You are on page 1of 286

MUSIK DALAM IBADAH KONTEMPORER

DI GBI MEDAN PLAZA:


SUATU KAJIAN STRUKTUR, KONTEKS, DAN
FUNGSI SOSIAL

TESIS
Oleh

ANDY K. MANURUNG
NIM 097037006

PROGRAM STUDI

MAGISTER (S2) PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI


FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

1
“Gereja ini —GBI Medan Plaza— menjadi pionir, karena gereja ini
memiliki pemimpin yang peka akan isi hati Tuhan” (Pdt. Joshua Ginting)

2
Judul Tesis MUSIK DALAM IBADAH KONTEMPORER DI GBI MEDAN
PLAZA: SUATU KAJIAN STRUKTUR, KONTEKS, DAN FUNGSI
SOSIAL

Nama Andy K. Manurung


Nomor Pokok 097037006
Program Studi Magister (S.2) Penciptaan dan Pengkajian Seni
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara

Menyetujui
Komisi Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Drs. Mauly Purba, M.A., Ph.D. Dr. Paul Kwangjong Suh

Program Studi:
Magister (S.2) Penciptaan dan
Pengkajian Seni Fakultas Ilmu Budaya

Ketua, Dekan,

Drs. Irwansyah, M.A. Dr. Syahron Lubis, M.A.


NIP.196211221 1997031001 NIP.19511013 1976031001

3
ABSTRACT
This writing discussed about how Christian Charismatic movements used
music as a religious service to communicate to God in GBI Medan Plaza. By using
scientific and theology approach, this recitation will be doing by other approach
which used qualitative research method. By using several approach like
multidiscipline, interdiscipline and transdiscipline, this writing will research how a
Charismatic religious service is—contemporary worship—done by using Christian
contemporary music. By using ethnology theories, it will be analyze how the cultures
of Charismatic applied as a congregation effort to fulfill their religious necessity.
A finding that have gotten from this research is as following, contemporary
worship performed flexible structurally and the characteristic is more spontaneous. It
is very different with traditional churches which is used liturgy “style”. In
contemporary worship, music has a dominant role when worship is performing. Thus
from the first second till the end of worship, music sounds always have a role to
produce and build an atmosphere in worship God. Music domination in worship
looks like a strong relevance by perspective of GBI Medan Plaza to restore tabernacle
of David which have overthrown. Tabernacle of David is full of praise and worship
(music) to God. Thus the worship is identical with music and it is a form of
contextual what does King David do when he worships God.
Christian contemporary music and contemporary worship have functions in
it’s social- culture context. Music and contemporary worship still can go on and
applies in GBI Medan Plaza because of social functions like : (a) social-culture
integration, (b) conservation and culture continuity, (c) education, (d) consolation, (e)
as tool of Evangelist, (f) as tool of communication, (g) as reflection of Christian
spiritual.

Keywords: contemporary worship, Christian contemporary worship, structure,


context, social function, tabernacle of David, praise and worship.

4
INTISARI
Tulisan ini akan mengulas bagaimana sebuah gerakan Kristen Kharismatik
memanfaatkan musik dalam sebuah ibadah untuk berkomunikasi dengan Sang Khalik
di GBI Medan Plaza. Dengan menggunakan pendekatan saintifik dan teologis, kajian
ini akan dilakukan dengan metode penelitian kualitatif. Selain itu, berbagai
pendekatan baik multidisiplin, interdisiplin dan transdisiplin tulisan ini akan meneliti
bagaimana sebuah ibadah Kharismatik—ibadah kontemporer (contemporary
worship)—dilakukan dengan menggunakan musik Kristen kontemporer (Christian
contemporary music). Menggunakan teori-teori etnologi akan ditelaah bagaimana
kultur-kultur Kharismatik tersebut dilakukan sebagai sebuah usaha jemaatnya untuk
memenuhi kebutuhan rohani mereka.
Temuan yang di dapati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut, secara
struktur ibadah kontemporer dilakukan dengan fleksibel dan sifatnya lebih spontan.
Sangat berbeda dengan gereja-gereja tradisional yang menggunakan “gaya” ibadah
liturgi. Dalam ibadah kontemporer musik juga memiliki peran yang begitu dominan
saat ibadah dilakukan. Sehingga mulai detik pertama hingga ibadah berakhir, bunyi
musik selalu berperan dalam menciptakan dan membangun sebuah atmosfir yang
menyembah kepada Tuhan.
Dominasi musik dalam ibadah tampak sebagai sebuah relevansi yang kuat
dengan visi GBI Medan Plaza untuk memulihkan pondok Daud yang telah roboh.
Dimana dalam pondok Daud tersebut dipenuhi oleh pujian dan penyembahan (musik)
kepada Allah. Sehingga ibadah gereja ini identik dengan musik dan merupakan
bentuk kontekstualisasi apa yang Raja Daud lakukan ketika menyembah Allah.
Musik Kristen kotemporer dan ibadah kontemporer memiliki fungsi dalam
konteks sosio-budaya. Musik dan ibadah kontemporer tetap dapat berlangsung dan
dilakukan di GBI Medan Plaza karena fungsi-sungsi sosial. Musik dan ibadah
kontemporer memiliki fungsi-fungsi sebagai: (a) integrasi sosio-budaya, (b)
kelestarian dan kesinambungan budaya, (c) pendidikan, (d) hiburan, (e) sebagai
sarana penginjilan (misionari), (f) sebagai sarana komunikasi, (g) sebagai
pencerminan spiritualitas Kristen.

Kata kunci: ibadah kontemporer, musik Kristen kontemporer, struktur, konteks,


fungsi sosial, pondok Daud, pujian dan penyembahan.

5
BAB I
PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

—Saat akan menghadiri ibadah di GBI Medan Plaza, mata saya


dimanjakan terlebih dahulu oleh berbagai produk yang ditawarkan di
gerai-gerai dan toko-toko sepanjang perjalanan saya menuju gereja,
mulai dari lantai satu hingga ke lantai enam di mana GBI Medan Plaza
tersebut berada. Saya lebih memilih menggunakan escalator daripada lift
yang penuh karena disesaki oleh jemaat yang juga hendak beribadah
seperti saya. Tentu sebuah pengalaman yang belum pernah saya rasakan
sebelumnya ketika saya hendak beribadah di gereja, di mana gereja
tradisional1 biasanya tidak berdiri dan melakukan aktivitas ibadah di
tempat-tempat publik dan elit, gedung-gedung bertingkat seperti hotel,
mall, plaza dan pusat perbelanjaan lainnya.
Tentu saja orang tidak sepenuhnya mengira bahwa saya hendak beribadah
ke gereja—jika mereka tidak melihat saya menggenggam Alkitab
ditangan saya 2—selain karena di gedung yang sama dan atap yang sama
terdapat begitu banyak tempat yang bisa saya tuju selain beribadah ke
gereja yang ada di lantai enam dan tujuh, juga karena baju yang saya
gunakan lebih casual tidak formil seperti di gereja tradisional yang
identik dengan pakaian formil dalam beribadah. Ketika saya tiba di lantai
enam, lobby gereja telah disesaki oleh jemaat yang antri menunggu

1
Sebuah terminologi yang diberikan kepada gereja-gereja yang ibadahnya dilakukan dengan
liturgikal. Paul Basden mengarahkan terminologi tersebut umumnya diberikan kepada gereja Protestan
dan gereja Katolik (Paul Basden, The Worship: Finding a Style to Fit Your Church, Downers
Grove:Intervarsity,1999.,hlm.42)
2
Ada beberapa kemungkinan jemaat tidak membawa Alkitab ke gereja, pertama:
kenyataannya saat ini telah tersedia Digital Bible yang dapat dengan mudah di simpan di dalam
telepon selular atau perangkat (gadget) lainnya sehingga saat ibadah ketika pengkhotbah
memerintahkan jemaat membaca Firman Tuhan, kita mungkin akan melihat beberapa orang justru
sedang mengutak-atik telepon selularnya (kemungkinan sedang mencari ayat tertentu). Yang kedua, di
gereja kharismatik tersedia in focus dengan screen yang siap menampilkan ayat-ayat yang sedang
menjadi topik bahasan dalam khotbah, sehingga jemaat merasa tidak perlu membawa Alkitab dari
rumah.

6
masuk (ibadah jam sebelumnya sudah hampir usai, terdengar samar-
samar doa syafaat sedang dipanjatkan).
Setibanya di pintu masuk, dengan sedikit berdesakan saya masih sempat
disambut dengan hangat dan senyuman oleh diaken3 dan diakones yang
mengenakan pakaian hitam putih, sambil mempersilahkan saya masuk
tentunya tidak lupa diaken tersebut membagikan lembaran warta jemaat
kepada saya. Setelah memilih tempat duduk, saya memandangi sekeliling
ruangan gereja, cukup luas untuk ukuran sebuah gereja jika dibandingkan
dengan gereja-gereja lain yang selama ini pernah saya kunjungi.
Dengan kapasitas gedung yang terbilang cukup besar, mampu
4
menampung ±3300 jemaat, tentu tidak mudah bagi diaken untuk
mengenal secara fisik maupun secara personal setiap jemaat yang hadir di
ibadah.5 Seperti penuturan Bapak Simanjuntak salah seorang diaken yang
pernah melayani di GBI Medan Plaza, beliau mengatakan bahwa saat
ibadah berakhir dan saat akan memulai ibadah berikutnya merupakan
suasana yang penuh sesak, karena jemaat yang hendak beribadah
berusaha masuk, sedangkan jemaat yang selesai ibadah berusaha keluar.
Walaupun sudah dikoordinasikan agar masuk dan keluar melalui pintu
tertentu, tetapi dengan jumlah jemaat yang mencapai ribuan dan berusaha
keluar dan masuk secara bersamaan menjadikan suasana berdesakan.
Terdapat panggung (stage)—dalam istilah teologia disebut altar—yang
diatasnya terdapat podium kayu yang memiliki tanda salib di depannya
seakan-akan menegaskan bahwa kita sedang berada di gereja, juga
dilengkapi seperangkat alat band dan sound system Electro Voice (EV)
tergantung di langit-langit (line arai), juga terdapat beberapa kamera
video profesional yang siap menampilkan jalannya ibadah kedalam layar
yang besar yang terpasang di atas mimbar. Semua perangkat hardware
tadi mungkin biasa ditemukan dalam suasana konser artis-artis
profesional, tetapi saat ini telah “mampir” di gereja. Kebaktian dimulai

3
Pejabat/pelayan dalam jemaat purba yang melayani para janda dan orang miskin. Namun
dalam konteks gereja sekarang diaken (pria) dan diakones (wanita) melayani sebagai yang menerima
dan meyambut jemaat di gereja.
4
Persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, baik yang di satu tempat maupun
keseluruhan persekutuan Kristen
5
Salah satu pola gereja Kharismatik saat ini adalah jumlah jemaat yang super-besar (mega
church) namun Wilfred J. Samuel mengungkapkan dalam gereja yang super-besar koinonia
(persekutuan) tidak berfungsi dengan maksimal. (Wilfred J. Samuel, Kristen Kharismatik, BPK
Gunung Mulia, Jakarta.2007.hlm.43.

7
dengan doa, sang pemimpin pujian (worship leader)6 dan penyanyi latar
(singer) bernyanyi diiringi oleh combo band dengan membawa pujian dan
penyembahan7 yang dilantunkan ±8-10 kali pengulangan. Jemaat
kemudian diundang untuk bangkit berdiri sambil bernyanyi, melompat,
menari, bersalaman, bersorak karena gembira, menangis, mengepalkan,
mengacungkan tangan, dan sebagainya. Sementara itu bagi anggota
jemaat yang telah lanjut usia, diperbolehkan tetap duduk dan menikmati
musik yang terkesan “hingar-bingar”.
Setelah 45-50 menit ibadah berlangsung, saatnya bagi pengkhotbah
menyampaikan Firman Tuhan, lalu pengkhotbah mulai naik ke altar,
bernyanyi dan berdoa dengan suara ringan. Sambil menyapa jemaat,
pengkhotbah mengeluarkan gadget-gadget pendukung dalam
menyampaikan materi khotbah misalnya, Notebook, Handphone, I-Pad,
Blackberry dan sebagainya.8 Sepanjang khotbah, diselingi beberapa
nyanyian yang relevan dengan tema khotbah, menggunakan kisah-kisah
kesaksian tentang kesembuhan, Roh Kudus,9 tentang berkat,
menggunakan berbagai ilustrasi untuk menyampaikan Firman Tuhan dan
diselingi humor-humor untuk menghindari perasaan kantuk jemaat.
Khotbah dilakukan dengan sangat sistematis, menyerupai orasi, berapi-
api, suara yang “menggelegar” dan cenderung komunikatif dua arah
dengan mengajak jemaat untuk berdialog.

Tulisan di atas sengaja saya awali dalam topik ini untuk memberikan

gambaran bagaimana ibadah dilakukan oleh gereja masa kini. Gambaran suasana

6
Di lingkungan GBI Medan Plaza dan kalangan Kharismatik istilah worship leader dan singer
lebih populer digunakan, sehingga kedepannya dalam tulisan ini saya akan gunakan istilah tersebut.
7
Istilah pujian dan penyembahan dapat mengacu kepada sebuah bentuk pola ibadah dan
repertoar lagu. Kata pujian atau penyembahan yang digunakan pada konteks yang berbeda memiliki
arti yang berbeda juga.
8
Pengkhotbah dalam gereja ini juga biasa menggunakan Microsoft Power Point untuk
menyampaikan materi khotbah, sesuatu perlengkapan yang tidak digunakan dalam khotbah-khotbah
dalam gereja-gereja tradisional.
9
Oleh Roh dan Firman-Nya Allah menciptakan langit dan bumi dan memberi nafas kepada
manusia (Kejadian 1:2;2:7; Mazmur 33:6;104:23). Roh Allah juga menggerakkan orang-orang
tertentu: hakim-hakim, raja-raja, nabi-nabi. Dalam Perjanjian Baru seringkali disebut:Roh Kudus atau
Roh Allah atau Roh Yesus (Kisah Rasul 16:17) atau Roh Anak Allah (Galatia 4:6) ialah Roh pelaksana
kehendak Allah di bumi. Ia sebagai Penghibur (penolong) melanjutkan dan menerapkan karya
Keselamatan Yesus. Dialah dinamik pekabaran Injil. Ia memberi kesaksian Allah dalam hati orang-
orang percaya bahwa mereka anak-anak Allah (Roma 8:15-16) [Seluruh ayat Alkitab terdapat pada
lembar lampiran pada tesis ini]

8
ibadah persekutuan di atas mencerminkan sejumlah ciri khas gerakan10 dan

persekutuan gereja Kharismatik yang juga dapat dijumpai dibanyak tempat di seluruh

belahan dunia. Perubahan-perubahan dan perkembangan-perkembangan yang terjadi

dialami gereja selama di dunia merupakan sebuah sejarah yang sangat panjang selama

±2000 tahun. Sejarah gereja menceritakan tentang kisah pergumulan antara Injil

dengan bentuk-bentuk yang digunakan untuk mengungkapkan Injil tersebut.11

Judul tulisan ini—saya harap—akan mewakili terhadap kerinduan saya dalam

mengkaji bagaimana sebuah ibadah yang dilakukan di GBI Medan Plaza yang

memanfaatkan musik sebagai media doa. Musik yang digunakan dalam ibadah

Kharismatik merupakan musik dengan gaya yang sangat berbeda dari gereja-gereja

tradisional yang himne. Kita melihat terjadi perkembangan perlakuan terhadap cara

menyanyi jemaat dalam ibadah. Awalnya nyanyian jemaat dalam ibadah hanya

mazmur12 saja, kemudian berkembang dengan adanya himne. Himne adalah nyanyian

berbait dengan syair baru (bukan dari kitab suci). Himne dan liturgi dikembangkan

oleh dua tokoh besar yaitu Ambrosius (333-397) dan Gregorius Agung (590-604).13

Ambrosius kemudian dianggap sebagai Bapak Himne Katholik karena nyanyian yang

10
Gerakan dalam tulisan ini dapat mengacu kepada aktivitas gerak-gerik olah tubuh, seperti:
melompat, menari, bertepuk tangan, dan sebagainya. Namun juga dapat mengacu kepada sebuah
periode masa perkembangan gereja seperti Gerakan Pentakostal, Gerakan Kharismatik dan sebagainya.
Sehingga pada konteks yang berbeda kata gerakan akan memiliki arti yang berbeda pula.
11
Dr. Th.van den End, Harta dalam Bejana, BPK Gunung Mulia.Jakarta.2004
12
Mazmur ialah doa gereja yang dinyanyikan. Oleh karena itu, mazmur harus mendapat
tempat liturgis sendiri di dalam ibadah. (G.W.Oberman, De Gang van het Kerkelijk Jaar,’s
Gravenhage,1947.blz.109vv dalam Dr. J.L.Ch.Abineno, Unsur-Unsur Liturgia Yang Dipakai Oleh
Gereja-Gereja di Indonesia,BPK Gunung Mulia,Jakarta.2005, hlm.70. Mazmur juga merupakan nama
kitab yang ditulis oleh Raja Daud pada Perjanjian Lama.
13
Stanley Sadie, The New Grove-Dictionary of Music and Musician-Volume VII, hlm.696

9
diciptakan oleh kedua tokoh ini digunakan sebagai model himne bagi generasi

berikutnya dan sangat mempengaruhi perkembangan musik Barat pada jaman-jaman

selanjutnya.14

Sebagai sebuah kehidupan bersama religius yang berpusat pada Kristus,

gereja sarat akan aktivitas seni, khususnya musik. Sebagian besar dari hal tersebut

termanifestasi dalam ibadah. Ibarat dua buah sisi mata uang, musik dan ibadah tidak

dapat dipisahkan dalam sebuah tata ibadah gereja. Ibadah merupakan salah satu cara

jemaat untuk berhubungan dengan Sang Khalik secara dramatis-simbolis.15 Secara

historis, gereja telah meyakini bahwa ibadah merupakan tindakan komunal yang

ditawarkan dalam bentuk ucapan syukur sebagai pemberian kepada Allah, suatu

penerimaan akan Firman Allah dan berbagai anugerah dari Allah, juga sebagai

tanggapan atas pemberian dari setiap orang, semua yang kurang dari itu bukanlah

maksud sebenarnya dari ibadah itu sendiri.

David R. Ray mengatakan jika sebuah gereja ingin ibadahnya menjadi

autentik dan kontekstual, ibadah tersebut haruslah merefleksikan bagaimana jemaat

itu sesungguhnya. Suatu ibadah jemaat yang autentik merefleksikan siapa diri mereka

secara kultural, waktu dan tempat mereka tinggal, dan iman dari hati dan pikiran

mereka. Beribadah secara autentik dan kontekstual tidak semudah dan dapat diduga

seperti dengan cara biasanya dilakukan atau seperti diambil dari buku salah satu

14
Albert Seay, Music in the Medieval World, Prentice-Hall,Inc.1975, Englewood Cliffs, New
Jersey., hlm.48.
15
F.W Fore, Para Pembuat Mitos dalam Kristian Feri Arwanto. 11 Oktober 2006 dalam situs
www.gkj.or.id

10
denominasi, namun jauh lebih dapat dinikmati, diimani dan efektif16.

Selain perubahan dalam teologi dogmatika, dalam gereja juga terjadi

perubahan dan kontekstualisasi pola ibadah serta musik yang digunakan. Alkitab

menuliskan peran musik dalam kehidupan serta ibadah jemaat, namun setiap gereja

memiliki peran, “gaya musik” dan “porsi” musik yang berbeda-beda pula. Dalam

gereja tradisional misalnya, penyembahan dilakukan dengan lagu-lagu yang

dinyanyikan dari buku-buku himne yang sudah lama dan digunakan sebatas aktivitas

liturgikal17 dengan pola ibadah teratur.

Pola ibadah yang sifatnya liturgikal merupakan sesuatu yang telah lama

menjadi pertentangan hangat bagi kaum gereja tradisional dan Kharismatik. Kata

liturgi sendiri berasal dari bahasa Yunani litourgia, yang artinya mempersatukan

orang-orang.18 Secara populer masyarakat awam mengartikan liturgi sebagai upacara

gereja, atau tatacara ibadah gereja, dan sebagainya. Sangat berbeda dengan yang

dilakukan oleh kalangan gereja-gereja Kharismatik, musik dalam ibadah sifatnya

lebih fleksibel, spontan, tidak dilakukan dengan struktur yang “kaku”.

Ketika gereja Kharismatik menggunakan musik yang dikenal sebagai musik

Kristen kontemporer (Christian contemporary music)19 dalam sebuah ibadah,

16
David R. Ray, Gereja Yang Hidup, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 2000.,hlm.41
17
Tatacara liturgikal dalam kekristenan merupakan cara-cara yang ibadah yang digunakan
dalam Synagogue rumah doa, pujian, dan pengajaran agama kaum Yahudi.(Albert Seay,
Op.Cit.,hlm.9.)
18
Alexander Schemann, Sacraments and Orthodoxy, (New York, Herder and
Herder,1965,hlm.28. dalam Wilfred J. Samuel,Op.Cit.,hlm.71.
19
Istilah Christian Music Contemporer dianalogikan sebagai jenis musik gereja yang diluar
kaidah-kaidah musik maupun instrumentasi gereja tradisi yang menggunakan musik bergaya himne
diiringi piano,organ dan sebagainya dalam setiap ibadah, sedangkan Christian Music Contemporer

11
kalangan gereja tradisional justru menganggapnya sebagai sebuah ketidakmengertian

akan arti himne dan telah “mencuri” kemuliaan Allah. Penggunaan musik Kristen

kontemporer dengan peralatan combo band—gaya musik dan aransemennya seperti

musik populer umumnya—tersebut kemudian merefleksikan sebuah ibadah yang

disebut sebagai ibadah kontemporer (contemporary worship)20 yang sifatnya dinamis

dan penuh antusiasme.

