO2>95%) dan mencegah pasien mengalami edema periorbital maka
terjadinya hypercapnia maupun hypocapnia skor untuk mata adalah 1 (E=1), jika pasien
(PaCO2 30-35 mmHg). Kondisi hypercapnia terpasang ETT maka skor untuk verbal
harus dicegah karena dapat adalah 1 (V=1), (3) stimulasi verbal selalu
mengakibatkan asidosis cerebral dan dilakukan sebelum stimulasi nyeri, (4)
vasodilatasi yang dapat menimbulkan pertimbangkan kemungkinan terjadinya
hipertensi dan kerusakan otak sekunder. cedera spinal maupun cedera saraf perifer
Kondisi hiperventilasi juga harus dihindari (Procaccio et all, 2000).
karena dapat menimbulkan hypocapnia
yang dapat mengakibatkan vasokonstriksi Jenis Cairan Resusitasi
pembuluh darah otak sehingga aliran Resusitasi cairan merupakan bagian
darah ke otak semakin berkurang integral dari resusitasi pada kasus cedera.
(Procaccio et all, 2000). Cairan resusitasi yang ideal harus memiliki
beberapa kriteria seperti: dapat
Circulation (C) mengangkut oksigen, memiliki sedikit efek
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA

atau bahkan tidak memiliki efek terhadap intraseluler menuju ekstraseluler,


proses koagulasi, murah, mudah didapat, menurunkan jumlah cairan otak,
bersifat non-alergic dan mampu bertahan meningkatkan volume darah,
pada suhu ruangan (Adewale, 2009). meningkatkan sodium plasma.
Beberapa jenis cairan resusitasi yang Keuntungan penggunaan hipertonic saline:
tersedia saat ini antara lain kristaloid, baik digunakan untuk kasus cedera kepala
koloid dan beberapa produk darah (Rudra, terutama pada pasien anak dengan plasma
et all, 2006): sodium 170mmol/L untuk mengontrol ICP,
memiliki efek ‘rebound’ yaitu mudah
Hipertonic Saline Solutions dikeluarkan dari interstisial, hipertonic
Indikasi penggunaan hipertonic saline: saline bersifat ‘reno-protective’, hipertonic
digunakan sebagai osmotherapic agent pada saline secara cepat dapat meningkatkan
kasus edema cerebral, dapat mengurangi kadar Na sehingga kontrol dapat dengan
gejala hyponatremic seizures, dalam jumlah mudah dilakukan yakni dengan cek kadar
kecil digunakan sebagaii terapi pada kasus Na dalam plasma. Dosis yang digunakan:
cedera kepala, berperan sebagai dosis standart yakni 3ml/kg 3% saline
renoprotective agent (mencegah terjadinya (diberikan 10-20 menit) melalui vena cetral
cytotoxic nepropathy, rhabdomyolisis yang atau vena perifer, 3ml/kg 3% saline dapat
dapat mengakibatkan gagal ginjal) (STRS, meningkatkan kadar Na plasma 2-3
2011). mmol/L. Pada gambar dibawah ini akan
Mekanisme kerja hipertonic saline: dijelaskan bagaimana teknik menyiapkan
mengakibatkan perpindahan cairan dari saline 3% dari saline 30% (STRS, 2011).

Gambar 1: Membuat saline 3% dari saline 30%

Darah dilakukan pencocokan golongan darah,


Penggunaan darah sebagai cairan resusitasi dimana diperlukan pengambilan sampel
memiliki keunggulan yakni dapat darah dari pasien yang memerlukan cukup
membantu proses transport oksigen. waktu. Selain itu proses transfusi darah
Namun hanya sedikit pendapat yang yang masivve dapat mengakibatkan
menunjukkan bahwa darah dapat dilutional coagulopathy, hypocalcemia dan
digunakan sebagai alternatif cairan hypomagnesemia. Transfusi darah juga
resusitasi. Sebelum menggunakan darah berpotensi menularkan beberapa bakeri
sebagai pilihan cairan resusitasi harus
5
Judul Artikel…| NAMA PENGARANG

