You are on page 1of 6

JURNAL HUTAN LESTARI (2015)

Vol. 3 (1) : 15 – 20

KEANEKARAGAMAN JENIS AMFIBI ORDO ANURA DI KAWASAN HUTAN


LINDUNG GUNUNG SEMAHUNG KECAMATAN SENGAH TEMILA
KABUPATEN LANDAK KALIMANTAN BARAT
Species Amphibians Diversity Ordo Anura in Gunung Semahung Protected Forest
Areas Sengah Temila District Landak Regency In West Kalimantan Barat
Ahmad Yani, Syafruddin Said, Erianto
Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura Jalan Daya Nasional Pontianak 78124
Email : ahmadyaniayukha@gmail.com

ABSTRACT
Amphibians is one of all fauna constituent ecosystems and a part of biodiversity in aquatic
habitat, terestrial and arboreal.The research aimed to determine diversity of amphibians
species ordo Anura in the Gunung Semahung protected forest areas, Sengah Temila District,
Landak Regency, West Borneo. This research has done on Februari 12th 2014 until Februari
30th 2014. The method used in this research is Visual Encounter Survey (VES) that combinated
with track system by dividing three lines of aquatic habitats and three lines of terestrial
habitats. The number of species found were 18 species from 6 family with total of 357
individual. Data analysis showed species diversity index (H) the highest value on aquatic
habitats 0,957 and the lowest on terestrial habitats 0,690. For evenness index (e), the highest
value on aquatic habitats 0.835 and the lowest on terestrial habitats 0,76497. And for similarity
index between the aquatic and terestrial habitats by S = 0.4% that means 40% both of
amphibians species in both habitats are same and 60% are different. Species abundance
showed that has the highest value is Meristogenys phaeomerus by 21%. the greatest chance
encounter is Meristogenys phaeomerus 2.111 individuals per hour, this species the most lots of
encounter on aquatic habitat. Most amphibians that were found more likely to sit and be quiet
activities and there are some who speak out and there is also a mating activity that is
Meristogenys phaemerus.
Keywords: Amphibians, anura, species biversity, Semahung Mountain

PENDAHULUAN tipe hutan pegunungan dataran rendah


Hutan merupakan suatu rangkaian yang ketinggiannya mencapai 695 meter
ekosistem yang di dalamnya terdapat di atas permukaan laut dan luas 2.812 Ha.
sumberdaya alam yang beragam Amfibi merupakan salah satu fauna
(biodiversity). Di dalam ekosistem ini penyusun ekosistem dan merupakan
terjadi hubungan timbal balik antara bagian keanekaragaman hayati yang
mahluk hidup dan lingkungannya. Hutan menghuni habitat perairan, daratan hingga
Kalimantan secara keseluruhan arboreal. Amfibi memegang peranan
merupakan pelabuhan keanekaragaman penting pada rantai makanan dan dalam
hayati endemik termasuk di dalamnya lingkungan hidupnya, juga bagi
amfibi, tercatat ada 100 jenis amfibi keseimbangan alam serta bagi manusia
endemik dan pertambahan jenis baru selain itu juga jenis-jenis tertentu dapat
terus terjadi seiring adanya survey oleh dijadikan sebagai bio-indikator kerusakan
berbagai peneliti dalam serta luar negeri lingkungan. Keanekaragaman jenis
dengan melakukan koleksi spesimen yang merupakan salah satu variabel yang
dijumpai (Kamsi, 2008). Kawasan Hutan berguna bagi tujuan manajemen dalam
Lindung Gunung Semahung termasuk konservasi. Perubahan dalam kekayaan

