You are on page 1of 10

Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok Sosialisasi

Terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial


Surya Efendia, Atih Rahayuningsihb, Wan Muharyatic
a
RSJ HB Sa’anin Padang
b
Keperawatan Universitas Andalas
c
Perawat RSJ HB Sa’anin Padang

Abstract: This study aims to determine the Effect of Activity Group Therapy: Socialization
(AGTS) to Client Behavior Change Social Isolation in Gelatik Room Prof. HB Sa'anin Mental
Hospital Padang. This study used quasi experiment design without a control group with the
approach one group pretest and posttest design. Objects in this study is the client's social
isolation. Sampling was purposive sampling with a sample of 10 people. Instruments used in the
form of sheets of observation and interview guides. Clients of social isolation pretest conducted
before given AGTS, then do posttest. The average value of 31.5 pretest and posttest mean value of
40.1. This shows a decline in social isolation behavior after being given the AGTS. Data were
analyzed using Two Different Tests Mean Dependent (Paired Samples) with 95% degree of
confidence. The results of statistical tests obtained p = 0.00 (p <0.05). This suggests there is a
significant influence on the administration AGTS to changes in client behavior of social isolation.
Expected to hospital nurses to be able to improve the implementation of AGTS with respect to
indications that the client can participate in the activities of the AGTS. Then the researchers next
to be examined by using qualitative techniques.

Key words: social isolation, behaviour changes, group activity therapy

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi aktivitas
kelompok sosialisasi terhadap Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial di Ruang Gelatik RS Jiwa
Prof HB Sa’anin Padang. Penelitian ini menggunakan desain quasi experiment tanpa kelompok
kontrol dengan pendekatan one group pretest and posttest design. Sampel dalam penelitian ini
adalah klien isolasi sosial yang diambil secara purposive sampling berjumlah 10 orang.
Instrumen yang digunakan berupa lembar observasi dan pedoman wawancara.Nilai rata-rata
pretest 31,5 dan posttest 40,1. Data diuji dengan Uji Beda Dua Mean Dependen (Paired Sampel)
dengan derajat kepercayaan 95 %. Hasil uji statistik didapatkan p = 0,00 (p<0,05). Hal ini
menunjukkan terdapat pengaruh yang bermakna pada pemberian TAKS terhadap perubahan
perilaku klien isolasi sosial. Diharapkan kepada perawat rumah sakit untuk dapat meningkatkan
pelaksanaan TAKS dengan memperhatikan indikasi klien yang bisa diikutsertakan dalam
kegiatan TAKS. Kemudian kepada peneliti selanjutnya diharapkan untuk dapat melanjutkan
penelitian ini dengan menggunakan teknik kualitatif.

Kata kunci: isolasi sosial, perubahan perilaku, terapi aktifitas kelompok

Sehat menurut WHO adalah keadaan Dalam definisi tersebut jelas bahwa sehat
yang sempurna baik fisik, mental maupun bukan sekedar terbebas dari penyakit atau
sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit, cacat. Orang yang tidak berpenyakit pun
kelemahan atau cacat (Notosoedirjo, 2002). belum tentu dikatakan sehat. Seseorang

