You are on page 1of 17

Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.

2, 2017 : 83-99
p-ISSN 1979-6013
e-ISSN 2502-4221
Terakreditasi No. 687/AU3/P2MI-LIPI/07/2015

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP GANGGUAN GAJAH


SUMATERA (Elephas maximus sumatranus) DI KABUPATEN OGAN
KOMERING ILIR
(The Perception of Community towards the Disturbance of Sumateran Elephant
(Elephas maximus sumatranus) in Ogan Komering Ilir Regency)

Anita Rianti dan R.Garsetiasih


Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan,
Jl. Gunung Batu No. 5 Bogor, 16118, Indonesia
E-mail: nietha_21@yahoo.com; garsetiasih@yahoo.com

Diterima 2 Maret 2017, direvisi 23 Mei 2017, disetujui 5 Juni 2017

ABSTRACT

Research of elephant conflict with community have been conducted in Sungai Menang District, Ogan
Komering Ilir Regency, South Sumatera Province. This study was conducted in three villages in September through
December 2015. This study aimed to identify the perception and socio-economic characteristics of the community
related to the conflict towards elephant conservation value. Data was collected through structured interview, while
respondents were selected intentionally (purposive sampling). The results are shown that the level of community
education in the village of Gajah Mati dan Gajah Mulya are low, 51% and 47% respectively, which are elementary
school graduates, while the level of education in the village of Gajah Mukti is 58% of high school graduates.
The majority of respondents are in productive age classes and worked as a farmer. The average income per
month of people in the village of Gajah Mati is Rp1,814,583, while in Gajah Mukti and Gajah Mulya Village are
Rp1,158,750 and Rp1,060,833 respectively. Elephants disturbance occur in all respondent villages and has an
impact on the community perception of the elephant conservation becomes negative. Most respondents want that
the elephants are relocated to Padang Sugihan Wildlife Sanctuary which is suitable for the habitat of the elephants.

Keywords: Elephant; perception; conservation; conflict; community.

ABSTRAK

Penelitian konflik gajah dengan masyarakat telah dilakukan di Kecamatan Sungai Menang Kabupaten Ogan
Komering Ilir, Provinsi Sumatera Selatan. Penelitian dilakukan di tiga desa pada bulan September 2015 sampai
Desember 2015, dengan tujuan untuk mengetahui persepsi serta karakteristik sosial-ekonomi masyarakat terkait
konflik terhadap nilai konservasi gajah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara terstruktur,
responden dipilih secara sengaja (purposive sampling). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendidikan
masyarakat di Desa Gajah Mati dan Gajah Mulya masih rendah yaitu masing-masing 51% dan 47% merupakan
lulusan SD, sedangkan tingkat pendidikan di Desa Gajah Mukti sebesar 58% adalah lulusan SMA. Mayoritas
responden termasuk dalam kelas usia produktif dan bekerja sebagai petani ladang. Pendapatan rata-rata masyarakat
di Desa Gajah Mati sebesar Rp1.814.583 per bulan, sedangkan di Desa Gajah Mukti dan Gajah Mulya masing-
masing secara berurutan adalah Rp1.158.750 dan Rp1.060.833. Gangguan gajah terjadi di semua desa responden,
dan berdampak pada persepsi masyarakat terhadap konservasi gajah menjadi negatif. Sebagian besar responden
menginginkan gajah dipindahkan ke Suaka Margasatwa Padang Sugihan yang merupakan habitat gajah.

Kata kunci: Gajah; persepsi; konservasi; konflik; masyarakat.

©2017 JPSE All rights reserved. Open access under CC BY-NC-SA license. doi: http://dx.doi.org/10.20886/jpsek.2017.14.2.83-99 83
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 83-99

I. PENDAHULUAN Pengelolaan konflik sektor kehutanan


Meningkatnya jumlah populasi manusia perlu dijadikan pembelajaran bagi semua
berdampak pada meluasnya pembangunan pihak, sudah saatnya pihak pemerintah
di berbagai sektor diantaranya pembukaan memerhatikan pengelolaan konflik sebagai
kawasan hutan untuk perkebunan dan salah satu persyaratan dalam pengelolaan
pertambangan, menyebabkan konflik antara hutan (Wulan, Yasmi, Purba, & Wollenberg,
manusia dan satwa liar menjadi sering terjadi. 2004). Berbagai upaya penanggulangan
Konflik antara manusia dan satwa liar terjadi dan penanganan konflik manusia dan
akibat sejumlah interaksi negatif baik langsung gajah sumatera telah dilakukan, baik oleh
maupun tidak langsung antara manusia dan pemerintah maupun masyarakat, namun
satwa liar (Hariyanto, 2010). Pada kondisi belum efektif. Oleh sebab itu, diperlukan suatu
tertentu konflik tersebut merugikan semua solusi dalam mengurangi konflik manusia dan
pihak diantaranya terjadi gangguan satwa gajah sumatera yang sesuai dengan kondisi
liar yang menyebabkan kerusakan ladang sosial ekonomi masyarakat sekitar hutan dan
masyarakat atau perusahaan perkebunan, perkebunan dimana gajah beraktivitas. Hasil
dan sebaliknya satwa liar juga terancam oleh penelitian Garsetiasih (2015) menunjukkan
manusia (masyarakat). Gangguan satwa liar bahwa persepsi masyarakat terhadap satwa
yang terjadi cenderung menimbulkan sikap liar diantaranya dipengaruhi oleh tingkat
negatif manusia terhadap satwa liar, yaitu pendidikan. Tingkat pendidikan yang rendah
berkurangnya apresiasi manusia terhadap mempersepsikan negatif terhadap keberadaan
satwa. Salah satu contoh dari sikap negatif satwa liar. Penelitian ini bertujuan untuk
yaitu terjadinya kematian tiga ekor gajah pada mengetahui persepsi dan karakteristik sosial
tahun 2013 di areal perkebunan yang berada ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan
di Kecamatan Sungai Menang Kabupaten dan perkebunan terhadap konservasi gajah
Ogan Komering Ilir (OKI) Sumatera Selatan sumatera (Elephas maximus sumatranus
yang diduga disebabkan oleh racun (PT. Temminck,1847). Hasil penelitian diharapkan
Sampoerna Agro, 2013). dapat dijadikan acuan dalam pengambilan
Konflik antara masyarakat dan gajah keputusan pengelolaan gajah dan mengurangi
merupakan konflik yang sering terjadi dan terjadinya konflik antara masyarakat dengan
mengancam keberadaan gajah. Gajah salah gajah sumatera.
satu jenis satwa yang mendapatkan pakannya
sebagian besar dari dalam kawasan hutan. II. METODE PENELITIAN
Gajah sangat membutuhkan keberadaan A. Waktu dan Lokasi Penelitian
hutan sebagai tempat hidup dan berkembang Penelitian dilakukan pada bulan September
biak. Deforestasi yang terus menerus terjadi 2015 sampai dengan Desember 2015.
semakin mengancam kehidupan satwa liar Lokasi penelitian di sekitar kawasan hutan
termasuk gajah sumatera yang habitatnya dan perkebunan PT. Selatan Jaya Permai
terus mengalami kerusakan baik penyempitan (PT. SJP), PT. Sampoerna Agro, Tbk., PT.
maupun fragmentasi, akibat adanya konversi Russelindo Putra Prima (RPP), PT. Bumi
hutan menjadi perkebunan dan hutan tanaman Mekar Hijau (BMH), Kecamatan Sungai
industri. Yoza (2003) menyatakan bahwa Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir
perkebunan kelapa sawit dan Hutan Tanaman (OKI), Provinsi Sumatera Selatan. Desa-desa
Industri (HTI) merupakan salah satu penyebab yang dijadikan lokasi penelitian adalah Desa
berkurangnya tutupan hutan dan terjadinya Gajah Mati, Desa Gajah Mukti dan Desa
fragmentasi habitat. Gajah Mulya. Desa-desa tersebut letaknya