15
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (1) : 15 – 20

jenis dapat digunakan sebagai dasar Kantong plastik, Kertas lebel, Kapas dan
dalam memprediksi dan mengevaluasi tissue, Alkohol 70%.
respon komunitas tersebut terhadap
Prosedur Penelitian
kegiatan manajemen (Nichols et al. Metode yang digunakan dalam
1998). Perkembangan informasi penelitian ini adalah Visual Encounter
penunjang khususnya mengenai data Survey (VES) atau Survey Perjumpaan
keberadaan jenis–jenis Amfibi Ordo Visual (Heyer et al, 1994). Metode ini
Anura yang terdapat dikawasan Hutan dikombinasikan dengan metode jalur.
Lindung Gunung Semahung belum ada Jumlah jalur yang dibuat sebanyak 6
dilakukan, sehingga perlunya dilakukan
jalur, yang terdiri dari 3 jalur akuatik
penelitian untuk menunjang pengetahuan (jalur 1, 2, 3 jalur air) dan 3 jalur
mengenai keberadaan satwa liar ini. terestrial (jalur 4, 5, 6 jalur darat). Untuk
Tujuan dari penelitian ini adalah habitat akuatik (jalur air) dibuat jalur
untuk mengetahui Jenis Amfibi dari Ordo dengan panjang 200 meter, jarak antar
Anura yang ada di kawasan Hutan jalur 200 m dengan lebar jalur sesuai
Lindung Gunung Semahung dan manfaat lebar sungai. Sedangkan untuk tipe
dari penelitian ini untuk memberikan habitat terestrial (dataran) jalur dibuat
informasi tentang keanekaragaman jenis- sepanjang 600 meter, jarak antar jalur 200
jenis Amfibi yang ada di kawasan Hutan meter (disesuaikan dengan keadaan
Lindung Gunung Semahung sehingga tempat) dengan lebar 5 meter kiri dan 5
dapat dijadikan dasar dalam upaya meter kanan mengikuti jalan setapak.
pelestarian satwa liar di areal tersebut. Pengamatan dilakukan malam hari
pukul 19.00 sampai 23.00 WIB.
METODE PENELITIAN Pengamatan berlangsung selama dua jam
Penelitian ini dilaksanakan di pada satu jalur pengamatan dilanjutkan
kawasan Hutan Lindung Gunung pada jalur berikutnya dengan tiga kali
Semahung Kecamatan Sengah Temila pengulangan pada jalur yang sama
Kabupaten Landak Kalimantan Barat,
mulai dari tanggal 12 Februari 2014 Analisis Data
sampai dengan tanggal 30 Februari 2014. Analisis data yang digunakan untuk
Peralatan yang digunakan untuk penelitian Amfibi Ordo Anura ini adalah:
pengamatan dan pengidentifikasian jenis Analisis Habitat, Deskripsi Jenis Reptil,
Amfibi yaitu : Peta kawasan penelitian, Indeks Kelimpahan Relatif, Indeks
Kompas, GPS (Global Position System ), Keanekaragaman Jenis, Indeks
Meteran, Tali raffia, Headlam/senter dan Kemerataan Jenis, Indeks Kesamaan
baterai, Spidol permanen, Jam, Alat tulis Jenis, Peluang Perjumpaan.
dan Tally Sheet, Buku panduan
HASIL DAN PEMBAHASAN
identifikasi, Kaliver, Jaring penangkap,
Komposisi Jenis
Alat suntik, Termometer, Higrometer,
Jenis yang ditemukan selama
Kamera, Kaca pembesar, Sarung tangan
pengamatan sebanyak 18 jenis amfibi dari
karet. Bahan Penelitian yang digunakan
6 famili dengan total 357 individu.

16
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (1) : 15 – 20

Keenam famili tersebut yaitu famili jenis dengan 22 individu), famili


Ranidae (7 jenis dengan 175 individu), Megophryidae (3 jenis dengan 95
famili Bufonidae (3 jenis dengan 28 individu), famili Microhydae (1 jenis
individu), famili Dicoglossidae (1 jenis dengan 1 individu).
dengan 36 individu), Rhacophoridae (3
Tabel 4. Daftar Jenis Amfibi dan Status Konservasinya (List of Amphibians and
Conservation Status)

