You are on page 1of 17

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332401699

Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar

Technical Report · April 2019


DOI: 10.13140/RG.2.2.27346.81609

CITATIONS READS
0 1,390

1 author:

Arif Rahman Hakim

62 PUBLICATIONS   42 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Arif Rahman Hakim on 13 April 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


2019

EKONOMI
PEMBANGUNAN: SEBUAH
PENGANTAR
ARIF RAHMAN HAKIM

[Tautan Unduhan]:

https://www.researchgate.net/profile/Arif_Hakim14
Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar
Oleh Arif Rahman Hakim

Referensi :

1. Adelman, I. (2000). Fifty Years of Economic Development : What Have


We Learned. World Bank Working Paper, No 28737. [Online]
http://documents.worldbank.org/curated/en/625131468761704307/
Fifty-years-of-economic-development-what-have-we-learned
2. Ananta, A. (2011). A Search for a World Development Paradigm : With
Specific Recommendations for Indonesia. Reproduced from The
Indonesian Economy : Entering a New Era. Singapore : ISEAS.
3. Chau, N H & Kanbur, R. (2018). The Past, Present, and Future of
Economic Development. Working Paper 2018-15.
4. Ghose, A J. (2010). Reinventing Development Economics. Economic and
Political Weekly, Vol 45, No 42, pp. 41 – 50.
5. Janvry, A de & Sadoulet, E. (2014). Sixty Years of Development
Economics : What Have We Learned for Economic Development ?. Revue
d’economie du development, Vol 22, pp. 9 – 19.
6. Kanbur, R & Sumner, A. (2012). Poor Countries or Poor People ?
Development Assistance and the New Geography of Global Poverty.
Journal of International Development, Vol 24, No 6, pp. 686 – 695.
7. Lakner, C & Milanovic, B. (2016). Global Income Distribution : From the
Fall of the Berlin Wall to the Great Recession. The World Bank Economic
Review, Vol 30, No 2, pp. 203 – 232.
8. Ravallion, M. (2010). The Developing World’s Bulging (but Vulnerable)
Middle Class. World Development, Vol 38, No 4, pp. 445 – 454.
9. Todaro, M P & Smith, S C. (2015). Economic Development 12th Ed. The
Pearson Series in Economics : Prentice Hall.

1. Pendahuluan
Dewasa ini, salah satu hal yang menjadi karakteristik mencolok dari
perekonomian di berbagai belahan dunia adalah adanya peningkatan
ketimpangan dalam distribusi sumber daya. Sebagai contohnya, Cina, negara
terpadat di dunia, telah mengalami pertumbuhan ekonomi pada tingkat yang
belum pernah terjadi sebelumnya, dan India juga telah membuat kemajuan
besar. Sementara itu, negara-negara di sub-Sahara Afrika dan negara lain
cenderung mengalami stagnasi, dan kesenjangan dalam standar hidup yang
semakin melebar.
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

Kondisi ini dalam konteks pembangunan sering dikaitkan dengan sebuah


konsep yang dikenal dengan proses transformasi struktural yang terjadi
karena meleburnya dualisme dan surplus tenaga kerja secara bertahap
sehingga memunculkan sebuah konsep yang dikenal dengan pertumbuhan
pendapatan per kapita. Perubahan makna ini mencerminkan pergeseran
paradigma dalam ekonomi pembangunan. Beberapa ahli mengasumsikan
adanya perbedaan struktural antara ekonomi di negara berkembang dan di
negara maju, sehingga seringkali mendistorsi konsep antara pembangunan
dan pertumbuhan itu sendiri. Dalam perkembangannya, ekonomi
pembangunan menjadi perhatian karena berupaya menjelaskan mengapa
beberapa negara tetap jatuh miskin dibandingkan dengan negara lainnya
(Ghose, 2010).
Hal ini menjadikan studi tentang ekonomi pembangunan sebagai salah satu
cabang disiplin ilmu yang semakin menarik dan memberikan tantangan
terhadap disiplin ilmu ekonomi dan ekonomi politik secara lebih luas.
Meskipun orang dapat mengklaim bahwa Adam Smith adalah "ekonom
pembangunan" pertama melalui bukunya “Wealth of Nations”, yang
diterbitkan pada 1776, namun studi lanjutan semakin berkembang dan
semakin menjadi lebih sistematis untuk mengurai masalah dan proses
pembangunan ekonomi tidak hanya di Afrika, Asia, juga di Amerika Latin serta
negara – negara di benua lainnya (Adelman, 2000).
Maka tidak mengherankan jika ekonomi pembangunan telah bertransformasi
menjadi salah satu cabang ilmu yang berupaya mengeksplorasi,
mengidentifikasi, hingga memberikan alternatif solusi mengatasi kondisi
diatas, termasuk menjawab beberapa tantangan ekonomi yang muncul dan
menjadi ciri khas bagi beberapa negara yang tergolong tidak beruntung di
berbagai belahan dunia. Disini, ekonomi pembangunan berupaya memberikan
perspektif dan menyelidiki faktor-faktor penyebab ketidaksetaraan global
dengan memberikan dugaan dan analisa tentang kemungkinan adanya
kegagalan pasar dan pemerintah yang berkontribusi terhadap situasi tersebut.
Tidak hanya itu, ekonomi pembangunan akan selalu mengacu pada prinsip-

