You are on page 1of 9

1.

HOW TO MAKE FRIED RICE

INGREDIENTS :
- a plate of rice
- 1 red chili pepper chopped
- 1 clove garlic chopped fine
- 1 clove chopped onion
- pinch of salt
- 2 tbsp margarine
-2 tbsp soya sauce
 

COOKING METHOD :
1. Crush the red pepper, garlic and onion until very fine.
2. Add the salt and saute in margarine over low heat for 2 minutes.
3. Add the rice and soya sauce
5. Stir until well mixed and rice is hot.

PRESENTATION :

1. Serve hot on a plate.


2. Garnish with shredded omelet and sliced cucumber and tomatoes.

2. HOW TO MAKE RUJAK BUAH

INGREDIENTS:
-1papaya,cut into1/2inchcubes
-1cucumber,peeled
-1mango,peeledcubed
-1Apple,cutinto1/2inchcubes
-3tablespoonspeanuts,fry
-1hotchilipepper,seed,sliced
-1/4cupbrownsugar
-1tablespoontamarind,dissolvedin1/4cupwater

PROCEDURE:
1.Mixallthefruitstogether
2.Grindchiliesandsalt
3.Addbrownsugar
4.Adddryroastedpeanutand,grindcompletely
5.Poursometamarindliquid
6.Mixthesauceand fruitstogether
7. Serve chilled

3. HOW TO MAKE SEMUR AYAM

INGREDIENTS :
1 whole chicken cut up
1 cup sweet soya sauce
1 teaspoon nutmeg
2 tablespoon onion (chopped)
2-3 tablespoon margarine or oil
2 cloves
water, as needed

UTENSILS :
bowl
pan
wooden-spoon

PREPARATION :
1. Put the chicken pieces in a bowl and mix them with salt, pepper, nutmeg and sweet
soya sauce.
2. Marinate for 10-15 minutes.
3. Fry the onion in either margarine or oil until transparent in a pan.
4. Put the marinated chicken in the pan and cook until done, stirring occasionally. Add
water if it becomes dry.
5. While it is cooking add the cloves and continue cooking for about 30-45 minutes.
6. Finally, serve it.

4. HOW TO MAKE KOLAK


INGREDIENTS :
500 gr sweet potatoes
2 cups thick coconut milk
90 gr brown sugar
pinch of salt
2 cups water

UTENSILS :
cutting board
pot
knife

COOKING METHOD :
1. Peel and wash the sweet potatoes and cut them into small squares.
2. Boil in 2 cups of water for 10 minutes
3. In other  saucepan, simmer the coconut milk with a pinch of salt and the brown sugar,
stirring and being careful that the coconut milk doesn't quite come to the boil.
4. When the sugar is dissolved, put in the sweet potatoes and continue to simmer for
about 10 to 15 minutes, until potatoes are cooked.
5. Serve hot.
UNGKAPAN IMAN DAN PENGHAYATAN IMAN

1. Hidup Beriman

Iman dapat diibaratkan seperti hubungan cinta antara dua orang manusia. Meskipun
cinta itu menyangkut perasaan hati seorang yang bersifat pribadi , namun apabila tidak
dinyatakan atau diungkapkan tidak akan berdampak apa-apa. Maka orang harus berani
menyatakan “aku cinta padamu” terhadap orang yang dicintainya.
Iman adalah hubungan cinta antara manusia dengan Tuhan. Manusia menyerahkan
seluruh hidunya kepada Tuhan, karena manusia mengalami dirinya dicintai oleh Tuhan.
Dalam hubungan itu manusia secara pribadi mengungkapkan segala perasaan dan
hasrat hatinya kepada Tuhan melalui bermacam ungkapan, antara lain dengan doa dan
ibadat. Melalui doa dan ibadat, iman yang merupakan sikap hati seseorang yang
bersifat pribadi dapat diungkapkan secara langsung kepada Tuhan. Namun sikap dasar
hatinya, penghayatannya harus ada. Tanpa sikap dasar hati atau penghayatan
tersebut, ungkapan menjadi kosong dan tidak berarti. Jadi iamn tanpa ungkapan atau
penghayatan merupakan ungkapan yang tidak bermakna. Di samping ungkapan dan
penghayatan iman harus diwujudkan secara nyata dalam tindakan. Ungkapan-
ungkapan dalam bentuk doa atau ibadat memang perlu. Demikian juga sikap dasar hati
atau penghayatannya. Tetapi semua memang perlu diwujudkan dalam tindakan nyata,
yang menjadi ukuran kedalaman iman seseorang juga tindakannya. Orang dapat
disebut betul-betul beriman apabila dia sungguh-sungguh menghayati imannya dan
mewujudkan imannya dalam hidup sehari-hari.