patogen seperti hepatitis dan HIV (Rudra Koloid adalah suatu campuran zat
et all, 2006). heterogen antara dua zat atau lebih di
mana partikel-partikel zat yang berukuran
Hemoglobin solutions koloid tersebar merata dalam zat lain.
Hemoglobin solutions merupakan salah Ukuran koloid berkisar antara 1-100 nm (
satu jenis cairan resusitasi yang diharapkan 10-7 – 10-5 cm ) (Rudra et all, 2006).
dapat memenuhi kriteria nonantigenic,
bebas bakteri maupun virus pembawa Kristaloid
penyakit, dan mampu mengangkut Larutan kristaloid adalah larutan air
oksigen. Hemoglobin bebas yang dengan elektrolit dan atau dextrosa, tidak
digunakan sebagai cairan resusitasi dapat mengandung molekul besar (Adewale,
mengakibatkan cedera akut pada ginjal. 2009). Kristaloid dalam waktu singkat
Oleh karena itu, bentuk sediaan sebagian besar akan keluar dari
hemoglobin sebagai bahan yang siap intravaskular, sehingga volume yang
digunakan sebagai cairan resusitasi masih diberikan harus lebih banyak (2,5-4 kali)
terus diteliti (Rudra et all, 2006). dari volume darah yang hilang (Rudra et
all, 2006). Kristaloid mempunyai waktu
Albumin paruh intravaskuler 20-30 menit. Ekspansi
Albumin merupakan polipeptida single cairan dari ruang intravaskuler ke
yang memiliki berat molekul 65-69 kDa. interstital berlangsung selama 30-60 menit
Albumin berperan dalam proses transport sesudah infus dan akan keluar dalam 24-48
dan penyusun integritas mikrovaskular. jam sebagai urine (Mulyono, 2006).Secara
Melalui proses produksi sediaan albumin umum kristaloid digunakan untuk
kini bebas dari berbagai resiko tercemar meningkatkan volume ekstrasel dengan
bakteri (Rudra et all, 2006). atau tanpa peningkatan volume intrasel
(Tonessen AS., 1990). Macam-macam
Koloid cairan kristaloid antara lain (Tonessen AS.,
1990):

Cairan Na+ K+ Cl- Ca++ HCO3 Tek.


(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) (mEq/L) Osmotik
(mOsm/L)
Ringer 130 4 190 3 28* 273
Laktat
Ringer 130 4 109 3 28# 273
Asetat
NaCl 154 0 0 0 0 308
0,9%

*sebagai laktat # sebagai asetat

Tabel 1: Macam-macam Cairan Kristaloid

Cairan kristaloid cukup baik untuk menyebabkan reaksi alergi dan sedikit efek
terapi syok hipovolemik. Keuntungan samping. Kelebihan cairan kristaloid pada
cairan kristaloid antara lain mudah pemberian dapat berlanjut dengan edema
tersedia, murah, mudah dipakai, tidak
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA

seluruh tubuh sehingga pemakaian dimulai sesegera mungkin saat korban


berlebih perlu dicegah (Martin, 2005). masih berada di lokasi kejadian (Rudra et
Larutan NaCl isotonis dianjurkan al., 2006). Pada sebuah studi prospektif
untuk penanganan awal syok hipovolemik disebutkan bahwa dari 717 pasien cedera
dengan hiponatremik, hipokhloremia atau kepala dengan tekanan darah sistolik
alkalosis metabolik. Larutan RL adalah <90mmHg terkait dengan mortalitas
larutan isotonis yang paling mirip dengan sebesar 150% (Chesnut et al., 1993 dalam
cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan Levett et al., 2006). Hal ini memperkuat
dengan aman dalam jumlah besar kepada fakta bahwa resusitasi cairan yang kurang
pasien dengan kondisi seperti hipovolemia tepat dapat memperburuk prognosis
dengan asidosis metabolik, kombustio dan pasien dengan cedera kepala.
sindroma syok. NaCl 0,45 % dalam larutan Resusitasi cairan merupakan bagian
Dextrose 5 % digunakan sebagai cairan integral dari resusitasi pada kasus cedera
sementara untuk mengganti kehilangan kepala. Cairan resusitasi yang ideal harus
cairan insensibel (Martin, 2005). memiliki beberapa kriteria seperti: dapat
Ringer asetat memiliki profil serupa mengangkut oksigen, memiliki sedikit efek
dengan Ringer Laktat. Tempat atau bahkan tidak memiliki efek terhadap
metabolisme laktat terutama adalah hati proses koagulasi, murah, mudah didapat,
dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan bersifat non-alergic dan mampu bertahan
asetat dimetabolisme pada hampir seluruh pada suhu ruangan (Adewale et al., 2009).
jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat Namun tidak ada suatu jenis cairan
terpenting. Penggunaan Ringer Asetat resusitasi ‘ideal’ yang dapat digunakan
sebagai cairan resusitasi patut diberikan untuk semua kasus trauma. Metode
pada pasien dengan gangguan fungsi hati pemberian cairan (waktu, volume dan
berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. tujuan yang diharapkan) terkadang
Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat menjadi lebih penting dibandingkan
membahayakan pasien sakit berat karena dengan jenis cairan itu sendiri (Vercueil et
dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat al., 2006).
(Darmawan, 1999). Berdasarkan tinjauan konsep
mengenai jenis-jenis cairan resusitasi
PEMBAHASAN terkait dengan kasus cedera kepala diatas
Cedera kepala merupakan salah satu kasus dapat disimpulkan bahwa: koloid tidak
trauma yang memerlukan perhatian direkomendasikan sebagai cairan resusitasi
khusus dalam resusitasi cairan. Jumlah dan pada cedera kepala karena tidak dapat
jenis cairan yang digunakan dalam proses menurunkan tekanan intrakranial
resusitasi cedera kepala harus diperhatikan dikarenakan kapiler cerebral impermiabel
secara cermat. Tujuan utama terhadap sebagian besar ion. Selain itu
penatalaksanaan pasien dengan cedera koloid juga dapat menimbulkan reaksi
kepala adalah mencegah terjadinya anaphyllactoid (Mark et all, 2002). Cairan
hipotensi, menjaga cerebral perfusion presure isotonik juga tidak direkomendasikan
(CPP) dalam rentang normal (Adewale et karena dapat meningkatkan edema
al., 2009; Rudra et al., 2006), Mean Arterial cerebral. Sedangkan produk darah kurang
Pressure (MAP) dalam rentang normal, tepat digunakan sebagai cairan resusitasi
Intra Cranial Pressure (ICP) terkontrol pada kasus trauma karena beresiko
(Adewale, 2009). Resusitasi cairan harus menularkan beberapa penyakit dan
dilakukan sesegera mungkin setelah memerlukan tahap persiapan yang lama
trauma untuk membantu memenuhi seperti pengambilan sampel darah pasien
kebutuhan perfusi jaringan bahkan dapat dan pencocokan golongan darah dengan

