Professional Documents
Culture Documents
Salah satu bentuk kawasan konservasi yang sangat dikenal ialah cagar alam (nature
sanctuary) yang memiliki fungsi kawasan perlindungan terhadap seluruh komponen
ekosistem, baik flora, fauna, maupun habitatnya dan semua proses dibiarkan
berlangsung secara alamiah. Oleh karena itu, di dalam kawasan cagar alam tidak
dibolehkan melakukan aktivitas manusia yang dapat mengganggu proses ekologis
yang sedang berlangsung (Anonim, 1998).
28
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 29
Kawasan hutan ini juga berada di tepi jalan raya, bahkan dibelah jalan, sehingga
sangat mudah untuk dilewati oleh setiap orang baik dengan menggunakan kendaraan
maupun jalan kaki. Kondisi pagar kawat berduri yang terdapat di kawasan hutan saat
ini banyak yang rusak dan hilang dan pintu masuk ke dalam kawasan yang kurang
dijaga ketat oleh petugas kehutanan, menyebabkan masyarakat di sekitar kawasan
masih bebas untuk keluar masuk hutan setiap hari. Kondisi ini bisa saja menjadi
gangguan bagi kelestarian hutan untuk masa yang akan datang.
Potensi flora dan fauna yang ada di kawasan hutan ini merupakan asset deposito
bagi kelangsungan hidup masyarakat sekitar hutan, terutama kayu bakar, aren/enau,
humus dan sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Selain itu, hampir
sebagian besar hamparan lahan yang ada di sekitar kawasan CAMP digunakan untuk
lahan pertanian yang diusahakan dengan intensif.
Pembinaan daerah penyangga dilakukan dengan pemberian bibit kopi pada
tahun 2002 untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga mengurangi
ketergantungan kepada CAMP. Selanjutnya dilakukan penanaman tanaman jalur
batas pada tahun 2003 dan pemeliharaan tanaman jalur batas dengan tanaman
pinang pada tahun 2004 untuk menjaga batas-batas kawasan, sehingga keutuhan
kawasan tetap terjaga (Anonim, 2006a). Namun, pemerintah masih khawatir bahwa
seluruh aktivitas masyarakat yang terdapat di sekitar kawasan dapat menyebabkan
fungsi CAMP sebagai kawasan perlindungan terhadap seluruh komponen ekosistem,
baik flora, fauna, maupun habitatnya menjadi terganggu dan terancam, sehingga
menyebabkan degradasi kekayaan alam secara langsung dan tidak langsung.
Sesuai dengan hasil penelitian Laksono dkk. (2001) tentang masyarakat Arfak
dan konsep konservasi dinyatakan bahwa setelah dijadikannya kawasan hutan
sebagai cagar alam justru membatasi aktivitas masyarakat di hutan dalam
pemenuhan kebutuhan hidup. Persepsi masyarakat tentang hutan yang telah tertanam
di dalam benak mereka sejak dahulu dipaksa diubah dengan adanya pengklaiman
kawasan hutan sebagai hutan negara.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi dan respon masyarakat
sekitar kawasan terhadap pelestarian CAMP; pihak-pihak yang telah berpartisipasi
dalam pelestarian CAMP dan bentuk serta intensitas partisipasinya yang telah
dilakukan selama ini; serta merumuskan alternatif upaya pengelolaan CAMP ke arah
kolaborasi.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di kawasan CAMP yang secara administratif
pemerintahan terletak di Desa Purba Tongah dan Kelurahan Tiga Runggu
Kecamatan Purba, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan
administratif pengelolaan hutan konservasi, kawasan cagar alam ini terletak di
bawah pengelolaan bidang Konservasi Sumberdaya Alam Wilayah I yang
berkedudukan di Kabanjahe, Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Sumatera
Utara.
