You are on page 1of 17

TATA NEGARA DAN PERADABAN ISLAM:

ANTARA CITA-CITA DAN ILUSI


Alfathri Adlin
Mahasiswa Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara (STFD) Jakarta
Jl. Cempaka Putih Indah No. 100-A, Jembatan Serong, Rawasari,
Cempaka Putih Barat, DKI Jakarta 10560, Indonesia.
Anggota Forum Studi Kebudayaan FSRD
E-mail: alfathri.adlin@gmail.com
__________________________

Abstract
The majority of Moslem communities aspire to revive Islam as a prominent civilization to catch up with Western
civilization. However, as we seen that there is a politic of Islamic-fundamentalists group who represent Islam as a
religion with its rigorous face both towards non-Moslems as well as Moslems whose religious thought and
scientific/philosophical discourse was regarded as conflicting with their Islamic understanding. Meanwhile, the
political Islam and fundamentalist orthodoxies and various autocracy and quasi-democracy that rules in Islamic
World, were and still concerned more with outward models of religious piety and obedience aimed at confirming
that Islamic govermentality does exist in their society. Unfortunately, the imposing of outward norms and rules
cannot become a stage for retrieving the inward ethics or Islamic spiritual dimension, from which the drive for a
new civilization could emerge as ever did in and was realized by Islam Nusantara in its early formation by the Saints
and Sufis. Thus, the Moslems have to gather the inward resources of their religion to produce its outward presence
of civilizational power, otherwise they—the reformist or the fundamentalist—will be forced to surrender to the
dominant of Western civilizational order which has given up to a secularization process. In this case, they are faced
the dilemma between the need to preserve the moral equilibrium among themselves as demanded by Islam and the
success requirements as demanded by modern world. This dilemma has resulted in the Moslem face what its called a
cultural schizophrenia.
Keywords:
Islam and Islamism; govermentality; democracy; Sufistic Islam; secularization; schizophrenia.
________________________

Abstrak
Semua kalangan Muslim menginginkan Islam bangkit kembali sebagai sebuah peradaban, setelah sekian lama
tertinggal dari peradaban Barat. Namun, seiring jalan politik yang diambil kelompok Islamis fundamentalis, tak-
jarang Islam tampil dengan wajah keras baik terhadap kalangan non-Muslim maupun Muslim sendiri yang wacana
pemikiran dan keilmuannya tidak sejalan dengan Islam sebagaimana mereka pahami. Di sisi lain, baik Islam politik
maupun ortodoksi fundamentalis, serta berbagai otokrasi dan demokrasi semu yang memerintah di Dunia Islam,
sama-sama mengistimewakan bentuk-bentuk kesalehan dan ketaatan lahiriahsebagai konfirmasi adanya
govermentality islami dalam masyarakat mereka. Sayangnya, penerapan norma-norma dan aturan-aturan lahiriah
tidak bisa menjadi panggung penemuan kembali etika batin atau dimensi spiritual agama, yang darinya dorongan
peradaban baru justru dapat muncul sebagaimana pernah diwujudkan Islam Nusantara di awal-awal kehadirannya
melalui para Wali dan Sufi. Jika umat Muslim tidak mampu menghimpun sumberdaya batiniah agama mereka untuk
menciptakan kehadiran lahiriahnya yang berkekuatan peradaban, maka mereka—parareformis ataupun
fundamentalis—akanterpaksa berpartisipasi dan melebur dalam tatanan peradaban Barat dominan yang telah
menyerah kepada proses sekularisasi. Di sini mereka akan dihadapkan pada dilema antara kebutuhan untuk menjaga
keseimbangan moral dalam diri sebagaimana yang dituntut Islam dan tuntutan kesuksesansebagaimana yang ditutunt
dunia modern. Inilah yang menyebabkan suatu schizophrenia kultural di antara umat Islam dari semua kalangan.
Kata Kunci:
Islam dan islamisme; govermentality; demokrasi; Islam sufistik; sekularisasi; schizophrenia.
__________________________
DOI: http://dx.doi.org/10.15575/jw.v1i2.782
Received: Juni 2016 ; Accepted: Juli 2016 ; Published: Juli 2016

A. PENDAHULUAN sampai-sampai hinggahari ini banyak


Sebagaimana sama-sama kita maklumi, orang, termasuk kaum Muslim, sama sekali
Islam telah menetapkan sebuah tatanan luput akan dimensi-dimensi spiritual Islam.
sosial sejak dari permulaan, [ini] berbeda, Tatanan sosial menuntut adanyaaturan-
misalnya, dengan Kristen.Begitu mendasar aturan dan regulasi, rasa takut terhadap
ajaran-ajaran sosial Islam bagi agama raja, hormat terhadap polisi, dan pengakuan
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

akan otoritas. Iaharus dibangun berdasarkan Islamisme dan Islam adalah entitas yang
keagungan dan kekerasan Allah. Iaterutama berbeda, tidak boleh dibuat menjadi rancu
memberi perhatian pada wilayah eksternal, satu sama lain, pembedaan tersebut penting
wilayah raga dan berbagai hasrat hawa bagi kepercayaan bahwa umat Muslim bisa
nafsu, wilayah dimana Allah jauh dari hidup damai dengan non-Muslim. Keima-
dunia. 1 nan Islam bukanlah penghambat bagi
perdamaian atau ancaman bagi non-Muslim
Paparan Sachiko Murata ini secara tepat lainnya. Di sisi lain, Islamisme mencipta-
menjelaskan bagaimana wajah Islam kini kan keretakan peradaban antara Muslim
seringkali tampil dalam representasinya yang dan non-MuslimBukan hanya label ‗Yahu-
timpang dan terpotong, yakni Islam yang di dan tentara perang salib‘ yang dianggap
kehilangan dimensi spiritualnya.Ini adalah sebagai musuh, tapi juga menyasar non-
Islam yanghanya menampilkan wajah Jala>l Muslim lainnya: Hindu di Kashmir dan
Tuhan yang maskulin dan keras, serta melu- Malaysia, Budhis dan Konfusian di Cina
pakan wajah Jama>l-Nya yang feminim dan serta Asia Tenggara, orang-orang penganut
penuh kelembutan.―Umat kaum Muslim,‖ kata agama animisme Afrika di Sudan. Islamis-
Romo Franz Magnis Suseno,―menyadari diri me mengklasifikasikan seluruh kalangan
diutus menciptakan komunitas politis yang non-Muslim sebagai kuffa>r (orang-orang
adil dan ditata menurut hukum Allah. Komu- kafir) dan dengan demikian berarti
nitas itu dicita-citakan seluruhnya dibentuk merupakan ‗musuh Islam‘. Kalangan Mus-
berdasarkan hukum Allah yang sekaligus lim liberal pun tidak luput dari sasaran.
merupakan bimbingan-Nya, dalam semua Selain berkontribusi terhadap polarisasi
dimensi kehidupan bersama, baik ke dalam antara Muslim dan non-Muslim lainnya,
maupun ke luar.‖2 Ini menegaskan pernyataan Islamisme juga memunculkan perseteruan
Murata di atas. internal yang kejam di dalam komunitas
Lebih jauh, dengan berbagai tafsir khas Islam. 3
masing-masing kalangan Muslim, penekanan Kemunculan obsesi politik Islamisme ini
pada signifikansi tatanan sosial-politik ini sendiri tampaknya juga tidak lepas dari ro-
tampaknya justru semakin kian besar, mantisme akan kejayaan Islam di masa lalu
sehingga muncul kesan di sebagian kalangan serta luka sejarah atas bubarnya kekhalifahan
Islamis bahwa ‗obsesi politik pan-Islamisme terakhir, Dinasti Turki Utsmani, super
merupakan tujuan dan jantung dari powerNegara Muslim yang akhirnya digelari
spiritualitas Islam serta solusi bagi segala ma- the sick man of Europe di penghujung
salah umat‘. keruntuhannya. Ahmad Syafi‗i Ma‗arif mema-
Menurut Bassam Tibi, gerakan politik parkan setidaknya ada tiga teori yang
keagamaan Islamisme ini kerap menggunakan mencoba menjelaskan kemunculan gerakan
simbol agama untuk tujuan politik. Ia itu.4 Pertama, kegagalan dan ketidakber-
bukanlah representasi dari Islam itu sendiri, dayaan umat Islam menghadapi arus moder-
melainkan tafsir politis tertentu atas Islam atau nitas, sehingga golongan fundamentalis men-
penerapan ideologis atas agama dalam ranah cari dalil-dalil agama untuk ‗menghibur diri‘
politik. Dalam pandangan Tibi, terdapat dalam sebuah dunia yang dibayangkan belum
potensi kekerasan dalam tafsir ideologis tercemar. Kedua, rasa kesetiakawanan terha-
semacam itu, terutama dalam kaitan dengan
3
kelompok non-Muslim. Bassam Tibi, Islamism and Islam (New Haven &
London: Yale University Press, 2012), vii-vii.
4
Ahmad Syafi‗i Ma‗arif, ―Masa Depan Islam Di
1
Sachiko Murata, The Tao of Islam: A Sourcebook Indonesia,‖ Kata pengantar dalam Ilusi Negara Islam:
on Gender Relationships in Islamic Thought (Albany: Ekspansi Gerakan Islam Transnasional Di Indonesia,
State University of New York Press, 1992), 79. ed. Abdurrahman Wahid (Jakarta: Gerakan Bhinneka
2
Franz Magnis-Suseno, ―Hand Out Matakuliah Tunggal Ika, the Wahid Institute, dan Ma‗arif Institute,
Filsafat Praktis,‖Pasca Sarjana STF Driyarkara t.t. 2009), 8.

