You are on page 1of 20

ANALISIS KONSEP DRAMATURGI ERVING GOFFMAN DALAM POLA

PENGGUNAAN RUANG PUBLIK KAFE OLEH MAHASISWA DI KOTA


SURAKARTA

Oleh:

METTA RAHMA MELATI

K8412049

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2016
ABSTRACT

ERVING GOFFMAN’S DRAMATURGY CONCEPT ANALYSIS OF


PATTERNS OF USE OF PUBLIC SPACE CAFE BY STUDENTS
UNIVERSITY IN THE CITY OF SURAKARTA. Metta Rahma Melati.
K8412049. Thesis. Faculty of Teacher Training and Education. Sebelas Maret
Surakarta University. June 2016.
The purpose of this study is to
1. Knowing mapping public spaces cafe in the city of Surakarta.
2. Knowing the pattern of use of cafe as public space by the student university in the
city of Surakarta.
3. Knowing how the construction of the front stage and back stage reality of students
university in cafe as public space usage patterns in Surakarta related dramaturgical
theory.
This study was a qualitative research. Conducted by taking a sample of four
students university as informants. The collection of data to look at cafe as public space
mapping in the city of Surakarta using observation methods. To determine the pattern
of use of cafe as public space by the student university in Surakarta using interviews.
Furthermore, to determine how the construction of the front stage and back stage reality
of students in cafe as public space usage patterns in Surakarta related dramaturgical
theory using interviews anyway.
Mapping cafe in Surakarta according to researchers grouped into three sections:
the Eastern Solo, Solo Central Part and SoloWest Part. The usage patterns cafe by
students university in the know as follows, personal interests such as courtship, quality
time with friends, academics, leisure and work interests. For the construction of the
front stage and back stage reality students can be as follows, informants construct
himself to impress others. However the reality, they used certain strategies to build an
impression, such as setting aside money and seek additional income by working as a
freelance.

Keywords: cafe, students, and, dramaturgy.