2
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

prinsip dan konsep-konsep yang relevan dari cabang-cabang ekonomi lain


dalam bentuk standar atau modifikasi, sehingga cabang ilmu ini
dimungkinkan dapat dengan cepat mengembangkan identitas analisis dan
metodologinya yang khas.

2. Ekonomi Pembangunan : Apa dan Mengapa


Di beberapa tahun terakhir ini, pengajaran ekonomi pembangunan jarang
mengalokasikan waktu yang cukup untuk membahas sejarah. Namun,
penyampaian sejarah singkat tentang ekonomi pembangunan cenderung
bersifat instruktif, untuk menghargai bagaimana ahli ekonomi memahami
pembangunan sehingga membantu para akademisi dan scholar menjadi lebih
paham terhadap berbagai pendekatan pembangunan yang sudah dilakukan
orang (para expert terdahulu di ekonomi pembangunan) dari waktu ke waktu
dan bagaimana para pemerhati ekonomi pembangunan sampai pada gagasan
dan ide yang sedang dan akan populer di waktu yang akan datang. Tentu saja,
hal yang ada di pikiran para ahli ekonomi pembangunan di masa lalu menjadi
berbeda dari cara para developmentalist melihatnya saat ini dan dalam konteks
yang kekinian.
Berbicara tentang ekonomi pembangunan, tidak ada salahnya jika kita perlu
memberikan penjelasan mengenai arti penggunaan istilah tersebut. Karena
Ekonomi Pembangunan tidak selalu identik dengan pertumbuhan ekonomi
dan juga pendapatan per kapita, dimana frasa ini menggabungkan beberapa
hal, yaitu pertumbuhan mandiri yang berkelanjutan, perubahan struktural
dalam pola produksi, peningkatan teknologi, modernisasi sosial, politik dan
kelembagaan, hingga peningkatan dan perbaikan kesejahteraan manusia.
Salah satu ahli, Kuznets, identik dengan kata "pembangunan" karena mewakili
tiga elemen, yaitu sebagai sejarawan pembangunan, ahli teori pembangunan
institusional, dan ahli ekonomi pembangunan neoklasik tahun delapan
puluhan. Kuznets telah menambahkan lingkup dan peran pasar dalam
pengambilan keputusan ekonomi (melalui ide modernisasi kelembagaan), yang
kelak dikenal dengan pembangunan Kuznetsian (Adelman, 2000).

3
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

Para ahli teori modernisasi juga telah menambahkan faktor politik dan sosial
kedalam transformasi definisi ekonomi pembangunan, yang mana
pembangunan perlu melibatkan kewirausahaan kedalam evolusi sosial budaya
sebagai bagian dari aspek pembangunan. Selain itu, kesenjangan dari proses
pertumbuhan selama dua dekade pertama telah menarik minat
developmentalist untuk semakin peduli terhadap kesejahteraan masyarakat
miskin, yang tentu saja hal ini mendorong peningkatan kesejahteraan nasional
yang secara eksplisit menjadi bagian dari karakteristik ekonomi pembangunan
sehingga menjadi pembeda dari hanya sekadar pertumbuhan ekonomi dan
juga pendapatan perkapita.
Jika ekonomi pembangunan adalah sekumpulan pemikiran yang bertujuan
membantu negara-negara mengejar ketertinggalannya, terutama dalam
pendapatan per kapita, maka cabang ilmu ini telah menjadi salah satu yang
tertua dalam ilmu ekonomi. Diawali dari industrialisasi di Inggris hingga
restorasi Meiji di Jepang. Sebagai sebuah sub disiplin ilmu, ekonomi
pembangunan telah menjadi cabang ilmu yang mapan sejak pertengahan
tahun 40-an dan awal 50-an, terus berlanjut hingga periode berikutnya hingga
sekarang. Selama periode tersebut, para ahli ekonomi pembangunan telah
menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi dapat berhasil, karena ada
beberapa negara yang dianggap mampu mencapai tahap tinggal landas sebagai
pijakan menuju pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, juga adanya fakta
bahwa ekonomi pembangunan memiliki peran yang menentukan untuk
memberikan garansi keberhasilan pembangunan ekonomi berkelanjutan. Saat
ini, ekonomi pembangunan menjadi jauh lebih komprehensif dan analitis
dibandingkan sebelumnya (Meier, 1985 dalam Janvry dan Sadoulet, 2014).
Ekonomi pembangunan sendiri telah mampu menjadi salah satu mainstream
dalam disiplin ilmu ekonomi, dengan para akademisi dan scholar yang
menekuni bidang spesialisasi ekonomi pembangunan pada sebagian besar
universitas besar dan ternama di seluruh dunia. Tentu saja, ekonomi
pembangunan mampu menarik sejumlah bakat luar biasa, semacam
kelulusan "recruitment test" sebagaimana diusulkan oleh Hirschman, sebagai

