You are on page 1of 12

Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PENCEGAHAN dan


PENANGGULANGAN HUMAN IMMUNODEFICIENCY/AQUIRED
IMMUNE DEFICIENCY SYNDROME (HIV/AIDS)
DI KOTA SURAKARTA

Siti Wahyuningsih
e-mail: drsitiwahyuningsih@yahoo.co.id
Pegawai Dinas Kesehatan Kotamadya Surakarta

Widodo Tresno Novianto


email: novianto@consultant.com

Hari Purwadi
email : h_purwadie@yahoo.com
Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Abstract
This Articel to analyze the implementation of policy on the prevention and combat of Human
Immunodefisiency Virus and Aquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) in Surakarta City.
This type of research in writing this is a non-doctrinal/empirical, with basing on the concept of the
law of the 5th. The form used is the research diagnostic analysis. The data type of the data source,
and the primair include primary and secondary legal materials. Data analysis using qualitative
analysis. Based on the results of research and discussion with respect to issues that are examined,
it can be summed up as follows : (1) Factors that become the cause of inadequate response to the
HIV and AIDS amongst others caused the problem of HIV and AIDS has not been considered a
priority issue by the health sector as well as the development of related sectors; (2) the political
support that has not been adequately against the program; (3) yet uncoordinated Commission
Response AIDS (KPA) and the SKPD of Surakarta City either the direction of development,
planning and implementation of policies and programs regarding the Decree despite various
efforts for tackling even the financing has been issued; and (4) the still inadequate dissemination
of information and access to health services and the availability of VCT services, ARV existence
for sufferers and those at high risk with HIV/AIDS. The steps that must be performed in order to
cope with HIV/AIDS in Surakarta, among others : (1) Aspects of the substance of the law with
further strengthen runway operations mainly technical instructions and guidelines that govern
the start of planning, implementation, evaluation, monitoring, sanctions; (2) Aspects of structure/
function and by improving the institutional tasks of KPA either in quality, as well as institutional
manegement KPA. (3) Aspects of culture either by increasing the involvement of the population
of Key Non Governmental Organizations (NGOs) care about HIV/AIDS and high risk groups in
planning the program and run the program as well as an evaluation of the program as a Field
Officer (FO), Counselor, Case Manager. The establishment of culture/culture done by influencing
the attitudes and behavior of continuously/routine so that you can understand, addressing the
process of countermeasure and empathy, so as to minimize the discrimination against People
Living with HIV/AIDS (ODHA).
Keywords: Implementation – Policy – HIV/AIDS – Surakarta

178
Siti Wahyuningsih. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency...

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis Implementasi Kebijakan Pencegahan Dan
Penanggulangan Human Immunodefisiency Virus Dan Aquired Immune Deficiency Syndrome
(HIV/AIDS) di Kota Surakarta. Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah non – doktrinal/
empiris, dengan mendasarkan pada konsep hukum yang ke 5 . Bentuk penelitian yang digunakan
adalah analisis diagnostik. Jenis data primair, dan sumber data meliputi bahan hukum primer
dan sekunder. Analisis datanya menggunakan analisis kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian
dan pembahasan sehubungan dengan masalah yang dikaji, dapat disimpulkan sebagai berikut :
(1) Faktor-faktor yang menjadi penyebab belum maksimalnya penanggulangan HIV dan AIDS
antara lain disebabkan masalah HIV dan AIDS belum dianggap masalah prioritas baik oleh
sektor kesehatan maupun sektor pembangunan yang terkait; (2) dukungan politik yang belum
memadai terhadap program; (3) belum terkordinasinya Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
dan SKPD Kota Surakarta baik berupa arahan pengembangan, perencanaan dan pelaksanaan
kebijakan dan program meskipun berbagai Surat Keputusan mengenai upaya penanggulangan
bahkan pembiayaan telah dikeluarkan; dan (4) masih belum maksimalnya penyebaran dan akses
informasi layanan kesehatan dan ketersediaan adanya layanan VCT, ARV bagi penderita dan
orang beresiko tinggi terinfeksi HIV dan AIDS . Langkah – langkah yang harus dilakukan agar
penanggulangan HIV /AIDS di Kota Surakarta antara lain: (1) Aspek substansi hukum dengan
lebih memperkuat landasan operasional terutama petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan yang
mengatur mulai dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, monitoring, sanksi). (2) Aspek struktur/
kelembagaan dengan meningkatkan fungsi dan tugas KPA baik secara kualitas, manegement
serta kelembagaan KPA. (3) Aspek budaya/kultur baik dengan meningkatkan keterlibatan Populasi
Kunci Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli HIV/AIDS dan kelompok resiko tinggi
dalam perencanaan program dan menjalankan program serta evaluasi program sebagai petugas
lapangan (PL), Konselor, Manager Kasus . Pembentukan budaya/kultur dilakukan dengan cara
mempengaruhi sikap dan perilaku secara terus menerus/rutin agar dapat memahami, menyikapi
proses penanggulangan dan empati , sehingga dapat memperkecil diskriminasi terhadap ODHA.
Kata Kunci: Implementasi; Kebijakan; HIV/AIDS; Surakarta