105
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114

semestinya dalam keadaan yang sempurna dan merasa tertekan. Keadaan ini dapat
baik fisik, mental maupun sosial. Dalam menimbulkan perilaku tidak ingin
perkembangan dan pembangunan dunia akhir- berkomunikasi dengan orang lain, lebih
akhir ini yang ditandai dengan modernisasi, menyukai berdiam diri, menghindar dari
industrialisasi dan globalisasi, akan membawa orang lain, dan kegiatan sehari-hari terabaikan
banyak perubahan dalam kehidupan yang bisa (Kusumawati dan Hartono, 2010). Menurut
menjadi stressor bagi seseorang. Dengan Stuart and Sundeen, (2006) Individu dalam
tingginya stressor itu diperkirakan gangguan situasi seperti ini harus diarahkan pada respon
jiwa akan semakin meningkat (Setiaji, 2002). perilaku dan interaksi sosial yang optimal
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang melalui asuhan keperawatan yang
paling banyak terdapat di seluruh dunia komprehensif dan terus menerus disertai
adalah gangguan jiwa skizofrenia. Prevalensi dengan terapi-terapi modalitas seperti Terapi
skizofrenia di dunia adalah 0,1 per mil dengan Aktivitas Kelompok (TAK), bahkan TAK
tanpa memandang perbedaan status sosial Sosialisasi memberikan modalitas terapeutik
atau budaya (Varcarolis and Halter 2010). yang lebih besar daripada hubungan
Sedangkan hasil riset dasar kesehatan terapeutik antara dua orang yaitu perawat dan
nasional tahun 2007 menyebutkan bahwa klien.
sebanyak 0,46 per mil masyarakat Indonesia TAK adalah terapi modalitas yang
mengalami gangguan jiwa berat. Mereka dilakukan perawat kepada sekelompok klien
adalah yang diketahui mengidap skizofrenia yang mempunyai masalah keperawatan yang
dan mengalami gangguan psikotik berat sama. Aktivitas yang digunakan sebagai
(Depkes RI, 2007). terapi, dan kelompok digunakan sebagai
Skizofrenia adalah suatu gangguan target asuhan. Di dalam kelompok terjadi
jiwa berat yang ditandai dengan penurunan dinamika interaksi yang saling bergantung,
atau ketidakmampuan berkomunikasi, saling membutuhkan dan menjadi
gangguan realitas (halusinasi atau waham), laboratorium tempat klien berlatih perilaku
afek yang tidak wajar atau tumpul, gangguan baru yang adaptif untuk memperbaiki perilaku
kognitif (tidak mampu berpikir abstrak) serta lama yang maladaptif. Stuart and Sundeen
mengalami kesukaran melakukan aktivitas (2006) menambahkan bahwa TAK dilakukan
sehari-hari. Salah satu gejala negatif untuk meningkatkan kematangan emosional
skizofrenia adalah menarik diri dari pergaulan dan psikologis pada klien yang mengidap
sosial (isolasi sosial). Isolasi sosial adalah gangguan jiwa pada waktu yang lama. TAK
keadaan dimana seorang individu mengalami dapat menstimulus interaksi diantara anggota
penurunan atau bahkan sama sekali tidak yang berfokus pada tujuan kelompok. TAK
mampu berinteraksi dengan orang lain di Sosialisasi juga membantu klien
sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak, berinteraksi/berorientasi dengan orang lain.
tidak diterima, kesepian dan tidak mampu Terapi Aktivitas Kelompok :
membina hubungan yang berarti dengan Sosialisasi (TAKS) merupakan suatu
orang lain (Keliat et al, 2005). rangkaian kegiatan yang sangat penting
Terjadinya gangguan ini dipengaruhi dilakukan untuk membantu dan memfasilitasi
oleh faktor predisposisi diantaranya klien isolasi sosial untuk mampu
perkembangan dan sosial budaya. Kegagalan bersosialisasi secara bertahap melalui tujuh
dapat mengakibatkan individu tidak percaya sesi untuk melatih kemampuan sosialisasi
pada diri, tidak percaya pada orang lain, ragu, klien. Ketujuh sesi tersebut diarahkan pada
takut salah, pesimis, putus asa terhadap orang tujuan khusus TAKS, yaitu : kemampuan
lain, tidak mampu merumuskan keinginan, memperkenalkan diri, kemampuan

