You are on page 1of 38

ARTIKEL

ISU PEMBANGUNAN EKONOMI DALAM ISLAM

Mata Kuliah: Teori Ekonomi Makro Islam

Dosen pengampu: An'im Kafabih, S.E., M.E

Disusun oleh:

Kelompok 6

1. Sinta Urifatillah Mahsun 12020220130079


2. Fitria Halimatus Sa’diyah 12020220130089
3. Auliya Lulus Hermafiana 12020220140149
4. Farhan Alviana 12020220130121
5. Geraldi Fikri Putra Pradita 12020220140130

EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMESTER GANJIL/TIGA
2021
Abstract

“The subject of this article is based on Islamic economic principles. The purpose of the study is
to look at the development of economy from the point of view of Islamic economy. Research is
the study of literature. Economic development is one of the strategies to achieve the target
country. The goal is how to address poverty, unemployment, economic disparities and social
disparities in order to realize human well-being. However, in reality, whose construction is
expected to have an impact on society, is not yet on the side of the people. An increase in poverty
and unemployment will result, eventually requiring the elite of all countries to re-establish
development strategies suitable for applied in countries rich in natural resources, so there is no
such thing as a neglected and underdeveloped humanity. The is an economically, socially,
technologically and politically appropriate expert and is starting a lot of research on how to
make the development of the a success without suffering from poverty and unemployment.
Economic development towards is the growth of human maturity, where material progress is
inevitable, and must be supported by the power of spiritual maturity. An important goal for
employment growth is the quality of work that is reliable, coupled with skill in the field,
economic stability, distributive justice, and concern for the environment. Economic development
is inclusive and Islam has the characteristics of moral and material elements, and since its
activities tend to be multidimensional, all businesses have a balance of different factors and do
not result in imbalance”.

Keywords: Islamic Economic Development, Economic Development, Islamic Economy Issues

Saran sitasi: A Almizan. 2016. Maqdis: Jurnal Kajian Ekonomi Islam, Pembangunan Ekonomi
Dalam Perspektif Ekonomi Islam.

Abstrak

“Subjek artikel ini didasarkan pada prinsip-prinsip ekonomi Islam. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk melihat perkembangan ekonomi dari sudut pandang ekonomi Islam. Penelitian
studi literatur. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu strategi untuk mencapai target
negara. Tujuannya adalah bagaimana mengatasi kemiskinan, pengangguran, kesenjangan
ekonomi dan kesenjangan sosial dalam rangka mewujudkan kesejahteraan manusia. Namun pada
kenyataannya, pembangunan yang diharapkan berdampak pada masyarakat, belum berpihak
pada masyarakat. Peningkatan kemiskinan dan pengangguran akan mengakibatkan, pada
akhirnya mengharuskan elit semua negara untuk menetapkan kembali strategi pembangunan
yang cocok untuk diterapkan di negara-negara kaya sumber daya alam, sehingga tidak ada yang
namanya kemanusiaan yang terabaikan dan terbelakang. Adalah seorang ahli ekonomi, sosial,
teknologi dan politik yang tepat dan mulai banyak penelitian tentang bagaimana membuat
pembangunan sukses tanpa menderita kemiskinan dan pengangguran. Pembangunan ekonomi
menuju pertumbuhan kedewasaan manusia, di mana kemajuan materi tidak bisa dihindari, dan
harus didukung oleh kekuatan kedewasaan rohani. Tujuan penting bagi pertumbuhan lapangan
kerja adalah kualitas pekerjaan yang andal, dibarengi dengan keterampilan di lapangan, stabilitas
ekonomi, keadilan distributif, dan kepedulian terhadap lingkungan. Pembangunan ekonomi
bersifat inklusif dan Islam memiliki karakteristik unsur moral dan material, dan karena
kegiatannya cenderung multidimensi, semua bisnis memiliki keseimbangan faktor yang berbeda
dan tidak mengakibatkan ketidakseimbangan”.

Kata kunci: Pembangunan Ekonomi Islam, Pembangunan Ekonomi, Isu Ekonomi Islam

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Revolusi industri 4.0 telah memberikan banyak kesempatan untuk memperbaiki
perekonomian negara, terutama pelaksanan pembangunan yang mengarah pada
kemajuan. Pada masa modern ini semestinya pemerintah memanfaatkan kecanggihan
teknologi dan dinamika sosial yang terus berkembang untuk memaksimalkan
pembangunan ekonomi. Indonesia adalah negara muslim terbesar di dunia. Meskipun
mayoritas orang Indonesia beragama Islam namun Indonesia bukanlah negara Islam.
Dalam pertemuan tahunan IMF-WBG 2018 terdapat 5 isu utama yang akan diangkat
Indonesia, antara lain: Penguatan International Monetary System (IMS), Ekonomi digital,
Peran serta pihak swasta untuk mendukung pembiayaan pembangunan infrastruktur
negara berkembang, Penguatan aspek ekonomi dan keuangan syariah, Isu-isu terkait
sektor fiskal, yaitu urbanisasi, ekonomi digital, human capital, manajemen risiko
bencana, perubahan iklim, dan pembiayaan infrastruktur. Secara normatif, perusahaan
syariah harus dimotivasi oleh kemauan setiap muslim untuk meraih kesuksesan di dunia
dan akhirat biasa disebut Falah. Konsep falah harus diimplementasikan dalam bentuk
semua kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan manfaat individu dan sosial. Bank
Syariah dalam operasionalnya harus memperhatikan maqashid dalam kegiatan usahanya,
terutama perlindungan dan peningkatan kualitas aset dan semua barang dan jasa yang
memiliki nilai ekonomis. Maqashid Syariah juga menunjukkan keislaman bank yang
beroperasi harus memiliki tanggung jawab sosial karena bank syariah memiliki
kewajiban untuk menciptakan manfaat sosial. Untuk tujuan ini, ada Indeks yang
dimasukkan pada komponen terdiri dari investasi, keuangan, produk, dan jasa yang
disebut Pelaporan Sosial Islam/Islamic Social Reporting (ISR). Oleh karena itu, bank
syariah harus memasukkan ISR komponen laporan tahunannya. Komponennya adalah
penilaian investasi dan keuangan, produk dan jasa, insentif tenaga kerja, manfaat sosial,
lingkungan manfaat, dan tata kelola organisasi yang baik.
Bank syariah sebagai perusahaan syariah memiliki tanggung jawab sosial kepada
masyarakat, ini terutama terkait dengan nilai-nilai Islam yang terkait dengan kegiatannya.
Ini bisa jadi terlihat melalui pengungkapan Islamic Social Reporting (ISR), yang
ditunjukkan dari laporan tahunan. Dengan profitabilitas tinggi, bank memiliki banyak
kelebihan dana untuk mendanai kegiatan kesejahteraan sosial, sehingga Maslahah di
lembaga keuangan syariah dapat tercapai secara optimal. Namun dalam
perkembangannya, Bank Syariah tentu terdapat tantangan dan peluang untuk
mewujudkan pembangunan. Dengan menganalis tantangan dan peluang tersebut,
diharapkan bisa menambah wawasan serta pengetahuan mengenai perkembangan
perbankan syariah di Indonesia dan juga mengetahui strategi apa yang harus diambil.
Kemudian pertanyaannya sekarang adalah bagaimana pembangunan ekonomi
syari`ah itu dikonsepsikan untuk mencapai tujuan tersebut?. Bagaimana manusia
mengambil kesempatan untuk berperan dalam menata ulang kehidupan ekonomi? Dan
bagaimana perbedaan pembangunan dari segi konvensional dan Islam?
2. Tujuan Penulisan
a. Mampu memahami dan mengerti pengertian dari Pembangunan Ekonomi.
b. Mampu menjelaskan dan memahami perbedaan antara Pembangunan Ekonomi
dalam Perspektif Islam dan Konvensional.
c. Mampu memahami dan mengerti model-model Pembangunan Ekonomi Islam.
d. Mampu memahami dan mengerti tujuan dari Pembangunan dalam Konvensional
dan Islam.
e. Mampu memahami dan mengerti sektor-sektor Pembangunan Islam.
3. Manfaat
a. Memberikan tambahan pengetahuan lebih bagi yang membacanya.
b. Memberikan manfaat dan berkah bagi penulis dan pembaca.
c. Membantu memberikan solusi atas permasalahan si pembaca.
d. Menambah wawasan penulis dan pembaca.
e. Memberikan tambahan informasi mengenai suatu permasalahan.

B. METODE ANALISIS KEPUSTAKAAN

Metode yang kelompok kami gunakan adalah metode analisis kepustakaan (library
research). Metode ini yang paling mudah dilakukan dan diterapkan. Analisis atau penelitian
kepustakaan merupakan suatu jenis penelitian yang digunakan dalam pengumpulan informasi
dan data secara mendalam melalui berbagai literatur, buku, catatan, majalah, referensi lainnya,
serta hasil penelitian sebelumnya yang relevan, untuk mendapatkan jawaban dan landasan teori
mengenai masalah yang akan diteliti.

Dimana terkait prosedur studi kepustakaan ini, antara lain: pemilihan topik → eksplorasi
informasi → menentukan fokus penelitian → pengumpulan sumber data → membaca sumber
data → membuat catatan penelitian → mengolah catatan penelitian → penyusunan laporan.
Studi kepustakaan juga dapat mempelajari berbagai buku referensi serta hasil penelitian
sebelumnya yang sejenis yang berguna untuk mendapatkan landasan teori mengenai masalah
yang akan diteliti (Sarwono, 2006). Dalam tulisan ini, studi kepustakan digunakan dalam
mendalami beberapa grand dan middle teori dalam jurnal-jurnal kemudian mencoba untuk
mensintesis sehingga melahirkan suatu konsep Pembangunan dalam mewujudkan ekonomi
syariah yang kompetitif melalui Bank Syariah Indonesia.

Berdasarkan pada sifat, materi serta tujuan penulisan ini maka pendekatan yang dapat
digunakan adalah pendekatan interdisipliner yakni, dengan mengkaji satu persoalan dengan
sudut pandang dua atau lebih disiplin, kemudian hasilnya dirumuskan kembali dalam satu
konsep yang utuh menyeluruh. Implementasinya, isu pengembangan ekonomi yang diangkat
akan dikaji dengan sudut pandang ekonomi Islam.