4
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

indikator kriteria keberhasilan profesional dalam menekuni suatu disiplin ilmu


tertentu. Tidak hanya itu, ekonomi pembangunan mendorong aliran - aliran
besar sumber daya dari organisasi internasional, lembaga pembangunan
bilateral, dan lembaga donor. Dan itu telah membantu mencapai kesuksesan
dalam pembangunan dengan memperluas sekelompok konvergensi menjadi
lebih dari empat miliar orang, mengurangi tingkat kemiskinan global hingga
50% selama 25 tahun terakhir, dan menyaksikan munculnya kelas menengah
dunia yang makin besar (Ravallion, 2010).
Kontribusi ekonomi pembangunan dalam prosesnya telah melalui ide-ide yang
berasal dari penelitian, saran, kebijakan, dan pengajaran. Banyak dari
pengaruh – pengaruh tadi tidak terlihat secara kasat mata, karena
terinternalisasi dalam modal manusia untuk menjadikan manusia sebagai
pilar pembangunan di negara mereka masing - masing. Sebagai contoh kasus,
misalnya kolaborator Pusat Pertumbuhan Ekonomi Yale di Taiwan dan
Pakistan, "Mafia Berkeley" di Indonesia, Chicago Boys di Chili, pelatihan di
bawah D. Gale Johnson dari para sarjana Cina di Pusat Penelitian Ekonomi
Tiongkok, Judul XII tentang keterlibatan USAID pada hibah perguruan tinggi
AS dengan universitas pertanian di seluruh dunia, dan pelatihan ratusan
ekonom pembangunan di bawah AERC (African Economic Research Consortium)
di Sub-Sahara Afrika. CERDI telah bertahun-tahun melatih ribuan profesional
karir menengah dalam pengembangan ekonomi dan administrasi publik, yang
banyak di antaranya sekarang memegang posisi kunci di negara mereka
sendiri. Banyak yang dapat dipelajari, sesuatu yang lebih penting dari
tantangan besar yang masih ada didepan, dan perlu ditangani secara efektif
jika ingin berhasil dalam pembangunan ekonomi di masa depan (Janvry dan
Sadoulet, 2014).
Sebagai salah satu cabang ilmu yang interdisiplin bahkan juga mungkin multi
disiplin, ekonomi pembangunan kedepan sebaiknya mampu mengakomodasi
tiga tujuan utama pembangunan. Sebagaimana diuraikan Ananta (2011),
ketiga tujuan tersebut sebagai berikut, yaitu (1) pembangunan yang berpusat
pada manusia. Disini ada empat elemen penting yaitu kesehatan, pendidikan,

5
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

kebebasan bergerak, dan bebas dari rasa takut; (2) pembangunan yang ramah
lingkungan dimana konsep pembangunan ini menganggap adanya isu
lingkungan yang secara eksplisit harus masuk kedalam model ekonomi, tidak
hanya sebagai model alternatif. Dengan pendekatan ini, biaya lingkungan
menjadi komponen dalam perhitungan pembangunan ekonomi. Konsep PDB
hijau berupaya mencegah kerusakan lingkungan dengan menjadikannya
ukuran penghitungan pendapatan nasional atau produk domestik bruto; (3)
dan tata pemerintahan yang baik. Tata kelola yang baik itu sendiri merupakan
salah satu tujuan pembangunan. Setiap negara perlu mencapai tata kelola
yang baik terlepas dari apakah itu mendorong pertumbuhan ekonomi atau
tidak, meskipun disatu sisi pertumbuhan ekonomi dapat juga digunakan
sebagai sarana untuk menciptakan tata kelola yang baik. Oleh karena itu, kita
harus mempertanyakan apakah upaya untuk mencapai pertumbuhan
ekonomi yang tinggi telah memperlambat tata kelola pemerintahan, atau tata
kelola pemerintahan yang buruk cenderung terjadi ketika target pertumbuhan
ekonomi tertentu tercapai. Oleh karena itu, indikator statistik baru perlu
dikembangkan untuk mengukur jenis pembangunan seperti ini.