Kalangan industri rekaman di Indonesia, produser dan pengamat musik

memberi label yang berbeda terhadap musik-musik yang memiliki pesan Injil, yakni

menyebutnya sebagai musik atau rohani. Sedangkan untuk lagu atau musik yang

bernafaskan Islam mereka menyebutnya sebagai musik atau lagu religi. Pembedaan

ini selain untuk memberi klasifikasi juga lebih bertujuan kepada motif penjualan di

pasar industri musik Indonesia.

Di luar dari perilaku penyanyinya, musik rohani merupakan musik yang

mengandung nilai-nilai ibadah. Musik rohani adalah musik gerejawi, namun musik

gereja adalah musik yang dipakai dalam ibadah gereja.21 Sementara itu kalangan

gereja Kharismatik memiliki pandangan yang berbeda terhadap musik-musik yang

ada di luar gereja. Mereka menyebutnya sebagai musik “dunia”22 yang sangat

berbeda tujuan dengan musik-musik Kristen kontemporer. Bagi sebagian orang

identik dengan terminologi musik masa kini dengan perangkat musik combo band komplit. Winardo
Saragih, Misi Musik, Yogyakarta, Andi Offset,hlm.76
20
Ibadah kontemporer (contemporary worship) merupakan ibadah yang sifatnya lebih
fleksibel dan tidak diatur dalam sebuah rutinitas yang tersusun secara liturgis.
21
Aris Sudibyo B.C.M (Kepala Program Apresiasi dan Pengembangan Musik Gereja Petra
Surabaya) hasil wawancara dengan majalah Tiang Api, dalam Winnardo Saragih, Ibid., hlm.89.
22
Dibaca “sekuler”, dalam tulisan ini saya akan menggunakan istilah “dunia” karena kata ini
lebih familiar di lingkungan gereja.

12
sekilas tidak ada yang berbeda antara musik-musik Kristen kontemporer dengan

musik-musik “dunia” tadi, baik dari segi instrumentasi maupun aspek musikal, seperti

aransemen dan iramanya. Letak perbedaan yang signifikan justru hanya pada

penggunaan lirik lagu tersebut.

Musik Kristen kontemporer cenderung menggunakan lirik-lirik Alkitabiah

yang diarahkan vertikal kepada Allah, sedangkan musik “dunia” menggunakan lirik-

lirik yang lebih diarahkan horizontal kepada sesama manusia atau alam. Di dalam

musik gereja penggunaan lirik yang Alkitabiah mendapat perhatian khusus, karena

melalui lirik tersebut akan muncul interpretasi musikal yang akan menghidupkan lirik

tersebut. Dengan kekuatan lirik akan terjadi “aklamasi” dan “proklamasi” tentang

iman percaya di dalam nyanyian.23 Seorang imam musik sendiri ketika mengikuti

sebuah mata kuliah pujian dan penyembahan24 di STT Misi Internasional Pelita

Kebenaran berbicara secara terus terang, bahwa ia mengalami kesulitan membedakan

antara musik “dunia” dan musik gereja—yang kontemporer—jika tidak mendengar

dari liriknya. Hal ini terutama karena musik “dunia” dan musik Kristen kontemporer

memiliki kesamaan dalam berbagai aspek musikal. Bapak Pdp.Obed Sembiring25

mengatakan agar berhati-hati memilih lagu yang akan digunakan dalam ibadah.

Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring bahwa banyak musik yang mengaku atau

23
Aklamasi: jemaat bernyanyi dan bermusik karena ingin memberikan jawaban iman percaya
melalui puji-pujian atas karya keselamatan yang telah dikerjakan oleh Allah melalui Yesus Kristus.
Proklamasi: jemaat ataupun gereja juga harus memberitakan bagi orang lain tentang perbuatan-
perbuatan Allah yang dahsyat melalui Yesus Kristus.
24
Mata kuliah yang di asuh oleh Pdp.Obed Sembiring dan Pdt. R Bambang Jonan di STT Misi
Internasional Pelita Kebenaran
25
Pdp.Obed Sembiring adalah Ketua Departemen Musik GBI Rayon IV Medan Plaza,
Direktur Sekolah Musik FLOW yang juga dibawahi oleh GBI Medan Plaza.

13
dianggap sebagai lagu rohani tetapi justru tidak ada kata Yesus, Tuhan atau Allah

disitu.26

Hal ini kemudian menarik perhatian saya dan kemudian saya mencoba

menelaah hal tersebut. Saya kemudian teringat ketika diakhir tahun 2010 dalam

sebuah perayaan Natal di sebuah gereja, dimana saya termasuk salah seorang pemain

musik di acara ibadah Natal tersebut dalam rangka mengiringi sebuah vokal grup.

Vokal grup tersebut justru menyanyikan sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Alm.

Chrisye dengan judul Hening, yang sama sekali tidak ada kata Yesus dan Allah di

dalamnya. Pdp. Obed Sembiring mengatakan memang terdapat kata Tuhan

disebutkan di lagu tersebut, tapi Tuhan yang mana? Tidak mengarah kepada satu

sosok pribadi, yaitu Yesus.

Dalam tulisan ini saya perlu mengulas unsur-unsur apa yang menjadikan

sebuah lagu bisa dikatakan sebagai lagu atau musik gereja. Karena saya menemukan

banyak kasus dalam lagu-lagu lain, sebagian orang menanggapi sebagai lagu rohani,

sementara pihak lain tidak demikian. Seperti lagu Ruth Sahanaya “Kaulah

Segalanya”, atau lagu Josh Groban “You Raise Me Up” yang sering ‘mampir’ di

gereja. Hal ini bisa terjadi karena setiap pihak memiliki kriteria yang berbeda dalam

memberi label terhadap sebuah lagu sehingga menjadi lagu rohani. Hal ini bisa saja

akibat ketidakmengertian, minimnya pemahaman, atau karena batasan dan kriteria

26
Pdp.Obed Sembiring mengatakan “Tidak semua musik yang memiliki kata Tuhan itu
sebagai lagu rohani” (Disampaikan dalam sebuah kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi
Internasional Pelita Kebenaran pada tanggal 25 Februari 2011)

14
yang berbeda-beda pada institusi-institusi gereja sehingga belum ada kriteria yang

“pas” dan dapat diterima banyak pihak untuk menentukan sebuah lagu rohani atau

tidak.

Hal ini mungkin akan menjadi sebuah perdebatan yang cukup serius bagi

kalangan gereja Kharismatik dan di luar Kharismatik. Khususnya dalam tulisan ini

saya mengaitkan permasalahan ini dengan musik Kristen kontemporer dan

Departemen Musik yang ada di GBI Medan Plaza yang sudah memiliki konsep-

konsep dan batasan yang jelas terhadap sebuah lagu, mana yang layak diberi label

lagu rohani (gereja) dan yang tidak layak—tanpa memandang genre27 musik—seperti

pernyataan Bapak Pdp.Obed Sembiring di atas. Sementara bagi kalangan di luar

GBI Medan Plaza memiliki pandangan yang lebih luas dan batasan yang sedikit

lebih “longgar” terhadap sebuah lagu yang layak diberi label rohani atau tidak.

Tujuan saya tidak untuk mencari siapa yang benar dan siapa yang salah, tetapi justru

saya merasa perlu dalam tulisan ini untuk menjelaskan bagaimana perbedaan musik

yang layak diberi label sebagai musik gereja dan musik “dunia” (sekuler)

Selanjutnya dalam tulisan ini akan mengulas bagaimana sesungguhnya

struktur bentuk dari sebuah ibadah yang kontemporer tersebut. Ketika ibadah tersebut

dilakukan apa-apa saja yang dilakukan oleh para jemaat, oleh hamba Tuhan, dan

semua orang yang memiliki andil sehingga ibadah tersebut dapat berjalan dengan—

saya meminjam istilah Pdt. R. Bambang Jonan—“sukses”. Bagaimana sebuah ibadah

27
Genre adalah jenis musik, kategori, seperti symphony, himne, ballad, march, atau opera.
(David Willoughby, The World of Music 3 rd Edition, Brown & Benchmark Publisher, Susquehanna
University,1996.hlm.26)

15
kontemporer dapat dikatakan “sukses” dan apa yang menjadi kriteria sebuah ibadah

kontemporer “sukses” juga menjadi perhatian menarik bagi saya untuk menelaahnya

lebih jauh.

Kajian lebih jauh juga saya tujukan pada ibadah kontemporer tersebut saat

dilakukan, kemudian melalui aktivitas ibadah tersebut akan terlihat begitu banyak

kebudayaan-kebudayaan Kharismatik yang termaktub di dalamnya melalui penyajian-

penyajian musik Kristen kontemporer. Adakah relevansi yang kuat antara refleksi

kebudayaan Kharismatik yang dilakukan jemaat dengan musik Kristen kontemporer,

atau ibadah kontemporer dengan visi GBI Medan Plaza untuk memulihkan pondok

Daud,28 sehingga muncul sebuah pola ibadah yang menurut Wilfred J. Samuel

cenderung berkesan selebratif, “hingar bingar” dan antusias. Dimana dalam suasana

yang selebratif jemaat merasa begitu dinamis serta aktif dalam ibadah termasuk

melakukan gerakan-gerakan yang dilakukan atas tujuan tertentu. Perilaku jemaat

dalam ibadah kontemporer sesungguhnya sangat dipengaruhi oleh kemampuan

pemimpin pujian (worship leader), imam musik29 (worship musician) membangun

28
Pondok Daud adalah pola ibadah yang dipenuhi sorak sorai dan puji-pujian, sukacita,
ucapan syukur, dan dapat dimasuki oleh semua bangsa (Lihat Mazmur 86:9). Pondok Daud merupakan
satu pola ibadah yang sangat menekankan pujian dan penyembah yang dinominasi serta peranan
musik sangat penting didalamnya, ibadah pujian dan penyembahan akan membawa kita kepada salah
satunya adalah selebratif atau perayaan. Alkitab mencatat ada tiga tempat pemujaan yang digunakan
untuk bersekutu dengan Tuhan. Ketiga tempat tersebut adalah Tabernakel Musa, Tabernakel (Bait)
Salomo dan Tabernakel (pondok) Daud
29
Imam adalah suatu jabatan dalam umat Israel yang penting peranannya. Tugasnya:
mempersembahkan korban, mengadakan doa syafaat dan memberi berkat. Dalam gereja, imam musik
adalah jabatan yang bertugas melayani dalam bidang musik

16
komunikasi yang aktif.30 Worship leader merupakan pelayanan yang memerlukan

kecakapan tersendiri, yang berbeda dengan pelayanan imam musik (worship

musician), pendeta, penatua atau penyanyi (singer). Worship leader memiliki beban

yang berat untuk memimpin seluruh jemaat (mereka yang sakit, letih, sakit hati, keras

kepala, malas, tak dapat diajar) ke dalam suatu suasana yang menciptakan hubungan

dengan Allah baik secara pribadi maupun jemaat secara keseluruhan.31 Ada tiga tugas

worship leader dalam sebuah ibadah kontemporer, yaitu: (1) membawa seluruh

jemaat ke dalam hadirat Allah sehingga mereka dapat memuji dan menyembah-Nya

dan mendengarkan-Nya dalam setiap ibadah, (2) mengkoordinir dan menyatukan para

penyanyi dan pemain musik dalam pelayanan mereka kepada Allah dan dalam

jemaat, (3) untuk mempersiapkan jemaat pada pelayanan Firman Tuhan. Kemudian

saya akan melihat perilaku jemaat dan aktivitas dalam ibadah tersebut melalui

perspektif sosiologis.

Sebuah ibadah kontemporer menurut pandangan ilmu sosial merupakan

sebuah pertunjukan seni (performing art) yang juga dengan mudah dipahami bagi

pandangan masyarakat awam. Dalam sebuah kesempatan bersama orang tua, saya

dan keluarga menghadiri satu ibadah di GBI Resto Surabaya dan merupakan salah

satu cabang GBI Medan Plaza. Sepulang dari ibadah dalam perjalan pulang di mobil

orang tua saya berkata “Seperti melihat konser saya tadi!”. Saya menafsirkan orang

30
Secara teologi pendapat ini tidak diterima, seorang worship leader dan imam musik tidak
mengandalkan kemampuannnya dalam melayani Tuhan, melainkan karena Tuhanlah yang
memampukan mereka melalui Roh Kudus.
31
Mike & Viv Hibbert, Pelayanan Musik, Penerbit Andi, Yogyakarta,1988,hlm.90.

17
tua saya memiliki konsep yang cukup jelas bahwa apa yang disaksikannya adalah

sebuah pertunjukan seni seperti yang ia juga lihat dan kenal selama ini dibanyak

media. Karena ia menyaksikan seseorang menyanyi (worship leader) di panggung

diiringi oleh musisi (imam musik) yang memainkan seperangkat alat musik seperti,

piano, synthesizer, gitar bas, drum dan beberapa penyanyi latar (backing vocal).

Sehingga orang tua saya menyimpulkannya bahwa yang ia saksikan lebih menyerupai

sebuah konser daripada sebuah ibadah di gereja yang selama ini ia kenal.

Menurut Murgiyanto (1995)32 kajian-kajian keilmuan mengenai seni terbagi

dalam beberapa cabang seni, salah satunya adalah seni pertunjukan (performing art

atau cultural performance) yang didalamnya termasuk: seni musik, tari, teater, yang

juga meliputi seperti: sirkus, kabaret, olah raga, ritual, upacara, prosesi pemakaman,

dan lain-lain.

Dalam sebuah ibadah kontemporer, proses “membangun” mesbah33 bagi

Tuhan melalui doa, pujian dan penyembahan yang dipenuhi atmosfir penyembahan

yang intim dengan Tuhan dilakukan ketika lagu penyembahan pertama dinyanyikan.

Atmosfir penyembahan adalah menciptakan atau membangun suasana dalam

keintiman (intimacy) dengan Tuhan melalui musik sehingga menghadirkan suasana

32
Dalam Muhammad Takari, et al Masyarakat Kesenian di Indonesia, Studia Kultura Fakultas
Sastra, Universitas Sumatera Utara,2008.hlm.5
33
Mesbah (the altar of God) merupakan tempat pertemuan manusia dengan Tuhan, dimana
manusia menyembah dan menaikkan doa-doa kepada Tuhan dan Tuhan mencurahkan berkat-Nya
(1Raja-Raja 18:36-37). Mesbah juga sebagai dasar tempat korban diletakkan. Sebenarnya tubuh
manusia juga mesbah dimana korban-korban itu diletakkan, artinya setiap orang Kristen harus
memberikan korban kepada Tuhan melalui puji-pujian.

18
yang penuh dengan hadirat Tuhan (His presence).34 Dalam hadirat Tuhan tersebut

ada, sukacita (Mazmur 16:11), kuasa (Kisah Para Rasul 1:8), karunia-karunia Roh

Kudus yang nyata (1 Korintus 12:7-11), berkat-berkat jasmani (Matius 6:33), doa dan

permintaan dan lain-lain.

Atmosfir penyembahan “dibangun” melalui lagu-lagu penyembahan yang

kemudian dilanjutkan dengan menggunakan sebuah pola akor penyembahan yang

disebut flowing dilakukan berulang-ulang dengan dinamik yang bervariatif dengan

mengundang Roh Kudus dan hadirat Tuhan memenuhi tempat ibadah tersebut.

Sementara itu menurut Pdp. Obed Sembiring akor penyembahan bukanlah sebuah

pola, tetapi akor penyembahan adalah cara untuk membawa jemaat dalam kesatuan

penyembahan melalui musik yang baik. Beliau mengatakan “Musik yang baik adalah

musik yang memiliki unsur doa, penyembahan dan firman”.

Dalam “membangun” mesbah atau atmosfir penyembahan setiap imam musik

harus memiliki kepekaan terhadap flowing, kepekaan tersebut dilatih melalui

pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Departemen Musik gereja ini dan melalui

kasih karunia yang diberikan oleh Roh Kudus. Imam musik harus dapat melihat

tuntunan Roh Kudus bagaimana menggunakan flowing tersebut lalu kemudian

diterapkan melalui dinamika-dinamika musik sehingga akan terbangun sebuah

suasana yang teduh, intim atau bahkan megah. Flowing yang digunakan di GBI

34
Kata hadirat itu sendiri berbeda pengertian dengan hadir, Tuhan itu “Maha Hadir” (Omni
Presence). Artinya Tuhan itu bisa berada dimanapun dan kapanpun Ia mau. Maksudnya, hadirnya
Tuhan di satu tempat bukan karena Dia Maha ada yang tidak bisa memilih dimana Dia harus berada,
tetapi Dia Maha ada dan dapat secara aktif menuaikan keinginannya untuk berada dimanapun, Dia
memilih untuk ada secara nyata.

19
Medan Plaza sangat bervariatif dan memiliki makna yang berbeda dalam setiap

bentuknya. Saya akan melihat flowing sebagai progresi akor yang baku dan dipakai

dalam sebuah ibadah kontemporer, serta bagaimana bentuk progresi akor flowing

yang sarat akan improvisasi tersebut ditempatkan dan digunakan dalam ibadah.

Selain itu saya akan mengulas bagaimana musik tersebut disajikan dalam

ibadah dengan melihat karakteristik progresi akor, modulasi, kadens, open chord,

slash chord, pemakaian nada dasar, improvisasi, pemakaian kode jari, pola ending

dan sebagainya. Tulisan ini juga akan mengarahkan perhatian terhadap peran musik

dalam setiap ibadah. Saya akan mengulas mengapa mulai detik pertama ibadah

hingga akhir ibadah musik selalu hadir. Mengapa musik tersebut sangat dominan di

gereja ini, bahkan saat Pendeta berkhotbah musik yang lembut melalui permainan

piano memiliki peranan mengiringi jalannya khotbah. Hal ini juga pernah saya alami

ketika melayani sebagai imam musik di salah satu gereja cabang GBI Hermes Palace,

seorang istri pejabat gereja mendatangi saya ketika sesi ibadah kedua akan dimulai

dan mengatakan agar saya nanti tetap memainkan piano saya secara lembut dan

ringan ketika pendeta sedang berkhotbah, tentu saya taat dengan instruksi tersebut.

1. 2. “Porsi” dan Genre Musik Yang Berbeda

Seorang ahli musik gereja John F. Wilson35 mengatakan, tidak semua musik

yang ditampilkan di gereja digunakan secara efektif bagi kemuliaan Tuhan.

Beberapa cara membawakan musik tidak menyumbangkan apa-apa hanya sekedar

atmosfir euphoria belaka, sementara yang lain melakukan sedikit lebih baik karena
35
John F.Wilson, An Intorduction to Church Music, Moody Press, Chicago,1965

20
berhasil menggugah emosi jemaat. Ada banyak alasan mengapa hal ini benar. Hal ini

sering ditelusuri kembali karena kelemahan komponis, pemain (imam musik) dan

pendengar (jemaat) dalam melakukan kewajibannya.

Di sisi lain, masalahnya dapat dihubungkan dengan fisik lingkungan, seperti

suhu udara, arsitektur gereja atau faktor lain. Bagaimanapun juga, anggapan bahwa

para pemain memiliki kemampuan teknis musikal yang sudah cukup memadai, tetapi

sesungguhnya sumber utama masalahnya hampir selalu terletak pada kekurangan

kekuatan Roh Kudus dibalik beberapa ibadah.36

Setiap denominasi gereja memiliki “porsi” dan “gaya” (genre) musik yang

berbeda-beda dalam ibadah mereka. Gereja Kharismatik dengan “gaya” musik

Kristen kontemporer-nya, gereja tradisional dengan “gaya” musik himne dan ibadah

yang liturgikal, gereja GBKP (Gereja Batak Karo Protestan) dengan musik tradisional

Karo yang dimainkan melalui program musik keyboard, atau GKJ (Gereja Kristen

Jawa) dengan musik gamelan dalam ibadahnya. Kebutuhan teologis memungkinkan

gereja melakukan inkulturasi karena dirasa efektif agar pekabaran Injil dapat diterima

oleh beragam suku bangsa. David J. Hesselgrave menyebutnya sebagai

“pempribumian”. Sehingga saat mengulas tentang musik gereja maka tidak dapat

dibatasi oleh satu genre musik tertentu, karena setiap gereja memiliki kebutuhan dan

“porsi” musik masing-masing.

Gereja sangat menekankan pentingnya sebuah komitmen bagi imam musik

yang melayani dibidang musik, sehingga musik yang digunakan jangan sampai
36
John F.Wilson,Ibid.,hlm.18.

21
menjadi penghalang dalam ibadah. Penghalang dalam ibadah yang dimaksud seperti

pengalaman berikut. Dalam salah satu pelayanan gereja cabang dari GBI Medan

Plaza, ketika pujian penyembahan usai, dan Pendeta naik ke altar untuk

menyampaikan Firman Tuhan (khotbah), sang Pendeta berkata kepada tim musik dan

pemimpin pujian, “Maaf ya kepada worship leader dan tim musik, saya tidak

merasakan hadirat Tuhan di tempat ini”. Bahkan satu ketika dalam sebuah pelayanan,

piano yang saya gunakan tidak mengeluarkan suara saat doa syafaat37 (doa diakhir

ibadah selesai), sehabis berdoa koordinator ibadah, pendoa, rekan-rekan pengerja

mengatakan “agak aneh” atmosfir yang dirasakan jika berdoa tidak ada musik yang

mengiringi. “Seperti anti-klimaks, ujar rekan saya, Daniel Limbong”. Hal ini bisa

terjadi karena GBI Medan Plaza memiliki standar musik dalam pujian dan

penyembahan yang digunakan pada setiap ibadah dan telah menjadi ciri khas bagi

gereja ini. Sehingga ketika dalam ibadah imam musik tidak bermain dalam standar

musik yang telah ditetapkan oleh gereja, maka hal tersebut dapat menjadi penghalang

dan mengganggu kelancaran ibadah itu sendiri.