A. Pendahuluan 2014; 19) Adapun ancaman terbesar saat


ini yang dihadapi khususnya oleh Indonesia
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
adalah HIV dan AIDS. AIDS merupakan
tentang Kesehatan yang menyatakan bahwa
singkatan dari Acquired Immune Deficiency
kesehatan merupakan hak asasi manusia dan
Syndrome yaitu suatu kumpulan gejala yang
salah satu unsur kesejahteraan yang harus
ditimbulkan oleh virus kekebalan tubuh
diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa
manusia. Virus tersebut dinamakan HIV
Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
(Human Immunodeficiency Virus).
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945. Ketentuan HIV/AIDS merupakan isu kesehatan
dalam konstitusi tersebut dapat dimaknai yang cukup sensitif untuk dibicarakan. Hal
bahwa Negara memiliki tanggung jawab ini berkaitan dengan sifat yang unik dari
atas keberlangsungan kesehatan dan hidup penyakit ini. Selain kasusnya yang seperti
setiap warga negaranya dari segala ancaman fenomena gunung es, stigma dan diskriminasi
khususnya yang berkaitan dengan gangguan juga banyak dialami oleh penderita dan
kesehatan warga Negara terhadap penyakit keluarganya. Tingginya stigma masyarakat
ataupun virus (Dewa Putu Yudi Pardita, terhadap penderita HIV/AIDS menyebabkan

179
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017

banyak perlakuan diskriminatif baik dalam hal Kasus HIV/AIDS di Indonesia hingga
pekerjaan, perawatan, pengobatan, pendidikan akhir Maret 2008 telah mencapai 17,990
maupun dalam hal lainnya. Acquired Immune kasus (6,130 kasus HIV dan 11,868 kasus
Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan AIDS). Sekitar 82 % penderitanya adalah pria.
kumpulan gejala penyakit yang disebabkan Menurut golongan umur, proporsi penderita
oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) AIDS terbesar terdapat pada kelompok
(Edi Suharto, 2015; 190) usia 20–29 tahun (53.6 %), kelompok umur
Human Immunodeficiency Virus (HIV), 30–39 tahun (27.8%), dan kelompok umur
merupakan retrovirus yang menjangkiti 40–49 tahun (7.9 %). Walaupun epidemi
sel-sel sistem kekebalan tubuh manusia HIV di Indonesia biasanya dihubungkan
(terutama CD4 positive T-sel dan makrofag dengan penggunaan jarum suntik (Penasun)
komponen-komponen utama sistem kekebalan dan pekerja seks perempuan (WPS), ternyata
sel), dan menghancurkan atau mengganggu situasi epidemi HIV dan AIDS telah berubah.
fungsinya. Infeksi virus ini mengakibatkan Pada tahun tahun mendatang, jumlah terbesar
terjadinya penurunan sistem kekebalan yang infeksi HIV baru akan terjadi diantara laki-laki
terus-menerus, yang akan mengakibatkan yang laki-laki yang berhubungan seks dengan
defisiensi kekebalan tubuh. Sedangkan laki laki (LSL), dikuti oleh perempuan pada
Acquired Immunodeficiency Syndrome populasi umum (perempuan resiko rendah),
(AIDS) menggambarkan berbagai gejala yang terdiri dari perempuan terinfeksi melalui
dan infeksi yang terkait dengan menurunnya berhubungan seks dengan pasangan yang
sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV telah terinfeksi serta wanita yang mereka sendiri
ditetapkan sebagai penyebab AIDS, tingkat mungkin telah terlibat dalam perilaku beresiko
HIV dalam tubuh dan timbulnya berbagai pada tahun sebelumnya dan mereka yang
infeksi tertentu merupakan indikator bahwa sebenarnya telah terinfeksi HIV dan baru dapat
infeksi HIV telah berkembang menjadi AIDS terdeteksi di kemudian hari. Jumlah infeksi
(Hoyle, 2016; 12) yang cukup besar terjadi pada laki-laki yang
merupakan pelanggan pekerja seks dan laki-
Indonesia memiliki target Millenium laki populasi umum, yang terdiri dari laki-laki
Development Goals (MDGs) pada tahun yang terinfeksi melalui hubungan seksual
2015 adalah mengendalikan penyebaran dengan isteri-isteri mereka ditambah dengan
HIV/AIDS. Jumlah kasus HIV kumulatif laki-laki yang berhubungan seks dengan
sampai dengan Juni 2014 di Indonesia sebesar WPS pada tahun sebelumnya (Kementrian
142.950 kasus, sementara jumlah kasus Kesehatan RI, 2016; 20)
AIDS kumulatif sampai Juni 2014 sebanyak
55.623 kasus, dengan jumlah kematian 9.760 Upaya pencegahan dan penanggulangan
kasus. Faktor risiko penularan HIV/AIDS HIV dan AIDS tidak dapat dipisahkan dari
di Indonesia adalah heteroseksual (86,4%), aspek hukum dan hak Asasi manusia (HAM).
homoseksual (4,8 %), pengguna narkoba Permasalahan pokok yang menyangkut hukum
suntik (2,6 %), dan transmisi perinatal (3,6 berkaitan dengan maraknya kasus HIV/ AIDS
%). Presentase kumulatif kasus AIDS tertinggi adalah bagaimana menyeimbangkan antara
pada kelompok umur 20-29 tahun (34,5 %), perlindungan kepentingan masyarakat dan
diikutikelompok umur 30-39 tahun (28,7 kepentingan individu pengidap HIV dan
%), 40-49 tahun (10,6 %). Jumlah kumulatif penderita AIDS (Indar, 2010; 12) Aspek hukum
AIDS pada golongan umur kurang dari 1 tahun dan HAM merupakan dua komponen yang
sebesar 238 kasus (0,45 % dari total kasus) sangat penting dan ikut berpengaruh terhadap
(Spritia, 2016; 97) berhasil tidaknya program penanggulangan

