You are on page 1of 14

DINAMIKA DAN RESOLUSI KONFLIK GAJAH SUMATERA

(Elephas maximus sumatranus ) TERHADAP MANUSIA DI KECAMATAN MANDAU


KABUPATEN BENGKALIS

DYNAMICS AND CONFLICTS RESOLUTION OF SUMATERA ELEPHANTS


(Elephas maximus sumatranus) TOWARDS HUMAN IN MANDAU,
BENGKALIS REGENCY
Nuryasin1, Defri Yoza2, Kausar2
(Departemen of Forestry, Faculty of Agriculture, University of Riau)
Adress Bina Widya Km 12,5 Panam, Pekanbaru, Riau
Email:nuryasin.1812@gmail.com/085265648303

ABSTRACT
Changing the functions of forest areas in Balai Raja became farmland, plantations
and settlements is a major factor in the occurrence of Human-Elephant Conflict. This
research aims to identify the typology of Human-Elephant Conflict, to know the success
of efforts to overcoming the Human-Elephant Conflict which has been applied and to
calculate the economic losses as a result of Human-Elephant Conflict on Petani and Balai
Makam villages. The method used consisted of survey methods toward the ravages of
Human-Elephant Conflict and interviews to the people who are in conflict with
elephants. The results showed that there are 4 Elephant-Human Conflict typology:
Elephants damaging crops, damaging the elephant hut community, the elephants attacked
human and human kill the elephants. Various efforts have been undertaken, but the
results have not been able to resolve conflicts of an elephant for the long term. Attempts
at countermeasures which were undertaken are only able to tackle the conflict of
elephants in a while. As a result of Human-Elephant Conflict, it resulted in economic
losses either directly or indirectly. The desired people efforts in resolving the conflicts of
human-elephant is to move the elephants from the scene of the conflict. Human-Elephant
Conflict resolution can be done by restore the status of Balai Raja that is habitat of
elephants. Conflict resolution in the long term can be done with the elephant habitat
management with enriching germplasm that can serve as the source of the feed elephants.

Key words: Dynamics, conflict, conflict resolution, conflict prevention.

PENDAHULUAN
Keberadaan hutan merupakan suatu hidup yang hidup di dalam ekosistem
ekosistem penting bagi makhluk hidup hutan adalah gajah.
termasuk manusia, terutama sebagai fungsi Gajah adalah salah satu jenis satwa
penyangga kehidupan. Hutan juga yang memiliki pakan sebagian besar
merupakan ekosistem terbesar yang berada di dalam kawasan hutan. Gajah
mampu mendukung berbagai ekosistem juga sangat membutuhkan keberadaan
lain yang ada didalamya. Ada tidaknya hutan sebagai tempat hidup, berkembang
hutan sangat berpengaruh bagi kehidupan biak, berlindung dan sebagainya.
makhluk hidup yang ada di dalam dan di Kerusakan hutan yang terus terjadi
sekitar kawasan hutan. Salah satu makhluk semakin mengancam kehidupan populasi
gajah tersebut. Kondisi ini membuat gajah

1. Mahasiswa Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Riau


2. Staf Pengajar Fakultas Pertanian Universitas Riau
Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014
harus mampu bertahan hidup dan terus Salah satu daerah konflik gajah di
melanjutkan kehidupannya meski dengan Riau adalah Kabupaten Bengkalis
habitatnya yang sudah mulai punah. khususnya di Kecamatan Mandau.
Populasi Gajah Sumatera Menurut data statistik BBKSDA (Balai
diperkirakan tersebar di 16 kantong habitat Besar Konservasi Sumberdaya Alam) Riau
yang sampai saat ini terus mengalami tahun 2011 tercatat bahwa dari tahun 2006
kerusakan baik penyempitan maupun hingga 2010 ada 23 kasus Konflik Gajah-
fragmentasi. Salah satu penyebab Manusia. Konflik tersebut sebagian besar
kerusakan habitat gajah adalah berada di dua lokasi yakni Desa Petani dan
peningkatan konversi hutan untuk Desa Balai Makam Kecamatan Mandau
perkebunan dan hutan tanaman industri. Kabupaten Bengkalis.
Kebun kelapa sawit dan hutan tanaman Berbagai upaya penanggulangan
industri merupakan salah satu penyebab Konflik Gajah-Manusia yang telah
berkurangnya tutupan hutan dan terjadinya dilakukan baik oleh pemerintah maupun
fragmentasi habitat (Yoza, 2003). masyarakat terlihat belum efektif. Untuk
Pengurangan habitat gajah secara itu perlu adanya sebuah upaya alternatif
nyata terlihat karena adanya perubahan yang dapat dijadikan sebagai solusi terbaik
dari habitat gajah menjadi perkebunan untuk menangani konflik yang ada,
monokultur (sawit dan karet) yang telah khususnya di Kecamatan Mandau
menghancurkan habitat Gajah Sumatera. Kabupaten Bengkalis.
Hal ini mengakibatkan gajah terperangkap Penelitian ini bertujuan untuk
dalam blok-blok kecil hutan yang tidak Mengidentifikasi tipologi Konflik Gajah-
cukup untuk mendukung kehidupannya Manusia, mengetahui keberhasilan
dalam jangka panjang. Hal tersebut terhadap upaya penanggulangan Konflik
menjadi pemicu terjadinya konflik antara Gajah-Manusia yang diterapkan selama ini
manusia dengan gajah (Jogasara, 2011). dan menghitung nilai kerugian ekonomi
Konflik tertinggi banyak ditemukan akibat Konflik Gajah-Manusia
pada ruang-ruang yang digunakan bersama
oleh manusia dan gajah. Banyak kasus METODELOGI PENELITIAN
terjadi di lahan-lahan yang sudah
dikonversi dari hutan menjadi kebun sawit Tempat dan Waktu Penelitian
(Yoza, 2009). Konflik sering terjadi Penelitian ini dilaksanakan di
setelah adanya alih fungsi hutan atau Kecamatan Mandau Kabupaten Bengkalis.
habitat gajah menjadi perkebunan sawit Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan
atau hutan tanaman industri. Akibat alih dari Bulan Agustus hingga Bulan
fungsi hutan tersebut menyebabkan November 2013.
terjadinya fragmentasi habitat terhadap
satwa (Yoza, 1995). Jenis Data
Dampak Konflik Gajah-Manusia Jenis data dalam penelitian ini terdiri
tidak jarang menimbulkan kerugian- dari data primer dan data sekunder. Data
kerugian baik dari pihak manusia maupun primer merupakan data yang diperoleh
gajah. Kerugian yang dialami manusia secara langsung dari lapangan berupa hasil
dapat berupa kerugian harta dan jiwa. kuisioner, wawancara dan juga survei
Kerugian harta seperti: rusaknya kebun, lapangan. Data sekunder diperoleh dari
tanaman pertanian, rumah, ternak dan lain- studi literatur, kantor WWF dan
lain. Kerugian jiwa seperti adanya luka, BBKSDA-Riau serta kantor desa di lokasi
cacat fisik maupun kematian. Dampak penelitian.
konflik terhadap gajah itu sendiri antara
lain, kematian, pengusiran dan juga cacat
fisik.