84
Persepsi Masyarakat terhadap Gangguan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)...........(Anita Rianti dan R.Garsetiasih)

berbatasan langsung dengan kawasan hutan salah satu kekayaan fauna Indonesia dan
dan areal perkebunan dan lahan pertanian termasuk satwa langka berdasarkan Undang-
masyarakatnya mendapat gangguan gajah. Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 Tentang
B. Bahan dan Alat Penelitian Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistem, sehingga keberadaan gajah
Bahan dan alat yang digunakan dalam dilindungi dan perlu dilestarikan (Riba’i,
penelitian ini adalah kawasan hutan yang Setiawan, & Darmawan, 2013). Gajah
merupakan habitat gajah, masyarakat sekitar sumatera hanya ditemukan di Sumatera dan
kawasan hutan dan perkebunan, perusahaan Kalimantan bagian timur. CITES (Convention
yang mendapat gangguan gajah, perusahaan on International Trade of Endangered Fauna
Hutan Tanaman Industri (HTI), panduan and Flora/Konvensi tentang Perdagangan
wawancara (kuesioner), alat tulis, kompas, Internasional Satwa dan Tumbuhan)
Global Positioning System (GPS), peta kerja, mengkategorikan gajah asia dalam kelompok
dan kamera. Appendix I dan terdaftar dalam red listbook
C. Metode Penelitian IUCN (The World Conservation Union),
dengan status terancam punah (IUCN, 2011).
1. Pengumpulan data
Populasi gajah sumatera saat ini mengalami
Pengumpulan data sosial dan ekonomi penurunan dan terancam kepunahan. Populasi
serta persepsi masyarakat sekitar kawasan tahun 2003 tercatat sebanyak 354-431
hutan dilakukan melalui wawancara dengan individu (Unit KSDA Riau, 2010). Tahun
menggunakan kuesioner. Panduan wawancara 2005 diperkirakan di Bengkalis Riau menjadi
meliputi umur, tingkat pendidikan, tingkat 35-50 individu dan tahun 2009 menurun
pendapatan, jenis pekerjaan, jenis tanaman menjadi 34 individu (Suhandri, Sukamtoro,
dan produktivitasnya, pola tanam, pola Samsuardi, Rusiano, & Yulianto, 2011). Pada
pemanfaatan lahan dan luasan lahan. saat penelitian tahun 2015 hanya dijumpai 1-16
Responden ditentukan secara purposive individu di wilayah perkebunan Kecamatan
sampling dari kelompok dan anggota Sungai Menang, Kabupaten Ogan Komering
masyarakat yang terganggu dengan kehadiran Ilir, Sumatera Selatan (Garsetiasih, Rianti,
gajah. Untuk mengetahui persepsi masyarakat & Eman, 2015). Hamid (2001) menyatakan
terhadap konservasi gajah dan keberadaan bahwa penurunan populasi gajah diakibatkan
hutan dilakukan melalui wawancara secara adanya penyusutan habitat yang tersedia,
terstruktur dengan daftar pertanyaan yang sehingga tidak mampu menampung populasi
telah disiapkan sebelumnya. gajah. Penurunan populasi juga disebabkan
2. Analisis data oleh rendahnya kualitas habitat dan terjadinya
Data hasil penelitian berdasarkan konflik gajah dengan manusia (WWF &
wawancara dan pengamatan ditabulasi BKSDA Provinsi Riau, 2010).
dan dinilai berdasarkan persentase dan Habitat gajah sumatera yaitu di hutan
disajikan dalam grafik dan tabel. Data hasil tropis dataran rendah dan rawa-rawa sampai
pengolahan dengan piranti lunak Microsoft ketinggian 1.000 meter di atas permukaan
Excel dianalisis dan diinterpretasikan secara laut (Saleh dan Adriani, 2005). Salah satu
deskriptif kuantitatif. habitat endemik gajah sumatera yaitu di
Taman Nasional Way Kambas (TNWK)
III. HASIL DAN PEMBAHASAN (Syarifuddin, 2008).
Hedges et al. (2002) menyatakan gajah
A. Karakteristik Gajah melakukan aktivitas hariannya di hutan
Gajah sumatera (Elephas maximus primer seperti interaksi sosial, menghindar
sumatranus Temminck, 1847) merupakan dari musuh, reproduksi, dan aktivitas makan.

85
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 83-99

Seidenticker (1984) menyatakan bahwa baik dan lebih luas, seperti areal perkebunan,
gajah sumatera membutuhkan hutan primer areal budidaya pertanian dan perladangan.
sebagai tempat bernaung dan beristirahat. Menurut Jogasara (2011), perubahan habitat
Gajah sumatera biasa menghabiskan waktu gajah menjadi perkebunan monokultur (sawit
di hutan sekunder dan padang rumput untuk dan karet) menyebabkan pengurangan habitat
makan dan berjalan. Secara umum, gajah asia gajah secara nyata. Hal ini mengakibatkan
lebih sering berada di hutan primer untuk gajah terperangkap dalam blok-blok kecil
beraktivitas (Chen, Deng, Zhang, & Bai, hutan yang tidak cukup untuk mendukung
2006). kehidupannya dalam jangka panjang,
Gajah biasanya beristirahat dua kali sehari, sehingga menjadi pemicu terjadinya konflik
yaitu pada tengah malam dan siang hari. Pada antara manusia dengan gajah. Hal ini terjadi
malam hari, gajah sering tidur merebahkan di kawasan hutan dan perkebunan milik PT.
diri ke samping tubuhnya di hutan primer, Sampoerna Agro, Tbk, PT. Bumi Mekar
sedangkan pada siang hari, gajah beristirahat Hijau (PT. BMH), dan PT. Russelindo Putra
sambil berdiri di bawah pohon rindang. Pada Prima (PT. RPP) yang ada di Kabupaten Ogan
siang hari, apabila kondisi lingkungan kurang Komering Ilir. Gajah merusak tanaman sawit,
aman, gajah akan memilih tidur sambil berdiri karet, akasia, padi, dan tanaman pertanian
yang berfungsi sebagai perilaku siaga terhadap lainnya milik masyarakat dan perusahaan.
munculnya gangguan. Waktu istirahat
biasanya dimanfaatkan untuk berkubang dan B. Karakteristik Sosial-Ekonomi
menggesekkan badan ke pohon. Pada musim Masyarakat sekitar Kawasan
kawin, gajah jantan akan memanfaatkan Perkebunan yang Mendapat Gangguan
waktu istirahatnya untuk menarik perhatian Gajah
gajah betina (Sukumar, 1989). Penelitian terhadap kondisi sosial ekonomi
Gajah sumatera membutuhkan jumlah serta persepsi masyarakat terhadap konservasi
konsumsi pakan yang banyak untuk gajah dan keberadaan perusahaan perkebunan
mencukupi kebutuhan energi sesuai dengan maupun perusahaan HTI dilakukan pada
ukuran tubuhnya yang besar (Seidenticker, masyarakat yang letak desanya di sekitar
1984). Abdullah (2009) menyatakan bahwa kawasan perkebunan dan lahan pertaniannya
jika kebutuhan pakan gajah yang tinggi tidak mendapat gangguan gajah. Desa-desa yang
lagi terpenuhi oleh habitat, sementara potensi dijadikan sampel penelitian yaitu Desa Gajah
pakan yang tinggi tersedia di sekitar habitat, Mati, Desa Gajah Mukti, dan Desa Gajah
maka akan mendorong gajah untuk keluar dari Mulya. Hasil pengamatan karakteristik sosial
habitatnya dan memanfaatkan sumber pakan ekonomi masyarakat sekitar kawasan hutan
yang tersedia di kawasan budidaya untuk yang berbatasan dengan perkebunan disajikan
memenuhi kekurangan pakan. Seidenticker pada Tabel 1.
(1984), menyatakan bahwa ketika habitat Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian
gajah tidak lagi sesuai dengan kebutuhannya, besar responden di ketiga desa yang dijadikan
maka hewan ini akan keluar dari habitat sampel penelitian masuk dalam kategori umur
menuju kawasan di sekitarnya antara lain produktif. Hamid, Zulkarnaini, & Saam (2011)
perkebunan, perladangan atau pemukiman menyatakan bahwa usia produktif adalah usia
penduduk sehingga menimbulkan konflik yang berada diatas 10 tahun dan kurang dari 50
dengan manusia. Selanjutnya Alikodra tahun, sehingga masih produktif untuk bekerja.
(1990), menyatakan bahwa ketika kondisi Responden masyarakat dalam umur produktif
habitat rusak, gajah sumatera akan melakukan sangat berpotensi untuk melakukan pekerjaan
aktivitas untuk mendapatkan makanan dan dengan maksimal, memiliki semangat tinggi
cover dengan mencari hutan lain yang lebih dan cukup kreatif mencari berbagai usaha