C. LANDASAN TEORI

1. Pengertian Pembangunan Ekonomi


Pembangunan ekonomi adalah suatu sistem yang mengacu pada pertumbuhan
ekonomi yang disertai dengan perubahan distribusi output dan struktur ekonomi.
Perubahan-perubahan ini dapat mencakup peningkatan kesejahteraan materi dari
separuh penduduk yang lebih miskin; penurunan bagian pertanian dari GNP dan
peningkatan yang sesuai dalam bagian GNP industri dan jasa; peningkatan
pendidikan dan keterampilan angkatan kerja; dan kemajuan teknis substansial yang
berasal dari dalam negeri. Seperti halnya anak-anak, pertumbuhan melibatkan
tekanan pada ukuran kuantitatif (tinggi badan atau GNP), sedangkan perkembangan
menarik perhatian pada perubahan kapasitas (seperti koordinasi fisik dan kemampuan
belajar, atau kemampuan ekonomi untuk beradaptasi dengan perubahan selera dan
teknologi).
Dalam ekonomi negara Barat yang sudah berkembang selama ratusan tahun,
konsep pembangunan ekonomi diartikan sebagai, pertumbuhan kuantitatif,
peningkatan kualitatif, dan perluasan dalam bidang kemampuan, kapasitas, dan
pilihan individu, kelompok, atau negara. Dalam bebarapa indeks, pembangunan
dipahami sebagai lebih dari sekedar perubahan kuantitatif, seperti tingkat pendapatan
perkapita yang lebih tinggi; ini tentang menjadi lebih, tidak menjadi lebih. Maka dari
itu, sistem ekonomi Barat menerima tingkat pembangunan dengan melihat kualitas
saluran kredit dan pinjaman, persaingan bebas, kebebasan memilih dan berusaha,
sikap memaksimalkan keuntungan, mekanisme pasar dan kepemilikan pribadi.
Namun sistem ini banyak mengabaikan faktor penting seperti nilai universal,
kesejahteraan di Akhirat, dan kepercayaan agama. Dampak yang disebutkan
sebelumnya adalah bukti yang menunjukkan kelemahan konsep dan pendekatan Barat
terhadap pembangunan ekonomi.
2. Pembangunan Ekonomi dalam Islam
Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu sistem yang substansinya
memungkinkan orang untuk mengendalikan lingkungan ekonominya secara
bermakna guna meningkatkan kualitas hidup. Islam pada dasarnya sangat
memperhatikan masalah pembangunan ekonomi. Namun demikian, pembangunan
ekonomi dalam Islam harus membimbing pembangunan manusia pada jalur yang
benar dan ke arah yang benar. Oleh karena itu, gagasan pembangunan dalam Islam
juga memfokuskan pada moral, spiritual, dan aspek norma yang harapannya dapat
menghilangkan dan mengurangi keburukan dalam konsep pembangunan ekonomi
konvensional. Dalam Islam, manusia dianggap sebagai khalifah, sehingga manusia
seharusnya mewakili kehendak Tuhan, seperti berjuang dalam menghasilkan manfaat,
dan melindungi bahaya dan ketidakadilan. Dalam pembangunan ekonomi, manusia
sebagai khalifah harus benar-benar lari dari sesuatu yang jelas-jelas dilarang dalam
Islam karena tujuan-tujuan syari'ah (Maqashid Al Syari'ah). Karena pada dasarnya,
Maqashid Al-Syariah adalah niat pembuat hukum yang harus diterapkan oleh
manusia untuk mencapai falah (kesejahteraan), baik di dunia maupun di akhirat.
3. Teori dan Model Pembangunan dalam Islam
Secara garis besar, model pembangunan dalam Islam yang berkembang saat ini dapat
diklasifikasikan ke dalam dua pendekatan. Pendekatan tersebut diambil berdasarkan tokoh
yang mencetuskannya, yakni: model pembangunan Ibnu Khaldun dan model pembangunan
As-Syatibi. Kedua model ini memiliki fokus kajian yang berbeda, model yang pertama lebih
menekankan hubungan dari elemen pembangunan (ekonomi) dalam mencapai tujuan
pembangunan. Sementara model yang kedua lebih menonjolkan model pembangunan
berdasarkan komposisi tujuan pembangunan yang harusnya dicapai.
 Model Pembangunan Ibnu Khaldun. Ibnu Khaldun sering disebut sebagai
bapak ekonomi Islam karena sumbangsih pemikirannya yang sangat besar
terhadap fondasi ekonomi Islam. Secara keilmuan, Ibnu Khaldun tidak hanya
menguasai satu basis ilmu, tetapi juga memiliki kekayaan intelektual di berbagai
bidang lainnya. Hal ini juga lah yang membuat pemikirannya sangat
komprehensif dan universal, termasuk pemikiran pada bidang ekonomi
pembangunan. Basis keilmuan Ibnu Khaldun tidak hanya terbentuk dari aspek
teoretis seorang intelektual melainkan juga dari pengalaman nya yang
bersentuhan langsung dengan kehidupan masyarakat. Oleh karena itu konsep-
konsep yang dikemukakan Ibnu Khladun masih sangat kontekstual.
1. Model Pembangunan yang Dinamis dan Lintas Disiplin
Model yang dibangun oleh Ibnu Khaldun berusaha untuk menjelaskan
bagaimana sebuah pembangunan, ekonomi dan peradaban dapat mengalami
pasang surut sekaligus menjawab beberapa pertanyaan krusial mengenai
fenomena-fenomena yang terjadi dalam sistem kehidupan sosial. Model ini
dijelaskan menggunakan beberapa faktor yang mempengaruhi pembangunan
dimana antar faktor ini bersifat interdependen. Secara umum model Ibnu
Khaldun ini tertuang dalam “eight wise principles” atau yang juga dikenal
dengan kalimat hikammiyah. Kalimat hikammiyah ini dapat dimodelkan
sebagai berikut:

Secara matematis model ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

G = f (S,N,W,j dan g)

G : Negara (the state)

S : Institusi (institutions)

N : Sumber daya insani (Human Beings)

W : Kekayaan (Wealth)

j : Keadilan (justice)

g : Pembangunan (development)

Model matematis ini hanyalah salah satu model matematis yang dapat dibentuk
dari hasil pemikiran Ibnu Khaldun. Model ini sangat dinamis sebagaimana
tergambar dalam gambar diatas dan kalimat hikammiyah. Analisis pembangunan
berdasarkan faktor-faktor ini dapat dimulai dari aspek manapun dengan sifat
yang saling mempengaruhi (interdependen). Selain itu model yang
dikonstruksikan oleh Ibnu Khaldun mengakomodir faktor-faktor dari berbagai
macam disiplin ilmu, yaitu moral, psikologi, politik, sosial, ekonomi, dan
demografi yang interdependen satu sama lain dalam menentukan kemunduran
atau kemajuan suatu peradaban.

2. Determinan Pembangunan Berdasarkan Model Ibnu Khaldun.


Secara detail bagaimana pengaruh suatu faktor dan hubungannya dengan
faktor-faktor lain akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Negara (The State). Dalam ajaran Islam, tugas pokok negara dalam
bidang ekonomi adalah menghapus kesulitan ekonomi yang dialami
rakyat, memberikan kemudahan pada akses pengembangan ekonomi
kepada seluruh lapisan rakyat dan menciptakan kemakmuran. Ibnu
Khaldun menekankan bahwa orang yang memegang kedaulatan harus
memiliki semua sifat kebaikan yang dituntut oleh agama dan politik. Ia
harus toleran, moderat, dan adil, serta harus menghindari kelicikan,
kecurangan, dan kepalsuan. Ia juga dituntut harus memenuhi semua
kewajibannya, kontrak-kontrak, dan perjanjian-perjanjian, mudah
ditemui rakyat, menyimak keluhan mereka, menghapus kesulitan
mereka, memenuhi kebutuhan pokok mereka terutama terhadap golongan
miskin, serta menghapuskan ketidakadilan dan penindasan.
Di dalam Islam, keterlibatan pemerintah dalam perekonomian cukup
besar. Hal ini dapat kita ketahui dari sejarah pemerintahan Rasulullah
dan juga era khalifah. Pada masa itu pemerintah terlibat dalam semua
ruang lingkup kehidupan termasuk perekonomian. Konsep negara yang
digagas oleh Ibnu Khaldun adalah sebuah negara yang menjamin
berlakunya syariah dan berfungsi sebagai instrumen bagi pembangunan
manusia dan kesejahteraannya.
Menurut Umer Chapra (2001), kekuasaan negara dapat
dikelompokkan dalam tiga jenis, yaitu: a. Kekuasaan alamiah atau
normal (tabi’i), yakni yang membolehkan setiap orang memuaskan
kepentingan pribadinya dan kesenangan hawa nafsu atau disebut juga
dengan laissez faire. b. Kekuasaan politik rasional (siyasah aqliyah) yang
membolehkan setiap orang untuk memenuhi kepentingan
pribadi/duniawi untuk mencegah kejahatan sesuai dengan prinsip-prinsip
rasional atau disebut juga dengan welfare state sekuler. c. Kekuasaan
berdasarkan moral (siyasah diniyyah atau khalifah), yaitu yang
memungkinkan setiap orang untuk mewujudkan kesejahteraan dunia dan
akhirat sesuai dengan syariah disebut juga dengan welfare state islami
atau khilafah.
b. Institusi (Institutions). Institusi atau yang disebut juga syariah membantu
masyarakat menanamkan kualitas kebaikan seperti ketaatan, kejujuran,
integritas, kesederhanaan, dan perasaan kebersamaan yang dapat
memberikan kontribusi terhadap proses pembangunan, keadilan, saling
pengertian, kerja sama, kedamaian, dan keharmonisan sosial serta
mengontrol tingkah laku yang dapat membahayakan masyarakat. Syariah
dapat menggunakan pengaruh moderatnya terhadap penggunaan sumber
daya sehingga dengan demikian syariah dapat memberikan kontribusi
terhadap keseimbangan sumber daya. Syariah mengacu pada nilai-nilai
dan lembaga atau aturan perilaku yang membuat masyarakat bersedia
untuk memenuhi kewajiban mereka terhadap sesama dan mencegah
perilaku sosial yang menyimpang. Aturan ini bisa berbentuk formal
maupun informal, tertulis atau tidak tertulis.
c. Sumber daya insani (Human Beings). Maju dan mundurnya suatu
peradaban sangat ditentukan oleh kesejahteraan maupun kesengsaraan
masyarakat. Oleh karena itu, dalam analisisnya Ibnu Khaldun sangat
menitikberatkan pada peran manusia. Sejalan dengan hal itu,
kesejahteraan dan kesengsaraan masyarakat tidak hanya bergantung pada
variabel-variabel ekonomi, tetapi juga dipengaruhi beberapa faktor lain
yang melalui proses sebab akibat dalam waktu yang panjang. Manusia
memiliki peranan penting dalam diamika peradaban. Manusia adalah
tujuan dan alat pembangunan. Sebagai tujuan pembangunan,
kesejahteraan ditujukan bagi manusia. Ketika kesejahteraan telah
terpenuhi maka manusia akan dapat bekerja secara efektif dan kreatif.
Sedangkan sebagai alat pembangunan, manusia merupakan subjeknya
yang bekerja untuk membangun. Manusia adalah input, manusia
membentuk pemerintahan, keluarga, dan masyarakat. Besar kecilnya
potensi pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat dipengaruhi oleh
kuantitas maupun kualitas sumber daya manusianya. Dengan demikian
pembangunan sumber daya insani haruslah mendapatkan perhatian,
karena pembangunan manusia berpengaruh secara signifikan terhadap
pengurangan tingkat kemiskinan. Selain itu pengeluaran sosial juga
memberikan manfaat bagi pengurangan tingkat kemiskinan. Pengaruh
sumber daya manusia terhadap tingkat kemiskinan tampak lebih besar
daripada pengaruh pengeluaran sosial terhadap tingkat kemiskinan.
d. Kekayaan (Wealth). Ibnu Khaldun menekankan peran investasi seraya
menyatakan “Dan ketahuilah bahwa kekayaan tidak tumbuh manakala
ditimbun dan disimpan. Ia akan tumbuh dan berkembang manakala
dibelanjakan untuk kepentingan masyarakat, untuk diberikan kepada
yang berhak, dan menghapuskan kesulitan. Faktor-faktor yang menjadi
katalisator adalah laju pajak yang rendah, keamanan kehidupan dan hak
milik, serta lingkungan fisik yang sehat. Peningkatan dalam pendapatan
akan memberikan kontribusi pada peningkatan dalam penerimaan pajak dan
memungkinkan pemerintah membelanjakan lebih besar untuk kepentingan
kesejahteraan rakyat. Hal ini akan memberikan peluang-peluang ekonomi
dan pembangunan semakin berkembang. Sebaliknya, penurunan pendapatan
akan menimbulkan kemerosotan di dalam penerimaan pajak, dan tidak dapat
lagi mencukupi belanja pemerintah. Negara akan cenderung memaksakan
pajak yang lebih tinggi dan juga akan mencoba mendapatkan kontrol yang
lebih besar terhadap sumber-sumber kekayaan. Ketika pendapatan merosot
maka penerimaan pajak juga merosot. Negara tidak akan mampu
menghidupi usaha-usaha pembangunan dan kesejahteraan. Kemudian
pembangunan akan merosot semakin dalam dengan kekuatan-kekuatan
menghancurkan yang bergerak cepat hingga akhirnya meruntuhkan dinasti
yang berkuasa.
e. Pembangunan (Development) dan Keadilan (Justice). Jika manusia
menjadi pusat analisis, maka pembangunan dan keadilan menjadi dua
pengait penting dalam mata rantai sebab akibat. Pembangunan sangat
penting karena kecenderungan normal dalam masyarakat tidak ingin
mandek. Mereka harus terus maju atau mereka akan mengalami
kemunduran. Pembangunan di dalam model Ibnu Khaldun tidak hanya
mengacu kepada pertumbuhan ekonomi saja. Pembangunan meliputi
semua aspek pembangunan manusia sehingga masing-masing variabel
memperkaya variabel lain dan pada akhirnya akan memberikan
kontribusi pada kesejahteraan atau kebahagiaan hakiki manusia.
Pembangunan tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa unsur keadilan.
Keadilan yang dimaksud adalah tidak dipandang dalam arti ekonomi
yang sempit, tetapi dalam arti yang lebih komprehensif. Keadilan dalam
semua sektor kehidupan manusia. Selanjutnya keadilan yang holistik
komprehensif ini tidak akan dapat dicapai tanpa masyarakat yang peduli.
Keadilan melalui persaudaraan dan persamaan sosial, menjamin
keamanan kehidupan, hak-hak milik dan penghormatan kepada martabat
orang lain, pemenuhan secara jujur kewajiban politik dan sosio ekonomi,
upah yang adil bagi siapa saja yang telah bekerja serta pencegahan
kezaliman kepada siapapun dalam bentuk apapun.
 Model Pembangunan As- Syatibi Model ekonomi pembangunan Islam yang
kedua adalah model pembangunan As Syatibi. Pada dasarnya model
pembangunan ini disadur berdasarkan konsep maqashid syariah yang merupakan
tujuan dari ekonomi Islam. Dalam model ini ekonomi pembangunan diturunkan dari
komponen tujuan pembangunan. Hal ini berbeda dengan Teori Ibnu Khaldun yang
lebih cenderung menggunakan pendekatan elemen dari pembangunan yang
mempengaruhi berjalannya suatu sistem dalam masyarakat. Dimana analisis
pembangunan didasarkan pada apa yang ingin dicapai oleh pembangunan.