ABSTRAK

ANALISIS KONSEP DRAMATURGI ERVING GOFFMAN DALAM


POLA PENGGUNAAN RUANG PUBLIK KAFE OLEH MAHASISWA DI
KOTA SURAKARTA. Metta Rahma Melati. K8412049. Skripsi. Fakultas
Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Juni 2016
Tujuan penelitian ini adalah untuk
1. Mengetahui pemetaan ruang publik kafe di kota Surakarta.
2. Mengetahui pola penggunaan ruang publik kafe oleh mahasiswa di kota Surakarta.
3. Mengetahui bagaimana konstruksi front stage dan realitas back stage mahasiswa
dalam pola penggunaan ruang publik kafe di Kota Surakarta terkait teori dramaturgi.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Dilaksanakan dengan mengambil
sampel sejumlah empat mahasiswa sebagai informan. Pengumpulan data untuk melihat
pemetaan ruang publik kafe di kota Surakarta menggunakan metode observasi. Untuk
mengetahui pola penggunaan ruang publik kafe oleh mahasiswa di kota Surakarta
menggunakan metode wawancara. Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana
konstruksi front stage dan realitas back stage mahasiswa dalam pola penggunaan ruang
publik kafe di Kota Surakarta terkait teori dramaturgi menggunakan metode
wawancara pula.
Pemetaan kafe di Kota Surakarta menurut dikelompokkan peneliti menjadi tiga
bagian yaitu Solo Bagian Timur, Solo Bagian Tengah, dan Solo Bagian Barat. Pola
penggunaan kafe oleh mahasiswa di ketahui sebagai berikut, kepentingan pribadi
seperti pacaran, kualitas waktu dengan teman – teman, akdemik, waktu luang, dan
kepentingan pekerjaan. Untuk konstruksi front stage dan realitas back stage mahasiswa
di dapat sebagai berikut, informan mengkonstruksi dirinya agar orang lain terkesan.
Namun realiatasnya mereka menggunakan strategi tertentu untuk membangun kesan
tersebut, seperti menyisihkan uang dan mencari tambahan pendapatan dengan bekerja
secara freelance.
Kata kunci : Kafe, mahasiswa, dan, dramaturgi.
I. PENDAHULUAN hadir di kota Solo saja, melainkan telah
meluas ke wilayah sekitarnya yaitu
Kota Solo mengalami
Solo Baru Kabupaten Sukoharjo.
perubahan yang pesat sebagai akibat
Seperti hadirnya Hartono Mall pada
dari adanya proses globalisasi dan
tahun 2012 dan The Park Mall pada
kapitalisme yang telah melanda di
tahun 2013. Mall – Mall yang tersebar
berbagai penjuru dunia. Globalisasi dan
di wilayah kota Solo tersebut
kapitalisme telah membawa sisi positif
menyediakan beragam pilihan ruang
pada kemajuan, perkembangan, dan
publik. Beragam ruang publik tersebut
perubahan yang ada di Kota Solo.
seperti departement store ( matahari
Perubahan tersebut terjadi pada aspek
dan metro ), bioskop (cineplex, 21, dan
fisik maupun sosial budayanya. Dari
XXI, supermarket ( Carrefour dan
segi fisik, kota Solo mengalami
Hypermart ), foodcourt (terdiri dari
perubahan yang sangat signifikan
beberapa stand brand tempat makan),
ditandai dengan berdirinya ruang –
kafe ( Mokko Donut and Coffee,
ruang publik. Selain itu juga
Starsbucks, J’Co, My Kopi-O dan
dioperasionalkan mall “Solo Grand
Excelso), restoran cepat saji (KFC,
Mall” yang berlokasi di jantung kota
Pizza Hut, CFC dan AW) dan lainnya.
Solo yaitu Jalan Slamet Riyadi sejak 4
Desember 2004 sebagai pusat Keberadaan ruang publik
perbelanjaan terbesar masa itu. tersebut disambut baik oleh kaum
Hadirnya Solo Square pada tahun 2006 muda. Hadirnya kaum muda di Solo
sebagai pusat perbelanjaan kedua tidak dapat dipungkiri karena kota ini
membuat ruang – ruang publik di kota adalah salah satu kota pelajar dengan
Solo semakin bertambah. Pada tahun keberadaan beberapa univeristas yaitu
2012 Solo Paragon juga hadir Universitas Sebelas Maret (UNS),
memberikan beragam pilihan ruang Universitas Muhammadyah Surakarta (
publik lain. Ruang publik tidak hanya UMS ), Institut Seni Indonesia (ISI
Surakarta), IAIN (Institut Agama Islam masing-masing. Pringsewu,
Boga-Bogi1, Bandar AA, dan
Negeri), Universitas Slamet Riyadi
Palm Resto. Tempat makan
(UNISRI), Universitas Batik Surakarta kategori rumah makan kelas A
tersebut kerap menjadi pilihan
(UNIBA), Universitas Tunas
instansi pemerintah atau swasta
Pembangunan (UTP), Universitas untuk menggelar gathering.
(Solopos.com, Tsa, Senin, 21
Surakarta (UNSA) dan akedemi –
Maret 2011 23:46 WIB).
akademi seperti ATMI, ATW, AUB,
Bisnis kuliner terus
AAK, ASMI serta Politeknik. Dengan
berkembang di Kota Solo.
hadirnya kaum muda tersebut akhirnya Pemain bisnis ini berupaya
menghadirkan konsep yang
ruang publik pun dihadirkan lebih
baru dan berbeda agar bisa
dekat, yaitu disekitar kampus. Terbukti bersaing di tengah
menggeliatnya sektor ini.
di sekitar kampus Universitas Sebelas
Seperti salah satu restoran yang
Maret. Khususnya ruang publik kafe dikembangkan di Jl Abdul
Rahman Saleh No 1, Banjarsari,
sebagai reproduksi ruang publik
Solo, Social Kitchen. Restoran
kafeyang berada di pusat kota. yang memanfaatkan bangunan
tua itu menghadirkan berbagai
Contohnya Diplo, Arje’s Kitchen,
macam fasilitas, tidak sekadar
Kedai Kepo, Kedai Conel, Mr. Juneto, sebagai tempat makan.
(Solopos.com, Rabu, 1 Mei
Co Pilot. Hal ini sejalan dengan
2013 13:52 WIB).
pertumbuhan restaurant dan kafe di
Ruang publik memiliki fungsi
kota Solo yang sebenarnya telah
sebagai sarana debat-debat kritis seperti
dimulai sejak tahun 2011 hingga tahun
membahas isu – isu sosial, ekonomi,
2013.
dan politik yang sedang terjadi
Di kompleks Manahan, ada dimasyarakat. Seperti contohnya,
Verveto yang mengusung
konsep kafe. Ke arah barat, ada warung – warung kopi menjadi sarana
berbagai tempat makan pilihan, publik Makassar untuk berinteraksi dan
