You are on page 1of 157

dr.

Gandi A Febryanto
dr. Anindya K Zahra
dr. Yuniantika
dr. Denise Utami P
dr. Yunanda Mutiara

Februari 2017
CONTENT :

Perinatologi Kardiologi Respirologi

Tropik
Imunologi Neurologi
Infeksi
PERINATOLOGY
Diagnosis neonatus-Kurva Lubchenco
UK 34 minggu = TBJ 1500-2800 gram
Setiap +/-1 minggu, +/-200 gram!

Kategori Berat badan


Berat lahir besar >4000 gr
Berat lahir cukup 2500-4000 gr
Berat lahir rendah <2500 gr
Berat lahir sangat rendah <1500 gr
Berat lahir ekstrim rendah ≤1000 gr
How to differentiate?
Characteristic Preterm At Term
Posture More relaxed, limbs more extended, More subcutaneous fat
body size smaller, head larger in tissues, rest in a more
proportion, lanugo is abundant flexed attitude
Ear Cartilages are poorly developed Cartilage well formed
Sole More rigid, fine wrinkles Deeply creased
Female genital Clitoris prominent, labia major gaping Fully developed
Male genital Scrotum less pendulous, minimal Testes both in scrotal sac,
ruggae, may develop UDT well developed
Scarf sign + Resisting attempt
Reflex response Sluggish or incomplete Well developed
Dubowitz
Score
New Ballard Score
Age = (2*score+120) /5)
Apgar Score

Asfiksia berat 0-3


Asfiksia sedang 4-6
Asfiksia ringan 7-9
Resusitasi
Neonatus
2010

2015
Algoritma
Resusitasi
Neonatus
IDAI 2015

Observasi LDJ dan usaha


napas tiap 60 detik
Setiap 60 detik
Tachypnea in Newborns
Hyalin Membrane Diseases
Radiographic features
Patophysiology Treatment
on plain Xray
• Neonatal respiratory • Diffuse ground glass • Surfactant
distress syndrome lungs with low intratracheal
(RDS), lung disease of volumes, bell shaped • Antenatal
prematurity, thorax kortikosteroid
surfactant deficiency • Bilateral and (prophylactic preterm
• Risk Factors: symmetrical air baby)
• Maternal diabetes bronchograms
• Greater • Hyperventilation if
prematurity patient is intubated
• Prenatal asphyxia  in a non ventilated
patients,
• Multiple gestations
hyperventilation
excludes diagnosis
Transient Tachypnea of Newborn
• respiratory disorder seen shortly after delivery in full-term or late
preterm babies
• Transient tachypnea of the newborn (TTN) is a self-limited disease,
but need supplemental oxygen or CPAP.
• Transient tachypnea is more likely to occur in babies who were:
1. Born before 39 weeks gestation
2. Delivered by C-section, especially if labor has not already
started
3. Born to a mother with diabetes
4. Partus presipitatus, fetal distress
• Newborns with transient tachypnea have breathing problems soon
after birth, most often within 1 - 2 hours and persist for 24-72 hours
• Symptoms include: cyanosis, rapid breathing, which may occur with
noises such as grunting and flaring nostrils or retractions.
Hyalin Membrane Transient Tachypneu of
Disease (HMD) Newborn (TTN)
• Defisiensi surfaktan • Wet lung, retained lung fluid
• Faktor risiko: prematur, ibu • Faktor risiko:
DM, prenatal asphyxia, prematur/aterm, SC, ibu DM
multiple gestasi • Xray: volume thorax
• Xray: bell-shaped thorax normal/↑, garis perihiler
(small volume), granular, prominent, cairan di fisura
retikular, air bronkogram (+) minor.
•Umumnya bayi post term, kecil
MAS masa kehamilan dengan kuku
panjang dan kulit terwarnai oleh
mekonium menjadi kuning
kehijauan dan terdapat mekonium
pada cairan ketuban.
•Cairan amnion berwarna kehijauan
dapat jernih maupun kental
•Tanda sindrom gangguan
pernafasan mulai tampak dalam 24
jam pertama setelah lahir.
•Kadang-kadang terdengar
ronchi pada kedua paru dan
mungkin terlihat empishema
atau atelektasis.
•Kesulitan benafas saat lahir
•Retraksi
•Takhipnea
•Sianosis
•Frekuensi denyut jantung rendah
sebelum dilahirkan
Lesi External Increases Cross Blood Specific Treatment
swelling Suture Loss

Caput Soft, pitting No Yes No No  Resolve within 1st week.