Wilfred J. Samuel dalam bukunya Kristen Kharismatik mengatakan bahwa

musik dalam ibadah kontemporer cenderung overdosis atau berlebihan dalam ibadah.

Memang pernyataan Wilfred sangat subyektif bahkan terdengar sedikit tendensius,

namun saya berharap bisa membagi pengalaman saya tersebut dan menempatkan isu

37
Doa syafaat adalah doa yang dalam beberapa tata kebaktian gereja-gereja di Indonesia
disebut doa umum atau doa pastoral. Di luar negeri disebut dengan nama intercession.

22
tentang musik yang menurut Wilfred overdosis tersebut pada sudut perspektif yang

tepat.

Ketika saya menghadiri ibadah di GBI Medan Plaza untuk pertama sekali

pada tahun 1998, saat itu saya “mencerna” musik yang digunakan dalam ibadah

tersebut sebagai musik yang bergenre pop-rock dan mudah digemari oleh kawula

muda karena dianggap lebih dinamis. Ketika saya kemudian mulai ikut bergabung

melayani dalam tim Departemen Musik yang merupakan cabang dari GBI Medan

Plaza, yaitu GBI MMTC, GBI Sun Plaza, GBI Swissbel Hotel dan GBI Hermes

Palace saya merasa tertarik untuk mengkaji dan menganalisis bagaimana struktur

musik dan ibadah kontemporer yang digunakan di GBI Medan Plaza. Mengapa

gereja ini harus menekankan terhadap pujian dan penyembahan, hal ini juga harus

menjadi perhatian saya pada bab berikutnya.

Dengan menganalisis pertanyaan-pertanyaan seperti paragraf sebelumnya

tentu akan membuat faset-faset tersebut terwujud secara eksplisit. Suatu gambaran

yang komprehensif akan pekerjaan dan peringatan akan Allah dalam setiap ibadah di

GBI Medan Plaza dengan demikian akan dibuat menjadi jelas akan peran musik.

Dengan aspirasi dan keterbukaan maka saya akan berusaha secara sosial empiris dan

teologis menyelidiki dan menganalisis musik dalam GBI Medan Plaza. Pengamatan

yang saya lakukan merupakan pengalaman saya selama ± 3 tahun melayani di

beberapa cabang gereja Kharismatik yang dibawahi oleh GBI Rayon IV Medan

Plaza.

23
1. 2. 1. Label Kharismatik

Ada dua hal berbeda yang dapat muncul dipikiran ketika seseorang

mendengar istilah "kharismatik”. Beberapa orang akan berpikir tentang sekelompok

orang “lapar” akan Tuhan, berjalan dalam kuasa rohani, Roh dalam ibadah, agresif

dalam penginjilan, dan berlimpah dalam kasih. Orang lain melihat kharismatik

sebagai individu-individu yang berorientasi pengalaman, imperialis dalam pandangan

(hanya mereka yang memiliki Injil penuh), elitis dalam sikap, tidak terkontrol dalam

ibadah, dan bebas dari setiap pegangan nyata dari Alkitab yang lebih dari sekedar

bukti teks. Gerakan Kharismatik memiliki perkembangan yang sangat pesat dan telah

menjadi lebih beragam, sehingga akan menyesatkan untuk menempatkan mereka

semua di bawah panji identik.38

Tingkah laku-tingkah laku demikian sangat melekat dengan orang-orang yang

terlibat dalam gereja Kharismatik. Saat istilah “kebudayaan” digunakan dalam

konteks gereja kharismatik seperti GBI Medan Plaza, maka setiap pribadi-pribadi dan

kelompok-kelompok yang ada didalamnya memiliki kebutuhan yang spesifik, seperti

gaya, ekspresi, attitude yang mudah dikenali dan memberikan mereka image maupun

identitas yang khas sebagai Kharismatik. Contohnya, jemaat dalam lingkungan

Kharismatik sangat senang menggunakan sapaan shalom ketika bertemu dengan

yang lain, selalu berjabat tangan ketika bertemu dengan rekan-rekan, bahkan

beberapa orang memandang memiliki sikap rohani yang lebih—istilah populer oleh

38
Pastor Gilley’s March 1999, Thing on these Thing, IV No.3, Mei-Juni 1999.

24
Pdt.R. Bambang Jonan terlalu ‘nge-roh’—dari orang lain. Ekspresi lain juga tampak

melalui orang yang “gemar” berbahasa Roh jika dalam satu perbincangan ada hal-hal

yang mengejutkan dirinya, lalu dengan spontan ia mengeluarkan ucapan-ucapan

“seperti” bahasa Roh39 tadi.

1. 2. 2. Gereja Sebagai Organisme dan Organisasi40

P.G. van Hooijdonk berpendapat gereja sebagai organisme merupakan

kenyataan sosial yang memperlihatkan kehidupan dan pertumbuhan orang beriman

sebagai kelompok, communio.41 Anggota jemaat merupakan satu tubuh, satu iman,

satu baptisan dan satu Tuhan, satu Allah dan Bapa dari semua yang ada di atas kita

semua, oleh kita semua dan di dalam kita semua.

Sebagai organisasi gereja terdiri dari (1) Kesatuan (susunan) yg terdiri atas

bagian-bagian (orang dsb) dalam perkumpulan untuk tujuan tertentu, (2) Kelompok

kerja sama antara orang-orang yang diadakan untuk mencapai tujuan bersama. (KBBI

online) Organisasi adalah hukum yang mengatur dan membina hidup manusia

sebagai masyarakat, bangsa dan negara. GBI hidup dan bergerak dalam Negara

Hukum Indonesia. Oleh sebab itu GBI adalah salah satu Organisasi Agama Kristen

yang telah diakui oleh pemerintah c,q Departemen Agama Pusat Jakarta.

39
Bahasa Roh (glossolalia) adalah salah satu karunia Roh Kudus yang memuji Allah di dalam
doa dengan bahasa yang baru yang biasanya tidak dapat dipahami oleh orang yang memakainya (Lihat
1Korintus 12 dan 14)
40
Pdt.Dr.Rijnardus A.van Kooij,Menguak Fakta, Menata Karya Nyata. Jakarta,BPK Gunung
Mulia 2007,hlm.6.
41
P.G. van Hooijdonk, Batu-batu yang Hidup, Yogyakarta,Kanisius 1996,hlm.32.

25
Akan tetapi bagi Dr. H.L Senduk42 gereja tidak boleh diidentikkan dengan

organisasi dunia lainnya. Dengan kata lain, gereja bukan suatu organisasi agama.

Wujud gereja sama sekali berbeda dengan organisasi dunia umumnya. Beliau secara

tegas mengatakan, bahwa gereja adalah Tubuh Kristus, yakni organisme ilahi yang

hidup di dalam dunia saat ini. Tuhan Yesus Kristus adalah Kepala Gereja yang

memiliki banyak anggota tersebar di seluruh pelosok dunia. Sehingga gereja yang

dibentuk Allah tidak akan pernah mati dimakan oleh waktu, melainkan akan mekar

dan berkembang secara pesat. Karena gereja yang dinamis adalah gereja yang selalu

mengedepankan perintah Allah dan membiarkan Roh Kudus bekerja secara leluasa di

dalamnya.

1. 3. Mengkaji Struktur, Konteks dan Fungsi Sosial Dalam Ibadah

Kontemporer

1. 3. 1. Asumsi Dasar Penelitian

Ketika kita hendak memahami konteks dan fungsi musik dan ibadah

kontemporer, kita dapat memulai dengan mengajukan beberapa pertanyaan berikut.

Kapan, dimana, bagaimana dan mengapa musik disajikan? Bagaimana musik

tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan melayani kebutuhan masyarakat

pendukungnya, serta bagaimana musik tersebut berperan dalam kehidupan jemaat

GBI Medan Plaza khususnya? Salah satu cara memahami musik adalah dengan

42
Beliau adalah founder dari Gereja Bethel Indonesia

26
mempelajari konteks dan fungsi sosialnya.43

Penelitian ini akan dilakukan dengan tiga asumsi dasar. Pertama, musik dalam

ibadah kontemporer memiliki side effect yang akan menstimulus perasaan dan fisik

jemaat yang ada, kemudian secara psikogis menimbulkan pengaruh timbal balik

(mutual influence) sehingga akan merefleksikan berbagai kebudayaan kharismatik di

dalam ibadah yang kontemporer tersebut. Kedua, musik Kristen kontemporer dan

ibadah kontemporer merupakan interpretasi apa yang dilakukan Raja Daud.44 Cara-

cara penyembahan di dalam hukum Taurat dan kitab para nabi juga sangat

mencerminkan kepada pondok Daud. Itulah yang menjadi pusat pewahyuan dari

pujian dan penyembahan dalam Alkitab. Begitu juga cara-cara penyembahan yang

muncul di GBI Medan Plaza sangat mencerminkan apa yang dilakukan oleh Daud

dan merupakan ungkapan isi hati serta perasaan jemaat kepada Tuhan menurut pola-

pola tertentu dan lambang-lambang tertentu.

Dalam konteks kekinian, musik Kristen kontemporer dan ibadah kotemporer

merupakan implikasi apa yang dilakukan Daud, terlebih lagi GBI Medan Plaza

memiliki visi—istilah populernya “DNA"—untuk memulihkan pondok Daud yang

telah roboh. (Lihat dalam Amos 9:11) Ketiga, ibadah kontemporer dengan berbagai

refleski kebudayaan Kharismatik telah menjadi tools bagi jemat untuk memenuhi

kebutuhan spiritual mereka, ini yang kemudian disebut sebagai “lapar” rohani.

43
Mauly Purba,et.al,MusikPopuler,Lembaga Pendidikan Seni Nusantara,Jakarta,2006.hlm.129
44
Raja Israel yang kedua yang mempersatukan seluruh bangsa dan membuat kota Yerusalem
menjadi ibukotanya di mana tabut perjanjian Tuhan ditempatkan (2 Samuel 5-6). Kepada anaknya
(bd.anak Daud) dijanjikan Tuhan tahkta yang kokoh dan kekal (2 Samuel 7)

27
1. 4. Lingkup Penelitian

GBI mencakup wilayah yang lebih luas yaitu Indonesia dan di luar negeri,

dengan demikian dalam kajian ini ruang lingkup dibatasi pada penelitian di Medan

Plaza saja. Secara geografis penelitian meliputi Kota Medan dimana GBI Medan

Plaza berdiri. Kota Medan merupakan kota yang dihuni beragam etnis dan agama.

Kota ini dianggap sebagai barometer keamanan di Indonesia dan menjadi contoh

pluralisme di Indonesia. Kota Medan juga memiliki jumlah pemeluk agama Kristen

dari etnis Batak, Karo, Nias dan Tionghoa yang cukup besar dibanding dengan kota-

kota lainnya di Indonesia. Oleh karena itu pemahaman tentang jemaat dan hamba

Tuhan (Pendeta) lebih diarahkan kepada masyarakat kota Medan khususnya.

Pembatasan lingkup penelitian bertujuan agar tulisan tidak terjerumus dalam jumlah

data yang terlalu banyak yang ingin diteliti.

1. 5. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Mengingat bahwa tulisan-tulisan yang ada berkenaan dengan Gerakan

Kharismatik, jika bukan merupakan satu bagian kecil dalam konteks studi yang lebih

luas, umumnya hanya membahas aspek tertentu dari rangkaian sejarah Gerakan

Kharismatik dan ditulis oleh kalangan internal pengikutnya. Disamping itu, bertolak

dari asumsi bahwa banyak dari peristiwa musik lokal di Sumatera Utara khususnya

yang perlu diteliti, dengan itu kajian ini diharapkan memiliki arti penting dalam

rangka memperkaya kajian terhadap musik dalam gereja Kharismatik di Kota Medan

28
khususnya.

Sementara itu Gerakan Kharismatik GBI Medan Plaza merupakan salah satu

bagian dari gerakan-gerakan Kristen di negeri ini, yang memiliki ciri khas sebagai

gerakan spiritual di abad 20. Kekhasan Gerakan Kharismatik terlihat pada metode

penyebaran ajaran, keorganisasian, peribadahan, dan kegiatan-kegiatan yang

diupayakan adaptif dengan kebutuhan masyarakat berkembang. Sehingga ciri khas

dan keunikan yang dimilikinya penting dan menarik untuk diteliti.

Selain itu, GBI Medan Plaza telah menjadi contoh perubahan dalam

mekanisme penggembangan ajarannya, fungsionalisasi organisasi serta orientasi

gerakan sosial terutama di Sumatera Utara. Bahkan gereja ini sedang berusaha untuk

memperoleh sertifikat ISO (International Standard Operation). Artinya gereja juga

butuh pengakuan standar duniawi, sesuatu yang mungkin belum pernah dilakukan

oleh gereja-gereja lain sebelumnya.

Apa yang menjadi tujuan tulisan ini berikutnya adalah untuk secara singkat

merefleksikan berbagai kecendrungan Kristen Kharismatik saat ini yang tampak dan

berbagai kecendrungan yang tengah muncul dengan menunjukkan pola ibadahnya,

dan bagaimana musiknya. Melalui tulisan ini, tesis ini diharapkan berguna sebagai

sumber referensi ilmiah dan teologis bagi banyak orang dan menjadi berkat dalam

melayani Tuhan khususnya bagi para pengerja.45

45
Pengerja adalah merupakan istilah yang umum digunakan dalam GBI yang maksudnya
adalah karya secara menyeluruh semua umatnya untuk kepentingan penyebaran agama Kristen. Makna
ini juga merujuk kepada struktur organisasi GBI, yang terdiri dari pendeta yang lazim disebut Bapak

29
1. 6. Terminologi dan Konsep

Untuk dapat lebih jauh mengulas arti dari tema penelitian ini, yaitu musik,

struktur, konteks dan fungsi sosial ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza, maka

terlebih dahulu dikemukakan terminologi dan konsep dari kata kunci, yakni: (1)

ibadah kontemporer, (2) kontekstualisasi, (3) atmosfir penyembahan, (4) hadirat

Tuhan, dan (5) pujian dan penyembahan, (6) imam musik, (7) worship leader, (8)

Kharismatik, (9) musik Kristen kontemporer, (10) flowing, (11) manifest, (12) Roh

Kudus, (13) korban46, (14) mesbah, (15) pondok Daud, (16) ibadah, (17) open chord,

(18) ibadah kontemporer, (19) pengerja.

Terminologi dan konsep yang saya gunakan dalam tulisan ini, merujuk

kepada apa yang ada dalam pemikiran dan dilakukan oleh para pengikut, yakni:

jemaat, imam musik, Pendeta dan para pengerja yang melayani di lingkungan GBI

Medan Plaza pada umumnya dan juga terhadap pemahaman disiplin sosial empiris

dan teologi Kristen. Hal ini saya lakukan pertama untuk melihat sejauh mana konsep

mereka terhadap tema dari ulasan dalam tulisan ini. Alasan kedua saya melihat

pentingnya mengetahui apa yang dipikirkan dan dilakukan oleh masyarakat

pendukung Gerakan Kharismatik ini khususnya di lingkungan GBI Medan Plaza.

Pembina, departemen-departemen, serta umat. (Gugun Sihombing,Manajemen Organisasi, Pelatihan,


dan Struktur Musik di Gereja Bethel Indonesia Medan Plaza, Skripsi Etnomusikologi USU, Medan.)
46
Korban: Persembahan kepada Allah untuk memuliakan Dia (korban sajian dan korban
minuman), untuk memelihara persekutuan dengan Dia (korban bakaran, korban keselamatan dan
korban pujian), untuk menebus dosa dan kesalahan (korban penghapus dosa, korban penebus salah).
Pada waktu pentahbisan imam ada persembahan unjukan dan persembahan khusus. Demikianlah
keadaan di Israel. Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya sekali untuk selamanya sebagai korban
penebus dosa. Jemaat Kristen dianjurkan untuk berkorban atas dasar perbuatan Yesus itu, khususnya
mempersembahkan korban pujian. (Ibrani 13:15)

30
1. 7. Landasan Teori

Ketika seorang ilmuwan mengkaji sebuah fenomena alam fisik atau sosial,

dengan latar belakang masalah tertentu, ada yang relatif sederhana dan ada pula yang

kompleks, maka ilmuwan tersebut biasanya menggunakan teori-teori. Teori menurut

pendapat Marckward et al., memiliki tujuh pengertian, yaitu: (1) sebuah rancangan

atau skema yang terdapat dalam pikiran saja, namun berdasar pada prinsip-

prinsip verifikasi dengan cara eksperimen atau pengamatan; (2) sebuah bentuk

prinsip dasar ilmu pengetahuan atau penerapan ilmu pengetahuan; (3) abstrak

pengetahuan yang selalu dilawankan dengan praktik; (4) penjelasan awal atau

rancangan hipotesis untuk menangani berbagai fenomena; (5) spekulasi atau

hipotesis, sebagai ide atau yang mengarahkan seseorang; (6) dalam matematika

berarti sebuah rancangan hasil atau sebuah bentuk teorema, yang menghadirkan

pandangan sistematis dari beberapa subjek; dan (7) ilmu pengetahuan tentang

komposisi musik, yang membedakannya dengan seni yang dilakukan atau seni yang

dieksekusi.47

Teori mengarahkan ilmuwan untuk melakukan kerjanya dalam menganalisis

permasalahan keilmuan yang ditemuinya. Sesuai dengan yang menjadi permasalahan

dalam tulisan ini, maka penulis menggunakan beberapa teori untuk mengkaji

beberapa pokok permasalahan, selain beberapa teori pendukung yang dirasa perlu

dalam mengulas topik tertentu dalam tulisan ini.

47
Marckward, Albert H. et al. (eds.),Webster Comprehensive Dictionary (volume 2).
Chicago: Ferguson Publishing Company,1990.hlm.1302.

31
1. 7. 1. A functional theory of culture Bronislaw Malinowski.

Saya akan melihat pola-pola gereja Kharismatik yang sedang muncul melalui

perspektif etnologis. Etnologi adalah cabang dari Antropologi yang menganalisis

secara komparatif, kebudayaan-kebudayaan dari masyarakat kontemporer atau

kelompok-kelompok linguistis. Penelitian etnologis akan mencakup penelitian atas

pola-pola tingkah laku individual dan komunal48, nilai-nilai kehidupan, model-model

religius dan sebagainya. Tujuan tulisan ini mengadopsi pendekatan etnologis adalah

untuk memberi wawasan yang mendalam dan reflektif, khususnya menyangkut

dengan ibadah, teologi, dan praktek-praktek ajarannya.

Dalam metode antropologi kebudayaan tercatat setidaknya terdapat enam ciri

berbeda yang disebut kompleks kultural, dan menentukan cara suatu komunitas

berfungsi. Menurut Malinowski terdapat enam ciri pada tingkat mikro dapat

dijelaskan sebagai kebutuhan individual dan pada tingkat makro sebagai kebutuhan

komunal, keenam ciri kompleks kultural tersebut adalah (1) lapar, (2) reproduksi, (3)

keamanan, (4) gerakan, (5) pertumbuhan, (6) kesehatan.

Malinowski mulai mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk

menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori

fungsional tentang kebudayaan atau a functional theory of culture. Ketika

kebudayaan dikaitkan dalam konteks Kharismatik, maka akan tercermin pribadi-

pribadi atau kelompok-kelompok orang yang memiliki kebutuhan spesifik, seperti

48
Teori pola tingkah laku individual dan komunal oleh Cooley dalam Wilfred J. Samuel,
Op.Cit.,hlm.80

32
“gaya hidup” dan ekspresi yang bisa dibedakan, yang membuat mereka mendapat

label Kharismatik. Sehingga kebudayaan dalam Kharismatik mengacu kepada

kebiasaan praktek-praktek agama yang dapat dilihat melalui jemaat yang melakukan

ekspresi, teologi, dan aktivitas yang sifatnya pentakostal. Sehingga tulisan ini dapat

secara seksama meneliti kebiasaan-kebiasaan Kharismatik atau praktek-praktek

kultural, sikap-sikap dan kebiasaan, dan tingkah laku keagamaan.

Malinowski membedakan fungsi sosial dalam tiga tingkat abstraksi, yaitu: (1)

fungsi sosial dari suatu adat, institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat

abstraksi pertama mengenai pengaruh atau kesannya terhadap adat, perilaku manusia

dan institusi sosial yang lain dalam masyarakat; (2) fungsi sosial dari suatu adat,

institusi sosial atau unsur kebudayaan pada tingkat abstraksi kedua mengenai

pengaruh atau kesannya terhadap keperluan suatu adat atau institusi lain untuk

mencapai maksudnya, seperti yang dikonsepsikan oleh warga masyarakat yang

terlibat; dan (3) fungsi sosial dari suatu adat atau institusi sosial pada tingkat abstraksi

ketiga mengenai pengaruh atau kesannya terhadap keperluan mutlak untuk

berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem sosial tertentu.

1. 7. 2. Used and function theory Alan P. Merriam

Dengan tetap bertolak dari teori fungsi, yang kemudian mencoba

menerapkannya dalam etnomusikologi, lebih lanjut secara tegas Merriam

membedakan pengertian fungsi ini dalam dua istilah, yaitu penggunaan dan fungsi.