Iman tanpa ungkapan atau pernyataan secara langsung adalah Iman yang semu;
ungkapan tanpa dasar hati atau penghayatan merupakan ungkapan yang tidak
bermakna. Di samping ungkapan dan penghayatan iman harus diwujudkan secara
nyata dalam tindakan. Dalam iman memang terdapat segi-segi yang bersifat rahmat,
misteri , pribadi. Namun karena manusia hidup dalam dunia nyata maka kehidupan
imannya harus menjadi nyata pula.
Ada tiga segi yang menentukan dinamika hidup orang beriman yaitu:pengetahuan atau
pemahaman, perayaan atau ungkapan dan penghayatan atau perwujudan. Segi-segi
dalam iman tersebut senantiasa menuntut orang beriman tidak saja tahu tentang iman
akan tetapi lebih mampu dan mau mengungkapkan iman serta menghayatinya secara
konkret dalam hidup sehari-hari.
Untuk bisa menyerahkan dirinya kepada Tuhan manusia harus mengembnagkan
kemampuan dalam dirinya yaitu:
· Pikiran : manusia mampu berpikir, manusia mengerti dan merasakan Tuhan itu ada
Perasaan : manusia merasakan bahwa Tuhan itu baik
Kehendak : manusia terdorong untuk melakukan tindakan
Tindakan : merupakan wujud dari kehendak manusia
Masing-masing kemampuan salaing kait mengkait dan tidak bisa dipisahkan satu sama
lain. Orang beriman yang baik mengetahui dan memahami kebenaran yang terkandung
dalam iman itu; kemudia mengolah dan menghayatinya dalam hati; mengungkapkannya
melalui doa atu ibadat; akhirnya mewujudkannya dalam tindakan nyata sehari-hari.

2. Ungkapan Iman, penghayatan iman dan perwujudan iman

a. Ungkapan Iman

Seperti juga dalam relasi antara manusia dengan manusia maka dalam relasi antara
manusia dengan Tuhan, manusia diungkapkan melalui berbagai sarana atau simbol
baik dalam doa, ibadat maupun perayaaan-perayaan keagamaan. Ungkapan iman bisa
berbentuk pujian, permohonan ataupun pernyataan. Manusia dalam ungkapan imannya
dapat menggunakan cara atau tindakan yang dilakukan oleh seorang petugas resmi
dengan mempergunakan benda-benda peralatan , perlengkapan tertentu serta pakaian
tertentu pula. Relasi manusia dengan Tuhan akan lebih nyata jika manusia tidak hanya
menggunakan sapaan Allah melalui ungkapan iman tetapi memberikan jawaban yang
berasal dari penghayatan diri dalam relasinya berupa tindakan yang nyata.

b. Penghayatan Iman dan Perwujudan Iman

Relasi manusia dengan Allah menjadi lebih nyata jika tidak hanya dengan
mengungkapkan imannya tetapi juga perwujudan dalam hidup sehari-hari, lewat
perbuatan moral.
Yang mendasari seluruh perbuatan kita adalah semangat kristiani yang bersumber
pada Yesus Kristus
Ajaran Yesus dalam mewujudkan iman:
a. Kita melakukan perbuatan baik yang berkenan kepada Allah bukan hanya didasaran
pada perkataan saja
b. Kita harus mau mencintai secara radikal, maksudnya dengan sepenuh hati
c. Kita juga harus mencintai musuh-musuh kita
d. Tindakan baik itu perlu diwujudkan bagi sesama yang lemah, hina, miskin dan tak
berdaya

Ada sebuah kisah pengalaman seseorang ...


KISAH (click disini!!!!)