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Metode Pengumpulan Data masyarakat terhadap upaya
Penelitian ini dilakukan dengan penanggulangan konflik dan data kerugian
menggunakan metode survei.Metode ini ekonomi.
bertujuan untuk mengumpulkan data dari Data tipologi konflik diketahui
sejumlah variabel pada suatu kelompok dengan mengidentifikasi Konflik Gajah-
masyarakat melalui wawancara langsung Manusia yang terjadi baik berdasarkan
dan berpedoman pada pertanyaan yang keterangan masyarakat, informasi dari
telah disediakan sebelumnya perusahaan, WWF, BBKSDA maupun
(Singarimbun, 1995). Jumlah sampel hasil survei lapangan. Keberhasilan upaya
dalam penelitian ini adalah sebanyak 30 penanggulangan di analisis berdasarkan
orang responden, 20 orang di Desa Petani pandangan masyarakatterhadap keefektifan
dan 10 orang di Desa Balai Makam. upaya penanggulangan konflik. Nilai
Responden merupakan orang-orang yang kerugian ekonomi diperoleh dengan
dianggap mengetahui banyak tentang menaksir setiap kerusakan yang terjadi
permasalahan gajah yang ada di lokasi berdasarkan keterangan masyarakat.
penelitian.
Pengambilan sampel dalam HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian ini adalah menggunakan teknik
Snowball Sampling atau dilakukan secara Latar Belakang Terjadinya Konflik
berantai dengan meminta informasi pada Konflik Gajah-Manusia yang terjadi
orang yang telah diwawancarai atau di Kantong Gajah Balai Raja sudah terjadi
dihubungi sebelumnya, demikian juga cukup lama yakni sejak tahun 1990-an.
seterusnya (Poerwandri, 1998). Sumber Konflik terjadi diawali dengan mulai
informasi diperoleh dengan melakukan terbukanya kawasan hutan di SM Balai
wawancara langsung kepada tokoh-tokoh Raja untuk berbagai kepentingan dan
masyarakat yang dianggap sebagai key pembangunan di berbagai sektor. Kawasan
informan. Tokoh-tokoh masyarakat hutan Balai Raja telah ditetapkan sebagai
tersebutantara lain: Kepala Dusun, Ketua kawasan Suaka Marga Satwa (SM) pada
RT, Kelompok Tani dan Tokoh Pemuda tanggal 6 Juni 1986, berdasarkan SK
yang ada di lokasi penelitian. Selain itu MenteriKehutanan No. 173/KptsæII/1986
untuk memperkuat informasi hasil dengan luas 18.000 Ha. SM Balai Raja ini
penelitian dilakukan pula wawancara ditetapkan salah satu tujuannya adalah
kepada WWF-Riau, BBKSDA-Riau, dan untuk upaya perlindungan dan pelestarian
pihak perusahaan yang berada di sekitar Gajah Sumatera.
lokasi penelitian. Terbukanya kawasan hutan di SM
Survei lapangan dilakukan di areal- Balai Raja merupakan dampak dari adanya
areal yang dirusak gajah, baik perusakan penduduk yang mulai tinggal di sekitar
terhadap tanaman maupun terhadap kawasan tersebut. Menurut Suhandri dkk
pondok dan rumah masyarakat. Objek- (2011), pada tahun 1990 terjadi
objek yang dirusak oleh gajah kemudian transmigrasi dari wilayah Jawa yang salah
didokumentasikan dan dijadikan sebagai satu tujuannya adalah Desa Petani,
data pendukung hasil penelitian. Kecamatan Mandau. Mereka mulai
melakukan pembukaan lahan hutan
Analisis Data menjadi kebun kelapa sawit, dimana
Data yang telah dikumpulkan diantaranya diidentifikasi masuk ke dalam
kemudian dianalisis dengan menggunakan SM Balai Raja. Tahun 1993 ± 1997,
analisis deskriptif.Analisis dilakukan program peningkatan ekonomi masyarakat
setelah data-data yang diinginkan telah desa tertinggal dan wilayah transmigrasi
terkumpul sesuai dengan jenisnya yakni, mulai dilakukan di beberapa kecamatan
tipologi konflik, data pandangan termasuk Kecamatan Mandau dan wilayah