Jumlah Jalur Pengamatan


No Nama Jenis Family IUCN
Individu Terestrial Akuatik

1 Hylarana picturata Ranidae 13 X Ѵ LC


2 Hylarana raniceps Ranidae 17 X Ѵ LC
3 Hylarana megalinesa Ranidae 9 X Ѵ LC
4 Hylarana nicobariensis Ranidae 8 X Ѵ LC
5 Starouis guttatus Ranidae 45 X Ѵ LC
6 Meristogenys phaeomerus Ranidae 76 X Ѵ NT
7 Odorrana hosii Ranidae 7 X Ѵ LC
8 Ansonia spinulifer Bufonidae 18 Ѵ Ѵ NT
9 Ansonia minuta Bufonidae 9 X Ѵ NT
10 Pelophryne signata Bufonidae 1 Ѵ X NT
11 Limnonectes kuhlii Dicloglossidae 36 X Ѵ LC
12 Polypedates leucomystac Rhacophoridae 14 Ѵ X LC
13 Polypedates otilopus Rhacophoridae 6 Ѵ X LC
14 Nyctyxalus pictus Rhacophoridae 2 Ѵ Ѵ NT
15 Megophrys nasuta Megophryidae 29 Ѵ Ѵ LC
16 Leptobrachium abbotti Megophryidae 65 Ѵ Ѵ LC
17 Leptobrachella mjobergi Megophryidae 1 X Ѵ LC
18 Kalophrynus pleurostigma Microhylidae 1 Ѵ X LC
Total 357
Keterangan : Ѵ = Jenis yang ditemukan; X = Jenis yang tidak ditemukan;
LC = Leas Concern ( berisiko rendah ); NT = Near Threatned (mendekati terancam )
IUCN = International Union for Conservation of Nature and Natural Resources
Perbandingan jumlah ini tidak jauh (usaha) yang dilakukan dalam pencarian
berbeda bila dibandingkan dengan satwa amfibi. Perhitungan effort
peneilitian Saepulloh (2011) di Gunung biasanya berdasarkan lamanya waktu
Poteng sebanyak 24 jenis amfibi, tetapi pencarian di lapangan dan luasan areal
lebih banyak bila dibandingkan dengan yang disurvei (Kusrini et al, 2007).
penelitian Novitasari (2013) di Hutan
Faktor Lingkungan
Lindung Gunung Ambawang sebanyak Berdasarkan hasil pengukuran
11 jenis amfibi. Adanya perbedaan selama di lapangan diperoleh kisaran
dalam peroleh jenis ini dipengaruhi oleh
suhu udara 250C – 280C, hal tersebut
beberapa faktor, diantaranya; effort sesuai dengan yang dikemukakan oleh