Menurutnya, membedakan pengertian penggunaan dan fungsi adalah sangat penting.

33
Jika kita berbicara tentang penggunaan musik, maka kita menunjuk kepada

keebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam masyarakat, sebagai praktik yang

biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari pelaksanaan adat istiadat, baik ditinjau dari

aktivitas itu sendiri maupun kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain.49 Lebih jauh

Merriam menjelaskan perbedaan pengertian antara penggunaan dan fungsi sebagai

berikut.

Music is used in certain situations and becomes a part of them, but it


may or may not also have a deeper function. If the lover uses song to
w[h]o his love, the function of such music may be analyzed as the
continuity and perpetuation of the biological group. When the
supplicant uses music to the approach his god, he is employing a
perticular mechanism in conjunction with other mechanism as such as
dance, prayer, organized ritual, and ceremonial acts. The function of
music, on the other hand, is enseparable here from the function of
religion which may perhaps be interpreted as the establishment of a
sense of security vis-á-vis the universe. “Use” them, refers to the
situation in which music is employed in human action; “function”
concerns the reason for its employment and perticularly the broader
purpose which it serves.50

Dalam kutipan di atas Merriam membedakan defenisi guna dan fungsi musik

berasaskan kepada proses dan pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik

gunakan dalam situasi tertentu dan menjadi bagiannya. Penggunaan bisa atau tidak

bisa menjadi fungsi yang lebih dalam. Kemudian Merriam memberikan contoh, jika

seeorang menggunakan nyanyian yang ditujukan untuk kekasihnya, maka fungsi

49
Alan P. Merriam,Anthropology of Music,Blomington Indiana:UniversityPress,1964.hlm.210
50
Ibid.,hlm.210.

34
musik seperti itu dapat dianalisis sebagai perwujudan dari kontinuitas dan

kesinambungan dalam melanjutkan keturunan, yakni dengan memenuhi hasrat

biologis, bercinta, kawin dan memiliki keturunan. Ketika seseorang menggunakan

musik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, maka mekanisme tersebut behubungan

dengan mekanisme lain, seperti menari, berdoa, mengorganisasikan ritual dan

kegiatan-kegiatan upacara.

“Penggunaan” menunjukkan situasi musik yang dipakai dalam kegiatan

manusia; sedangkan “fungsi” berkaitan dengan alasan mengapa si pemakai

melakukan, dan terutama tujuan-tujuan yang lebih jauh dari sekedar apa yang dapat

dilayaninya. Merriam menekankan bahwa penggunaan lebih berkaitan dengan sisi

praktis, sedangkan fungsi lebih berkaitan dengan sisi integrasi dan konsistensi

internal budaya.

Dari kerangka berpikir di atas, selanjutnya Merriam mendeskripsikan bahwa

sampai tahun 1964, penelitian yang dilakukan para etnomusikolog tentang fungsi

musik dalam kehidupan masyarakat, memperlihatkan adanya 10 fungsi. Kesepuluh

fungsi musik itu adalah: (1) sebagai pengungkapan emosional, (2) sebagai

penghayatan estetika, (3) sebagai hiburan, (4) sebagai komunikasi, (5) sebagai

perlambangan, (6) sebagai reaksi jasmani, (7) sebagai yang berkaitan dengan norma-

norma sosial, (8) sebagai pengabsahan lembaga sosial dan upacara agama, (9) sebagai

kesinambungan kebudayaan, dan (10) sebagai pengintegrasian masyarakat.51

Menurut Merriam bahwa fungsi musik terdiri dari sepuluh fungsi atau bisa
51
Alan P.Merriam,Op.Cit.,1964.

35
saja lebih luas dari sepuluh. Tetapi kenyataannya secara akademis para peneliti ketika

menganalisis fungsi musik sering memaksakan bahwa fungsi musik harus sepuluh

ini, tidak fleksibel seperti yang ditawarkan Merriam. Namun bagaimanapun fungsi

yang dikemukakan Merriam ini semacam menjadi referensi wajib dalam mengkaji

musik di bidang etnomusikologi.

1. 7. 3. Teori struktur upacara dan isi simbolik dalam agama oleh Victor Turner

Turner melakukan sejumlah analisa mengenai struktur upacara (baca: ibadah)

dan isi simboliknya, dengan melakukan kajian yang berkenaan terhadap: (1) sistem

dualisme dan triadisme; (2) dasar fisiologi dari simbol; dan (3) liminalitas sebagai

suatu konsep yang bersifat akomodatif untuk transformasi. Turner memandang

simbol-simbol itu pada hakekatnya dualistik, tetapi “setiap bentuk dualisme diberi

sebuah model klasifikasi yang lebih luas lagi”.52 Kedudukan simbol dan konteksnya

dalam sebuah upacara sangat berperan dalam menentukan corak hubungannya secara

konseptual dengan sistem simbolik upacara itu sendiri secara menyeluruh. Turner

kemudian memberi ilustrasi dalam uraiannya kedalam tiga warna, yakni warna merah

sebagai warna penghubung antara warna hitam dan warna putih. Yang sebenarnya

merupakan suatu sistem dualisme dalam sistemnya sendiri. Nyatanya, warna putih

dan warna hitam sebagai dua puncak warna yang paling bertentangan, tetapi sebagai

suatu sistem binari dipertentangkan dengan warna merah sebagai dua satuan yang

berbeda atau bertentangan karena warna merah bersifat ambivalen, sehingga dapat

52
Victor Turner, The Forest of Symbols, Ithaca,Cornell University Press, hlm.,57

36
berfungsi sebagai penghubung karena sifatnya sebagai simbol yang berciri ganda.

Menurut Turner, sebuah sistem itu bersifat segitiga (triadik) dan bersifat

fleksibel menurut konteksnya. Secara konseptual simbol-simbol dilihat melalui

posisinya dalam struktur triadik, sehingga bisa dimanipulasi melalui

ketidakhadirannya serta melalui sifat ambivalen yang ada serta menjadi hakekatnya,

ke arah simbol-simbol lainnya yang berada di sekitarnya. Simbol-simbol dan

struktur-struktur upacara dengan demikian berfungsi sebagai jembatan untuk

mengantar satuan-satuan kenyataan-kenyataan yang ada dan berbeda-beda dari

pengalaman manusia. Hal ini dapat dan mungkin terjadi karena kedudukan manusia

sebagai makhluk Tuhan yang tertinggi, selain karena ke-universalan dari motif-motif

dan dasar-dasar kognitif yang dimiliki oleh manusia.

Victor Turner menyumbang pemahaman besar terhadap usaha memahami

ekspresi agama yang berupa konsep mengenai proses yang ada dalam upacara.

Konsep yang dibuat berhubungan dengan liminalitas sebagai suatu jembatan

penghubung, yaitu yang tidak memiliki struktur, bersifat transisi, dan merupakan

suatu tingkat atau fase tanpa klasifikasi bagi yang diinisiasi, merupakan pencerminan

dari pandangannya mengenai upacara dan agama sebagai suatu sistem yang bersifat

formatif dan reflektif.

1. 7. 4. Music and Trance: a theory of the relations between music and possession

oleh Gilbert Rouget

Trance dalam upacara-upacara ritual selalu diasosiasikan identik dengan

37
musik, mengapa dan bagaimana? Trance atau dalam Bahasa Indonesia trans menurut

KBBI online adalah (1) keadaan seseorang terputus hubungannya dengan

sekelilingnya: setelah mengisap ganja mereka berada dalam keadaan trans; (2)

keadaan tidak sadar (karena kerasukan dan sebagainya) sehingga mampu berbuat

sesuatu yang tidak masuk akal; dalam keadaan—ia menari-nari di atas bara. Gilbert

Rouget memberi analisis keterkaitan antara musik dan trans, dengan menyimpulkan

bahwa tidak ada hukum universal yang dapat menjelaskan hubungan antara musik

dan trans. Keduanya sangat berbeda jauh dan tergantung kepada cara pemahaman

kultural konteks masing-masing.

Untuk mengatur informasi yang sangat banyak ini, Rouget membuat teori

penting dalam area studi ini (1), Rouget mengembangkan beberapa tipe trance

berdasarkan simbol dan tampilan luar. Ia menggaris bawahi perbedaan antara trance

dan ecstasy, shamanism dan spirit possession, communal dan emotional trance.53

Musik dianalisis dalam hubungan dengan pemain, pelatihan, alat musik, dan

kaitannya dengan tari. Pada bab satu tulisannya, Rouget berusaha mengisolasi

perbedaan antara shamanism dengan possession dan menyimpulkannya melalui

ekspresi dalam tiga perbedaan, yaitu: perjalanan kepada roh/dihadiri oleh roh;

dikuasai oleh roh/patuh terhadap roh; sengaja melakukan trans/tidak dengan sengaja

53
Rouget sendiri sedikit kesulitan membedakan arti kata “trance” dan “ecstasy”. Hingga ia
harus menekankan dengan melihat bentuk keduanya dalam sebuah artikel umum tentang possession
dalam Encyclopedia of Religions and Ethics of 1918. Dalam artikel tersebut tertulis beberapa referensi
tentang “nervous crisis”, “ecstasy”. Dengan kata lain kedua topik berkaitan dengan possession yang
terdapat dikalangan orang-orang Yunani, Muslim dan Kristen.

38
mengalami trans.54 (2), Rouget menyimpulkan baik secara ilmiah maupun secara

foklor bahwa terdapat hubungan sebab akibat antara beberapa jenis musik dengan—

misalnya pukulan drum yang keras dan cepat, kalimat melodi yang diulang-ulang—

dengan beberapa jenis trans. Setiap jenis trans menggambarkan kekuatan dari musik

melalui cara yang berbeda dalam ritual.

Dalam possession trance, musik mengundang roh melalui orang yang sedang

trans untuk memperkenalkan dirinya dengan yang ia sembah dan mengijinkan yang

disembah itu untuk memberi tanda atas kehadirannya melalui sebuah tarian. (3),

Rouget menyimpulkan, bahwa musik baik vokal maupun instrumental mempengaruhi

secara psikologis dan efek emosional. Tidak terpisahkan dari pola kebersamaan dan

tingkah laku, dan bahwa musik dan trans adalah saling berhubungan dalam berbagai

cara sebagai struktur kebudayaan, dengan berbagai jenis musik dan dapat sering

dikaitkan dengan keadaan trans.

1. 7. 5. Perspective in music theory oleh Paul Cooper

Dalam satu tingkatan, teori musik adalah studi sistematis bagaimana musik

tersebut dapat berfungsi. Teori musik dasar memeriksa bagian-bagian yang berbeda,

atau elemen, dari sebuah karya musik dan bagaimana cara setiap masing-masing

elemen dikombinasikan dan dihubungkan untuk menghasilkan sebuah karya

komposisi.55 Apa pentingnya teori musik? Duckworth mengatakan teori musik

54
Gilbert Rouget, Music and Trance: a theory of relations between music and possession,The
University of Chicago Press,Chicago,1985.hlm.132.
55
William Duckworth, Music Fundamentals 4th Edition, Wadsworth Publishing, Bucknell
University,1992,hlm.2.

39
memberikan informasi faktual tentang musik yang akan membuat kita menjadi musisi

yang lebih baik.56

Untuk melihat bagaiman ritem yang digunakan ketika sorak-sorai dilakukan

saya akan menggunakan klasifikasi ritem oleh Paul Cooper untuk menjelaskan

gerakan ritem yang konstan dan menyebutnya sebagai “Motor” rhythm.

Untuk menganalisis struktur garis harmoni (harmony shape) atau kontur

harmoni (harmonic contour) yang saya lakukan dengan menarik garis desain

geometrik (geometric design) beberapa sampel lagu yang cenderung ditemukan

memiliki kesamaan sehingga dapat terlihat jelas karakter harmoni lagu yang

digunakan dalam ibadah yang digunakan di GBI Medan Plaza. Sehingga akan tampak

harmonic construction musik beberapa lagu yang kemudian menjadi karakteritik

lagu-lagu pujian dan penyembahan. Geometrik desain dari kontur harmoni tersebut

saya beri warna merah pada progresi harmoni suara bas di kunci F melalui transkrip

piano.

1. 8. Rumusan Masalah

Permasalahan pokok yang dibahas dalam tesis ini ialah bagaimana musik

Kristen kontemporer digunakan dalam ibadah kontemporer, sehingga ibadah dalam

gereja Kharismatik sangat berbeda dengan ibadah liturgikal yang ada dalam gereja-

gereja tradisional. Kajian mengenai gereja kharismatik ini akan difokuskan terhadap

permasalahannya di bidang peranan musik dalam ibadah dan menganalisis pola-pola

56
Ibid.,hlm.2.

40
flowing yang sangat penting dan menentukan terhadap kualitas ibadah saat ibadah

berlangsung tersebut. Untuk itu pelacakan atas peristiwa-peristiwa serta penjabaran

permasalahan tersebut, akan dipandu melalui pertanyaan-pertanyaan utama sebagai

berikut:

1. Bagaimana ibadah tersebut berlangsung dan disajikan dengan menggunakan


musik Kristen kontemporer yang gaya dan struktur ibadahnya fleksibel,
spontan dan tidak liturgikal.
2. Bagaimana musik tersebut digunakan untuk “membangun” atmosfir ibadah
yang penuh dengan hadirat Tuhan dan efeknya terhadap perilaku musik dalam
konteks perilaku sosial yang kompleks dan universal
3. Bagaimana porsi musik yang tepat dan seperti pandangan Wilfred tidak
overdose dalam sebuah ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza
4. Melihat pola-pola gereja Kharismatik saat ini dan kaitannya dengan visi GBI
Medan Plaza
5. Menganalisis pola garis (shape) harmoni dari lagu pujian dan penyembahan
6. Bagaimana pola-pola flowing yang digunakan dalam pujian dan penyembahan
7. Bagaimana musik yang digunakan dalam ibadah, seperti kadens, pola ending,
modulasi, open chord.

1. 9. Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang gereja Bethel umumnya dan GBI Medan Plaza khususnya

telah dilakukan oleh para sarjana di Medan khususnya di Fakultas Sastra, Jurusan

Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara. Salah satu skripsi para sarjana yang

menulis tentang GBI lebih menitikberatkan kajiannya terhadap sistem organisasi

manajemen dan pelatihan musik di GBI Medan Plaza yang dilakukan oleh saudara

41
Gugun Sihombing. Adapun pembahasan yang dikaji oleh Gugun ialah sebuah proses

awal dimana seseorang yang ingin menjadi imam musik harus melalui program

pelatihan musik yang dilaksanakan di GBI Medan Plaza, sehingga proses tersebut

terangkum dalam sebuah tulisan ilmiah manajemen program pelatihan musik itu

sendiri.Gugun Sihombing juga melakukan kajian analisis terhadap dua buah lagu

yang berjudul Penuhiku dan Allahku Dahsyat menggunakan teori weighted scale.57

Gugun dalam skripsinya menulis bahwa skripsinya dilakukan dengan pendekatan

etnomusikologi. Sementara itu menurut Joseph Kerman analisis erat kaitannya

dengan teori musik dan sering digolongkan kedalamnya, analisis hanyalah sebagai

teori pelengkap yang bebas. Sehingga sesungguhnya masih banyak pendekatan

disiplin lain yang cukup menarik dapat dilakukan untuk menganalisis musik dan

ibadah dalam gereja Kharismatik seperti GBI Medan Plaza yang akan saya lakukan

dalam tesis ini.

Tulisan lain yang membahas tentang GBI Medan Plaza adalah skripsi yang

ditulis oleh saudara Daud Satria. Dalam skripsinya Daud membahas tentang guna dan

fungsi serta peranan musik pengiring dalam ibadah terhadap jemaat di GBI Medan

Plaza. Sementara itu tulisan lain yang penulis temukan tentang Gereja Bethel adalah

skripsi saudara Hans Marpaung yang berjudul “Deskripsi Tari Tamborin dan Musik

Pengiring Pada Ibadah Raya Gereja Bethel Indonesia (GBI) Tanjung Sari Medan”.

57
Weigthed Scale adalah sebuah teori yang mengkaji keberadaan melodi berdasarkan kepada
delapan unsurnya, kedelapan unsur melodi itu menurut Malm (1977:15), adalah (1) tangga nada, (2)
nada pusat atau nada dasar, (3) wilayah nada, (4) jumlah nada, (5) penggunaan interval, (6) pola
cadenza, (7) formula melodi, dan (8) kontur dalam Gugun Sihombing,Op.Cit.,hlm.33

42
Tulisan ini mendeskripsikan bagaimana tari tamborin dan musik menjadi peranan

yang penting dalam setiap ibadah GBI Tanjung Sari.

Dari ketiga tulisan tersebut penulis merasa belum dilakukan kajian yang

mendalam tentang analisis terhadap peran musik dalam ibadah yang memberikan

ikhtisar tentang relevansi musik terhadap persoalan psikologis, sosiologis dan

teologis di GBI Medan Plaza, sehingga bisa mempengaruhi jemaat secara Roh dan

spiritual, kemudian melihatnya dalam konteks dan fungsi sosial.

1. 10. Metodologi Penelitian

1. 10. 1. Pendekatan Penelitian

Untuk mengkaji musik dalam ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza dalam

tesis ini penulis menggunakan metode pendekatan kualitatif. Menurut Nelson

metode kualitatif adalah sebagai berikut:

“Qualitative research is an interdisiplinary, transdisiplinary, and


sometimes counterdisiplinary field. It crosscuts the humanities and
the social and physical sciences. Qualitative research is many things at
the same time. It is multiparadigmatic in focus. Its practitioners are
sensitive to the value of the multimethod approach. They are
commited to the naturalistic perspective, and to the interpretive
understanding of human experience. At the same time, the field is
inherently political and shaped by multiple ethical and political
positions”.58
Penelitian kualitatif cenderung digunakan dalam mempelajari terhadap kehidupan

sekelompok manusia. Namun bukan berarti penelitan dalam seni tidak dapat

58
Treichler, P.A., C. Nelson dan L. Grossberg, 1992. “Cultural Studies.” Cultural Studies. L.
Grossberg, C. Nelson dan P.A. Treichler (eds.). New York: Routledge

43
dilakukan menggunakan metode kuantitatif, karena penelitian yang menggunakan

metode kualitatif juga membutuhkan data-data yang bersifat kuantitatif.

Untuk mencapai tujuan dalam tulisan ini, penulis menggunakan tiga metode

yaitu : metode literatur dan metode wawancara. Metode literatur adalah metode yang

menggali thesis ini melalui buku-buku, majalah, surat kabar, kamus, dan artikel-

artikel lainnya. Metode wawancara dengan tanya jawab penulis dengan orang-orang

yang mengetahui sedikit banyaknya mengenai musik dalam ibadah kontemporer di

GBI Medan Plaza, dan mengikuti perkuliahan umum di STT Misi Internasional Pelita

Kebenaran untuk mata kuliah pujian dan penyembahan, hal ini dilakukan penulis

guna menambah pengetahuan dan melengkapi atau membantu metode literatur.

1. 11. Sistematika Penulisan

Tulisan ini disusun dengan sistematika sebagai berikut

a. Bab I : Pendahuluan. Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang permasalahan

dan metodologi penelitian yang penulis pakai.

b. Bab II: Melihat Sejarah Kharismatik dan Transformasi Musik di Dalamnya,

Dalam bab ini penulis akan mengkaji bagaimana musik telah mengalami

perubahan transformasi hingga sekarang yang di gunakan di GBI Medan Plaza,

dan memaparkan bagaimana gerakan Kharismatik itu muncul dan berkembang di

Indonesia.

c. Bab III: Musik Dalam Ibadah Kontemporer di GBI Medan Plaza, dalam bab ini

penulis akan melihat bagaimana garis harmoni (harmony shape) dan garis melodi

44
(melody shape) dalam lagu pujian dan penyembahan, melihat pola-pola, struktur

harmoni dan flowing yang sarat akan improvisasi, sehingga akan terlihat

bagaimana karakter dari musik yang digunakan dalam GBI Medan Plaza. Juga

pemakaian Nashville Numbers System dalam ibadah, pemakaian fingering code,

modulasi, open chord, ending, kadens, improvisasi, dan sebagainya.

d. Bab IV : Struktur Ibadah Kontemporer dalam Kajian Konteks dan Fungsi Sosial,

dalam bab ini penulis akan menelaah ibadah kontemporer bagaimana dapat

berlangsung dengan sukses, apa saja kriteria ibadah tersebut sukses secara

alkitabiah, dan bagaimana aktivitas di dalam ibadah tersebut, perangkat

pendukung ibadah, dan melihatnya berdasarkan landasan teori yang saya gunakan.

e. Bab V: Penutup.