succadeneum
Subgaleal Firm, Yes Yes Yes monitored for coagulopathy,
hematome fluctuant hypotension, anemia, and
hyperbilirubinemia.
Cephal Firm, tense Yes No No No  Resolve within 2wk-3mo,
hematoma (may calcify treat hyperbilirubinemia.
and later
liquefy)
Sepsis Neonatorum
• Sindrom klinik penyakit sistemik akibat infeksi
yang terjadi pada satu bulan pertama kehidupan.
Mortalitas mencapai 13-25%
• Jenis :
– Early Onset = Dalam 3 hari pertama, awitan tiba-tiba,
cepat berkembang menjadi syok septik
– Late Onset = setelah usia 3 hari, sering diatas 1
minggu, ada fokus infeksi, sering disertai meningitis
• Tanda awal sepsis pada bayi baru lahir tidak
spesifik → diperlukan skrining dan pengelolaan
faktor risiko

Sepsis Neonatal. Pedoman Pelayanan Medis. Ikatan Dokter Anak Indonesia 2010.
Risk Factor

• Maternal fever (≥38oC saat persalinan)


• KPD > 24jam
• Foul smelling amnion

Diagnosis

• Klinis: 4 sistem @ >1 gejala


• KU: Tampak sakit, letargi, tak mau minum,
hipotermi/demam, sklerema/skleredema
• SCV: takikardia, edema, dehidrasi
• S. Resp.: dispnea, takipnea, sianosis
• SGI: muntah, diare, kembung, hepatomegali
• SSP: Letargi, iritabel, kejang, fontanele bulging (meningitis)
• Hematologi: ikterus, splenomegali, perdarahan,
leukopenia/leukositosis, rasio neutrofil imatur:total > 0,2 (IT rasio)
• Hasil kultur positif
• Darah, urin, CSF bila suspek meningitis -> lakukan LP pada anak < 12
bulan
Tata Laksana
Stabilisasi ABC

Antibiotik

• Ampicilin 50mg/kgBB tiap 6 jam + Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari


(sekali sehari), atau
• Ceftriaxon IV 80-100 mg/kgBB per hari selama 30-60 menit
• Jika tidak membaik lakukan kultur dan berikan antibiotik yg sesuai

Tangani penyakit penyerta/ komplikasi (kejang, gangguan


metabolik, gangguan hematologi, hiperbilirubin, dll)
Tetanus Neonatorum
Cause : bacterium Clostridium tetani.
Management of Neonatal Tetanus
• Intravenous fluids
• Enteric feeding
• Temperature control
• Respiratory support, including mechanical ventilation
and neuromuscular blockade
• Sedation and muscle relaxation, especially with high-
dose diazepam (20 to 40 mg/kg/day)
• Tetanus immune globulin 500 units, i.m, in divided doses
• Penicillin G 10,000 units/kg/day for 10 days
• Initial tetanus vaksin postponed 4-6 weeks after
antitoksin

27
Children with Down syndrome have multiple
malformations, medical conditions, and
Down Syndrome cognitive impairment because of the presence
of extra genetic material from chromosome 21
(trisomy 21)
Incidence 1:733
Spina
Bifida
Kurangnya asupan asam folat

Tubuh bagian bawah dapat


terkena dampaknya terutama
kaki, bladder, dan usus.

Gejala lain dapat berupa:


orthopedic deformities,
Hydrocephalus, Chiari II
malformation (structural
defects in the part of
the brain that controls
balance)

Biasanya di setinggi Lumbal


NEONATAL JAUNDICE
Bilirubin:
Tidak terkonjugasi /
Terkonjugasi / Direct Bil
Indirect Bil
• Tidak larut dalam air • Larut dalam air
• Berikatan dengan • Tidak larut dalam lemak
albumin untuk transport • Tidak toksik untuk otak
• Komponen bebas larut
dalam lemak
• Komponen bebas
bersifat toksik untuk
otak
Mengapa bayi mengalami ikterus pada minggu
pertama kehidupan?
• Meningkatnya produksi bilirubin
– Turnover sel darah merah yang lebih tinggi
– Penurunan umur sel darah merah
• Penurunan ekskresi bilirubin
– Penurunan uptake dalam hati
– Penurunan konjugasi oleh hati
– Peningkatan sirkulasi bilirubin enterohepatik

Ekskresi bilirubin membaik setelah 1 minggu


IKTERUS NON FISIOLOGIS

• Awitan terjadi sebelum usia 24 jam TOO EARLY


• Tingkat kenaikan > 5 mg/dl/24 jam
• Tingkat cutoff indirect
TOO HIGH
> 12 mg/dl pada bayi cukup bulan
> 14 mg/dl pada bayi prematur
• Ikterus bertahan 10-14 hari TOO LONG
• Direct bilirubin > 2 mg/dL
• Kramer 4-5
• Tanda-tanda penyakit lain
Complication  bilirubin  bilirubin ensefalopati

Acute

• Lethargy, poor feeding


• Irritability, high-pitched cry
• retrocollis and opisthotonos
• Apnea, seizures, coma

Chronic (Kernicterus)

• choreoathetoid cerebral palsy


• Gaze abnormality
• Auditory disturbances
• Dysplasia of the enamel of the
deciduous teeth
• MRI shows abnormalities of
globus pallidus or the
subthalamic nuclei, or both.