106
Efendi, dkk, Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok

berkenalan, kemampuan bercakap-cakap, bahwa semua ruang rawat inap di RS. Jiwa
kemampuan menyampaikan dan Prof. HB. Sa’anin Padang khususnya ruang
membicarakan topik tertentu, kemampuan Gelatik telah melaksanakan TAK sebagai
menyampaikan dan membicarakan masalah bagian dari kegiatan perawatan pasien yang
pribadi, kemampuan bekerja sama, dilaksanakan setiap hari yang salah satunya
kemampuan menyampaikan pendapat tentang adalah TAKS. TAKS dilakukan berurutan
manfaat kegiatan TAKS yang telah dilakukan. dari sesi 1 sampai sesi 7 yang dilaksanakan
Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan oleh perawat ruangan dan mahasiswa yang
dalam TAKS yaitu tahap persiapan, orientasi, sedang melaksanakan praktik klinik di RS.
tahap kerja dan tahap terminasi dengan Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang. Perawat
menggunakan metode dinamika kelompok, melaksanakannya sesuai dengan prosedur
diskusi atau tanya jawab serta bermain peran yang ada pada buku panduan, tapi belum
atau stimulasi. sepenuhnya memperhatikan indikasi untuk
Penelitian yang dilakukan oleh Setya, pasien yang sudah bisa diikutsertakan dalam
T (2009) didapatkan adanya pengaruh TAKS kegiatan ini, seperti masih ada klien yang
terhadap kemampuan berinteraksi pada klien belum bisa melakukan interaksi interpersonal
isolasi sosial di Rumah Sakit Jiwa Pusat Dr. dan berespon sesuai dengan stimulus juga
Soeharto Heerdjan Jakarta. Sedangkan diikutsertakan. Selain itu, klien yang tidak ada
penelitian Joko (2009) di Rumah Sakit Jiwa kemajuan setelah dirawat secara individu juga
Surakarta menyatakan bahwa ada pengaruh diikutsertakan dalam kegiatan TAKS, padahal
yang signifikan pelaksanaan TAKS sesi satu klien seperti ini belum bisa diikutsertakan
dan sesi dua terhadap perubahan perilaku karena tidak akan memberi dampak walaupun
menarik diri. dilibatkan dalam kegiatan TAKS.
Berdasarkan data laporan masing- Hasil observasi pada tanggal 16
masing ruang rawat inap RS. Jiwa Prof. HB. Oktober 2011 pada sepuluh orang klien
Sa’anin Padang dalam enam bulan terakhir dengan masalah keperawatan isolasi sosial
(dari bulan Maret 2011 sampai Agustus yang telah diberikan TAKS sesi 1 sampai sesi
2011), diketahui bahwa klien dengan masalah 7 di ruang Gelatik RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin
isolasi sosial terbanyak terdapat di ruang Padang, ditemukan tujuh orang klien masih
Gelatik yaitu sebanyak 64 orang dari 352 suka menyendiri, jarang berbincang-bincang
orang (18,1 %). Sedangkan di ruangan dengan pasien yang lain, terlihat tidak
Merpati sebanyak 54 orang dari 382 orang semangat, afek tumpul, kontak mata kurang
(14,1 %), ruangan Melati sebanyak 45 orang dan lebih sering menunduk, sedangkan tiga
dari 331 orang (13,5 %), ruangan orang pasien yang sudah mulai mau
Cenderawasih 34 orang dari 462 orang (7,3 berinteraksi dengan pasien yang lain kadang-
%), ruangan Flamboyan 19 orang dari 288 kadang masih sering tampak melamun.
orang (6,6 %), dan ruangan Anggrek Data di atas menunjukkan bahwa pasien yang
sebanyak 4 orang dari 86 orang (4,7 %). telah mendapat TAKS sebagian besar masih
RS. Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang menunjukkan perilaku isolasi sosial, seperti
merupakan sebuah Rumah Sakit Jiwa tipe A masih suka menyendiri, jarang berbincang-
yang telah menerapkan Terapi Aktivitas bincang dengan pasien yang lain, tampak
Kelompok yaitu dengan dibentuknya ruang tidak bersemangat, afek tumpul, kontak mata
MPKP, dimana salah satu programnya adalah kurang dan lebih sering menunduk. Padahal
pelaksanaan TAK. Berdasarkan pengalaman secara teoritis TAKS dapat membantu pasien
peneliti secara langsung selama bekerja di RS untuk berinteraksi/bersosialisasi dengan orang
Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang diketahui lain.

107
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114

Penelitian ini bertujuan untuk anggota kelompok kecil menurut Stuart dan
mengetahui bagaimana pengaruh pemberian Laraia (2006), yaitu 7-10 orang. Untuk
terapi aktivitas kelompok sosialisasi terhadap menetapkan sampel maka digunakan kriteria
perubahan perilaku klien isolasi sosial di inkulusi dan kriteria eksklusi. Kriteria inklusi
Ruang Gelatik RS Jiwa Prof HB Sa’anin adalah karakteristik umum subjek penelitian
Padang Tahun 2011. dari suatu populasi, suatu target dan
terjangkau akan diteliti (Nursalam, 2008).
Adapun kriteria inklusi penelitian ini adalah :
METODE a. Klien isolasi sosial yang sudah mendapat
Penelitian ini menggunakan desain asuhan keperawatan untuk masalah isolasi
quasi eksperiment tanpa kelompok kontrol sosial.
dengan pendekatan one group pretest and b. Klien isolasi sosial yang telah mulai
posttest design (Nursalam, 2008). Dalam melakukan interaksi interpersonal.
rancangan ini kelompok subjek dilakukan c. Klien isolasi sosial yang telah mulai
pretest terlebih dahulu. Populasi dalam berespon sesuai dengan stimulus.
penelitian ini adalah jumlah pasien isolasi d. Klien isolasi sosial yang bersedia dijadikan
sosial yang dirawat di ruang Gelatik RS. Jiwa responden.
Prof. HB. Sa’anin Padang dalam 6 bulan Penelitian ini dilakukan di Ruang Gelatik RS
terakhir (dari bulan Maret 2011 sampai bulan Jiwa Prof HB Sa’anin Padang dari bulan
Agustus 2011), yaitu berjumlah : 64 orang Agustus sampai Desember 2011.
dengan rata-rata perbulan 11 orang. teknik
pengambilan sampel yang digunakan peneliti
adalah purposive sampling, yaitu penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN
yang didasarkan pada suatu pertimbangan Hasil pengambilan data pada klien
tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri isolasi sosial di Ruang Gelatik RS. Jiwa Prof.
berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang HB. Sa’anin Padang selama 10 hari mulai dari
sudah diketahui sebelumnya. Jumlah sampel tanggal 4 sampai 13 Desember 2011 dengan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah responden 10 orang didapatkan data
10 orang yang didasarkan pada jumlah sebagai berikut :