45
BAB II

MELIHAT SEJARAH KHARISMATIK DAN TRANSFORMASI


MUSIK GEREJA

2. 1. Sejarah Munculnya Gerakan Kharismatik

2. 1. 1. Berakar Dari Gerakan Montanis (170 M)

Kristen Kharismatik sesungguhnya berakar kepada Gerakan Montanis pada

tahun 170 M. Montanisme merupakan gerakan profetis yang dipelopori oleh seorang

mantan imam dari Kota Cybele di Phrygia yang bernama Montanus. Ia menekankan

pengajarannya kepada nubuatan-nubuatan yang disampaikan dalam keadaan ekstasis

dan juga pengajaran Allah berkomunikasi langsung dengan wahyu melalui Roh

Kudus. Montanus menganggap bahwa penutupan kanon59 Alkitabiah bukanlah akhir

dari wahyu ilahi. Di masa itu Montanus memiliki kegairahan spiritual yang penuh,

hingga ia masuk kedalam kondisi trance dan terjatuh secara tiba-tiba, hingga

sebagian orang merasa terganggu dan menganggap hal itu tidak alami. Mereka

memandangnya sebagai sesuatu yang bersifat demonis dalam genggaman roh

kesalahan. Namun sejarawan menganggap Montanus sebagai sumber mata air dari

semua gerakan antusiastik dan pneumatik dalam sejarah Kristen. Montanus telah

memberikan pandangan itu sebagai sesuatu yang bersifat organis dalam hakikatnya,

yang berkembang dalam empat tahap, masing-masing tumbuh lebih tinggi daripada

tahap yang terdahulu : (1) agama alamiah, (2) agama hukum dari Perjanjian Lama,(3)

59
Kanon adalah patokan; dari situ: daftar tulisan-tulisan yang tergolong pada Kitab-kitab Suci.

46
Injil selama kehidupan Kristus di bumi, (4) pernyataan wahyu dari Sang Penghibur

(parakletos), yakni agama kerohanian dari kaum Montanis.

Ada tiga ajaran keagamaan Montanisme yang kemudian digunakan dalam

aliran-aliran Pentakostal dan Kharismatik hingga sekarang, yakni (a) doktrin

pengharapan akhir zaman, (b) penyembuhan ilahi, (c) pemulihan rohani. Sedangkan

yang menjadi ciri utama dalam neo-Montanisme, yakni: penyembuhan, bahasa lidah,

aturan moral yang tegas, baptisan60 dewasa, wanita ikut dalam pelayanan, dan

kedatangan Kristus segera.

Kemudian di Eropa lahir sebuah gerakan yang dikenal sebagai golongan

Anababtis, yakni gerakan yang lahir saat reformasi Lutheran di abad ke-16. Saat itu

kaum Anababtis sudah menyadari dan menentang ajaran teologi kekristenan Katolik

Roma klasik termasuk juga menentang ajaran Lutheran. Bagi kaum Anababtis, setiap

mereka yang telah dibaptis saat bayi, harus dibaptis ulang ketika beranjak dewasa

melalui pengakuan dan penerimaan pribadi untuk memastikan keselamatan. Secara

teologis mereka sangat menekankan atas Roh Kudus, pengharapan kedatangan

segera Yesus Kristus yang kedua kali, pasifisme dan taat akan aturan etika yang

ketat.

Salah satu gerakan yang dipimpin oleh Ann Lee lahir pada tahun 1736

bernama The Shaking Quakers. Ia memulai gerakannya di New York yang

60
Baptis berasal dari kata bapto, baptize yang berarti: (1) meliputi seluruhnya dengan cairan
(to cover wholly with water), (2) mencelupkan sesuatu kedalam cairan, kemudian mengeluarkannya
kembali (fully wet), (3) dibanjiri, dicelupkan, dibenamkan. (Manual Book KOM Seri 100 Pencari
Tuhan, untuk kalangan sendiri)

47
menekankan pada “perfeksionisme milenarian”. Lee merupakan sosok pribadi yang

gagal dalam kehidupan rumah tangga. Semua empat anaknya meninggal dunia ketika

bayi, pernikahannya tidak bahagia, ia kemudian dengan keras menentang pernikahan

dan menganjurkan pengikutnya pantang melakukan hubungan seksual. Atas dasar

keyakinannya yang kuat akan akhir zaman semakin dekat, Lee menerima ajaran

glossolalia dan penyembuhan.61

Pada abad ke-18 di Amerika dan Inggris tumbuh industrialisasi yang pesat,

hal ini diyakini yang menjadi alasan terjadinya kelesuan rohani dan menjadi

pendorong lahirnya kebangunan rohani, yang di Amerika disebut “Kebangunan

Besar” (Great Awakening). Demikian juga di Inggris ketika terjadi revolusi industri

merupakan momentum terjadinya kebangkitan yang disebut “Kebangkitan

Evangelikal” (Evangelical Revival). Abad ke-18 merupakan masa dimana Inggris

menjadi negara adidaya baru dan sebagai lambang kekuatan ekonomi, yang ditandai

dengan banyaknya negara koloni mereka di penjuru dunia. Namun di satu sisi

masyarakatnya dan gereja mengalami degradasi spiritual, moral dan sosial. Secara

historis kebangkitan di Amerika dan Inggris memiliki hubungan yang erat, dengan

dorongan akan kepentingan spiritual dan perdagangan, sejak abad ke-17 kaum

Protestan Inggris yang berlatar belakang Calvinis62 mulai menuju Amerika dimana

61
Ibadah yang mereka jalani berupa ritus tarian yang mencoba menggoncangkan (to shake)
dosa, kejahatan, dan keinginan seksual, sehingga gerakan ini dinamakan “shakers” (pengguncang).
Ciri lainnya adalah sukacita dan “Tertawa Kudus” (Holy Laughter) gaya Toronto, glossolalia,
bernubuat, dan berkomunikasi dengan orang yang sudah mati. Mereka menolak Perjamuan Kudus
(Lord’s Supper) ajaran tentang kebangkitan serta baptisan air.
62
Di lingkungan gereja-gereja Protestan sedunia, aliran Calvinis (disebut Reformed atau
Presbyterian) hampir sama usianya dengan Lutheran. Kendati di Indonesia tidak ada gereja yang

48
mereka telah merencanakan untuk menggabungkan Calvinisme dan Puritanisme

Inggris. Sehingga yang menjadi akar dan melekat kepada “Kebangunan Besar” adalah

gerakan Pietis63 di Eropa maupun Gerakan Puritan64 di Inggris.

Bila kita telusuri lagi kebelakang, Kharismatisme dan Pentakostalisme yang

lebih awal juga tidak lepas dari pendahulunya, yaitu Methodisme. Methodisme

merupakan aliran yang di ajarkan oleh dua bersaudara John Wesley dan Charles

Wesley. John Wesley diberi julukan sebagai “Bapak Pentakolisme”, karena banyak

ajaran dan gagasan serta pendekatan teologisnya diadopsi oleh Pentakolisme. Kedua

bersaudara ini berasal dari keluarga rohaniwan yang sangat religius. John dilahirkan

di Epsworth pada tahun 1703 dan Charles lahir empat tahun kemudian. Ketika

kuliah di Oxford University mereka aktif bergabung dalam sebuah persekutuan

rohani yang bernama Holiness Club yang bertujuan menekankan pembaruan rohani

melalui disiplin membaca Alkitab, berdoa, dan kesalehan pribadi. Namun aktivitas

mereka justru menjadi bahan olok-olokan teman-temannya dan memberi mereka

brand image sebagai orang-orang Enthusiast, Bible Moths, Sacramentarians, namun

Methodist adalah salah satu istilah yang kemudian begitu populer.

Ada dua gerakan yang memiliki kontribusi sangat besar di Asia terhadap

menggunakan nama Calvin[is], namun diantara 72 anggota PGI (tahun 1994) setidaknya separuh
mengaku sebagai atau dipengaruhi oleh Calvinisme. Calvinisme merupakan nama dari seorang tokoh
reformasi Johannes Calvin (Jean Cauvin 1509-1564) yang berasal dari Noyon, Perancis Utara.
63
Gerakan Pietis (Pietis Movement) dimulai di Belanda pada awal 1600 oleh Dutch Reformed
Church (Gereja Reform Belanda) dimana Theodore Untereyk memperkenalkannya terhadap gereja-
gereja Lutheran Jerman. Yang menjadi sasaran dalam gereja ini adalah untuk menekankan ulang iman
pribadi, pengalaman lahir baru dan misi dengan ketekunan Kristen.
64
Gerakan Puritan (Puritan Movement) dimulai di Inggris dalam gereja Anglikan dengan ide
menghapus seluruh ritus-ritus dan unsur Katolisisme yang ada.

49
pertumbuhan dan perkembangan aliran Kharismatik, yakni Assemblies of God dan

Full Gospel Businessmen Fellowship di Amerika. Assembly of God65 merupakan

salah satu kelompok neo-Pentakostal yang tumbuh ketika kebangkitan kerohanian

melanda Amerika di Abad ke-19. Dibentuk berdasarkan ide dari pendeta-pendeta

Pentakostal untuk menciptakan wadah persekutuan persaudaraan dalam

mengkoordinasikan pekerjaan misi di Amerika dan luar Amerika, yang berbasis di

Hot Springs, Arkansas. Kemudian Assemblies of God menjadi sebuah organisasi

yang terstruktur dan melembaga dibawah sebuah Dewan Umum (General Council)

yang diketuai oleh Endorus N. Bell. Walau muncul berbagai reaksi menentang

pelembagaan tersebut, tetapi Assemblies of God secara konkrit menjadi salah satu

denominasi Kharismatik yang terbesar di dunia dengan sebuah tata gereja dan hirarki

administratif yang formal.

Secara etimologi kharismatik berasal dari kata benda kharis serta kata kerja

kharisomai (present infinitive: kharisestai). Kharis berarti sesuatu yang

menggembirakan atau menyenangkan; artinya sesuatu itu mempunyai sifat

menimbulkan perasaan senang bagi yang melihat atau mendengarnya

65
Didirikan oleh Demos Shakarian, ia adalah seorang milyuner, pengusaha peternakan di
California, yang berasal dari keluarga imigran Armenia yang pada tahun 1905 mengungsi ke wilayah
itu. Di negara asalnya mereka telah mengenal praktek bahasa lidah. Ayah Demos pada tahun 1905 ikut
menghadiri kebangunan rohani di Azusa Street Los Angeles dan kaum imigran Armenia ini ikut
melatar belakangi kemunculan gerakan Pentakostal. FGBMFI mempromosikan ajaran tentang
baptisan Roh yang datang kemudian dan melakukan glossolalia. Organisasi ini memiliki kontribusi
dan mampu meyakinkan kalangan elit bisnis di dalam denominasi-denominasi sejarah arus utama
dengan memasukkan pengaruh-pengaruh Kristen kharismatik terasa sangat kental. Dengan karakter
oikumenis dan kemampuan finansial dalam mendanai pekabaran Injil di seluruh dunia, telah
menjadikan organisasi ini menjadi suatu alat yang kuat dalam dunia pekabaran Injil. (Wilfred J.
Samuel, Op.Cit.,hlm.28)

50
(Trench,1947:166-167). Dalam arti ini istilah kharis memiliki kaitan juga dengan

istilah khairo (saya bergembira) dan kata benda khara yang artinya kegembiraan atau

kesenangan.66 Dalam literatur Yunani, Conzelmann mengatakan berbagai defenisi

kata kharis, seperti pribadi yang menyenangkan charm, perasaan senang, simpati,

rasa berterima kasih, kemauan baik, kesenangan, anugerah atau pemberian meliputi

penghapusan hutang pihak/negara yang lemah oleh pihak/negara yang kuat.67

Kata kharisomai berarti saya menunjukkan kesenangan yang ditunjukkan

melalui kata-kata maupun perbuatan, memperlihatkan kemurahan hati, memberi,

mengampuni, melepaskan tahanan atau hutang. Dengan demikian tampak jelas bahwa

arti kata kerja ini erat dengan arti istilah kharis. Istilah kharisma berasal dari dua

istilah Yunani di atas. Akhiran ma menunjukkan pada pembentukan kata benda dari

kata lain (dalam Bahasa Indonesia akhiran-an berarti kata benda). Sehingga kharisma

dalam hubungannya dengan kharis berarti bentuk konkrit kharis, dalam kaitannya

dengan kharisomai, berarti akibat tindakan memberi. Bila dikaitkan dengan dua kata

benda ini kharisma berarti pemberian, hadiah. Sebab dilakukan dengan sikap murah

hati dari pemberi (umumnya dari pihak yang statusnya lebih tinggi) maka kharisma

berarti anugerah atau pemberian anugerah, dalam arti karunia68.

Dalam analisa Max Weber, bahwa fenomena kharisma memiliki hubungan

66
Newman Jr.,Op.Cit.,hlm.87;.Souter,A Pocket Lexicon to the Greek New Testament, London
Oxford University Press, 1966, hlm.281; Conzelmeann,TDNT IX,hlm.374. dalam Pdt. DR. Ayub
Ranoh, Pemimpin Kharismatik, BPK Gunung Mulia. Jakarta,2000.,hlm.112
67
H Conzelmann, “Kharis,…” dalam TDNT,Vol.IX,hlm.373-374, dalam Pdt.DR. Ayub
Ranoh, Ibid.,hlm. 112.
68
Bnd. D.L.Baker, Roh dan Kerohanian dalam Jemaat, Tafsiran Surat 1 Korintus 12-14,
Jakarta, BPK Gunung Mulia, Jakarta,1991,hlm 21.

51
yang erat dengan apa yang disebut Durkheim sebagai hal suci dan hal kudus (the

holy) oleh Otto. Dalam kharisma ada suatu titik kritis yang erat hubungannya dengan

seseorang yang luar biasa dan mendatangkan kewajiban, Weber membatasi kharisma

sebagai:

….Suatu kualitas tertentu dalam kepribadian seseorang dengan mana


dia dibedakan dari orang biasa dan diperlakukan sebagai seseorang
yang memperoleh anugerah kekuasaan adikodtrati, adimanusiawi, atau
setidak-tidaknya kekuatan atua kualitas yang sangat luar biasa.
Kekuatannya sedemmikian rupa sehingga tidak terjangkau oleh orang
biasa, tetapi dianggap sebagai berasal dari kayangan atau sebagai
teladan dan atas dasar itu individu terebut diperlakukan sebagai
seorang pemimpin.69

Dari semua analisa Max Weber terdapat tiga ciri khas pokok yang

menggambarkan kharisma, yaitu pertama sebagai sesuatu yang “luar biasa”, yakni

sesuatu yang sangat berbeda dari dunia sehari-hari. Saya melihat yang “luar biasa”

itu sebagai—saya meminjam istilah Pdt. R. Bambang Jonan70—sikap yang istilah

“populernya” terlalu nge-roh. Beliau mengatakan bahwa ia sering menemukan orang

yang bersikap demikian. Sehingga tampak lebih religius dibanding orang Kristen

kebanyakan. Kedua bersifat “spontan” sangat berbeda dari bentuk-bentuk sosial yang

mapan dan stabil. Orang-orang kaum Kharismatik cenderung lebih spontan dalam

69
Max Weber, The Theory of Social and Economic Organization, diterjemahkan oleh A.M
Henderson dan Talcott Parson, Talcott Parsons (ed). (New York: Oxford University Press, 1947),
hlm.358-359 dalam Thomas F. O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal,PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta.1996,hlm.41.
70
Pdt. R. Bambang Jonan adalah Gembala Sidang GBI Rayon IV Medan Plaza. Gembala
adalah seorang pembimbing dan pemelihara domba atau kambing. Ia bertanggung jawab atas domba-
dombanya, sering menghitungnya dan juga melindunginya terhadap bahaya dari luar. Di Israel Tuhan
Allah diakui sebagai Gembala umatnya. Tuhan Yesus adalah gembala yang baik (Lihat Yohanes
10:11;14)

52
nyanyian-nyanyian ibadah. Hal ini juga tampak dalam ibadah mereka yang tidak

fleksibel atau non-liturgikal. Ketiga, ciri kharisma menurut Weber merupakan suatu

sumber dari bentuk dan gerakan baru, sehingga ia bersifat “kreatif”.

2. 1. 2. Latar Belakang Sejarah Gereja Bethel Indonesia

Di Indonesia kabar Injil telah masuk sejak tahun 1511 (Katholik) dan tahun

1605 (Protestan), sedangkan zaman Pentakosta masuk 300 tahun kemudian. Aliran

Pentakosta dibawa oleh penginjil keturunan Belanda yang bernama C Groesbeek dan

D. Van Klaveren, namun keduanya berkebangsaan Amerika. Pada bulan Januari

tahun 1921 kedua penginjil bertolak dari Seattle, Washington, lalu ke Jakarta

(Batavia) menggunakan kapal Jepang yang bernama Suwa Maru. Pada bulan Maret

mereka bersandar di Jakarta dan meneruskan perjalanan dengan kereta api melalui

Surabaya ke Denpasar, Bali. Lalu mereka pindah ke Surabaya tahun 1922.

Gerakan Pentakosta mengalami banyak tantangan dan perlawanan, tetapi para

jemaat yang telah menerima kuasa Roh Kudus terus memberitakan Injil Kristus ke

mana-mana dengan penyertaan kuasa Allah. Jemaat baru terus bertambah dan

semakin besar, hingga pada tanggal 15 Juni 1937 Pemerintah harus mengakui

gerakan Pentakosta sebagai Kerkgenootschap (Persekutuan Gereja atau Lembaga

yang bersifat gereja) berdasarkan Staatsblad 1927 No.156 dan 532. Kemudian yang

sebelumnya menggunakan nama Pinkster Gemeente berubah menjadi Pinkster Kerk

in Nederlands Indie. Ketika kekuasaan Belanda diambil alih Jepang pada tahun 1942,

maka nama Belanda itu berubah menjadi Gereja Pentakosta di Indonesia (GPDI), dan

53
Dr.H.L Senduk—sebagai pendiri Gereja Bethel Indonesia—ketika itu menjabat

sebagai Sekretaris Pengurus Pusat GPDI.

Kenyataan menunjukkan bahwa perselisihan juga hadir dalam gereja,

termasuk GPDI. Sehingga perpecahan tidak terhindari dalam tubuh GPDI. Kalau

perpecahan terjadi oleh karena kehendak Tuhan (1 Korintus 11:19), maka hal itu akan

membawa berkat pertumbuhan dan perkembangan. Tetapi kalau perpecahan terjadi

oleh karena kemarahan dan kebencian manusia, maka hal itu akan mendatangkan

kekecewaan, kerugian dan malapetaka. Ibarat membangun rumah dari rumput kering

dan jerami (1 Korintus 3:15). Karena perpecahan yang terjadi di tubuh GPDI,

dengan berbagai alasan ketidak cocokan dalam suatu pengajaran atau karena masalah

organisasi, maka pada tahun 1952 Dr. H.L Senduk dan F.G. Van Gessel keluar dari

GPDI dan membentuk Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS)—nama sebelum lahir

menjadi GBI—tetapi keinginan memisahkan diri bukan untuk membentuk suatu

“organisasi gereja baru” seperti yang terjadi dalam sejarah gereja Pantekosta,

melainkan karena kondisi rohani GPDI saat itu, menyebabkan ketidakpuasan

disebagian kalangan pendeta-pendeta gereja tersebut.

Karena perpecahan akan memberi dua dampak, yakni dampak negatif dan

dampak positif. Negatif, karena merupakan “kerugian” dari gereja yang lama.

Positif, karena kehendak dan rencana Tuhan dapat dilaksanakan. Rasul Paulus

mengatakan bahwa “Diantara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti

siapakah di antara kamu yang tahan uji”. (1 Korintus 11:19)

Setelah GBIS resmi berpisah dari GPDI dan diakui oleh Pemerintah melalui

54
Surat Keterangan Pendaftaran No.A/VIII/16 tanggal 31 Januari 1953 dan kemudian

GBIS pada tahun 1968 diakui pemerintah sebagai Lembaga Gereja dengan Keputusan

Departemen Agama No.Dd/P/DAK/d/054/68 dibawah kepemimpinan Dr. H.L

Senduk. Oleh karena perbedaan pandangan dan konflik pengajaran yang terjadi pada

tahun 1957 di dalam GBIS, hingga akhirnya pada tahun 1967 jalan sejarah GBIS

semakin menurun71.

Pada tahun 1968-1969 kepemimpinan Dr. H.L Senduk diambil alih oleh

pihak-pihak yang didukung oleh seuatu keputusan Menteri Agama. Kemudian Dr.

H.L Senduk di atas jalan yang baru berjalan terus menggenapi panggilan Tuhan dan

dengan sedih hati harus berpisah dari saudara-saudara di GBIS. Perpisahan itu

melahirkan sebuah wadah yang baru untuk menyatakan kemuliaan-Nya, yakni Gereja

Bethel Indonesia (GBI). Secara etimologis Bethel berasal dari kata beth (rumah) dan

El (Allah), jadi nama Bethel artinya rumah Allah. Dr. H.L. Senduk mengatakan GBI

bukanlah sebuah gereja yang lahir sebagai akibat suatu perpecahan. Tetapi GBI

adalah seperti seorang “anak” yang lahir setelah 18 tahun berada di dalam kandungan

GBIS, yakni 1952-197072. GBI adalah gereja nasional yang termuda di Indonesia,

lahir pada tanggal 6 Oktober 1970 di Sukabumi, Jawa Barat.

71
GBI lahir karena dilatarbelakangi beberapa permasalah di tubuh GBIS, seperti perselisihan
tentang kerjasama antara GBIS-COG (Church of God),beberapa hamba Tuhan tidak tunduk kepada
Keputusan Majelis Besar, saling pecat memecat sesama hamba Tuhan, dan sebagainya.
72
Dr. H.L. Senduk, Sejarah Gereja Bethel Indonesia,Untuk Kalangan Sendiri.hlm.25

55
2. 1. 3. Sejarah ‘Lahirnya’ GBI Medan Plaza

Sebelum gereja ini berdiri pada tanggal 25 Juli 1993, GBI Rayon IV Medan

Plaza awalnya merupakan hanya sebuah persekutuan doa (diberi nama Medan Pray

Centre) berupa ibadah pujian dan penyembahan yang dimulai dimulai tahun 1991-

1992-an. Medan Pray Centre merupakan ibadah doa atau lebih tepatnya dianggap

seperti Kebaktian Kebangunan Rohani (KKR), yang saat itu dilakukan sekali dalam

satu bulan. Ibadah pray centre awalnya tidak dilakukan pada satu tempat yang sama,

melainkan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, bukan karena para

pendoa di Medan Pray Centre gemar berpindah-pindah, tetapi karena sulitnya

memperoleh tempat ibadah yang dapat disewa secara permanen untuk melakukan

kegiatan doa setiap bulannya.