142 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

dap nasib yang menimpa umat Islam di Namun, persoalannya adalah bahwa
Palestina, Kashmir, Afghanistan, dan Irak. menjadikan Islam sebagai pelayan obsesi
Ketiga, kegagalan negara mewujudkan cita- politik, menjadikannyasebagai ideologi politik
cita kemerdekaan berupa tegaknya keadilan bukanlah solusi, malah yang terjadi adalah
sosial dan terciptanya kesejahteraan yang Islam disempitkan dalam bingkai ideologis
merata bagi seluruh rakyat. dan platform politik yang keras. Dari sini,
Islamisme lahir dari sebuah upaya tulisan ini hendak menyoal adakah titik temu
perumusan kembali tradisi Islam oleh sebagian antara Islam sebagai agama dengan
aktivis Muslim—termasuk tokoh Hasan al- politik?Apakah politik itu? Bagaimana politik
Banna, Sayyid Qutb, Abu al A'ala al- dijalankan dalam Islam? Mengapa politik
Maududi—menyusul pelbagai krisis yang Islam seolah gagal membangkitkan kembali
melanda umat Islam. Dengan berbagai latar peradaban Islam?Adakah kemungkinan umat
belakang krisis tersebut, terdapat faktor-faktor Islam saat ini membangkitkan kembali
yang sebelumnya bersifat marginal dalam peradaban Islam di dunia modern?
Islam, seperti arus anti-Yahudi, kemudian
menjadi tampak mewarnai bentuk rumusan B. HASIL DAN PEMBAHASAN
Islam tersebut. Perumusan Islam dilakukan 1. Politik dan Govermentality
dengan secara selektif memilih ayat-ayat dari Istilah politik berasal dari kata polis
Alquran dan berbagai komentar, hadis, lalu (negara kota di Yunani), kemudian melalui
memahaminya sedemikian rupa sehingga bahasa Indo-Eropa menjadi istilah politik
hasilnya adalah sebuah visi anti-demokrasi seperti banyak dipakai sekarang. Ada juga
dan totaliter yang bertujuan membentuk istilah politikos yang artinya segala urusan
kembali tatanan negara dan kemudian seluruh mengenai polis, sedang istilah politike adalah
sistem politik dunia. Pada intinya, Islamisme seni dan pengetahuan untuk mengembangkan
adalah sebentuk kebencian terhadap Yahudi polis.
yang dipandangnya mengambil-alih pengatu- Definisi paling umum dari politik adalah
ran atas dunia yang semestinya diatur oleh ‗tatanan hidup bersama‘ yang bukan berda-
Islam. Sebuah cabang Islamisme bahkan sarkan ras, etnis, agama atau pun perbedaan
membenarkan dilakukannya kekerasan, dan gender, melainkan konstitusi, yang menan-
tidak berkeberatan terhadap penggunaan teror. dakan perpindahan dari kondisi ‗hidup tidak
Sekalipun dihasilkan dari pembacaan selektif bersama‘. Menurut filsafat politik Yunani,
atas tradisi Islam yang sesungguhnya jauh orang-orang yang tidak hidup bersama adalah
lebih besar, Islamisme mampu tampil cukup orang-orang yang tidak punya tata negara,
kuat untuk menjadi sebuah ideologi yang tidak hidup berdasarkan hukum, konstitusi,
totalitarian bagi para penganutnya. 5 atau civility. Kata civility ini berasal dari kata
civis yang artinya warga negara.Karena itu,
5
Tibi, Islamism and Islam. Akar gerakan hidup bersama adalah hidup yang punya tata
fundamentalisme Islam dapat ditelusuri ke Wahabisme, negara, dan orang yang hidup di dalamnya
yang dipandang sebagai prototipe gerakan disebut sebagai warga negara. Dalam filsafat
fundamentalisme Islam modern atau kontemporer, politik Yunani, orang-orang yang hidup di
termasuk barangkali gerakan Islamisme yang disebut
Tibi. Jika fundamentalisem Islam pra-modern muncul
sebagai respons terhadap suasana buram budaya dan kritik sosial. Sebagai gerakan sosial pada
keagamaan umat Isam pada abad ke-18 yang umumnya, kritik sosial ditujukan kepada berbagai
menyimpang dari ajaran Islam murni dan tenggelam macam penyakit sosial yang menimbulkan krisis dalam
dalam praktik bid‘ah, khurafat, takhayul, dan kehidupan masyarakat. Krisis inilah yang ingin
semacamnya, maka kemunculan fundamentalisme Islam diselamatkan oleh gerakan fundamentalisme agama
kontemporer merupakan respons atas kondisi dengan kembali ke kehiduapn ideal masa lalu serta
keterbelakangan umat Islam yang disebabkan penetrasi memberikan harapan eskatologis di masa depan.
cara-pandang Barat dalam semua aspek kehidupan umat (Syamsul Arifin, Studi Agama: Perspektif Sosiologis
Islam. Sebagai sebuah gerakan ideologis, fundamen- Dan Isu-Isu Kontemporer (Malang: UMM Press, 2009),
talisme Islam mengandung unsur sejarah penyelamatan 199,201.)

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157 143
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

dalam polis dibedakan dari mereka yang mungkin ada suatu peradaban yang tidak
diidentifikasi dengan istilah barbar. memiliki tata aturan. Tidak mungkin sama
Pembicaraan mengenai negara dan politik, sekali. Karenanya, seni untuk mengaturnya itu
lazimnya diawali dengan pembicaraan ihwal disebut dengan istilah governmentality. Dan
state of nature, yaknisuatu keadaan alami.Kita governmentality ini pernah dilakukan oleh
membutuhkan negara karena dalam keadaan agama, pernah dilakukan oleh etnik, pernah
alami, tak ada hukum, siapa pun boleh meram- juga dilakukan oleh raja-raja, pernah
pas, memperkosa, membunuh orang lain. State dilakukan oleh kekaisaran, dan kemudian
of nature itulah yang selalu menjadi landasan dilakukan oleh tata negara modern. Lalu
kenapa negara diperlukan. State of nature selanjutnya mungkin saja akan terbentuk
menjadi titik-tolak untuk menjelaskan masya- governmentality yang lain. Karena itu, tata
rakat sipil (civil society) karena dengan negara yang kita kenal saat ini adalah salah
menggunakan logika negatif itulah kita bisa satu bentuk governmentality. ‗Apakah tata
memahami apa itu tata negara sebagai tata negara yang sekarang kita kenal ini abadi atau
hidup bersama beserta signifikansi dan tidak‘, maka dalam perspektif filsafat politik
kebaikannya bagi kehidupan bermasyarakat.6 dinyatakan bahwa ‗tata negara modern
Bisa dikatakan bahwa state of nature dan hanyalah bagian dari perjalanan sejarah akan
negara/politik ini adalah semacam oposisi kebutuhan adanya governmentality, dan
biner yang memungkinkan satu sama lainnya governmentality itu sendiri adalah kebutuhan
lebih terjelaskan dan terpahami. State of untuk mengatur perpindahan kehidupan hutan
nature tidak harus berupa suatu kondisi nyata ke peradaban‘.Karena itu, governmentality
empiris, tetapi cukup sebagai kondisi bukanlah bagian dari tata negara modern,
kemungkinan (hypothetical condition), suatu tetapi tata negara modern adalah bagian dari
kondisi yang mungkin saja terjadi apabila governmentality.
tidak ada tata negara.
Michel Foucault pernah mengemukakan 2. Umat Islam Indonesia dan Tata Negara
istilah governmentality,7 yang dipahami Demokrasi: Tinggal Harapan
sebagai suatu cara untuk mengelola hidup Demokrasi dan Ketidak-jujuran Berpolitik
bersama. Dalam kondisi state of nature, Belakangan ini di Indonesia acapkali
seseorang diandaikan statusnya bukan sebagai muncul demonstrasi menuntut dihapuskannya
warga negara karena negara belum ada, lalu tata negara demokrasi dan menuntut
dia keluar dari kondisi asali itu dan masuk ke diberlakukannya tata negara Islam. 8 Gerakan-
dalam tata negara dan diandaikan sebagai civil gerakan semacam itu mengandung kontradiksi
society atau society of the civis atau dalam pergerakannya sendiri, yaitu, sambil
masyarakat warga negara. Masyarakat warga menolak dan mencaci-maki demokrasi,
negara itu punya hukum, punya konstitusi, dan mereka menikmatinya sebab dalam demo-
mereka yang menjadi bagian dari hidup krasilah keberadaan dan kebebasan mereka
bersama ini disebut sebagai citizen alias untuk bersuara menolak demokrasi justru
warga negara. Governmentality adalah seni menjadi terjamin. Menurut Syafi‗i Ma‗arif,
untuk mengatur karena manusia hendak
berpindah dari hutan ke peradaban. Tidak 8
Konsolidasi dan Rapat Pawai Akbar yang pernah
digalakan Hizbut Tahrir Indonesia pada 30 Mei 2015
6
Penjelasan tentang kata polis dan definisi politik di mengisyaratkan hal ini. Kelompok ini menyuarakan
atas bisa dilihat dalam B. Herry-Priyono, Filsafat bahwa keterpurukan Indonesia dan negara-negara Islam
Politik: Bahan Kuliah Program Matrikulasi, Program lainnya saat ini hanya bisa diselesaikan bila umat Islam
Pascasarjana Filsafat (Jakarta: Sekolah Tinggi Filsafat bersatu menegakkan sebuah Khilafah di dunia islam.
Driyarkara, 2010). (Madinaonline, ―Hizbut Tahrir: Anti Demokrasi Tapi
7
Dalam Burchel et al., eds., The Foucault Effect: Hidup Berkat Demokrasi,‖ accessed February 22, 2016,
Studies in Governementality Eith Two Lectures by and http://www.madinaonline.id/wacana/hizbut-tahrir-anti-
an Interview with Michel Foucault (Chicago: The demokrasi-tapi-hidup-berkat-demokrasi/. Diakses 2
University of Chicago Press, 1991). Februari 2016).