Tabel 1. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Karakteristik Umur, Jenis Kelamin,


Pekerjaan dan Pendidikan di Ruang Gelatik RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun
2011
No Karakteristik Kriteria Frekuensi Persentase
1. Umur 18 – 25 4 40
Cameron (1969) (Dewasa Muda Awal)
>25 – 40 6 60
(Dewasa Muda Akhir)
Total 10 100
2. Jenis Kelamin Laki-Laki 10 100
Perempuan 0 0
Total 10 100
3. Pekerjaan Bekerja 4 40
Tidak Bekerja 6 60
Total 10 100

108
Efendi, dkk, Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok

4. Pendidikan SD 3 30
SMP/Sederajat 5 50
SMA/Sederajat 2 20
Perguruan Tinggi 0 0
Total 10 100

Tabel di atas memperlihatkan bahwa lebih dari separuh (60 %) responden berumur >25-40,
semua responden (100 %) berjenis kelamin laki-laki, lebih dari separuh (60 %) responden tidak
bekerja, lebih banyak (50 %) responden berpendidikan SMP.

Tabel 2. Rerata perbahan perilaku isolasi sosial sebelum dan sesudah terapi aktivitas
kelompok sosialisasi di Ruang Gelatik RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang Tahun 2011
No. Sebelum Perlakuan Setelah Perlakuan Kategori
Responden (Pretest) (Posttest)
1 30 41 11
2 27 37 10
3 30 39 9
4 33 43 10
5 33 41 8
6 30 37 7
7 34 42 8
8 35 41 6
9 31 39 8
10 32 41 9
31,5 40,1

Tabel 2. di atas memperlihatkan penelitian yang dilakukan oleh Joko (2009) di


bahwa semua responden (100%) mengalami Rumah Sakit Jiwa Surakarta yang
perubahan perilaku isolasi sosial, yang berarti menyatakan bahwa ada pengaruh yang
bahwa terjadi penurunan perilaku isolasi signifikan pelaksanaan TAKS sesi satu dan
sosial dari sebelum dan sesudah perlakuan sesi dua terhadap perubahan perilaku menarik
dalam rentang 6 sampai 11 dengan nilai rata- diri dengan perbedaan nilai antara pretest dan
rata pretest 31,5 dan nilai rata-rata posttest posttest yaitu sebesar 0,34.
40,1. Rata-rata perilaku isolasi sosial Salah satu gejala negatif skizofrenia
responden pada saat pretest dan posttest adalah menarik diri dari pergaulan sosial
didapatkan perbedaan nilai sebesar 8,6, (isolasi sosial). Isolasi sosial adalah keadaan
artinya perilaku isolasi sosial klien menurun dimana seorang individu mengalami
sebesar 15,3 % setelah diberikan TAKS penurunan atau bahkan sama sekali tidak
selama 7 sesi. Adapun klien yang mengalami mampu berinteraksi dengan orang lain di
rentang perubahan nilai 6 sampai 8 adalah 5 sekitarnya. Pasien mungkin merasa ditolak,
orang (50%), sedangkan yang mengalami tidak diterima, kesepian dan tidak mampu
rentang perubahan nilai 9 sampai 11 adalah 5 membina hubungan yang berarti dengan
orang (50%). Penelitian ini sesuai dengan orang lain (Keliat et al, 2005).