17
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (1) : 15 – 20

Berry (1975) yang menyatakan amfibi berbeda untuk nilai tertinggi terdapat
mendapatkan suhu pertumbuhan yang pada jalur habitat akuatik dengan nilai e
optimum antara 26°C - 33° C. = 0,835 dan terendah pada habitat
Suhu air pada lokasi penelitian ialah terestrial dengan nilai e = 0,76497. Dari
22 C - 240C. Dimana dikemukakan oleh
0
semua jalur pengamatan, jenis yang
Kanna (2005) mengatakan bahwa secara sering teramati yaitu Meristogenys
umum, amfibi dapat hidup disembarabg phaeomerus sebanyak 76 individu.
tempat, baik pantai maupun di daratan Kisaran nilai kemerataan jenis antara 0
tinggi, dengan suhu air antara 200C - 350C. sampai 1, yang mana nilai 0 berarti
Data pH air di habitat akuatik diperoleh kemerataan antara spesies rendah dan
pH 5,5 menunjukan bahwa kondisi air nilai 1 berarti kemerataan antara spesies
hampir netral. Menurut Payne (1986) tinggi (Fachrul, 2007).
dalam Darmawan (2008) menyatakan
Indeks Kesamaan Jenis
bahwa kisaran pH air yang berada di Dari dua habitat besar amfibi yaitu
daerah tropis adalah antara 4,3 – 7,5. habitat akuatik dan habitat terestrial
Ukuran pH tersebut merupakan kondisi didapat nilai indeks kesamaan jenis antar
yang baik dalam kehidupan amfibi, habitat yaitu sebesar 0,4 yang artinya 40
sehingga pada penelitian ini tidak % jenis di kedua habitat tersebut adalah
menemukan kecacatan yang terjadi pada sama 60 % tidak sama, hal ini
amfibi. dikarenakan pada lokasi penelitian
Indeks Keanekaragaman Jenis memiliki tipe atau kondisi habitat yang
Nilai keanekaragaman jenis amfibi hampir sama seperti vegetasi, kondisi
pada jalur habitat akuatik (H’ = 0,957), sungai Sembada dan kedua habitat
sedangkan pada habitat terestrial dengan tersebut mempunyai ketinggian antara
nilai keanekaragaman (H’ = 0,690). 100-200 mdpl. Letak geografis dapat
Menurut (Odum, 1993) Kreteria indeks menentukan jumlah jenis penghuninya
keanekaragaman jika H’ < 1, maka dan penyebaran satwaliar mempunyai
keanekaragaman rendah, H’ 1 – 3, maka pembatas-pembatas fisik seperti sungai,
keanekaragaman sedang, dan H’ > 3, samudera dan gunung serta pembatas
maka keanekaragaman tinggi. Dari ekologis seperti batas tipe hutan dan
kriteria tersebut pada jalur habitat akuatik jenis pesaing yang telah lebih lama
indeks keanekaragaman rendah, beradaptasi di wilayah tersebut (Alikodra,
sedangkan habitat terestrial indeks 2010)
keanekaragaman juga tergolong rendah.
Indeks Kelimpahan Jenis
Ini dikarenakan pada habitat akuatik Indeks kelimpahan merupakan
dan habitat teresterial sudah terganggu banyaknya jumlah individu yang ditemu-
oleh aktivitas manusia yang membuka kan dalam setiap jenis. Meristogenys
lahan hutan menjdi perkebunan karet. phaeomerus memiliki jumlah kelimpahan
Indeks Kemerataan Jenis relatif tertinggi yaitu 21 %, sedangkan
Indeks kemerataan jenis amfibi jumlah kelimpahan relatif paling rendah
pada jalur habitat tidak begitu jauh yaitu 0,3 % untuk jenis Pelophryne