Kernicterus
Conjugated –

- Biliary atresia
- Neonatal hepatic
syndrome
Hemolytic disease as a cause of jaundice?
• Family history of hemolytic disease
• Bilirubin rise of >0.5 mg/dL/h
• Failure of phototherapy to lower serum bilirubin levels
• Ethnicity suggestive of inherited disease (e.g., glucose 6-
phosphate dehydrogenase deficiency)
• Onset of jaundice before 24 hours of age
• Reticulocytosis (>8% at birth, >5% during first 2-3 days,
>2% after first week)
• Changes in peripheral smear (microspherocytosis,
anisocytosis, target cells)
• Significant decrease in hemoglobin
• Pallor and hepatosplenomegaly
Definisi Inkompatibilitas
• Terjadi pada bayi golongan darah A
atau B dengan ibu O
ABO
• Isoantibodi pada golongan O
merupakan IgG yang dapat
menembus plasenta

Klinis
• Hemolisis signifikan terjadi <1%
• Jaundice, anemia,
hepatosplenomegaly (jarang)
• Sering muncul 24 jam pertama

Laboratorium
• Peningkatan retikulosit, eritroblast
• Coombs test direct  newborn
• Coombs test indirect  ibu
Hyperbilirubinemia in breast-fed infants
Breast-feeding Jaundice Breast-milk Jaundice
Onset During the first week of life After the first week of life
(early onset) (late onset)
Etiology Poor caloric intake and/or increased enterohepatic circulation of
dehydration  bilirubin as a result of the presence of
Weight loss >8-10% beta-glucuronidase in human milk and/or
Wet diapers<6x/day by day to the inhibition of the hepatic
3-4 glucuronosyl transferase by a factor such
Stool<4x/day by day 3-4 as free fatty acids in some human milk
Nursing<8x/day
Usual time of 3-6 days 5-15 days
peak bilirubin
Peak TSB >12 mg/dl >10mg/dl
Incidence 12-13% 2-4%
Temporary interruption of breastfeeding is rarely needed and is not recommended unless
serum bilirubin levels reach 20 mg/dL (340 µmol/L)
Kolestasis
Manifestasi
Bilirubin direk >1mg/dl bila bil.total • Ikterus tidak menghilang usia >3 minggu
<5mg/dl ; atau bilirubin direk >20% (bayi kurang bulan); atau >2 minggu
bila bil.total >5mg/dl (bayi cukup bulan)
• Urin berwarna lebih gelap
• Tinja pucat atau warna dempul (acholik)

Intrahepatik Ekstrahepatik

• Peningkatan • Peningkatan
SGOT/SGPT >10 kali, SGOT/SGPT <5 kali,
dengan peningkatan dengan peningkatan
gamma GT <5 kali gamma GT >5 kali
• Penyebab : proses • Penyebab tersering :
infeksi hepatoseluler, atresia bilier
kelainan
metabolik/endokrin
Jenis
• Fetal embryonic/Syndromic (10-35%)
• Post/Peri-natal/Non syndromic (65-90%)
Penunjang
• USG 2 fase
• Kolangiografi
Treatment
• Prosedur Kasai sebelum usia 8 minggu
Guideline for Intensive Phototherapy
Guideline for Exchange Transfusion
Penatalaksanaan
Terapi sinar Transfusi Tukar
Usia Bayi sehat Faktor Risiko* Bayi sehat Faktor Risiko*

mg/dL  mol/L mg/dL mol/L mg/dL  mol/L mg/dL mol/L

Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220

Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260

Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340

Hari 4 20 340 17 290 30 510 20 340


dst

* (American Academy of Pediatrics, Subcommittee on hyperbilirubinemia, Management of


hyperbil in NB, 2004)
PEDIATRIC CARDIOLOGY
Rheumatic Fever (Jones Criteria)
Required Major Criteria
Minor Criteria
Criteria (CaPoCES)
Carditis Fever

Polyarthritis migratory Arthralgia


Evidence of antecedent
Strep infection: ASO /
Chorea Previous RF or RHD
Strep antibodies / Strep
group A throat culture
Acute phase reactants:
Erythema marginatum
ESR / CRP