3. Ekonomi Pembangunan : Dulu, Sekarang, dan Kedepan


3.1 Ekonomi Pembangunan : Dulu
Sejak berakhirnya perang dunia kedua atau enam dasawarsa terakhir ini,
hingga terjadinya krisis ekonomi tahun 2008, telah menjadi periode keemasan
pembangunan ekonomi, dimana pendapatan per kapita riil (dan produk
domestik bruto, PDB) cenderung meningkat di beberapa belahan negara
didunia. Sepanjang periode 1950 dan 2008, terjadi peningkatan sebesar empat
kali lipat bagi negara – negara di dunia secara keseluruhan. Sebagai contoh
untuk perbandingan, sebelum periode ini butuh seribu tahun bagi PDB per
kapita dunia untuk mengalami peningkatan sebanyak lima belas kali
dibandingkan sebelumnya. Antara tahun 1.000 dan 1978, Cina mengalami
peningkatan pendapatan PDB per kapita dua kali lebih besar; lalu cenderung
meningkat menjadi enam kali lipat dalam tiga puluh tahun ke depan.

6
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

Pendapatan per kapita India meningkat lima kali lipat sejak kemerdekaan pada
tahun 1947, setelah meningkat hanya 20% pada periode sebelumnya. Tentu
saja krisis tahun 2008 menyebabkan penurunan yang besar dalam jangka
panjang, tetapi itu hanya sesaat saja. Sekalipun ada kemungkinan penurunan
tajam dari output perekonomian sebagai akibat dari krisis, pertumbuhan
ekonomi yang terjadi setelah perang dunia kedua cenderung meningkat pesat
dibandingkan dengan apa yang dicapai dalam seribu tahun sebelumnya.
Lalu, bagaimana dengan kondisi distribusi pendapatan terutama bagi negara
yang paling miskin? Apakah negara – negara tersebut cenderung mengalami
peningkatan atau tidak sama sekali? Hal ini cukup sulit untuk dilihat karena
tidak banyak data yang mampu menangkap rentang waktu tersebut. Beberapa
lembaga hanya mampu memiliki informasi data yang kredibel dan sahih
selama tiga dekade saja. Salah satunya, Bank Dunia dalam Chau dan Kanbur
(2018), menggunakan garis kemiskinan global sebesar $ 1,90 (dalam paritas
daya beli) per orang per hari, fraksi populasi dunia dalam kemiskinan pada
tahun 2013 hampir seperempat dari yang ada pada tahun 1981 atau 42%
dibandingkan dengan 11%. Negara-negara besar di dunia seperti Cina, India,
tetapi juga Vietnam, Bangladesh, dan sebagainya telah berkontribusi terhadap
penurunan kemiskinan global yang belum pernah terjadi sebelumnya. Upaya
pemerintah China dalam mengurangi kemiskinan, yang melibatkan ratusan
juta warganya agar dapat berada di atas garis kemiskinan dalam tiga dekade,
disebut - sebut sebagai pengentasan kemiskinan yang paling spektakuler.
Selain itu, kita tidak hanya disodori mengenai meningkatnya pendapatan dan
menurunnya kemiskinan pendapatan tetapi juga adanya rerata indikator
sosial global yang juga meningkat secara dramatis. Tingkat penyelesaian
sekolah dasar telah meningkat dari yang semula tidak lebih dari 70% pada
tahun 1970 menjadi 90% mendekati akhir dekade kedua tahun 2000-an.
Kematian ibu telah berkurang setengahnya, dari 400 menjadi 200 per 100.000
kelahiran hidup selama seperempat abad terakhir. Angka kematian bayi juga
telah berkurang menjadi seperempat dari setengah abad yang lalu (30
dibandingkan dengan 120, per 1.000 kelahiran hidup). Peningkatan angka