Gereja bukan hanya gedung tetapi mempunyai arti sebagai persekutuan jemaat
beriman kristiani.
Jemaat Beriman Kristiani

Kata Gereja merupakan kata yang diambil dari akar kata Yunani “ekklesia kuriake^”
yang berarti jemaat Allah. Ekklesia dipakai dalam bahasa latin ecclesia, bahasa
portugisigreja dan Gereja dalam bahsa Indonesia. Semua merupakan sebutan yang
diambil dari ekklesia kuriake^ artinya jemaat Allah. Semua orang dipanggil dalam
persekutuan jemaat beriman kristiani.

· Jemaat beriman Kristiani yaitu:


Persekutuan atau kumpulan orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus, dibabtis
dalam nama Bapa, Putera dan Roh Kudus yang meneruskan karya Allah di dunia.
· Gereja sebagai sakramen: gereja harus menampakkan kebaikan Allah
· Gereja sebagai Tubuh Mistik Kristus: antara anggotanya harus menjadi satu tubuh
yang dalam perannya masing-masing saling bekerjasama dan Kristus adalah kepala
tubuh itu.
· Gereja Kristus mempunyai empat sifat:

a. Satu
Gereja bersatu dalam iman yang sama dan mempunyai ungkapan iman yang sama
seperti nampak dalam tata cara perayaan Ekaristi
b. Kudus
Gereja berasal dari yang Kudus yaitu Allah danmempunyai tujuan yang kudus yaitu
melanjutkan karya Allah di dunia
c. Katolik
Berarti umum dan universal, maksudnya karya gereja harus dirasakan oleh semua
orang tanpa memandang jenis kelamin, kelas sosial dan latar belakang kebangsaan
d. Apostolik
Gereja didirikan oleh dsar kedua belas rasul dan dilanjutkan oleh Paus dan para
pembantunya di dunia untuk meneruskan karya perutusan dan penggembalaan Kristus
yaitu untuk mengajar dan Dari pengamatan sepintas didapat kesan bahwa ada dua
gejala mewarnai kenyataan iman umat akan Ekaristi. Pertama, kerap kita saksikan di
beberapa gereja, perayaan Ekaristi dihadiri oleh banyak umat, baik pada hari Minggu
maupun pada hari-hari biasa. Gejala ini umumnya dirasakan sebagai sesuatu yang
menggembirakan. Orang lalu berkata: iman umat, khususnya yang berkaitan dengan
Ekaristi cukup kuat. Banyak umat yang datang dikaitkan dengan kualitas iman mereka.
Benarkah? Bahwa umat berbondong-bondong menghadiri perayaan Ekaristi kiranya
belum menjamin kuat dan sehatnya iman yang disertai dengan pengertian yang tepat.
Bisa jadi, pengertian yang ada dangkal dan motivasi egoisme, mengutamakan
kepentingan diri di atas maksud gereja dalam merayakan Ekaristi; melulu mencari
kesembuhan fisik, agar lulus ujian, naik pangkat, dan sebagainya.

Kedua, gejala sebaliknya: pada hari Minggu, gereja tidak penuh, apalagi pada hari-hari
biasa. Padahal menurut statistik, jumlah umat di paroki itu lebih dari sekian ribu.
Kemana yang sekian ratus umat pada hari Minggu itu? Mingkin ke gereja lain, kalau di
kota itu ada beberapa gereja? Atau mungkin sama sekali tidak ke gereja. Ada sekian
persen dari jumlah umat yang termasuk jemaat "Napas" (Natal Paskah). Terbukti dari
membludaknya pengunjung gereja pada hari raya itu.

Spontan kita bertanya: apa sebabnya bisa begitu? Apakah Ekaristi kurang dipahami
dan dimengerti maknanya, sehingga kurang dihayati? Ataukah Ekaristi cukup dipahami,
namun tidak peduli pada penghayatannya? Yang lebih memprihatinkan lagi: kalau
kebanyakan dari sedikit umat yang datang ke gereja ikut perayaan Ekaristi mempunyai
pemahaman dan pengertian yang kurang tepat serta penghayatan yang kurang sehat.
Memang tidak mudah mencari kaitan antara pengertian atau pemahaman dan
penghayatan, apalagi kalau kita tidak mendasarkan keduanya pada pengkajian yang
teliti dan kongkrit. Tulisan singkat ini hanya dimaksudkan untuk membantu
merenungkan harapan seperti terungkap dalam ujud umum yang pernah dicanangkan
oleh Gereja.