Dua Ilmuwan yang teridentifikasi dalam menyokong model dengan


pendekatan ini adalah Al-Ghazali dan Umer Chapra. Dalam model ini yang menjadi
pusat analisis pembangunan adalah kesejahteraan manusia (human beings) dengan
fokus untuk melindungi lima aspek maqashid syariah:
a. Agama
Agama atau kepercayaan akan menghasilkan tata nilai guna menopang
kehidupan yang kemudian dalam tahapan yang lebih tinggi akan
menghasilkan kebudayaan. Misalnya kepercayaan akan adanya Tuhan
penguasa semesta akan berimplikasi pada kehidupan dan melahirkan
sebuah nilai, yaitu bahwa segala sesuatu yang ada di bumi dan dimiliki
manusia sesungguhnya adalah milik Tuhan. Sehingga segala sesuatu
yang diperbuat oleh manusia mendapat pengawasan dari Tuhan dan
harus dipertanggungjawabkan. Kepercayaan dalam Islam dibahas dalam
ajaran tauhid yang mengajarkan kepercayaan pada eksistensi Tuhan
serta percaya bahwa Tuhan menurunkan aturan-aturan melalui para
Rasul-Nya serta melalui kitab-kitab suci-Nya.
b. Jiwa
Manusia diciptakan Tuhan di muka bumi tidak lain adalah untuk
menjadi khalifah. Tugas utama khalifah adalah untuk memakmurkan
bumi. Memakmurkan dalam pembahasan ini sama pengertiannya
dengan pembangunan. Sementara itu, pembangunan sangat
bergantung pada kualitas manusia itu sendiri, atau menurut Ibnu
Khaldun “bangkit dan runtuhnya suatu peradaban tergantung kualitas
manusia”. Sehingga pembangunan yang berlandaskan prinsip maqashid
syariah seharusnya mengutamakan keselamatan hidup manusia.
Pembangunan harus mengutamakan ketersediaannya kebutuhan hidup.
Karena esensi maqashid syariah bukan hanya pembangunan fisik yang
dihitung dengan tingkat PDB maupun angka pendapatan per kapita,
tetapi lebih mengutamakan kualitas hidup manusia.
c. Akal
Perlindungan terhadap akal menjadi alat pengganda kualitas hidup
manusia. Sejatinya manusia tidak memiliki instrumen alami untuk
mempertahankan hidupnya. Manusia tidak seperti macan yang diberi
kecepatan berlari dan taring yang kuat untuk memangsa. Jerapah
diberi leher yang panjang karena kebutuhannya terhadap daun yang
muda. Manusia hanya diberi akal sebagai bekal untuk
mempertahankan diri. Hal ini menjadi alasan mengapa syariah harus
menjaga akal. Menjaga dalam konteks ini berarti mengembangkan
akal dan salah satu caranya adalah melalui pendidikan yang baik..
d. Keturunan
Untuk mempertahankan kelangsungan generasinya, makhluk hidup
secara kodrati melakukan proses reproduksi untuk melahirkan generasi
baru menggantikan generasi lama atau menambah jumlah populasi
dalam masyarakat. Dalam konteks pembangunan, keturunan ini sangat
memiliki peran vital terutama dalam menjaga keberlangsungan
pembangunan berkelanjutan.
e. Harta
Sebagaimana dipahami dalam pendekatan konvensional, menjamin
ketersediaan harta adalah tujuan utama pembangunan karena ini
merupakan salah satu kebutuhan dasar. Islam juga menyadari hal
tersebut, tetapi tidak bermakna harta adalah segalanya. Dalam perspektif
Islam, memperoleh harta sangat dianjurkan tentu saja dengan batasan
dan aturan syariat yang melekat padanya.

Tujuan Pembangunan Dalam Islam

1. Menjamin kebutuhan dasar manusia


Sama halnya dengan objektif pembangunan secara umum, tujuan pembangunan ekonomi Islam yang
pertama juga untuk menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar manusia. Ini sesuai dengan salah satu nilai utama
pembangunan (core values of development), yaitu sustenance. Sebagaimana diketahui, semua manusia
memiliki kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Tanpa kebutuhan ini sangat tidak mungkin untuk
mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Kebutuhan ini sering juga dikenal dengan kebutuhan
primer/pokok. Kebutuhan ini sering dipresentasikan dari adanya akses terhadap pangan, sandang, dan papan.

Hal ini mengindikasikan bahwa proses pembangunan di dalam Islam harus ditujukan untuk menjamin
ketersediaan kebutuhan ini bagi seluruh kalangan masyarakat. Jika mengacu kepada model pembangunan
berdasarkan maqashid syariah, pemenuhan kebutuhan dasar ini merupakan representasi dari perlindungan
terhadap harta. Namun perlu dipahami bahwa tujuan ini bukan tujuan yang independen, tetapi
interdependen dengan tujuan maqashid syariah yang lainnya.
Lebih lanjut hal ini juga mengindikasikan bahwa pemenuhan kebutuhan dasar merupakan necessary
condition bagi pembangunan dalam Islam, tetapi bukan sufficient condition. Paradigma seperti ini juga
sudah mulai berkembang dalam model pembangunan kontemporer. Saat ini pembangunan acapkali
memposisikan tujuan materialnya semakin dipadukan dengan human well-being faktor yang lain.
2. Meningkatkan kapabilitas dan martabat manusia
Sesuai dengan orientasi pembangunan Islam yang menitikberatkan pembangunan pada peningkatan
kualitas manusia, maka tujuan kedua dari ekonomi Islam adalah meningkatkan kapabilitas dan martabat
manusia. Jika tujuan pertama adalah pemenuhan kebutuhan dasar maka dalam konteks ini tujuan ekonomi
pembangunan Islam adalah meningkatkan kapabilitas dan martabat manusia. Setelah terpenuhinya
kebutuhan dasar maka yang harus dipenuhi adalah kebutuhan penunjang dan penyempurna. Namun bukan
berarti bahwa tujuan pemenuhan kebutuhan dasar adalah segalanya untuk diusahakan sebanyak mungkin.
Dalam paradigma ekonomi Islam pemenuhan kebutuhan dasar tidak boleh dilakukan secara berlebihan.
Ada poin ideal dalam mencapainya, sehingga prinsip ini juga mengindikasikan bahwa pemenuhan
kebutuhan dasar harus dilakukan secara simultan dengan pemenuhan kebutuhan yang meningkatkan
kapabilitas dan martabat manusia. Apalagi dalam model pembangunan ekonomi Islam jelas bahwa antar
dimensi maqashid syariah ada satu kesatuan yang saling menyokong.
Tujuan kedua ekonomi pembangunan Islam yang sesuai dengan tujuan maqashid syariah adalah
untuk melindungi jiwa dan akal. Pemenuhan kebutuhan jiwa dapat dilakukan dengan mengarahkan
pembangunan untuk menjamin sistem kesehatan yang memadai, ruang untuk mendapatkan pendidikan
dan kebebasan untuk berpendapat, serta melakukan pengembangan diri baik jasmani, emosional maupun
intelektual. Pendidikan adalah salah satu jalan untuk membuat kapasitas manusia meningkat dan
sekaligus menaikkan martabat, baik di mata manusia maupun di mata Sang Pencipta.
3. Menjamin keberlangsungan kehidupan manusia dalam jangka panjang
Di dalam Islam juga diajarkan bahwa tujuan pembangunan tidak hanya berfokus pada pemenuhan
kebutuhan jangka pendek, tetapi juga kebutuhan jangka menengah dan jangka panjang. Dalam prinsip
ekonomi pembangunan Islam, pembangunan tidak hanya berfokus pada bagaimana meningkatkan nilai
ekonomi (output) untuk satu periode tertentu saja. Pembangunan juga harus memastikan agar output di
kemudian hari tetap terjaga. Tujuan ekonomi pembangunan Islam dalam konteks ini sejalan dengan
paradigma pembangunan kontemporer, yaitu pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu tujuan
pembangunan ekonomi Islam yang ketiga ini juga sesuai dengan tujuan maqashid syariah yang
melindungi keturunan.
4. Menumbuhkan dan menjamin spiritualitas
Mengingat salah satu orientasi ekonomi pembangunan islam adalah dimensi dunia akhirat sekaligus,
maka salah satu tujuan pembangunan ekonomi dalam Islam adalah menumbuhkan dan menjamin
terjaganya spiritualitas masyarakat. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan maqashid syariah yaitu
melindungi agama. Agama tidak hanya berperan sebagai pedoman tetapi juga sekaligus menjadi objek
pembangunan. Melindungi agama pada dasarnya juga melindungi kepentingan manusia. Pemenuhan
kebutuhan untuk menjalankan sebuah agama merupakan bagian dari hak asasi. Selain itu tujuan ini juga
merupakan salah satu dari subjective well-being.
Dalam ilmu perilaku dikenal sebuah istilah yang disebut sebagai sacred values, yaitu ketika tindakan yang
dilakukan seseorang bersumber dari nilai agama. Nilai tersebut menjadi sumber kebahagiaan atau ukuran
keberhasilan suatu tindakan. Dilihat dari konsep ini, pemenuhan sharia compliance dalam kehidupan
merupakan salah satu sumber kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Tujuan pembangunan dalam konteks ini
merupakan bagian dalam menciptakan kebebasan dan menumbuhkan kebahagiaan pada diri manusia. Fokus
utama pembangunan dalam Islam adalah pemenuhan kebutuhan manusia itu sendiri, salah satunya adalah
kebutuhan spiritual.