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Sebanga. Pada tahun 2000an, kawasan SM digunakan karena menurut keterangan
Balai Raja dan wilayah konsesi lain terjadi Rinaldi (pihak BBKSDA) belum ada data
perambahan secara besaræbesaran untuk terbaru mengenai perubahan tutupan hutan
perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2010 di SM Balai Raja.
dari luas 18.000 Ha wilayah SMBalai Raja Berdasarkan Tabel 1 diketahui
tersebut, menjadi sekitar 200 Ha dan hutan bahwa luasan kawasan hutan di SM Balai
yang tersisa tersebut masuk dalam wilayah Raja terus mengalami pengurangan dari
perlindungan Chevron. tahun ke tahun. Hal ini menunjukkan
bahwa terjadi ancaman yang serius
Faktor Penyebab Terjadinya Konflik terhadap habitat Gajah Sumatera di SM
Faktor utama terjadinya Konflik Balai Raja. Apabila tidak segera dilakukan
Gajah-Manusia khususnya di Kantong upaya tepat dalam menangani degradasi
Gajah Balai Raja adalah karena rusaknya habitat gajah maka Konflik Gajah-Manusia
habitat gajah yakni hutan di SM Balai akan terus terjadi bahkan akan mengancam
Raja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehidupan khususnya terhadap satwa
sebanyak 21 orang (70%)responden yang gajah.
diwawancarai menyatakan bahwa Perubahan tutupan hutan di SM
kedatangan gajah yang terus menerus Balai Raja dapat menyebabkan terpecah-
diakibatkan karena hutan yang mulai pecahnya habitat gajah (fragmentasi
habis. Habisnya hutan di SM Balai Raja habitat). Fragmentasi menyebabkan habitat
disebabkan adanya perambahan dan alih yangluas dan berkelanjutan diperkecil atau
fungsi kawasan hutan. Kawasan yang dibagi menjadi dua atau lebih bagian yang
tadinya berhutan yang menjadi daerah kecil (fragmen) (Mardiastuti dan Mulyani,
jelajah gajah, saat ini telah berubah 2013). Fragmentasi habitat ini
menjadi areal perkebunan kelapa sawit, menyebabkan gajah terjebak pada blok-
pemukiman dan juga lahan pertanian. blok kecil termasuk di Desa Petani, Balai
Tahun 2010 diketahui luas kebun kelapa Makam, areal perusahaan, dan sebagainya
sawit di sekitar kawasan SM Balai Raja yang sejatinya tidak mampu mendukung
mencapai 9.081 hektar sedangkan hutan wilayah jelajah dan kebutuhan pakan
alam hanya 124 hektar (Suhandri dkk, gajah.
2011). Kebutuhan lahan untuk berbagai Gajah dan manusia sama-sama
pembangunan mengakibatkan memiliki kepentingan terhadap kawasan di
berkurangnya habitat gajah dan akhirnya sekitar SM Balai Raja. Manusia memiliki
mempersempit ruang jelajah gajah kepentingan untuk melakukan usaha
(Ramono, 2000). Tabel 1 menunjukkan pertanian, perkebunan, pembangunan dan
berkurangnya tutupan hutan di SM Balai sebagainya. Gajah memiliki kepentingan
Raja dari tahun 1985 hingga 2010. untuk dapat memenuhi kebutuhan pakan
Tabel 1. Perubahan Luasan SM Balai Raja dan kelangsungan hidupnya di lahan yang
Luas juga dikelola manusia. Hal ini
No Thn
Tutupan Pengurangan Pengurangan menyebabkan terjadinya kompetisi
Hutan (Ha) (%)
(Ha) pemanfaatan lahan baik oleh gajah
1 1985 13900 0 0 maupun manusia itu sendiri. Moestrup dkk
2 1989 12700 1200 8,63
3 1992 11000 1700 13,38 (2012), menyatakan bahwa penyusutan
4 2000 1900 9100 82,72 hutan dapat menimbulkan kompetisi
5 2004 960 940 49,47
6 2006 863 97 10,10 pemanfaatan ruang antara manusia dengan
7 2008 190 673 77,98 satwa liar. Hal ini sangat berpotensi
8 2010 124 66 34,73
Sumber: Suhandri (2010) dan Wiratno (2012) terjadinya Konflik Gajah-Manusia, karena
Data pada Tabel 1 merupakan data wilayah jelajah gajah bertabrakan dengan
sekunder terhadap perubahan tutupan lahan yang dikelola baik oleh masyarakat
hutan di SM Balai Raja. Data tersebut maupun perusahaan.

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Selain penyempitan habitat dan anarkis beberapa masyarakat untuk
tumpang tindih pemanfaatan lahan, ada membunuh gajah.
faktor lain yang dianggap menjadi salah Menurut Umar saat ini masyarakat
satu faktor pendukung terjadinya gangguan menganggap bahwa konflik gajah di
gajah di lokasi penelitian, yakni adanya daerah mereka sudah menjadi hal yang
kesukaan gajah terhadap tanaman yang biasa dirasakan. Sehingga masyarakat
dikelola masyarakat. Berdasarkan hasil cenderung pasrah dan hanya melakukan
survei dan wawancara yang dilakukan upaya-upaya pengusiran dan
kepada masyarakat jenis tanaman yang penanggulangan agar kerusakan yang
paling banyak dirusak gajah adalah kelapa terjadi di kebun dan lahan mereka tidak
sawit yakni sebesar 20,1 Ha. Hal ini terlalu parah. Masyarakat tidak dapat
menunjukkan adanya kesukaan gajah berbuat banyak dalam menangani masalah
terhadap tanaman kelapa sawit ketimbang gajah tersebut. Disatu sisi mereka sangat
tanaman yang lainnya. Menurut Hasanah dirugikan secara ekonomi karena tanaman
dkk (2012), tingkat kesukaan (palatability) milik mereka dirusak oleh kawanan gajah.
satwa liar terhadap suatu jenis tanaman Disisi lain mereka harus mematuhi aturan
merupakan salah satu faktor yang hukum bahwa gajah adalah satwa yang
menyebabkan terjadinya konflik satwa liar sangat dilindungi berdasarkan undang-
dengan petani. undang. Bahkan mereka akan dikenakan
sanksi bila terbukti melakukan upaya
Proses Terjadinya Konflik pembunuhan terhadap gajah.
Gajah Sumatera merupakan satwa Kedatangan gajah saat ini tidak dapat
liar yang suka mengembara. Gajah jarang diprediksi waktunya, dari hasil wawancara
sekali menetap di suatu tempat yang yang dilakukan sebanyak 83,34%
terbatas, hidupnya selalu berpindah-pindah responden mengatakan musim kedatangan
dari satu tempat ke tempat lain untuk gajah tidak menentu waktunya, sehingga
mendapatkan makanan. Pada saat inilah harus membuat masyarakat selalu waspada
gajah terus menelusuri home range-nya terhadap kedatangan gajah yang sulit
untuk mendapatkan makanan. Jika diprediksi kedatangannya. Masyarakat
ketersediaan makanan dalam habitat tidak selalu berupaya agar kerusakan tanaman
mencukupi untuk memenuhi kebutuhannya yang mereka usahakan dapat
maka gajah akan bergerak mencari diminimalisir. Saat ini masyarakat terus
makanan di daerah lain di sekitar berharap kepada pemerintah agar dapat
habitatnya. Kondisi ini berpotensi memberikan solusi terbaik bagi mereka.
menimbulkan konflik di lokasi sekitar Berdasarkan wawancara yang
habitat (Febriani, 2009). dilakukan kepada masyarakat dan data
Upaya gajah untuk memenuhi yang diperoleh dari BBKSDA Riau, maka
kebutuhan pakannya ialah dengan diperoleh data mengenai kasus gangguan
mendatangi kebun/lahan milik masyarakat. gajah seperti grafik pada Gambar 1.
Menurut masyarakat kedatangan gajah ini
selalu menyebabkan kerusakan terhadap Grafik Jumlah Kasus Konflik Gajah-
Manusia Tahun 2009-2013
kebun dan tanaman pertanian milik 8
mereka, akibatnya mereka marah dan kesal 7
6
karena menderita kerugian atas kerusakan
Jumlah

5
yang terjadi. Hal ini terus terjadi saat 4
3
musim kedatangan gajah sehingga 2
membuat kekesalan dan kemarahan 1
0
masyarakat semakin memuncak. 2009 2010 2011 2012 2013
Kemarahan ini berujung pada tindakan Tahun
Sumber: BBKSDA dan WWF Riau, 2014