Subcutaneous Nodules Prolonged PR interval

1 Required Criteria + 2 Major Criteria + 0 Minor Criteria


1 Required Criteria + 1 Major Criteria + 2 Minor Criteria
Subcutaneous nodule

Erythema Marginatum
Penyakit Jantung Bawaan –Tanda Gejala
Acyanotic vs Cyanotic
Heart auscultation sites –punctum
maximum?
Congenital Heart Typical Heart Sounds
Disease
ASD S1 normal/mengeras, S2 split lebar dan menetap. Daerah
pulmonal terdengar murmur ejeksi sistolik akibat stenosis
pulmonal relatif
VSD Pansistolik murmur, bisa didahului early systolic click.
Punctum maximum di SIC III-IV LPS sinistra.
PDA Murmur kontinu pada SIC II-III LPS sinistra
ToF S1 normal, S2 tunggal. Murmur ejeksi sistolik di daerah
pulmonal akibat stenosis pulmonal.
Coarctasio Aorta
• Right to left shunt (cyanosis)
Hypoxemic spell  hallmark severe TOF “Tet Spell”
Muncul usia 4-6 bulan
Bayi  muncul saat menangis atau menetek
Anak  muncul saat bermain

Tanda :

• Sianosis/sianosis memburuk
• Sesak nafas
• Iritabel/syncope
• Murmur sistolik berkurang/hilang

Sianosis menghilang dengan jongkok/kneechest


position atau pemberian oksigen
Chest radiograph will show
oligaemic lung fields. The
cardiac silhouette may be normal
size, or enlarged (in the case
above, this was from right atrial
enlargement due to poor
communication between right
and left atria via a restricted
foramen ovale). Fistulae from the
right ventricle to the coronary
circulation may be present,
particularly if the right ventricle
and tricuspid valve are small.
GAGAL
JANTUNG
GAGAL JANTUNG
PEDIATRIC RESPIROLOGY
Sistem Skoring TB Anak

klinis

• Cut-off point: > 6  TERAPI


• Adanya skrofuloderma langsung didiagnosis TB
• Cara : Suntikkan
0,1 ml PPD
intrakutan di
bagian volar
lengan bawah.
Pembacaan 48-72
jam setelah
penyuntikan

 0 - 5 mm : negatif
 5 - 9 mm :
meragukan
 > 10 mm : positif

Bila Negatif:
1. Tidak ada infeksi TB
2. Masa inkubasi
3. Anergi
Diagnosis TB
Anak

©Bimbel UKDI MANTAP


Prinsip Pengobatan TB Anak

©Bimbel UKDI MANTAP


Terapi
• Fase Intensif : Kombinasi 3-5 OAT selama 2 bulan awal (2 RHZ)
• Fase Lanjutan : Kombinasi 2 OAT selama 4 bulan (4 RH)
TB secara 2 bulan gejala ↓  6 bulan  klinis baik (dan foto
skoring lanjut terapi thorax baik)  terapi selesai

Evaluasi

Evaluasi BTA sputum akhir fase intensif


TB BTA (+)
(2 bulan) seperti dewasa

Tidak
teratur Pemantauan TB
minum obat Tidak minum obat > 2 minggu
Fase Intensif atau > 2 bulan Fase
Lanjutan dan Gejala TB 
Anak
pengobatan ulang

Tidak minum obat < 2 minggu Fase


Intensif atau < 2 bulan Fase
Lanjutan dan Gejala TB 
pengobatan lanjut
©Bimbel UKDI MANTAP
Klasifikasi TB (ATS/CDC modified)

Kelas Kontak Infeksi Sakit Tindakan


(Tuberkulin)

0 - - - -
1 + - - Profilaksis I

2 + + - Profilaksis II

3 + + + terapi
Profilaksis Primer
• Mencegah Infeksi TB
• Kontak (+), Infeksi (-)  uji tuberkulin negatif
• Obat: INH 5 - 10 mg/kgBB/hari
• Selama kontak ada: kontak harus diobati
• 3-6 bulan
• Ulang uji tuberkulin:
– Negatif: berhasil, stop INH
– Positif: gagal, lacak apakah infeksi atau sakit ??
Profilaksis sekunder
• Mencegah sakit TB: paparan (?), infeksi (+), sakit (-)
• Uji tuberkulin positif
• Populasi risiko tinggi
– BALITA, Pubertas
– Penggunaan steroid yang lama
– Keganasan
– Infeksi khusus: campak, pertusis
• Obat: INH 5 - 10 mg/kgBB/hari
• Lama: 6-12 bulan
Wheezing on Children
Diagnosis Ciri