PEMBANGUNAN EKONOMI MULTISEKTOR DALAM ISLAM


Model Ibnu Khaldun menekankan dalam struktur institusi ekonomi pembangunan Islam, bahwa
proses pembangunan perlu didukung berbagai pihak baik organisasi maupun instansi dalam sebuah
entitas ekonomi. Kerangka ekonomi umum kita telah mengetahui bahwa perekonomian secara makro itu
digambarkan melalui keterkaitan antar-pelaku ekonomi (circular flow of diagram). Hal ini di satu sisi
menandakan bahwa perekonomian akan mampu berjalan ideal dan optimal jika semua pihak berjalan
dengan baik.
Dilihat dari kerangka perekonomian secara umum, termasuk ekonomi Islam, ada beberapa jenis
klasifikasi sektoral dalam perekonomian, yaitu:

Secara umum, klasifikasi sektoral ekonomi Islam muapun konvensional tidak terdapat perbedaan
yang signifikan. Semua sektor di dalam ekonomi Islam sama pentingnya, tetapi ada beberapa poin yang
menjadi perhatian dari ekonomi pembangunan Islam serta peran beberapa sektor yang lebih besar dari
yang ada di ekonomi pembangunan konvensional.
Untuk klasifikasi sektoral berdasarkan kepemilikan dan jenis barang, berkaca pada karakteristik
ekonomi pembangunan Islam yang sudah dijelaskan pada bab dan bagian sebelumnya adalah mengenai
poin dampak dari sektor tersebut dalam ekonomi. Sebagaimana kita pahami dalam ekonomi
pembangunan Islam bahwa tujuan pembangunan diharapkan memberi dampak yang luas bukan hanya
untuk beberapa pihak. Kolaborasi antar-sektor pemerintahan, swasta dan luar negeri memang ditujukan
untuk memberikan kebermanfaatan yang seluas-luasnya bagi masyarakat secara umum. Selain itu juga di
dalam Islam yang menjadi fokus bukan sektor mana yang paling utama dikembangkan, tetapi apa dampak
pengembangan sektor itu bagi masyarakat. Semua orang diberikan hak untuk berusaha dan juga di dorong
untuk dapat menjangkau kebaikan seluas-luasnya. Sehingga dalam hal ini preferensi terhadap sektor
privat dan luar negeri tidak ada masalah asalkan dalam koridor untuk memberikan kebermanfaatan
bersama (maslahah).
Begitupun juga dengan pilihan terhadap sektor riil dengan sektor keuangan, walaupun jika berkaca pada
kebermanfaatan langsung dan nyata tentu yang perlu menjadi fokus adalah sektor riil. Namun, sistem saat ini
telah menciptakan kondisi dimana sektor keuangan seharusnya menjadi dasar dalam berjalannya sektor riil.
Sehingga pengembangan kedua sektor ini dalam pembangunan sama-sama penting. Namun di sisi lain
memang perlu diperhatikan bahwa saat ini sektor keuangan dapat berjalan dan tumbuh tanpa melalui sektor
riil. Ini terindikasi dari ketimpangan nilai antara sektor keuangan dan sektor riil yang cukup besar. Di sini
perlunya peran pemerintah selaku regulator untuk mengendalikan karena ada dampak buruk ketika terjadi
ketimpangan di kedua sektor ini seperti terjadinya inflasi dan ketimpangan pendapatan. Hal lain yang bisa
dilakukan pemerintah adalah mendorong agar sektor keuangan memberikan dampak yang optimal terhadap
sektor riil.

Klasifikasi sektoral berdasarkan fungsi, ekonomi pembangunan Islam mempunyai keunikan dalam
hal ini dibandingkan dengan ekonomi pembangunan konvensional. Dalam ekonomi pembangunan Islam,
sektor sosial memiliki peran yang lebih penting. Hal ini terjadi ada dasarnya karena dalam ekonomi Islam
secara filosofis antara self dan social interest harusnya sejalan. Sehingga kita bisa melihat banyak
instrumen sosial Islam yang dapat dipadukan dengan instrumen lain.
Strategi pembangunan multisectoral, secara umum merupakan kerangka pemilihan kebijakan dan tujuan
yang ingin dicapai sama dengan strategi yang telah dibahas sebelumnya. IMEDM juga dapat dijadikan sebagai
kerangka dalam mengatur pembangunan multisectoral ini. Berdasarkan Pembangunan multisectoral ini dapat
mengambil kesimpulan bahwa dalam ekonomi pembangunan Islam, pembangunan harus dilakukan secara
berkesinambungan dan menyeluruh dengan melibatkan semua pihak dan mengakomodir semua kepentingan
masyarakat.

D. DISKUSI STUDI KASUS

FOKUS STUDI KASUS :

Pada studi kasus dalam artikel ini kami memilih topik/kasus mengenai BSI. Dengan membahas
dan memaparkan bagaimana Bank Syariah (BSI) merger sebagai salah satu langkah
pembangunan ekonomi dalam perspektif Islam. Dengan beberapa batasan pembahasan sebagai
beikut:

Sejarah Bank Syariah Indonesia


Bank Syariah Indonesia (BSI) merupakan penggabungan (merger) atas Bank Syariah Mandiri
(BSM), Bank BRI Syariah (BRIS), dan Bank BNI Syariah (BNIS). Penggabungan tersebut
dilakukan pada proses mulai Maret 2020 atau sekitar 11 bulan sebelum diresmikan
operasionalnya oleh Presiden Joko Widodo pada 1 Februari 2021 (Rizal, 2021).

Penggabungan ketiga bank syariah yang telah melalui proses due diligence, penandatanganan
akta penggabungan, penyampaian keterbukaan informasi, persetujuan izin operasional dari
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tersebut secara signifikan menghasilkan konsolidasi nilai aset
Bank Syariah Indonesia (BSI) mencapai Rp239,56 triliun yang menjadikannya menjadi bank
syariah dengan aset terbesar di Indonesia. Keseluruhan aset yang dimiliki oleh ketiga bank
syariah penyusun Bank Syariah Indonesia (BSI) termasuk aset tetap, aset tidak tetap, human
capital, mitra, nasabah, dan jaringan termasuk kantor cabang, anjungan tunai mandiri (ATM),
aplikasi perbankan, atau aset penunjang lain menjadi penguat bagi operasional Bank Syariah
Indonesia (BSI).

Pada perspektif muamalah, keberadaan Bank Syariah Indonesia (BSI) memiliki peran syiar
dakwah muamalah syariah yang berlandaskan Al-Quran dan as-Sunnah. Penggabungan ketiga
bank syarah besar yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank BRI Syariah, dan Bank BNI Syariah
menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) menghasilkan penguatan muamalah syariah di Indonesia
dan memungkinkan pengembangan pasar serta peningkatan akses ekonomi dan keuangan syariah
sehingga mengurangi potensi riba, gharar, dan dhalim dalam muamalah di Indonesia.

Keberadaan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang resmi beroperasi pada Februari 2021 merupakan
penggabungan (merger) dari tiga bank syariah nasional yaitu Bank Syariah Mandiri, Bank BNI
Syariah, dan Bank BRI Syariah (Rizal, 2021). Bank Syariah Indonesia mengubah konstelasi
perbankan syariah di Indonesia, dan membentuk polarisasi sekaligus pilar kekuatan baru dalam
ekonomi syariah di Indonesia. Ekonomi syariah memiliki karakteristik pada orientasi kesetaraan
dan kesinambungan dalam memberikan manfaat bagi seluruh komponen ekonomi. Aspek konsep
dan empiris ekonomi syariah didasarkan sepenuhnya pada perilaku konsumen, produsen, dan
rantai nilai yang sesuai nilai dan prinsip Islam yang bersumber dari Al-Quran, As-Sunnah, dan
Ijtihad. Ekonomi syariah tersusun secara teoritis konseptual dan relevan dalam praktik empiris
sepanjang masa. Pernyataan tersebut terbangun dari keyakinan bahwa agama Islam adalah
rahmat bagi seluruh alam (rahmatan lil’alamin). Nilai dan manfaat ekonomi syariah meliputi
seluruh umat baik Muslim maupun yang beragama lain.

Perbankan syariah merupakan salah satu bagian penting dari sistem perbankan nasional. Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional (2019) telah menyusun Masterplan Ekonomi Islam
Indonesia 2019-2024 yang menyatakan lima strategi dalam pengembangan ekonomi Islam di
Indonesia yaitu (1) penguatan rantai nilai halal, (2) penguatan sektor keuangan Islam, (3)
penguatan usaha mikro, kecil, dan menengah, (4) pengembangan dan penguatan ekonomi digital,
dan (5) kebijakan strategis ekosistem. Berdasarkan strategi tersebut, salah satu pilar ekonomi
Islam di Indonesia adalah sektor keuangan Islam, yang termasuk didalamnya adalah perbankan
syariah.

Keuangan BRIS, BNIS. BSM sebelum merger


a) Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) merupakan salah satu indikator dalam menilai kinerja bank
syariah, tingkat NPF yang tinggi menunjukkan kinerja bank syariah yang rendah karena banyak
terjadi pembiayaan bermasalah. Pembiayaan (kredit) macet pada ketiga bank BUMN syariah ini
memiliki kondisi yang berbedabeda setiap tahunnya (Hidayat et al. 2020). Pada tabel di bawah
ini, BNI Syariah dalam empat tahun terakhir memiliki rasio NPF yang cenderung stabil, hal
tersebut oleh dikarenakan BNI Syariah senantiasa menjaga prinsip prudential atau kehati-hatian
dalam memberi pembiayaan kepada nasabah. Dan ditahun 2020 NPF BNI Syariah semakin naik
sehingga kinerja bank dinilai sangat baik. Pada Bank Syariah Mandiri (BSM), rasio NPF dalam
tiga tahun terakhir semakin menurun, menandakan kredit macet mampu dikendalikan dengan
sangat baik, sehingga mampu mencapai angka satu persen saja. Namun ditahun 2020 NPF Bank
Syariah Mandiri mulai membaik. Sementara itu, pada Bank BRI Syariah rasio NPF yang
dimilikinya berfluktuasi dalam empat tahun terakhir, angka NPF tertinggi terjadi pada tahun
2018 sebesar 4,97 persen yang mana angka ini merupakan presentase NPF tertinggi di antara
bank syariah BUMN lainnya.
Nama 2017 2018 2019 2020
BRIS 4,75% 4,97% 3,38% 4,45%
BNIS 1,50% 1,52% 1.44% 3,40%
BSM 2,71% 1,56% 1% 1,07%
Tabel 1.1 NPF Net BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020, sumber : Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah,
PT. BNI Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah April 2021)

b) Capital Adequate Ratio (CAR)


Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kecukupan modal yang menunjukan
kemampuan perbankan dalam menyediakan dana yang digunakan untuk mengatasi kemungkinan
risiko kerugian (Susilo dan Ratnawati, 2013). Rasio CAR yang dimiliki oleh ketiga bank BUMN
syariah ini memiliki angka yang bervariasi. Pada tabel dibawah ini terlihat rasio CAR pada Bank
BRI Syariah memiliki tren positif dalam empat tahun terakhir. Adapun pada 2019, CAR BRI
Syariah mencapai angka 25,26 persen, yang mana angka ini merupakan presentase tertinggi dari
dua bank BUMN syariah lainnya. Artinya, Bank BRI Syariah memiliki dukungan modal yang
kuat dari pemerintah sebagai pemilik mayoritas dari bank ini. Namun di tahun 2020 mengalami
penurunan tetapi tetap menjadi persentasi tertinggi diantara Bank Syariah lainnya. Sementara itu,
rasio CAR BNI Syariah pada 2020 mencapai 18,26 persen mengalami penurunan dari tahun
sebelumnya dan Bank Syariah Mandiri mencapai 19,83 persen mengalamikenaikan dari tahun
sebelumnya.