1. Ekaristi sebagai Puji Syukur, Korban serta Perdamaian

Konsili Vatikan II membuahkan hasil pertama berupa Konsili Liturgi (KL) yang
dikeluarkan pada tanggal 4 Desember 1963. Konstitusi itu ingin mengadakan
pengembangan dan pembaharuan Liturgi pada umumnya (bdk. Pendahuluan dan Bab
I). Bab II secara khusus membahas "Misteri Ekaristi Tersuci". Dalam salah satu bagian
dari bab itu ditegaskan: "...Gereja menjalankan usaha dengan prihatin, agar umat
Kristen tidak menghadiri misteri iman ini sebagai orang luar atau penonton bisu,
melainkan memahaminya dengan baik, melalui upacara dan doa, lalu berperan serta
dalam kegiatan suci dengan sadar, saleh dan aktif; diajar oleh Sabda Allah,
disegarkan oleh meja perjamuan Tubuh Tuhan, bersyukur kepada Allah, belajar
mempersembahkan diri mereka sambil membawakan kurban tak bernoda, ... (KL.
48).

Kutipan ini menegaskan beberapa hal yang patut digaris-bawahi. Jelas kiranya konsili
mengharapkan agar umat memahami misteri Ekaristi dengan baik. Sebenarnya agak
rumit untuk dijelaskan bahwa "misteri" Ekaristi harus "dipahami dengan baik". Yang
namanya "misteri" memang mengatasi daya tangkap dan akal budi manusia. "Misteri"
mengandung sesuatu yang ilahi, yang dari atas, berasal dari Allah. Demikian itu
berlaku untuk misteri Ekaristi. Pemahaman intelektual koqnitif pasti tidak memadai
untuk mengerti Misteri Tersuci itu. Namun tidak berarti bahwa manusia di hadapan
misteri itu tidak bisa berbuat apa-apa. Justru melalui perayaan, upacara, devosi,
prosesi, doa dan bentuk-bentuk kebaktian lainnya, misteri dapat dihayati oleh orang
beriman.

Bertolak dari kata "eucharistia" seperti misalahnya dipakai dalam 1 Kor. 11:24; Lk.
22:19, kita dapat memahami arti Ekaristi sebagai perayaan untuk mengucap "syukur".
Latar belakang doa Yahudi mengungkapkan sikap dasar manusia di hadapan Allah
sebagai ciptaan-Nya. Manusia merasa kagum akan Sang Pencipta yang telah
menunjukkan karya agung-Nya kepada umat manusia.

Orang Israel mempunyai pengalaman akan Yahwe yang campur tangan dan
membimbing sejarah keselamatan mereka. Kelimpahan hasil panen untuk hidup
mereka, pembebasan dari perbudakan mesir, pemberian Hukum Taurat,
penganugerahan tanah terjanji, semua itu merupakan tindakan Allah yang dialamai
umat Israel dan patut disyukuri serta dirayakan dalam perjamuan Paskah. Demikian
Yesus yang hidup dalam budaya dan agama Yahudi menjalankan ibadat perjamuan
Paskah serta memakai doa-doa yang ada sambil menciptakan dan memberi makna
baru terhadap apa yang dilakukannya.

Gereja Kristen Perdana mengambil titik awalnya pada Perjamuan Tuhan sebagai dasar
untuk mengadakan Ekaristi. Itulah wasiat yang diberikan oleh Yesus. Mereka
berkumpul untuk mengadakan peringatan akan wafat dan kebangkitan-Nya sambil
menantikan kedatangan-Nya kembali. Di waktu selanjutnya, Gereja melestarikan dan
memperkembangkan apa yang sekarang di sebut sebagai "Doa Syukur Agung". Pada
doa itulah ucapan puji syukur dilambungkan serta doa permohonan untuk turun-Nya
Roh Kudus disampaikan. Melalui Roh Kudus itu pula kehadiran Kristus diimani. Ajaran
Gereja menegaskan bahwa kehadiran Kristus dalam Ekaristi disebabkan oleh
perubahan seluruh substansi (transubstansiasi) roti menjadi tubuh dan seluruh
substansi anggur menjadi darah (Konsili Trente 1551; DS 1652).