144 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

―Fakta ini dengan sendirinya membeberkan Pramono Anung, Wakil Ketua DPR RI dari
satu hal: bagi mereka bentrokan antara teori Fraksi PDI Perjuangan dalam disertasi
dan praktik tidak menjadi persoalan. Dalam doktoralnya di Unpad Bandung, mengung-
ungkapan lain, yang terbaca di sini adalah kapkan bahwa untuk menjadi anggota
ketidakjujuran dalam berpolitik. Secara teori legislatif periode 2009-2014, seorang caleg
demokrasi diharamkan, dalam praktik diguna- bisa menghabiskan biaya antara Rp. 300 juta
kan, demi tercapainya tujuan.‖9 Namun per- hingga Rp. 6 milyar. Murah-mahalnya biaya
soalannya, ada apa dengan demokrasi? politik ini sangat tergantung kepada ketenaran
sang caleg; semakin tenar dia, maka semakin
Demokrasi dan Calon-calon Pemimpin murah biaya yang harus dikeluarkan. Karena-
Palsu nya, ini bisa menjelaskan fenomena kenapa
Sebagaimana kita tahu, Platon pun banyak selebritis, juga pengusaha berduit,
mengkritik demokrasi, terutama demokrasi yang terjun ke politik—dan bukannya mereka
agregatif, karena terbukti telah membuat guru- yang sejak lama berkecimpung di dunia
nya terbunuh, yakni Sokrates, manusia paling politik dan aktivisme—karena berita dan
bijak seantero Yunani.Demokrasi adalah infotainment akan gencar memberitakan mere-
pemerintahan yang dijalankan oleh demos, ka dan menjadi sarana kampanye gratis. 10
yang bisa berarti rakyat (people) atau massa
beringas, vulgar dan tidak becus (mob). Dan Demokrasi dan Budaya Non-literasi
bentuk yang paling lazim dari demokrasi Selain itu, demokrasi juga membutuhkan
adalah berupa akumulasi suara mayoritas hasil penyebaran dan penumbuhan kesadaran serta
‗pemilihan‘ (voting) sebagai tolok ukur dari wacana politik di ruang publik agar tumbuh
apa yang dikehendaki rakyat, sehingga dengan empati dan partisipasi untuk memahami dan
demikian, suara mayoritas itu akan menjadi menempatkan diri dalam situasi orang lain,
pijakan untuk mencari apa yang baik bagi tata yang menjadi ajakan bagi kesediaan berperan
negara, bagi kebaikan bersama (common aktif dalam penyelesaian masalah-masalah
good) dan ini merupakan sebentuk peme- bersama, dan itu bisa ditumbuhkan oleh
rintahan yang dijalankan oleh rakyat. Karena kekuatan budaya literasi.
itulah, dalam hal ini demokrasi merupakan Terkait hal ini, Daoed Joesoef, mantan
sebentuk ‗tindakan politik‘ (political acts) Mendikbud Orde Baru menyatakan bahwa:
karena terkait langsung dengan ‗tatanan hidup Manusia perseorangan mungkin bisa
bersama‘ atau ‗politik‘. bertahan hidup tanpa menjadi seorang
Namun, permasalahan yang lazim muncul pembaca, tanpa membiasakan diri untuk
dalam demokrasi semacam ini adalah apakah membaca, tanpa berbudaya baca. Namun
orang-orang menjatuhkan pilihan (voting) sebuah demokrasi hanya akan berkembang,
karena selera pribadi (preference) atau karena apalagi survive, di suatu masyarakat yang
kehendak bagi kebaikan umum? Terlebih lagi para warganya adalah pembaca, adalah
apabila tindakan politik dalam demokrasi itu individu-individu yang merasa perlu untuk
dilakukan dengan kriteria pilihan pasar atau membaca, bukan sekadar pendengar dan
kriteria sektarian. Tindakan seseorang masuk gemar berbicara.11
ke bilik suara adalah tindakan sakral dalam Di samping itu, maraknya media sosial,
demokrasi karena pilihan yang dijatuhkan oleh yang selain memang punya pengaruh politis,
seseorang dalam bilik suara itu akan menjadi harus disadari juga dampak pendangkalannya
keputusan ihwal kebaikan bersama, namun
dua kriteria terakhir tersebut jelas akan 10
Pramono Anum, Komunikasi Politik Dan
cenderung merusak demokrasi. Contohnya Interpretasi Anggota DPR Kepada Konstituen Mereka,
bisa kita lihat di Indonesia. t.t.
11
Yasraf Amir Piliang, Transpolitika: Politik Citra
Dan Virtualitas (Bandung: Pustaka Matahari, 2015),
9
Ma‗arif, ―Masa Depan Islam Di Indonesia,‖ 9-10. 42-43.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157 145
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

atas cara pandang para pembaca karena Jika demokrasi mensyaratkan budaya
informasi yang disediakannya bersifat sepeng- literasi, maka justru inilah syarat yang masih
gal-sepenggal, belum lagi status-status di belum terpenuhi oleh masyarakat Indonesia,
dalamnya yang dipenuhi keluh kesah pesimis yang mayoritas adalah umat Muslim. Jadi,
plus komentar-komentar tak-bermakna yang persoalannya bukanlah bahwa demokrasi itu
menyertainya. Ini barangkali adalah feno- bertentangan dengan agama—karena ormas
mena-fenomena dari orang-orang yang disebut seperti NU dan Muhammadiyyah justru men-
filosof Soren Kierkegaard sebagai ―orang- jadi penggerak demokrasi. Di Indonesia,
orang [yang] menuntut kebebasan bicara demokrasi bukanlah musuh bagi agama,
sebagai kompensasi bagi kebebasan berpikir- namun tidak-adanya budaya literasilah yang
nya yang jarang mereka manfaatkan‖.12 justru menjadi permasalahannya. Kehidupan
Kemudian Yudi Latif pun menandaskannya masyarakat Indonesia memiliki rentangan
sebagai berikut: yang sangat luas, mulai dari yang masih
Dunia kelisanan adalah dunia pemusatan mengelola hidup dengan cara-cara sangat
yang mengarah pada elitisme.Dalam tradisi tradisional hingga masyarakat perkotaan yang
kelisanan hanya ada sedikit orang yang telah bersentuhan dengan teknologi cyber-
memiliki akses terhadap sumber informasi. space. Sebagian masyarakat di Indonesia bisa
Kelangkaan ini menganugerahkan privilese mengenyam pendidikan, terutama pendidikan
khusus kepada sedikit elite yang membuat- tinggi.Namun, sekali pun terdidik dan
nya dominan secara politik. Adapun dunia memiliki akses terhadap buku, internet dan
keberaksaraan adalah dunia penyebaran. media elektronik lainnya, bukan berarti
Perluasan kemampuan literasi dan jumlah kebiasaan membaca tumbuh subur di kalangan
bacaan mendorong desentralisasi pengua- ini. Bisa terlihat bahwa pendidikan di Indo-
saan pengetahuan. Desentralisasi ini secara nesia — bahkan pendidikan tinggi sekali pun
perlahan memerosotkan nilai sakral — tidak menumbuhkan budaya literasi,
elitisme seraya memperkuat egalitarianis- sehingga, ironisnya, residual kelisanan tetap
me. Elitisme mengandung mentalitas nar- subur di kalangan ini. Pendidikan diarahkan
sistik yang berpusat pada diri sendiri, tanpa untuk menjadi pabrik suku cadang bagi
empati dan kesungguhan mengajak partisi- struktur raksasa kapitalisme global, sehingga
pasi. Egalitarianisme mengandung kepe- sejarah pendidikan di Indonesia adalah sejarah
kaan akan kesederajatan hak, oleh karena- pelestarian mentalitas kuli secara sistematis.
nya berusaha mencegah timbulnya domi-
nasi dengan menggalakan partisipasi. Tak 3. Islam Politik14
heran, dalam negeri dengan tradisi literasi Mempolitisasi Islam dan mengubahnya
yang kuatlah demokrasi bisa tumbuh de- menjadi suatu ideologi untuk mencapai
ngan kuat. Athena (Yunani) sering dirujuk kekuasaan merupakan perubahan penting yang
sebagai ‗ibu demokrasi‘ karena berakar tak syak lagi telah mempengaruhi jalannya
pada tradisi literasi yang kuat, berkat kehidupan dan peradaban Muslim pada masa
penemuan alfabet.Peradaban Yunani dan modern. Namun, ketika kalangan Islamis
Romawi adalah yang pertama di muka menyatakan bahwa ―Islam adalah jalan hidup
bumi yang berdiri di atas aktivitas baca- yang menyeluruh‖ berarti bahwa bentuk-
tulis masyarakat.13 bentuk lahiriah Islam harus meliputi dunia
modern, tanpa mempertanyakan secara serius
12
kerangka konseptual yang mendasari dunia
Piliang, Transpolitika: Politik Citra Dan
modern ini, maka secara implisit, dalam ranah
Virtualitas, 43.
13
Yudi Latif, ―Saatnya Muliakan Keberaksaraan,‖
14
Kompas 26 Juli, 2008, Disarikan dari Ali A. Allawi, Krisis Peradaban
http://blogs.itb.ac.id/alfathriadlin/2012/07/16/saatnya- Islam Antara Kebangkitan Dan Keruntuhan Total, terj.
muliakan-keberaksaraan/ diakses tanggal 10 Januari Pillar Muhammad Mochtar (Bandung: Mizan, 2015),
2015. 403-436.