Nama 2017 2018 2019 2020


BRIS 20,05% 29,73% 25,26% 25,77%
BNIS 20,14% 19,31% 18,88% 18,26%
BSM 15,89% 16,26% 16,15% 19,83%
Tabel 1.2CAR BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020, Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI
Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah April 2021)

c) Return on Asset (ROA)


Guna mengukur keberhasilan menajamen bank syariah dalam menghasilkan laba menggunakan
total aset yang tersedia dapat dilihat melalui persentase Tingkat Pengembalian Aset atau ROA
yang dimiliki oleh bank syariah tersebut (Hidayat et al. 2020). Pada tabel dibawah ini terlihat
ROA dari BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri pada tahun 2020 mencapai 1,60 persen dan
0,90 persen, diikuti dengan tren positif dalam tiga tahun tmenjadikan kedua bank ini memiliki
profitabilitas yang semakin baik setiap tahunnya. Sayangnya di tahun 2020 kedua bank tersebut
sama-sama mengalami penurunan. Lain halnya dengan BRI Syariah yang memiliki tren negatif
dalam tiga tahun terakhir. Pada 2020, ROA BRI Syariah hanya mencapai 0,90 persen. Hal
tersebut sejalan dengan NPF dari BRI Syariah yang masih tinggi, sehingga NPF yang tinggi juga
dapat mengurangi tingkat return dari bank syariah.

Nama 2017 2018 2019 2020


BRIS 0,51% 0,43% 0,31% 0,90%
BNIS 1,31% 1,42% 1,82% 1,60%
BSM 0,59% 0,88% 1,69% 0,90%
Tabel 1.3ROA BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020, Sumber : Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI
Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah April 2021)

d) Return on Equity (ROE)

Sama halnya seperti ROA, Return on Equity (ROE) juga merupakan salah satu alat untuk
mengukur profitabilitas pada suatu bank (Sukmana and Suryaningtyas 2016). Tabel dibawah ini
menunjukkan bahwa sejalan dengan ROA, ROE Bank BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri
memiliki tren yang positif dalam empat tahun terakhir meskipun terjadi fluktuasi pada Bank
Syariah Mandiri tahun 2020 hingga mencapai angka 16,39 persen. Sebaliknya, BRI Syariah
memiliki tren menurun dalam tiga tahun terakhir hingga pada tahun 2019 menyentuh angka 1,57
persen, namun ditahun 2020 mengalami kenaikan 2,03%. Semakin tinggi nilai ROE, maka
semakin baik pula kinerja suatu bank dalam menghasilkan laba bersih setelah dikurangi pajak.
Pada perbankan, ROE juga mampu mencerminkan ukuran efektivitas manajemen dalam
menggunakan biaya ekuitas untuk aktivitas operasi dan pengembangan suatu bank. Dari tabel
tersebut bisa dilihat bahwa ROE yang baik ada pada Bank Syariah Mandiri.

Nama 2017 2018 2019 2020


BRIS 4,10% 2,49% 1,57% 3,60%
BNIS 11,42% 10,53% 13,54% 5,40%
BSM 5,72% 8,21% 15,66% 16,39%
Tabel 1.4ROE BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020, Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI
Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah April 2021)

e) Financing to Deposit Ratio (FDR)

Financing to Deposit Ratio (FDR) menjelaskan bagaimana porsi sebuah bank dalam
menyalurkan pembiayaan (kredit) atas Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dimilikinya (Nurhasibah
dan Sukmana, 2019). Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa FDR pada BRI Syariah, BNI
Syariah, dan Bank Syariah Mandiri sejak 2017 hingga 2020 memiliki tren yang bervariasi
bahkan ada yang mengalami penurunan. Penurunan ini menunjukkan bahwa porsi pembiayaan
yang disalurkan kepada nasabah mengalami penurunan terhadap DPK yang dihimpun oleh ketiga
bank syariah tersebut. Penurunan jumlah pembiayaan yang disalurkan dapat terjadi oleh
beberapa sebab, salah satunya adalah keberadaan surat- surat berharga yang diinvestasikan oleh
bank tersebut nilainya semakin meningkat (diperlukan penelitian lebih lanjut). Adapun
permasalahan lain yang berkaitan dengan financing to deposit ratio (FDR) bank syariah yang
berada dibawah batas minimum yaitu 80%. Salah satu faktor penyebabnya adalah pricing
pembiayaan bank syariah yang kurang menarik apabila dibandingkan dengan pesaing (KNEKS
2019). Penyaluran pembiayaan yang kurang optimal memiliki berbagai konsekuensi bagi
perbankan syariah, seperti: (1) terjadinya kelebihan likuiditas karena DPK tidak terserap secara
optimal; (2) terkena disinsentif penambahan Giro Wajib Minimum (GWM) bagi bank dengan
FDR dibawah 80%; dan (3) performa atau produktivitas perbankan menjadi kurang optimal
sehingga return yang diberikan kepada deposan atau pemilik dana menjadi berkurang. Dan dari
tabel tersebut bisa dilihat bahwa BRID dan BSM mengalami kenaikan sehingga proses
penyaluran pembiayaan dikatakan baik.

Nama 2017 2018 2019 2020


BRIS 71,87% 75,49% 80,12% 82,65%
BNIS 80,21% 79,62% 74,31% 72,63%
BSM 77,66% 77,25% 75,54% 87,11%
Tabel 5FDR BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020, Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah,
dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah April 2021)

f) Net Interest Margin (NIM)


Net Interest Margin (NIM) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan bank
dalam menghasilkan laba bersih dengan cara membandingkan pendapatan penyaluran dana
setelah bagi hasil dikurangi imbalan dan bonus dengan rata-rata aktiva produktif (Olson and
Zoubi 2017). Semakin besar rasio NIM suatu bank, maka akan berpengaruh terhadap pendapatan
bagi hasil yang diperoleh dari aktiva produktif yang dikelola oleh bank dengan baik. Dengan
demikian, risiko yang seringkali menimbulkan masalah dalam bank bisa dihindari (Sukmana and
Suryaningtyas 2016). Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa pada tahun 2020 rasio NIM pada
BNI Syariah mencapai angka 4,30 persen dan Bank Syariah Mandiri sebesar 4,96 persen.
Sementara itu, NIM BRI Syariah hanya mencapai angka 5,60 persen pada 2020. Rasio NIM
selama empat tahun terakhir semua bank mengalami angka yang fluktuatif.

Nama 2017 2018 2019 2020


BRIS 5,84% 5,36% 5,72% 5,60%
BNIS 7,58% 7,16% 7,36% 4,30%
BSM 7,35% 6,18% 6,02% 4,96%
Tabel 6NIM BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020, Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI Syariah,
dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah April 2021)

g) Beban Operasional dan Pendapatan Operasional (BOPO)

Rasio ini mengukur bagaimana beban atau pengeluaran dari sebuah bank terhadap pendapatan
atau return yang diperolehnya (Hidayat et al. 2020). Tabel dibawah ini menunjukkan bahwa pada
tahun 2020, rasio BOPO dari BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri mencapai 84,10 persen dan
81,81 persen, yang mana hal ini diikuti oleh tren yang menurun selama tiga tahun. Hal tersebut
menandakan bahwa BNI Syariah dan Bank Syariah Mandiri memiliki kinerja yang baik pada
pengelolaan terhadap beban perusahaan yang mereka keluarkan setiap tahunnya. Namun pada
BNI Syariah di tahun 2020 mengalami kenaikan sedikit. Di sisi lain, rasio BOPO dari BRI
Syariah pada 2019 sebesar 96,80 persen, tertinggi dari kedua bank BUMN syariah lainnya. Hal
tersebut tentunya perlu diperbaiki karena dapat terjadi kerugian atau loss yang dapat
menyebabkan turunnya kinerja bank secara keseluruhan dan dapat menurunkan kepercayaan
masyarakat atau investor yang mempercayakan dananya untuk disimpan di BRI Syariah. Di
tahun 2020 BRI Syariah mengalami perkembangan yang cukup baik yang diharapkan bisa
menyusul kepada dua Bank Syariah lainnya.
Nama 2017 2018 2019 2020
BRIS 95,24% 95,32% 96,80% 90,39%
BNIS 87,62% 85,37% 81,26% 84,10%
BSM 94,44% 90,68% 82,89% 81,81%
Tabel 7BOPO BRI Syariah, BNI Syariah, Bank Syariah periode 2017-2020, Sumber: Annual Report PT. BRI Syariah, PT. BNI
Syariah, dan PT. BSM 2017-2020 (data diolah April 2021)