Asma -Riwayat wheezing berulang, kadang tidak berhubungan


 Hipersensiti dengan batuk pilek -> ada pencetus
fitas -hiperinflasi dinding dada
-Ekspirasi memanjang
-Berespon baik terhadap bronkodilator
-Riwayat keluarga dengan alergi
Bronkiolitis -Episode pertama Wheezing pada anak umur <2 tahun
 RSV -Hiperinflasi dinding dada
-Ekspirasi memanjang
-Dapat disertai demam subfebris
-Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
-Respon kurang/tidak ada respon dengan bronkodilator
Classification

Derajat Serangan
Derajat Keparahan
•Ringan
KNAA:
•Episodik Jarang •Sedang
•Episodik Sering •Berat
•Persistent
WHO/GINA:
Level Kontrol
•Intermitent
•Persisten ringan •Terkontrol
•Persisten sedang •Partially controlled
•Persisten Berat •Tidak terkontrol
Asthma pattern (KNAA)
Asthma pattern (GINA)
Terapi Berdasarkan Derajat Serangan

• Ringan:
– 1 kali nebulisasi  membaik
– Observasi 1-2 jam respon bertahan pulang.
Dibekali B-agonis (inhalasi/oral) tiap 4-6 jam.
– Jika dalam 2 jam gejala timbul kembali: derajat
sedang.
• Sedang:
– 2-3 kali nebulisasi  incomplete respon.
– Dirawat di ruang rawat sehari. Berikan kortikosteroid
oral Metilprednisolon (0,5-1 mg/kgBB/ hari selama 3-
5 hari.
Terapi Berdasarkan Derajat Serangan
• Berat:
– Jika 3 kali nebulisasi  tidak ada respon
– O2 2-4 L/m (diberikan termasuk saat nebulisasi)
– Steroid intravena (0,5-1 mg/KgBB/hari) diberikan 6-8 jam.
– Nebulisasi B agonis+antikolinergik+O2 dilanjutkan tiap 1-2 jam. Jika 4-
6 kali pemberian membaik dikurangi menjadi tiap 4-6 jam
– Aminofilin IV:
• Jika belum mendapat aminofilin  berikan dosis inisial (6-8 mg/kgBB
dilarutkan dalam D5%/NaCl 20 ml, berikan dalam 20-30 menit
• Jika sebelumnya sudah mendapat (<4 jam)  berikan ½ dosis inisial
• Selanjutnya diberikan dosis rumatan (0,5-1 mg/KgBB/jam)
– Jika membaik, berikan nebulisasi tiap 6 jam selama 24 jam. Ganti
streoid dan aminofilin menjadi oral
– Jika dalam 24 jam stabil  pulangkan, bekali B-agonis (inhalasi/oral) +
steroid oral
Pneumonia Fast breathing
Etiologi : Streptococcus pneumonia (tersering), 2-11mo RR≥50
Staphylococcus aureus (perburukan cepat) 1-5yr RR≥40

Klasifikasi Klinis Terapi


Pneumonia Batuk atau sulit bernafas Amoxicillin oral 40
ditambah adanya nafas cepat atau mg/kgBB/12 jam (3 atau 5
tarikan dinding dada bawah hari)
Rawat jalan, kontrol 3 hari
Pneumonia Batuk atau sulit bernafas dengan:  Ampicillin 50 mg/kgBB
berat ■ Saturasi oksigen <90% atau atau benzylpenicillin 50
central cyanosis 000 U/kgBB IM/IV per 6
■ Distres pernafasan (merintih, jam (5 hari), ditambah
tarikan dinding dada berat)  Gentamicin 7.5 mg/kgBB
■ Tanda pneumonia dengan tanda IM /IV per 24 jam (5 hari)
bahaya umum (tidak mau Rawat inap, O2 bila
menetek, letargi/penurunan SaO2<90%, manajemen
kesadaran, kejang) airway dan demam
WHO Pocket Book of Hospital Care for Children, 2013
S. pneumonia Klebsiella pneumoniae

gram-positive cocci, lancet-shaped,


elongated cocci. Alpha -hemolytic on
Gram negative bacteria, bacilli,
blood agar. non-motile, lactose fementinge

Pseudomonas aeruginosa Haemophilus influenza

Gram negative, coccobacill, facultative


Gram negative, aerobic, coccobacillus bacterium anaerobic bacterium
with unipolar motility
it can be isolated as clear colonies onMacConkey
Media isolasi chocolate agar  varian agar
agar, positive oxidase test, non ferment lactosa darah yg dilisiskan mll pemanasan
Diagnosis Banding Stridor
 a sign of upper airway obstruction.
 Inspiratory stridor suggests airway obstruction above the glottis while an
expiratory stridor is indicative of obstruction in the lower trachea.
A biphasic stridor suggests a glottic or subglottic lesion.