7
Judul Artikel…| NAMA PENGARANG

donor (Levett et al., 2006). Hypertonic saline memberikan keuntungan juga dapat
solution disarankan untuk digunakan menimbulkan beberapa efek merugikan
sebagai cairan resusitasi pada kasus cedera jika tidak dilakukan evaluasi ketat pada
kepala (Levett et al., 2006; Mark et al.,2002). pasien. Efek merugikan yang dapat
Hypertonic saline solution aman dan efektif muncul saat pemberian hypertonic saline
digunakan untuk menurunkan tekanan solution antara lain hypernatremia,
intra kranial (TIK) (Adewale, 2009). metabolik asidosis, dan resiko terjadinya
Cairan hypertonic saline solution edema pulmonal (Rudra et al., 2006). Untuk
memiliki beberapa manfaat jika digunakan meminimalkan terjadinya efek samping
pada pasien dengan cedera kepala antara penggunaan HTS sebagai cairan resusitasi
lain: dapat menurunkan tekanan dapat ditekan dengan melakukan monitor
intracranial dan dapat meningkatkan ketat tanda-tanda vital pasien, kaji tingkat
kontraktilitas jantung (Mark et al., 2002). kesadaran pasien tiap 10-15 menit, lakukan
Pada fase pre-hospital pemberian pengukuran tekanan intra kranial pasien
hypertonic saline solution sebanyak 4-5ml/kg dan lakukan monitor kadar Na dalam
terbukti dapat meningkatkan MAP (Mean plasma. Jika terjadi overdosis dalam
Arterial Pressure) dan CO (Cardiac Output). pemberian HTS maka langkah yang dapat
Selain itu juga dapat meningkatkan aliran dilakukan adalah segera hentikan
darah menuju organ tubuh lain seperti pemberian HTS, berikan lasix 1ml/kg IV
ginjal, mesenteric, splanchnic dan koroner untuk membantu natriuresis (hingga urine
(Rudra et al., 2006). Hasil penelitian yang output mencapai 6ml/kg/jam), ukur kadar
dilakukan oleh Wade menyimpulkan Na plasma tiap 30-60 menit sekali, lakukan
bahwa penggunaan hypertonic saline dialisis jika terjadi oliguria/ anuria/ terjadi
solution sebagai cairan resusitasi pada peningkatan kadar Na plasma secara cepat
pasien cedera kepala signifikan dapat mencapai >5mmol/jam dan jangan
meningkatkan survival rate (odds ratio, gunakan 0,45% saline sebagai terapi karena
2.12; p=0,048) (Wade 1997 dalam Mark et dapat menurunkan osmolaritas cairan otak
all, 2002). secara tiba-tiba (STRS, 2011).
Dosis pemberian hypertonic saline
solution (HTS) pada pasien dengan cedera KESIMPULAN
kepala bervariasi menurut beberapa Resusitasi cairan merupakan salah
literatur. Menurut Rudra et al., 2006 satu unsur penting dalam penatalaksanaan
pemberian HTS sebanyak 4-5ml/kg pasien cedera kepala. Tidak ada suatu jenis
terbukti dapat meningkatkan MAP. cairan resusitasi ‘ideal’ yang dapat
Adewale, et al merekomendasikan dua digunakan untuk semua kasus trauma.
bolus 250ml 5% HTS atau 500ml 3% HTS Metode pemberian cairan (waktu, volume
sebagai terapi untuk hipertensi intrakranial dan tujuan yang diharapkan) terkadang
pada pasien cedera kepala. Sedangkan menjadi lebih penting dibandingkan
South Thames Retrieval Services (STRS) dengan jenis cairan itu sendiri. Pada kasus
menyebutkan dosis resusitasi cairan untuk cedera kepala penggunaan hypertonis saline
cedera kepala adalah 3ml/kg 3% saline solution sebagai cairan resusitasi dapat
(diberikan 10-20 menit) melalui vena cetral memberikan manfaat bagi pasien
atau vena perifer, dimana 3ml/kg 3% saline diantaranya membantu menurunkan
dapat meningkatkan kadar Na plasma 2-3 edema otak dan tidak menimbulkan efek
mmol/L. berbahaya bagi organ lain (renoprotective
Penggunaan hypertonic saline agent). Dosis pemberian hypertonis saline
solution sebagai cairan resusitasi pada solution menurut beberapa sumber antara
kasus cedera kepala selain banyak lain: 3% HTS3ml/kg secara IV selama 10-20
JURNAL ILMIAH KESEHATAN MEDIA HUSADA