86
Persepsi Masyarakat terhadap Gangguan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)...........(Anita Rianti dan R.Garsetiasih)

Tabel 1. Karakteristik responden di tiga desa sekitar kawasan perkebunan PT. Sampoerna Agro, PT. Russelindo
Prima Putra dan PT. Bumi Mekar Hijau
Table 1. Characteristics of respondent in the three villages around the plantation area of PT. Sampoerna Agro,
PT. Russelindo Prima Putra and PT. Bumi Mekar Hijau

Persentase jumlah responden (%)


(Percentage of total of respondent)
Indikator (Indicator) Desa Gajah Desa Gajah Desa Gajah Mulya
Mati(Gajah Mati Mukti (Gajah (Gajah Mulya
Village) Mukti Village) Village)
Kelas Umur/tahun (Age of Class/
years)
• 20-29 12 - 18
• 30-39 32 26 12
• 40-49 17 47 53
• 50-59 20 16 6
• 60-69 14 11 12
Pendidikan (Education)
• Tidak sekolah (Do not school) - - 6
• SD (Elementary school) 51 32 47
• SMP (Junior school) 28 5 29
• SMA (High school) 21 58 18
• Diploma (Bachelor) - 5 -
Pekerjaan utama (Job)
• Petani(Farmer) 70,8 42,1 70,6
Sumber (Source): Data primer (Primary data)

untuk menghasilkan pendapatan dalam rangka Tingkat pendidikan responden di Desa


memenuhi kebutuhan hidup keluarga. Gajah Mukti sebagian besar tamat SMA,
Tingkat pendidikan responden di Desa sehingga jenis pekerjaannya lebih beragam
Gajah Mati dan Desa Gajah Mulya termasuk selain sebagai petani dan buruh perkebunan
kategori rendah karena sebanyak 51% dan (42,1%), ada juga yang berprofesi sebagai
47% responden hanya tamat SD, sedangkan di guru dan bidan. Responden di Desa Gajah
Desa Gajah Mukti sebanyak 58% responden Mati dan Desa Gajah Mulya umumnya
tamat SMA. Rendahnya tingkat pendidikan bermata pencaharian sebagai petani, yaitu
di Desa Gajah mati dan Gajah Mulya, masing-masing 70,8% dan 70,6%, sedangkan
menyebabkan masyarakat tidak memiliki responden yang memiliki mata pencaharian
peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang petani di Desa Gajah Mukti hanya 42,1%.
memadai, sehingga sebagian besar responden Tingkat pendidikan masyarakat yang
hanya bekerja sebagai petani. Masyarakat rendah disebabkan oleh sarana pendidikan
yang sebagian besarnya berprofesi sebagai yang kurang memadai, hal ini terlihat dari
petani cenderung sangat bergantung pada terbatasnya sarana pendidikan yang ada di
sumber daya lahan yang ada di sekitarnya desa yaitu lokasi masing-masing desa yang
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya (Kadir, menyebar dengan konsentrasi penduduk yang
Nurhaedah, & Purwanti, 2013). kecil, jumlah sekolah dan guru yang terbatas,

87
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 83-99

dan sekolah lanjutan tingkat pertama dan juga rendah, karena tingkat pendidikan
atas yang hanya berada di pusat kecamatan berhubungan dengan pendapatan masyarakat
dengan jumlah yang terbatas. Pada tiga desa (Hamid et al., 2011). Untuk mengatasi
responden, tidak semua desa memiliki tenaga kondisi tingkat pendidikan yang rendah
pendidik, tenaga pendidik yang berijazah dengan pengetahuan yang minim dibutuhkan
diploma hanya terdapat di Desa Gajah Mukti. tambahan pengetahuan dan informasi melalui
Tingkat pendidikan yang rendah kegiatan penyuluhan, sosialisasi aturan-
menyebabkan pemahaman dan persepsi aturan, pelatihan dan program konservasi,
terhadap konservasi gajah menjadi sangat serta melakukan kegiatan pendampingan
rendah (Garsetiasih, 2015). Tingkat bagi masyarakat sekitar kawasan perkebunan
pendidikan formal mempunyai peran penting dalam meningkatkan hasil pertaniannya
dalam membentuk pola pikir masyarakat maupun ilmu pengetahuan lainnya.
dalam bertindak. Masyarakat dengan tingkat
pendidikan rendah sulit untuk menerima hal- C. Tingkat Pendapatan Masyarakat
hal baru atau inovasi yang dapat menambah Jenis tanaman yang dikembangkan oleh
wawasan, pengalaman, dan pengetahuan mayoritas responden masyarakat di tiga
(Kadir, 2005). Tingkat pendidikan yang desa terdiri atas tanaman perkebunan dan
rendah berpengaruh terhadap pemahaman pertanian yaitu karet (Hevea brasiliensis),
masyarakat pada konservasi satwa liar karena sawit (Elaeis guineensis), singkong (Manihot
cara pandang serta keterbatasan pengetahuan utilissima), padi (Oryza sativa), dan kelapa
yang dimiliki (Garsetiasih, 2015). Hal ini (Cocos nucifera) (Tabel 2). Dari ketiga
dimungkinkan menjadi faktor pendorong desa responden, mayoritas responden
yang kuat bagi masyarakat sekitar kawasan memanfaatkan jenis tanaman hutan alam
untuk melakukan tekanan berupa pemanfaatan yaitu gelam (Melaleuca leucadendra).
sumber daya hutan, terutama masyarakat Pemilihan jenis komoditas didasarkan
yang mempunyai ketergantungan hidup pada pertimbangan dari aspek waktu dan
dengan kawasan (Alikodra, 1987). Nurlita kemudahan pemanenan. Karet dan sawit dapat
dan Mamonto (2012) menyatakan bahwa dipanen dalam waktu yang lama dan hasil
tingkat pendidikan yang rendah juga sangat panen dapat langsung dijual ke perusahaan
berhubungan erat dengan persepsi masyarakat perkebunan yang lokasinya berdekatan
terhadap sumber daya hutan. Pendidikan yang dengan kebun masyarakat. Tanaman padi
rendah menyebabkan terbatasnya pilihan dapat dipanen setahun dua kali, singkong dan
mata pencaharian selain sebagai petani atau kelapa merupakan jenis tanaman tambahan
buruh tani untuk memenuhi kebutuhan harian, yang dikembangkan, yang diharapkan dapat
sehingga masyarakat terpaksa memanfaatkan menambah penghasilan untuk memenuhi
sumber daya yang ada di sekitarnya. Kadir, kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatan kayu
Awang, Purwanti, & Poedjirahajoe (2012) gelam dilakukan untuk pemenuhan akan kayu
menyatakan bahwa tingkat pendidikan yang bakar, perbaikan rumah, dan diperjualbelikan
rendah menjadikan masyarakat tidak punya secara komersil. Hanya Desa Gajah Mulya,
pilihan pekerjaan lain kecuali bekerja sebagai yang masyarakatnya sering berburu burung
petani. truwuk untuk konsumsi sehari-hari dan
Tingkat pendidikan yang rendah juga dapat diperjualbelikan dalam bentuk burung potong.
menyebabkan standar kemiskinan semakin Pendapatan masyarakat dari hasil perkebunan
rendah dan jauh dari kategori sejahtera dan pertanian yang diusahakan di Desa Gajah
(Berliani, Alikodra, Masy'ud, & Kusrini, Mati, Desa Gajah Mukti dan Desa Gajah
2016b). Tingkat pendidikan masyarakat Mulya disajikan pada Tabel 2.
rendah, maka tingkat kesejahteraan masyarakat

88
Tabel 2. Tingkat pendapatan responden masyarakat di Desa Gajah Mati, Gajah Mukti, dan Gajah Mulya
Table 2. Income rate of community respondent in Gajah Mati, Gajah Mukti, and Gajah Mulya Villages