146 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

konsep yang lebih tinggi, mereka telah dianggap sebagai norma lahiriah Islam—
mengakui otoritas kerangka berpikir modern. aspek-aspek yang berkaitan dengan mani-
Penerapan Syariat, misalnya, menjadi meka- festasi lahiriah Islamisme antara lain terwujud
nisme yang membuat bentuk lahiriah Islam dalam pemaksaan atau pembujukan perem-
terpelihara dan diizinkan secara resmi. Pada puan supaya menggunakan jilbab di tempat
kenyataannya, para Islamis dengan bangga umum, memoles identitas Islam seorang pe-
menyatakan keyakinan mereka pada suatu nguasa dengan membangun masjid-masjid
Islam yang ―ilmiah‖ dan progresif, sehingga besar dan menggelar perayaan-perayaan
secara implisit mengadopsi pandangan-dunia Islam, penyebaran saluran TV Qurani dan pro-
sains modern dan manfaat perubahan tekno- gram TV agama — tidak bisa menjadi jalan
logi yang tak-terbatas. Mereka sering meman- pembangunan kembali peradaban,karena hal-
faatkan status ―rasionalis‖ mereka untuk hal ini tak mungkin dijadikan panggung
mengklaim dapat mengelola negara dan ma- penemuan kembali etika batiniah yang darinya
syarakat secara lebih efektif dibandingkan dapat muncul suatu dorongan perabadan baru.
kelompok lain. Jika umat Muslim tidak dapat menghimpun
Klaim bahwa mereka memiliki pandangan sumberdaya batiniah dari agama mereka untuk
berbeda tentang dunia lahiriah tidak punya menciptakan kehadiran lahiriah yang berke-
bobot apapun bila mereka telah menerima kuatan peradaban, maka Islam sebagai suatu
asumsi-asumsi dasar dunia modern. Mudah peradaban mungkin akan hilang.
saja melarang konsumsi alkohol atau mengu- Tanpa sumberdaya batiniah ini, umat Islam
bah undang-undang pidana atas nama Syariat; tidak akan mampu menginternalisasi, mem-
tetapi hal ini sama sekali tidaklah menciptakan bentuk ulang, dan kemudian mentransenden-
suatu alternatif untuk mengatur kehidupan sikan produk-produk peradaban asing
manusia, atau mengubah secara radikal (modernitas) dalam kerangka khas Islam.
pendirian masyarakat tentang nilai-nilai. Umat Islam tidak lagi dapat sekedar mengam-
Ketika seluruh Dunia Islam terlihat telah bil dan memilih-milih apa yang dapat diterima
menyerah pada cara-cara dunia modern, jalan dan ditolak dari modernitas melalui filter
satu-satunya yang mungkin untuk membawa Syariat guna menciptakan kompromi menye-
perubahan adalah jalan politik.Kapan pun, dan nangkan antara Islam dan modernitas. Pende-
untuk alasan apapun, hal ini dihalangi, maka katan yang dilakukan para reformis Islam ini
pemanfaatan kekerasan hampir tak dapat di- selama lebih dari satu abad terbukti tidak
hindari. Namun, bagaimanapun juga, peman- menghasilkan sama sekali kemajuan materi,
faatan terorisme atas nama peradaban besar tidak juga menguatkan fondasi peradaban
mengkonfirmasi hilangnya peradaban tersebut Islam, selain suatu spiritualitas samar, yang
dari kesadaran para teroris dan pendukung- mengambang di atas masyarakat yang di per-
pendukungnya. Keberhasilan politik Islam mukaan tampak seolah punya kekhasan
mungkin secara paradoks, akan terbukti budaya tetapi secara efektif telah melebur
menjadi krisis terakhir peradaban Islam. dalam tatanan peradaban modern yang
Karena, hal itu akan secara tuntas menghapus dominan. Mereka mengalami ambiguitas batin
kemungkinan jalan politik sebagai dasar untuk terhadap norma-norma dunia modern dan
menyegarkan kembali unsur peradaban Islam kehidupan lahiriah yang secara tak terhin-
bentuk baru. darkan didominasi oleh norma-norma ini.
Baik Islam politik maupun ortodoksi Kesetimbangan inheren yang dituntut Islam
fundamentalis, dan juga otokrasi dan demo- antara kehidupan batiniah dan lahiriah seorang
krasi semu yang memerintah di Dunia Islam muslim telah dikacaukan. Mereka dihadapkan
sama-sama mengistimewakan bentuk-bentuk pada kesulitan antara kebutuhan untuk
kesalehan dan ketaatan lahiriahsebagai suatu menjaga keseimbangan moral dalam diri yang
konfirmasi adanya landasan Islami dalam dituntut Islam dan tuntutan-tuntutan
masyarakat mereka. Penerapan hal-hal yang kesuksesan dalam dunia modern. Kebangkitan

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157 147
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

Islam terancam gagal jika tidak ada pengung- etnis, ras, bahasa, dan letak geografis.
kapan lahiriah dari agama ini pada segala Masuknya Islam sufistik ke Nusantara mem-
tingkatan peradaban, sehingga kehidupan dan perlihatkan bahwa khazanah esoterik-spiritual
cita-cita sehari-hari mereka hanya merupakan yang diajarkan oleh para sufi bisa memper-
varian kecil dari standar global. lihatkan adanya ‗mata air‘ agama-agama dunia
yang menunjuk pada Satu Sumber agama-
4. Islam Nusantara yang Dulu Inklusif agama tersebut.16 Karenanya, para sufi dan
Islam yang pertama kali diperkenalkan ke wali berperan sangat besar dalam penyiaran
masyarakat Nusantara oleh para ulama sufi dakwah Islam yang berkembang tanpa perang,
tidak memisahkan antara fikih dan tasawuf, berkembang melalui keterbukaan dan per-
namun, ironisnya,kini sebagian umat Muslim gaulan dengan berbagai lapisan masyarakat
malah berbalik mencurigai dan membidahkan serta keteladanan kesalehan dan ketakwaan.
tasawuf. Para sejarahwan mengakui bahwa Menurut ‘Abba>s Mahmu>d Al-Aqqad:
Islam menyebar secara spektakuler justru Barangkali Kepulauan Indonesia ini meru-
berkat peranan dan kontribusi para sufi dan pakan tempat paling layak untuk mem-
waliyulla>h karena sifat dan sikap kaum sufi buktikan kenyataan bahwa Islam diterima
yang lebih kompromis, penuh kasih sayang dan berkembang di tengah-tengah pendu-
dan terbuka. Sebelum Islam masuk ke duk yang menganut agama lain. Di setiap
Indonesia, agama Hindu dan Budha sudah penjuru negerinya terdapat bukti nyata
menancapkan pengaruhnya lebih dulu, dan betapa keteladanan yang baik berperan
khazanah spiritual esoterik pun sudah berurat dalam penyebarannya tanpa menggunakan
akar di masyarakat Indonesia. Ketika Islam kekerasan.17
sufistik masuk ke Indonesia, khazanah Pemahaman esoterik tentang ‗mata air
spiritual Hindu dan Budha dipakai oleh para agama-agama‘ itulah yang memungkinkan
wali untuk berdakwah, dan tak ada masalah para sufi dan wali untuk memanfaatkan secara
‗pencemaran akidah‘ sebagaimana kini biasa luwes kekayaan budaya Nusantara era Hindu
diributkan oleh generasi muda yang dicekoki dan Budha dalam mendakwahkan Islam.
doktrin dari negeri seberang sana. Hal itu bisa Apabila di tangan gerakan Islamisme agama
terlihat, misalnya, bagaimana kitab Nawaruci seringkali tampak menjadi sebentuk resistensi
atau Sang Hyang Tattawajnana ditulis antara terhadap budaya, sebagaimana budaya meru-
1500 hingga 1619 Masehi oleh Empu Siwa- pakan sebentuk resistensi terhadap yang
murti di era Jawa Hindu, dan kitab Dewaruci natural, maka tidak demikian halnya di tangan
yang memiliki keserupaan dengan kitab para sufi dan wali, yang secara luwes dapat
Nawaruci tersebut ditulis oleh Yosodipuro di beradaptasi dengan budaya setempat.18
era Jawa Islam. Lalu, dalam epik Pra-
16
Ramayana yang menceritakan kisah Dewi Alfathri Adlin, ―Mata Air Agama-Agama:
Sukesih dan Begawan Wisrawa diceritakan Pluralisme Sufi Dan Mencari Titik Temu Dalam
tentang sebuah kitab yang berisi ajaran Perbedaan,‖ t.t. makalah UAS untuk matakuliah
Pemikiran Islam Kontemporer yang diampu oleh Prof.
adiluhung dan mulia, kitab Sastra Jendra, Kautsar Azhari Noer pada Sekolah Tinggi Filsafat
namun kitabnya itu sendiri baru dituliskan Driyarkara.
oleh seorang Qut}bun Awliyya> dari Tanah 17
Alwi Shihab, Islam Sufistik: ―Islam Pertama‖
Jawa di abad ke-20. 15 Dan Pengaruhnya Hingga Kini Di Indonesia (Bandung:
Islam pada hakikatnya adalah agama Mizan, 2001), 14.
18
terbuka dan tidak mempersoalkan perbedaan Misalnya, untuk mengajarkan trilogi jasad, nafs
(jiwa) dan ru>h al-quds sebagaimana tertuang secara
simbolis dalam Alquran surah al-Nur [24]: 35, para
15
Penulis memaksudkan qut}bun awliya> ini Mursyid wali menggunakan pertunjukan wayang kulit. Wayang
dari Tarekat Kadisiyyah yang menulis kitas Sastra Jedra kulit yang dihiasi warna-warni indah itu, yaknisimbol
berdasarkan metode kasya>f atau ‘irfa>ni, sebagaimana sang jiwa yang dilambangkan sebagai bola kaca
lazimnya dijalankan para Sufi dalam menuliskan karya- (zuja>jah) dalam surat tersebut, ternyata hanya
karyanya. bayangannya saja, yakni simbol jasad manusia yang