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Gambar 1 menunjukkan grafik Tabel 2. Vegetasi/Tanaman yang Rusak
Luas
jumlah kasus Konflik Gajah-Manusia yang No Komoditas Kerusakan Keterangan
tercatat oleh pihak BBKSDA Riau Total (Ha)
1 Kelapa 20,1 Umur 1-3 tahun
berdasarkan informasi dari masyarakat. Sawit
Jumlah kasus terbanyak terjadi pada tahun 2 Karet 7 Umur 1-3, 5 tahun
3 Ubi Kayu 4,75 Umur 3-6 bulan
2009 yakni 6 kasus, sedangkan kasus 4 Lain-Lain 2 Bayam, Cabe,
paling sedikit terjadi pada tahun 2011 dan Kacang tanah,
Kangkung.
2012 yakni dengan 1 kasus. Tahun 2013 Jumlah 33,85
jumlah kasus Konflik Gajah-Manusia Sumber: Data Olahan, 2014
kembali meningkat yakni sebanyak 5 Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui
kasus. bahwa kerusakan tanaman/vegetasi
Tipologi Konflik Gajah-Manusia terbesar terjadi pada tanaman kelapa sawit
Berdasarkan penelitian yang yang mencapai 20,1 Ha. Hal ini
dilakukan di dua desa yakni Desa Petani menunjukkan bahwa gajah sangat
dan Desa Balai Makam dapat diketahui menyukai tanaman kelapa sawit sebagai
bahwa terdapat 4 tipologi Konflik Gajah- salah satu makanannya. Hasil penelitian
Manusia. Adapun 4 jenis tipologi konflik Jogasara (2011) di Desa Pinggir dan Desa
yang terjadi yakni: gajah merusak Petani tanaman yang paling banyak
tanaman/vegetasi, gajah merusak pondok dirusak oleh gajah adalah tanaman kelapa
dan rumah masyarakat, gajah sawit, terutama yang berumur antara 2-3
menyerang/melukai manusia dan manusia tahun. Menurut masyarakat gajah sangat
melukai/membunuh gajah. menyukai pucuk muda kelapa sawit
(umbut) untuk dijadikan makanannya.
Umur tanaman kelapa sawit yang relatif
Gajah Merusak Tanaman
muda lebih mudah dirusak oleh gajah, hal
Upaya gajah melakukan perusakan
ini karena tanaman kelapa sawit yang
terhadap tanaman pada dasarnya karena
masih muda (kurang dari 5 tahun) tidak
gajah membutuhkan pakan untuk
terlalu tinggi dan membuat gajah lebih
memenuhi kebutuhan hidupnya. Hal ini
mudah untuk memakan pucuk mudanya.
dilakukan gajah karena jumlah pakan yang
tersedia di kawasan SM Balai Raja sudah Gajah Merusak Pondok dan Rumah
semakin kritis dan tidak mencukupi lagi Masyarakat
untuk kebutuhan pakannya. Menurut Selain merusak tanaman, gajah juga
Susetyowati (1987), kebutuhan pakan bagi merusak pondok danrumah milik
gajah dewasa mencapai 200-300 kg/hari masyarakat, terutama pondok dan rumah
sedangkan kebutuhan air minumnya yang berada di areal kebun yang menjadi
sekitar 200 liter/hari. Jumlah pakan gajah lintasan gajah. Kejadian ini secara umum
dalam habitatnya semakin sedikit karena terjadi saat pondok/rumah ditinggalkan
kompetisi dan adanya perubahan tutupan oleh pemiliknya. Menurut masyarakat
lahan akibat perambahan oleh masyarakat. tujuan gajah merusak pondok dan rumah
Kondisi ini menyebabkan gajah berusaha milik masyarakat adalah untuk mencari
memenuhi kebutuhan pakannya dengan makanan asinan seperti (garam-garaman,
memakan tanamanmilik masyarakat, beras, minyak goreng, dsb).Hal tersebut
dimana kebanyakan masyarakat menanam sesuai dengan pernyataan Purnama (1994),
tanaman kelapa sawit yang merupakan bahwa gajah memiliki kebiasaan memakan
salah satu tanaman yang disukai gajah. bahan yang mengandung garam-garaman
seperti: Calsium (Ca), Magnesium (Mg),
Kalium (K) dan garam-garam lainnya yang
umumnya dikenal dengan sallt-lich.

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Pondok yang dirusak gajah manusia dikarenakan adanya tindakan
merupakan pondok masyarakat yang tidak menyenangkan terhadap gajah,
digunakan untuk penjagaan tanaman seperti: menghardiknya, berkata-kata tidak
mereka, penyimpanan alat-alat pertanian, baik dan sebagainya saat melakukan
tempat istirahat, dan juga difungsikan pengusiran. Jogasara (2011), menyatakan
sebagai rumah sementara bagi masyarakat bahwa penyerangan gajah terhadap
saat mereka menggarap lahannya. Tabel 10 manusia sering disebabkan karena para
menunjukkan titik lokasi dimana pondok pemilik lahan mencoba untuk
dan rumah yang dirusak oleh kawanan mengusir/menghalau gajah keluar areal
gajah selama tahun 2013. perkebunan/pertanian dengan membuat api
Tabel 4. Data Kerusakan Pondok dan Rumah sehingga memancing kemarahan gajah
Jml
No
Lokasi/Titik
Pemilik
Jenis
Gajah yang menyebabkan terjadinya konflik fisik
Koordinat Bangunan
yang tidak jarang menyebabkan korban
1 N 0737160 Budiman Pondok 15 ekor
E 0146766
dari pihak manusia.
2 N 0737066 Rambe Rumah 10 ekor
E 0146671
3 N O737358 Purba Pondok 5 ekor Manusia Melukai/Membunuh Gajah
E 0146748 Kedatangan kawanan gajah ke lahan
4
N 0735313 Ucok Rumah 16 ekor
masyarakat yang selalu menimbulkan
E 0145215 Sitompul kerusakan dan kerugian menyebabkan
Sumber: Data Olahan, 2014
masyarakat kesal dan marah sehingga
Menurut masyarakat cara perusakan masyarakat berupaya melakukan tindakan
yang dilakukan gajah bermacam-macam, tegas terhadap aksi gajah tersebut. Adapun
ada yang menggunakan badannya dalam langkah yang diambil oleh beberapa
merobohkan pondok, ada yang masyarakat dalam mengatasi gangguan
menggunakan belalainya dan ada pula gajah adalah dengan melakukan upaya
yang menggunakan kakinya. Pada pembunuhan terhadap gajah dengan cara
umumnya saat gajah melakukan meracuni gajah. Jogasara (2011),
perusakan, masyarakat sedang tidak berada menyatakan bahwa kematian gajah tidak
di pondok sehingga tidak ada korban jiwa. hanya disebabkan oleh kontak fisik antara
manusia dengan gajah, namun juga
Gajah Melukai Masyarakat dikarenakan racun yang dicampur dengan
pakan gajah.
Penyerangan gajah terhadap manusia Tabel 5. Data Gajah Mati
biasanya dipicu oleh adanya tindakan tidak Jml
Waktu Lokasi Keteranga
menyenangkan terhadap gajah, seperti No Gajah
Kejadian Kejadian n
Mati
upaya pengusiran terhadap gajah yang 1 2009 - - -
sedang beraktifitas di kebun masyarakat. 2 24/03/20 Dusun 1 ekor gajah mati
10 Rangau akibat
Gajah marah karena merasa terusik dengan Desa Petani keracunan
tindakan pengusiran yang dilakukan oleh di dekat
kebun karet
masyarakat. masyarakat.
Tabel 3. Korban Manusia Akibat Konflik 3 01/04/ PT. 1 ekor Gajah
Korban 2011 Darmali betina
Korban Luka Desa
No Tahun Meninggal
(orang) Petani,
(orang)
1 2009 1 0 4 29/06/ Desa Petani 1 ekor Mati
2 2010 2 4 2012 diracun,
3 2011 0 0 gading
4 2012 0 0 telah hilang
5 2013 0 0 5 2013 - - -
Jumlah 3 4 Jumlah 3 Ekor
Sumber: BBKSDA dan WWF-Riau, 2014 Sumber: BBKSDA dan WWF-Riau, 2014
Menurut hasil wawancara yang Menurut keterangan Kepala Seksi
dilakukan kepadaresponden, penyebab Perlindungan Pengawetan dan Perpetaan
gajah melakukan penyerangan kepada BBKSDARiau, informasi tentang matinya