7
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

kematian ini telah berkontribusi pada peningkatan harapan hidup, naik dari
50 tahun pada 1960 menjadi 70 tahun pada 2010 (Chau dan Kanbur, 2018).
Tentu, kita tidak hanya fokus pada pendapatan yang adil, kesehatan dan
pendidikan namun menyembunyikan adanya tren global utama lainnya,
seperti peningkatan keanggotaan PBB sebagai akibat dari negara - negara yang
memperoleh kemerdekaan politik, semula hanya sebanyak 50 negara pada
tahun 1945 menjadi lebih dari 150 negara pada tiga dekade kemudian. Tidak
hanya itu, adanya peningkatan yang stabil dalam jumlah negara yang
menerapkan demokrasi meskipun hal ini tidak mudah didokumentasikan,
karena berkembangnya beberapa indikator, salah satunya partisipasi politik
perempuan.
Dengan pencapaian yang cukup masif di tingkat global, seringkali dianggap
sebagai masa keemasan kemajuan pembangunan namun tidak selamanya
begitu, karena kecenderungan peningkatan trend global secara rata – rata,
seringkali menyembunyikan fakta miris yang berlawanan dengan kondisi
sebenarnya. Sebagai contoh, negara-negara di Afrika yang terperosok dalam
konflik tidak memiliki data pertumbuhan yang representatif untuk dapat
dibicarakan dan didiskusikan, meskipun ada juga sebagian kecil tumbuh di
beberapa negara. Bagi beberapa akademisi dan pemerhati ekonomi
pembangunan, tidak mudah untuk melihat Afrika, ketersediaan data yang
tidak lengkap, memberikan dugaan bahwa sebagian orang miskin menjadi
semakin miskin, terlihat dari angka absolut kemiskinan yang semakin
meningkat dalam seperempat abad terakhir, dikarenakan adanya
pertumbuhan populasi.
Lakner dan Milanovic (2016), menyatakan adanya ketidaksetaraan
pendapatan di dunia. Dimana ketimpangan antara semua individu di dunia
dapat dilihat dari dua komponen. Pertama adalah ketidaksetaraan antara
pendapatan rata-rata antar negara sehingga menciptakan kesenjangan antara
negara kaya dan miskin. Kedua, ketimpangan di dalam setiap negara secara
rata-rata. Ketika terjadi pertumbuhan cepat dari negara-negara yang awalnya
miskin namun besar seperti India dan Cina relatif terhadap pertumbuhan

8
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

negara-negara kaya seperti AS, Jepang, dan negara-negara di Eropa, ini


mendorong ketidaksetaraan antar negara cenderung menurun. Namun tidak
untuk ketidaksetaraan di dalam negara karena lebih kompleks, yang mana
terjadi kenaikan tajam dalam ketimpangan di AS, Eropa serta di Cina dan
India, ini menjadi bukti bahwa secara keseluruhan ketimpangan di dalam
negeri itu ada. Meskipun disatu sisi, ketidaksetaraan negara – negara di dunia
telah menurun. Namun ketimpangan global masih berkontribusi lebih dari
separuh dibandingkan seperempat abad yang lalu. Ada kabar baik dimana
pertumbuhan negara berkembang cenderung meningkat secara rata-rata
dalam tiga dekade terakhir.
Disisi lain, pertumbuhan pendapatan yang seringkali tidak bersahabat dengan
lingkungan, hal ini cenderung salah atau misinterpretasi ketika mengukur
kesejahteraan manusia. Polusi telah meningkat sebesar 10% selama
seperempat abad terakhir, dengan semua implikasi kesehatan yang terkait.
Populasi global yang mengalami kekurangan air meningkat hampir dua kali
lipat dalam setengah abad terakhir, dan telah terjadi penurunan yang stabil
pada kawasan hutan global dalam periode yang sama. Emisi gas rumah kaca
global juga meningkat dari di bawah 40 gigaton setara dengan hampir 50
gigaton pada seperempat abad terakhir. Saat ini tren pemanasan global
diproyeksikan sekitar 4 derajat Celcius pada tahun 2100, jauh di atas tingkat
aman pemanasan 1,5 derajat Celcius. Konsekuensi dari pemanasan global
sudah mulai muncul seperti cuaca buruk, musim yang tidak sesuai siklus,
dan sebagainya (Lakner dan Milanovic, 2016).
Dengan demikian, selama tujuh dasawarsa terakhir telah menjadi periode
gemilang bagi pembangunan ekonomi melalui berbagai ukuran dan
indikatornya. Tapi semua itu disinyalir bisa menjadi bom waktu karena ada
kecenderungan yang mengkhawatirkan dan telah mulai muncul sebagai akibat
dari konsekuensi pembangunan yang terjadi dewasa ini. Berikutnya, akan
difokuskan mengenai fokus pada perkembangan ekonomi masa sekarang.