148 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

Namun, jejak-jejak kejeniusan para wali itu berbeda-beda, dan letak perbedaan ini berada
kini hilang musnah dari banyak benak generasi pada wilayah esoterik-metafisik (perspektif
kemudian yang menjadi korban doktrin mistik, spiritual, batin), yang bagi para Sufi
fundamentalisme, radikalisme dan revivalis- justru merupakan sumber kesatuan agama-
me. Ajaran kalima>tin sawa>’in yang terdapat agama. Oleh karenanya, berbeda dengan para
dalam QS ‘A<li Imra>n [3]: 64, yang dapat Sufi, mereka tidak begitu mampu mengenali
dipadankan dengan istilah yang populer kesatuan esensial agama-agama yang di
dikenal sebagai ―titik temu agama-agama‖, wilayah eksoterik memang menampilkan per-
kini malah menjadi salah satu topik yang bedaan, yakni wilayah pemahaman mate-
paling sensitif untuk dibicarakan secara rialistik-ilmiah, atau perspektif religius kon-
terbuka di depan publik, terlebih di media vensional yang cenderung harfiah seba-
sosial. 19 Bagi kalangan generasi ini, agama itu gaimana dipahami kebanyakan orang.
Terkait hubungan ‗keragaman eksoteris
agama-agama dengan kesatuan esoterisnya‘
dalam surat tersebut dilambangkan dengan misyka>t ini, Huston Smith menjelaskannya dengan
(lubang tak di dinding), yang dimainkan di balik layar.
Sementara api atau lampu yang memungkinkan menyarikan pemikiran Frithjof Schuon seba-
terpantulnya bayangan tersebut, dan dilihat oleh para gai berikut:
penonton di muka layar, tidak lain dari simbol Ru>h al- Schuon menarik garis pemisah antara yang
Quds, yakni sang utusan dalam diri setiap manusia, esoteris dan yang eksoteris. Dan kita segera
yang dalam surat al-Nisa dilambangkan dengan api obor mengira bahwa kita berada dalam
(misba>h).
Siapakah yang memainkan pertunjukan wayang kehadiran sesuatu yang lain. Perbedaan
tersebut? Sang dalang, yang tersembunyi dan tak dasarnya bukanlah di antara agama-agama;
terlihat oleh para penonton, sebagai simbol Tuhan. ia, katakanlah, bukanlah garis yang muncul
Kemudian, bentuk wayangnya sendiri mempunyai arti secara berulang dan memisahkansecara
yang dalam. Wayang raksasa bermata dua, karena vertikal manifestasi historis besar agama-
pandangannya ke sana ke mari; ia dikatakan ingin
mencari Tuhan tapi juga rakus mencari dunia, ingin agama, Hindu dari Budha dari Kristen dari
terkenal juga, ingin kaya juga. Jalaluddin Rumi Islam, dan seterusnya. Garispemisah
menyebut orang seperti itu sebagai ‗tukang selingkuh‘, tersebut bersifat horisontal dan hanya
mendua tujuannya. Lalu hidungnya pun menghadap ke muncul satu kali membelah-lintang agama-
atas menandakan sifat sombongnya. Sementara itu, para agama historis.Di atas garis itu terletak
ksatria dan tokoh baik, matanya hanya satu, karena
hanya Allah tujuannya, hanya Dia Ta‘a>la yang dicari
esoterisme, sedangkan di bawahnya ter-
dalam hidup ini. Hidungnya pun menghadap ke bawah, letak eksoterisme. 20
simbol kerendahan hati dan ketawaduan. Lalu bentuk
komposisi jari para wayang tokoh baik berbentuk
emprit mungup yang apabila diperhatikan secara dipahami dalam batas-batas teologis, sehingga semua
seksama ternyata membentuk lafaz ALLA<H yang ditulis agama harus memiliki ekspresi konsepsi teologis seperti
dalam huruf Arab. yang dimiliki Islam? Apakah para penganut doktrin
19
Istilah kalima>tun sawa>’ lazimnya dipahami dalam teologis Trinitas, misalnya, memaksudkan adanya tiga
batas-batas teologis sebagai seruan kepada tauhid, yakni tuhan yang mereka sembah? Tentu tidak demikian.
seruan untuk kembali menegaskan keesaan Tuhan. Bagi para Sufi, kalima>tun sawa>` ini tampaknya merujuk
Target seruan ini adalahpara ahl al-kita>b yang pada gagasan kesatuan sumber kebenaran pada tingkat
dipandang mereka telah menyimpang dari keyakinan metafisika—atau metateologi—dimana konsepsi-kon-
ketuhanan yang sebenarnya. Pemahaman seperti ini sepsi ketuhanan (teologi) yang dimiliki setiap agama
tentu saja berdasarkan asumsi bernuansa fundamentalis hanyalah ragam konseptual dalam memaknai sumber
bahwa ―agama Islam‖, sebagai agama terakhir, sudah kebenaran tersebut. Lebih jauh, para Sufi tidak
semestinya menjadi rujukan pertama dan terakhir dalam memaknai tauhid hanya pada wilayah keyakinan
menentukan kebenaran ajaran dan praktek kebera- konseptual/rasional, tetapi juga pada tingkat realisasi
gamaan manapun, termasuk konsepsi teologis yang (tahqi>q) yang tidak tergantung pada rumusan konsepsi
dianut sebuah agama. (lihat misalnya,―Keragaman, teologis tertentu.
Kalimatun Sawa`, Dan Toleransi,‖ accessed February 20
Huston Smith, ―Introduction to Revised Edition,‖
22, 2016, http://www.madinaonline.id/wacana/hizbut- in The Transcendent Unity of Religionsby Frithjof
tahrir-anti-demokrasi-tapi-hidup-berkat-demokrasi/.) Schuon (Chennai: Theosophical Publishing House,
Namun, apakan ide kalima>tun sawa>`itu musti selalu 1984), xii.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157 149
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

berikut: seseorang bertanya kepada Nabi: ―Ya


Rasulullah, apakah para penduduk Surga dan
para penduduk Neraka itu telah diketahui?‖
Jawab Rasulullah Saw, ―Ya!‖ Kemudian
kembali ditanyakan, ―Kalau begitu apalah
gunanya lagi amal-amal orang yang beramal?‖
Beliau menjawab: ―Masing-masing bekerja
sesuai dengan untuk apa dia diciptakan atau
Kesatuan Esoteris dan Keragaman Eksoteris
menurut apa yang dimudahkan baginya.‖ (HR
Agama-agama Bukhari)22
―Bekerja sesuai dengan untuk apa kita
5. Kekhalifahan: Penghambaan dan diciptakan‖ barangkali mengacu pada konteks
Pengenalan (ma’rifat) Misi Diri umum tuntutan penghambaan (‘iba>dah) manu-
Konsepsi ‗mata air agama-agama‘ sebagai sia terhadap Tuhan sesuai tuntunan-Nya.
sumber kesatuan agama-agama lebih jauh Sementara, ―[Bekerja] sesuai dengan apa yang
terbuktikan oleh kandungan aspek-aspek kon- dimudahkan bagi masing-masing kita‖ menga-
septual dan praktis yang sama-sama dimiliki cu pada konteks penghambaan khusus yang
semua agama. Di antara aspek-aspek tersebut dijalankan sesuai kapasitas khusus masing-
adalah konsepsi tentang amanah dari Tuhan masing, yakni sesuai kemampuan terbaik yang
dalam bentukpemberian misi kekhalifahan bisa dilakukan masing-masing.
sesuai kadar diri. Zamzam menjelaskan hal Penghambaan terhadap Allah tidak bisa
inilebih rincisebagai berikut: terealisasi tanpa totalitas. Alla>h adalah nama
Dalam kitab-kitab ajaran langit [wahyu] ilahiyah yang mencakup semua nama-nama
yang dibawa para rasul, siapa pun dia, ilahiyah lainnya, baik yang dikategorikan
kapan pun dan dimana pun, terbukti memi- sebagai nama-nama jala>l (keagungan)-Nya
liki konsep yang sama, [dan ini] maupun nama-nama jama>l (keindahan)-Nya.
mengisyaratkan [bahwa kitab-kitab Penghambaan terhadap aspek-aspek jala>l
tersebut] turun dari satu sumber yang sama. Allah berarti penghambaan kepada aspek-
[Ini adalah] Mata air (kesatuan) agama- aspek kekerasanya-Nya yang menciptakan
agama dalam konsep dan aspek praktis hubungan keberjarakan, ketak-terjangkauan,
tentang qadar-qadar langit [penetapan
ketentutan-ketentuan Allah untuk segala 22
Apa yang ditekankan dalam Hadis ini bukanlah,
sesuatu –peny.], kelahiran spiritual, kodrat katakanlah, persoalan predestinasi dan pertanggung-
diri [terkait peng-qadar-an Tuhan atas diri jawaban manusia, melainkan persoalan ―bekerja sesuai
–peny.] dan misi khalifah, [yakni] empat dengan untuk apa masing-masing kita dicipta dan
perkara yang saling terkait erat dan tak sesuai dengan apa yang dimudahkan bagi tiap-tiap
kita‖. Di sini, persoalan tentang ―pertanggung-jawaban‖
terpisahkan satu sama lain. Pemahaman tetap berlaku. Anggaplah, terjadi tanya-jawab berikut
yang benar atas empat hal di atas adalah antara Tuhan dan manusia: ―Mengapa kalian tidak
pokok dari pemahaman seseorang tentang melakukan shalat padahal kalian berkuasa mela-
arti dari saksi Allah yang benar, tentang kukannya?‖; ―Mengapa kalian membuat pilihan untuk
pengabdian [penghambaan] yang benar, tidak melakukan shalat?‖; ―Apakah kalian beralasan itu
terjadi karena telah Aku takdirkan? Lalu, apakah kalian
tentang kehidupan sejati dan kebahagiaan mengetahui apa yang telah Aku takdirkan? Apakah
hakiki.‖21 pengetahuan kalian meliputi pengetahuan-Ku tentang
Ihwal kodrat diri dan misi kekhalifahanini takdir kalian?‖; ―Aku tidak menuntut kalian melakukan
tampaknya juga disinggung dalam Hadis suatu kebaikan (shalat) sesuai pengetahuan-Ku tentang
takdir kalian, melainkan sesuai kemampuan kalian;
Urusan kalian bukanlah untuk mengetahui apa yang
21
Zamzam A. J. Tanuwijaya, ―Mata Air Agama- telah Aku takdirkan, melainkan menjalankan tuntunan-
Agama,‖ (Makalah Presentasi Di Forum Kajian Ku yang kalian berkuasa atasnya‖; ―Jika kalian
Perhimpunan Islam Paramartha, t.t. tidak menjalankannya, kalian mendapat kebaikan darinya;
dipublikasikan), 2. jika kalian mengabaikannya, kalian rugi sendiri!‖.