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


gajah diterima sangat lambat oleh pihak dikunjungi oleh gajah. Hal ini diperkirakan
pemerintah/BBKSDA Riau, sehingga saat areal perkebunan dan lahan masyarakat
petugas turun kelapangan gajah sudah tersebut masuk ke dalam wilayah jelajah
dalam kondisi membusuk bahkan telah gajah, sehingga rutin dikunjungi oleh
hilang gadingnya. Pada beberapa kasus gajah.
kematian gajah masyarakat cenderung
tidak terbuka dalam memberikan informasi Pandangan Masyarakat Terhadap
tentang penyebab kematian gajah, Keefektifan Upaya Penanggulangan
sehingga banyak kasus yang tidak diproses Konflik
sampai kemeja hukum. Keefektifan upaya penanggulangan
Menurut keterangan masyarakat terhadap konflik gajah dapat dilihat dari
mereka enggan berurusan dengan pihak keberhasilan masyarakat dalam mengusir
pemerintah dalam kasus kematian gajah, atau menghalangi kedatangan satwa gajah,
karena mereka merasa bahwa pemerintah sehingga gajah pergi dan tidak datang lagi
hanya respon terhadap kasus kematian ke kebun masyarakat.
gajah. Adapun jika terjadi korban dari Berdasarkan hasil wawancara kepada
pihak manusia seperti: luka-luka, 30 orang responden 22 diantaranya
meninggal dunia atau menderita kerugian, (73,33%) menyatakan bahwa parit gajah
pemerintah cenderung tidak begitu tegas adalah upaya paling efektif dalam
dalam menyikapinya. menanggulangi kedatangan gajah
meskipun parit gajah ini hanya bertahan 2-
Berbagai Upaya Penanggulangan 3 tahun. Penyebab parit gajah tidak
Konflik Gajah-Manusia bertahan lama karena lama-kelamaan parit
Upaya penanggulangan gajah yang tersebut mengalami pendangkalan, baik
dilakukan masyarakat biasanya masih karena erosi akibat hujan maupun karena
bersifat tradisional dan hanya bersifat ulah gajah yang sengaja mendangkalkan
sementara. Upaya penanggulangan ini parit tersebut.
dilakukan dengan tujuan untuk menakut- Upaya penanggulangan konflik yang
nakuti gajah agar gajah pergi dari lokasi paling tidak efektif adalah dengan api
gangguan, hal ini dilakukan masyarakat unggun.Berdasarkan hasil wawancara yang
untuk mempertahankan lahan dilakukan kepada 30 orang responden 22
pertanian/perkebunan miliknya diantaranya atau sebanyak 73,33%
(Septiwanti, 2004). menjawab bahwa penggunaan api unggun
Berdasarkan hasil penelitian paling tidak ektif untuk mengusir
diketahui bahwa upaya untuk kedatangan gajah. Upaya ini dinilai tidak
menanggulangi konflik gajah telah efektif karena hanya dilakukan di areal
dilakukan baik oleh pemerintah, yang dianggap menjadi titik perlintasan
perusahaan maupun masyarakat. Upaya gajah. Luasnya lahan masyarakat
penanggulangan konflik yang telah menyebabkan gajah dapat masuk ke
dilakukan selama ini misalnya dengan kebun/lahan melalui titik yang aman dari
pengusiran, baik pengusiran dengan api unggun. Menurut masyarakat saat ini
metode Flying Squad, pengusiran dengan gajah sudah mulai tidak takut terhadap api
petasan,patroli rutin, penggunaan api unggun, bahkan menurut Umar kawanan
unggun, pembuata parit gajah, pagar listrik gajah berani berada di dekat api unggun
(Elektric Fencing)dan pengusiran dengan yang dibuat oleh masyarakat. Selain itu
kata-kata. bahan bakar yang terbuat dari ban bekas
Berbagai upaya penanggulangan menjadikanya cepat habis sehingga api
terhadap konflik telah dilakukan, namun cepat padam.
pada saat musim kedatangan gajah, lahan
masyarakat dan perusahaan selalu saja