Desa Gajah Mati (Gajah Mati Village) Desa Gajah Mukti (Gajah Mukti Village) Desa Gajah Mulya (Gajah Mulya Village)
Bibit dan Bibit dan
Jenis komoditas/ Luas Luas Bibit dan Luas
pupuk Hasil panen Hasil panen pupuk Hasil panen
No satwa(Commodity lahan Pendapatan lahan pupuk Pendapatan lahan Pendapatan
(Seed (Harvest (Harvest (Seed (Harvest
species) (Land (Income) (Land (Seed cost (Income) (Land (Income)
cost and productivity) productivity) cost and productivity)
area) (Rp) area) and fertilizer) (Rp) area) (Rp)
fertilizer) (Rp) (Rp) fertilizer) (Rp)
(ha) (ha) (Rp) (ha)
(Rp) (Rp)
1. Karet (Hevea
3 450.000 2.475.000 2.025.000 0 0 0 0 0,5 125.000 660.000 535.000
brasiliensis)
2. Sawit
0,5 0 0 0 0,5 0 480.000 480.000 1 0 720.000 720.000
(Elaeisguineensis)
3. Singkong (Manihot
1 150.000 2.800.000 2.650.000 0 0 0 0 0 0 0 0
utilissima)
4. Padi gogo (Oryza
2 900.000 16.200.000 15.300.000 0,5 375.000 12.600.000 12.225.000 1 450.000 10.800.000 10.350.000
sativa)
5. Gelam (Melaleuca
1 0 1.800.000 1.800.000 0,5 0 1.050.000 1.050.000 0,5 0 1.050.000 1.050.000
leucadendron)
6. Kelapa (Cocos
0 0 0 0 0,5 0 150.000 150.000 0,5 0 0
nucifera)
7. Burung Truwuk 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 75.000 75.000
Jumlah (Total)       21.775.000       13.905.000       12.730.000

Sumber (Source): Data primer (Primary data).

89
Persepsi Masyarakat terhadap Gangguan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)...........(Anita Rianti dan R.Garsetiasih)
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 83-99

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dikarenakan masyarakat belum melakukan


umumnya responden di tiga desa merupakan pemeliharaan yang intensif, sehingga
masyarakat transmigrasi yang memiliki luas produksinya masih rendah. Rifa’i, Hadi,
lahan garapan dengan kisaran 0,5-3 ha.Luas & Qomar, (2008) menyatakan bahwa
kepemilikan lahan memiliki hubungan komoditas kelapa sawit, produktivitasnya
yang nyata dengan aspek sosial ekonomi dipengaruhi oleh penggunaan bibit unggul
masyarakat. Semakin luas kepemilikan dan pemeliharaannya. Mursidah (2009),
lahan maka semakin sejahtera kondisi sosial menyatakan bahwa tingkat optimal pendapatan
ekonomi masyarakat tersebut (Hamid et al., akan tercapai bila penggunaan faktor-faktor
2011). Lahan garapan padi dan perkebunan produksi telah efisien dan harga yang berlaku
karet di Desa Gajah Mati relatif lebih luas dapat menjamin, sehingga produksi yang
dibanding desa lainnya. Rata-rata luas diperoleh mencerminkan tingkat efisiensi
garapan masyarakat di Desa Gajah Mati hasil usahataninya.
untuk komoditas padi seluas dua hektar
dengan hasil panen rata-rata 1,8 ton per hektar D. Ketergantungan Masyarakat pada
per sekali panen dan kebun karet seluas tiga Sumber Daya Hutan
hektar dengan hasil panen rata-rata 15 kg per Manusia dan hutan memiliki hubungan
hari, sedangkan rata-rata luas lahan garapan yang unik, dimana manusia merupakan bagian
masyarakat di Desa Gajah Mulya dan Desa dari ekosistem itu sendiri. Hubungan timbal
Gajah Mukti rata-rata hanya berkisar 0,5-1 ha balik antara manusia dan hutan merupakan
untuk komoditas padi dan 0,5 ha untuk kebun interaksi yang saling memengaruhi. Jika
karet. hutan rusak, maka kehidupan manusia akan
Perhitungan produksi tanaman yang terancam, dan sebaliknya jika manusia
dikembangkan masyarakat di sekitar terpenuhi kesejahteraannya kelestarian hutan
perkebunan yang tertinggi adalah di pun dapat terjaga (Nurrani dan Tabba, 2013).
Desa Gajah Mati sebesar Rp21.775.000 Kehidupan masyarakat di tiga desa sekitar
atau sebesar Rp1.814.583 per bulan, dan kawasan hutan yang berbatasan dengan areal
pemasukan terbesar berasal dari hasil panen perkebunan, masih dipengaruhi oleh kondisi
padi. Pendapatan masyarakat per bulan rata- hutan di sekitarnya, baik secara langsung dan
rata di Desa Gajah Mukti dan Desa Gajah tidak langsung. Ketergantungan masyarakat
Mulya berturut-turut adalah Rp1.158.750 terhadap hutan yaitu memanfaatkan hutan
dan Rp1.060.833. Pendapatan ini relatif dengan berbagai kegiatan. Kegiatan yang
lebih rendah jika dibandingkan dengan upah sering dilakukan adalah mencari kayu
minimum regional Kabupaten OKI tahun gelam, madu, kayu bakar, buah, jamur, dan
2014 Rp1.826.000 (Badan Pusat Statistik, burung truwuk (Gambar 1). Ketergantungan
2014). Beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat di tiga desa responden terhadap
rendahnya pendapatan masyarakat yaitu kayu sangat besar bagi pemenuhan kebutuhan
adanya pengeluaran untuk pembelian bibit, hidup. Desa Gajah Mulya sebagian besar
pupuk dan pestisida, serta luas lahan garapan respondennya (47,1%) mencari kayu gelam.
yang kecil. Selain itu, adanya beban biaya Berdasarkan hasil wawancara, pemanfaatan
tambahan untuk pengangkutan hasil panen kayu gelam oleh masyarakat terbagi menjadi
karena jarak tempuh dari lokasi perkebunan empat yaitu untuk bahan bangunan, bahan
dan desa yang cukup jauh. Faktor lainnya pembuatan perkakas rumah tangga, bahan
adalah belum optimalnya penggunaan pola bakar, dan bahan untuk diperjualbelikan
tanam dan pemeliharaan. (komersial), dimana hasilnya digunakan
Hasil dari kelapa sawit belum terlalu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
dirasakan oleh masyarakat, hal ini Pemanfaatan kayu bakar dari dalam

90
Persepsi Masyarakat terhadap Gangguan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)...........(Anita Rianti dan R.Garsetiasih)

Sumber (Source): Data primer (Primary data)

Gambar 1.Kegiatan pemanfaatan hutan


Figure 1. Forest utility activity

kawasan hutan tertinggi adalah sebanyak jamur di hutan (22,2%). Masyarakat juga
15,8% berasal dari Desa Gajah Mukti. Cara memanfaatkan hutan untuk mengambil jamur
hidup tradisional masih banyak dilakukan yang ada di hutan gelam, untuk dikonsumsi
oleh responden. Mahalnya harga bahan bakar sehari-hari, jika keberadaan jamur melimpah
minyak dan gas, sulitnya akses jalan dan alat sebagian jamur yang dikumpulkan dijual,
transportasi yang terbatas, dimungkinkan namun berdasarkan wawancara mayoritas
menjadi penyebab melambatnya proses responden menyatakan bahwa jamur tidak
pendistribusian bahan bakar minyak dan dapat dimasukan dalam pemasukan tetap
gas, sehingga masyarakat lebih memilih bagi keluarga. Nurrani dan Tabba (2013),
menggunakan kayu bakar. Kebutuhan kayu menyatakan bahwa sumber daya hutan
bakar dipenuhi dari pengambilan kayu gelam, yang dimanfaatkan masyarakat dapat
ranting, cabang dan batang pohon kering dikelompokkan menjadi dua kategori antara
dari dalam hutan, kebun-kebun masyarakat lain; (a) Produktif, yaitu diperjualbelikan
ataupun dari kawasan perkebunan. Awang di pasar, dan (b). Konsumtif, yaitu yang
(2006) menyatakan bahwa masyarakat dikonsumsi sendiri atau tidak dijual.
di sekitar hutan pada umumnya memiliki
ketergantungan yang sangat tinggi terhadap E.
Persepsi Responden terhadap
sumber daya alam hutan yang ada di sekitarnya Gangguan Satwa, Manfaat Kawasan
yang ditandai dengan eratnya hubungan Hutan, Gajah dan Perkebunan
mereka dengan alam sekitar. 1. Persepsi responden terhadap gangguan
Ketergantungan masyarakat akan hasil satwa
hutan bukan kayu (HHBK) seperti jamur, Berdasarkan hasil wawancara, pada tiga
burung truwuk, buah-buahan, dan madu desa responden, 100% masyarakat responden
juga sangat tinggi (Gambar 1). Desa Gajah menyatakan pernah diganggu oleh satwa.
Mukti sebagian besar masyarakatnya mencari Responden menyatakan gangguan satwa