180
Siti Wahyuningsih. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency...

yang dilaksanakan. Telah diketahui bahwa yang didapat hingga bulan November 2015,
salah satu sifat utama dari fenomena HIV & ada sekitar 1.738 kasus dan jumlah ini lebih
AIDS terletak pada keunikan dalam penularan tinggi dibanding estimasi nasional. Estimasi
dan pencegahannya. Berbeda dengan beberapa KPA Nasional untuk penderita HIV/AIDS pada
penyakit menular lainnya yang penularannya 2015 hanya 1.356 kasus. Tapi kenyataannya
dibantu serta dipengaruhi oleh alam sekitar, sampai akhir November 2015 sudah mencapai
pada HIV & AIDS justru penularan dan 1.738 kasus (Tommy Prawito, 2016 ) .
pencegahannya berhubungan dengan dan atau Berdasarkan uraian diatas dalam artikel
tergantung pada perilaku manusia. Perilaku ini hendak dibahas mengapa implementasi
manusia selalu bersentuhan dengan hukum kebijakan pencegahan dan penanggulangan
dan HAM. Hukum adalah suatu alat dengan Human Immunodeficiency Virus dan
dua fungsi utama, yakni sebagai social control Acquired Immune Deficiency Syndrome di
dan social engineering. Sebagai social control, Kota Surakarta belum dapat dilaksanakan
hukum dipakai sebagai alat untuk mengontrol dengan baik , dan bagaimana kebijakan yang
perilaku tertentu dalam masyarakat sehingga harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah
perilaku tersebut tidak merugikan diri sendiri Kota Surakarta dalam pencegahan dan
dan anggota masyarakat lainnya. Sebagai penanggulangan HIV/AID di Kota Surakarta ?
social engineering, hukum dijadikan sebagai
alat yang dapat merekayasa sebuah masyarakat
sesuai keinginan dan cita-cita hukum (Asa, B. Metode Penelitian
Simplexius, dkk, 2009) Penelitian ini merupakan penelitian
Pemerintah Surakarta dalam upaya problem solution, karena penelitian ini berusaha
untuk mencegah dan menanggulangi kasus untuk menemukan solusi yang berhubungan
HIV/AIDS telah membuat regulasi melalui dengan permasalahan yang diteliti, sehingga
Peraturan Walikota Nomor 4 A Tahun jenis penelitiannya sosiologis. Penelitian ini
2008 Tentang Penanggulangan Human memakai metode pendekatan non-doktrinal/
Imunodeficiency Virus dan Acquired empiris. Penelitian ini menggunakan jenis
Imunodeficiency Syndrome (HIV dan AIDS) pendekatan kualitatif. Berdasarkan konsep
yang kemudian diperbaharui dengan Peraturan hukum maka peneliti menggunakan konsep
Daerah Kota Surakarta Nomor 12 Tahun 2014 hukum yang ke-5 (lima) yaitu Hukum dimaknai
tentang Pencegahan dan Penanggulangan sebagai manifestasi makna-makna simbolik
Human Imunodeficiency Virus dan Acquired para pelaku sosial sebagai tampak dalam
Imune Deficiency Syndrome dengan Peraturan interaksi antar mereka. Hukum disini bukan
Pelaksana melalui Peraturan Walikota Nomor dikonsepsikan sebagai rules tetapi sebagai
7 B Tahun 2015 tentang Petunjuk Pelaksanaan regulatities yang terjadi dalam kehidupan
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor sehari-hari atau dalam alam pengalaman, atau
12 Tahun 2014 tentang Pencegahan dan dalam istilah lain bersifat empiris. Penelitian
Penanggulangan Human Imunodeficiency ini menggunakan pendekatan non doctrinal.
Virus dan Acquired Imunodeficiency Syndrome Data Primer dalam penelitian ini diperoleh
. Pada praktiknya, kebijakan pelaksanaan melalui wawancara yang tidak terstruktur
dari ketentuan Peraturan tersebut belum dengan beberapa nara sumber yaitu dengan
cukup efektif dalam upaya mencegah dan memberikan pertanyaan yang menunjukkan
menanggulangi kasus HIV dan AIDS di Kota keprihatinan, penjagaan, kerjasama yang
Surakarta. Beberapa contoh permasalahan pada akhirnya informan berpartisipasi untuk
yang terjadi diantaranya berdasarkan data memberikan informasi. Teknik pengumpulan