9
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

3.2 Ekonomi Pembangunan : Sekarang


Perkembangan isu – isu ekonomi pembangunan terkini beserta perdebatan
dan wacananya dibentuk dari kecenderungan kejadian sebelumnya dan yang
sedang terjadi di masa kini. Salah satu fitur menarik dan penting dari lanskap
ekonomi pembangunan sekarang adalah perubahan dalam geografi
kemiskinan global. Dengan menggunakan definisi baku dan standar, dimana
empat puluh tahun yang lalu 90% orang miskin di dunia hidup di negara-
negara berpenghasilan rendah. Saat ini, tiga perempat orang miskin di dunia
hidup di negara-negara berpenghasilan menengah. Adanya pertumbuhan
cepat dan masif di beberapa negara besar, ditengarai menjadi indikasi
munculnya ketimpangan di negara-negara ini, yang berarti bahwa
peningkatan pendapatan rata-rata belum tercermin dalam pengurangan
kemiskinan. Jadi, meskipun negara-negara ini sekarang telah melewati batas
kategori pendapatan menengah, namun negara – negara ini memiliki
penduduk yang masih berkubang dalam kemiskinan. Tidak hanya itu, orang
miskin di negara berpenghasilan menengah harus bersaing dengan orang
miskin di negara miskin untuk mendapatkan perhatian dari komunitas global
(Kanbur dan Sumner, 2012).
Tidak adanya keterkaitan antara individu yang miskin dan negaranya yang
miskin, dapat mengganggu sistem bantuan pembangunan global, yang
dibangun atas gagasan bahwa sebagian besar orang miskin dunia hidup di
negara-negara miskin. Hal ini direpresentasikan dengan kriteria “kelayakan”
yang digunakan oleh sebagian besar lembaga donor, di mana bantuan
cenderung berkurang dan menjadi terhenti ketika pendapatan rata-rata suatu
negara melewati ambang batas tertentu, biasanya jika negara tersebut masuk
kategori negara berpendapatan menengah. Hal ini menyebabkan munculnya
dikotomi antara negara-negara yang sangat miskin biasanya terjadi banyak
konflik dan negara-negara berpenghasilan menengah di mana banyak terdapat
orang miskin dunia berada disana. Dengan demikian, tidak mudah bagi
lembaga donor, untuk berupaya mengentaskan sebagian besar kaum miskin
di dunia, sembari tetap memberi perhatian kepada negara-negara termiskin.

10
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

Disatu sisi, negara-negara berpenghasilan menengah juga merupakan sumber


global dari masalah lingkungan dan sumber konflik berbasis migrasi. Migrasi,
yang biasanya diiringi dengan konflik dan ekonomi, membawa pemerhati
ekonomi pembangunan kepada topik lain dari lanskap perkembangan
ekonomi saat ini, yang merupakan hasil kecenderungan masa lalu dan
pastinya akan berdampak untuk masa depan secara global. Adanya
peningkatan ketimpangan di negara-negara kaya bersanding dengan
meningkatnya tekanan migrasi dari negara-negara miskin. Meskipun
kesenjangan antara negara-negara kaya dan miskin berusaha untuk
dikurangi, namun karena pertumbuhan yang cepat di beberapa negara miskin,
kesenjangan masih sangat besar, baik secara rata-rata dan juga berlaku bagi
negara-negara yang tidak bisa tumbuh cepat. Kesenjangan ini terakumulasi
dengan peningkatan konflik bersenjata yang muncul dan diperparah oleh
kondisi lingkungan yang semakin buruk.
Fenomena pembangunan ekonomi juga tidak bisa dilepaskan dari beberapa
kejadian global seperti krisis keuangan global, Brexit, dampak keterpilihan
Trump, fenomena perang dagang, hingga masuknya Alternative für
Deustchland ke Parlemen Jerman, dimana beberapa kejadian tersebut sering
menjadi menjadi bentuk nyata dari indikasi munculnya ketidakteraturan
global. Tidak hanya itu, kekerasan massa anti-migran di Afrika Selatan, dan
konflik etnis di negara-negara seperti Myanmar, adalah bagian dari
ketegangan migrasi yang memiliki pola sama sebagai salah satu bentuk yang
mewarnai perkembangan ekonomi pembangunan dewasa ini.

3.3 Ekonomi Pembangunan : Kedepan


Perkembangan ekonomi masa lalu dan sekarang menjadi landasan bagi
prediksi yang mungkin terjadi di masa yang akan datang. Degradasi
lingkungan dan perubahan iklim cenderung memperburuk prospek
pembangunan dan meningkatkan konflik, serta adanya migrasi dan tekanan
lingkungan. Namun, perlu ada pergeseran dalam memaknai pembangunan itu
sendiri.