Diagnosis Gejala
Croup - Batuk Menggonggong, Low grade fever
- Suara Serak, Distress pernafasan
Benda Asing - Riwayat tiba-tiba tersedak
- Distres Pernafasan
Difteri - Imunisasi DPT tidak ada/tidak lengkap
- Bull neck
- Tenggorokan merah / faringitis
- Membran putih keabuan di faring/tonsil -> pseudomembran
Laryngomalacia Chronic stridor, anak usia < 2 tahun
Laryngomalacia
Supraglotis Epiglotitis

Infeksi Saluran Pernafasan Atas


Laringitis-Laringotrakeitis-
Subglotis Laringotrakeobronkitis (Viral
Croup)
Croup
Cause: Most commonly Parainfluenza Virus
Dexamethasone dose:
0,6 mg/kgBB single dose, PO/IM/IV
Croup
Klasifikasi Penanganan
Croup Ringan: Corticosteroid (Dexamethasone)
-Demam
-Suara Serak Edukasi, bila membaik -> rawat jalan
-Batuk Menggonggong
-Stridor Terdengar hanya jika anak gelisah
Croup Sedang: Corticosteroid (Dexamethasone)
-Batuk menggonggong lebih sering Monitor dalam 4 jam
-Stridor terdengar walaupun anak tenang Membaik -> Edukasi, rawat jalan
-Nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian Jika tidak membaik, tangani sebagai Croup
bawah ke dalam Berat

Croup Berat: - Corticosteroid (Dexamethasone)


-Batuk menggonggong lebih sering - Epinefrin rasemik. 2ml adrenalin 1/1000
-Stridor terdengar jelas dalam 2-3 ml NaCl, dengan nebulizer
-Nafas cepat dan tarikan dinding dada bagian selama 20 menit, ulangi bila perlu
bawah ke dalam - Oksigenasi
-Anak agitasi dan stressed Antibiotik tidak seharusnya diberikan
EPIGLOTITIS : infeksi pada epiglotis/supraglotis
Epiglotitis hampir selalu disebabkan oleh bakteri haemophilus influenza tipe b
Gejala
3D: drooling (air liur keluar berlebihan), dysphagia (sulit menelan), dysphonia (suara serak) +
stridor.

Normal Epiglotis : Halloween Sign

Thumb sign
Epiglotitis: Halloween Sign (-)
Epiglotitis

Haemophilus influenza tipe B

Kondisi Pasien Terapi/Penanganan


Stable (no airway compromise, respiratory Broad-spectrum antibiotic. Immediate tx.
difficulty, stridor, or drooling, and who have Should not wait for the blood and tissue
only mild swelling on laryngoscopy) culture result.
More targeted antibiotic. The drug may be
changed later, depending on what's causing
the epiglottitis.
Unstable (respiratory distress, airway Jaga patensi jalan nafas:
compromise on examination, stridor, -Awasi ketat
inability to swallow, drooling, sitting erect, Jika diperlukan: intubasi/tracheostomy/
and deterioration within 8-12 hours) cricothyrotomy/percutaneous transtracheal
jet ventilation (PTJV)
Epiglotitis & Croup
Intubasi dan trakeostomi:
Jika terdapat tanda obstruksi saluran respiratorik
seperti tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam yang berat dan anak gelisah, lakukan intubasi
sedini mungkin.
Pertusis
• Causa: Bordetella Pertusis
• Batuk Berat lebih dari 2 minggu
• Batuk Paroksismal diikuti suara whoop saat inspirasi
“whooping cough”
• Perdarahan Subkonjungtiva
• Anak tidak tahu atau belum lengkap imunisasi terhadap
pertusis
• Bayi muda mungkin tidak disertai whoop, tetapi batuk
yang diikuti oleh berhentinya napas atau sianosis, atau
napas berhenti tanpa batuk (apneic spell)
• Tx: ERITROMISIN 40-50 mg/kgBB/hari terbagi 4 dosis selama 14 hari
PEDIATRIC TROPIK INFEKSI
DENGUE
CLINICAL COURSE
(WHO, 2011)
Normal hematocrit levels
• Newborns: 55%-68%
• One (1) week of age: 47%-65%
• One (1) month of age: 37%-49%
• Three (3) months of age: 30%-36%
• One (1) year of age: 29%-41%
• Ten (10) years of age: 36%-40%
• Adult males: 42%-54%
• Adult women: 38%-46%
• Adult pregnant women: about 30% - 34% lower limits and
46% upper limits
Tx:
• Anti Difteri Serum 40.000
IU im/iv
Tonsillitis Akut Membranosa:
• Penicillin Prokain 50.000
IU / kgBB / im (7 hari)
Diphteria
• Tanda tarikan dinding
dada bagian bawah ke
dalam yang berat dan
gelisah merupakan indikasi
dilakukan trakeostomi
(atau intubasi)