181
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017

data, peneliti menggunakan teknik antara pembiayaan telah dikeluarkan; (5) belum
lain studi kepustakaan (library research), dan terwakilinya anggota LSM Peduli AIDS
wawancara. Sesuai dengan metode pendekatan dan kurang dilibatkan dalam sosialisasi
yang digunakan, maka dalam penelitian ini kebijakan dan pelaksanaan program;
analisis data dengan menggunakan model (6) tantangan terberat dalam upaya
analisis mengalir (flow model of analysis) penanggulangan HIV dan AIDS adalah
maupun analisis interaktif (interactive model stigmatisasi terhadap orang orang yang
of analysis). Model analisis mengalir berarti terinfeksi/ODHA; (7) belum terpadunya
melakukan analisis dengan menjalin secara program-program antara SKPD baik
paralel ketiga komponen analisis itu secara dalam perencanaan dan pembiayaan
terpadu, baik sebelum mengumpulkan data, dalam upaya penanggulangan HIV dan
pada waktu mengumpulkan data, maupun AIDS; (8) Populasi kunci dalam Per
sesudah mengumpulkan data. Aktivitas ketiga Educator yang dilatih tidak mempunyai
komponen analisis itu berbentuk interaksi tingkat pendidikan yang baik; (9) program
dengan proses pengumpulan data sebagai pemakaian kondom dalam seks beresiko
proses siklus. tinggi belum dapat dilakukan secara baik,
sehingga temuan orang yang terinfeksi
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan HIV dan AIDS tetap diketemukan; (10)
1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi masih belum maksimalnya penyebaran
Kebijakan Pencegahan Dan dan akses informasi layanan kesehatan
Penanggulangan HIV/ AIDS di Kota dan ketersediaan adanya layanan VCT,
Surakarta . ARV bagi penderita dan orang beresiko
tinggi terinfeksi HIV dan AIDS
Pelaksanaan program dan kegiatan
dalam penanggulangan HIV/AIDS Faktor Substansi/Perundang-
di Kota Surakarta terdapat beberapa undangan: Meskipun secara normatif
tantangan dan kendala secara umum Pemerintah Daerah (Pemda) sudah
yaitu (1) masalah HIV dan AIDS belum menunjukkan komitmen awalnya dengan
dianggap masalah prioritas baik oleh sektor menghasilkan kebijakan pencegahan
kesehatan maupun sektor pembangunan dan penanggulangan HIV dan AIDS di
yang terkait ; (2) dukungan politik daerah melalui Peraturan Daerah (Perda),
yang belum memadai terhadap program pada kenyataannya HIV dan AIDS tetap
promosi kondom dan pengurangan belum menjadi prioritas daerah. Ini bias
dampak buruk NAPZA suntik padahal jika dilihat dari keengganan pemda untuk
kedua program ini merupakan program mengalokasikan penganggaran yang
pokok upaya penanggulangan HIV/ memadai bagi penanggulangan HIV
AIDS; (3) belum spesifiknya/belum jelas dan AIDS. Pendanaan penanggulangan
bagaimana strategi pelaksanaan program HIV dan AIDS yang bersumber dari
dalam konteks menghadapi tantangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
program; (4) Belum terkordinasinya (APBD) melalui Satuan Kerja Pemerintah
Komisi Penanggulangan AIDS Daerah Daerah (SKPD) terkait masih terbatas.
(KPAD) Kota Surakarta baik berupa Upaya penanggulangan HIV & AIDS
arahan pengembangan, perencanaan ke dalam sistem kesehatan nasional
dan pelaksanaan kebijakan dan program memperlihatkan banyaknya produk
meskipun berbagai Surat Keputusan kebijakan tidak berkorelasi langsung
mengenai upaya penanggulangan bahkan dengan efektivitas upaya penanggulangan

182
Siti Wahyuningsih. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency...

AIDS. Perangkat hukum lebih merupakan dan kedua ialah ketakaktifan SKPD
upaya pemenuhan aspek legalitas dan dalam KPAD walaupun secara struktur
prosedural sebagai bukti adanya itikad merupakan bagian dari KPAD, oleh
dari pemerintah dalam merespons epidemi karena itu dengan konteks politik daerah
AIDS, tetapi komitmen secara praktis seperti ini, HIV dan AIDS sulit menjadi
dalam pendanaan masih sangat kecil. Ini isu yang diprioritaskan oleh daerah.
tidak terlepas dari banyaknya intervensi Selain masalah akses, hambatan terkait
global yang membawa bantuan dalam hukum lainnya muncul karena tidak
jumlah yang besar, sehingga pemerintah adanya sanksi terhadap pengabaian
memandang dukungan asing sudah kewajiban yang dilakukan oleh SKPD
mencukupi. Ketika dukungan asing sebagai penanggung jawab upaya
tidak lagi ada, pemerintah tidak siap. penanggulangan HIV dan AIDS. Perda
Kebijakan penanggulangan HIV & AIDS tentang Penanggulangan HIV dan AIDS
menunjukkan, konteks tualisasi kebijakan hanya mengatur pemberian sanksi kepada
dan peraturan di tingkat nasional terkait petugas kesehatan, penyedia fasilitas
penanggulangan HIV & AIDS masih jauh kesehatan, dan pengelola atau pemilik
dari harapan. Dalam SRAD, misalnya, tempat hiburan. Tidak ada insentif dan
upaya penanggulangan AIDS masih belum disinsentif bagi SKPD untuk melakukan
menjadi prioritas. Padahal kontekstualisasi kewajibannya dalam penanggulangan
SRAD yang berbasis pada data epidemi HIV dan AIDS.Sudah ada pendanaan dari
lokal dan penganggaran dari sumber sektor swasta melalui Corporate Social
pembiayaan lokal (APBD) maupun kerja Responsibility (CSR) pun, pengelolaannya
sama sektor swasta lain berkontribusi masih dilakukan oleh sektor swasta secara
pada kemandirian dalam pencegahan sendiri-sendiri dan hanya difokuskan
HIV & AIDS yang strategis, mengurangi pada kegiatan-kegiatan yang berorientasi
ketergantungan pada donor asing dalam pada pencegahan dalam bentuk sosialisasi
aspek pembiayaan, serta efektivitas dan pengelolaan pendanaan terbatas
program sesuai dengan status epidemi pada kegiatan yang sifatnya insidental
HIV dan konteks persoalan di daerah dan belum dijadikan bagian dari upaya
masing-masing, baik provinsi maupun penanggulangan HIV dan AIDS yang
kabupaten/kota. Belum spesifiknya/ strategis dan berkelanjutan.
belum jelas strategi pelaksanaan program Faktor Struktur/Kelembagaan:
dalam konteks menghadapi tantangan Implementasi kebijakan ini dipengaruhi
program penanggulangan HIV dan AIDS juga oleh faktor kapasitas (sumber daya)
. Penanggulangan HIV dan AIDS selama yang masih terbatas. Keberadaan peraturan
ini hanya dilihat sebagai persoalan medis dan kebijakan tidak dibarengi dengan
semata yang menjadi tanggung jawab ketersediaan sumber daya yang kompeten,
Dinkes dan unit-unit pelayanan kesehatan, sehingga peraturan dan kebijakan itu
sehingga keterlibatan dari SKPD atau tidak memberikan nilai lebih dalam
instansi pemda non-kesehatan menjadi upaya merespons epidemi di tingkat lokal.
minimal . Keterbatasan ini berdampak langsung pada
Indikasi ini terlihat dari dua hal, proses perencanaan, implementasi, dan
pertama ialah tidak adanya atau minimnya evaluasi intervensi program, di antaranya
alokasi APBD untuk penanggulangan HIV alokasi pendanaan yang terbatas dan
dan AIDS bagi SKPD non-kesehatan, ketidakpahaman mekanisme perencanaan.