Pada dekade 90-an, saat itu umumnya gedung pertemuan masih merupakan

fasilitas yang terdapat dalam kompleks perhotelan. Sedangkan hotel-hotel berbintang

tidak sebanyak sekarang ini. Sehingga agak sulit bagi Medan Pray Centre

memperoleh tempat yang setiap hari bulannya secara permanen akan digunakan

sebagai tempat ibadah pujian dan penyembahan, dan tidak disewakan kepada pihak

lain selain Medan Pray Centre. Diantara gedung yang sering digunakan sebagai

tempat ibadah adalah Wisma Benteng dan Hotel Tiara, namun tidak setiap bulannya

dapat dipergunakan, sehingga ibadah yang dilakukan di tempat tersebut pada hari

minggu bulan itu, pada bulan berikutnya belum tentu dapat dilakukan ibadah di

tempat yang sama. Tetapi harus mencari tempat lain yang dapat disewa untuk bulan

56
berikutnya. Hal ini tentu tidak efektif untuk menjangkau orang-orang yang mau ikut

bergabung di Medan Pray Centre.

Kegiatan ibadah menekankan kepada pujian dan penyembahan sesuai dengan

tata ibadah yang diajarkan melalui dogmatika73 GBI dibawah kepemimpinan Pdt. Dr.

Ir. Niko Njotorahardjo, yaitu: doa, pujian, penyembahan dan ditambah persembahan74

(pray, praise, worship and sacrifice). Para pengkhotbah sesekali didatangkan dari

luar Medan, seperti Jakarta dan Bandung. Karena ibadah di pray centre dilakukan

sekali dalam sebulan, tentu menjadi pertanyaan, dari mana datang peserta yang

mengikuti ibadah tersebut?. Karena pray centre bukanlah gereja dan tidak memiliki

gedung permanen dan jemaat. Maka panitia doa memasang iklan di koran-koran lokal

dan mengundang para pendoa dari berbagai denominasi gereja agar hadir pada ibadah

pray centre di gedung yang telah ditentukan.

Setelah Medan Pray Centre berjalan selama hampir dua tahun, kemudian ada

seorang ibu yang bernama Ibu Marini Ishak datang menghadap Gembala Pembina

Rohani Bpk Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo,75 yang kemudian mengungkapkan

kerinduan beliau agar GBI Bethany yang digembalakan Pdt. Niko berkenan membuka

gereja cabang di Medan. Sesuai visi Gembala Pembina Rohani dari Jakarta Bapak Ir.

73
Dogmatika adalah suatu dalil-dalil, suatu rumusan tentang sesuatu kebenaran keagamaan,
suatu pasal kepercayaan dari Gereja Kristen.
74
Diawal berdiri dogmatika gereja GBI dibawah kepemimpinan Pdt.Dr.Ir Niko Njotorahardjo
hanya terdiri dari pujian dan peyembahan, tetapi melalui tuntunan Tuhan ditambahkan doa dan saat ini
doa, pujian dan penyembahan tidaklah cukup, lalu ditambah dengan persembahan.
75
Beliau adalah Gembala Pembina Rohani GBI pusat yang berada di Jakarta

57
Niko Njotorahardjo dari kitab Yesaya 54:2-3.76

Ibu Marini Ishak memiliki peran yang sangat besar dalam berdirinya GBI

Rayon IV di Medan. Beliau memiliki beban agar GBI Bethany yang digembalakan

Pdt. DR.Ir. Niko Njotorahardjo juga memiliki pelayanan di Pulau Sumatera, setelah

selama ini hanya membuka gereja ke Indonesia Timur dan Jawa. Setelah Ibu Marini

mendapat respons dari Gembala Rohani Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo untuk bisa

memulai menggenapi Firman Tuhan diatas, didampingi Ibu Alm. Ana Sujono, beliau

mulai sibuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan berdirinya GBI Rayon

IV Medan Plaza, termasuk terlibat langsung dalam mencari gedung untuk digunakan

sebagai tempat ibadah.

2. 1. 3. 1. Gereja Mula-Mula Dengan 119 Jemaat dan Pengerja

GBI induk di Jl. Gatot Subroto, Jakarta memiliki kerinduan membuka cabang

dan menempati “tempat-tempat sunyi” termasuk membuka cabang di Kota Medan.

Kemudian pada bulan Februari 1993 Pdt.R. Bambang Jonan dan Ibu di utus oleh

Gembala Rohaninya, yakni Bapak Pdt. DR. Ir. Niko Njotoraharjo ke Kota Medan,

dengan tujuan memulai gereja baru, setelah gereja sebelumnya yang telah dirintis Pdt.

Niko memisahkan diri, lalu kemudian menjadi gereja otonom dan berada dibawah

BPD GBI wilayah Sumatera Utara karena alasan “klasik”, yakni adanya perbedaan

76
Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, jangan
menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu!
3.Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri, keturunanmu akan memperoleh bangsa-
bangsa, dan akan mendiami kota-kota yang sunyi.

58
visi. Setibanya di Kota Medan, Pdt. R. Bambang Jonan dan istri yang ketika itu

masih bekerja di dunia sekuler belum memiliki tempat tinggal, sehingga mereka

untuk sementara menumpang di rumah keluarga Ir. Paulus Rianta, sampai

memperoleh tempat kontrakan yang juga akan digunakan sebagai tempat ibadah.

Hingga suatu ketika ditemukanlah tempat yang saat itu paling cocok untuk dijadikan

gereja, yakni dua unit ruko tiga lantai di Jalan Teuku Umar No 51-51A, Medan,

tepatnya disebelah RSU. Materna.

Gambar 1. Ruko di Jalan Teuku Umar Yang Dijadikan Gereja Mula-Mula


(Sumber: Majalah 15 th Anniversary GBI Rayon IV Medan Plaza)

Dengan jumlah jemaat mula-mula dan pengerja sebanyak 119 orang gereja

ini mengadakan ibadah perdana di bulan Februari di gedung Uniland dan diberi nama

oleh Gembala Pembina, yaitu GBI Kemah Daud.77 Namun para pengurus gereja

mengaku visi yang Tuhan berikan lebih besar dari sekedar ruko dua pintu dengan tiga

77
GBI Kemah Daud merupakan nama yang diberikan oleh Gembala PembinaPdt. DR. Ir. Niko
Njotorahardjo untuk menggantikan GBI Bethany, sesuai dengan visi gereja ini memulihkan pondok
Daud yang telah roboh.

59
lantai. Sehingga tidak dibutuhkan waktu yang lama Pdt. R. Bambang Jonan “rindu”

memiliki tempat ibadah dengan kapasitas yang lebih besar dan memadai. Sedangkan

ruko tersebut rencananya akan lebih banyak digunakan sebagai tempat aktifitas

sepanjang minggu, seperti kelas SOM (sekarang menjadi KOM: Kehidupan Orientasi

Melayani78), pertemuan doa pengerja bulanan, pertemuan departemen-departemen,

ibadah remaja pada hari sabtu dan sebagainya.

2. 1. 3. 2. Tempat Ibadah Yang Nomaden Menjadi Permanen

Seiring berjalannya waktu, gereja ini terus bertumbuh jemaat yang Tuhan

kirimkan setiap minggunya, sedangkan tempat ibadah yang digunakan tidak mampu

menampung dalam kapasitas yang besar. Sehingga Gembala memiliki kerinduan

untuk mencari tempat ibadah yang dapat disewa untuk digunakan secara permanen

setiap minggunya. Kemudian dibentuklah dua tim yang bertugas mencari tempat

ibadah, tim pertama beranggotakan Pdt. R. Bambang Jonan, Pdt. Petrus Honggo,

Sdr. Stephen, sedangkan tim kedua terdiri dari para ibu, yakni Ibu Marini Ishak, Ibu

Ana Sujono (Alm) dan Ibu Santy. Dengan motivasi yang besar tim kemudian

bergerak mencari ke seluruh Kota Medan dengan perasaan antusias. Tidak ada

gedung yang memiliki ruang kosong dengan kapasitas besar yang tersisa, semuanya

tim datangi untuk menjajaki kemungkinan ruangan tersebut dapat digunakan sebagai

tempat ibadah secara permanen. Mulai dari ballroom hotel-hotel yang ada dipusat

78
KOM adalah kelas belajar tentang Alkitab yang menjadi wadah untuk mempersiapkan umat
yang layak bagi Tuhan menjelang kedatangan-Nya yang kedua kali (Lukas 1:17)

60
kota, gedung perkantoran, gedung pertemuan seperti Wisma Benteng, hingga ke

ruang perpustakaan di gedung PP London pun tidak luput dari kunjungan tim. tetapi

ternyata tidak mudah mencari tempat yang akan digunakan untuk beribadah.

Kondisi ini menyebabkan hampir setiap minggu gereja ini harus mangadakan

ibadah ditempat yang berbeda. Misalnya hari minggu pertama ibadah diadakan di

Hotel Danau Toba International (HDTI), maka minggu kedua bisa dilakukan di

Wisma Kartini, atau di gedung Uniland, bahkan di Restoran yang “disulap” menjadi

tempat ibadah, maupun tempat lain yang saat itu mengizinkan untuk disewa secara

permanen sebagai tempat ibadah. Hal ini menjadi sedikit unik terdengar bagi jemaat,

karena pihak gereja selalu memberi pengumuman kepada jemaat diakhir ibadah agar

datang kembali untuk beribadah diminggu berikutnya tetapi belum diketahui dimana

ibadah akan dilakukan.

Solusinya, pihak gereja secara resmi akan memasang iklan pemberitahuan

tentang dimana ibadah minggu selanjutnya di surat kabar lokal Harian Analisa edisi

hari sabtu yang akan datang (sehari menjelang ibadah), sehingga jemaat yang hendak

beribadah dihari minggu supaya melihat pengumuman gereja terlebih dahulu dan

tidak datang ketempat ibadah yang sama, karena belum tentu ibadah akan diadakan

ditempat tersebut pada minggu berikutnya, ini dilakukan bukan karena gereja tidak

mau mencantumkan tempat ibadah minggu berikutnya dalam warta jemaat, tetapi

karena memang pihak gereja sungguh-sungguh belum tahu hendak beribadah dimana

pada minggu yang akan datang, karena pihak gereja harus mencari tempat lain yang

dapat disewa sebagai tempat ibadah. Keadaan ini terus berlangsung selama berbulan-

61
bulan yang berdampak terhadap pelayanan baptisan. Karena tidak mungkin memiliki

kolam baptisan sedangkan gedung gereja saja tidak punya. Hingga akhirnya baptisan

pertama dilakukan di kolam renang pribadi milik seorang pengusaha. Lalu bulan-

bulan berikutnya dilakukan di beberapa kolam renang umum, bahkan juga pernah

dilakukan di Belawan

Gambar 2. Baptisan yang dilakukan di kolam renang milik


salah seorang pengusaha
Th
(Sumber: Majalah 15 Anniversary GBI Rayon IV Medan Plaza)

Hingga akhirnya setelah melewati satu demi satu ibadah dan dari satu tempat

ke satu tempat ibadah, maka pada tanggal 25 Juli 1993 GBI Bethany secara resmi

ditahbiskan dan Pdt. R. Bambang Jonan sebagai Gembala Sidang. Pentahbisan

dilakukan oleh ketua BPD yang pada masa itu dijabat oleh Bapak Alm. Pdt. J.

Simangunsong bertempat di Wisma Benteng. Tetapi ternyata perjuangan belum

berhenti sampai disini, setelah gereja resmi ditahbiskan, bukan berarti Wisma

62
Benteng akan digunakan seterusnya sebagai tempat ibadah, justru sejak saat itu

wisma tersebut tidak pernah digunakan lagi dalam ibadah-ibadah berikutnya.

Akibatnya pada hari-hari berikutnya ibadah harus berpindah-pindah lagi dari Balai

Kartini, lalu pindah ke Dharma Deli dan lain-lain.

Dengan sedikit bercanda Pdt. Bambang sempat mengatakan, “Jadi gereja ini

betul-betul sebagai gereja Kemah (pondok) Daud yang sesungguhnya,—kemahnya

pindah-pindah—karena kerjanya camping terus”.79 Usaha mencari tempat ibadah

yang permanen terus berlanjut. Beberapa bulan berikutnya, atas bantuan dari alm.

Bapak P.H. Napitupulu yang saat itu menjabat sebagai Direktur Komersil PTP IX

merasa terpanggil untuk membantu gereja memperoleh tempat ibadah yang

permanen. Lalu dengan penuh harapan, kemudian Bapak Napitupulu menghadap

pihak Hotel Danau Toba International yang diwakili oleh Ibu Vera Pardede (Istri dari

Bapak Drs. Rudolf M. Pardede, salah seorang pemilik HDTI dan mantan Gubernur

Sumatera Utara) untuk menjajaki kemungkinan salah satu ruang pertemuan hotel agar

dapat disewa secara permanen untuk digunakan sebagai tempat ibadah. Setelah

melalui negosiasi pihak hotel setuju dan memberikan izin kepada gereja untuk

memakai salah satu ruang pertemuan yang akan digunakan untuk ibadah pada hari

minggu.

Karena gedung yang disewa adalah sebuah ruang pertemuan (convention)

yang berada didalam kompleks hotel, maka tidak memungkinkan seluruh aktifitas

79
Disampaikan dalam kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi Internasional Pelita
Kebenaran pada tanggal 25 Maret 2011

63
perkantoran dan administrasi gereja dilakukan didalamnya, terlebih lagi ruangan yang

disewa hanya dapat digunakan pada hari minggu untuk Ibadah Raya. Sehingga ketika

jemaat datang ke tempat yang sama dihari berikutnya, jemaat tidak akan menemukan

gereja disitu. Bisa saja gedung tersebut akan digunakan untuk resepsi pernikahan,

launching product, atau bahkan konser Justin Bieber disitu ungkap Pdt. A.K Harahap

dengan sedikit bercanda.80 Tetapi ketika kita menggunakan tempat tersebut sebagai

tempat ibadah yang kita mulai lakukan dari pukul 09:00-11.00 WIB, maka Allah

akan hadir di tempat itu pada jam 09:00-11.00 WIB juga. “Saya yakin Allah tidak

akan hadir saat Justin Bieber konser disitu” ungkap Beliau tegas.81

Melihat kondisi tersebut, agar tidak mengganggu kelancaran administrasi,

maka aktivitas perkantoran dan administrasi gereja masih tetap berada di ruko yang

berada di Jalan Teuku Umar. Hal ini berlaku untuk semua cabang GBI yang

menggunakan ibadah di gedung-gedung pertemuan yang tidak memiliki kantor

gereja. Administrasi dipusatkan hanya pada satu kantor saja. Seiring dengan waktu

berjalan, gereja ini mulai mengalami pelipatgandaan dalam jumlah jemaat dan

pengerja yang bergabung ikut melayani dalam gereja. Melalui GBI HDTI kemudian

gereja ini terus berkembang dan membuka gereja-gereja cabang yang lain, seperti:

GBI Pardede Hall, GBI Setia Budi, GBI Pematang Siantar, GBI Novotel, GBI

80
Disampaikan dalam ibadah doa puasa pada hari sabtu, 30 April 2011 di GBI Medan Plaza,
lantai 6.
81
Penulis mengartikan apa yang diungkap Pdt. A.K Harahap bahwa kata “hadir” dimaksudkan
dalam konteks Allah “hadir dan bertakhta” di tempat itu pada saat ibadah pujian dan penyembahan
dilakukan, karena sesungguhnya Allah itu maha hadir Omni Presence. Saya lebih mengapresiasi yang
dimaksud dalam kalimat Pdt. AK. Harahap di atas bahwa bisa saja Allah “hadir” di konser Justin
Bieber tetapi Allah tidak “bertakhta” di acara konser tersebut.

64
Selecta, GBI Ria (dulu GBI Resto Surabaya) GBI Deli Tua dan GBI Medan Plaza,

hingga akhirnya semua aktivitas perkantoran di pusatkan di GBI Medan Plaza.

2. 2. Sejarah Musik dalam Kekristenan

Dalam kitab Yesaya dan Yehezkiel tertulis, Allah memiliki tiga penghulu

malaikat yang sangat berperan di Kerajaan Surga. Mereka adalah Gabriel, Michael,

dan Lucifer. Gabriel berperan sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan pesan

Tuhan atau rencana Allah bagi manusia. Sementara itu Michael berperan sebagai

panglima tertinggi pasukan malaikat. Sedangkan Lucifer adalah malaikat terhormat

yang diciptakan Allah. Ia diurapi dan tinggal di suatu tempat yang sangat terhormat di

kerajaan Allah, yaitu di gunung kudus Allah untuk menjaga Takhta Allah (Lihat

Yehezkiel 28:12-15). Karena kedudukan Lucifer sangat penting dalam kerajaan

Allah, membuatnya menjadi sombong, Dalam hatinya Lucifer berkata “Alangkah

bahagianya bila pujian itu ditujukan kepadaku! Bagaimana mungkin takhta Allah

dapat bertahan tanpa aku?”. Akibat sikapnya yang sombong dan memboikot,

kemudian Allah sangat murka dan menghukumnya ke bumi. Dia mengusir dan

melemparkan Lucifer dan sepertiga malaikat surgawi yang menjadi kaki tangannya.

Kemudian manusia menggantikan Lucifer dan berperan khusus bagi Allah. Allah

menciptakan manusia sebagai penyembah-Nya.

Lucifer adalah malaikat pemuji yang dianugerahi ketrampilan memainkan alat

musik yang identik dengan dirinya. Viols yang kita kenal sebagai violin (biola)

berfungsi sebagai pembentuk harmoni, seruling dalam bahasa Ibrani disebut negeb

65
sebagai pembentuk melodi dan genderang dalam bahasa Ibrani disebut toph yang

berarti tambur yang dalam Alkitab bahasa Inggris disebut timbrel sebanyak sembilan

kali dan tabret82 sebanyak delapan kali. Sebagai instrumen perkusif yang membawa

ritme.

Lucifer sangat paham bahwa musik dapat mempengaruhi tubuh, jiwa dan roh,

ia juga sangat paham bagaimana peranan musik dalam pujian dan penyembahan.

Lalu ia memanfaatkan musik untuk mengajak manusia agar menyembah kepadanya.

Winardo Saragih mengatakan saat ini banyak kita jumpai pemusik dunia yang secara

terang-terangan mengajak pendengarnya untuk menyembah setan. Musik berasal dari

Allah, sehingga manusia wajib mengembalikannya kepada Allah dengan

memuliakan-Nya.

Karena Lucifer berada di tempat yang terhormat dikerajaan Allah, maka Ia

berperan sebagai pemimpin semua malaikat penyembah yang senantiasa berada di

takhta kemuliaan Allah. Dalam Yehezkiel 28:13 versi King James (KJV) tertulis:

Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu permata
berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau, permata pirus, krisopras dan
nefrit, lazurit, batu darah dan malakit. Tempat tatahannya diperbuat dari emas
dan disediakan pada hari penciptaanmu.
Thou has been in Eden the garden of God; every precious stone was thy
covering, the sardius, topaz and the diamond, the beryl, the onyx, and the
jasper, the sapphire, the emerald and the carbuncle, and gold; the

82
Curt Sach dalam bukunya A History of Musical Instruments tertulis bahwa alat musik
ini dibuat dari silinder kayu dengan lapisan kulit di kedua ujungnya tanpa lempengan yang
bergemerincing (seperti yang terdapat pada rebana) Curt Sachs, The Rise of Ancient World East and
West, New York,1943 dalam Mike & Viv Hibbert, Pelayanan Musik,1988,Yogyakarta: Penerbit Andi,
hlm.12.

66
workmanship of the tabrets and of thy pipes war prepared in thee in the day
that thou war created (Versi King James).

Dalam versi King James tertera kata tabrets dan pipes yang merupakan alat musik

ciptaan Allah dan melekat atau identik pada diri Lucifer. Tabrets adalah sejenis alat

musik perkusi seperti rebana. Pipes adalah sejenis alat musik tiup. Kemudian satu

lagi alat musik yang diidentikkan kepada Lucifer yaitu gambus (Yesaya 14:11). Kita

juga dapat melihat dalam Alkitab versi King James (KJV) ditulis kata viols, yang

diidentikkan dengan alat musik berdawai. Ada banyak alat musik yang disebutkan

didalam Alkitab. Semua alat musik tersebut digunakan untuk mempersembahkan

puji-pujian kepada Allah, alat musik itu diantaranya seperti tambur, kecapi, terompet,

organ, seruling, alat musik dengan sepuluh tali (sejenis lute), cymbal atau canang

yang bersuara sangat nyaring, dan lain-lain.83

2. 3. Apa Itu Musik Gereja?84

Musik gereja disusun atas beberapa komponen, walaupun bagi orang-orang

yang berkecimpung didalamnya tidak akan berkata apa-apa terhadap orang yang

meneliti bagaimana musik gereja itu, serta membuat konsep apa itu musik gereja.

Musik gereja akan memiliki beragam defenisi, sangat tergantung dari subyek yang

menilainya. Bagi seorang musisi gereja, musik gereja merupakan sebuah program

peran serta dalam paduan suara dan kelompok musik; sebuah saluran bagi ungkapan

sendiri; sebagai penampilan tunggal; pemimpin dan pengiring; sebuah arti

83
Mike & Hibbert, Op.Cit., hlm.145.
84
John F Wilson, An Introduction to Church Music, Moody Press.Chicago,1965.hlm.7

67
menyeluruh dimana ia mampu menuliskan talenta musiknya dan berlatih

menerapkan dengan baik; sering sebagai sumber penghasilan dan lebih penting lagi

sebagai bukti melayani Tuhannya dan gerejanya.