Pemilihan responden untuk wawancara dilakukan secara purposif (purposive
sampling) yang terdiri dari pemuda (<40 tahun), perempuan, kepala keluarga, LPM
(lembaga pemberdaya masyarakat), kelompok tani, LSM (lembaga swadaya
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 31
masyarakat) dan informan kunci (kepala desa, sekretaris desa, tokoh adat
masyarakat dan kaur). Responden penting lainnya adalah para stakeholder (institusi
pemerintah/swasta, lembaga sosial dan individu) yang terkait kepentingannya
terhadap kawasan CAMP. Analisis data yang digunakan adalah metode Skala Likert,
Participation-Empowerment Index dan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats).
setahun sebesar 2.194 mm dan rata-rata hari hujan setahun sebanyak 125 hari
(Anonim, 2006a). Rata-rata suhu maksimum adalah sebesar 21,7°C dan rata-rata
suhu minimum 14,7°C.
Komposisi jenis tumbuhan yang hidup di cagar alam ini didominasi oleh pohon
meranti. Jenis fauna yang ada dalam kawasan ini antara lain kambing hutan
(Capricornis sumatrensis) meskipun populasinya sangat sedikit, namun daerah ini
merupakan home range. Jenis satwa yang paling banyak terdapat di kawasan ini
adalah monyet (bodat) dan kera yang sering turun ke ladang penduduk memakan
buah tanaman.
Desa Purba Tongah dan Kelurahan Tiga Runggu merupakan desa yang
berbatasan langsung dengan kawasan CAMP. Berdasarkan data demografi, jumlah
penduduk pada kedua desa/Nagori/kelurahan lokasi penelitian adalah 7.465 jiwa.
Jumlah penduduk asli paling dominan di lokasi penelitian ini yaitu mencapai 67,5%
di Kelurahan Tiga Runggu dan 75% di Desa Purba Tongah. Penduduk asli tersebut
adalah suku Batak Simalungun, sedangkan suku pendatang di lokasi penelitian ini
adalah Batak Toba, Batak Karo, Jawa, Nias dan Batak Pak-pak.
Persepsi kelompok wanita terhadap pelestarian CAMP memiliki skor rata-rata yang
sama dengan persepsi kelompok minat, yaitu sebesar 7,40. Hal ini menunjukkan
kelompok wanita memiliki pemahaman dan pengetahuan tentang pelestarian hutan
yang sama baik dengan kelompok minat.
yang dibantu oleh sekretaris desa dan kaur desa harus mensukseskan setiap program
pembangunan yang ada di wilayahnya. Sementara tokoh adat/masyarakat sebagai
panutan masyarakat yang memiliki kharismatik kepada masyarakat perlu dilibatkan
dalam berbagai program pembangunan, guna memperoleh dukungan dari
masyarakat dalam mensukseskan setiap program pembangunan. Fungsi dan
intensitas partisipasi unsur masyarakat ditampilkan pada Gambar 1.
Gambar 1. Persentase Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Keseluruhan Pemimpin Desa Purba
Tongah dan Kelurahan Tiga Runggu
Tabel 1. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Pemimpin dalam Pelestarian
Cagar Alam Martelu Purba
Gambar 2. Persentase Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Keseluruhan Kelompok Minat Desa
Purba Tongah dan Kelurahan Tiga Runggu
Tabel 2. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Kelompok Minat dalam
Pelestarian Cagar Alam Martelu Purba
2 (17%) responden terlibat pada fungsi partisipasi pelaksanaan, yang mana 4 (45%)
responden terlibat pada intensitas partisipasi informasi dan 3 (33%) responden
terlibat pada intensitas partisipasi pengendalian total. Jumlah dan persentase
responden yang tidak terlibat pada fungsi dan intensitas partisipasi adalah sebanyak
11 orang (61%). Penjelasan ini dapat dilihat dalam bentuk diagram pada Gambar 3.
Gambar 3. Persentase Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Kelompok Rumah Tangga Desa
Purba Tongah dan Kelurahan Tiga Runggu
Tabel 3. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Kepala Keluarga dalam
Pelestarian Cagar Alam Martelu Purba
Gambar 4. Persentase Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Wanita Desa Purba Tongah dan
Kelurahan Tiga Runggu
Tabel 4. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Wanita dalam Pelestarian
Cagar Alam Martelu Purba
Gambar 5. Persentase Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Pemuda Desa Purba Tongah dan
Kelurahan Tiga Runggu
Tabel 5. Fungsi dan Intensitas Partisipasi Unsur Masyarakat Lokal Pemuda dalam Pelestarian
Cagar Alam Martelu Purba
a. Tiga strategi yang berkaitan dengan aspek kelola kawasan, yaitu pemantapan
kawasan CAMP, dokumentasi dan publikasi CAMP dan pengembangan zonasi.