183
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017

Sumber daya manusia (SDM) memainkan AIDS, tapi karena terdapat pelaku-pelaku
peran signifikan dalam sistem kesehatan yang aktif dan punya perhatian terhadap
dan penanggulangan HIV & AIDS. Maka, masalah AIDS, intervensi program dapat
diperlukan integrasi SDM AIDS dalam berjalan efisien. Dalam konteks budaya
sistem kesehatan untuk memperbaiki Indonesia, faktor ketokohan menjadi
kesenjangan ketersediaan tenaga AIDS. aspek penentu keberhasilan program .
Penyediaan SDM kesehatan ini kini Jenis-jenis respons pencegahan yang ada
mendapatkan tantangan dari desentralisasi di daerah antara lain tes dan konseling
yang memberikan kewenangan daerah HIV, PPIA, PMTS dengan pendistribusian
untuk menyediakan tenaga kesehatan. kondom, program LASS, dan terapi
Respons terhadap tren epidemi di suatu metadon untuk kelompok penasun, serta
wilayah tidak dapat dilepaskan dari konteks berbagai program komunikasi, informasi
kebijakan setempat. Dalam konteks dan edukasi (KIE) yang menyasar kepada
desentralisasi, Peraturan Pemerintah popolasi umum khususnya remaja, ibu-
(PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang ibu rumah tangga, dan laki-laki berisiko
Pembagian Urusan Pemerintahan antara rendah masih terlihat kurang diminati
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, masyarakat. Aspek psikososial dari ODHA
dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ belum memperoleh perhatian karena
Kota telah mengamanatkan pembagian keterbatasan kapasitas fasilitas pelayanan
kewenangan antara pemerintah kabupaten/ kesehatan untuk menyediakan layanan
kota terkait pengelolaan, penempatan, sesuai standar. Padahal ketersediaan
pendayagunaan, peningkatan kapasitas, dukungan psikososial dalam perawatan
registrasi, pembinaan, dan pengawasan ARV merupakan unsur penting kaitannya
SDM kesehatan. Salah satu cara untuk dengan tingkat drop out dan kepatuhan
melihat integrasi SDM AIDS dalam berobat. Meskipun sudah menjalankan
sistem kesehatan ialah dengan mengkaji pendekatan Layanan Komprehensif
apakah pengadaan sampai pembinaan dan Berkesinambungan (LKB) dengan
pengawasan SDM AIDS sudah mengikuti mengembangkan integrasi layanan mulai
sistem SDM kesehatan pada umumnya. dari koordinasi pemangku kepentingan
Namun demikian ada kecenderungan kunci HIV dan AIDS lintas-sektor dengan
kesamaan pola dalam respons pencegahan melibatkan peran aktif masyarakat. Ini
HIV dan AIDS, khususnya terkait dengan merupakan upaya mengintegrasikan
model intervensi dan target standar layanan HIV dan AIDS yang didelegasikan
penjangkauan dan pendampingan. sampai ke tingkat layanan primer mulai
Faktor Kultural/Budaya: Faktor dari diagnosis, tes HIV (Voluntary
pelaku (aktor) menjadi salah satu penentu Counselling Test/VCT dan Provider-
dalam implementasi kebijakan AIDS. initiated Counselling and Testing/PICT),
AIDS merupakan masalah yang tidak link to care, dan pendampingan kepatuhan
hanya menyangkut epidemi, tetapi juga bagi ODHA yang terapi ARV. Mitigasi
terkait dengan faktor sosial, ekonomi, dampak merupakan respons paling
politik, dan budaya. Keaktifan para aktor minimal dalam penanggulangan HIV dan
dalam implementasi kebijakan menjadi AIDS karena respons mitigasi terindikasi
penentu utama, bahkan ditemukan belum berjalan dan tidak terkoordinasi.
bukti bahwa meski suatu daerah belum Ini mengindikasikan bahwa pemahaman
memiliki kebijakan penanggulangan SKPD anggota KPAD terkait continuum