Ajaran Gereja juga menghubungkan perayaan Ekaristi (yang diistilahkan oleh konsili
Trente "Missa" dengan kurban: bahwa Kristus mempersembahkan kurban dan bahwa
hal ini harus diteruskan di dalam Gereja. Rumusan selanjutnya seperti ada DS 1743
menegaskan bahwa dalam kurban ilahi yang diadakan dalam misa hadir (ada) Kristus
yang mengurbankan diri satu kali secara tak berdarah. Kurban itu merupakan kurban
silih yang menjadikan manusia memperoleh belaskasihan dari Tuhan. Kurban silih
itulah yang membawa perdamaian kembali dengan Allah bagi manusia yang diampuni
dosanya, dihapuskan segala kejahatannya serta memperoleh penebusan. Maka dapat
juga dikatakan bahwa misa kudus merupakan "kurban" yang dikurbankan, karena
dalam misa sekarang ini terlaksana kurban Kristus yang dulu telah dikurbankan di kayu
salib.

Sehubungan dengan paham Ekaristi sebagai kurban, Konsili Vatikan II (KL 47) memberi
penegasan lebih lanjut: "dalam perjamuan terakhir, pada malam Ia diserahkan,
Penyelamat kita mengadakan korban Ekaristi Tubuh dan Darah-Nya. Dengan demikian
Ia mengabadikan korban salib untuk selamanya, dan mempercayakan kepada Gereja
Mempelai-Nya yang terkasih kenangan wafat dan kebangkitan-Nya; sakramen cinta
kasih, lambang kesatuan, ikatan cinta kasih, perjamuan Paskah. Dalam perjamuan itu
Kristus di sambut, jiwa dipenuhi rahmat, dan kita dikaruniai jaminan kemuliaan yang
akan datang". Dengan pengertian ini, kita dapat mengerti bahwa dalam Ekaristi
terlaksana karya penebusan kita yaitu perdamaian manusia dengan Allah melalui salib
Yesus.

2. Ekaristi sebagai Sumber, Pusat dan Puncak Seluruh Hidup Kristen

Kegiatan Liturgi utamanya merayakan sakramen Ekaristi diarahkan untuk


menguduskan manusia, "membangun tubuh Kristus dan akhirnya mempersembahkan
ibadat kepada Allah. Sakramen tidak hanya mengandaikan iman, melainkan juga
memupuk, meneguhkan dan mengungkapkannya dengan kata-kata dan benda. Maka
disebut sakramen iman. Maka dari itu sangat pentinglah bahwa Umat beriman
dengan mudah memahami arti lambang-lambang sakramen, dan dengan sepenuh
hati sering menerima sakramen-sakramen, yang diadakan untuk memupuk hidup
kristiani" (KL 59).

Kaitan erat antara berliturgi dan kegiatan hidup kristiani sehari-hari merupakan hal yang
perlu diusahakan dan memang mendapat tekanan dalam ajaran Gereja. Pentingnya
untuk ambil bagian dalam perayaan pertama-tama harus disadari sebagai ungkapan
iman, penegasan identitas kita sebagai orang kristen. Tapi harus segera dilengkapi
dengan pengertian bahwa melalui  perayaan liturgi itu iman kita sendiri diperkuat,
dipupuk dan diperkembangkan agar iman menjadi semakin dewasa. Kedewasaan iman
inilah yang pada gilirannya menjadikan seorang Kristen tangguh, militan, dapat
memberi kesaksian yang vokal, dan berkualitas andal. Kedewasaan iman itulah yang
menjadikan orang bisa lebih mandiri, lebih bersemangat dalam menjalankan karya
perutusan, serta menjadikan dia seperti Yesus: "makin dikasihi oleh Allah dan manusia"
(LK 2:52).