91
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 83-99

sering terjadi pada kegiatan pertanian dan tanaman lainnya adalah singkong dan karet.
perkebunan yang dilakukan. Jenis satwa Gangguan gajah pada tanaman pertanian
pengganggu yang merusak komoditas dan perkebunan masyarakat, disebabkan
tanaman pertanian dan perkebunan yang habitat dan daerah jelajah gajah berbatasan
diusahakan oleh masyarakat adalah babi langsung dengan ladang masyarakat, dan jenis
hutan, gajah, monyet, musang, burung komoditas yang ditanam oleh masyarakat
perkutut dan tikus. Satwa dengan intensitas merupakan beberapa jenis pakan yang
gangguan tertinggi yaitu babi hutan (47,7%) disukai gajah. Berliani, Alikodra, Masy'ud,
dan gajah (24,6%), walaupun intensitas & Kusrini (2016c), menyatakan bahwa dalam
gangguan gajah lebih rendah tetapi tingkat perilaku pemilihan pakan, gajah paling sering
kerusakan yang ditimbulkan lebih besar. menunjukkan perilaku memilih tanaman padi.
Hal ini disebabkan dalam sekali gangguan Jogasara (2011), menyatakan selain tanaman
gajah dapat merusak semua komoditas yang padi dan karet, gajah menyukai kelapa
masyarakat tanam/usahakan. Masyarakat sawit yang masih muda berkisar umum dua
takut dan sulit menghindar dari gangguan tahun. Gangguan pada kelapa sawit akan
gajah, hampir semua responden di tiga berkurang bila umur kelapa sawit sudah lebih
desa sampel mendapat gangguan gajah dan dari 2 tahun, hal ini dikarenakan gajah akan
merasa bahwa gajah merupakan satwa yang kesulitan untuk membongkar mahkota pohon
merugikan dan tidak bermanfaat. Walaupun kelapa sawit yang telah banyak durinya.
tidak bermanfaat, tetapi masyarakat mengaku Riba’i, Setiawan, & Darmawan (2013),
tidak melakukan serangan terhadap gajah menyatakan bahwa jika dilihat dari kelompok
yang mengganggu tanaman mereka. Ketika tumbuhan, gajah sumatera menyukai jenis
menjelang musim panen, masyarakat hanya pakan dari kelompok rumput-rumputan
menjaga dan mengusir gajah yang datang dan palem. Harahap, Pratana, & Afifuddin
pada saat menjelang musim panen. (2012), menyatakan bahwa tingkat kesukaan
Febriani (2009) menyatakan bahwa (palatability) satwa liar terhadap suatu jenis
daerah yang dahulunya merupakan kawasan tanaman merupakan salah satu faktor yang
gajah atau wilayah jelajah gajah berpotensi dapat menyebabkan konflik satwa liar dengan
besar untuk terjadinya konflik gajah dengan masyarakat petani, sehingga dalam memilih
manusia, karena pada daerah tersebut, saat ini komoditas perlu diupayakan yang tidak
telah dijadikan pemukiman, lahan pertanian disukai oleh gajah. Jenis pakan yang tidak
dan perkebunan, baik oleh masyarakat maupun disukai gajah diantaranya kopi, coklat, kemiri,
oleh perusahaan. Yoza (2009) menyatakan cabe dan tanaman nilam (Berliani, Alikodra,
bahwa gangguan gajah atau konflik gajah dan Masy'ud, & Kusrini, 2016a).
manusia tertinggi banyak terjadi pada ruang- Daerah jelajah gajah biasanya mengikuti
ruang yang digunakan bersama oleh manusia ketersediaan pakan, tempat berlindung, dan
dan gajah. Kasus tersebut banyak terjadi berkembang biak. Gajah sering melintasi
di lahan-lahan yang dikonversi dari hutan hutan tanaman akasia dan melakukan aktivitas
menjadi kebun sawit. harian seperti istirahat, sedangkan untuk
Gangguan gajah dapat juga terjadi karena memenuhi kebutuhan pakan, gajah mendatangi
tanaman yang diusahakan petani merupakan kebun milik perusahaan perkebunan dan
jenis yang disukai gajah. Tanaman pertanian ladang masyarakat. Responden menyatakan
dan perkebunan yang diusahakan oleh kedatangan gajah menyebabkan kerusakan
sebagian besar responden yaitu padi, karet, pada lahan pertanian dan kebun mereka.
sawit, jagung dan singkong. Tanaman padi Menurut Garsetiasih (2012), gangguan satwa
(55,4%) merupakan jenis komoditas yang liar pada tanaman pertanian dan perkebunan
paling sering mendapat gangguan satwa, disebabkan karena kurang tersedianya pakan

92
Persepsi Masyarakat terhadap Gangguan Gajah Sumateraa (Elephas maximus sumatranus)...........(Anita Rianti dan R.Garsetiasih)

di dalam kawasan hutan. (6,2%), menyetrum (29,2%) dan meracun


Suhartono et al. (2007) dalam Strategi (1,5%). Mengusir satwa dengan cara diracun
dan Rencana Aksi Departemen Kehutanan hanya dilakukan oleh responden yang berada
RI (2007), menyebutkan bahwa ada di Desa Gajah Mati. Berdasarkan wawancara
tiga tingkatan gangguan satwa liar yang dengan responden masyarakat, konflik gajah
dikategorikan ringan, sedang, dan berat. di daerah mereka relatif sering terjadi dan
Katagori gangguan ringan apabila satwa liar menjadi hal yang biasa. Masyarakat cenderung
hanya melintas saja di pemukiman penduduk, pasrah dan hanya melakukan pengusiran
dan tidak mengganggu. Jika satwa tersebut saat kedatangan gajah dan secara bergantian
memakan tanaman dalam jumlah sedikit dan menjaga ladang pertanian dan kebun mereka
tidak menetap lebih dari satu hari. Kategori untuk mengurangi kerugian yang dialami.
gangguan sedang, jika satwa liar tersebut Nuryasin et al., (2014), menyatakan upaya
menetap lama 1 (satu) sampai 3 (tiga) hari, yang biasa dilakukan masyarakat dalam
kemudian memakan tanaman pertanian mengurangi gangguan satwa liar yaitu dengan
dalam jumlah besar dan mengganggu, tetapi menggunakan kawat listrik, bunyi-bunyian
tidak membunuh, sedangkan gangguan maupun penghalauan, namun upaya ini dapat
dikategorikan berat apabila satwa liar tersebut mengakibatkan kematian maupun cacat fisik
mengganggu masyarakat, memakan tanaman bagi satwa. Untuk mengatasi gangguan satwa
dan hewan ternak yang menyebabkan liar dapat dilakukan dengan pendekatan
kerugian besar, merusak rumah dan pagar, berupa tindakan pemecahan masalah, baik
bahkan membunuh. untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Dampak konflik manusia dengan gajah Tindakan pemecahan masalah jangka pendek
sering menimbulkan kerugian baik dari bertujuan untuk mengatasi gangguan,
pihak manusia maupun gajah. Kerugian yang biasanya dilakukan dengan menggunakan
dialami manusia dapat berupa kerugian harta pemagaran, pembuatan parit, penggiringan,
dan jiwa. Kerugian harta seperti rusaknya atau pemindahan. Pemecahan masalah jangka
kebun, tanaman pertanian, rumah, ternak panjang harus dimulai dengan penelitian
dan lain-lain. Kerugian jiwa seperti adanya yang komprehensif, sehingga dapat disusun
luka, cacat fisik maupun kematian. Dampak program pengelolaan yang tepat, misalnya
konflik terhadap gajah antara lain, kematian, dimulai dengan penataan daerah/habitat
pengusiran dan juga cacat fisik (Nuryasin, satwa liar, penetapan daya dukung dan jumlah
Yoza, & Kausar, 2014). Berdasarkan hasil satwa liar target yang harus dilestarikan, serta
wawancara responden diketahui bahwa relokasi tempat-tempat penyebaran beserta
kerugian rata-rata yang dialami oleh penetapan populasi yang dipertahankan
masyarakat sekitar Rp7.000.000-Rp8.000.000 (Alikodra, 2010).
per satu kali kedatangan gajah pada lahan Tingginya tingkat gangguan gajah yang
garapan pertanian dan perkebunan. Gangguan dialami petani dan tidak adanya pendampingan
gajah di sekitar areal perkebunan dan dan sosialisasi dari pihak terkait (perusahaan
pertanian masyarakat dapat dikategorikan perkebunan, kehutanan dan kelompok
gangguan sedang, karena masyarakat masyarakat desa) menjadikan masyarakat
dirugikan oleh kehadiran gajah yang merusak memiliki persepsi dan pemahaman yang
lahan perkebunan dalam jumlah besar, namun negatif terhadap kehadiran gajah. Garsetiasih
tidak ada korban jiwa. (2015) menyatakan bahwa persepsi
Cara mengusir satwa yang dipilih oleh masyarakat terhadap sumber daya hutan
responden di tiga desa sampel adalah berhubungan dengan tingkat pendidikan dan
mengusir dan menjaga kebun (68,4%), tidak adanya sosialisasi dari pengelola atau
mengusir dengan tembakan (11,8%), menjerat pihak yang berwenang.