18
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (1) : 15 – 20

signata, Leptobrachella mjoberg, dan dijumpai berdasarkan habitatnya yaitu


Kalophrynus pleurostigma di habitat akuatik, terestrial, fossorial atau
terestrial. arboreal (Mistar 2003).
Persentase kelimpahan relatif
tertinggi berdasarkan famili yaitu famili KESIMPULAN DAN SARAN
Ranidae dengan nilai kelimpahan relatif Kesimpulan
39%, hal ini dikarenakan katak ini Dari hasil penelitian ini dapat
memiliki penyebaran yang sangat luas disimpulkan Indeks Keanekaragaman
di indonesia (Iskandar, 1998) dan famili jenis amfibi (Ordo Anura) dalam
Dicloglossidae dan Microhylidae kawasan Hutan Lindung Gunung
dengan kelimpahan relatif terendah Semahung termasuk rendah dengan
sebesar 5,6%. keanekaragaman jenis pada habitat
akuatik H’ = 0,957, dan habitat terestrial
Peluang Perjumpaan dengan nilai H’ = 0,690
Berdasarkan hasil pengamatan
Saran
diperoleh peluang perjumpaan terbesar Perlu dilakukan penyuluhan serta
8,05 ekor/jam pada habitat akuatik sosialisasi kepada masyarakat terhadap
sedangkan pada habitat terestrial pentingnya satwa khususnya amphibi
diperoleh 1,76 ekor/jam, dengan total guna menjaga kelestarian seluruh
peluang perjumpaan pada kedua habitat sumber daya alam yang ada di hutan.
tersebut sebesar 9,821 ekor/jam.
Berdasarkan jenisnya peluang
DAFTAR PUSTAKA
perjumpaan terbesar yaitu Meristogenys
phaeomerus 2,111 induvidu/jam, jenis Alikodra HS. 1990. Pengelolaan Satwa
Liar. Jilid 1. Departemen
ini paling banyak dijumpai di habitat
Pendidikan Dan Kebudayaan
akuatik. Jenis lain dengan peluang Direktorat Jenderal Pendidikan
perjumpaan terbesar kedua Leptobrachium Tinggi Pusat Antar Universitas
abbotti 1,714 induvidu/jam, jenis ini juga Ilmu Hayat Institut Pertanian
paling banyak ditemukan di habitat Bogor, Bogor.
akuatik dan juga terdapat pada habitat Berry. 1975. The Amphibisn Fauna of
teresterial, setelah itu jenis Megophrys Feninsular Malaysia. Kuala
nasuta dengan peluang perjumpaan Lumpur: Tropical Pr.
sebesar 0,374 induvidu/jam, jenis ini Darmawan B. 2008. Keanekaragaman
ditemukan di habitat akuatik dan habitat Amfibi di Berbagai Tipe Habitat;
terestrial. Studi Kasus di Eks-HPH PT.
Peluang perjumpaan juga Rimba Karya Indah Kabupaten
menggambarkan besarnya usaha yang Bungo, Provinsi Jambi Skripsi.
Bogor : Fakultas Kehutanan,
harus dilakukan untuk menemukan atau
Jurusan Konservasi Sumberdaya
mencari jenis tertentu. Setiap jenis Hutan dan Ekowisata. Institut
memiliki peluang perjumpaan, selain Pertanian Bogor, Bogor.
mengetahui kebiasaan hidupnya penting
Fachrul M. F. 2007. Metode Sampling
juga memprediksikan jenis yang Bioekologi. Bumi Aksara. Jakarta.

19
JURNAL HUTAN LESTARI (2015)
Vol. 3 (1) : 15 – 20

Heyer, W.R., M.A. Donnely, R.W. Leuser. Bogor: The Gibbon


McDiarmid, L.C. Hayek dan M.S. Foundation & PILI-NGO
Foster. 1994. Measuring and Movement.
Monitoring Biological Diversity: Http://d.yimg.com/kq/groups/234
Standard Methods for Amphibians. 03542/1688751700/name/metodh
Smithsonian Institution Press, erpet.doc (Diakses Tanggal 15
Washington. September 2013).
Iskandar, D. T. 1998. Amfibi Jawa Dan Nichols JD, Boulinier TJE, Hines KH,
Bali – Seri Panduan Lapangan. Pollock, Sauer JR. 1998.
Puslitbang LIPI, Bogor. Estimating ratesof local species
extinction, colonization and
Kamsi M. 2008. Mengukur Nilai
turnover in animal communities.
Konservasi Amfibi Dan Reptil Di
Ecological Application 8 (4): 1213-
Suatu Kawasan, Contoh Kasus PT.
1225.
Sari Bumi Kusuma Kalimantan
Tengah. Warta Herpetofauna/Vol 2. Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi.
No. 1, KP3AR Publikasi, Bogor. Edisi Ketiga. Universitas Gajah
Mada, Yogyakarta.
Kanna I. 2005. Bullfrog Pembenihan
dan Pembesaran – Seri Budi Saepulloh A. 2011. Keanekaragaman
Daya. Penerbit Kanisius, Jenis Amfibi (Ordo Anura) Di
Yogyakarta. Hal 22 & 28. Gunung Poteng Dalam
Kawasan Cagar Alam Raya Pasi
Kusrini, M.D. 2009. Pedoman
Singkawang Kalimantan Barat.
Penelitian dan Survei Amfibi di
Skripsi Fakultas Kehutanan
Alam. Fakultas Kehutanan Institut
Universitas Tanjungpura. Pontianak.
Pertanian Bogor, Bogor.
Tidak dipublikasikan.
Mistar. 2003. Panduan Lapangan
Amfibi Kawasan Ekosistem

20

You might also like