menu bebek sampai prasmanan.
Terus melangkah ke barat berdiskusi. Diantara beragam dan
dengan mudahnya bisa maraknya fenomena warung kopi di
ditemukan tempat makan
dengan berbagai keunggulan Makassar. Phoenam cukup mendapat
tempat bagi warga Makassar. Pertama, terdapat perbedaan dan persamaan pola
Phoenam telah hadir sejak tahun 1946 penggunaan tempat – tempat tersebut
di Makassar dan masih betahan hingga oleh mahasiswa. Hanya di Mc Donal’s
kini, bahkan telah membuka cabang di ditemui mahasiswa mengerjakan tugas
beberapa tempat di Makassar, Sulawesi kuliah. Hal itu terlihat dari
Selatan, termasuk Jakarta. Kedua, perbincangan mereka, laptop, dan
Phoenam bersama Mercurius, merintis kertas – kertas bahan kuliah yang
talkshow secara reguler yaitu 2 kali tampak di meja. Ada yang secara
sebulan, yang diberi label Obrolan berkelompok dan individual dalam
Warkop Phoenam yang membahas isu mengerjakan tugas kuliahnya.
– isu aktual dan lokal seputar Makassar Sedangkan di Yellow Truck Coffee, La
secara khusus maupun isu – isu Moda Del Gelato, dan Kedai Roti
nasional secara umum (Andi Faisal, Bakar 543 tidak ditemui. Ketiga tempat
Ruang Publik, FIBUI, 2008). tersebut ditemui pola pemanfaatan
sejenis oleh mahasiswa. Mahasiswa
Namun di Kota Solo ruang-
berkunjung ke tempat tersebut
ruang publik tidak dimanfaatkan secara
melakuan foto bersama, berbincang
demikian. Jusrtu maraknya ruang
dengan teman-temannya, dan ada pula
publik di Kota Solo membawa
yang memadu kasih.
perubahan sosial budaya bagi
mahasiswa dan masyarakatnya. Mereka Dari sekian banyak hadirnya di
mulai gemar berkunjung ke tempat- ruang publik, maka ruang publik kafe
tempat tersebut dengan berbagai tujuan yang tersebar di kota Surakarta mulai
namun diluar masalah diskursif isu – dimanfaatkan kaum mahasiswa.
isu yang berkembang di masyarakat. Berdasarkan hasil pengamatan yang
Berdasarkan hasil observasi di Mc tertera di atas, mereka mulai
Donal’s, Yellow Truck Coffee, memanfaatkan ruang publik kafe.
Lamoda Del Gelato, dan Kedai Roti Dalam pemanfaatan ruang publik kafe
Bakar 543 dapat diketahui bahwa tersebut, mahasiswa memiliki tujuan –
tujuan tertentu yang sebenarnya adalah pandang ilmu yang akan digunakan.
hal – hal yang tidak tampak diluar. Dalam (Ritzer, 2012:528-529), Levebre
Mereka menggunakan cara tertentu berargumen bahwa ruang dapat
ketika berada di kafe untuk mencapai memainkan berbagai peran di dalam
tujuan tersebut. dunia sosio-ekonomi. Salah satunya,
ruang itu sendiri dapat merupakan suatu
Berdasarkan pemaparan
komoditas yang sangat luas yang
tersebut, penting untuk dikaji fungsi
dikonsumsi (misalnya, oleh seorang
ruang publik yang telah bergeser dan
turis yang sedang mengunjungi
perubahan sosial budaya terjadi pada
Disneyland).
masyarakat khususnya mahasiswa di
Kota Surakarta. Mahasiswa mulai Dari makna ruang dari Levebre
memanfaatkan ruang –ruang publik tersebut selaras dengan realitas sosial
untuk memenuhi kebutuhan, yang terjadi pada jaman sekarang ini
kepentingan, serta mencapai tujuan dimana ruang publik seperti kafe,
masing-masing. Hal ini terlihat dari warung kopi, hanya sebatas dikonsumsi
perbedaan penggunaan ruang publik untuk pemenuhan selera bukan lagi
antara satu tempat dan tempat lainnya. menjadi area debat kritis. Seperti yang
dikatakan (Prasetyo, 2012:176), jika
Dari hasil data dan pemaparan
dulu dalam masa-masa awalnya ruang
diatas, maka penulis tertarik untuk
publik ditempati oleh pemilik properti
melakukan penelitian dengan judul
dan produsen ekonomi, sekarang ruang
Analisis Konsep Dramaturgi Erving
publik diokupasi oleh orang-orang
Goffman Dalam Pola Penggunaan
yang berpendapatan stabil, suatu
Ruang Publik Kafe Oleh Mahasiswa
prasyarat yang dibutuhkan untuk
di Kota Surakarta.
melakukan konsumsi secara stabil.
II. KAJIAN PUSTAKA
Begitu pula dengan yang
Ruang Publik dapat di dikatakan (Hardiman, 2010:190)
definisikan dengan berbagai sudut
mengatakan bahwa ruang publik yang Seperti Kafe dalam bahasan ini diambil
didefinisikan di atas itu dalam sebagai salah satu dari sekian banyak
kenyataan sejarahnya runag publik. Dalam konteks
dikomersialisasikan, yaitu tunduk pembahasan diatas. Kafe adalah tempat
dibawah logika produksi dan konsumsi dimana individu bertemu dan
sebagai objek – objek komoditas dalam berkumpul melakukan aktivitasnya.
pasar kapitalis memiliki dasar Namun disini kafe telah dikuasi oleh
Grandnarrative-nya dalam buku kapitalisme dan menjadikannya
Arendt The Human Condition. komoditas. Sehingga kafe bukan lagi
Sutrisno menggambarkan leburnya menjadi ajang masyarakat untuk
ruang publik bersama semacam alun – berkomunikasi secara rasional namun
alun keraton akibat adanya nilai – nilai telah menjadi pemenuhan kebutuhan
ekonomi yang lebih modern daripada individual yang berkaitan dengan gaya
sekadar sistem barter. Sutrisno pun hidup, kesenangan, dan simbol –
demikian, mengutip dari (Sutrisno, simbol identitas.
2010:282) :
Ruang publik kafe untuk
Pertama, sejak pemaknaan pemenuhan kebutuhan yang berkaitan
ruang bersama digeser dari
dengan gaya hidup, kesenangan, dan
bingkai nilai kultural dan fungsi
temu bersama merayakan simbol – simbol identitas akan
kebersamaan menjadi hanya
dianalisis melalu teori dramaturgi
berbingkai lapangan tempat
panggung pameran dagang Erving Goffman. Dramaturgi adalah
dengan kepentingan ekonomis
sebuah teori yang dapat
dan nilai ekonomi industri
menggusurnya menjadi pasar menginterpretasikan kehidupan sehari
jual beli.
– hari dari manusia. Manusia ibarat