menit (STRS, 2011), dua bolus 250ml 5% e/503138. Diakses tanggal 10


HTS atau 500ml 3% HTS (Adewale, et al., November 2012.
2009), 4-5ml/kg HTS (Rudra et al., 2006). Mulyono, I. (2006). Jenis-jenis Cairan, dalam
Hal terpenting yang harus diperhatikan Symposium of Fluid and Nutrition
perawat dalam pemberian HTS antara lain Therapy in Traumatic Patients.
monitor ketat tanda-tanda vital pasien, kaji Bagian Anestesiologi FK UI/RSCM:
tingkat kesadaran pasien tiap 10-15 menit, Jakarta.
lakukan pengukuran tekanan intra kranial Procaccio, F., N. Stocchetti, G. Citerio, M.
pasien dan lakukan monitor kadar Na Berardino, L. Beretta, F. Della Corte,
dalam plasma tiap 30-60 menit. D. D’avella, G.L. Brambilla, R.
Delfini, F.Servadei, G. Tomei.
REFERENSI (2000). Guidelines for the treatment
Adewale, Ademola. (2009). Fluid of adults with severe head trauma
Management in Adult and Pediatric (part 1): initial assessment;
Trauma Patients. Journal of Medical evaluation and pre-hospital
Sciences--Orthopedics And treatment; current criteria for
Traumatology. hospital admission; systemic and
Berger, Rachel Pardes, P. David Adelson. cerebral monitoring. Journal of
(2005). Evaluation and Management Neurosurgical Sciences. 44: 1-10.
of Pediatric Head Trauma in the Rudra, A., Chatterjee, S., Sengupta, S.,
Emergency Departement: Current Wankhade, R., Sirohia, S., et all.
Concepts and State-of-the-Art (2006). Fluid Resuscitation in
Research. Clinical Pediatric Trauma. Indian Journal of Critical
Emergency Medicine. 6:(8-15). Care Medicine 10. 4 (Oct-Dec): 241-
Elsevier Inc. 249.
Darmawan, Iyan, MD, Cairan Alternatif South Thames Retrieval Services (STRS).
untuk Resusitasi Cairan: Ringer (2011). Hypertonic Saline. Diakses
Asetat, Medical Departement PT. pada 20 November 2012, 23.00 WIB.
Otsuka Indonesia, Simposium Tonessen AS. (1990). Crystalloids and
Alternatif Baru Dalam Terapi Colloid. in Miller, RD., Anesthesia,
Resusitasi Cairan. Bagian Ed 3rd, Vol. 2. Churchill Livingstone.
Anestesiologi FKUI/RSCM, Jakarta, p : 1439-1465.
14 Agustus 1999. Vercueil, Levett, Grocott. (2006).
Japardi, Iskandar. (2002). Penatalaksanaan Resuscitation Fluids in Trauma,
Cedera Kepala Akut. USU Digital part II: which fluid should I give.
Library. Trauma (8): 111-121.
Levett, Vercueil, Grocott. (2006).
Resuscitation Fluids in Trauma,
part I: why give fluid and how to
give it. Trauma. (8): 47-53.
Mark, Paul E., Joseph Varon and Todd
Trask. (2002). Critical Care Review:
Management of Head Trauma.
Chest Journal: 122:699-711.
Martin, Gregory S, MD, MS. An Update on
Intravenous Fluids. (2005). Diunduh
dari
http://cme.medscape.com/viewarticl

You might also like