b. Dua strategi yang berkaitan dengan aspek kelembagaan dan ketersediaan dana,
yaitu mengembangkan forum kerjasama dan usulan anggaran dana kepada
Pemda.
c. Satu strategi yang berkaitan dengan aspek kelola usaha bagi masyarakat.
d. Dua strategi yang berkaitan dengan aspek lingkungan sosial, yaitu intensifikasi
sosialisasi dan intensitas pengawasan tinggi.
e. Satu strategi yang berkaitan dengan aspek pembangunan infrastruktur.
Cagar Alam Martelu Purba merupakan salah satu contoh kawasan hutan suaka
alam. Berdasarkan Anonim (2004), bahwa kolaborasi pengelolaan CAMP adalah
proses kerja sama yang dilakukan oleh para pihak yang bersepakat atas dasar
prinsip-prinsip saling menghormati, saling menghargai, saling percaya dan saling
memberikan kemanfaatan tanpa harus mengubah status CAMP sebagai kawasan
40 Simanjuntak dkk. (2011). Persepsi, Respon dan Partisipasi Masyarakat
Saran
Berdasarkan hasil analisis data maka dapat diajukan beberapa hal penting yang
merupakan saran-saran, yaitu: perlu dibentuk forum kerja sama antara berbagai
pihak dalam merumuskan pengelolaan kolaboratif, sehingga program pelestarian
CAMP dapat berjalan lancar. Perlu adanya peningkatan sosialisasi termasuk
informasi tentang penetapan status kawasan CAMP guna meningkatkan
pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pelestarian human, sehingga pada
akhirnya masyarakat sekitar secara sukarela ikut bertanggung jawab dalam
melestarikan CAMP. Perlu diadakan penyusunan program kerja yang melibatkan
JURNAL KEHUTANAN TROPIKA HUMIDA 4 (1), APRIL 2011 41
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1998. Peraturan Pemerintah No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam. Sekretaris Kabinet RI Kepala Biro Hukum dan Perundang-
Undangan, Jakarta.
Anonim. 2002. Rencana Pengelolaan Cagar Alam Martelu Purba, Kabupaten Simalungun,
Sumatera Utara. BKSDA Sumut II. Departemen Kehutanan Republik Indonesia,
Medan.
Anonim. 2004. Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.19/Menhut-II/2004 tentang
Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. Menteri
Kehutanan, Jakarta.
Anonim. 2006a. Kawasan Cagar Alam Martelu Purba. Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam. BKSDA Sumut II. Departemen Kehutanan Republik
Indonesia. Medan.
Anonim. 2006b KBUA Perpustakaan Emil Salim. 2006. Ringkasan Berita Hari Ini
(20/02/2006). Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
http://www.menlh.go.id/home/
Darwo. 2001. Evaluasi Pertumbuhan Tanaman Meranti Batu (Shorea piatyclados V.Sl.)
Umur 50 Tahun di Cagar Alam Martelu Purba, Sumatera Utara. Dalam: Ringkasan
Hasil-hasil penelitian Balitbanghut Tahun 2001. Konifera No. 1 h 1926.
www.dephut.go.id/INFORMASI/LITBANG/.../ringkas.htm-Tembolok- Mirip.
Djajoesman. 1982. Salinan Laporan Hasil Penelitian Riap Pertumbuhan Tahunan Meranti
(Shorea spp.) di Human Purba Tongah. Balai Penelitian Kehutanan Sumatera Aek Nauli
Sumatera Utara.
Laksono, P.M.; A. Rianty; B.A. Hendrijani; A. Mandacan dan N. Mansoara. 2001. Igya Ser
Hanjop, Masyarakat Arfak dan Konsep Konservasi. Penerbit Kehati PSAP-UGM
YBLBC, Jogyakarta. 260 h.
Rimba, P. 2005. Cagar Alam Martelu Purba, Sekilas Tentang Hutan Tangkahan.
http://www.rimbaraya.blogspot.com/.