11
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

Dalam konteks ini, pembangunan harus dipahami sebagai proses


multidimensi yang melibatkan perubahan besar dalam struktur sosial, sikap
rakyat, dan institusi nasional, yang diikuti dengan percepatan pertumbuhan
ekonomi, pengurangan ketidaksetaraan, dan pemberantasan kemiskinan.
Pembangunan, pada intinya, harus mewakili keseluruhan perubahan dimana
seluruh sistem sosial, disesuaikan dengan beragam kebutuhan dasar dan
aspirasi yang berkembang dari individu dan kelompok sosial dalam sistem itu,
dimana ada perpindahan dari kondisi kehidupan yang secara luas dianggap
tidak memuaskan terhadap sebuah situasi menuju kepada kondisi kehidupan
yang dianggap lebih baik secara material dan spiritual. Tidak semua ahli
ekonomi pembangunan memberikan perhatian dalam mengidentifikasi tujuan
manusia dari pembangunan ekonomi, sebagaimana halnya yang telah
dilakukan Amartya Sen, salah satu pemikir terkemuka tentang arti
pembangunan (Todaro dan Smith, 2015).
Menurut Sen, sulit untuk mengukur dengan tepat apa itu kemiskinan jika
didasarkan pada pendapatan atau utilitas seperti yang dipahami dalam
beberapa literatur konvensional; satu hal terpenting dan mendasar
bahwasanya bukanlah hal-hal yang dimiliki seorang individu tersebut
melainkan apa yang seseorang itu dapat menjadi atau dapat melakukan apa.
Bagian terpenting dari kesejahteraan tidak hanya karakteristik komoditas
yang dikonsumsi, seperti dalam pendekatan utilitas, tetapi juga apa yang
dapat digunakan konsumen untuk membuat komoditas. Sebagai contoh,
sebuah radio tidak bernilai bagi orang yang tuna rungu (kecuali mungkin
sebagai simbol status atau prestise).
Selain itu, agar konsep kesejahteraan manusia menjadi semakin umum, dan
juga konsep kemiskinan disisi lain, kita perlu berpikir di luar keberadaan
komoditas dan mempertimbangkan penerapannya dalam konteks tertentu.
Hal ini diharapkan dapat mengatasi apa yang disebut Sen sebagai
“functionings” atau keberfungsian, yaitu, apa yang dilakukan seseorang (atau
dapat melakukan apa) dengan komoditas yang memiliki karakteristik tertentu
dapat mereka miliki atau kendalikan. Kebebasan memilih, atau

12
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

mengendalikan hidup sendiri, merupakan aspek sentral dari sebagian besar


pemahaman kesejahteraan. Keberfungsian dapat dimaknai sebagai “menjadi
atau melakukan”, dalam pandangan Sen, keberfungsian adalah mereka yang
memiliki alasan untuk dihargai karena menjadi sehat, terawat, mengenakan
pakaian yang pantas, bebas beraktivitas, memiliki rasa percaya diri dan
konsep penghargaan diri yang baik, dan berpartisipasi serta mengambil bagian
dalam kehidupan bermasyarakat.
Sen berupaya untuk juga mengidentifikasi lima sumber perbedaan, yaitu satu,
heterogenitas pribadi, seperti yang terkait dengan kecacatan, penyakit, usia,
dan jenis kelamin; kedua, keanekaragaman lingkungan, seperti persyaratan
pemanasan dan kebutuhan berpakaian dikala dingin serta infeksi penyakit
dingin di daerah tropis, atau dampak polusi; ketiga, variasi dalam iklim sosial,
seperti prevalensi kejahatan dan kekerasan, dan “modal sosial”; keempat,
distribusi dalam keluarga, seperti statistik ekonomi yang mengukur
pendapatan dalam suatu keluarga karena menjadi unit dasar dari konsumsi
bersama, tetapi sumber daya keluarga dimungkinkan terdistribusi secara
tidak merata, seperti ketika anak perempuan mendapat lebih sedikit perhatian
medis atau pendidikan daripada anak laki-laki; Kelima, perbedaan dalam
perspektif relasional, yang berarti bahwa suatu barang penting karena
kebiasaan dan tradisi lokal di suatu daerah tertentu.
Sen kemudian juga mendefinisikan konsep “capabilities” atau kapabilitas,
yaitu "kebebasan yang dimiliki seseorang dalam hal pemilihan fungsi, dengan
memberikan karakteristik pribadinya dan kewenangannya atas suatu
komoditas." Perspektif Sen membantu menjelaskan mengapa ekonom
pembangunan menempatkan begitu banyak penekanan tentang kesehatan
dan pendidikan, dan baru-baru ini tentang inklusi dan pemberdayaan sosial,
dan telah merujuk pula kepada negara-negara dengan tingkat pendapatan
tinggi tetapi memiliki standar kesehatan dan pendidikan yang buruk, yang
dikenal dengan kasus “pertumbuhan tanpa pembangunan.” Pendapatan riil
sangat penting, tetapi untuk mengubah karakteristik dari komoditas menjadi
fungsi, dalam banyak kasus, tentunya membutuhkan kesehatan dan