109
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114

Penelitian ini menunjukkan bahwa berkurang dan berat badannya mulai


semua responden berada dalam rentang usia menurun. Tidurnya hampir selalu terganggu
dewasa muda. Hal ini sesuai dengan pendapat dan keluhan yang paling sering adalah
Natsir dan Muhith (2010) yang menyatakan terbangun dini hari dan tidak dapat tidur
bahwa skizofrenia ditemukan 7 per mil orang sesudahnya. Dengan berkembangnya depresi
dewasa dan terbanyak usia 15-35 tahun. seseorang menjadi lebih lamban, merasa sedih
Sedangkan dilihat dari karakteristik dan mungkin terlalu dihantui rasa bersalah
responden berdasarkan pekerjaan, didapatkan dan tidak berguna.
lebih dari separoh (60%) responden tidak Terjadinya gangguan dalam
bekerja. Menurut Prayitno, E (2006), bekerja berhubungan dengan orang lain (isolasi
merupakan salah satu dimensi kehidupan sosial) juga dapat dipengaruhi oleh jenis
orang dewasa awal yang sangat penting. kelamin. Dalam penelitian ini didapatkan
Mereka bekerja dengan berbagai alasan, semua (100%) responden berjenis kelamin
seperti untuk mendapatkan kepuasan pribadi, laki-laki. Gillian (1982) dalam Abraham dan
penghasilan, dan status sosial. Bagi kalangan Shanley (1997) menyatakan bahwa bagi
ekonomi lemah, bekerja untuk mendapatkan perempuan adanya kepentingan dan hubungan
penghasilan. Bagi kalangan ekonomi tinggi, pengasuhan dapat membuat mereka
tujuan bekerja adalah untuk mendapatkan mengembangkan keterampilan yang bersifat
kepuasan dan status. McGhie, Andrew (1996) hirarki. Laki-laki di sisi lain tidak mengalami
menyatakan bahwa alasan yang paling lazim kesulitan pada persaingan tetapi bermasalah
dari simptom neurotik yang diberikan pasien dalam membuat hubungan dengan orang lain
dewasa yang menjalani rawat jalan di bagian yang berarti bertentangan dengan
psikiatri adalah bekerja terlalu keras atau kemandiriannya. Selain itu, Maccoby dan
stress yang diberikan dengan pekerjaan. Bila Jackson (1974) dalam Abraham dan Shanley
kita tidak mampu mencapai kepuasan atau (1997) menyatakan bahwa perempuan
menemukan makna dari pekerjaan kita, dalam mempunyai kemampuan verbal dan bahasa
batas tertentu kita gagal dalam lebih baik dibandingkan dengan laki-laki.
mengekspresikan diri yang mengakibatkan Pernyataan di atas menjelaskan bahwa
rasa tidak puas dan kecewa. seorang laki-laki memiliki masalah dalam
McGhie, Andrew (1996) membuat hubungan dengan orang lain, hal ini
menambahkan bahwa seseorang yang tidak berarti laki-laki cenderung mengisolasikan
mampu merampungkan volume pekerjaan dirinya dari pergaulan sosial (isolasi sosial).
yang sama, atau apabila ia tidak mampu Selain itu, Laki-laki juga memiliki
menangani atau tidak memiliki pekerjaan kemampuan verbal dan bahasa yang kurang
domestik rutin, dalam suasana hati yang dari perempuan, sehingga laki-laki cenderung
demikian seseorang merasa sedih, pesimis tertutup dan memendam sendiri setiap
terhadap masa depan dan ia mungkin terlalu masalah dan stessor psikologis yang mereka
merisaukan kesehatannya secara tidak wajar. hadapi. Kondisi ini jika berlangsung lama
Minatnya semakin berkurang dan dengan tanpa ada mekanisme koping yang
perhatiannya tidak lagi dapat terpusat pada konstruktif, maka kecenderungan ia jatuh ke
kegiatan-kegiatan yang semula digemarinya. dalam gangguan jiwa akan lebih tinggi.
Ia merasa dunia sebagai tempat yang Dilihat dari hasil observasi pada saat
menyedihkan dan tidak dapat membayangkan pretest yang dapat dilihat pada master tabel,
perbaikan-perbaikan di kemudian hari atau hal yang paling banyak dilakukan oleh klien
mengingat saat-saat dimana ia merasa adalah menyendiri dalam ruangan dengan
gembira dan puas. Selera makannya total nilai nilai 17, tidak berkomunikasi