Kondisi Keuangan (Dampak) setelah Merger

Upaya peleburan (merger) bank syariah dapat meningkatkan kapasitas perbankan syariah yang
seringkali terkendala oleh adanya keterbatasan modal. Peleburan tiga bank syariah BUMN
tersebut juga diharapkan mampu menghimpun asset yang besar, sehingga peleburan ini akan
mampu menjadikan bank syariah menjadi BUKU IV yang sejajar atau bahkan di atas bank
konvensional yang rata-rata sudah menjadi BUKU IV. BUKU bank erat kaitannya dengan
tingkat imbal hasil yang diharapkan oleh nasabah pemilik dana. Umumnya, semakin tinggi
BUKU suatu bank, maka akan diasumsikan lebih aman, sehingga pemilik dana berkenan untuk
menempatkan dananya dengan rate yang lebih rendah. Sedangkan bank dengan BUKU kecil,
pada umumnya, memberikan insentif lebih agar pemilik dana menempatkan dananya di bank
tersebut. Melalui peleburan ini, maka bank syariah BUMN akan mampu sejajar dengan Bank
Mandiri dan BNI 46 yang telah masuk menjadi BUKU IV. Setelah adanya merger bank syariah,
masalah permodalan pada bank syariah telah terselesaikan dan bank syariah akan mampu
melakukan ekspansi lebih luas untuk memenuhi dan memfasilitasi kebutuhan masyarakat.
Adanya modal yang besar juga akan mendorong bank syariah untuk memberikan pembiayaan
yang lebih besar kepada masyarakat. Merger bank syariah juga akan mewujudkan efisiensi arah
kebijakan strategis perbankan syariah di masa mendatang. Selain itu, merger bank syariah juga
akan menjadikan inklusi perbankan syariah lebih terfokus yang disesuaikan dengan
karakteristiknya masing-masing. Apabila perbankan syariah semakin inklusif, maka literasi
keuangan syariah pun juga akan semakin meningkat. Selama ini, dalam praktiknya banyak
masyarakat yang masih mempertanyakan perbedaan bank syariah dengan bank konvensional,
bahkan tidak jarang masyarakat enggan menggunakan bank syariah karena biaya layanannya
yang masih lebih mahal jika dibandingkan dengan bank konvensional. Bank syariah akan lebih
kompetitif jika dana yang dihimpun dari masyarakat lebih banyak. Dampak adanya peleburan
(merger) bank syariah selain bertambahnya asset adalah adanya gerakan saling mendukung dan
kerja sama antarbank syariah BUMN. Bersatunya bank syariah BUMN akan menghasilkan
sinergi, sehingga mampu menyamai bahkan melebihi bank konvensional. Asset yang bertambah
akan mendorong perbankan syariah untuk memberikan pembiayaan lebih banyak kepada
masyarakat, sehingga pertumbuhan ekonomi juga akan semakin meningkat. Adanya peleburan
(merger) akan mampu meningkatkan perekonomian Indonesia pasca COVID-19. BSI akan
menjadi bank syariah terbesar di Indonesia dan perkiraan kapitalisasi pasarnya mencapai 40%
bahkan bisa mencapai 50% apabila Unit Usaha Syariah Bank BTN ikut serta bergabung.
kapitalisasi pasar yang besar itu tidak serta merta meningkatkan perekonomian syariah
Indonesia, terlebih dalam literasinya karena beban BSI juga akan besar. Total dari aset tiap-tiap
bank yang melakukan penggabungan jika ditotal akan setara dengan 46,46% dari total aset
perbankan syariah di seluruh Indonesia, sementara sisa asetnya dimiliki oleh bank syariah lain
(Anika, Nabilah. Chairunnisa, Nabila Indah. Saputra 2021). Dampak lain dari adanya peleburan
(merger) adalah adanya peningkatan aktivitas ekonomi di bidang pasar modal syariah. Adanya
kebijakan merger ini akan menjadikan BRI Syariah sebagai survivor entity karena BRI Syariah
adalah satusatunya bank syariah yang telah listing dalam pasar modal syariah, yang mana setelah
adanya informasi mengenai peleburan ini minat masyarakat untuk membeli sahamnya pun
semakin tinggi. Namun, investor juga perlu menganalisa terlebih dahulu apakah tindakan
membeli saham di pasar modal merupakan tindakan spontan mengikuti tren ataukah memang
tindakan yang sudah diperhitungkan. Karena setelah adanya peleburan (merger) dan BRI Syariah
menjadi survivor entity, maka nilai saham tersebut akan terdelusi karena kepemilikannya tidak
lagi dimiliki satu bank saja, melainkan tiga bank sekaligus yang disesuaikan dengan persentase
asset yang dimiliki. Hasil merger bank juga sejalan dengan upaya pemerintah untuk menciptakan
ekosistem yang halal, keberadaannya secara besar-besaran. Bank syariah akan menjadi pilar
penting dalam keberhasilan integrasi keuangan syariah di Indonesia (BNIS 2019). Banyak bank
konvensional telah mendukung industri halal karena jangkauan yang lebih luas dan fleksibilitas
produk. Potensi industri halal sangat besar. Keberadaan bank syariah yang besar dan kuat dalam
likuiditas akan membantu akses dana dari 4,12 juta Usaha Kecil dan Menengah (UMKM) yang
berbadan hukum (BPS 2020). Apalagi, infrastruktur jaringan lebih dari 1.200 kantor bank hasil
merger di seluruh Indonesia akan memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi. Industri
halal sebagai bagian dari ekosistem ekonomi syariah mendukung perekonomian nasional. Hal
tersebut berperan penting dalam mewujudkan aspirasi bangsa sebagai negara yang adil,
sejahtera, dan berdaulat (Bappenas 2018). Padahal, efek yang muncul adalah memantau satu sub
ekosistem dan banyak sub ekosistem lainnya. Ekosistem ekonomi syariah di Indonesia dapat
menjadi penopang utama pembangunan ekonomi nasional. Penggabungan akan menghasilkan
modal bank syariah yang kuat, jadilah masuk dalam 10 besar peringkat perbankan nasional, dan
bersaing dengan bank nasional lainnya. Modal yang kuat akan menarik sumber daya jangka
panjang yang dibutuhkan bank untuk ekspansi bisnis. Bank hasil merger akan lebih efisien secara
operasional, memiliki jaringan yang lebih luas, memiliki produk yang beragam untuk melayani
segmen korporasi, komersial, konsumer dan UMKM. Potensi pasar global di sektor ekonomi
Islam: makanan halal, keuangan Islam, perjalanan, pakaian muslim, farmasi dan kosmetik, media
dan rekreasi, menjanjikan peluang untuk menggerakkan perekonomian nasional selama pandemi
Covid-19 (Bencivenga et al. 2003).

BSI Berpeluang Membangun Ekonomi yang Lebih Baik

Harapan yang baik menjadi optimisme yang di inginkan oleh banyak pihak.
Dengan adanya inovasi ekspansi pada bank-bank syariah dalam hal ini khususnya Bank
Syariah Indonesia (BSI), yang menjadi perbankan, yang didasarkan pada upaya
pembangunan ekonomi dan meningkatkan masyarakat upaya menjadi lebih baik lagi.
Kemungkinan positif untuk kehadiran bank-bank Islam Islam telah menunjukkan wajah
baru yang menarik. Dengan status ini kemungkinan untuk Bank Syariah Indonesia, dapat
memberikan pengembangan ekonomi dan pendistribusian yang lebih baik dan meluas.
Adapaun secara lebih rinci peluang-peluang tersebut terdiri dari:
1. Peningkatan Makro dan Mikro Ekonomi
Analisis terhadap efisiensi bank secara berkesinambungan menjadi penting baik
dari sudut pandang mikroekonomi dan makroekonomi. Dari perspektif mikroekonomi,
masalah efisiensi bank menjadi sangat penting, mengingat persaingan yang semakin ketat
dan langkah-langkah untuk lebih meliberalisasi sistem perbankan. Hal ini memicu isu
peningkatan efisiensi sebagai salah satu prioritas utama regulator terhadap sektor
tersebut. Dari perspektif makroekonomi, efisiensi sektor perbankan mempengaruhi biaya
intermediasi keuangan dan stabilitas pasar keuangan secara keseluruhan.
Adapun keterkaitan antara efisiensi dan risiko liabilitas dapat dipengaruhi oleh
tingkat permodalan terutama dengan menurunnya tingkat permodalan perbankan pada
tingkat makroekonomi. Merger yang dilakukan oleh pemerintah terhadap bank syariah
dalam rangka meningkatkan daya saing ini juga merupakan implementasi dari Roadmap
Pengembangan Perbankan Syariah yang dirilis Otoritas Jasa Keuangan dan Masterplan
Ekonomi Syariah Indonesia tahun 2019 2024 oleh Komite Nasional Ekonomi Syariah.
Ada tiga elemen penting, yaitu: a. Penguatan identitas perbankan Syariah; b.
Sinergi ekosistem ekonomi syariah, termasuk dalam hal penguatan perizinan; c.
Membangun ekosistem dalam hal pengaturan dan pengawasan yang bertujuan
mewujudkan perbankan syariah yang resilient, mempunyai tingkat kompetitif yang tinggi
dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional dan pembangunan sosial.
Mendukung realisasi tersebut, kiranya ada beberapa alasan penting mengapa
industri keuangan syariah di Indonesia harus terus dikembangkan. Pertama, dari sisi
financial inclusion, Indonesia harus meningkatkan penyediaan layanan (access)
perbankan untuk masyarakat yang tidak menggunakan jasa keuangan konvensional.
Mengingat, Indonesia memiliki penduduk yang mayoritas memeluk agama islam,
sehingga perbankan syariah dapat menjadi solusi bagian mereka yang ingin lepas dari
sistem riba. Kedua, dari sisi financial deepening, Indonesia harus meningkatkan peran
jasa keuangan untuk melayani ekonomi dengan memperkenalkan lebih banyak pilihan
instrumen keuangan yang unik. Alasan ketiga, dari sisi capital flows, bank syariah
merupakan instrumen untuk memfasilitasi aliran modal, terutama bagi mereka yang
memiliki preferensi khusus pada keuangan syariah. Sementara dari perspektif makro
ekonomi, semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah, selain akan
mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat, juga akan mengurangi transaksi-
transaksi yang bersifat spekulatif sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara
keseluruhan. Beberapa hasil penelitian pada Tahun 2008-2009 menunjukan bahwa bank
syariah memiliki daya tahan yang jauh lebih kuat dibanding dengan bank konvensional
dalam menghadapi krisis keuangan global.
2. Optimalnya Dana Literasi Keuangan Syariah
Literasi keuangan dapat didefinisikan sebagai ukuran kemampuan seseorang
dalam memahami pencatatan keuangan, sikap dalam melakukan transaksi, jasa layanan
yang dibutuhkan, nilai tukar uang. Istilah Literasi Keuangan Syariah menurut Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 76 /POJK.07/2016, peraturan ini melibatkan
peningkatan literasi keuangan dan memasukkan pengambilan keputusan industri
konsumen dan/atau industri jasa keuangan masyarakat dan manajemen keuangan untuk
mencapai kesejahteraan. Bank Syariah Indonesia harapannya juga akan meningkatkan
pertumbuhan tingkat inklusi dan literasi keuangan syariah di Indonesia.
Menurut Ventje Rahardjo, Bank Syariah Indonesia dapat menjadi penggerak
utama dalam literasi pengembangan keuangan syariah yang mengalami penguatan
ekosistem ekonomi dan keuangan Syariah Indonesia. Tercatat bahwa dana yang
digunakan untuk literasi keuangan akan semakin optimal, melihat kinerja semester I -
2020 total aset BSI hasil merger mencapai Rp 214,6 triliun dengan modal inti lebih dari
Rp 20,4 triliun. Dengan optimalnya dana literasi keuangan, maka seiring berjalannya
waktu, Bank Syariah Indonesia akan lebih cepat dikenal oleh masyarakat. Dengan modal
tersebut, BSI harus berpartisipasi aktif dan bersinergi dalam peningkatan pengembangan
industry halal yang sudah dirintis lebih dulu oleh ketiga bank syariah yang melakukan
merger saat sebelum merger berlangsung dan dalam hal pemberian produk akan dapat
bersaing serta diperkuat dengan layanan yang baik, yaitu produk yang variatif, jaringan
yang lebar, sumber daya manusia yang berkualitas, Sistem Tekonologi Informasi yang
mumpuni, serta permodalan yang kencang.
3. Berkembangnya Jaringan Operasional
Melihat jaringan operasional Bank Syariah Indonesia sekarang yang terus
berkembang dan semakin meluas antara satu wilayah ke wilayah lain, menjadikannya
semakin kuat, dan tidak alasan lagi masyarakat kekurangan jaringan operasional. Bank
Syariah Indonesia akan didukung sekurang lebihnya 1.200 cabang yang nantinya akan
melayani permintaan dan kebutuhan nasabah. Didukung dengan neraca dan kinerja
keuangan yang baik, serta perkiraan target pembiayaan hingga Rp272 triliun dan target
pendanaan hingga Rp336 triliun pada 2025, hal ini akan meningkatkan permodalan
sehingga dapat mengakses transaksi dan pembiayaan yang lebih besar. Dengan sistem
pembiayaan yang baik ini, BSI juga dapat membuka peluang sebagai Bank Penyalur Gaji
(BPG), sehingga dampak BSI akan benar-benar terasa secara langsung oleh masyarakat
dan BSI hadir di tengah kebutuhan masyarakat sebagai Bank Syariah yang kuat.
4. Penguatan Ekonomi Syariah Indonesia
Pemerintah tentunya telah melihat peluang bahwa penguatan ekonomi syariah ini
dapat membuktikan bahwasannya Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk
muslim mampu mempunyai bank syariah yang kuat. Melihat kuantitas tersebut
memberikan peluang pasar yang sangat potensial, ketika mayoritas umat Islam di
Indonesia mau menggunakan bank syariah, maka industri perbankan syariah akan
berkembang lebih pesat, dan akan berdampak pada perkonomian negara, bahkan
kemungkinan lebih baiknya lagi perbankan syariah dapat menjangkau nasabah non-
muslim. Namun hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku usaha yang
terlibat dalam industri perbankan syariah untuk merealisasikannya. Beberapa perbankan
syariah di luar negeri bahkan sudah banyak memiliki nasabah non-muslim, seperti Bank
Islam yang berada di Singapura yang mana 60% dari nasabah bank tersebut adalah non-
muslim. Perbankan di Eropa juga sudah melihat potensi pasar dari perbankan syariah.
Seperti contoh lainnya yaitu BNP Paribas SA, bank besar yang berada di Perancis telah
membuka layanan syariahnya, yang diikuti pula oleh UBS group, sebuah kelompok
perbankan terbesar di Eropa yang berbasis di Negara Swiss, juga telah mendirikan anak
perusahaan yang diberi nama Noriba Bank dan beroperasi dengan menggunakan sistem
syariah.
5. Pembiayaan proyek-proyek besar pembangunan nasional
Peluang lainnya yang dapat dirasakan oleh Bank Syariah Indonesia adalah juga
dapat terlibat dan turut serta secara langsung dalam pembiayaan proyek-proyek
pembangunan nasional melalui sinergi dengan Badan Usaha Milik Negara lainnya,
supaya nantinya dapat mendorong hadirnya bank syariah Indoneisa yang berskala besar
dan mendapat nama di pasar persaingan regional. Sehingga keinginan bersama Bank
Syariah Indonesia untuk menjadi 10 besar terbaik Bank Syariah secara Internasional
berdasarkan kapitalisasi pasar akan terealisasikan. Hal penunjang untuk merealisasikan
keinginan tersebut dapat diakomodir dengan teknologi yang canggih dalam hal
penyediaan pelayanan agar dapat bermafaat dari sisi efisiensi, publikasi, kebijakan, dan
transformasi bank ke arah yang lebih maju, dan mengikuti perkembangan serta kebutuhan
zaman.
Tantangan BSI dalam Rangka Melakukan Pembangunan