150 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

atau ketak-terbandingan antara manusia dan jiwa binatang, tumbuhan, dan mineralnya, jika
Tuhan. Dalam penghambaan ini, seseorang ia menginginkan keberadaannya dalam har-
menyediakan diri sebagai lokus manifestasi moni. 24 Sebaliknya, jika aspek-aspek rendah
nama-nama seperti al-qahha>r, al-jabba>r, syadi>d manusia mengendalikan dirinya, maka ia
al-‘iqa>b, dzu intiqa>m, dst. Akibat ketidak- sesungguhnya tengah menyediakan diri untuk
harmonian di dalam dirinya. Kesibukan kita mejadi lokus manisfestasi nama-nama jala>l
untuk membangun tatanan hukum yang Tuhan. Dalam konteks inilah tampaknya
semakin rinci dan berefek jera barangkali Platon berbicara tentang tatanan sosial; bah-
mencerminkan, sebagaimana implisit dalam wasannya, sebagaimana kebajikan personal
pernyataan Murata di atas, bahwa peng- tercipta dalam relasi harmoni antara aspek
hambaan kita terhadap Tuhan secara tanpa rasio (ru>h atau ‗aql dalam konteks kita
sadarmasih terkait dengan aspek jala>l-Nya, sekarang) emosi, dan hasrat, demikian juga
belum total. keadilan sosial tercipta dalam relasi harmoni
Inilah yang terjadi ketika banyak orang di antara kelas-kelas masyarakat; dan
lupa bahwa dirinya bukanlah sekedar makhluk sebagaimana keadaan suasana pikiran yang
bumi (eartly-man), sebagaimana didefinisikan baik dalam tubuh yang sehat mensyaratkan
Modernisme. Manusia tidak hanya tercipta bahwa intelek (‗aql) mengendalikan hasrat
dari bahan-bahan (hyle, hayu>la) yang mem- dan nafsu-nafsu, demikian juga, keadaan
buatnya mengandung potensi jiwa-jiwa masyarakat yang ideal mensyaratkan bahwa
binatang, tumbuhan, mineral, atau bahkan individu-individu terbijak memerintah massa
shait}a>niyah, sebagaimana yang terjadi di pencari-kesenangan.25
tingkatan-tingkatan wilayah-bawah makrokos- Dalam realisasi penghambaan total dan
mos, tetapi dari bahan-bahan yang harmoni, manusia meraih hubungan
memungkinkannya mengandung dalam diri- kedekatan, keserupaan, bahkan ―kesatuan‖
nya potensi kendali ruhaniyah atau intelegensi dengan Tuhan. Ini merupakan realisasi dari
(‗aql) kemalaikatan atau bahkan keilahiyahan makna ―Adam diciptakan Tuhan dalam
itu sendiri, sebagaimana yang terjadi di bentuk-Nya‖, sebagaimana dikatakan sebuah
tingkatan-tingkatan wilayah-atas makro- Hadis, atau dari makna ―[makhluk] yang
kosmos—sebabbukankah dalam diri kita diciptakan melalui kedua tangan (aspek jala>l
terdapat hembusan langsung dari ruh Tuhan dan jama>l)-Ku‖, sebagaimana dikatakan
sendiri.Sebagaimana makrokosmos dalam Alquran (QS [38]:75). Konsepsi penghambaan
totalitasnya, dari level mineral hingga malaikat inilah yang menjadi alasan penyebutan
dan ruhnya, dapat menjadi lokus (hamba) bagi manusia sebagai khali>fah Alla>h dalam Islam.
manifestasi semua nama ilahiyah secara Seseorang yang telah merealisasikan peng-
harmoni, demikian juga manusia, sebab dia hambaan total adalah seseorang yang
secara potensial adalah mikrokosmos.23 keberadaannya merupakan pantulan-sempurna
Sebagaimana, di dalam makrokosmos, level jejak-jejak totalitas nama ilahiyah — ia ba-
yang lebih rendah (mineral) berada dalam gaikan imaji atau citra-cermin dari nama-nama
pengendalian, atau melayani, level yang lebih ilahiyah; wujud (keberadaan)nya merupakan
atas (tumbuhan), dan seterusnya, hingga di perwakilan dari Wujud yang dirujuk nama-
puncaknya al-ru>h atau nu>r Ilahiyah nama itu.Inilahbarangkalimaksud dari makna
mengendalikan dan dilayanai oleh semua
24
level-level kosmik, demkian juga, secara Lihat dan bandingkan,Kautsar Azhari Noer,
mikrokosmik, aspek ruhaniyah manusia ―Pemerintahan Ilahi Atas Kerajaan Manusia: Psikologi
mustinya mengendalikan aspe-aspek rendah Ibn ‗Arabi Tentang Roh,‖ dalam Kanz Philosophia:A
Journal for Philosophy\, Mysticism and Religious
Studiesvol. 1, no. 2 (August-December, 2011), 199–
23
Tentang analogi makrokosmos-mikrokosmos, 214, khususnya 209–13.
25
lihat misalnya, Mulyadi Kartanegara, Gerbang Andrew N. Carpenter, ―Western Philosophy,‖
Kearifan: Sebuah Pengantar Filsafat Islam (Jakarta: Microsoft® Encarta® 2009 [DVD] (Redmond,
Lentera Hati, 2006), 110-130. WA:Microsoft Corporation, 2008).

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157 151
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

kekhalifahan dalam QS Al-Baqarah [2]: 30.26 tentang kebebasan manusia mungkin menga-
Dalam hal ini, jejak-jejak ilahiyah yang baikan potensi unik tiap-tiap inidividu; mereka
tertampilkan melalui diri sang hamba tentu tidak rela hidup terbelenggu determinasi
saja sesuai dengan kapasitas dirinya, innate disposition apa pun, termasuk minat
sebagaimana bentuk imaji-imaji dalam suatu dan bakat. Bagi mereka, ―Aku bisa menjadi
cermin tampil menurut kapasitas cermin dalam apa pun yang aku mau‖, merupakan esensi
memantulkan suatu objek. Tiap-tiap orang spirit kemanusiaan. Memang, manusia bisa
berasal dari bahan-ciptaan (‘ayn thabi>tah) de- menjadi apapun, tetapi itu boleh jadi dengan
ngan kapasitas atau potensi penghambaan resiko disharmoni.
yang berbeda-beda terhadap Tuhan. Mani- Bagamanapun, konsep si minat dan bakat
festasi jejak-jejak totalitas nama ilahiyah tetap musti ditempatkan dalam konteks misi
dalam konteks penghambaan total seorang kekhalifahan yang didasarkan atas peng-
hamba tidak terjadi selain sesuai dengan hambaan total dan ma‘rifat. Seseorang yang
kapasitas sang hamba yang menjadi lokus belum mencapai tingkatan ma‘rifat belumlah
manifestasi tersebut. menjadi pengemban misi kekhalifahan Alla>h
Ibn Abba>s mengatakan, sebagaimana dalam makna hakikatnya; sebab ia belum
dikutip Ibn ‘Arabi>, bahwa ‚penghambaan mengenali misi unik dirinya dalam hidup ini.
kepada Alla>h‖, yang menjadi tujuan Sayangnya, pemaknaan khali>fah yang dikait-
penciptaan jin dan manusia, bermakna kan dengan amanah ilahiyah berupa ―misi
―pengenalan (ma‘rifat) terhadap-Nya‖—yakni hidup‖ unik per individu ini tak pernah
pengenalan sang hamba yang membawanya muncul sekali pun dalam konsepsi khila>fah
kepada Tuhan dengan kebahagiaan. 27 Semen- para pendukung Islam politik; mereka lebih
tara ma‘rifat terhadap-Nya itu sendiri sibuk dengan berbagai perumusan konsep
terindikasikan dari pengenalan sang hamba politik dan tata negara yang kemudian dilekat-
atas dirinya sendiri, sebagaimana dike- kan kepada ayat-ayat Alquran dan Hadis
mukakan sebuah Hadis, ―Barangsiapa Rasulullah saw. Inilah salah satu bentuk
mengenal dirinya maka sungguh dia mengenal paling gamblang bagaimana obsesi politik
Tuhan (rabb)nya‖. yang menggunakan dalil-dalil agama tersebut
Setiap orang mengemban misi ―pengham- justru telah terputus dari jantung spiritualitas
baan dan kekhalifahan yang bersifat unik atas Islam itu sendiri, bahkan dari pengertian
dasar ma‘rifat diri dan rabb‖ ini. Inilah khali>fah sebagaimana tertuang dalam Alquran
tampaknya apa yang lazim kita rujuk sebagai itu sendiri. Inilah yang terjadi ketika gerakan
misi hidup atau misi keberadaan tiap-tiap diri semacam itu tercegah untuk memasuki kedala-
manusia yang bersifat unik. Pembicaraan man dimensi esoteris agama karena kecuri-
sehari-hari kita tentang minat dan bakat spe- gaan terhadap Tasawuf yang membidangi di-
sifik seseorang boleh jadi merupakan bagian mensi Islam tersebut, dan juga karena penga-
dari persoalan misi hidup ini. Keduanya boleh ruh dominasi pandangan - dunia sekuler. Bam-
jadi merupakan sebentuk tampilan spesifik bang Sugiharto menyayangkan hal ini terjadi:
tententu dari jejak nama-nama ilahiyah dalam Sebetulnya setiap agama besar lahir dari
diri seseorang, di samping bentuk-bentuk pengalaman mistik yang sangat pribadi dari
tampilan spesifik lainnya di dalam dirinya. para tokoh pendirinya. Ajaran-ajaran mere-
Mereka yang lebih percaya ilusi modernitas ka sebetulnya adalah sarana yang mendo-
rong manusia mengalami intensitas
26
kesadaran spiritual yang serupa. Sayangnya
Bandingkan, Murata, The Tao of Islam: A ajaran-ajaran itu lantas jatuh menjadi seka-
Sourcebook on Gender Relationships in Islamic
Thought, 15-17, 69-70, 260, 302-303. dar peta yang cukup ditelusuri saja dengan
27
Dalam William C. Chittick, The Sufi Path of jari. Penjelajahan sesungguhnya secara
Knowledge: Ibn ‗Arabi`s Metaphisic of Imagination pribadi justru dicurigai. Hal itu menyebab-
(Albany: State University of New york Press, 1989), kan agama lantas menjadi urusan ‗luaran‘,
150, 399.