110
Efendi, dkk, Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok

dengan total nilai 20, suka melamun dengan Dalam penelitian ini masih terdapat
total nilai 19 dan menghindar dari orang lain separuh (50 %) responden yang mengalami
dengan total nilai 19. Setelah diberikan penurunan perilaku isolasi sosial dalam
TAKS, hal tersebut mengalami penurunan rentang 6 sampai 8. Walaupun tidak ada yang
dengan nilai perubahan sebagai berikut : mengalami penurunan nilai atau peningkatan
menyendiri dalam ruangan 10, tidak perilaku isolasi sosial dalam penelitian ini,
berkomunikasi 8, suka melamun 9, dan perubahan skor yang sedikit dalam penelitian
menghindar dari orang lain 8. Sedangkan ini dapat terjadi karena penurunan konsentrasi
dilihat dari pedoman wawancara, hal yang dan juga sikap responden selama kegiatan
paling banyak dirasakan klien pada saat TAKS. Hal ini dapat diihat dari hasil evaluasi
pretest adalah merasa kesepian dengan total TAKS yang menunjukkan masih adanya
nilai 19, tidak percaya atau merasa tidak aman responden yang tidak ada/kurang kontak
berada dengan orang lain dengan total nilai 20 mata, menggunakan bahasa tubuh yang tidak
dan merasa bosan dan lambat menghabiskan sesuai dan minta izin ke kamar mandi, minum
waktu dengan total nilai 19. Setelah diberikan ataupun melakukan kegiatan lain di luar
TAKS, hal tersebut mengalami perubahan ruangan TAK pada setiap sesi selama
dengan nilai perubahan sebagai berikut : pelaksanaan TAKS. Menurut Depkes, (2000)
merasa kesepian 9, tidak percaya atau merasa keadaan ini dipengaruhi oleh faktor internal
tidak aman berada dengan orang lain 7 dan yaitu faktor sosiopsikologis seperti sikap,
merasa bosan dan lambat menghabiskan kebiasaan dan kemauan dapat mempengaruhi
waktu 4. apa yang kita perhatikan dan faktor eksternal
Perubahan ini sesuai dengan yang terdiri dari intensitas stimulus sehingga
pernyataan Stuart and Sundeen (2006) yang perhatian akan tertuju atau terfokus pada
menyatakan bahwa TAKS dilakukan untuk stimulus yang menonjol serta dapat juga
meningkatkan kematangan emosional dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana
psikologis pada klien yang mengidap lingkungan yang bising, warna yang
gangguan jiwa pada waktu yang lama. TAKS mencolok akan mempengaruhi konsentrasi
dapat menstimulus interaksi diantara anggota anggota kelompok dalam melakukan TAK.
yang berfokus pada tujuan kelompok. TAKS Selain itu, keadaan tersebut di atas
juga membantu klien berinteraksi/berorientasi juga dapat dipengaruhi oleh tingkat
dengan orang lain. pendidikan responden, dimana dalam
Menurut Niven, (2000) Keberhasilan penelitian ini didapatkan lebih banyak (50%)
pasien dalam TAK dimungkinkan karena responden dengan tingkat pendidikan
telah terbentuknya rasa percaya antara SMP/Sederajat. Menurut Purwanto, H (1999),
anggota kelompok, dimana rasa saling inti dari kegiatan pendidikan adalah proses
percaya (trust) antara anggota akan belajar mengajar. Hasil dari proses belajar
memungkinkan pasien untuk dapat bekerja mengajar adalah seperangkat perubahan
sama. Rasa saling percaya, saling menerima perilaku. Dengan demikian, pendidikan
dalam norma kelompok akan meningkatkan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku
rasa kebersamaan antar anggota. Dimana seseorang. Seseorang yang berpendidikan
kekuasaan dan pengaruh masing-masing tinggi akan berbeda perilakunya dengan orang
anggota kelompok sangat menentukan dalam yang berpendidikan rendah.
pencapaian tujuan dari suatu TAK. Selain itu Seseorang yang memiliki tingkat
juga dapat dipengaruhi oleh peran terapis pendidikan yang tinggi akan relatif mudah
dalam memberikan motivasi kepada memahami setiap terapi yang diberikan dalam
responden agar terlibat dalam diskusi. kegiatan TAKS. Sehingga akan menghasilkan

111
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114

penurunan perilaku isolasi sosial yang cepat. terhambat sehingga penurunan perilaku
Sedangkan tingkat pendidikan yang rendah isolasi sosial klien juga akan ikut terhambat.
membuat proses terapi dalam TAKS menjadi

Tabel 3. Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok : Sosialisasi (TAKS) terhadap


Perubahan Perilaku Klien Isolasi Sosial di Ruang Gelatik RS Jiwa Prof. HB. Sa’anin
Padang Tahun 2011
Variabel Mean SD CI 95 % t p
Lower Upper
Pretest 31,50 2,369
Perilaku Isolasi Sosial -9,677 -7,523 -18,064 0,00
Posttest 40,10 2,025
Perilaku Isolasi Sosial