Secara khusus, peranan Ekaristi dalam hidup seorang Kristen dilukiskan sebagai
"sumber dan puncak hidup Kristen... Lalu sesudah dikuatkan dengan Tubuh Kristus
dalam perayaan suci, mereka mengungkapkan secara konkrit kesatuan umat Allah" (LG
art. 11). Ada dua hal yang kiranya perlu diperhatikan sehubungan dengan fungsi
Ekaristi di dalam Gereja. Yang pertama dalam hubungan dengan hidup jemaat "ke
dalam", Ekaristi menjadi pusat, sumber serta puncak" seluruh semangat pewartaan,
sekaligus pusat pertemuan umat beriman.

Yang kedua, dalam kaitan dengan hidup jemaat "ke luar": menunaikan tugas di dalam
masyarakat, menjalankan tugasnya sehari-hari. Karena Ekaristi adalah pusat dan
puncak sakramen-sakramen di dalam Gereja, maka pengungkapan iman dalam Ekaristi
bukan hanya bersifat perseorangan, melainkan menyangkut seluruh Gereja secara
resmi. Sejauh mana hal ini akan berhasil atau terlaksana dalam kenyataan; kiranya
akan tetap sangat dipengaruhi oleh pemahaman akan arti lambang-lambang sakramen
dan makna Ekaristi itu sendiri. Tanpa pemahaman dan pengertian yang mendalam,
kekayaan dan makna Ekaristi akan tetap tersembunyi dan kurang dihayati.

Penutup

Penghayatan yang sehat akan makna sakramen dan liturgi pada umumnya kiranya
memerlukan kedewasaan iman pribadi yang ditunjang oleh pengertian dan pemahaman
yang benar tentang pokok ajaran iman. Demikian pula hal-hal yang menyangkut iman
akan Ekaristi. Agar penghayatan Ekaristi tidak jatuh dalam tindakan magis (asal ikut
Ekaristi semua beres, doa-doanya dikabulkan, bisa menjadi kaya karena tepat
menebak lotre, dll), perlulah kita bertolak kembali pada iman yang sejati.

St. Yohanes memberi bahan renungan yang sangat berharga mengenai makna Ekaristi
untuk setiap pribadi yang beriman akan Kristus. Berdasarkan sabda Yesus, ditulisnya:
"Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seseorang makan roti ini, ia akan
hidup selama-lamanya, dan roti yang Kuberikan itu adalah daging-Ku, yang akan
kuberikan untuk hidup dunia..." (Yoh. 6:51; bdk. 57).

Hidup abadi setiap orang atau keselamatannya, itulah yang kiranya menjadi tujuan
penghayatan Ekaristi bagi setia pribadi. Kita bersyukur bahwa Kristus telah
mengorbankan hidup-Nya untuk keselamatan setiap orang melalui salib-Nya, yang
mengalahkan maut dan menjadi sumber kemenangan atas dosa serta pendamaian
dengan Allah.

Sedangkan dari segi penghayatan kebersamaan dan persatuan Gerejawi, St. Paulus
mengajak kita merenung: "Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita
ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Karena roti adalah satu,
maka kita, sekalipun banyak adalah satu tubuh, karena kita mendapat bagian dalam roti
yang satu itu" (Kor 10: 16-17). Berdasarkan bahan renungan ini, mungkin kita makin
tergugah untuk mengusahakan kerukunan, perdamaian serta kesatuan di antara kita,
umat Gereja-Nya. **Mgr. Aloysius M. Sutrisnaatmaka, MSF - (dalam "Segi-segi Hidup
Beriman 1: Ekaristi, Tanda Kesatuan Gereja dan Sumber Cinta Bagi
Sesama).mewartakan kerajaan Allah di dunia

4. Hubungan Antara Ungkapan Iman, Penghayatan Iman dan Jemaat Beriman Kristiani

Sebagai jemaat beriman kristiani yang telah dipersatukan oleh babtis kita mempunyai
konsekwensi untuk mengungkapkan imandan mewujudkan iman kita dalam
penghayatan hidup sehari-hari dalam berbagai aktivitas iman seperti mengikuti
perayaan Ekaristi, keterlibatan dalam Gereja dan keterlibatan dalam masyarakat antara
ungkapan iman, perwujudan iman dan jemaat beriman kristiani merupakan yang tidak
dipisah-pisahkan

You might also like