Dari berbagai pengertian di atas memainkan sebuah pertunjukkan di
mengenai ruang publik maka diambil panggung. Di dalam panggung itu
kesimpulan bahwa makna ruang publik terdiri dari pangung depan dan
telah bergeser menjadi komoditas. belakang. Didalam panggung depan
terdapat setting dan personal front, menggunakan pendekatan
yang selanjutnya dapat dibagi menjadi fenomenologi karena pendekatan ini
penampilan (appearence) dan gaya berusaha mendskripsikan makna umum
(manner). dari sejumlah individu terhadap
berbagai pengalaman hidup terkait
Penjelasan pertama adalah
konsep atau fenomena. Jadi dengan
setting yang menurut (Goffman,
menggunakan pendekatan
1972:32) first, there is ‘setting’,
fenomenologi peneliti berusaha makna
involving furniture, decor, physical
umum fenomena mahasiswa yang
layout, and other background items
mulai gemar berkunjung ke kafe.
which supply the scenery and stage
props for the spate of human action Jenis penelitian yang digunakan
played out before, within or upon it. adalah penelitian kualitatif. Alasan
Pengaturan ini melibatkan hal – hal peneliti menggunakan penelitian
yang berkenaan dengan atribut – atribut kualitatif karena peneliti ingin
yang diperlukan, seperti furniture, menguraikan dan menggambarkan
dekorasi, tata letak fisik, dan barang – perubahan sosial budaya yang terjadi di
barang latar belakang lain yang masyarakat sebagai sebuah fenomena,
meyediakan alat – alat untuk membantu yaitu pola penggunnaan ruang publik
serentetan untuk individu memainkan kafe oleh mahasiswa di kota Surakarta.
tindakannya. Jadi ada sebuah
Dalam penelitian ini teknik
pengaturan mengenai diri yang
sampel nonprobabilitas yang digunakan
berkaitan dengan segala atribut yang
yaitu purposive sampling. Purposive
diatur untuk memenuhi suatu standard
Sampling atau bertujuan. Alasan
diri yang dikonsepkan.
peneltiti menggunakan purposif
III. METODE PENELITIAN sampling karena objek penelitiaanya
Pendekatan yang digunakan sudah jelas, yaitu mahasiswa yang
dalam penelitian ini adalah pendekatan pergi ke kafe. Selain itu, peneliti
fenomenologi. Alasan peneliti menggunakan teknik sampling ini
karena peneliti ingin meneliti tentang berstruktur ini untuk memperoleh data
pola penggunaan ruang publik oleh dari pemetaan ruang publik kafe di kota
mahasiwa serta konsep front stage dan Surakarta.
back stagenya terhadap pola
Dalam penelitian ini, peneliti
penggunaan ruang publik tersebut. Jadi
menggunakan trianggulasi.
maksudnya disini sudah jelas
Trianggulasi sumber, Triangulasi
tujuaannya sampelnya adalah langsung
teknik. Teknik analisis data yang
mengarah pada mahasiswa yang sering
digunakan adalah menurut Miles dan
berkunjung ke kafe.
Hubermas dalam (Sugiyono, 2013 :
Teknik pengumpulan data yang 247-253), kegiatan analisis terdiri dari
digunakan peneliti dalam penelitian ini tiga alur kegiatan yang terjadi secara
adalah wawancara terstruktur. bersamaan, yaitu reduksi data,
Wawancara terstruktur ini digunakan penyajian data, dan penarikan
sebagai teknik pengumpulan data, bila kesimpulan/verifikasi.
peneliti atau pengumpul data telah
IV. HASIL PENELITIAN
mengetahui dengan pasti tentang
Penelitian ini menemukan data
informasi apa yang akan diperoleh.
bahwa pemetaan kafe dikota Solo
Observasi tidak berstruktur adalah
dipetakan peneliti menjadi tiga bagian.
observasi yang tidak dipersiapkan
Pertama Bagian Barat, Tengah, dan
secara sistematis tentang apa yang akan
Timur. Jadi ada persamaan pola
diobservasi. Hal ini dilakukan karena
penggunaan kafe di ketiga pembagian
peneliti tidak tahu secara pasti tentang
wilayah. Di masing – masing wilayah
apa yang diamati. Dalam melakukan
tedapat kafe yang memiliki pola
pengamatan peneliti tidak
penggunaan yang sama yaitu pengunjung
menggunakan instrumen yang telah
membawa laptop disana dan
baku, tetapi hanya berupa rambu – mengerjakan tugas. Di Solo Bagian
rambu pengamatan. Peneliti Timur ada Arje’s dan Lattetude, Di Solo
menggunakan teknik observasi tak Bagian Tengah ada Yellow Truck Coffee
n Tea Co, dan Solo Bagian Barat ada ada semacam kepentingan prestise
Mommilk. Lalu di Solo Bagian Tengah untuk menunjukkan kesan yang
ada Yellow Truck Coffee n Tea Co. Kafe signifikan terhadap orang lain. Dalam
sisanya di ketiga pembagian wilayah pola memenuhi berbagai macan tujuan
penggunaannya hampir seragam yaitu tersebut maka ada sejumlah biaya yang
untuk mengobrol dan bertemu teman. harus dikeluarkan oleh AP, MF, HZ,
Pemetaan kafe di Kota Solo dan LF. Untuk memenuhi itu semua
menjadi tiga bagian wilayah Timur,
mereka masing – masing memiliki
Tengah, dan Barat serta pemilihan kafe –
strategi dan cara masing – masing
kafe yang diobservasi tidak menjadi
untuk mencapai apa yang mereka
dasar secara umum. Hal ini dikarenakan
inginkan terhadap diri mereka sendiri.
kafe – kafe di Solo masih banyak. Kafe –
Strategi tersebut dengan cara bekerja
kafe tersebut dipilih dari tingkat
secara freelance dan memanajemen
keramaian pengunjung dan letak
keuangnnya.
wilayahnya dan diambil beberapa sampel
V. PEMBAHASAN
saja.
Kafe Sebagai Panggung dan
Diambil dari sampel informan
Konstruksi Front Stage atau Bagian
diatas, jadi dapat disimpulkan bahwa
Depan Dalam Teori Dramaturgi
AP, MF, HZ, dan LF memiliki tujuan
Erving Goffman.
masing – masing saat pergi ke kafe.
Meskipun diantaranya beberapa ada Individu memerlukan suatu
yang sama. Tujuan itu adalah untuk wadah dan atribut untuk memainkan
kepentingan pribadi seperti pacaran, sebuah peran. (Goffman dalam Poloma,