152 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

soal ketaatan pada otoritas eksternal, soal Gellner, Islam merupakan satu-satunya
institusi dan identitas keanggotaan sosial kekecualian dari agama-agama dunia yang
belaka. Segala bentuk penjelajahan pribadi telah mengalami sekularisasi. Di antara empat
dan ‗ke dalam‘ lantas cenderung dilihat peradaban yang mewarnai dunia lama di
sebagai bahaya bid‗ah, kesombongan, penghujung Abad Pertengahan, Islamlah satu-
penghujatan, bahaya hilangnya dasar dan satunya yang hingga kini tidak terkena
kebenaran, kebebasan yang kebablasan, sekularisasi; doktrin Kristen disunting oleh
kembali ke kekafiran, sinkretisme ngawur, para teolognya sendiri dan keyakinan harfiah
agama ala supermarket, takhayul, dsb. Dari yang mendalam tidak tampak dalam keha-
sisi lain, visi-visi mistik dianggap dirannya. Di Cina, paham sekuler telah
berbahaya seringkali bukan karena itu diterapkan secara resmi dan agama nenek-
semua, melainkan karena de facto mereka moyang tidak lagi diacuhkan. Di India, negara
sering mampu menyingkapkan borok- dan kalangan elit bersikap netral terhadap apa
borok, kenaifan, kemunafikan, kedang- yang menjadi agama rakyat, sekali pun keper-
kalan, kecenderungan status-quo, serta cayaan terhadap astrologi tetap dipraktikkan di
vested interest institusi agama. Sebagai mana-mana. 29 Hal yang sama (tidak terno-
institusi, agama lantas kerap cenderung dainya Islam dengan sekularisasi) juga
over-defensif. Sayang sekali, sebab sesung- dikemukakan oleh Akbar S. Ahmed.30
guhnya bentuk-bentuk mistisisme (yang Namun demikian, sebagaimana banyak
sehat) adalah peluang-peluang otokritik dikemukakan dalam catatan sejarah, setelah
bagi institusi agar menyadari kembali hal- dunia Barat mengalami Pencerahan, terbebas
hal esensial dalam kehidupan religius, dan dari pikiran bahwa bumi itu datar dengan
dengan cara itu sebetulnya institusi bisa jurang tak-bertepi di ujungnya, maka dimu-
menemukan revitalisasinya sendiri. Teru- lailah era eksplorasi lautan lalu berujung pada
tama dalam dunia yang makin heterodox imperialisme yang selain di topang oleh 3G
macam saat ini, sikap defensif berlebihan (Gold, Glory, and Gospel), juga pandangan
akan melahirkan kekerasan ke dalam ‗white man burden‘. Selain kekerasan pada
(keketatan dogmatis-legalistis) dan kecuri- pribumi yang dijajah serta eksploitasi
gaan berlebihan keluar (dunia dianggap kekayaan bumi negeri jajahan, masalah lain
dekaden dan rusak). Dalam sejarah Barat, yang juga muncul adalah sistem pendidikan
sikap Gereja yang overdefensif macam itu khas Barat - beserta ilmu-ilmunya yang sudah
di abad pertengahan justru melahirkan disekulerkan - yang telah menyebar ke seluruh
dekristenisasi radikal di zaman modern negeri jajahan dan menetap setelah impe-
hingga kekristenan tersingkirkan dan rialisme dan kolonialisme Barat hengkang dari
ateisme meriap subur. Tragis memang. negeri-negeri jajahan tersebut. Selain bergulat
Pada sisi ini sikap overdefensif lebih me- dengan pencarian identitas diri, negara-negara
nunjukkan kelemahan, impotensi dan ke- bekas jajahan - khususnya negara dengan
tidakberdayaan institusi, alih-alih kesetiaan mayoritas penduduk Muslim - mengalami
atau pun kearifan.‖28 semacam inferioritas bercampur dendam meli-
hat kemajuan negara-negara Barat yang
6. Output Keberagamaan yang Setengah- pernah menjajahnya. Hal ini seringkali me-
setengah: Menjadi Sekuler atau munculkan romantisme kejayaan Islam di
Skizofrenia Kultural. masa lalu yang kemudian berujung pada
Sekularisasi kerap berlangsung sebagai lahirnya gerakan-gerakan revivalisme dan
suatu realitas yang tidak-tersadari dalam
masyarakat Islam. Bahkan bagi Ernest 29
Ernest Gellner, Menolak Posmodernisme: Antara
Fundamentalisme Rasionalis Dan Fundamentalisme
28
Bambang Sugiharto, ―Mistisisme,‖ Makalah Tidak Religius (Bandung: Mizan, 1994), 16-17.
30
Diterbitkan, Tanpa Tahun Dan Halaman, t.t dan Akbar S. Ahmed, Posmodernisme: Bahaya Dan
halaman. Harapan Bagi Islam (Bandung: Mizan, 1993), 56.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157 153
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

bahkan fundamentalisme. Namun, dampak budaya kontemporer dan dipopulerkan


lainnya adalah keterbelahan atau skizofrenia melalui televisi dan bentuk-bentuk indok-
kultural pada kalangan Muslim terpelajar trinasi massal lainnya.‖31
sebagaimana dipaparkan Chittick: Dari kondisi skizofrenia kultural ini,
Mengingat bahwa proses sekolah modern lazimnya muncul dua tipe kalangan - selain
berakar pada topik-topik dan modus-modus tipe-tipe lainnya. Kutub pertama, kalangan
pemikiran yang tidak selaras dengan yang memiliki antusiasme dan sentimen
pembelajaran Islam tradisional, maka agama yang tinggi, dan umumnya mereka
sangat sulit kiranya bagi Muslim yang lama belajar di sekolah umum dengan pela-
berpikir dan mengamalkan Islam untuk jaran agama yang sedikit, lalu mengalami
menyelaraskan ranah pemikiran dan teori semacam puber agama, kemudian ‗disunting‘
dengan ranah keimanan dan amal per- oleh berbagai gerakan revivalisme atau
buatan. Siapa pun tak dapat belajar selama bahkan fundamentalisme. Sentimen keaga-
bertahun-tahun dan lalu tidak tersentuh oleh maan ini kemudian melahirkan respons
apa pun yang telah dia pelajari. Orang tak reaktif, defensif dan apologetik terhadap
bisa terhindar dari kebiasaan-kebiasaan sekularisasi peradaban modern juga demokrasi
mental yang ditimbulkan dari materi yang dan tata negara modern. Agak sulit mendapati
dipelajarinya sepanjang hidup. Kemung- pemahaman yang menyeluruh, mendasar dan
kinan besar, cukup besar tetapi tidak sepe- radikal dari kalangan ini ihwal berbagai ilmu
nuhnya, para pemikir modern yang memi- (Barat) modern dan teori politik. Sentimen
liki keyakinan agama tak bisa menghindar keagamaan seringkali menjadi hambatan
dari memiliki benak yang terkompar- untuk menyelam lebih dalam ketika
temenkan. Satu kompartemen pikiran akan mempelajari ‗ilmu-ilmu kafir‘ tersebut, karena
mencakup ranah profesional dan rasional, dianggap sebagai pemikiran yang sia-sia,
sedangkan kompartemen yang lain menam- hanya produk pemikiran tanpa tuntunan kitab
pung ranah ketakwaan dan amal pribadi. suci sehingga tidak perlu diapresiasi sama
Secara lebih umum, hal ini terjadi pada sekali.
kebanyakan orang yang dibesarkan dalam Kutub lainnya, lazimnya juga adalah
suasana tradisional dan kemudian dididik mereka yang lama belajar di sekolah umum
dalam gaya modern. Pemikir Iran, Dar- dengan pelajaran agama yang sedikit, lalu
yoush Shayegan, yang secara fasih menulis mengalami semacam puber intelektual sehing-
sebagai filsuf dan kritikus sosial yang ga gandrung mempelajari berbagai ilmu dan
sedang berjuang melawan fenomena ini, wacana (Barat) modern. Kalangan ini bia-
menyebutnya sebagai ‗skizofrenia kultural‘. sanya memiliki pemahaman yang mendasar
Kaum beriman yang cenderung bijaksana dan radikal seputar ilmu dan wacana (Barat)
yang terperangkap dalam skizofrenia modern dan teori politik, wawasannya luas,
kultural tadi mungkin mencoba merasiona- dan mencerahkan. Namun, masalah seringkali
lisasikan hubungan antara praktik kea- muncul justru ketika mereka mulai mengkritik
gamaan mereka dan pelatihan profesional dan mengoreksi Islam sebagai agama, karena
mereka, tetapi mereka akan melakukannya kritik tersebut seringkali lahir dari pemahaman
dalam kerangka pandangan-dunia yang agama yang pernah diajarkan semenjak SD
ditentukan oleh aspek rasional dari pikiran hingga SMA yang serba terbatas. Seringkali
mereka. Pandangan Islam tradisional, yang mereka lebih tersedot oleh bacaan-bacaan
dibangun oleh Alquran dan diwariskan oleh wacana (Barat) modern, memahami dan
berbagai generasi Muslim, akan tertutup menguasainya sedemikian rupa, menumbuh-
bagi mereka, dan karenanya mereka akan kan sikap dan pandangan kritis pada dirinya,
menarik kategori-kategori dan pola-pola
berpikir mereka dari Zeitgeist yang selalu 31
William C. Chittick, Kosmologi Islam Dan Dunia
berubah yang muncul dalam beragam trend Modern: Relevansi Ilmu-Ilmu Intelektual Islam
(Bandung: Mizan, 2010), 14-15.