Hasil uji statistik dengan menggunakan Uji Dilihat dari tujuan terapeutik, TAKS
Beda Dua Mean Dependen (Paired Sampel) mempunyai tujuan untuk memfasilitasi proses
didapatkan rata-rata perilaku isolasi sosial interaksi, meningkatkan sosialisasi,
sebelum pemberian TAKS adalah 31,50 meningkatkan kemampuan klien memberi
dengan standar deviasi 2,369. Sedangkan rata- respon terhadap realita, mengenali cara baru
rata perilaku isolasi sosial setelah pemberian dalam mengatasi masalah, meningkatkan
TAKS adalah 40,10 dengan standar deviasi identitas diri, menyalurkan emosi secara
2,025. Hasil uji statistik ini didapatkan nilai p konstruktif dan meningkatkan kemampuan
= 0,00 (p<0,05), maka dapat disimpulkan ekspresi diri. Sedangkan dilihat dari tujuan
terdapat pengaruh yang bermakna pada rehabilitasi, TAKS bertujuan untuk
pemberian TAKS terhadap perubahan meningkatkan keterampilan ekspresi diri,
perilaku klien isolasi sosial. Dengan demikian meningkatkan kemampuan berempati,
Ho ditolak. meningkatkan kemampuan berhubungan
sosial, meningkatkan kemampuan pemecahan
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian masalah dan meningkatkan kepercayaan diri
Joko (2009) di Rumah Sakit Jiwa Surakarta (Depkes RI, 2000).
dengan nilai p = 0,00 (p<0,05). Namun, pada Pemberian TAKS pada responden
penelitian yang dilakukan oleh Joko (2009) dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap
hanya melaksanakan TAKS dalam 2 sesi saja, dan dilaksanakan dalam tujuh sesi yang
yaitu sesi 1 dan sesi 2. Padahal menurut dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang
Keliat dan Akemat (2004), rangkaian kegiatan ada dalam buku panduan dan responden yang
dalam TAKS terdiri dari tujuh sesi. diikutsertakan dalam kegiatan ini memenuhi
Sedangkan dalam penelitian ini, peneliti indikasi pasien TAKS. Adapun indikasinya
melaksanakan semua sesi dalam TAKS, yaitu adalah klien isolasi sosial yang telah mulai
dari 1 sampai sesi 7. melakukan interaksi interpersonal, dan telah
Menurut Niven (2000) TAK sangat mulai berespon sesuai dengan stimulus.
efektif dilakukan pada pasien gangguan jiwa Pelaksanaan TAKS di RS Jiwa Prof.
karena memiliki beberapa keuntungan yang HB. Sa’anin Padang telah sesuai dengan
akan diperoleh pasien, meliputi dukungan prosedur yang ada dalam buku panduan, tapi
moral, pendidikan, meningkatkan kemampuan perawat belum sepenuhnya memperhatikan
pemecahan masalah dan meningkatkan indikasi untuk pasien yang sudah bisa
hubungan interpersonal. diikutsertakan dalam kegiatan ini, seperti