93
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 83-99

2. Persepsi responden terhadap manfaat et al., (2011), menyatakan bahwa keberadaan


kawasan hutan masyarakat sekitar hutan merupakan bagian
Berdasarkan hasil wawancara dengan yang tidak terpisahkan dalam pengelolaan
responden masyarakat di tiga desa yaitu sumber daya hutan. Menurut Triyanto (2009),
Desa Gajah Mati, Desa Gajah Mukti masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan
dan Desa Gajah Mulya, diketahui bahwa menganggap hutan memiliki fungsi sebagai
manfaat kawasan hutan bagi sebagian besar tempat penyangga seluruh aspek kehidupan
masyarakat di tiga desa tersebut adalah sosial, ekonomi dan budaya mereka. Dari
sebagai tempat untuk mencari kayu gelam, hutanlah mereka memeroleh kayu bakar, obat-
kayu bakar, dan ladang pekerjaan. Persentase obatan, buah-buahan, dan bahkan binatang
tertinggi persepsi masyarakat terhadap buruan. Di samping itu, bagi penduduk desa
manfaat kawasan hutan yaitu sebagai tempat pinggiran hutan, hutan merupakan cadangan
mencari kayu gelam adalah di Desa Gajah bagi mereka ketika desa mereka tidak mampu
Mulya (52,9%), sebagai tempat mencari kayu lagi menyediakan lahan pertanian apabila
bakar di Desa Gajah Mukti (15,8%), sebagai terjadi pertambahan penduduk.
ladang pekerjaan bagi masyarakat di Desa Pandangan atau persepsi masyarakat
Gajah Mati (24,5%). Hanya sebagian kecil terhadap hutan, besar pengaruhnya pada
responden yang menyatakan bahwa manfaat bentuk hubungan manusia dengan hutan,
kawasan hutan dapat menjadi tempat bagi yang dapat dibedakan menjadi seseorang
perlindungan satwa (10,5%), penghijauan menolak lingkungannya dan seseorang yang
(10,5%), perlindungan air (11,8%), dan bekerja sama dan mengurus lingkungannya
penghasil oksigen (5,9%) (Gambar 2). Hamid (mengekploitasi). Seseorang menolak

Sumber (Source): Data primer (Primary data)


Gambar 2. Persepsi masyarakat terhadap manfaat kawasan hutan
Figure 2. Community perception to benefit of forest

94
Persepsi Masyarakat terhadap Gangguan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)...........(Anita Rianti dan R.Garsetiasih)

lingkungan disebabkan karena mempunyai yang menyatakan tidak tahu sebenarnya


pandangan yang tidak sesuai dengan apa yang sama persepsinya dengan yang menyatakan
diinginkannya, sehingga dapat memberikan gajah tidak bermanfaat, mereka menganggap
bentuk tindakan terhadap hutan sesuai keberadaan gajah menimbulkan kerugian.
dengan apa yang dikehendakinya. Sebaliknya Hanya sebagian kecil responden yang
bagi yang mempunyai persepsi menerima menyatakan belum merasa dirugikan oleh
lingkungan, seseorang tersebut biasanya lebih kehadiran gajah (5,9%), dikarenakan ladang
dapat memanfaatkan hutan sekaligus menjaga mereka belum pernah diganggu oleh gajah.
dan menyelamatkan hutan dari kerusakan, Selain mempunyai persepsi yang negatif
sehingga hutan memberi manfaat yang terhadap keberadaan gajah, responden juga
berkelanjutan. Dengan demikian lingkungan menyatakan keberadaan perkebunan belum
akan terjaga dari kerusakan dan memberikan memberikan manfaat bagi masyarakat sekitar.
manfaat bagi masyarakat sekitar (Junianto, Responden masyarakat di Desa Gajah Mati
2007). (49,2%) menyatakan sangat mengharapkan
diikutsertakan dalam kegiatan perkebunan
3. Persepsi responden terhadap manfaat seperti menjadi buruh perkebunan khususnya
gajah dan kawasan perkebunan pada saat tidak berkegiatan di ladang atau
Pandangan atau persepsi masyarakat saat musim kemarau. Responden di Desa
terhadap keberadaan gajah cenderung negatif. Gajah Mulya menyatakan bahwa kawasan
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa perkebunan belum memberikan manfaat
sebagian besar responden menyatakan gajah bagi masyarakat sekitar (47,1%). Responden
merupakan hewan yang merugikan (68,4%), menyatakan manfaat yang diharapkan dari
hewan yang merusak (17,6%), dan sisanya perkebunan adalah adanya pemberian bantuan
(10,5 %) menganggap gajah hewan yang bibit tanaman dan pupuk dalam bentuk plasma
tidak bermanfaat (Gambar 3). (32,6%) dan bantuan perbaikan jalan (26,3%).
Dari semua responden yang diwawancarai Menurut Lesmana, Ratina, & Jumriani (2011),
terdapat responden yang menyatakan tidak tujuan masyarakat menjadi petani plasma
tahu manfaat gajah bagi mereka. Responden mandiri kelapa sawit untuk meningkatkan

Sumber (Source): Data primer (Primary data)


Gambar 3. Persepsi masyarakat terhadap manfaat gajah dan perkebunan
Figure 3. Communtiy perception to benefit of elephant and plantation area

