Professional Documents
Culture Documents
2
ISSN: 1978 - 0303
The Effect of Substitution Glutinous Rice Flour With Bogortaro Tubers Flour
(Colocasia esculenta L Schoott) on Quality of Milk Sweet Pastry Viewed
From Physical Qualities and Chemical Qualities
ABSTRACT
The purpose of this research was to determine the effect of substitution glutinous rice
flour with Bogor tuber taroflour towards the best substitution improving the quality of end
products which included physical quality (texture) and chemical qualities (fat, total sugar
and reducing sugar) of milk sweetpastry. The materials used were fresh milk as the main
ingredient, sugar, glutinous rice flour and Bogor tuber taroflour. The research method used
was laboratory experiment with completely randomized design consisting of 5 treatments and
4 replications. Substitution treatment in the form of glutinous rice flour with Bogor tuber
taroflour given on milk sweet pastry products covering P0 (100% glutinous rice flour and
without Bogor tuber taroflour); P1 (75% glutinous rice flour and 25% Bogor tuber taro
flour); P2 (50% glutinous rice flour and 50% Bogor tuber taro flour); P3 (25% glutinous
rice flour and 75% Bogor taro tuber flour); P4 (without glutinous rice flour and 100% Bogor
taro tuber flour). The results showed that there was highly significant difference effect
(p<0.01) the substitution of glutinous rice flour with Bogor tuber taroflour to sugar reduction
dodol taro milk with reduced sugar lows on P2 (16.66%), and significantly difference effect
(p<0.05) dodol fat content milk with a fat content highs around 13.77% (P4), but did not
significantly difference effect the total sugar and texture of milk sweet pastry. Substitution
Bogor tuber taro flour 100% produced best quality of milk sweet pastry with texture value
10.12 N, fat content 3.44%, 44.71% total sugar and reducing sugar 5.64%.
Key words: Milk sweet pastry, substitution, physical quality, chemical quality
29
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2016, Hal 28-37 Vol. 11, No.2
ISSN: 1978 - 0303
30
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2016, Hal 28-37 Vol. 11, No.2
ISSN: 1978 - 0303
bangunan amilopektin kurang kompak dan tekstur yang tidak terlalu lembek atau
mudah dipatahkan (Harijono dkk., 2000). terlalu keras. Mengacu pada tekstur dodol
Bahan pengisi utama dalam pembuatan komersil seperti dodol garut yang memiliki
dodol adalah beras ketan, namun jika tekstur kenyal, agak kering diluar
konsentrasi tepung ketan sedikit maka (permukaan) namun bertekstur liat
tekstur dodol yang dihasilkan akan didalam. Hasil dari penelitian pembuatan
lembek, sedangkan tepung ketan yang dodol susu ini menghasilkan tekstur yang
terlalu banyak maka tekstur yang tidak terlalu berbeda dengan dodol
dihasilkan keras, karena gelatinisasi pati komersil yang ada, yakni memiliki tekstur
yang tersusun oleh amilopektin yang tidak keras maupun lembek, namun
menghasilkan viskositas gel yang tinggi, bertekstur kenyal dan liat.
akibatnya produk pangan menjadi keras Tekstur dan konsistensi suatu
(Qinah, 2009). Penggunaan gula dalam bahan akan mempengaruhi citarasa yang
pembuatan dodol susu juga berpengaruh ditimbulkan oleh bahan tersebut. Tekstur
terhadap tekstur dodol susu yang bahan yang ditambahkan dapat merubah
dihasilkan. Menurut Khamidah dan rasa dan bau yang timbul karena dapat
Eliartati (2012) bahwa penggunaan gula mempengaruhi kecepatan timbulnya
dalam pembuatan dodol juga memberikan rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori
pengaruh terhadap tekstur, karena gula dan kelenjar air liur, semakin kental suatu
berpengaruh terhadap pembentukan kristal bahan, penerimaan terhadap intensitas
pada dodol. rasa, bau dan citarasa semakin berkurang
Tekstur yang diharapkan dalam (Winarno, 2004).
pembuatan dodol susu adalah memiliki
Tabel 2. Rata-rata Hasil Uji Tekstur, Kadar Lemak, Total Gula dan Gula Reduksi.