kepentingan kehidupan sosial seperti 2003:232) menyaksikan bahwa
bertemu dengan teman – teman dan individu dapat menyajikan suatu
melakukan quality time, untuk pertunjukkan show bagi orang lain.
kepentingan akademik seperti Kafe disini dapat dijadikan sebagai
mengerjakan tugas dan hal – hal yang sebuah wadah atau tempat bagaimana
berhubungan dengan pekuliahan. Lalu dramaturgi itu terjadi pada mahasiswa.
Ketika mahasiswa pergi untuk dapat menimbulkan kesan
berkunjung ke kafe maka kafe akan tertentu ketika ia berada di kafe. Hal
menjadi panggung untuk memainkan tersebut sejalan dengan apa yang
sebuah peran yang ingin di tampilkan. Goffman, 1971: 34 tell if we take the
“In a sense, and in so far as this mask term 'setting' to refer to the scenic parts
represents the conception we have of expressive equipment, one may take
formed of ourselves – the role we are the term 'personal front' to refer to the
striving to live up to – this mask is our other items of expressive equipment,
truer self, the selfwe would like to be. In the items that we most intimately
the end, our conceptionof our role identify with the performer himself and
becomes second nature and an integral that we naturally expect will follow the
part of our pesonality. We come into the performer whereever he goes. Jadi
world as individuals, achieve disini MF memakai dan memilah –
character, and become persons (ibid, milah seperangkat peralatan tanda
page 250 dalam Goffman, 1971: 30). untuk diambil dan dikenakannya untuk
Sejalan dengan pemikiran Goffman mendukung konsep yang
diatas bahwa mahasiswa dapat ditampilkannya saat berada di kafe.
mengambil peran dan memilih topeng Detailnya MF memilih atribut pakaian
yang ia kenakan untuk membentuk untuk menampilkan kesan. Atribut
suatu konsep yang akan ia bentuk dan pakaian yang dipakai oleh MF yaitu
menyatu dalam dirinya. Peran dan kemeja dan kaos bermerek,
topeng ini akan dibentuk pada front mengenakan sling bag, dan sepatu yang
stage diri inidividu itu sendiri. Dalam bermerek pula. Penampilan yang
membangun front stage ini ada hal – hal terkesan high tersebut ia kenakan hanya
yang berkaitan dengan tanda – tanda saat ia berada di kafe yang tergolong
dan peralatan untuk menunjang menengah ke atas. Selebihnya, berbeda
penampilan mereka pada saat berada di saat MF berkunjung ke kafe yang biasa
panggung depan. Seperti halnya MF, ia seperti di area kampus UNS, atribut,
sangat memikirkan apa yang ia kenakan tanda – tanda, atau peralatannya ia
sesuaikan. Ia mengenakan atribut yang memakai kemeja dan bersepatu ketika
biasa seperti halnya memakai pakaian bertemu bosnya di kafe. Informan yang
yang biasa, membawa dompet, dan terakhir yaitu AP juga mengadopsi
mengenakan alas kaki sandal biasa. pemikiran Goffman mengenai atribut,
tanda, dan peralatan untuk
Begitu pula dengan HZ, ia juga
menimbulkan sebuah kesan. Disini
memikirkan apa – apa yang menempel
atribut yang digunakan AP berbeda
pada tubuhnya saat ia berada di kafe.
dengan ketiga infroman sebelumnya.
Perbedaannya dengan MF. HZ lebih
AP menggunakan peralatan kartu debet
tidak terlalu ribet memilah – milah apa
bank untuk membayari semua teman –
yang akan dikenakannya. HZ lebih
temannya saat di kafe. Bisa jadi bagian
menyesuaikan pakaiannya yang
depan yang dibentuk dengan atribut –
dikenakannya sesuai dengan
atribut, peralatan, dan tanda untuk
lingkungan pertemanannya.
memberikan kesan status sosial tertentu
Persamaannya dengan MF adalah HZ
yang mereka pilih. Seuai dengan
juga mempertimbangkan
(Goffman, 1971:34) mengatakan
penampilannya sesuai dengan kafe
appearance may be taken to refer to
yang akan dia kunjungi. Jika HZ berada
those stimuli which function at the time
di kafe yang menengah atas maka
to tell us of the performer's social
penampilannya akan mengikuti. Disini
statuses.
HZ juga memiliki atribut tanda – tanda
yaitu hal yang berkaitan dengan fashion “for if the individual’s activity is to
become significant to others, 'he must
penampilannya saat ia berada di kafe.
mobilize his activity so that it will
express during the interaction what he
Informan lain yaitu LF, juga wishes to convey. In fact, the performer
menggunakan atribut – atribut, tanda – may be required not only to express his
claimed capacities during the
tanda, dan peralatan saat ia berada di interaction but also to do so during a
kafe. LF memakai kaos, jaket, celana split second in the interaction
(Goffman, 1971:40)”.
jeans panjang ketika keluar bersama
teman – temannya. Namun ia akan
Sejalan dengan pemikiran menunjukkan status sosialnya dengan
Goffman diatas, bahwa hal – hal yang menggunakan berbagai atribut –
tampak di bagian depan dari keempat atribut, peralatan, dan tanda – tanda
informan itu semuanya memakai yang telah di bahas di atas. Hal ini
atribut, peralatan, dan tanda – tanda terjadi karena ada sebuah idealisasi atau
tertentu tertentu untuk membentuk konsep ‘Idealization’ yang menurut
konsep diri yang diinginkannya. Dari (Goffman, 1971 : 46) katakan perhaps
informan dapat disimpulkan bahwa the most important piece of sign
terdapat persamaan kesan yang ingin equipment associated with social class
ditampilkan pada orang lain. Yaitu MF, consists of the status symbols through
HZ, dan AP mereka memakai atribut – which material wealth is expressed.
atribut yang telah dijelaskan diatas Jadi dalam sebuah kelompok
untuk menimbulkan kesan status sosial masyarakat memiliki idealisasi bahwa
yang tinggi di hadapan orang lain. Hal simbol status akan menunjukkan status