Berdasarkan hasil penelitian, pada efisiensi bank yang dilakukan pada saat
sebelum dilakukanya merger, dapat dipahami bahwa secara umum bank akan menjadi
lebih efisien setelah melakukan merger. Peningkatan efisiensi pada industri perbankan di
Indonesia masih dapat dilakukan apabila bank dapat saling bertukar mengenai prosedur
penaksiran dampak. Inefisiensi ini dapat dihindaari apabila antara bank pasca merger
saling bertukar informasi mengenai pengoperasian terbaik sehingga dapat menekan biaya
operasional.
Jika mencermati urgensi dari adanya merger ketiga bank syariah terbesar yang
dimiliki Indonesia saat ini yaitu untuk membuat bank syariah yang lebih besar hingga
dapat bersaing di pasar Internasional dan diharapkan tumbuh untuk perekonomian
nasional, maka terdapat pula tantangan besar yang harus dihadapi Bank Syariah
Indonesia dalam hal perwujuan peningkatan Perkonomian Nasional.
Adapaun tantangan yang harus diselesaikan Bank Syariah Indonesia pasca merger
agar lebih optimal adalah sebagai berikut:
A. Rendahnya literasi keuangan syariah masyarakat. Tantangan pertama yang menjadi
permasalahan sektor perbankan Syariah adalah rendahnya tingkat inklusi dan literasi
keuangan. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan bahwa
tingkat inklusi keuangan syariah masyarakat Indonesia hanya sebesar 9,1%,
sedangkan tingkat literasinya hanya 8,93%. Angka itu jauh di bawah tingkat inklusi
keuangan konvensional yang sebesar 76,19% dan tingkat literasinya 38,03%.13
Angka tersebut sejatinya bertambah dari survei yang dilakukan sebelumnya yang
menggambarkan bahwa tingkat literasi pada produk perbankan syariah hanya sebesar
21,84% saja.14 Namun jika dilihat penambahan tersebut tidak terjadi perubahan yang
cukup tinggi, sehingga dibutuhkannya penguatan dalam hal literasi keuangan syariah
terhadap masyarakat. Penulis mencermati fakta di lapangan mengenai literasi
keuangan, bahwa masyarakat masih banyak yang belum memahami secara utuh dan
menyeluruh terkait dengan esensi dari bank syariah itu sendiri, bahkan masyarakat
masih awam terkait dengan produk-produk perbankan syariah. Menurut Adiwarman
A. Karim, terdapat 3 kategori nasabah pada industri keuangan perbankan syariah
yaitu loyalis syariah, loyalis konvensional, dan pasar mengambang (floating market).
Peluang untuk pasar mengambang mencapai Rp 720 triliun, namun yang menjadi
Persoalan pada pasar mengambang adalah ada yang sudah mengetahui tapi belum
memahami, ada yang sudah memahami tapi belum percaya, dan ada yang sudah
percaya tapi belum sepenuhnya berpartisipasi. Oleh karena itu diperlukannya proses
sosialisasi secara berkelanjutan, dengan melalukan media promosi yang
memanfaatkan berbagai media, baik media bellow the line (event-event, seminar,
brosur, spanduk, umbul-umbul) maupun media bove the line (televisi, radio, koran,
majalah). Untuk media promosi via televisi terlihat masih jarang, padahal promosi
lewat media ini cukup efektif untuk pembentukan branch image dan branch
awareness. Perlu digarisbawahi bahwa esensi dari sosialisasi dan promosi itu adalah
bagaimana caranya untuk membentuk pandangan baru sehingga dapat mengubah
pilihan dari nasabah pasar mengambang pada bank syariah ini. Tujuan penting
lainnya dari literasi keuangan ialah guna meningkatkan kualitas dalam pengambilan
keputusan keuangan individu, kemudian terkait dengan perubahan sikap dan perilaku
individu dalam mengelola keuangan, agar mampu menentukan dan memanfaatkan
lembaga, dan produk serta layanan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan Konsumen dan/atau masyarakat dalam rangka mencapai kesejahteraan.
Dengan adanya merger, dana untuk pengelolaan literasi keuangan kepada masyarakat
tentu juga akan meningkat. Sehingga potensi dan peluang adanya merger tiga bank
syariah dapat membuat Indonesia menjadi Pusat Ekonomi Islam secara global.
Dengan adanya edukasi terntang pilihan produk perbankan syariah yang lebih variatif
dan kompetitif dapat menjadikan Bank Syariah Indonesia sebagai salah satu piranti
ekonomi dan keuangan syariah. Sehingga perbankan syariah menjadi sebuah pilihan
yang rasional bagi masyarakat dalam pengelolaan keuangan keluarga.
Terdapat beberapa faktor yang harus diselesaikan oleh Bank Syariah Indonesia
agar bisa menjadi pendorong percepatan dari Bank Syariah Indonesia agar budaya
literasi masyarakat dapat bertambah. Setidaknya setelah di analisis terdapat 7 faktor
menentukan tingkat literasi keuangan seseorang yaitu terdiri dari: a. Kurangnya
kesadaran masyarakat dalam hal untuk mengenali bank Syariah. b. Dibandingkan
dengan bank konvensional, bank syariah masih memiliki jaringan operasi yang
terbatas. c. Soisialisasi yang diberikan oleh bank syariah masih terbilang kurang
apabila membandingkan dengan bank umum yang lain. d. Faktor usia juga
mempengaruhi persepsi dan gaya berpikir seseorang. Semakin seseorang bertumbuh,
semakin banyak pengetahuan yang dimilikinya dan berkembang pula pemahaman
serta cara berpikirnya. Sebaliknya, jika seseorang bertambah tua maka semakin
kurang cara menangkap dan pola berfikirnya. Sehingga sasaran usia dalam penguatan
literasi keuangan saat ini belum tepat. e. Faktor Pendidikan juga menjadi faktor yang
berpengaruh terhadap literasi keurangan seseorang, mengingat pendidikan adalah
suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar
sekolah dan berlangsung seumur hidup. f. Faktor Lingkungan dan keseharian juga
dapat membuat masyarakat merasa ada beberapa bank yang cocok dengan dirinya,
dan begitupula sebaliknya. Sehingga kembali lagi kepada edukasi terhadap
lingkungan sekitar. g. Sosial dan Ekonomi seseorang juga akan menentukan karena
hal tersebut akan menentukan ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk kegiatan
tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan dan
pemahaman seseorang tentang keuangan.
B. Adaptasi kerja pasca merger. Adaptasi kerja pasca merger tidaklah mudah Tantangan
penting lainnya yang dihadapai Bank Syariah Indonesia adalah proses adaptasi kerja
pasca merger yang tentu tidak mudah. Manajemen Bank Syariah Indonesia harus
memastikan kembali bahwa proses penyatuan berjalan dengan baik tanpa
menghilangkan Sumber Daya Manusia berkualiatas sebelumnya agar terciptanya
reorganisasi dan penempatan pegawai yang adil serta profesional, dan menghindari
pula adanya kesulitan dalam hal berkomunikasi dan berkoordinasi antar manajemen
bank syariah hasil merger. Sumber Daya Manusia tersebut juga memerlukan proses
adaptasi nilai-nilai dan budaya bank hasil merger, segala yang baik dari ketiga bank
sebelumnya harus dipadukan agar menjadi lebih baik. Tidak hanya faktor dari
Internal SDM saja yang menjadi tantangan Bank Syariah Indonesia, namun faktor
eskternal SDM untuk perekrutan dari luar dalam hal ini ialah Peningkatan SDM Bank
hasil merger akan cukup sulit. Karena mencari sumber daya perbankan syariah yang
berkualitas, amanah, dan professional belum sepenuhnya tersedia. Sebagian besar
Sumber Daya Manusia terutama level ke atas masih sulit ditemukan. Padahal, saat ini
dibutuhkan SDM yang tidak hanya bisa dalam menguasai ilmu ekonomi atau sistem
perbankan modern, tetapi juga memahami esensi dari fiqih serta mampu berinovasi
dan beradaptasi dalam hal penyelesaian persoalan bank syariah yang sistemnya masih
dikatakan cukup baru. Hal tersebut tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Bank
Syariah Indonesia bagaimana untuk memilih sumber daya terbaik dari seluruh
wilayah yang ada di Indonesia. Langkah konkret yang dapat dilakukannya ialah
melalui sosialiasi, pelatihan, seminar, studi banding, serta pembinaan lain yang
diperlukan guna mewujudkan peningkatan kualitas dari Sumber Daya Manusia.
C. Persaingan produk dan layanan keuangan dengan bank konvensional. Selain
mengenai Sumber Daya Manusia, tantangan selanjutnya yaitu mengenai persaingan
produk dan layanan keuangan yang dinilai belum setara jika membandingkan dengan
industri keuangan konvensional, alasannya ialah karena model bisnis dan unifikasi
dari industri syariah dapat dikatakan masih terbatas, guna menjawab tantangan
tersebut Bank Syariah Indonesia dapat memainkan perannya melalui pelengkapan
produk dan layanan agar dapat bersaing dengan bank konvensional, cara yang
dilakukan termasuk didalamnya adalah dengan layanan digital banking. Hal tersebut
juga akan menguatkan teknologi digital Bank Syariah Indonesia agar lebih
menyesuaikan kebutuhan dan lebih variatif. Digitalisasi Banking System adalah salah
satu bentuk teknologi financial yang memiliki beberapa kekuatan. Pertama,
terciptanya kemudahan dalam mengakses data layanan perbankan dan melakukan
transaksi kapanpun dan dimanapun. Kedua, kemampuan dalam menjangkau
masyarakat hingga ke daerah tertinggal, terdepan dan terluar (3T) di Indonesia yang
belum tersedia kantor cabang bank. Ketiga, penghematan biaya operasional dan
pemasaran bank. Keempat, dengan adanya digitalisasi ini, bank Syariah akan lebih
dapat dikenal oleh masyarakat dengan kolaborasi bersama penyedia jasa teknologi
finansial lainnya. Disamping itu, tingkat keamanan data dan dana nasabah harus tetap
ditingkatkan guna meminimalisir potensi penyalahgunaan (fraud) disamping dengan
dukungan penguatan dan pemerataan akses internet di daerah. Dalam hal pilihan
masyarakat terhadap layanan berbasis syariah atau konvensional tidak hanya
berdasarkan atas keyakinan saja. Akses mengenai pelayanan yang berkaitan dengan
keuangan dan produk yang berbasis teknologi yang menjadi faktor penentu dan
layanan tersebut harus dengan mudah dapat diakses oleh masyarakat.
D. Menciptkan suatu produk yang bervariatif namun lebih murah. Tantangan lain yang
dihadapi oleh Bank Syariah Indonesia adalah bagaimana caranya menciptakan suatu
produk yang bervariatif namun lebih murah, tetapi tidak menghilangkan kualitas dari
bank syariah itu sendiri. Untuk menjawab tantangan tersebut, Bank Syariah Indonesia
harus menyalurkan dana yang lebih murah agar masyarakat dapat tertarik karena
lebih dapat membawa kebermanfaatan untuk nasabah yang membutuhkan, terutama
pada sektor UMKM yang membutuhkan pembiayaan baru yaitu sektor industri
mikro.20 Mengingat modal dari Bank Syariah Indonesia sudah cukup untuk
mengakomodir hal tersebut. Karena sebagian masyarakat masih ada yang
mengkhwatirkan bahwa Merger akan membuat Bank Syariah Indonesia akan tidak
mudah untuk diakses oleh para pelaku usaha berskala kecil karena fokus dari Bank
Syariah adalah orientasi ekonomi pembangunan yang bersekala besar, sehingga
terkait dengan akses modal guna untuk mengembangkan usahanya akan sulit untuk
didapatkan. Menghadapi permasalahan tersebut, perlu komitmen tinggi dari
pemerintah sehingga Bank Syariah Indonesia dapat menjadi lembaga yang
menawarkan produk kompetitif agar nantinya dapat memenuhi kebutuhan di setiap
wilayah masyarakat. Selain itu, untuk mendukung dan merealisasikan komitmennya,
Bank Syariah Indonesia akan direncanakan menjadi bank yang modern tetapi tidak
menghilangkan esensi dari prinsip syariah. Peningkatan pasar industri jasa keuangan
syariah nasional akan dilakukan oleh Bank Syariah Indonesia melalui penyeragaman
bisnis syariah yang lebih luas, agar dapat mencakup elemen yang dibutuhkan
termasuk didalamnya UMKM, konsumen, serta ritel yang tentu dengan produk yang
telah melakukan pembaharuan, serta melakukan pengembangan bisnis internasional
seperti global sukuk. Bank Syariah Indonesia dapat melakukan simbiosis mutualisme
dengan UMKM, dimana Bank Syariah Indonesia akan konsisten dalam menjunjung
komitmen untuk selalu hadir bagi para pelaku UMKM yang membutuhkan. Bank
Syariah Indonesia akan membangun sentra UMKM di kota dan kabupaten serta
melakukan pendistribusian berbasis komunitas dan lingkungan masjid. Bank Syariah
Indonesia juga akan melakukan penyaluran pembiayaan ke UMKM binaan dari
Kementerian Koperasi dan UMKM ataupun lembaga lainnya yang membutuhkan.
Komitmen tersebut tentu menjawab segala kekhawatiran bahwa sebagai Bank Syariah
Indonesia yang memiliki nilai aset besar dan berorientasi menjadi bank syariah yang
dapat bersaing dengan bank syariah di dunia tapi tidak meninggalkan untuk
memfasilitasi dan mendukung UMKM yang membutuhkan.22 Hal ini menjadi salah
satu upaya pemerintah Indonesia dalam pemerataan ekonomi di berbagai wilayah
melalui sektor perbankan Syariah.