Tonsilitis membranosa: difteri Bull neck


Diseases With Rash
Fever With Rash
Laboratorium

• Serologis IgM campak (3 hari setelah muncul ruam)


• Deteksi langsung antigen campak dari swab nasopharyng
Pemberian Vit A
• 50.000 IU pada < 6 bulan (1/2 kap biru) diberikan 2x:
• 100.000 IU pada 6-11 bulan (1 kap biru) hari 1 dan hari 2
• 200.000 pada 12 bulan hingga 5 tahun (1 kap merah)

• Pada gizi buruk diberikan 3 kali:


hari 1, hari 2, dan 2-4 minggu setelah pemberian
kedua

• Komplikasi campak:
– Pneumonia
– Dehidrasi
– Gizi buruk
– Ensefalitis
– OMA
TRIAS RUBELLA CONGENITAL
1. Sensory neural deafness (58% of
patients)
2. Eye abnormalities—
especially retinopathy, cataract and
microphtalmia (43% of patients)
3. Congenital heart disease
Scarlet Fever
Group A Streptococcus

Strawberry tongue
Sandpaper texture,
pastia line

Antibiotik : Golongan Penisilin


selama 10 hari atau cephalosporin
Erythema Infectiosum

“Slapped cheek”

Parvovirus B19
Mumps
Mumps is the classic virus known to cause parotitis. Mumps
parotitis is bilateral in 70% of cases and usually follows a 1-2 day
prodrome of fever, headache, emesis, and myalgias

These diseases spread from person to


person through the air. One can
easily catch them by being around
someone who is already infected.

Complications:
Deafness (SNHL), meningitis and/or
encephalitis, painful swelling of the
testicles or ovaries, and rarely sterility.
PEDIATRIK IMMUNOLOGY
Reaksi Hipersensitivitas
“Non-Toxic Adverse Food Reactions”
• Food Allergy
– Ingestion of food results in hypersensitivity
reactions mediated most commonly by IgE
• Food Intolerance
– Ingestion of food results in symptoms not
immunologically mediated, e.g: digestive and
absorptive limitations of host (e.g., lactase
deficiency)
Food Allergy
Acute
Alergi Susu Sapi
IgE mediated

• kadar IgE susu sapi yang positif (uji tusuk kulit atau uji
IgE RAST).
• timbul dalam waktu 30 menit sampai 1 jam.
• urtikaria, angioedema, ruam kulit, dermatitis atopik,
muntah, nyeri perut, diare,bronkospasme, dan
anafilaksis.

Non IgE mediated

• diperantarai oleh IgG dan IgM.


• klinis timbul lebih lambat (1-3 jam)
• allergic eosinophilic gastroenteropathy, kolik,
enterokolitis, anemia, dan gagal tumbuh.
• Dapat dilakukan pemeriksaan Uji eliminasi dan
provokasi  Double Blind Placebo Controlled Food
Challenge (DBPCFC) atau Pemeriksaan darah pada tinja
Bayi ASI Eksklusif
Bayi Susu Formula
Lactose Intolerance
• Inability to digest lactose
• Deficiency of the intestinal enzyme lactase
that splits lactose into two smaller
sugars, glucose and galactose
• Symptoms: diarrhea, flatulence, abdominal
pain, abdominal bloating, nausea
Type of Lactose Intolerance
Primer
• Developmental  aktivitas laktase meningkat
puncak pada saat lahir, defisiensi sering nampak
pada bayi prematur
• Kongenital  tidak dijumpai/berkurangnya enzim

Sekunder
• Akibat kerusakan pada saluran pencernaan yang
menyebabkan rusaknya vili
PEDIATRIC NEUROLOGI
Kejang Demam
bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu
tubuh (suhu di atas 38 C), yang tidak disebabkan oleh
proses intrakranial

Kejang demam sederhana (KDS)


• Durasi <15 menit
• Sifat umum tonik-klonik
• Kejang tidak berulang dalam 24 jam

Kejang demam kompleks (KDK)


Durasi >15 menit
Sifat fokal, atau fokal jadi umum
Kejang berulang dalam 24 jam
Anti kejang pada neonatus
Fenobarbital 20 mg/kgBB IV dlm 10-15
menit, ulang dengan dosis 10 mg/kgBB
sebanyak 2x dengan jarak 30 menit