154 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

untuk kemudian dimulailah serangan kritisnya bentuk kesalehan dan ketaatan lahiriah sebagai
pada Islam yang berupaya diselaraskan dengan suatu konfirmasi adanya landasan Islami
wacana (Barat) modern, karena memang tu- dalam masyarakat mereka. Padahal penerapan
juannya adalah untuk melayani wacana (Barat) hal-hal yang dianggap sebagai norma lahiriah
modern, dan bukan untuk agama itu sendiri. Islam tidak tak mungkin dijadikan panggung
penemuan kembali etika batiniah yang justru
C. SIMPULAN diperlukan menginternalisasi pelbagai produk
Ide tentang Negara Islam (Islam Politik) peradaban asing (modernitas) dan membentuk
dapat dipandang sebagai sebuah model ulang serta mentransendensikannya dalam
govermentality (penataan negara menuju kerangka khas Islam. Jika umat Muslim tidak
masyarakat berperadaban) dalam Islam. Ide ini dapat menghimpun sumberdaya batiniah dari
pada awalnya digulirkan untuk meraih agama mereka untuk menciptakan kehadiran
kembali kebangkitan peradaban Islam, namun lahiriah yang berkekuatan peradaban, maka
- dengan latar belakang romantisme sejarah visi peradaban Islam akan hampa, sebagai
dan ‗dendam peradaban‘ terhadap peradaban suatu spiritualitas samar yang mengambang di
Barat sekuler - ia cenderung menampilkan atas masyarakat yang di permukaan tampak
Islam sebagai agama yang keras dan kaku. seolah punya kekhasan budaya tetapi secara
Kebanggaan atas warisan keilmuan masa lalu efektif telah melebur dalam tatanan peradaban
(romantisme), sentimen agama dan kecurigaan modern yang dominan.
terhadap wacana pemikiran dan keilmuan— Dalam sejarah Indonesia, Islam Nusantara
yang dianggap kafir dan menyesatkan—yang dalam periode awal pembentukannya oleh
berkembang di Barat, barangkali merupakan para wali atau Sufi dapat dipandang sebagai
penyebab ketidak-luwesan tampilan Islam wajah peradaban Islam yang lahir dari suatu
tersebut. govermentality berdasarkan dorongan kekua-
Persoalan terkait hubungan Islam dan tan batin agama Islam. Dalam tulisan ini,
politik juga dialami umat Islam ketika hendak penghimpunan sumberdaya batin agama
mengambil tata-negara demokrasi sebagai dijelaskan sebagai terealisasi melalui peng-
model gevermentality mereka. Khususnya di hambaan dan pengenalan-diri (ma‘rifat) yang
Indonesia, demokrasi tidak terdukung oleh melahirkan misi unik kekhalifahan tiap-tiap
masyarakatnya sendiri yang miskin budaya individu di dunia. Hanya saja, ide khila>fah
literasi; bahkan kalangan berpendidikan- yang sejatinya berkaitan erat dengan misi unik
tingginya pun kebanyakan hidup dalam keberadaan tiap-tiap individu manusia, yang
residual budaya kelisanan dan tak punya musti dicapai melalui realisasi penghambaan
kebiasaan membaca dan tak mampu menuang- dan pengenalan-diri (ma‘rifah) ini tampaknya
kan gagasannya dalam bentuk tulisan. telah luput dari konsepsi khila>fah yang
Seringkali, para wakil rakyat terpilih bukan berorientasi politik murni.
karena kualitas, kredibilitas, atau integritasnya Alhasil, persoalan-persoalan yang dialami
dalam membela kepentingan rakyat tetapi umat Islam, terkait dengan upaya membang-
lebih karena faktor lain, seperti popularitas kitkan kembali peradaban Islam baik melalui
atau kecurangan.Wajah demokrasi Indonesia ide Negara Islam maupun demokrasi, serta
seperti initentu, sedikit banyak, mencerminkan persoalan hilangnya kemampuan umat Islam
segi lain dari kondisi masyarakat Muslim yang dalam mengeinternalisasi produk-produk
nota bene merupakan mayoritas penduduknya. peradaban modernitas, telah menjebak banyak
Persoalan lain yang tak kurang pentingnya kalangan Mulim dalam semacam schizo-
terkait hubungan Islam dan politik ini adalah phrenia kultural. Sebagian kalangan Muslim
bahwa baik Islam politik maupun ortodoksi (reformis-liberal) sangat gandrung dengan
fundamentalis, dan juga otokrasi dan wacana pemikiran dan keilmuan Barat,
demokrasi semu yang memerintah di Dunia memahami dan menguasainya, lalu meng-
Islam sama-sama mengistimewakan bentuk- kritisi dan menyelaraskan Islam dengan

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157 155
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

wacana-wacana tersebut. Sebagian lainnya Tinggi Filsafat Driyarkara, 2010.


(Islamis-fundamentalis) menolak dan antipati Kartanegara, Mulyadi. Gerbang Kearifan:
terhadap wacana pemikiran dan sekuler Barat Sebuah Pengantar Filsafat Islam.
modern, namun mereka juga meyakini sebuah Jakarta: Lentera Hati, 2006.
Islam ―ilmiah‖ dan progresif dan secara Ma‗arif, Ahmad Syafi‗i. ―Masa Depan Islam
implisit mengadopsi pandangan dunia sains Di Indonesia.‖ In Ilusi Negara Islam:
modern dan manfaat perubahan teknologi Ekspansi Gerakan Islam Transnasional
yang tak-terbatas. Di Indonesia, edited by Abdurrahman
Wahid. Jakarta: Gerakan Bhinneka
Tunggal Ika, the Wahid Institute, dan
DAFTAR PUSTAKA Ma‗arif Institute, 2009.
Ahmed, Akbar S. Posmodernisme: Bahaya Magnis-Suseno, Franz. ―Hand Out Matakuliah
Dan Harapan Bagi Islam. Bandung: Filsafat Praktis,‖ t.t.
Mizan, 1993. Murata, Sachiko. The Tao of Islam: A
Alfathri Adlin. ―Mata Air Agama-Agama: Sourcebook on Gender Relationships in
Pluralisme Sufi Dan Mencari Titik Temu Islamic Thought. Albany: State
Dalam Perbedaan,‖ t.t. University of New York Press, 1992.
Allawi, Ali A. Krisis Peradaban Islam Antara Noer, Kautsar Azhari. ―Pemerintahan Ilahi
Kebangkitan Dan Keruntuhan Total. Atas Kerajaan Manusia: Psikologi Ibn
Bandung: Mizan, 2015. ‗Arabi Tentang Roh.‖ Kanz
Anum, Pramono. Komunikasi Politik Dan Philosophia:A Journal for Philosophy\,
Interpretasi Anggota DPR Kepada Mysticism and Religious Studies 1, no. 2
Konstituen Mereka, (Disesrtasi)t.t. (2011).
Arifin, Syamsul. Studi Agama: Perspektif Piliang, Yasraf Amir. Transpolitika: Politik
Sosiologis Dan Isu-Isu Kontemporer. Citra Dan Virtualitas. Bandung: Pustaka
Malang: UMM Press, 2009. Matahari, 2015.
Burchel, Graham, Collin Gordon, and Peter Shihab, Alwi. Islam Sufistik: ―Islam
Miller, eds. The Foucault Effect: Studies Pertama‖ Dan Pengaruhnya Hingga
in Governementality Eith Two Lectures Kini Di Indonesia. Bandung: Mizan,
by and an Interview with Michel 2001.
Foucault. Chicago: The University of Smith, Huston. ―Introduction to Revised
Chicago Press, 1991. Edition.‖ In The Transcendent Unity of
Carpenter, Andrew N. ―Western Philosophy.‖ Religions, oleh Frithjof Schuon. Chennai:
Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Theosophical Publishing House, 1984.
Microsoft Corporation, 2008. Sugiharto, Bambang. ―Mistisisme.‖ Makalah
Chittick, William C. Kosmologi Islam Dan Tidak Diterbitkan, Tanpa Tahun Dan
Dunia Modern: Relevansi Ilmu-Ilmu Halaman, t.t.
Intelektual Islam. Bandung: Mizan, 2010. Tibi, Bassam. Islamism and Islam. New
———. The Sufi Path of Knowledge: Ibn Haven & London: Yale University Press,
‗Arabi`s Metaphisic of Imagination. 2012.
Albany: State University of New york Zamzam A. J. Tanuwijaya. ―Mata Air Agama-
Press, 1989. Agama.‖ Makalah Presentasi Di Forum
Gellner, Ernest. Menolak Posmodernisme: Kajian Perhimpunan Islam Paramartha,
Antara Fundamentalisme Rasionalis Dan t.t.
Fundamentalisme Religius. Bandung:
Mizan, 1994. Internet
Herry-Priyono, B. Filsafat Politik: Bahan ―Keragaman, Kalimatun Sawa`, Dan
Kuliah Program Matrikulasi, Program Toleransi.‖ Accessed February 22, 2016.
Pascasarjana Filsafat. Jakarta: Sekolah http://www.madinaonline.id/wacana/hizb

156 Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157
Alfathri Adlin Tata Negara dan Peradaban Islam: Antara Cita-Cita dan
Ilusi

ut-tahrir-anti-demokrasi-tapi-hidup- Madinaonline. ―Hizbut Tahrir: Anti


berkat-demokrasi/. Demokrasi Tapi Hidup Berkat
Latif, Yudi. ―Saatnya Muliakan Demokrasi.‖ Accessed February 22,
Keberaksaraan.‖ Kompas 26 Juli, 2008. 2016.
http://blogs.itb.ac.id/alfathriadlin/2012/07 http://www.madinaonline.id/wacana/hizb
/16/saatnya-muliakan-keberaksaraan/. ut-tahrir-anti-demokrasi-tapi-hidup-
berkat-demokrasi/.

Wawasan: Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya 1, 2 (Juli 2016): 141-157 157

You might also like