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Nilai Kerugian Ekonomi dilakukan penaksiran terhadap kerusakan\
Berdasarkan hasil penelitian yang yang mereka alami. Selain itu masyarakat
dilakukan diketahui bahwa ada dua juga tidak mencatat waktu saat gajah
macam kerugian akibat adanya Konflik datang dan merusak tanaman maupun
Gajah-Manusia di Desa Petani dan Desa pondok rumah mereka.
Balai Makam. Kerugian dalam penelitian Tingkat kerusakan yang diderita
ini terdiri dari kerugian langsung dan masyarakat akibat gangguan gajah tidak
kerugian tidak langsung. sama. Sesekali gajah hanya lewat saja, atau
hanya memakan sebagian kecil tanaman
Kerugian tidak Langsung dan ada pula gajah yang benar-benar
Kerugian ekonomi tidak langsung bertahan lama di lahan tertentu milik
merupakan nilai kerugian dalam jangka masyarakat. Hasil wawancara yang
panjang yang ditimbulkan akibat adanya dilakukan menunjukkan bahwa sebanyak
konflik yang terjadi, seperti rusaknya 66,66% atau 20 dari 30 respon den
fasilitas petani dalam usaha pertaniannya menilai bahwa saat datang gajah selalu
seperti pondok dan rumah mereka yang menyebabkan kerusakan.
berada di lahan pertanian, rusaknya
berbagai metode penanggulangan yang Nilai Kerugian Vegetasi/Tanaman
diterapkan sehingga untuk membuatnya Adapun vegetasi tanaman yang
kembali membutuhkan biaya. Rusaknya dirusak oleh satwa gajah antara lain
pondok dan rumah masyarakat adalah: kelapa sawit, ubikayu, kacang
meyebabkan mereka tidak maksimal dalam tanah, tanaman karet dan sayuran. Umur
menggarap lahan pertaniannya sehingga dari setiap tanaman yang dirusak gajah
akan berdampak terhadap hasil dari usaha tidak sama, yakni antara 0-0,5 tahun, 1
pertaniannya. Luka atau meninggalnya tahun, dan 3 tahun. Nilai kerugian yang
seorang kepala rumah tangga sehingga ai diderita masyarakat adalah mencakup
idak dapat memenuhi kebutuhan hidup biaya-biaya yang dikeluarkan oleh
keluarganya. Selain itu kerugian tidak masyarakat dalam usaha pertaniannya
langsung juga meliputi kerugian akibat yang meliputi: biaya pembelian bibit,
akibat kematian gajah yang tidak dapat pengolahan tanah, pemupukan, upah
terhitung nilai kerugiannya. penanaman, upah pemanenan dan
sebagainya.
Kerugian Langsung Tabel 6. Nilai kerugian Vegetasi/Tanaman
Luas
Kerugian ekonomi langsung Jenis Nilai Kerugian
No Kerusakan
Tanaman (Rp)
merupakan nilai kerugian ekonomi akibat (Ha)
1 Kelapa Sawit 20,1 55.673.500,-
Konflik Gajah-Manusia yang dapat dilihat 2 Karet 7 27.825.000,-
kerusakannya dan dapat dihitung ataupun 3 Ubi Kayu 4,75 18.039.700,-
4 Lain-Lain 2 5.950.000,-
ditaksir nilai kerugiannya. Kerugian Jumlah 33,85 106.714.200,-
ekonomi langsung merupakan nilai Sumber: Data Olahan, 2014
kerugian yang diderita masyarakat
terhadap berbagai kerusakan baik tanaman, Nilai Kerugian Pondok dan Rumah
pondok maupun rumah yang dapat ditaksir Berdasarkan hasil penelitian
nilainya. diketahui bahwa nilai kerugian terhadap
Secara umum masyarakat tidak kerusakan pondok dan rumah akibat
mengetahui secara tepat berapa jumlah serangan gajah selama tahun 2013 ditaksir
kerugian yang dideritanya karena mereka mencapai Rp 13.300.000,-. Nilai kerugian
tidak pernah mencatat berapa kerugian ini mencakup nilai kerugian bahan baku
yang mereka alami dalam setiap kasus dan tenaga kerja yang digunakan dalam
perusakan yang dilakukan oleh gajah. pembuatan pondok/rumah masyarakat
Untuk menghitung nilai kerugian ini maka tersebut. Adapun bahan baku yang

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


digunakan seperti: bahan baku, seng, kayu, 3. Adanya upaya masyarakat untuk terus
papan, paku dan sebagainya. meningkatkan perekonomian dengan
Jumlah kerugian yang diderita membuka lahan.
masyarakat pemilik pondok dan rumah
tidak sama, karena tingkat keparahan Keinginan Masyarakat
terhadap kerusakan berbeda-beda setiap Berdasarkn hasil penelitian yang
pondok. Kerusakan terparah dengan nilai dilakukan diketahui bahwa upaya
kerugian terbesar diderita oleh Ucok penanggulangan yang dilakukan
Sitompul, dengan besar kerugian adalah masyarakat selama ini belum mampu
Rp 7.000.000,-. Adapun kerusakan menyelesaikan konflik untuk jangka
teringan dengan nilai kerugian terkecil panjang. Upaya penanggulangan yang
diderita oleh Purba, dimana pondok dilakukan masyarakat selama ini hanya
miliknya yang berada ditengah kebun ubi bersifat sementara dan seakan hanya
kayu sedikit rusak pada bagian dindingnya. menghabiskan biaya dan tenaga.
Pandangan masyarakat terhadap
Resolusi Konflik berbagai upaya penanggulangan yang
Resolusi konflik ini diberikan dinilai tidak berhasil ini sesuai dengan
dengan mempelajari dan memahami hasil penelitian Hasanah dkk (2012) di
kondisi konflik yang ada saat ini, terutama sekitar Taman Nasional Gunung Leuser,
di kawasan sekitar SM Balai Raja. Hal-hal yang menyatakan bahwa masyarakat
yang menjadi pertimbangan untuk beranggapan teknik penanganan yang
merumuskan resolusi konflik antara lain: digunakan untuk mengusir atau menghalau
pandangan masyarakat, pihak perusahaan kedatangan satwa liar ke ladang belum ada
dan pihak pmerintah (BBKSDA dan yang berhasil. Hal ini berarti walaupun
WWF-Riau) terhadap gajah dan sudah ada penanggulangan yang dilakukan
permasalahannya, berbagai upaya tetapi satwa liar tetap masuk ke ladang
penanggulangan Konflik Gajah-Manusia masyarakat. Sifat penanganan yang
yang telah dilakukan serta bagaimana digunakan oleh masyarakat masih bersifat
keberhasilannya. Rekomendasi sementara, karena semua teknik
penyelesaian konflik yang diberikan penanganan yang dilakukan belum
diharapkan mampu membantu semua sepenuhnya dapat mengusir satwa liar
pihak dalam upaya penyelesaian terhadap yang masuk dan tidak membuat konflik
Konflik Gajah-Manusia terutama untuk antara satwa liar dengan petani berakhir.
jangka panjang. Berdasarkan wawancara yang
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada 30 orang responden,
dilakukan dengan mempelajari pendapat diketahui bahwa sebanyak 25 orang dari
masyarakat, kasus-kasus konflik gajah 30 responden atau sebesar 83,34%
yang terjadi dan informasi dari pihak menyatakan bahwa sebaiknya solusi
pemerintah, maka disimpulkan ada terhadap permasalahan gajah adalah
beberapa hal mendasar yang menjadi dengan memindahkan/merelokasi gajah ke
pokok permasalahan sehingga daerah yang lebih sesuai. Septiwanti
menyebabkan Konflik Gajah-Manusia di (2004), menyatakan bahwa di Desa Sungai
sekitar kawasan SM Balai Raja belum Dua Indah dan Desa Rambah Hilir Timur
terselesaikan hingga saat ini. Pokok Kabupaten Rokan Hulu, sebanyak 94,85%
permasalahan tersebut antara lain sebagai dari masyarakat yang diwawancarai
berikut: menyatakan bahwa untuk jangka panjang
1. Gajah merupakan satwa yang memiliki upaya yang efektif dalam menanggulangi
daerah jelajah yang tetap dan luas gangguan gajah adalah dengan cara
2. Adanya tumpang tindih menangkap dan memindahkan gajah ke
penggunaan/pemanfaatan lahan. habitat yang sesuai.