tersebut terbukti dengan atribut – sosialnya. Hal ini dikarenakan simbol –
atribut dari segi penampilan yang silmbol status material untuk kelompok
menyesuaikan tempat dan peralatan masyarakat akan sangat dihargai. Ini
lain yang mendukung seperti kartu sejalan dengan apa yang diungkapan
debet. Sering kali untuk menampilkan beberapa informan yaitu MF. MF
itu semua kepada bagian depan mengungkapkan bahwa dengan pergi
merekan akan membutuhkan biaya ke kafe apalagi untuk kafe yang
yang tidak sedikit dan usaha – usaha menengah atas ia akan rugi jika tidak
tertentu untuk mencapainya. Hal menunjukkannya melalui media sosial
tersebut dinamakan Goffman dengan Path. Sehingga orang – orang tahu dan
apa yang disebut ‘Dramatic akan menimbulkan kesan bahwa MF
Realization’. adalah mahasiswa yang sering
berkunjung ke kafe menengah atas. Hal
Konstruksi front stage keempat
itu secara otomatis akan menunjukkan
informan diatas terlihat ingin
status sosialnya kepada orang lain.
Untuk menunjukkan status sosialnya Pola Penggunaan Mahasiwa
tersebut MF menggunakan peralatan terhadap Ruang Publik Kafe di Kota
simbol – simbol abstrak yang Surakarta Sebagai Konsep Manner (
ditunjukkan melalui media sosial saat ia Gaya ) Dalam Konstruksi Front
berada di kafe. Sepaham pula dengan Stage Dramaturgi Erving Goffman.
apa yang diungkapkan HZ. Ia
Diambil empat sampel
mengungkapkan bahwa jika nongkrong
mahasiswa sebagai informan terdapat
atau istilahnya berkunjung ke kafe
perbedaan dan persamaan penggunaan
biasa, ia merasa derajatnya dimata
ketika mereka berada di kafe. Pertama
orang lain akan berbeda jika ia
ada AP, ia menggunakan kafe dengan
nongkrong atau berkunjung ke kafe
tujuan untuk kepentingan pribadi yaitu
yang menengah atas. Ia menyimpulkan
pacaran, untuk mengahabiskan waktu
jika kita pergi ke kafe menengah atas
luang, urusan pekerjaan, dan kehidupan
akan merasa munafik jika tidak ingin
sosial seperti bertemu dengan teman –
dilihat wah oleh orang lain. Selanjutnya
teman. MF menggunakan kafe untuk
ada AP, secara tersirat juga menganut
kepentingan kehidupan sosial yaitu
idealisasi bahwa status sosial dapat
dengan quality time dan akademik. HZ
diraih ketika ia memobilisasinya
juga menggunakan kafe untuk
dengan berbagai, atribut, atau peralatan
kepentingannya yaitu untuk kehidupan
sebagai simbol status. Bagaimana
sosial quality time dengan teman –
ketika ia sedang mentraktir teman –
temannya dan untuk menaikkan image-
temannya dengan sengaja
nya di mata orang. Selanjutnya ada LF
menggunakan kartu debet agar merasa
menggunakan kafe untuk kepentingan
ada kepuasan dan kebanggan diri,
pribadi seperti pacaran, akademik,
semacam ada prestise. Simbol – simbol
kehidupan sosial dengan teman –
seperti itu yang akan menunjukkan
temannya, dan untuk urusan pekerjaan.
kesan bahwa AP memiliki status sosial
yang tinggi di hadapan teman – Seperti yang dikatakan
temannya. (Goffman, 1971:32) ‘front’ that part of
the individual’s perfomance which sebuah pertunjukkan di panggung
regulary function in a general and fixed depan, pada konteks ini adalah kafe.
fashion to define the situation for those
Dalam pola penggunaan kafe
who observe the performance. Depan
ini dapat kita kaitkan dengan gaya
adalah bagian dari pertunjukkan
(manner). Goffman berpendapat bahwa
individu yang secara reguler berfungsi
sikap individu yang ada di kafe sebagai
untuk menunjukkan penampilannya
panggung dapat memberikan kesan
untuk mendefinisikan situasi untuk
bagi orang lain disekitarnya.
siapa saja yang mengamati
Perbandingan yang dapat diambil dari
pertunjukkan tersebut. Jadi dapat
Goffman yang menganalogikan sebagai
dikatakan bahwa kafe adalah sebuah
berikut, (Goffman, 1971:35) tell thus a
panggung, khususnya adalah panggung
haughty, agressive manner may give
depan. Dimana individu dapat
the impression that the performer
melakukan sebuah pertunjukkan yang
expects to be the one who will initiate
dapat dilihat orang lain. Individu
the verbal interaction and direct its
melakukan tindakan – tindakan yang
course. A meek, apologetic manner may
menunjang pertunjukkannya. Seperti
give the impression that the performer
yang dilakukan oleh informan MF, ia
expects to follow the lead of others, or
melakukan aktivitas seperti mengambil
at least that he can be led to do so.
foto selfie, mengobrol dengan
temannya, dan mendownload jurnal. Dari konsep gaya dan sikap
HZ yang bermain kartu Uno, lalu dapat memberikan kesan maka perilaku
mengobrol dengan teman – temannya, penggunaan keempat informan juga
mengambil foto bersama. AP yang dapat menyiratkan kesan bagi orang
membahas perkerjaan di kafe dan LF lain. Pertama MF menggunakan untuk
pun demikian. Tindakan – tindakan kehidupan sosial yaitu quality time.
demikian tentunya akan menimbulkan Quality time yang dilakukan MF adalah
kesan bagi orang lain. Jadi segala apa bertemu, berkumpul, bercerita dengan
yang dilakukan individu adalah untuk teman – temannya, dan melakukan
pengambilan foto selfie. Perilaku yaitu MF dan LF mengerjakan tugas di
semacam ini saat berada di kafe kafe dengan membawa laptopnya. Hal
tentunya akan menimbulkan kesan bagi ini akan memunculkan kesan bahwa
orang lain. MF menunjukkan ia MF dan LF adalah orang yang intelek.
memiliki lingkaran kehidupan sosial di Berikutnya ada persamaan LF dan AP
dalam hidupnya. Kesannya, ia memiliki yang menggunakan kafe untuk
banyak teman yang setipe yang dapat berpacaran dan membahasa pekerjaan.
diajak bersenang – senang di kafe. Atau Dalam perilaku tersebut maka juga
mungkin akan ada kesan bagi orang akan menimbulkan kesan bagi orang