Fenitoin 20 mg/kgBB IV dalam garam


fisiologis dengan kecepatan 1
mg/kgBB/menit

Midazolam bolus 0,2 mg/kgBB lanjut


titrasi 0,1-0,4 mg/kgBB/jam IV
Dilakukan untuk menyingkirkan
Pungsi lumbal atau menegakkan diagnosis
meningitis
• Dilakukan apabila :
• Terdapat tanda dan gejala rangsang
meningeal.
• Terdapat kecurigaan adanya infeksi
SSP berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan klinis.
• Dipertimbangkan pada anak dengan
kejang disertai demam yang
sebelumnya telah mendapat
antibiotik dan pemberian antibiotik
tersebut dapat mengaburkan tanda
dan gejala meningitis.
Faktor risiko berulangnya kejang demam

• Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga


• Usia kurang dari 12 bulan
• Suhu badan saat kejang <39 C
• Interval waktu yang singkat antara awitan demam
dengan kejang
• Kejang demam pertama KDK
* Bila ada semua faktor  kemungkinan
berulang 80%
* Bila tidak ada faktor  10-15%
* Kemungkinan berulang paling besar pada
tahun pertama setelah awitan kejang
Indikasi Profilaksis
Kejang Demam
Intermitten
• Kelainan neurologis berat, misal CP
• Berulang 4 kali atau lebih dalam 1 tahun
• Usia <6 bulan
• Kejang pada suhu < 39 C
• Kejang demam sebelumnya suhu meningkat dengan cepat

Jangka panjang/Rumatan
• KDK dengan kelainan neurologis nyata sebelum atau sesudah
kejang (paresis Tod’s, CP, hidrosefalus); Kejang lama > 15 menit;
Kejang fokal
Profilaksis Jangka Panjang/Rumatan

Obat yang biasa digunakan:


- Fenobarbital 3-5 mg / kg BB/hari dibagi 2
dosis
- Asam Valproat 15-40 mg/kg BB/hari dibagi 2
dosis
- Fenitoin & carbamazepin tidak efektif
untuk pencegahan kejang demam

Selama 1 tahun bebas kejang


Febrile Seizures: Clinical Practice Guideline for the Long-term Management
of the Child With Simple Febrile Seizures – AAP Guidelines 2008
(PERDOSSI)

OAE Lini Pertama


Tipe Kejang OAE Lini Pertama Dewasa OAE Lini Pertama Anak

Lena VPA VPA


LTG ETX
Mioklonik VPA VPA

Tonik Klonik VPA VPA


CBZ CBZ
PHT PB
PB
Atonik VPA
Parsial CBZ CBZ
PHT PHT
PB PB
OXC OXC
LTG LTG
TPM TPM
GBP GBP
Tidak Terklasifikasi VPA VPA
Treatment Recommendation –Epilepsy

“If complete seizure control is accomplished by an


anticonvulsant, a minimum of 2 seizure-free years is
an adequate and safe period of treatment for a
patient with no risk factors”

“When the decision is made to discontinue the drug,


the weaning process should occur for 3–6 mo,
because abrupt withdrawal may cause status
epilepticus”

National Institute of Health and Clinical Excellence. The diagnosis and management of the epilepsies in adults and
children in primary and secondary care. 2012.
Cerebrospinal Fluid
Appearance Opening Leukosit Dominansi Protein Glucose
Pressure leukosit
NORMAL Clear <18 cmH2O 0-3 (-) 15-45 45-80
sel/mm3
Pyogenic Yellowish,   PMN  
bacterial turbid
Meningitis
Viral Clear N  Limfosit N/ N/
Meningitis
Tuberculous Yellowish N  Limfosit  
Menigitis and viscous
(N/slightly
cloudy)
Fungal Yellowish   Limfosit  N/ 
Meningitis and viscous
(fibrin web)
Acute Bacterial Meningitis
• A number of strains of bacteria can cause
acute bacterial meningitis. The most common
include:
– Streptococcus pneumoniae (pneumococcus)*
– Neisseria meningitidis (meningococcus)*
– Haemophilus influenzae (haemophilus)*
– Listeria monocytogenes (listeria)

*)tersedia vaksin
Meningeal Signs
Nuchal Rigidity

Kernig’s Sign
Brudzinski’s Contralateral Sign

Brudzinski’s Neck Sign


Superior Trunk (C5-C6) Injury:
Antara leher dgn bahu teregang →
Erb-Duchenne Palsy (Waiter’s Tip)
→ Paralisis m. deltoid, biceps, brachialis,
dan brachioradialis.
→ Adduksi bahu, rotasi medial lengan, dan
ekstensi siku. Parestesia lateral upper limb .
Inferior Trunk (C8-T1) Injury:
Tarikan mendadak dan keras upper limb →
Klumpke Palsy → Claw hand  Refleks Genggam (-)
Cerebral palsy
• nonspecific term used to describe a chronic,
static impairment of muscle tone, strength,
coordination, or movements.
• originated from some type of cerebral insult or
injury before birth, during delivery, or in the
perinatal period.

You might also like