Bagi Pendeta, musik gereja merupakan sebuah bantuan bagi jabatannya

sendiri di gereja, layaknya sebagai sumber aktivitas yang bermanfaat bagi

Departemen Agama Kristen dan semua anggotanya. Bagi anggota gereja, musik

gereja merupakan bagian dari banyak fungsi gereja yang mengharuskan peralatan,

pengalihan jatah, perencanaan waktu bagi latihan tetap dan acara tertentu,

pembayaran gaji (PK: Persembahan Kasih), dan kerjasama dengan semua departemen

dalam gereja.

Meskipun pernyataan di atas hanya sekedar menyamaratakan, namun telah

membuat banyak aspek ilustrasi dari musik gereja. Untuk lebih ringkasnya, ini

merupakan jenis musik musikal, organisasi, perlengkapan, kesempatan berpartisipasi,

sebuah ‘operasi’ yang mahal, dan sebuah profesi. Merupakan lembaga yang memiliki

daya tarik namun dalam bentuk seni yang kompleks.

Agar lebih memahami seluruh fungsi dari musik gereja, seseorang harus

mempelajari cara menghargai satu sama lain dari segala aspek dan melihat hasil

keseluruhan dari lembaga musik gereja kepada setiap individu di gereja lokal, di luar

lembaga, bahkan sampai lintas luar wilayah. Sebelum mempelajari perbedaan

karakteristik dari musik gereja, pertama kita harus mengakui fakta dari musik itu

sendiri. Oleh karena fungsinya sama di segala cara sama seperti musik-musik yang

lain untuk beberapa poin tertentu, yakni mendapatkan hasil yang sama. Musik adalah

68
hal yang pasti diantara sains dan seni. Keduanya melibatkan komposisi, pertunjukan,

dan banyak faktor pendegar akan musik. Meskipun faktanya sangat sulit untuk

memutuskan hanya berdasarkan dimana yang satu akan berakhir dan yang lainnya

akan dimulai. Sangat penting untuk mempertimbangkan aspek penambahan untuk

keduanya.85

2. 4. Musik Dalam Ibadah Menurut Fungsionalisme

Alan P. Merriam dalam teorinya use and function menuliskan pentingnya

membedakan pengertian penggunaan dan fungsi musik berasaskan kepada tahap dan

pengaruhnya dalam sebuah masyarakat. Musik dipergunakan dalam situasi tertentu

dan menjadi bagiannya. Ketika saya mengkaitkan tentang penggunaan musik dalam

ibadah, maka akan menunjuk kepada kebiasaan (the ways) musik dipergunakan dalam

lingkungan gereja, sebagai praktek yang biasa dilakukan, atau sebagai bagian dari

pelaksanaan adat istiadat (ibadah), baik ditinjau dari aktivitas itu sendiri maupun

kaitannya dengan aktivitas-aktivitas lain (Merriam, 1964:210 dalam Takari 2008).

Sementara Malinowski memandang fungsi sebagai suatu sumbangan bagi

sesuatu. Ia mengatakan bahwa fungsi diwajibkan untuk memenuhi kebutuhan

(needs).86 Berdasarkan pemikiran Malinowski tersebut, artinya musik merupakan

sebuah kebutuhan bagi jemaat yang harus dipenuhi oleh gereja dalam setiap ibadah.

85
John F. Wilson, Op.Cit.,hlm.8.
86
J. van Baal, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya,PT. Gramedia,
Jakarta.1987,hlm.51

69
Dengan penyajian musik dalam ibadah berarti gereja telah memenuhi kebutuhan

(needs) jemaat.

Sementara Durkheim dalam tulisannya Règles de la Methode sepintas lalu

menjelaskan fungsi sebagai sesuatu kenyataan sosial yang harus dicari dalam

hubungannya dengan tujuan sosialnya.87 Artinya ibadah kontemporer bertujuan

sebagai wadah jemaat berkomunikasi dengan Sang Khalik fakta sosialnya tidak

terlepas dari musik sebagai media doa yang dipanjatkan. Musik dalam ibadah secara

fungsional berarti bermanfaat bagi sesuatu, dalam sosiologi berkaitan dengan

tindakan manusia, yang selalu merupakan tindakan yang bertujuan tertentu, tanpa

mempersoalkan apakah tujuan itu disadari atau tidak. Sehingga jelas, bahwa musik

dalam ibadah kontemporer dilakukan untuk tujuan-tujuan tertentu yakni

berkomunikasi dengan Allah, yang dilakukan secara sadar maupun tidak.

2. 5. Kontekstualisasi Musik Gereja

2. 5. 1. Lahirnya Istilah Kontekstualisasi

Sekarang ini terdapat berbagai jenis denominasi gereja di dunia, termasuk di

Indonesia. Setiap denominasi memiliki tata ibadah dan gaya musik yang berbeda

dalam menyembah Tuhan. Selama perjalanan gereja di dunia telah terjadi banyak

perubahan di dalamnya. Perubahan tersebut tentu tidak lepas dari konteksnya, seperti

letak geografis, budaya, sosiologi, nilai-nilai religius dimana masyarakat itu berada.

87
J van Baal,Op.Cit.,hlm.51.

70
Begitu juga dengan gereja dalam menapaki jaman, gereja dan teologiapun diharapkan

mampu menjawab permasalahan jemaat dalam konteksnya, sehingga perlu adanya

Teologi Kontekstual. Sebuah karya selalu diciptakan dalam konteksnya, tidak hanya

teologi dan dogma, musik juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan jaman,

perkembangan filsafat, perubahan sosial bahkan pengaruh teknologi.88

Pemahaman dan pendekatan saya terhadap kontekstualisasi dalam musik

gereja setidaknya akan sangat bergantung kepada kemampuan yang saya lakukan

untuk mencari usaha-usaha aktif maupun yang sengaja dilakukan untuk

menyampaikan Injil Yesus melalui musik sebagai berita agamawi yang isinya khusus

dan jelas melalui lintas budaya. Istilah kontekstualisasi telah digunakan secara luas

dalam berbagai disiplin pada dekade-dekade akhir di abad ke-20. Untuk memahami

dan menerapkan musik gereja dalam konsep kontekstualisasi maka sangat diperlukan

pemahaman dasar dari konsep ini.

Kata “kontekstualisasi” pertama sekali muncul dalam terbitan TEF (1972),

yakni Theological Education Fund (Dana Pendidikan Teologi). Munculnya istilah

tersebut sebagai bukti bahwa kontekstualisasi berakar pada ketidakpuasan terhadap

model-model pendidikan teologis yang tradisional. Dalam salah satu kutipan

dokumen TEF menunjukkan pemahaman terhadap kontekstualisasi. Kontekstualisasi

sebagain konsep sentral disebutkan sebagai kemampuan untuk menaggapi Injil

sesungguhnya kedalam kerangka situasi seseorang.

88
Kristian Feri Arwanto dalam www.gkj.or.id

71
Kontekstualisasi bukanlah semata-mata mode atau semboyan melainkan

kebutuhan teologis yang dituntut oleh Firman yang telah menjadi daging di dunia.

Implikasinya kontekstualisasi mencakup segala sesuatu yang tersirat dalam istilah

“pempribumian”, tetapi lebih daripada itu. Istilah “pempribumian” cenderung

digunakan dalam pengertian menanamkan Injil ke dalam suatu budaya tradisional.

Sedangkan kontekstualisasi dengan tidak mengabaikan konteks-konteks budaya,

memperhitungkan juga proses sekularisasi, teknologi dan perjuangan manusia demi

keadilan, yang menjadi ciri saat ini dala sejarah bangsa-bangsa Dunia Ketiga.89

Kontekstualisasi sifatnya dinamis bukan statis. Kontekstualisasi mengakui

sifat terus-menerus berubah dari setiap situasi manusia dan kemungkinan akan

terjadinya perubahan, hingga membuka jalan bagi masa depan. Tetapi

kontekstualisasi tidak menyiratkan isolasi bangsa-bangsa dan budaya-budaya.

Sementara di dalam masing-masing situasi budaya yang berbeda-beda orang harus

bergumul untuk mendapatkan kembali identitas mereka dan menguasai sejarah

mereka sendiri, tetapi masih memiliki saling ketergantungan konteks.90

Hesselgrave menuliskan defenisi kontekstualisasi sebagai istilah baru atau

neologisme teknis. Kata ini mungkin untuk menandakan kepekaan baru

(diperbaharui) terhadap kebutuhan menyesuaikan pemberitaan terhadap konteks

budaya. Sementara ahli evangelikal memberi pandangan berbeda terhadap istilah

kontekstualisasi dengan mengatakan:

89
David J. Hesselgrave & Edward Rommen, Kontekstualisasi-Makna, Metode dan
Model,BPK Gunung Mulia,1995.hlm.51
90
David J. Hesselgrave, Ibid.,hlm.53

72
“Kami memahami istilah tersebut sebagai membuat konsep-konsep atau
cita-cita menjadi relevan dalam suatu situasi tertentu” (Kato
1975:hlm.1217). “[Kontekstualisasi adalah] penerjemahan isi Injil
Kerajaan yang tidak berubahh ke dalam bentuk lisan yang bermakna bai
bangsa-bangsa dalam budaya mereka dan dalam situasi-situasi
eksistensial mereka” (Nicholls 1979:hlm.647.) “Kontekstualisasi yang
diterapkan secara tepat berarti menemukan implikasi-implikasi yang sah
dari Injil dalam suatu situasi tertentu. Ini lebih dalam daripada penerapan
saja. Penerapan dapat dibuat atau tidak dibuat, dan teks tetap sama. Tetapi
implikasi-implikasi dituntuk oleh tafsiran teks yang tepat” (Peters
1977:hlm.169)91

Kata kontekstualisasi (contextualization) berasal dari kata konteks (context) yang

diangkat dari kata Latin “Contextere” yang artinya menenun atau menghubungkan

bersama (menjadikan satu). Kata benda “Contextus” menunjuk kepada apa yang telah

ditenun (tertenun), dimana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan

menjadi satu. Agar lebih memahami istilah ini, maka masih ada beberapa istilah yang

saling berhubungan antara lain: Teks dan Konteks. Mengenai kedua istilah tersebut,

Konteks adalah suatu kesatuan atau kumpulan kalimat di mana didalamnya terdapat

teks.92

Kontekstualisasi mengakibatkan gereja mengalami perubahan dalam gaya

penginjilan, termasuk melalui musik. Sehingga musik gereja juga memiliki berbagai

jenis genre musik. Tidak merujuk kepada salah satu genre musik tertentu, musik

gereja itu seharusnya berupa functional art (seni yang berfungsi) bukannya absolute

art (seni mutlak). Musik gereja adalah musik dengan tujuan memuliakan Tuhan dan

91
Dalam David J. Hesselgrave, Op.Cit.,hlm.54
92
Yopie Tomatala.,M.Div,M.I.S.,Penginjilan Masa Kini,1988,hlm.63.

73
mendatangkan berkat bagi jemaat agar mereka bisa bertumbuh rohaninya.93

Menurut Bapak Obed Sembiring tidak semua musik dapat “diterima” dan

layak dalam ibadah pujian dan penyembahan. Menurut Beliau, musik yang berkenan

dihadapan Tuhan adalah musik yang dilakukan dengan hati “menyembah” saat

dilakukan penyembahan dan musik yang “berdoa” saat dilakukan doa serta musik

yang “memuji” saat dilakukan pujian.94 Dalam konteks ini beliau tidak berbicara

tentang genre musik, namun lebih kepada muatan musik itu sendiri. Sebagian orang

Kristen menilai musik yang tidak berkenan kepada Tuhan adalah musik setan, tetapi

harus diingat bahwa dalam pandangan teologi, setan tidak menciptakan musik karena

musik berasal dari Allah dan musik diciptakan untuk memuliakan nama-Nya.95

Genre musik bukan menjadi masalah mendasar dalam musik gereja, tetapi

lebih kepada muatan musik tersebut. Dalam gereja, musik bisa saja berasal dari genre

musik tertentu, seperti pop, gamelan, musik gendang Karo, dan sebagainya,

sepanjang musik itu ditujukan untuk memuliakan Tuhan dan mendatangkan berkat

bagi jemaat yang mendengarkannya. Tuhanlah yang memberikan inspirasi bagi

manusia untuk menciptakan musik. Oleh karena itu janganlah kita membatasi musik

hanya karena kita punya nilai kebenaran dalam musik yang kita pahami. Sebenarnya

tidak ada musik yang merasa lebih layak dan unggul antara satu genre musik dengan

93
http://gema.sabda.org
94
Disampaikan dalam wawancara dengan penulis pada tanggal 15 Maret 2011, pukul 09:46
WIB di GBI Medan Plaza
95
Segala sesuatu yang berasal dari Allah memiliki sifat baik. Menurut pandangan Kristiani
Allah adalah Allah dari keberagaman, Ia tidak berdiri di atas keberagaman, sebab itu Allah tidak bisa
diukur sesuai selera pribadi, karena hal itu menjadikannya sombong karena membatasi dan
merendahkan Allah (Saragih, Op.Cit.,hlm.75)

74
genre musik yang lain, musik akan indah di mata Tuhan ketika kita mengembalikan

musik itu untuk kemuliaan nama Tuhan. Kristian Feri menuliskan bahwa kita tidak

berhak menghalang-halangi seseorang yang hendak mengekspresikan imannya

melalui pujian dan kita memandangnya dengan sebuah penghakiman hanya oleh

karena musik itu, yang belum tentu Tuhan merasa hal itu tidak layak.

John F. Wilson mengatakan musik itu sendiri tidak mampu menjadikan

seseorang menjadi Kristen, juga tidak membuat mereka menyembah. Dalam

kenyataannya, bagian pokok keberadaan musik gereja saat ini tidak memiliki

perbedaan gaya dalam pelaksanaannya (aransemen), dalam tatanan fisiknya

(instrumen), dan untuk tujuan-tujuan yang lain. Perbedaan-perbedaannya terletak

pada penggunaanya.96

Ketika semua musik menyajikan pesan, musik gereja ditampilkan untuk

mengekspresikan tujuan dalam menjangkau orang-orang melalui pesan dari Tuhan.

Sebuah ibadah dengan “goal” penginjilan itu sendiri akan dipenuhi jemaat ketika

pelaksanaannya diperlengkapi oleh Roh Kudus, dengan demikian menjadi sebuah

sarana kebenaran keselamatan besar melalui Yesus Kristus, dimana pada saat

ditanggapi oleh manusia akan menghasilkan proses menjadikannya Kristen. Oleh

karena itu perbedaan kualitas musik rohani dengan musik sekuler adalah sebagai

berikut:

96
John F Wilson, Op.Cit.,hlm.17

75
Sumber Pesan: Tuhan

Pesan: Keselamatan melalui Kristus;


Penyembahan kepada Tuhan

Sumber kekuatan komunikasi: Roh


Kudus

Tabel 1. Muatan isi dari musik gereja (rohani)


(Sumber: John F. Wilson An Introducing to Church Music)

Melalui diagram di atas jelas, bahwa yang membedakan musik gereja, musik

rohani Kristen, atau lagu rohani dengan musik sekuler atau musik “dunia” adalah

memiliki muatan pesan dari Tuhan. Saya mengkaitkan dengan musik Kristen

kontemporer dalam tradisi Kharismatik agar menjadi jelas, bahwa musik gereja tidak

berbicara tentang genre musik, seperti gospel, himne dan sebagainya selama ia

memiliki ketiga hal pokok di atas dan mendatangkan berkat bagi jemaat yang

menyanyikan dan mendengar maka musik itu menjadikannya berkenan bagi Tuhan.

Namun akhir-akhir ini menurut Pdt. R. Bambang Jonan industri musik rohani

sudah mulai “kacau” dan menjauh dari pesan-pesan Firman Tuhan. Sehingga beliau

mulai “menegur” Jonathan Prawira karena ia sebagai salah seorang pelaku dalam

industri musik rohani yang cukup produktif, Jonathan mengatakan dirinya tidak bisa

menghindar dari keinginan industri musik yang menginginkan musik rohani yang

mengikuti selera pasar dibanding dengan menyampaikan Firman Tuhan, “Jika tidak

76
maka kaset saya tidak laku, ujarnya”. Pdt. R. Bambang Jonan melihat ada motivasi

lain dengan menciptakan lagu-lagu—yang “dianggap” rohani tadi—yakni mau cari

duit dan mau jadi orang terkenal. Sehingga Pdt. R. Bambang Jonan mulai mendorong

para penulis lagu untuk menciptakan lagu-lagu yang tidak bertujuan untuk

menyejukkan jiwa, tetapi saya mulai mendorong para penulis lagu untuk menuliskan

Firman Tuhan melalui lagu-lagu mereka. Sehingga lagu tersebut bukan sekedar kata-

kata fakir dari lagu, tetapi merupakan Firman Tuhan yang dinyanyikan.97

Ada dua perbedaan besar antara mereka yang menginginkan pencapaian

duniawi yang sekuler dan bagi mereka yang mendidikasikan pelayanan sakral dalam

musik, yaitu: motif dan cara mereka melaksanakan. Kedua pelaku tidak memiliki

keraguan untuk memulainya dengan satu tujuan yang diatur dengan jelas kepada

siapa mereka ingin melayani: “Pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu ingin

beribadah” (Josua 24:15). Keduanya akan diteruskan untuk menggunakan media yang

sama, yakni musik. Keduanya mungkin bahkan memiliki derajat yang sama dalam

perbedaan latihan dan peralatan.

97
Disampaikan Pdt. R. Bambang Jonan pada pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011 di
GBI Medan Plaza Lantai 7

77
Menyenangkan Manusia Menghormati Tuhan
Motif ►
(Kepentingan pribadi) (Tujuan spiritual)

Media ► Musik

Sebuah pertunjukan artistik, Sebuah pertunjukan artistik,


Pemenuhan motif ► diberi wewenang dari Roh
termotivasi hasrat sekuler Kudus

Hasil pelaksanaan ► Hiburan, keegoisan pribadi Penginjilan rohani

Tabel 2. Perbedaan tujuan musik sekuler dan musik gereja


(Sumber: John F. Wilson An Introducing to Church Music)

Tetapi alasan-alasan yang sulit akan memberikan cara berbeda melalui

penafsiran dan persentasi. Pada kedua hal di atas sebuah ibadah bisa berakhir

menjadi sebuah pertunjukan seni, yang mana aspek dari musiknya tetap berhubungan

dengan Tuhan, tetapi pemenuhan alasan akan berbeda-berbeda karena alasan-alasan

mereka sendiri secara langsung berlawanan. Bagi musisi sekuler akan melakukan

penampilan dengan sepenuh hati kepada manusia, sementara bagi imam musik akan

memberikan pelayanan: “Kesatuan hati kepada Kristus; tidak dengan pelayanan mata

untuk kesenangan para lelaki; tetapi sebagai hamba Kristus, yang melakukan perintah

Tuhan dengan sepenuh hati” (Efesus 6:5,6).

78
Saya perlu menggaris bawahi, selaras dengan pemikiran Alan P. Merriam,

pertama jika lagu-lagu yang memiliki pesan Tuhan digunakan untuk mendekatkan

diri kepada Tuhan, maka musik tersebut berfungsi (function) sebagai kesinambungan

memelihara hubungan yang intim dengan Tuhan. Sedangkan jika lagu-lagu yang

bermuatan pesan Tuhan tersebut dilihat dari penggunaannya (use) maka hanya untuk

memenuhi jadwal-jadwal worship leader melakukan kegiatan dalam satu ibadah.

Kedua, John F. Wilson mengatakan lagu-lagu yang memiliki pesan Tuhan

bukanlah lagu yang tercipta dari hasil pemikiran logis seorang komposer. Roh Kudus

yang memampukan serorang komposer untuk menulis mana yang secara spiritual

dapat ditampilkan dengan efektif. Seorang imam musik dan komposer yang terlibat

dalam ibadah menyerahkan hidupnya dan bakatnya dalam jalannya “proyek”

penyajian pesan kerohanian yang mampu dipahami oleh jemaat. Dan seorang

pendengar secara fisik dan mental dipersiapkan untuk merespon terhadap pesan yang

diberikan padanya. Kekuatan Roh Kudus merupakan kekuasaan yang agung dan

sebuah kekuasaan yang besar yang jauh lebih penting dari kemampuan alamai,

pemahaman dan inspirasi.

2. 5. 2. Sejarah Transformasi Musik Dalam Gereja

Setelah Daud melayani di tabut Allah selama 30 tahun, Salomo (anaknya)

juga membangun tabernakel ketiga (Bait Salomo) seperti petunjuk yang diberikan

Daud ayahnya kepada dia. Dalam pandangan teologia apa yang dilakukan Daud dan

79
Salomo tersebut adalah keajaiban, karena musik pada masa itu dianggap demikian

indah dengan improvisasi tingkat tinggi (high class improvisation) dan menggunakan

tangga nada microtonic intervals98 sehingga amat sulit untuk didengar sebagai satu

kesatuan suara yang utuh.99 Nada-nada yang digunakan pun “anggun” dan menghiasi

syair-syair dalam musik, ditampilkan dengan jumlah pemusik dan penyanyi yang

banyak merupakan suatu keajaiban bisa menghasilkan satu musik yang harmonis.