Perlakuan Tekstur Kadar Lemak Gula Total Gula Reduksi
(N) (%) (%) (%)
P0 6,63 ± 2,65 0,62 a± 0,20 45,77 ± 0,86 5,74 b ± 0,29
P1 5,10 ± 2,31 1,26 a± 0,38 45,87 ± 1,80 5,20 ab± 0,69
a
P2 8,53 ± 0,65 1,25 ± 0,90 47,29 ± 3,08 4,17 a ± 1,00
a
P3 8,87 ± 3,32 1,61 ± 0,79 46,42 ± 1,81 5,74 b ± 0,28
b
P4 10,12 ± 2,15 3,44 ± 1,95 44,71 ± 1,61 5,64 b ± 0,11
Keterangan: Superskrip yang berbeda pada kolom yang sama menunjukan perbedaan pengaruh
yang sangat nyata (p<0,01) pada kolom gula reduksi dan menunjukan perbedaan
pengaruh yang nyata (p<0,05) pada kolom kadar lemak. Kolom yang sama tanpa
superskrip menunjukan tidak adanya perbedaan pengaruh yang nyata (p>0,05).
sendiri yang lebih besar daripada tepung dapat pula dipengaruhi oleh pasteurisasi
beras ketan, yaitu mengandung lemak atau pemanasan. Kandungan lemak
sebesar 1,25% sedangkan tepung beras tertinggi terdapat pada perlakuan P4,
ketan memiliki kandungan lemak 1,13%, yaitu 3,44 ± 1,95, namun dalam
sehingga dengan penambahan komposisi pembuatan dodol tetap mengacu pada
tepung umbi Talas Bogor dibandingkan SNI dodol agar dalam proses penelitian
tepung beras ketan dapat memberikan dapat menghasilkan produk yang sesuai
pengaruh positif terhadap kandungan standar yang ada.
lemak dodol susu. Kandungan amilosa Berdasarkan SNI (1992) kadar
tepung umbi Talas Bogor yang lebih lemak yang terkandung dalam dodol
tinggi dari pada tepung beras ketan yaitu minimal 7% namun dalam penelitian ini
16,29% juga berperan dalam kadar lemak tertinggi hanya 3,44%
peningkatan kadar lemak dodol susu. dengan kata lain produk yang dihasilkan
Peningkatan kadar lemak disebabkan masih belum sesuai SNI karena nilai
karena komponen pati dan protein kadar lemak masih jauh dari standar
membentuk ikatan satu sama lain. Ikatan yang ditetapkan. Hasil tersebut
yang terbentuk akan semakin kuat dan disebabkan karena kandungan bahan-
padat yang mengakibatkan lemak bahan yang digunakan dalam pembuatan
terperangkap pada produk. Amilosa yang dodol susu memiliki kandungan lemak
merupakan komponen dari pati akan yang rendah, diantaranya seperti
lebih banyak memerangkap komponen kandungan lemak Talas Bogor hanya
seperti air dan lemak ketika terjadi 1,25% (Ridal, 2003), sedangkan
proses yang melibatkan panas kandungan lemak pada susu sebagai
(Margareta, 2013). bahan utama dodol susu hanya 3,5%
Pengujian lanjutan dengan Uji (Depkes RI, 2005). Berbeda dengan
Jarak Berganda Duncan menunjukkan dodol sebagai acuan SNI yang
terdapat perbedaan yang sangat nyata menggunakan santan sebagai bahan
antar perlakuan. Diketahui bahwa utama dalam pembuatannya, karena
perlakuan yang memberikan perbedaan santan kelapa memiliki kandungan
pengaruh yang paling signifikan adalah lemak sebesar 34,3%. Selain itu dalam
P4, yakni dengan kandungan lemak pembuatan dodol menggunakan proses
paling tinggi. Kandungan lemak tertinggi pemanasan, sehingga akan berpengaruh
diantara perlakuan lainnya dikarenakan pada kandungan lemak tersebut.
pada perlakuan P4 persentase substitusi
tepung umbi Talas Bogor yang Pengaruh Perlakuan Terhadap Total
digunakan adalah paling tinggi, yakni gula Dodol Susu
100% tepung umbi Talas Bogor sehingga Substitusi tepung beras ketan
peningkatan kandungan lemak pada dengan tepung umbi Talas Bogor kurang
produk dodol susu menunjukan hasil mampu meningkatkan nilai total gula
paling signifikan. Menurut Indarti (2007) dodol susu yang dihasilkan. Substitusi
proses pemanasan yang dilakukan saat tepung umbi Talas Bogor dengan
pemasakan akan meningkatkan pelarutan persentase 50% (P4) menunjukkan nilai
lemak sekitar 2 hingga 3%. Proses total gula tertinggi diantara perlakuan
pemanasan dapat merubah lemak yang lainnya. Berdasarkan data dan hasil
menjadi cair dan viskositas lemak akan analisis ragam terhadap total gula dodol
berkurang sehingga lemak menjadi lebih susu, didapatkan bahwa substitusi tepung
mudah larut. Permainy, Wasitodan dan umbi Talas Bogor terhadap tepung beras
Widayaka (2013) menambahkan faktor ketan memberikan pengaruh yang tidak
yang mempengaruhi kadar lemak pada nyata (p>0,05) terhadap total gula dodol
produk olahan susu yang dihasilkan susu. Semakin meningkatnya proporsi
32
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2016, Hal 28-37 Vol. 11, No.2
ISSN: 1978 - 0303
substitusi tepung umbi Talas Bogor atau tekstur, memberi flavour melalui
terhadap tepung beras ketan dalam reaksi pencoklatan dan memberi rasa
pembuatan dodol susu tidak berpengaruh manis (Gautara dan Soesarsono, 2005).