13
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

pendidikan serta pendapatan. Peran kesehatan dan pendidikan berada pada


sesuatu yang sangat mendasar seperti kecukupan nutrisi dan energi sehingga
dimungkinkan seseorang hidup bebas dan tidak menjadi parasit karena
memiliki kemampuan diikuti dengan pendidikan yang cukup.
Oleh karena itu, tujuan utama dari pembangunan haruslah mampu (1)
meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang dasar yang
dapat menopang kehidupan seperti makanan, tempat tinggal, kesehatan, dan
perlindungan sosial; (2) meningkatkan taraf kehidupan termasuk juga
pendapatan yang tinggi, ketersediaan lapangan pekerjaan, pendidikan yang
lebih baik, dan juga perhatian yang lebih besar terhadap nilai budaya dan
kemanusiaan, dimana kesemuanya itu tidak hanya meningkatkan
kesejahteraan tetapi juga membentuk individu yang lebih baik dan
bermartabat; (3) mampu memperluas alternatif pilihan ekonomi dan sosial
tidak hanya bagi individu tapi juga negara, dengan cara membebaskan mereka
dari ketergantungan.

4. Kesimpulan
Ekonomi pembangunan akan bermakna berbeda tergantung pada konteksnya.
Di negara yang kaya, hal ini sering direpresentasikan dengan pertumbuhan.
Namun disebagian besar ekonom pembangunan akan mengatakan bahwa
ekonomi pembangunan tidak identik dengan pertumbuhan apalagi sekadar
pendapatan perkapita, meskipun sulit untuk mencapai tujuan pembangunan
tanpa hal tersebut. Proyek-proyek pembangunan di seluruh dunia cenderung
fokus pada hasil yang nyata seperti pengentasan kemiskinan, mengatasi
kekurangan gizi, mempersempit ketimpangan, dan kesehatan. Tidak
mengherankan, jika definisi ekonomi pembangunan bertransformasi menjadi
pemenuhan kebutuhan fisik dasar seperti nutrisi, tempat tinggal, dan pakaian,
dan perkembangan pikiran (dan tentu saja potensi pendapatan individu)
melalui pendidikan.
Ekonomi pembangunan juga harus memperhatikan kesetaraan antara
individu, dimana kapasitas seseorang individu untuk memproduksi (atau

14
[Arif Rahman Hakim| Ekonomi Pembangunan : Sebuah Pengantar]

bahkan mengkonsumsi) secara efisien tergantung pada bagaimana kekayaan


didistribusikan, dimana adanya asumsi dasar dari pasar kompetitif sering
tidak berlaku untuk anggota masyarakat termiskin. Tidak mengherankan, jika
orang-orang yang hidup dalam kubangan kemiskinan seringkali dirampas baik
tidak disengaja dan juga dikondisikan secara sengaja agar tidak berdaulat
dengan kemampuan untuk membuat pilihan substantif dan mengambil
tindakan yang penting untuk dirinya.
Bagi Sen dalam Todaro dan Smith (2015), “kesejahteraan” manusia haruslah
berarti baik, dalam arti menjadi dasar untuk sehat, terpelihara dengan baik,
berpakaian yang pantas, melek huruf, dan berumur panjang; lebih luas lagi,
dapat mengambil bagian dan berperan serta dalam kehidupan bermasyarakat,
leluasa bergerak, dan memiliki kebebasan untuk memilih apa yang bisa dan
tidak bisa dilakukan.
Terakhir, ekonomi pembangunan harusnya kini mampu melangkah kedepan
dengan kepercayaan diri yang lebih, karena dari sudut pandang masa lalu
telah bertransformasi menjadi sub bidang ilmu yang mapan dengan
banyaknya raihan prestasi. Ekonomi pembangunan juga mampu menjadi
bidang unggulan dan pelopor ekonomi arus utama, dengan beragam
tantangan yang mampu dijawab, keberhasilan rekrutmen scholar baru untuk
menekuni bidang ini telah menjadi sumberdaya yang tidak ada habisnya
dengan peminatnya yang semakin banyak dan beragam. Selain juga menjadi
bagian dari konstituen dunia karena ekonomi pembangunan juga memberikan
perhatian kepada lingkungan, konservasi, dan penggunaan sumber daya yang
berkelanjutan; tentang hak asasi manusia, gender, demografi, politik, sosial,
disrupsi, kesetaraan etnis, keragaman agama, dan bahkan juga korupsi.

15

View publication stats

You might also like