184
Siti Wahyuningsih. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency...

of care PDP ODHA masih terbatas— berkesinambungan dan komprehensif,


selain ketakjelasan peran SKPD sebagai misalnya dalam hal cost sharing proses
anggota KPAD yang memiliki peran intervensi yang diberikan oleh Dinas
dan tanggung jawab untuk ambil bagian Kesehatan dan Komisi Penanggulangan
dalam penanggulangan HIV dan AIDS. Di AIDS (KPA). Kedua, masalah jaminan
samping itu, dukungan terhadap ODHA kualitas layanan dari tenaga kesehatan
lebih banyak dilakukan oleh LSM dan dan tenaga non kesehatan menjadi krusial
tokoh masyarakat yang dalam praktiknya dalam rangka memberikan layanan
juga banyak tidak berkoordinasi dengan yang efektif dan berkualitas. Komitmen
dinas terkait. para pemangku kepentingan untuk
memberikan layanan yang responsif
2. Langkah-langkah yang harus dilakukan
dan sensitif terhadap kebutuhan pasien
dalam upaya penanggulangan HIV dan
merupakan prasyarat yang penting.
AIDS di Kota Surakarta.
Kualitas ini berbanding lurus dengan
Secara teoretis, pendekatan horizontal kapasitas dari semua pemangku
dalam bidang kesehatan (seperti kepentingan. Kapasitas dan pengetahuan
penanggulangan HIV & AIDS) dengan yang baik akan berdampak langsung pada
pengandaian adanya integrasi lintas sektor peningkatan kualitas layanan. Ketiga,
dan lintas program dalam merespons indikasi efektivitas dari integrasi program
problem epidemi bisa menjadi visi LKB dalam sistem kesehatan umum
pembangunan kesehatan ke depan yang adalah meningkatnya kepuasan pasien
komprehensif dan berkesinambungan, dalam beberapa aspek layanan, seperti
sehingga layanan yang diberikan lebih tingkat kecepatan layanan, kapabilitas
efektif dan efisien harus dilakukan antara tenaga kesehatan dalam memberikan
lain; Pertama, di samping kebijakan layanan, perlakuan yang lebih ramah
yang progresif dan ketersediaan sumber dari tenaga kesehatan, dan terjaganya
daya (manusia, biaya, teknologi, dan kerahasiaan pasien.
pengetahuan) yang pada galibnya
Meningkatkan nilai tambah dari
masih bersifat vertikal, faktor penentu
keberadaan kebijakan AIDS, terdapat
keberhasilan intervensi kesehatan dalam
beberapa faktor kunci yang perlu
penanggulangan HIV & AIDS adalah rasa
diperhatikan dalam proses implementasi
kepemilikan dan komitmen dari berbagai
kebijakan. Salah satunya, penting untuk
pihak terhadap program. LKB dirancang
menggali faktor-faktor yang menjadi
untuk semakin mendekatkan layanan
pendukung dan penghalang (barrier)
hingga ke tingkat komunitas dengan
implementasi kebijakan.
membangun keterlibatan stakeholders
lintas sektor. Tantangan yang cukup besar: Secara nyata langkah-langkah
ketersediaan sumber daya kesehatan yang yang harus dilakukan dalam upaya
memenuhi kualitas, sumber pembiayaan penanggulangan HIV dan AIDS di Kota
yang jelas, dan komitmen dari para Surakarta adalah melalui program –
pemangku kepentingan. Rasa kepemilikan program terpadu baik Satuan Kerja
terhadap LKB dapat dilihat dari sejauh Perangkat Daerah (KPAD, Stake Holder
mana setiap pihak berkoordinasi dan (WPS, LSL, PPS, Waria, IDU’S) dan
memberikan kontribusi secara nyata Masyarakat (WPA, LSM, Perusahaan
untuk mewujudkan layanan yang dsb). Dari aspek substansi hukum antara
lain dengan lebih memperkuat landasan

185
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017

operasional terutama petunjuk teknis dan Artinya, pengelolaan SDM AIDS dapat
petunjuk pelaksanaan yang mengatur mulai lebih direncanakan dengan melihat
dari perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, kebutuhan dan kapasitas tenaga kesehatan
monitoring , sanksi) . Dari aspek struktur/ di suatu daerah, sehingga mutasi tenaga
kelembagaan antara lain meningkatkan kesehatan terlatih tidak menghambat
fungsi dan tugas KPA baik secara kualitas, keberlanjutan layanan HIV & AIDS
manegement serta kelembagaan KPA dan Dari aspek budaya/kultur baik petugas
program pendukung berupa pendanaan/ maupun stake holder dan masyarakat
pengalokasian anggaran pada setiap antara lain meningkatkan pemahaman
SKPD terkait . Meningkatkan akses dan masyarakat tentang Hiv dan Aids dengan
kualitas pelayanan kesehatan bagi ODHA benar dan peran serta masyarakat dalam
dan anak dengan HIV dan AIDS/ADHA, upaya penanggulangan Hiv dan Aids
dan kelompok yang beresiko tinggi tertular . Meningkatkan keterlibatan Populasi
(RISTI), dan Orang Yang Hidup dengan Kunci dengan cara mengundang Lembaga
HIV dan AIDS/OHIDHA) . Meningkatkan Swadaya Masyarakat (LSM) peduli
keterlibatan swasta dan pelaku usaha/ Hiv dan Aids dan kelompok resiko
industri/perusahaan khususnya terhadap tinggi dalam perencanaan program dan
karyawan dan penggalangan dana, sarana menjalankan program serta evaluasi
dan prasarana yang mendukung program program sebagai petugas lapangan
penanggulangan HIV dan AIDS di (PL), Konselor, Manager Kasus dalam
lingkungannya. Pemenuhan kebutuhan Komisi Penanggulangan Aids . Dalam
Sumber Daya Manusia dilakukan melalui pembentukan budaya/kultur dilakukan
pengadaan tenaga kerja multiplier, dengan cara mempengaruhi sikap dan
pengalihan tugas, dan penambahan jumlah perilaku secara terus menerus/rutin agar
staf melalui jalur reguler atau pengadaan dapat memahami, menyikapi proses
khusus lewat tenaga honorer maupun jalur penanggulangan dan empati , sehingga
proyek. Tenaga outreach, konselor, dan diharapkan memperkecil diskriminasi
manajer kasus, misalnya, dapat direkrut terhadap ODHA.
sebagai tenaga kesehatan melalui skema
PNS atau tenaga honorer. Memberikan Adapun langkah – langkah kongkrit
kesempatan sektor non pemerintah yang harus dilakukan dalam upaya
atau masyarakat sipil yang terlatih, penanggulangan HIV dan AIDS antara
pemerintah turut andil mewujudkan lain berupa (1) sosialisasi dengan melalui
pengakuan terhadap kesetaraan serta komunikasi informasi dan edukasi
mengurangi stigma dan diskriminasi. (KIE) baik melalui sarana langsung
Skema lain ialah mekanisme pengalihan (penyuluhan, seminar/pelatihan, screning
tugas, yang meliputi perluasan tanggung darah PMI) maupun tidak langsung
jawab atas pasien HIV dari spesialis/ (melalui poster/iklan/siaran radio – TV
internis ke dokter umum, pergeseran . layanan hot line); (2) meningkatkan
tanggung jawab beberapa layanan dari kordinasi melalui pertemuan dengan stake
dokter kepada perawat, dan rangkap tugas holder secara rutin dan pemberdayaan
perawat sebagai teknisi laboratorium ODHA dan WPA melalui kegiatan
sederhana (untuk menyelesaikan masalah kegiatan pelatihan, advokasi; (3) program
kekurangan kapasitas laboratorium yang pencegahan penularan HIV dan AIDS
menghambat ekspansi pengobatan). di lingkungan tempat kerja dengan
memberikan pengetahuan, pemahaman