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Berdasarkan hasil penelitian yang satu ekor gajah liar membutuhkan biaya
dilakukan diketahui bahwa sebenarnya sebesar Rp. 24.227.500,-.
masyarakat sadar tentang konflik gajah 2. Lokasi yang menjadi tujuan
terjadi adalah akibat ekosisitem hutan yang pemindahan.
menjadi habitat gajah telah rusak/habis. 3. Keselamatan gajah dan juga manusia.
Hal ini didukung dengan hasil wawancara
yang dilakukan kepada masyarakat dimana Rekomendasi Penyelesaian Konflik
sebanyak 70% responden menyatakan Gajah-Manusia
bahwa kedatangan gajah ke lahan mereka Berdasarkan pertimbangan terhadapa
adalah akibat hutan yang telah habis. Permenhut No. P.48/Menhut-II/2008,
Selain itu masyarakat juga menyadari maka konflik gajah di Kecamatan Mandau
bahwa sebenarnya manusia yang bersalah harus dipandang secara lansekap. Pada
karena gajah lebih dulu ada di lokasi dasarnya gajah yang datang ke lahan
tempat mereka tinggal dari pada mereka. masyarakat merupakan gajah yang ada di
Saat ini masyarakat hanya berharap pihak Kantong Gajah Balai Raja yang
pemeritah memberikan bantuan atau ganti wilayahnya berada di beberapa desa.
rugi terhadap tanaman masyarakat yang Untuk itu perlu adanya kerjasama dan
dirusak saat kawanan gajah datang. komitmen berbagai pihak baik Pemda,
BBKSDA, Perusahaan, dan juga
Pertimbangan Terhadap Keinginan masyarakat dalam memahami pokok
Masyarakat permasalahan yang sebenarnya terjadi.
Hasil penelitian ini menunjukkan Upaya penyelesaian Konflik Gajah-
bahwa sebanyak 83,34% responden yang Manusia diharapkan tidak hanya pada
diwawancarai memiliki pandangan bahwa wilayah yang sempit saja namun
solusi efektif untuk menanggulangi mencakup permasalahan gajah yang ada di
Konflik Gajah-Manusia adalah dengan sekitar kawasan SM Balai Raja.
memindahkan gajah tersebut ke tempat Berdasarkan hasil penelitian
yang lebih sesuai dengan habitatnya. terhadap Konflik Gajah-Manusia yang
Upaya pemindahan gajah dari lokasi terjadi dapat diketahui bahwa selalu terjadi
konflik ke lokasi lain dipandang efektif perusakan terhadap tanaman milik
dalam menyelesaikan Konflik Gajah- masyarakat akibat kedatangan gajah.
Manusia, namun demikian pemindahan Konflik ini terus terjadi karena terjadinya
tersebut dapat memungkinkan munculnya penyempitan dan terfragmentasinya habitat
konflik baru di lokasi dimana gajah gajah akibat adanya perluasan kebun elapa
dipindahkan, mengingat gajah adalah sawit yang dilakukan masyarakat.
satwa dengan daerah jelajah yang sangat Berbagai upaya penanggulangan telah
luas dan satwa yang memiliki adaptasi dilakukan baik oleh masyarakat,
yang lama. Selain itu pemindahan gajah perusahaan maupun pemerintah namun
bukanlah hal yang mudah untuk tidak dapat menyelesaikan konflik dalam
dilakukan,selain membutuhkan tenaga ahli jangka panjang, untuk itu perlu
juga membutuhkan biaya operasional yang dirumuskan sebuah rekomendasi baru
sangat besar. dalam upaya penyelesaian Konflik Gajah-
Ada beberapa hal yang menjadi Manusia di Desa Petani dan Desa Balai
pertimbangan dalam upaya pemindahan Makam serta daerah sekitarnya.
gajah yakni: Adapun rekomendasi penyelesaian
1. Biaya operasional pemindahan gajah Konflik Gajah-Manusia yang dapat
cukup tinggi. Menurut (Dephut, 1999), diberikan antara lain sebagai berikut:
upaya penangkapan dan pemindahan 1. Adanya kesadaran bersama terhadap
gajah juga memakan biaya yang sangat hukum dan status satwa gajah yang
besar, dimana untuk penanggulangan merupakan satwa yang dilindungi dan

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


statusnya sangat kritis di alam. menyerang/melukai masyarakat dan
Masyarakat atau pihak manapun masyarakat melukai/membunuh gajah.
diharapkan untuk tidak melakukan 2. Upaya penanggulangan konflik yang
upaya pembunuhan terhadap satwa dilakukan masyarakat selama ini belum
gajah dalam upaya penanggulangan berhasil menanggulangi gangguan gajah
konflik. terutama untuk jangka panjang. Upaya
2. Adanya kesadaran bersama untuk dapat penanggulangan gangguan gajah yang
mengembalikan fungsi kawasan SM banyak dilakukan masyarakat selama
Balai Raja khususnya daerah-daerah ini hanya bersifat sementara, yakni
yang menjadi wilayah jelajah gajah. dengan cara-cara pengusiran dan
Diharapkan agar tidak adanya pembuatan halangan fisik. Kawanan
pemanfaatan lain oleh pihak manapun, gajah masih saja mendatangi
baik untuk pemukiman, usaha perkebunan masyarakat meski berbagai
pertanian/perkebunan maupun usaha upaya penanggulangan telah dilakukan.
lainnya di daerah jelajah gajah. Adapun 3. Nilai kerugian ekonomi di Desa Petani
pemukiman masyarakat yang berada di dan Desa Balai Makam akibat Konflik
daerah jelajah gajah hendaknya Gajah-Manusia terdiri dari kerugian
direlokasi ke daerah yang lebih aman tidak langsung dan kerugian langsung.
(di luar daerah jelajah gajah). Kerugian tidak langsung merupakan
3. Adanya dana kompensasi yang nilai kerugian ekonomi dalam jangka
diberikan pemerintah kepada panjang yang diakibatkan oleh adanya
masyarakat sebagai upaya ganti rugi Konflik Gajah-Manusia. Nilai kerugian
khususnya mereka yang menderita ekonomi langsung merupakan nilai
kerugian yang parah akibat perusakan kerugian yang dapat langsung dihitung
oleh satwa gajah. berdasarkan kerusakan yang terjadi.
4. Usaha dalam pengendalian gangguan Kerugian langsung ditaksir mencapai
satwa liar terhadap komoditas pertanian Rp. 120.014.200,-. Kerugian tersebut
yang ditanam masyarakatdapat terdiri dari kerugian tanaman/vegetasi
dilakukan dengan penempatan lokasi sebesar Rp. 106.714.200,- dan kerugian
tanam di luar daerah jelajah aktif gajah pondok serta rumah masyarakat sebesar
dan berupaya menanam jenis-jenis Rp. 13.300.000,-.
komoditas yang tidak disukai oleh gajah
namun bermanfaat bagi petani. Saran
5. Untuk jangka penjang penyelesaian Perlu adanya penegasan hukum terhadap
Konflik Gajah-Manusia dapa dilakukan status kawasan SM Balai Raja dan upaya
dengan pengelolaan habitat gajah, yakni pengelolaan habitat gajah.
dengan meningkatkan daya dukung
terhadap pakan gajah dengan cara DAFTAR PUSTAKA
memperkaya plasmanutfah yang dapat
mencukupi kebutuhan pakan bagi gajah. Balai Besar Konservasi Sumber Daya
Alam (BKSDA) Riau dan
KESIMPULAN DAN SARAN Yayasan WWF Indonesia. 2006.
Protokol Pengurangan Konflik
Kesimpulan Gajah Sumatera di Riau.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pekanbaru
maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Tipologi Konflik Gajah-Manusia yang
ada di lokasi penelitian antara lain:
gajah merusak tanaman, gajah merusak
pondok dan rumah masyarakat, gajah