95
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 83-99

pendapatan usahatani. Namun, berdasarkan Sugihan. Persentase tertinggi sampai terendah


wawancara dengan responden, diketahui responden yang menyatakan gajah sebaiknya
bahwa perusahaan perkebunan belum dipindahkan ke SM Padang Sugihan adalah
melakukan program plasma secara optimal. di Desa Gajah Mukti (84,2%), Desa Gajah
Salah satu penyebab belum berjalannya Mulya (82,4%) dan Desa Gajah Mati (73,8%)
program petani plasma karena beberapa (Gambar 4). Tingginya persentase tersebut
perusahaan perkebunan yang ada di sekitar berkorelasi dengan tingkat gangguan, Desa
lokasi responden belum dapat melakukan Gajah Mukti merupakan desa yang mendapat
optimalisasi penggunaan lahan yang dimiliki, gangguan gajah paling tinggi terutama pada
sehingga belum mampu melakukan program saat-saat menjelang panen.
plasma tersebut. Responden menginginkan gajah
dipindahkan karena gajah mengganggu
4. Persepsi responden terhadap pengelolaan ladang pertanian dan perkebunan masyarakat
konservasi gajah sumatera setiap menjelang musim panen dan musim
Sebagian besar responden menyatakan kering. Selain itu, mereka menganggap bahwa
bahwa mereka tahu bahwa gajah adalah satwa SM Padang Sugihan merupakan habitat yang
yang dilindungi, tetapi tidak tahu tujuan dari tepat bagi kelangsungan hidup gajah, baik
melindungi gajah. Responden menginginkan dari aspek pakan, lingkungan, dan historis.
gajah dipindahkan dari kawasan hutan dan Namun menurut Nuryasin et al., (2014), upaya
areal ladang yang mereka usahakan, karena pemindahan gajah dari lokasi satu ke lokasi
masyarakat merasa terganggu oleh gajah, hal lain dapat memungkinkan munculnya konflik
ini ditunjukkan oleh surat dari kepala desa yang baru di lokasi dimana gajah dipindahkan,
ditujukan pada pemerintah daerah setempat mengingat gajah adalah satwa dengan
atas gangguan gajah yang terjadi. Responden daerah jelajah yang sangat luas dan termasuk
menyatakan gajah sebaiknya dipindahkan satwa yang memiliki adaptasi yang lama.
ke wilayah Suaka Margasatwa (SM) Padang Pemindahan gajah bukanlah hal yang mudah

Sumber (Source): Data primer (Primary data)


Gambar 4.Pandangan masyarakat terhadap pengelolaan gajah di Desa Gajah Mati, Desa Gajah Mukti,
dan Desa Gajah Mulya.
Figure 4. Community opinion to management of elephant in Gajah Mati, Gajah Mukti
and Gajah Mulya Villages

96
Persepsi Masyarakat terhadap Gangguan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)...........(Anita Rianti dan R.Garsetiasih)

untuk dilakukan, selain membutuhkan tenaga gajah berperan penting dalam menjaga
ahli, karena khawatir terjadi kematian saat keberlangsungan ekosistem. Perlu dilakukan
dilakukan pemindahan juga membutuhkan pembinaan habitat untuk ketersediaan pakan
biaya operasional yang sangat besar. di sekitar kawasan hutan yang berbatasan
Upaya konservasi dan kebijakan yang akan dengan perkebunan, sehingga gangguan gajah
diambil dalam pengelolaan keanekaragaman terhadap kebun masyarakat dan perusahaan
hayati di suatu kawasan termasuk gajah perlu perkebunan dapat diminimalisir.
disosialisasikan kepada masyarakat khususnya
masyarakat sekitar hutan dimana lokasi UCAPAN TERIMA KASIH
tinggalnya juga merupakan habitat gajah. (ACKNOWLEDGEMENT)
Hal ini untuk meningkatkan pengetahuan dan Penulis mengucapkan terima kasih atas
kepedulian masyarakat terhadap keberlanjutan dukungan dan kerja sama dari PT. Sampoerna
keanekaragaman hayati. Hilmayanti (2016) Agro Tbk. area Sumatera Selatan, PT. Selatan
menyatakan bahwa pembentukan dasar Jaya Permai dan PT. Sawit Selatan, PT. Bumi
konservasi harus disosialisasikan dengan Mekar Hijau, PT. Russelindo Prima Putra,
baik kepada masyarakat dan bila sebagian dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam
besar masyarakat dapat mendukung tujuan (BKSDA) Sumatera Selatan selama penelitian
pengelolaan serta bersedia dalam memenuhi dilakukan.
peraturan bersama, maka kawasan tersebut
akan mempunyai peluang yang lebih baik
untuk mempertahankan komunitas hayatinya. DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. (2009). Penggunaan habitat dan sumber
daya oleh gajah sumatera (Elephas maximus
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
sumatranus Temminck 1847) di hutan Provinsi
A. Kesimpulan Nangroe Aceh Darussalam menggunakan
teknik GIS. Jurnal Berkala Penelitian Hayati
Tingkat pendidikan masyarakat berkorelasi Edisi Khusus, 3B, 47-54.
dengan persepsi tentang upaya konservasi, Alikodra, H.S. (1987). Manfaat taman nasional bagi
khususnya jenis hewan gajah. Di lokasi masyarakat di sekitarnya. Media Konservasi,
penelitian, tingkat pendidikan yang rendah 1(3), 13-20.
mendorong responden untuk memiliki Alikodra, H.S. (1990). Pengelolaan satwa liar. Jilid
persepsi negatif tentang upaya konservasi 1. Bogor: Pusat Antar Universitas Ilmu Hayati,
gajah. Gangguan gajah terdapat di semua Institut Pertanian Bogor.
desa responden, terutama merusak ladang Alikodra, H. (2010). Teknik pengelolaan satwa
liar dalam rangka mempertahankan
dan kebun masyarakat yang mengakibatkan
keanekaragaman hayati Indonesia. Bogor:
kerugian secara ekonomi. Responden Institut Pertanian Bogor Press.
menyatakan bahwa gajah tidak bermanfaat, Awang, S.A. (2006). Sosiologi pengetahuan
hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada deforestasi, konstruksi sosial dan perlawanan.
keterancaman populasi gajah. Yogyakarta: Debut Press.
Badan Pusat Statistik. (2014). Kabupaten Ogan
B. Saran Komering Ilir dalam angka. Kabupaten OKI:
Untuk membangun persepsi yang positif Badan Pusat Statistik.
terhadap konservasi gajah sumatera (Elephas Berliani, K., Alikodra, H.S., Masy'ud, B., & Kusrini,
M.D. (2016a). Susceptibility of cultivated
maximus sumatranus Temminck, 1847) plants to sumatran elephant (Elephas maximus
diperlukan penyuluhan, sosialisasi dan sumatranus) in the human elephants conflict
pelatihan tentang pentingnya mendukung in Aceh Province. Jurnal Manajemen Hutan
program konservasi gajah, karena Tropika, 22(1), 65-74.