lain yang memiliki anggapan berbeda. lain. Kesan tersebut ternyata LF dan AP
bukan mahasiswa yang berkategori
Begitu pula dengan HZ
jomblo dan untuk urusan pekerjaan
menggunakan kafe untuk quality time.
akan menimbulkan kesan bagi orang
Quality time disini bagi HZ adalah
lain mungkin mereka adalah orang
bertemu dan berkumpul dengan teman
yang serius dan sibuk waktunya. Jadi
– temannya. Pertama foto bersama dan
perilaku dan sikap yang dilakukan
mengunggahnya di media sosial. Tidak
seseorang pada saat berada di kafe
ada yang memegang handphone saat
dapat dikategorikan ke dalam manner
bercerita atau main kartu uno. Hal itu
atau gaya yang dapat memberikan
dilakukan sampai larut malam. Sikap
kesan atau makna pada orang lain.
dan perilaku yang demikian juga
tergolong ke dalam manner yang Realitas Back Stage (Strategi Dalam
menimbulkan kesan bagi orang lain. Membangun Konsep Front Stage)
Orang lain yang melihat akan
Seringkali untuk menimbulkan
mengaanggap bahwa HZ juga akan
kesan pada bagian depan, individu
memberikan kesan bagi orang lain.
membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Pola penggunaan lain oleh MF Diperlukan usaha – usaha tertentu
adalah untuk hal akademik, hal itu sama untuk dapat mengkonstruksi bagian
dengan LF lakukan. Tujuan akademik depan. Sejalan dengan apa yang di tulis
Goffman dalam bukunya The temannya ia harus bekerja dengan
Presentation Of Self In Everyday Life menjadi freelancer di sebuah event
yaitu we also find that middle-class organizer. Lalu MF juga memiliki
housewives sometimes employ—in a strategi tersendiri agar ia bisa
secret and surreptitious way—cheap berkunjung ke kafe tiap bulannya
substitutes for coffee, ice cream, or dengan intensitas yang sering. Ia
butter; in this way they can save money, mengelola keuangan bulanan yang
or effort, or time, and still maintain an dikirim oleh orang tua untuk hidup
impression that the food they serve is of merantau sebagai mahasiswa. Detail
high quality (Unpublished research pengelolaannya adalah dengan
reports of Social Research, Inc dalam menyisihkan uang makannya dalam
Goffman, 1971 : 50 – 51). Dalam sehari, untuk makan pagi dan siang ia
temuan penelitian dalam buku Goffman memilih menu biasa lalu uang sisanya
tersebut, menyebutkan bahwa seorang dapat ia gunakan untuk pergi ke kafe.
ibu rumah tangga kelas menengah Begitu pula dengan HZ, agar ia dapat
ternyata ketika menyuguhkan makanan pergi berkunjung ke kafe dengan teman
dengan kualitas yang tinggi, ia – temannya pada awal – awal bulan
mempunyai usaha dan strategi tertentu ketika uang kiriman orangtuanya turun.
yaitu menghemat uang dengan Setelah akhir – akhir bulan ia hanya
mengganti barang – barang kebutuhan pergi ke lesehan HIK atau warung –
pokok dengan harga yang murah. warung burjo. Informan terakhir yaitu
LF untuk dapat pergi ke kafe dengan
Keempat informan memiliki
intensitas sering ia memiliki strategi
usaha dan strategi untuk
yang berbeda. Ia bekerja sebagai
mengkonstruksi front stage nya dan
freelancer, sekitar 25% pendapatanya
menyampaikan kesan pada orang lain
ia pergunakan untuk ke kafe.
saat berada di kafe. Pertama AP, AP
Mengingat ia sering ke kafe maka
agar bisa pergi berkunjung ke kafe dan
jumlah seperti itu tidak cukup, strategi
membiayai tagihan bill teman –
lain adalah sebelum ke kafe ia makan
dari rumah, setibanya disana ia pesan Ada beberapa pola penggunaan
sepantasnya saja. Dari usaha dan kafe bagi mahasiswa yakni kepentingan
strategi tersebut, terlihat bagaimana Pribadi, kepentingan Sosial,
keempat informan membangun dan kepentingan Akademik, kepentingan
menjaga sebuah kesan yang ingin Pekerjaan
ditunjukkan pada orang lain. Orang lain
3. Konstruksi Front Stage dan
pasti akan menangkap kesan bahwa
Realitas Back Stage Mahasiswa
mereka adalah mahasiswa dengan
Dalam Pola Penggunaan Kafe
status sosial tertentu yang dapat sering
di Kota Surakarta Terkait
berkunjung ke kafe. Realitas backstage
Konsep Dramturgi Erving
nya tidak selalu demikian, ada usaha
Goffman.
dan strategi tertentu untuk
mendapatnya. Informan AP, MF, HZ, dan LF
VI. SIMPULAN DAN SARAN menggunakan atribut – atribut,
1. Pemetaan Ruang Publik Kafe di peralatan tanda tertentu untuk
Kota Surakarta membentuk citra dirinya di hadapan
umum. Ini yang dinamakan dengan
Dalam penelitian ini, pemetaan
bagian depan atau front stage. Namun
ruang publik kafe di kota Surakarta di
untuk membentuk konstruksi front
bagi menjadi tiga bagian dan di ambil
stage tersebut memerlukan usaha dan
beberapa sampel. Pertama, Solo Bagian
strategi yang pada kenyataannya
Timur, Tengah dan Barat. Bagian
menjadi realitas di dalam dirinya.
Timur terdapat kafe yang terjangkau
DAFTAR PUSTAKA
dan ada yang mahal. Bagian Tenagh
adalah kafe – kafe menengah atas. Andi Faisal. 2008. Tesis. Ruang Publik
Sedangkan di Barat lebih bervariasi Phoenam Sebagai Bagian Budaya
Politik Kontemporer Makassar : Suatu
bawah, menengah, dan atas. Pertarungan Ideologis Menuju
Hegemoni. Progam Studi Ilmu
2. Pola Penggunaan Kafe Oleh
Susastra. Fakultas Ilmu Pengetahuan
Mahasiswa di Kota Surakarta Budaya. Universitas Indonesia.
Antonius Galih Prasetyo. Menuju Mudji Sutrisno. Krisis Ruang Publik
Demokrasi Rasional: Melacak Kultural dalam Hardiman, Budi F (edt).
Pemikiran Jürgen Habermas tentang 2010. Ruang Publik : Melacak
Ruang Publik. Jurnal Ilmu Sosial dan “Partisipasi Demokratis” dari Polis
Politik Volume 16, Nomor 2, sampai Cyberspace. Yogyakarta :
November 2012, ISSN 1410-4946. Kanisius.