terhadap kandungan gula. Terbukti rata- Penambahan gula dalam suatu
rata kandungan total gula pada perlakuan produk olahan susu berfungsi sebagai
3 (P2) lebih tinggi dibanding dengan bahan pengawet, gula dapat menurunkan
perlakuan P0, P1, P3 dan P4, yang mana Aw dari bahan pangan sehingga
P2 memiliki persentase tepung beras mikroorganisme dapat terhambat
ketan dan tepung umbi Talas Bogor yang pertumbuhannya (Gianti, 2011).
sama (50:50). Didukung dengan pendapat Hardiansyah
Tidak adanya perbedaan yang (2000) bahwa gula yang apabila
signifikan terhadap peningkatan ditambahkan kedalam bahan pangan
substitusi tepung umbi Talas Bogor dengan konsentrasi tinggi, maka
diduga karena adanya proses pemanasan sebagian dari air yang ada menjadi tidak
dalam proses pembuatan dodol susu. tersedia untuk pertumbuhan
Kandungan gula yang mudah terurai jika mikroorganisme dari bahan pangan
mengalami pemanasan membuat tersebut.
kandungan gula menurun, sedangkan
tidak menentunya penurunan kadar total Pengaruh Perlakuan terhadap Gula
gula pada masing-masing perlakuan Reduksi Dodol Susu
diduga karena tidak menentunya faktor Substitusi tepung beras ketan
lingkungan saat pembuatan dodol susu, dengan tepung umbi Talas Bogor kurang
seperti manusia, kondisi api, suhu kamar mampu menurunkan nilai gula reduksi
dan lama pemasakkan. Penurunan total dodol susu yang dihasilkan. Substitusi
gula pada proses pembuatan dodol susu tepung umbi Talas Bogor dengan
dikarenakan gula mengalami pemanasan persentase 50% (P2) menunjukkan nilai
yang tinggi dalam jangka waktu yang gula reduksi terendah diantara perlakuan
lama, sehingga berakibat kadar gula yang lainnya. Hasil analisis ragam
sebagai sukrosa menurun. Produk yang dengan perlakuan substitusi tepung umbi
diberi penambahan gula bila dilakukan Talas Bogor terhadap tepung beras ketan
pemanasan yang lebih lama terjadi dengan persentase yang berbeda dalam
proses karamelisasi, yaitu reaksi pembuatan dodol susu menunjukan
pencoklatan non-enzimatik. Karamel perbedaan yang sangat nyata (p<0,01)
yang terbentuk selama pemanasan terhadap kandungan gula reduksi.
memberi warna coklat pada produk Hasil analisis ragam menunjukan
pangan. Ditambahkan oleh Winarno perbedaan yang sangat nyata, yakni
(2004) yang menyatakan bahwa dengan adanya peningkatan signifikan
penurunan kadar gula pada proses terhadap nilai gula reduksi antar
pembuatan dodol dikarenakan gula perlakuan, namun dalam pengujian
mengalami pemanasan yang tinggi kualitas gula reduksi yang diharapkan
dalam jangka waktu yang lama. adalah kadar gula reduksi yang
Hasil yang tercapai pada masing- terkandung dalam suatu produk memiliki
masing perlakuan menunjukan total gula kadar seminimal mungkin. Berdasarkan
yang terkandung pada dodol susu tabel tersebut diketahui bahwa
berkisar 44%-47%. Hasil tersebut sudah kandungan gula reduksi terendah pada
sesuai SNI dodol yang mensyaratkan perlakuan P2 dengan persentase antara
kandungan kadar gula total dodol tepung beras ketan dan tepung umbi
minimal 40%. Gula dalam pembuatan Talas Bogor yang sama, yaitu 50%
dodol berfungsi sebagai humektan, tepung beras ketan dan 50% tepung umbi
membantu pembentukkan lapisan keras Talas Bogor dengan kandungan gula
33
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2016, Hal 28-37 Vol. 11, No.2
ISSN: 1978 - 0303
34
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2016, Hal 28-37 Vol. 11, No.2
ISSN: 1978 - 0303
35
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2016, Hal 28-37 Vol. 11, No.2
ISSN: 1978 - 0303
36
Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak, Oktober 2016, Hal 28-37 Vol. 11, No.2
ISSN: 1978 - 0303
37