186
Siti Wahyuningsih. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency...

serta perlindungan bagi karyawan/pekerja tantangan program ; belum terkordinasinya


. Hal ini dimungkinkan adanya program Komisi Penanggulangan AIDS (KPA)
komperhensif dari Perusahaan dalam dan SKPD Kota Surakarta baik berupa
upaya mendukung program pemerintah arahan pengembangan, perencanaan
kota Surakarta dalam penanggulangan dan pelaksanaan kebijakan dan program
HIV/AIDS; (4) membuka akses pelayanan meskipun berbagai Surat Keputusan
kesehatan(promosi, pengobatan, mengenai upaya penanggulangan bahkan
rehabilitasi) khususnya VCT/KTS, pembiayaan telah dikeluarkan; belum/
IMS, CST/PDP di tiap Puskesmas kurang dilibatkan dalam sosialisasi
dan menjamin tersedianya Layanan kebijakan dan pelaksanaan program;masih
Komperhensif Berkesinambungan /LKB; tinggi stigmatisasi/diskriminasi terhadap
(5) pemberdayaan dan layanan sosial orang orang yang terinfeksi/ODHA; dan
bagi ODHA dengan memberikan bekal masih belum maksimalnya penyebaran
pengetahuan dan pelatihan ketrampilan dan akses informasi layanan kesehatan
dalam bidang sosial dan ekonomi; (6) dan ketersediaan adanya layanan VCT,
melakukan monitoring dan evaluasi ARV bagi penderita dan orang beresiko
terhadap KPA yang memberikan LKB tinggi terinfeksi HIV dan AIDS .
sebagai dasar pembuatan kebijakan 2. Langkah – langkah yang harus dilakukan
pelaksanaan secara berkala; dan (7) agar penanggulangan HIV dan AIDS di
mengevaluasi dan pengembangan Kota Surakarta dapat berjalan dengan
kebijakan penanggulangan HIV dan baik antara lain : Aspek substansi hukum
AIDS melalui regulasi dalam peraturan antara lain dengan lebih memperkuat
daerah, peraturan walikota, keputusan landasan operasional terutama petunjuk
walikota, terutama yang menyangkut teknis dan petunjuk pelaksanaan yang
petunjuk teknis/pelaksanaan program – mengatur mulai dari perencanaan,
program, baik regulasi, penataan SDM, pelaksanaan, evaluasi, monitoring , dan
penganggaran/alokasi pembiayaan sanksi . Aspek struktur/kelembagaan
melalui APBD maupun partisipasi warga antara lain meningkatkan fungsi
dan institusi swasta. dan tugas KPA baik secara kualitas,
manegement serta kelembagaan KPA dan
D. Simpulan program pendukung berupa pendanaan/
pengalokasian anggaran pada setiap
Dari hasil penelitian dan pembahasan SKPD terkait . Meningkatkan akses dan
yang telah dilakukan, maka penulis dapat kualitas pelayanan kesehatan bagi ODHA
memberikan kesimpulan sesuai dengan dan anak dengan HIV dan AIDS (ADHA),
permasalahan yang diteliti sebagai berikut : dan kelompok yang beresiko tinggi
1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab (RISTI) dan Orang Yang Hidup dengan
belum maksimalnya penanggulangan HIV HIV dan AIDS (OHIDHA) . Meningkatkan
dan AIDS antara lain disebabkan masalah keterlibatan swasta dan pelaku usaha/
ini belum dianggap masalah prioritas baik industri/perusahaan khususnya terhadap
oleh sektor kesehatan maupun sektor karyawan dan penggalangan dana, sarana
pembangunan yang terkait; dukungan dan prasarana yang mendukung program
politik yang belum memadai terhadap penanggulangan HIV dan AIDS di
program dan belum spesifiknya/belum lingkungannya. Aspek budaya/kultur
jelas bagaimana strategi pelaksanaan baik petugas maupun stake holder dan
program dalam konteks menghadapi