112
Efendi, dkk, Pengaruh Pemberian Terapi Aktivitas Kelompok

masih ada klien yang belum bisa melakukan KESIMPULAN DAN SARAN
interaksi interpersonal dan berespon sesuai Penelitian ini menyimpulkan bahwa
dengan stimulus juga diikutsertakan. Selain seluruh responden mengalami penurunan
itu, klien yang tidak ada kemajuan setelah perilaku isolasi sosial setelah diberikan
dirawat secara individu juga diikutsertakan TAKS. Selain itu, terdapat pengaruh yang
dalam kegiatan TAKS. Hal ini berbeda bermakna pada pemberian TAKS terhadap
dengan yang dilakukan dalam penelitian ini, perubahan perilaku klien isolasi sosial.
dimana peneliti melaksanakan TAKS sesuai Disarankan kepada perawat di RS.
dengan buku panduan dan memperhatikan Jiwa Prof. HB. Sa’anin Padang untuk dapat
indikasi pasien yang bisa diikutsertakan meningkatkan pelaksanaan TAKS dengan
dalam TAKS. Sehingga terapi yang diberikan memperhatikan indikasi klien yang sudah bisa
dapat memberikan perubahan yang bermakna diikutsertakan dalam TAKS. Kepada peneiti
terhadap perubahan perilaku klien isolasi selanjutnya untuk dapat melakukan penelitian
sosial. lebih lanjut tentang TAKS dengan
Dilihat dari hasil evaluasi masing- menggunakan teknik kualitatif untuk klien
masing sesi pada saat pelaksanaan TAKS, yang masih ditemukan penurunan
ditemukan responden yang mengalami kemampuan dalam masing-masing sesi pada
penurunan kemampuan dari sesi sebelumnya. kegiatan TAKS agar klien tersebut dapat
Seperti yang dialami oleh responden 2 dan mengeksplorasikan perasaan dan pikirannya
responden 9. pada pelaksanaan TAKS sesi 4, sehingga dapat diketahui penyebab penurunan
responden 2 mampu menyampaikan topik kemampuan tersebut.
secara spontan, memilih topik secara spontan
dan memberi pendapat secara spontan.
Namun pada pelaksanaan TAKS sesi 5 dan DAFTAR PUSTAKA
sesi 6, hal tersebut mengalami penurunan. Abraham & Shanley. (1997). Psikologi sosial
Begitu juga dengan responden 9, pada saat untuk perawat. Jakarta: EGC.
pelaksanaan TAKS sesi 4 responden mampu Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
menyampaikan topik dengan jelas, (2000). Keperawatan jiwa, teori dan
menyampaikan topik secara spontan dan tindakan keperawatan. Jakarta.
menjawab dan memberi secara spontan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Namun pada sesi 5, terjadi penurunan (2007). Laporan hasil riset kesehatan
kemampuan dalam menyampaikan topik dasar. Jakarta.
dengan jelas dan menyampaikan topik secara Isaacs, A. (2004). Keperawatan Kesehatan
spontan. Sedangkan pada sesi 6 terjadi Jiwa dan Psikiatri. Jakarta: EGC.
penurunan kemampuan dalam menjawab dan Joko. (2009). Pengaruh pelaksanaan terapi
memberi secara spontan. Oleh karena itu, aktivitas kelompok sosialisasi sesi 1 dan
perlu diadakan penelitian lebih lanjut sesi 2 terhadap perubahan perilaku
mengenai TAKS dengan menggunakan teknik menarik diri klien di Ruang Abimayu,
kualitatif agar masing-masing responden Ruang Maespati dan Ruang Pringgodani
dapat lebih mengeksplorasikan perasaan dan di RSJ Daerah Surakarta. Diakses
pikirannya sehingga dapat diketahui penyebab Tanggal 4 Juni 2011 dari
terjadinya penurunan kemampuan responden http://www.scribd/doc/32713247/proposal
pada masing-masing sesi pelaksanaan TAKS. -terapi-aktivitas-kelompok-sosialisasi
Keliat, B. A. (2005a). Keperawatan jiwa
TAK. Jakarta: EGC.

113
NERS JURNAL KEPERAWATAN VOLUME 8, No 2, Desember 2012 : 105-114

Keliat, B.A. (2005b). Modul basic course Varcarolis & Halter. (2010). Foundations of
community mental health nursing. Jakarta psychiatric mental health nursing: A
: FIK UI. clinical spproach, (Edisi 6). Philadelphia:
Kusumawati, F & Hartono, Y. (2010). Buku WB. Saunders Company.
ajar keperawatan jiwa. Malang: Salemba
Medika.
McGhie, A. (1996). Penerapan psikologi
dalam perawatan. Yogyakarta: Yayasan
Essentia Medica.
Natsir & Muhith. (2010). Dasar-dasar
keperawatan jiwa: Pengantar dan teori.
Malang: Salemba Medika
Niven, N. (2000). Psikologi kesehatan. (Edisi
3). Jakart: EGC
Notosoedirjo, M, L. (2002). Kesehatan mental
konsep dan penerapan. Universitas
Muhammadiyah Malang
Nursalam. (2008). Konsep dan penerapan
metodologi penelitian ilmu keperawatan
(edisi 2). Jakarta: Salemba Medika.
Prayitno, E. (2006). Psikologi orang dewasa.
Padang: Angkasa Raya
Setiaji, S. (2002). Upaya yang perlu
dilakukan untuk menghilangkan stigma
masyarakat terhadap gangguan jiwa.
Yogyakarta: Bagian Ilmu Kedokteran
Jiwa Fakultas Kedokteran Jiwa UGM.
Setya, T. (2009). Pengaruh terapi aktifitas
kelompok : sosialisasi terhadap
kemampuan berinteraksi pada kien isolasi
sosial di Rumah Sakit Jiwa Pusat Dr.
Soeharto Heerdjan Jakarta. Diakses
tanggal 4 Juni 2011 dari
http://darsananursejiwa.blogspot.com/201
0/05/strategi-pelaksanaan-tindakan.html
Stuart, G. & Laraia. (2005). Principles and
practice of psychiatric nursing. Misouri:
Mosby Year Book.
Stuart, G.W. & Sundeen, S. J. (2006).
Principles and practice of psychiatric
nursing. Mosby Year Book : Misouri
Townsend, M.C. (2009). Psychiatric mental
health nursing: Consepts of care in
evidence-based practice. Philadelphia:
FA. Davis.

114

You might also like