E. KETERKAITAN (optional)

Keterkaitan antara landasan teori dan studi kasus yang telah kelompok enam bahas, tim penulis
menyimpulkan bahwa keduanya saling memberikan keterkaitan. Dari landasan teori muncullah
studi kasus seperti diatas. Dari landasan teori, BSI sebagai studi kasusnya dapat mengambil
teori-teori yang telah disampaikan untuk menjadikan landasan dalam perencanaanya dan
penerapannya supaya lebih mengarah pada kemashlahatan dan sesuai dengan prinsip
pembangunan Islam.

Adanya merger dari BRIS, BNIS, dan BSM menjadi BSI membawa dampak positif bagi
keuangan perekonomian Indonesia. Dari segi bank, merger BSI meningkatkan pertumbuhan
perusahaan secara cepat. Hal ini karena terjadi penggabungan saham antara BRI Syariah, BNI
Syariah dan Bank Mandiri Syariah. Sehingga visi BSI menjadi Top 10 Global Islamic Bank
semakin menjadi lengkap. Selain itu, merger BSI juga berpeluang meningkatkan likuiditas.

Dari sisi nasabah, merger BSI bermanfaat untuk meningkatkan literasi keuangan bank syariah.
Mengingat rata-rata penduduk Indonesia menganut agama islam. Sehingga penting sekali untuk
masyarakat mengetahui tata cara menyimpan dana di bank secara syariat islam. Selain itu BSI
juga membantu nasabah untuk mendapat pilihan produk dan jasa yang lebih beragam dibanding
sebelumnya. BSI juga memperhatikan gagasan pembangunan dalam Islam yang memfokuskan
pada moral, spiritual, dan aspek norma yang harapannya dapat menghilangkan dan mengurangi
keburukan dalam konsep pembangunan ekonomi konvensional.

F. PENUTUP

1. KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa merger dari BSI ini memberikan peluang lebih besar
untuk membangun dan meningkatkan perekonomian nasional. Selain adanya peluang
tentu juga terdapat tantangan tersendiri dalam pelaksanaannya yang harus
diselesaikan oleh BSI. Keadaan saat ini Literasi Keuangan Syariah yang masih rendah
sehingga atensi masyarakat terhadap produk-produk perbankan syariah juga masih
kurang. Selain itu, adaptasi kerja pasca merger yang tentu tidak mudah, karena akan
ada persaingan produk dan layanan keuangan dengan bank konvensional sehingga
butuh strategi untuk mengatasi hal tersebut agar setor perbankan syariah dan
perbankan konvensional saling berjalan secara sinergi. Selanjutnya yang harus
diselesaikan adalah bagaimana menciptkan suatu produk yang bervariatif namun
lebih menjangkau banyak pihak. Tantangan terakhir adalah membuat Digitalisasi
Banking System yang komprehensif setelah merger dimana hal ini merupakan salah
satu bentuk teknologi financial. Tantangan satu dengan yang lainnya memiliki
hubungan yang sangat erat sehingga penyelesaiannya pun harus dilakukan secara
sistematis dan komprehensif, sehingga dampak merger Bank Syariah Indonesia dalam
mewujudkan perekonomian nasional dapat optimal. Seyogyanya peningkatan literasi
keuangan syariah dapat dilakukan secara holistik dimulai dengan lingkungan sekitar
oleh masyarakat. Dengan saling mengingatkan bahwa saat ini terdapat suatu industri
keuangan yang menguntukan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat muslim pada
khususnya, dan masyarakat Indonesia pada umumnya. Jika seseorang memiliki
pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga keuangan serta produk dan jasa
keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan
jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa
keuangan. Selanjutnya, adanya evaluasi terhadap kebijakan yang telah dilakukan BSI
oleh banyak pihak seperti akademisi dan praktisi agar dapat menganalisa program
atau kebijakan yang telah dibuat dan dapat mengukur keefektifannya. Menurut
Penulis, dalam hal ini diperlukan produk dan layanan yang unik, sehingga dapat
bersaing dengan bank konvensional. Sehubungan dengan sumber daya manusia, perlu
dan sangat urgen untuk diadakan pelatihan yang berbasis perbankan syariah sehingga
dapat tercipta Sumber Daya Manusia berkualitas yang dapat beradaptasi dengan
kebutuhan dan tantangan zaman.
2. SARAN
Saran yang dapat penulis berikan adalah BSI, masyarakat, dan pemerintah dapat
bekerja sama dalam rangka melakukan pembangunan ekonomi supaya lebih
maksimal dalam pelaksanaannya dan dapat memberikan hasil yang positif pada
perekonomian nasional baik dalam perspektif Islam maupun konvensional. Serta BSI
harus mampu mengambil peluang dan merealisasikannya dengan baik. Peningkatan
kualitas SDM dibidang perbankan Syariah juga perlu ditumbuhkan untuk menunjang
visi misi BSI, serta harus mampu mengambil peluang dan merealisasikannya dengan
baik.

G. REFERENSI

Anis Fatinah,dkk.(2021).Analisis Kinerja Keungan, Dampak 3 Merger Bank Syariah BUMN dan
Strategi Bank Syariah dalam Pengembangan Ekonomi Nasional. Jurnal Manajemen
Bisnis (JMB), 34(01).

Alam Chowdhury M. (1973). Theory and Practice of Islamic Development Cooperation


Statistical. Islamic Research and Training Centre for Islamic Countries, pp: 187.
Alhammadi S dkk. (November 2020). Analysing Islamic Banking Ethical Performance from
Maqashid al-Shariah Perspective: Evidence From Indonesia. Journal of Sustainable
Finance & Investment.
Ariff, M. (September 1988). Islamic Banking. Economic Literature, 2(2), 46-62.
Bulut, Mehmet, dan Cem Korkut. (2020). On Islamic Economic Development.
Kahf, Monzer dkk. (2005). Islamic Banking and Dvelopment: an Alternative Banking Concept?.
Islamic Research and Training Centre for Islamic Countries.
Kusuma, Dimas Bagus Wiranata. (2010). Economic Development In An Islamic Perspective.
Mahri, A. dkk. (2021). Ekonomi Pembangunan Islam. Jakarta: Departemen Ekonomi dan Keuangan

Syariah - Bank Indonesia.

Mirakhor, Abbas, dan Hossein Askari. (2010). Islam and the Path to Human and Economic

Development. Palgrave Macmillan.


Sari M.D. dkk. (2016). History of Islamic Bank in Indonesia: Issues Behind Its Establishment.

International Journal of Finance and Banking Research, 2(5), 178-184.

You might also like