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Balai Besar Konservasi Sumber Daya Mardiastuti, A dan Y. A Mulyani. 2013.
Alam (BBKSDA) Riau. 2011. Pengelolaan Keanekaragaman
Data Statistik Gangguan Satwa Hayati. Modul Pelatihan.
Liar Gajah, Harimau dan Direktorat Perencanaan dan
Beruang Tahun 2006- Evaluasi Pengelolaan DAS
2010.Direktorat Jenderal Kementerian Kehutanan. Jakarta
Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam. Kementerian Moestrup, S. F. Harum, Sunjaya, E.
Kehutanan. Pekanbaru Purwanto, U.S. Irawan, H.
Gunawan, A.A. Digdo, A.
Departemen Kehutanan. 1999. Standar Wijayanto, A. Rahman, N. Idris,
Biaya dan Kegiatan Direktorat Y. Adhiguna, I. Lestari. 2012.
Jenderal Perlindungandan Manual Pelatihan Pengelolaan
Konservasi Alam Tahun Sumber Daya Alam untuk
Anggaran 2000/2001. Direktorat Masyarakat Pedesaan. Buku
Jenderal Perlindungan dan panduan. Jakarta
Konservasi Alam. Jakarta
Poerwandari, P. 1998. Metode Penelitian.
Febriani, R. 2009. Pemetaan Daerah Institut Pertanian Bogor. Bogor
Rawan Konflik Gajah Press.
Menggunakan Sistem Informasi
Geografis di Taman Nasional Purnama, D. 1994. Kajian Tentang
Gunung Leuser. Skripsi. Masalah Gangguan Gajah
Fakultas Pertanian. Universitas (Elephas maximus sumatranus
Sumatera Utara. Medan (Tidak Temmink) dan
Dipublikasikan) Penanggulangannya di
Kabupaten Aceh Utara Provinsi
Hasanah, WH. P, Pratana dan Y, Daerah Istimewa Aceh. Sekolah
Afifuddin. 2012. Mitigasi Tinggi Ilmu Kehutanan Perguruan
Konflik Satwa Liar dengan Tinggi Islam. Banda Aceh
Masyarakat di Sekitar Taman
Nasional Gunung Leuser (Studi Ramono, W.S. 2000. Gajah Sumatera
Kasus Desa Timbang Lawan dan Permasalahannya. Dalam
dan Timbang Jaya Kecamatan Prosiding Lokakarya Konservasi
Bahorok Kabupaten Langkat). Gajah Sumatera. 24-25 April
Fakultas Pertanian, Universitas 2000. Cisarua. Bogor
Sumatera Utara. Medan
Septiwanti. 2004. Kajian Masalah
Jogasara, F.A. 2011. Analisis Faktor- Gangguan Gajah Sumatera
Faktor Yang Mempengaruhi (Elephas maximus sumatranus)
Intensitas Konflik Antara dan Penanggulangannya di
Gajah dengan Manusia di Kabupaten Rokan Hulu.
Kecamatan Mandau dan Skripsi. Fakultas Kehutanan
Kecamatan Pinggir Kabupaten Universitas Lancang Kuning.
Bengkalis. Thesis Program Pasca Pekanbaru (Tidak
Sarjana. Fakultas Pertanian Dipublikasikan)
Universitas Riau. Pekanbaru
(Tidak Dipublikasikan)

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014


Singarimbun, F. 1995. Metode Penelitian.
Bogor Press. Institut Pertanian
Bogor. Bogor

Suhandri, W. Sukmatoro, Samsuardi, H.


Rusiano, K. Yulianto. 2011.
Analisa Konservasi Gajah
Sumatera di Kantong Balai
Raja (Blok Libo), Kabupaten
Bengkalis Provinsi Riau. Jurnal
WWF-Indonesia dan BBKSDA-
Riau. Volume 5: 3-4.

Susetyowati, A. B. 1987. Pedoman


Pemeliharaan Gajah di Pusat
Latihan Gajah Way Kambas.
Balai Konservasi Sumberdaya
Daya Alam II. Sub Balai
Konservasi Sumber Daya Alam
Way Kambas.

Yoza. D. 1995. Dampak Perkebunan


Kelapa Sawit terhadap
Keanekaragaman Jenis Burung
di PT. Ramajaya Pramukti
Kabupaten Kampar. Skripsi.
Fakultas Kehutanan Universitas
Gajah Mada. Yogyakarta (Tidak
Dipublikasikan)

______, 2003.Inventarisasi, Identifikasi


dan Keanekaragaman Jenis
Satwa Liar di Tahura SSH.
Laporan Penelitian Bekerjasama
dengan Dinas Kehutanan Provinsi
Riau. Pekanbaru

_______, 2009. Pemetaan Sebaran


Gajah di Areal Konsesi PT.
Chevron Pacific Indonesia.
Laporan Penelitian Bekerjasama
dengan PT. Chevron Pacific
Indonesia. Pekanbaru

Jom Faperta Vol.1 No 2 Juli 2014

You might also like