97
Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 14 No.2, 2017 : 83-99

Berliani, K., Alikodra, H.S., Masy'ud, B., & Kusrini, Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
M.D. (2016b). Social, economy, cultural and Hariyanto, M. (2010). Penanggulangan konflik antara
community perception on sumatran elephant manusia dan satwa liar. Diunduh 13 Oktober
(Elephas maximus sumatranus) conflict area 2016 dari http://blogmhariyanto.blogspot.
in Aceh Province. International Journal of com/2010/07/penanggulangan-konflik-antara-
Sciences: Basic and Applied Research, 27(2), manusia.html.
170-181.
Hedges, S., Tyson, M., Sitompul, A., Gunaryadi, D.,
Berliani, K., Alikodra, H.S., Masy'ud, B., & Kusrini, Aslan, & Kinnaird, M. (2002). Sumatran
M.D. (2016c). Aktivitas makan pada gajah elephant population survey in Lampung
sumatera (Elephas maximus sumatranus) Province, Sumatera, Indonesia. (A Report to
terhadap kerentanan budidaya pertanian di The National Geographic Society). Bogor:
Provinsi Aceh (pp. 48-61). Prosiding Seminar WCS Sumatran Elephant Project.
Nasional Biologi: Implementasi Riset Hayati
Hilmayanti, P. (2016). Persepsi masyarakat sekitar
dan Pengembangannya di Era Masyarakat
kawasan konflik gajah-manusia terhadap
Ekonomi ASEAN, Medan, 6 April 2016. Medan:
konservasi gajah dan habitatnya di Kecamatan
USU Press.
Lembah Seulawah Kabupaten Aceh Besar.
Chen, J., Deng, X., Zhang, L., & Bai, Z. (2006). Diet (Skripsi). Banda Aceh: Program Studi
composition and foraging ecology of asian Pendidikan Biologi FKIP. Universitas Syiah
elephants in Shangyong Xishuangbanna, China. Kuala.
Acta Ecologica Sinica, 26(2), 309-316.
International Union for The Conservation of Nature
Febriani, R. (2009). Pemetaan daerah rawan konflik (IUCN). (2011). Elephas maximus ssp.
gajah menggunakan sistem informasi geografis sumatranus. Diunduh 19 Mei 2017 dari http://
di Taman Nasional Gunung Leuser. (Skripsi). www.iucnredlist.org/details/199856/0.
Medan: Fakultas Pertanian. Universitas
Jogasara, F. (2011). Analisis faktor-faktor yang
Sumatera Utara.
memengaruhi intensitas konflik antara gajah
Garsetiasih, R. (2012). Manajemen konflik konservasi dengan manusia di Kecamatan Mandau dan
banteng (Bos javanicus d’Alton, 1832) dengan Kecamatan Pinggir Kabupaten Bengkalis.
masyarakat di Taman Nasional Meru Betiri (Thesis). Pekanbaru: Program Pasca Sarjana
dan Taman Nasional Alas Purwo Jawa Timur. Fakultas Pertanian. Universitas Riau.
(Disertasi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Junianto, B. (2007). Persepsi, sikap dan perilaku
Garsetiasih, R. (2015). Persepsi masyarakat sekitar masyarakat sekitar terhadap keberadaan
kawasan Taman Nasional Meru Betiri dan Hutan Penelitian Haurbentes (Studi kasus di
Taman Nasional Alas Purwo yang terganggu Desa Jugulaya, RPH Jasinga, BKPH Jasinga).
satwa liar terhadap konservasi banteng (Bos (Skripsi). Bogor: Institut Pertanian Bogor.
javanicus d'Alton 1832). Jurnal Penelitian
Kadir, A. (2005). Pengembangan sosial forestry di
Hutan dan Konservasi Alam, 12(2), 119-135.
SPUC Barisallo: Analisis sosial ekonomi dan
Garsetiasih, R., Rianti, A., & Eman. (2015). Status dan budaya masyarakat. Info Sosial Ekonomi (5)3,
resolusi konflik gajah-manusia di Sumatera. 297-309.
(Laporan Hasil Penelitian). Bogor: Pusat
Kadir, A., Awang, S.A., Purwanti, R. H., &
Penelitian dan Pengembangan Hutan Bogor
Poedjirahajoe, E. (2012). Analisis kondisi sosial
(unpublished).
ekonomi masyarakat sekitar Taman Nasional
Hamid, A. (2001). Mengenal lebih dekat gajah sumatera Bantimurung Bulusaraung, Provinsi Sulawesi
di Ekosistem Leuser. Buletin Leuser, 4(11). Selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan, 19
Hamid, R., Zulkarnaini, & Saam, Z. (2011). Analisis (1), 1-11.
sosial ekonomi masyarakat desa hutan pasca Kadir, A., Nurhaedah, & Purwanti, R. (2013). Konflik
kegiatan HPH PT. Siak Raya Timber di pada kawasan Taman Nasional Bantimurung
Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau. Jurnal Bulusaraung Provinsi Sulawesi Selatan dan
Ilmu Lingkungan, 5(2), 130-148. upaya penyelesaiannya. Jurnal Penelitian
Harahap, W.H., Pratana, P., & Afifuddin, Y. (2012). Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 10(3), 186-
Mitigasi konflik satwa liar dengan masyarakat 198.
di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser Lesmana, D., Ratina, R., & Jumriani. (2011). Hubungan
(Studi kasus Desa Timbang Lawan dan Timbang persepsi dan faktor-faktor sosial ekonomi
Jaya Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat). terhadap keputusan petani mengembangkan
(Laporan Hasil Penelitian). Medan: Fakultas pola kemitraan petani plasma mandiri kelapa

98
Persepsi Masyarakat terhadap Gangguan Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus)...........(Anita Rianti dan R.Garsetiasih)

sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Kelurahan Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau. Jurnal
Bantuas Kecamatan Palaran Kota Samarinda. WWF Indonesia dan BBKSDA Propinsi Riau,
Jurnal Ekonomi Pertanian dan Pembangunan 5, 3-4.
(EPP), 8(2), 8-17. Suhartono, T., Susilo H.D., Sitompul, A.F., Gunaryadi
Mursidah. (2009). Optimalisasi pendapatan usahatani D., Purastuti E.M., Azmi W, Fadhil N., &
kelapa sawit. Jurnal Ekonomi Pertanian dan Stremme C. (2007). Strategi dan rencana
Pembangunan (EPP), 6(2), 8-17. aksi konservasi gajah sumatera dan gajah
Nurlita, I.W., & Mamonto, R. (2012). Persepsi kalimantan 2007-2017. Jakarta: Direktorat
masyarakat terhadap taman nasional dan Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi
sumber daya hutan: Studi kasus blok Aketajawe Alam, Departemen Kehutanan.
Taman Nasional Aketajawe Lolobata. Info Balai Sukumar, R. (1989). The asian elephant ecology and
Penelitian Kehutanan Manado, 2(1), 1-15. management. Cambridge UK: 'Cambridge
Nurrani, L., & Tabba, S. (2013). Persepsi dan tingkat University Press.
ketergantungan masyarakat terhadap sumber Syarifuddin, H. (2008). Analisis daya dukung habitat
daya alam Taman Nasional Aketajawe Lolobata dan pemodelan dinamika gajah sumatera: Studi
di Provinsi Maluku Utara. Jurnal Penelitian Kasus di Kawasan Seblat Kabupaten Bengkulu
Sosial dan Ekonomi Kehutanan, 10(1), 61-73. Utara. (Disertasi Pascasarjana). Bogor: Institut
Nuryasin, Yoza, D., & Kausar. (2014). Dinamika Pertanian Bogor.
dan resolusi konflik gajah sumatera (Elephas Triyanto, D. H. (2009). Persepsi, motivasi, sikap dan
maximus sumatranus) terhadap manusia di perilaku masyarakat lokal terhadap keberadaan
Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis, hutan (Kasus di Kecamatan Gunung Kencana,
Riau. Jom Faperta, 1(2), 119-127. Kabupaten Lebak, Provinsi Banten). (Skripsi).
PT Sampoerna Agro. (2013). Rapat pembahasan Bogor: Institut Pertanian Bogor.
penyebab konflik gajah-manusia antara Unit KSDA Riau. (2010). Upaya pelestarian Gajah di
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Provinsi Riau. (Laporan Kegiatan). Pekanbaru:
Dirjen KSDAE KLHK dengan perusahaan Dinas Kehutanan Provinsi Riau..
perkebunan PT. Sampoerna Agro, Tbk. Rapat World Wildlife Fund (WWF) & Balai KSDA Provinsi
Koordinasi, Jakarta 14 November 2013.. Riau. (2010). Protokol pengurangan konflik
Riba’i, Setiawan, A., & Darmawan, A. (2013). gajah sumatera di Riau. (Laporan Kerja Sama
Perilaku makan gajah sumatera (Elephas Penelitian). Pekanbaru: World Wildlife Fund
maximus sumatranus Temminck 1847) di (WWF) & Balai KSDA Provinsi Riau.
Pusat Konservasi Gajah Taman Nasional Way Wulan, Y.C., Yasmi, Y., Purba C., &Wollenberg,
Kambas. Media Konservasi, 18(2), 89-95. E. (2004). Analisa konflik sektor kehutanan
Rifa’i, A., Hadi, S., & Qomar, N. (2008). Studi di Indonesia 1997-2003. Bogor: Center for
pengembangan kelapa sawit rakyat di Provinsi International Forestry Research (CIFOR).
Riau. Jurnal Sagu, 7(2), 1-6. Yoza, D. (2003). Inventarisasi, identifikasi dan
Saleh, C., & Adriani. (2005). Petualangan ghazu, keanekaragaman jenis satwa liar di Tahura
gajah sumatera. Jakarta: WWF Indonesia. SSH. (Laporan Penelitian Bekerja Sama dengan
Seidenticker, J. (1984). Managing elephants Dinas Kehutanan Propinsi Riau). Pekanbaru:
depredation in agricultural and forestry Dinas Kehutanan Provinsi Riau.
projects, World Bank Technical Paper. (ISSN Yoza, D. (2009). Pemetaan sebaran gajah di areal
0153 - 7494). Washington, D.C: The World konsesi PT. Chevron Pacific Indonesia.
Bank. (Laporan Penelitian Bekerja Sama dengan PT.
Suhandri, W., Sukamtoro, Samsuardi, H., Rusiano, & Chevron Pacific Indonesia, Riau). Pekanbaru:
Yulianto, K. (2011). Analisis konservasi gajah PT Chevron Pacific Indonesia.
sumatera di Kantong Balai Raja (Blok Ribo)

99

You might also like