187
Jurnal Pasca Sarjana Hukum UNS Volume V Nomor 2 Juli-Desember 2017

masyarakat antara lain meningkatkan serta respons program dan capaian yang
pemahaman masyarakat tentang HIV telah dihasilkan sampai saat ini.
dan AIDS dengan benar dalam upaya 3. Permasalahan HIV dan AIDS merupakan
penanggulangan HIV dan AIDS . Dalam isu kompleks yang penanganannya
pembentukan budaya/kultur dilakukan membutuhkan keterlibatan berbagai
dengan cara mempengaruhi sikap dan pihak yang bersifat multisektoral. Untuk
perilaku secara terus menerus/rutin agar menggerakkan respons multisektor
dapat memahami, menyikapi proses tersebut, diperlukan komitmen politik yang
penanggulangan dan empati , sehingga tinggi dari para pemangku kepentingan
diharapkan memperkecil diskriminasi dengan menjadikan penanggulangan
terhadap ODHA. HIV dan AIDS menjadi prioritas
daerah, khususnya mengenai alokasi
E. Saran pengganggaran/pendanaan melalui satuan
1. Diperlukan intervensi yang dilakukan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) maupun
melalui pelatihan tenaga kesehatan dan sumber lainnya.
tenaga nonkesehatan untuk fasilitas
pelayanan kesehatan (fasyankes) primer
dan sekunder yang di-setting LKB. F. Daftar Pustaka
Peningkatan pengetahuan dan skills yang
berdampak pada kepercayaan diri tenaga Buku:
kesehatan dan tenaga non kesehatan
Dewa Putu Yudi Pardita 2014 Analisis
dalam memberikan layanan kepada
Dampak Sosial, Ekonomi, Dan
pasien ODHA. Peningkatan kapasitas ini
Psikologis Penderita HIV Aids Di
berdampak langsung pada kemampuan
Kota Denpasar. Denpasar: Program
tenaga kesehatan dan tenaga non
Pascasarjana Universitas Udayana.
kesehatan dalam mewujudkan efisiensi
waktu, efektivitas biaya, aksesibilitas, dan Depdiknas. 2003. Kamus Besar Bahasa
pelibatan komunitas. Indonesia. Edisi Ketiga. Jakarta :
2. Pengembangan Strategi Rencana Aksi Penerbit Balai Pustaka.
Daerah (SRAD) penanggulangan HIV &
AIDS. Idealnya, pengembangan SRAD Prasetya Irawan. 2006. Penelitian Kualitatif
HIV & AIDS sejalan dengan mekanisme dan Kuantitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.
perencanaan pembangunan daerah. Proses Depok: FISIP UI.
pengembangan SRAD dilakukan melalui Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
kajian yang melibatkan berbagai pihak, 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana
terutama pemangku kepentingan program K l i n i s I n f e k s i H I V d a n Te r a p i
penanggulangan HIV & AIDS, seperti Antiretroviral Pada Orang Dewasa.
kelompok ODHA, populasi kunci, sektor Jakarta: Kementrian Kesehatan
komunitas, pemerintah, dan pihak swasta. Republik Indonesia.
Pengembangan SRAD juga penting untuk
merujuk pada pendekatan perencanaan Paulus Hadi Suprapto. tanpa tahun.
berbasis bukti dan data (evidence-based Metodelogi Penelitian Hukum. Bahan
planning), dimulai dari kajian mengenai Kuliah Magister Ilmu Hukum UNDIP.
gambaran situasi epidemi HIV & AIDS Semarang.

188
Siti Wahyuningsih. Implementasi Kebijakan Pencegahan dan Penanggulangan Human Immunodeficiency...

Ronald Hutapea. 2014. AIDS dan PMS Dan Dengan Kualitas Hidup Pasien HIV/
Pemerkosaan. Jakarta : Rineka Cipta. AIDS Yang Menjalani Perawatan di
RSUPN Cipto Mangunkusumo”. Tesis.
Ronny Hanitjo Soemitro. 1994. Metodelogi
Depok : Program Pascasarjana Fakultas
Penelitian Hukum. Jakarta : Ghalia
Ilmu Keperawatan Medikal Bedah
Indonesia.
Universitas Indonesia.
Satjipto Rahardjo. 1993. Masalah Penegakan
Spritia. 2016. “Statistik Kasus Aids Di
Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis,
Indonesia”. Jurnal Kesehatan
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum
Masyarakat. Edisi Kemas 11 (2) (2016)
Nasional.
XX-XX.
Soedarto. 1986. Kapita Selekta Hukum
Pidana. Bandung : Alumni.
Internet:
h t t p : / / e t d . r e p o s i t o r y. u g m . a c . i d /
Jurnal/Makalah, Tesis:
downloadfile/71839/.../S2-2014-
Argyo Demartoto. 2006. ODHA. “Masalah 323765-chapter1.pdf.
Sosial dan Pemecahannya”. JPP (Jurnal
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/125929-S-
Penduduk dan Pembangunan). Vol.
5471-Deskripsi%20dan-Literatur.pdf.
6 No. 2. Surakarta: Jurusan Sosiologi
FISIP Universitas Sebelas Maret. http://eprints.uns.ac.id/21424/2/d0111054_
bab1.pdf.
Edi Suharto. 2016. “Analisis Kebijakan
PublikP, dalam Abdul Najib, Pola http://jateng.tribunnews.com/2015/11/29/
Kebijakan Penanggulangan dan penderita-hivaids-di-solo-raya-capai-
Penularan Terhadap Perkembangan ribuan-orang.
Virus HIV/AIDS dan Peran Bagi
h t t p : / / w w w. t e m p o i n t e r a k t i f . c o m / h g /
Pekerja Sosial. Artikel: Jurnal Panggung
nusa/2009/05/06.
Hukum, edisi Vol. 1. No. 2. Juni.
http://www.gunadarma.ac.id/library/
Henni Kusuma. 2011. “Hubungan Antara
articles/graduate/psychology/2009/
Depresi dan Dukungan Keluarga
Artikel_10503068.pdf.

189

You might also like