Creswell, John W. 2015. Penelitian Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi :


Kualitatif & Desain Riset Memilih di Dari Modern Klasik Sampai
antara Lima Pendekatan. Yogyakarta : Perkembangan Terakhir Postmodern.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Giddens, Anthony. 2009. Social Theory Silalahi, Ulber. 2009. Metode


Today. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika
Aditama.
Goffman, Erving. 1971 . The
Presentation Of Self In Everyday Life. Sugiyono. 2013. Metode Penelitian
London : Cox & Wyman Ltd, London. Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Reading and Fakenham Set in Intertype Bandung : Alfabeta
Times, Pelican Books.
Timothy Shortell. “The Decline Of The
F. Budi Hardiman. Komersialisasi Public Sphere : A Semiotic Analysis Of
Ruang Publik menurut Hannah Arendt The Rhetoric Of Race In New York
dan Jürgen Habermas dalam City” In Race and Ethnicity in New
Hardiman, Budi F (edt). 2010. Ruang York City. Emerald Insight. Published
Publik : Melacak “Partisipasi online: 09 Mar 2015; 159-177
Demokratis” dari Polis sampai
Cyberspace. Yogyakarta : Kanisius.

F. Budi Hardiman. 2009. Demokrasi


Deliberatif : Menimbang ‘Negara
Hukum’ dan ‘Ruang Publik’ dalam
Teori Diskursus Jurgen Habermas.
Yogyakarta : Kanisius.

Moleong, J. Lexy. 2013. Metodologi


Penelitian Kualitatif. Bandung : PT
Remaja Rosdakarya.

You might also like