Pada masa itu kemurtadan dan ketidakpercayaan memuncak, akibatnya alat-

alat musik dan penyanyi tidak digunakan sebagai media penyembahan, hal ini

mendapat larangan dari kaum Farisi.100 Sehingga pada masa itu di dalam gereja yang

terdengar hanya firman yang dilagukan oleh Pendeta dan lagu-lagu yang

didendangkan oleh worship leader. Akibatnya para penyembah berhala mulai

menggunakan alat-alat musik untuk kepentingan penyembahan mereka. Hal ini

terjadi setelah penghancuran Bait Allah tahun 70 s.M. Selama ribuan tahun, telah

banyak terjadi kontroversi di tubuh gereja tentang pemakaian alat musik, musik dan

penyanyi di dalam kebaktian penyembahan.

Dari hal ini kita bisa melihat bahwa kesadaran Daud akan pergerakan musik

dalam konteks sudah dikerjakan pada masa itu. Dalam teologia jelas sekali bahwa

Daud menerima wahyu Ilahi tentang musik yang sekarang kita gunakan dalam

kehidupan sehari-hari dan dalam musik gereja ketika berkomunikasi dengan Allah.

98
Interval nada mikro yang lebih kecil dari setengah nada
99
Mike & Viv Hibbert, Op.Cit.,hlm.32.
100
Satu golongan dari para rabi dan ahli Taurat yang sangat berpengaruh. Mereka berpegang
pada Taurat Musa dan pada adat istiadat nenek moyang (Matius 15:2). Seluruh hukum dan peraturan
mereka taati secara mutlak.

80
Kitab Perjanjian Baru memberi petunjuk tentang apa saja yang telah diwahyukan

kepada Daud dan meneruskannya. Perubahan ini tidak akan berhenti dan akan terus

terjadi sepanjang perjalanan gereja itu sendiri. Akar dari perubahan ini tentunya

sangat dipengaruhi oleh apa yang dilakukan oleh Ambrosius dan Gregorius Agung

yang telah mempengaruhi perkembangan musik Barat dan khususnya musik gereja

pada jaman-jaman selanjutnya.101

Gereja terus mengalami transformasi dalam berbagai aspek, dalam musik

gereja tidak memperkenankan berbagai instrumen digunakan dalam ibadah karena

dianggap berasal dari “dunia” (sekuler). Ini terjadi disebabkan dimasa kekaisaran

Nero yang kerap melakukan pembantaian terhadap jemaat sambil diiringi organ. Juga

penganiayaan terhadap jemaat yang dilakukan dimasa kekuasaan Romawi dengan

cara memasukkan ke kandang singa sambil diiringi organ, tarian dursila. Dan

pertujukan teaterpun dilakukan dengan iringan organ. Sehingga pasca penghancuran

Bait Allah, jemaat kehilangan penghargaan terhadap pemanfaatan alat musik popular

pada jamannya (organ).

Proses masuknya alat musik ke dalam gereja tidaklah mudah, banyak

perselisihan dan perpecahan antara orang-orang yang berseberangan. Gereja selama

ratusan bahkan ribuan tahun telah menggunakan musik berupa mazmur dan himne.

Hingga akhirnya reformasi yang dilakukan Marthin Luther ±500 tahun yang lalu

mendorong gereja untuk menggunakan berbagai jenis musik untuk menyembah

Tuhan. Luther berkata “Kita tidak boleh membiarkan iblis sendiri yang menggunakan
101
Stanley Sadie, The New Grove-Dictionary of Music and Musicians-Volume VII,hlm.696

81
nada-nada terbaik”.102 Selain teologi, Luther juga menekankan pentingnya musik, ia

kemudian memasukkan musik dan nyanyian pujian sebagai bagian penyembahan

yang terpenting dalam gereja. John Knox memulai suatu usaha untuk menggunakan

organ sebagai alat musik di gereja pada masa itu, sebelumnya organ dikenal sebagai

siulan iblis.

Saya kemudian menelaah dimasa sekarang ini, apa yang terjadi ribuan tahun

yang lalu juga sebenarnya masih terjadi di dalam gereja di Indonesia khususnya.

Masih banyak perselisihan pada awal terbentuknya gereja di Indonesia yang melarang

musik tradisional digunakan dalam ibadah di gereja. Bandingkan pula ketika terjadi

perselisihan paham perihal masuknya alat band dalam gereja yang dianggap tabu,

tidak mencerminkan identitas, euphoria belaka, sensual, dan sebagainya. Dari tidak

boleh hingga diperkenankannya instrumen masuk dalam gereja, ini membuktikan

bahwa jemaat pada masanya menyadari bahwa bukan musiknya yang tidak indah,

tetapi ketika manusia itu tidak memanfaatkan musik dengan baik, maka ia sedang

merusak musik yang seharusnya untuk memuliakan Allah.103

Apa yang terjadi dalam tubuh gereja dalam penggunaan musik dan instrumen

dalam ibadah selalu menunjukkan sesuatu yang baru terhadap sejarah musik gereja

itu sendiri. Ketika sebuah gereja mengizinkan satu alat musik masuk ke dalamnya,

tentu akan merubah gaya musik dalam ibadahnya. Perubahan itu tentu akan sangat

mempengaruhi terhadap pola pikir jemaat di dalamnya ketika memaknai Tuhan yang

102
Djohan E. Handojo, The Fire of Praise and Worship, Andi Offset Yogyakarta,2007. hlm. 5
103
Kristian Feri Arwanto, Op.Cit.,dalam http://gkj.org

82
mereka sembah (prima theologia) yang akhirnya akan membawa perkembangan ke

dalam teologi yang ada. Proses perubahan itu akan terus berlanjut seiring

perkembangan teknologi industri dibidang musik dan pola pikir manusianya.

Saya menilai dan membandingkan keterbukaan jemaat sejak gereja ada di

dunia dengan keadaan jemaat masa kini setelah 2000 tahun. Transformasi dalam

musik gereja merupakan bukti adanya keterbukaan jemaat pada masanya. Jemaat mau

mengaplikasi budaya lokal dan asing sebagai bagian integral dalam ibadah, begitu

juga terhadap pola musik yang kontekstual dan kontemporer dimasanya. Jika Daud

di masanya menggunakan kecapi, gambus, rebana dan gendang maka dengan

perkembangan teologi dan ajaran membawa perkembangan pola musikal serta cara

untuk mengekspresikan iman melalui nyanyian gereja-gereja masa kini juga

melakukan kontekstualisasi terhadap instrumen yang digunakan dalam ibadah.

Ketika kita akan mengkontekstualisasikan musik dalam ibadah, harus terlebih

dahulu melihat faktor-faktor yang mempengaruhi, misalnya budaya. Perlu

diperhatikan agar musik yang kontekstual tersebut tetap merefleksikan Firman Allah.

Tidak harus mengacu kepada genre musik atau instrumen tertentu, tetapi tetap

mendorong jemaat dalam penyembahan lebih baik. Firman Allah sebagai alat untuk

menuntun orang Kristen dalam menelaah musik yang tepat pada jamannya. (Lihat

Mazmur 43:3; 119:105; 2 Timotius 3:16-17)

Perubahan dalam musik gereja menjadi musik Kristen kontemporer

dikarenakan kondisi masyarakat gereja tidak dapat dilepaskan dari konteks budaya

setempat. Terutama bagi masyarakat perkotaan yang bersentuhan langsung dengan

83
budaya luar. Hal ini terbukti berhasil di gereja tradisional yang merubah gaya

ibadahnya. Sesungguhnya tidak ada yang salah secara spiritual maupun teologis

dalam penggunaan musik kontemporer dalam pujian penyembahan.104

2. 5. 3. GBI Medan Plaza: “Porsi” Musik Yang Lebih Besar

Memuji Tuhan dalam gereja dilakukan secara beragam, Gereja Katholik

melakukan inkulturasi dan berusaha memasukkan kebudayaan lokal dalam proses

penginjilan di setiap daerah yang berbeda, hal ini dianggap lebih efektif selama hal

tersebut tidak bertentangan dengan firman Tuhan. Seperti halnya Gereja Katolik

yang menggunakan alat musik Karo dalam ibadah misa, atau Gereja Kristen Jawa

(GKJ) menggunakan perangkat gamelan dalam ibadah mereka. Namun ada juga

gereja yang menolak musik dalam gereja sebagai musik, sehingga mereka

mengatakan “I don’t have music on my service”, walaupun orang yang mendengarnya

tetap menyebut hal itu sebagai musik.

Ada dua hal penting dalam ibadah Kristiani, yakni (1) pujian dan

penyembahan, (2) pelayanan firman. Musik merupakan syarat mutlak dalam pujian,

karena umat Kristen meyakini bahwa Allah bertakhta di atas pujian umat-Nya105.

Saya merasa perlu mengingatkan bahwa musik dalam gereja dapat dikategorikan

dalam dua bagian, yaitu musik musik instrumen dan musik vokal. Bagi gereja-gereja

tradisional yang ibadahnya bersifat liturgis, peranan musik instrumental dalam ibadah

104
Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.67
105
Lihat Mazmur 66:17 dan Efesus 5:19

84
dapat digantikan oleh nyanyian vokal tanpa harus ada iringan alat musik, artinya

dalam gereja tradisional ibadah masih dapat berlangsung dengan lancar dan hikmat

tanpa iringan alat musik. Berbeda dengan ibadah kontemporer yang menuntut

perhatian peranan instrumen musik dalam ibadah.

Saya menemukan dalam sebuah ibadah pemuda (youth service) di salah satu

cabang GBI Medan Plaza, tidak ada seorang imam musik pun yang datang melayani

musik dengan berbagai alasan yang “sengaja diciptakan”. Setelah waktu ibadah lewat

30 menit dari jadwal semula, dan gereja telah terisi oleh jemaat muda-mudi yang

memadati ruang ibadah, namun ibadah belum juga dimulai karena tidak ada

seorangpun yang bisa melayani—walau hanya dengan alat musik gitar—dalam

bidang musik. Lalu koordinator pemuda106 menghubungi saya agar segera membantu

melayani musik agar ibadah dapat segera dimulai. Saya kemudian berhipotesa

‘sedikit’, bahwa ibadah kontemporer tidak berjalan “mulus” tanpa iringan alat musik?

Wilfred J. Samuel dalam bukunya melontarkan pertanyaan, akankah gereja

Kharismatik bubar, jika tidak ada musik? (instrumen yang mengiringi) Kemudian

saya mengarahkan pertanyaan ini ke dalam konteks GBI Medan Plaza. Tetapi

merupakan fakta yang saya temukan bahwa musik menjadi sebuah “urgensi” bagi

kalangan GBI Medan Plaza. Sebenarnya musik dan gereja merupakan satu kesatuan

yang tidak dipisahkan. Tidak ada gereja Tuhan yang dapat lepas dari peran musik.

Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring, satu yang perlu diperhatikan, bahwa setiap

106
Pelayanan yang bertanggung jawab terhadap kelancaran akan berlangsungnya ibadah
pemuda.

85
gereja memiliki “porsi” musik nya masing-masing, setiap gereja memiliki visi dan

misinya masing-masing. GBI Medan Plaza dengan misi yang diberikan Tuhan untuk

memulihkan pondok Daud yang didalamnya ada pujian dan penyembahan, maka

musik mendapat perhatian lebih bagi gereja ini.

Karena gereja-gereja tradisional yang tidak memiliki tujuan memulihkan

pondok Daud dan tidak melakukan pola-pola ibadah seperti yang dilakukan Daud,

sehingga ibadah mereka lebih bersifat liturgis. Gereja Kharismatik dalam setiap

perayaan (celebration) di dalam ibadah, menjadikan musik sebagai sesuatu yang

menjadi perhatian serius. Sudah menjadi sebuah komitmen bagi imam musik yang

melayani dibidang ini dan mencurahkan perhatian yang sungguh-sungguh terhadap

pelayanan Tuhan.

Dalam ibadah yang sifatnya cenderung “seperti perayaan” atau selebratif

tentu tidak ada arti jika dilakukan tanpa musik. Sebuah perayaan tanpa musik hadir

didalamnya tentu akan kehilangan makna. Suasana selebratif ini saya yakini menjadi

salah satu faktor yang sangat berkontribusi dan dalam menarik kaum muda datang

beribadah, khususnya saat ini terhadap bentuk ibadah kontemporer seperti yang

terdapat di GBI Medan Plaza dengan musik yang hidup (live music). Gereja ini

menggunakan genre musik yang populer, berbeda dengan gereja-gereja tradisional.

Banyak anak-anak muda mengaku menjadi tertarik dan ikut beribadah di GBI Medan

Plaza dengan alasan musik dan khotbah yang ada dalam ibadah tidak membuat

mereka mengantuk di dalam gereja, melainkan justru membuat mereka lebih

bersemangat. Saya sendiri tanpa sengaja mendengar di bangku gereja, salah seorang

86
jemaat yang saat itu dipenuhi oleh kaum mahasiswa dan dewasa muda, ia mengatakan

“Gaul sekali gereja ini!”.

Alasan lain mengapa saya mengatakan musik merupakan sebuah kebutuhan

mutlak bagi GBI Medan Plaza. Ketika gereja ini mulai berdiri tahun 1993, gereja ini

tidak memiliki tim musik yang bisa melayani dalam ibadah. Karena begitu

pentingnya musik bagi gereja ini, hingga Bapak Gembala Pdt. R Bambang Jonan

mengunjungi night club untuk mencari pemusik yang akan direkrut untuk melayani di

gereja. Pdt. Bambang berkata “mungkin tidak ada Pendeta yang pernah memiliki

pengalaman seperti saya”. Yang beliau lakukan adalah mendatangi sebuah night club

yang paling terkenal di Kota Medan yaitu night club d’Paris. Ketika di dalam night

club, kemudian Pdt. Bambang duduk sendirian dibangku sofa dan disebelah kiri dan

kanan beliau adalah hostest (PSK: Pekerja Seks Komersil). “Saya kira tidak ada

pendeta yang modelnya seperti ini”107 ungkap Beliau.

Melalui perkenalan dengan pemusik-pemusik yang berasal dari night club

tersebut, setelah melalui pendekatan, pergumulan dan doa, lambat laun mulai

menampakkan hasil yang baik. Mereka mulai bersedia melayani untuk bermain musik

di gereja, walaupun mereka belum bisa meninggalkan kehidupan night club secara

total. Sehingga tidaklah heran, jika malam minggu atau hari lainnya para pemusik

tampil di night club, maka hari minggunya mereka tampil di gereja.108 Pdt. R.

107
Disampaikan dalam mata kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi Internasional Pelita
Kebenaran, Sumatera Resort pada tanggal 25 Maret 2011.
108
Situasi ini sempat menjadi bahan pergunjingan dijemaat maupun pengerja, mereka
mengganggap bahwa gereja bisa tercemar oleh orang-orang yang demikian jika dibiarkan tetap

87
Bambang Jonan mengatakan karena “beban” dan “tugas” yang diberikan Tuhan bagi

gereja ini untuk memulihkan pondok Daud, dimana musik dan puji-pujian menjadi

sangat identik dengan gereja ini. Sehingga orang-orang berpendapat dan mengatakan

kepada beliau, “Gereja ini bisanya cuma memuji Tuhan saja, ibadahnya banyak

diwarnai dengan musik, pujian, dan penyembahan”.

2. 5. 4. Peranan Imam Musik

Dalam setiap kesempatan musik selalu dimainkan sepanjang ibadah di GBI

Medan Plaza, bahkan saat khotbah (Firman Tuhan) disampaikan musik tetap

dimainkan secara lembut. Sehingga tidak heran jika sejak menit pertama ibadah

dimulai hingga kita pulang kita akan terus mendengarkan bunyi musik dalam ibadah

di GBI Medan Plaza. Menurut Wilfred sikap memainkan musik sepanjang ibadah,

doa, dan khotbah merupakan sikap sebagai keranjingan musik yang berlebihan.

Baginya, gereja harus bisa secara hati-hati membedakan antara “musik dalam ibadah”

dengan “kecanduan musik dalam ibadah”. Gejala kecanduan tersebut diantaranya,

keranjingan musik yang berlebihan dalam ibadah, memasukkan musik keras yang

ekstrem, tidak mampu membedakan musik dengan berisik (noise), musik yang

dimainkan hanya semata-mata untuk menggerakkan emosi yang akan berakhir kepada

suatu ecstasy sehingga ibadah menjadi bergantung kepada instrumen musik—

melayani di gereja. Karena tidak mungkin sesudah “melayani” di night club pada sabtu malam, yang
bisa saja mereka mengkonsumsi alkohol, terlibat narkoba, seks bebas, dan sebagainya, lalu minggu
paginya mereka melayani di gereja dengan tangan mereka yang “tercemar”.

88
khususnya musik Barat—agar memberi dampak rohani.109

Menurut Bapak Pdp. Obed Sembiring sebagai koordinator Departemen Musik

GBI Medan Plaza menuturkan, bahwa musik yang dimainkan sepanjang ibadah bukan

sebagai sikap keranjingan terhadap musik. Tugas imam musik itu sesungguhnya

adalah pengangkat “senjata”. Dalam konteks saat ini, imam musik tidak lagi

memimpin peperangan dalam arti harafiah sebagai sebuah medan pertempuran

melawan manusia—dalam teologia disebut berperang dengan darah dan daging—

namun yang menjadi tanggung jawab imam musik secara Alkitabiah adalah

memimpin peperangan rohani melawan penghulu-penghulu di udara dan kuasa-kuasa

gelap (Iblis)110.

Menurut Pdt. R. Bambang Jonan imam musik bertugas untuk melawan dan

memerangi kuasa-kuasa gelap, pemerintah dan penghulu-penghulu di udara. Karena

orang yang dikuasai oleh roh dan kuasa kegelapan (iblis) akan dicengkram sehingga

akan menjadi lemah dan miskin (Lihat Galatia 4:9). Dibalik kelemahan dan

kemiskinan ada satu kekuatan dan satu spirit yang tidak terlihat yang menjebak dan

mencengkram.111 Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan cara melawan penguasa

kegelapan dan penghulu-penghulu di udara (iblis) yang dilakukan oleh gereja ini

beserta imam musik adalah dengan memuliakan Tuhan melalui pujian dan

109
Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.69
110
Iblis: Si jahat yang melawan Allah serta rencana keselamatan-Nya. Juga disebut “yang
jahat” (Matius 6:13). Kata asli dalam bahasa Ibrani dan Yunani berarti: pendakwa (Lihat Ayub 1). ia
adalah “pembunuh manusia sejak semula…di dalam dia tidak ada kebenaran dan ia adalah pendusta
dan bapa segala dusta”(Yohanes 8:44). Pada akhir jaman kuasanya akan meningkat (Wahyu 12), tetapi
akhirnya ia akan dikalahkan oleh kuasa Firman Allah (Wahyu 19;11-20:6) juga disebut sebagai setan.
111
Disampaikan Pdt. R. Bambang Jonan pada pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011
di GBI Medan Plaza Lantai 7

89
penyembahan (Lihat Mazmur 8). Beliau mengatakan bahwa Tuhan telah meletakkan

dasar kekuatan kepada setiap kita sejak masih kecil, yaitu Tuhan menyediakan puji-

pujian. Karena ketika pujian dan penyembahan dinaikkan maka kekuatan akan

bekerja dan iblis diberanguskan.112

Peranan imam musik menurut Pdt. R. Bambang Jonan bukan hanya bertugas

melayani puji-pujian dengan kemampuan bermain instrumen yang baik atau dengan

bernyanyi dengan suara yang baik, maka hal itu sudah dianggap sebagai pelayanan

musik. Beliau menegaskan bahwa pujian dan penyembahan yang ada di GBI Medan

Plaza berbeda dengan pujian dan penyembahan yang ada di beberapa gereja lain yang

menggunakannya sebagai pengisi waktu jeda. GBI Medan Plaza menggunakan musik

sebagai sarana (medium), kendaraan (vehicle), alat (tools) yang tugasnya mengantar

pesan dimana goal bagi gereja ini bukan sebagai pelayan musik. Tetapi pelayanan

musik adalah media untuk menyampaikan nubuatan, untuk menyampaikan pesan

Tuhan dan untuk menyampaikan Firman Tuhan (Lihat 1 Tawarikh 25:1).

Bapak Pdp. Obed Sembiring mengatakan, “Pelayanan musik dilakukan

sebagai kerjasama tim, jadi disini tidak ada superhero atau one man show, jadi

apapun yang dilakukan untuk mengangkat pujian dan penyembahan sebisa mungkin

melayani dengan kerjasama tim, jadi oleh karena kerjasama tim inilah kita melayani

agar Tuhan dipermuliakan”.113

112
Pdt. R. Bambang Jonan, Ibid.,dalam pertemuan Departemen Musik 9 Agustus 2011
113
Banyak imam musik yang lebih memberikan perhatian dan waktunya untuk mencari
popularitas, uang , dan “pelayanan” hiburan untuk memanjakan oranag Kristen yang kaya. Pelayanan
musik bukan suatu permainan. Imam musik memiliki tanggung jawab dan panggilan Kudus untuk

90
Begitu juga ketika Pdt. R. Bambang Jonan menyampaikan firman, imam

musik sebagai orang yang mendukung ketika firman itu disampaikan. Jadi musik itu

sebagai pendukung dalam penyembahan, artinya selalu ada atmosfir menyembah. Hal

ini lazim dilakukan agar ketika firman itu disampaikan suasana penyembahan itu

tetap ada. Bapak Obed mengatakan bahwa Firman Tuhan yang disampaikan dalam

suasana penyembahan melalui musik akan sampai dan bertumbuh dengan baik dalam

hati jemaat, bukan dalam pikirannya.114

Musik diyakini memiliki kemampuan untuk mendatangkan pengurapan

(anointing)115 dan kuasa Allah. Ketika Daud melayani Raja Saul dengan musik, telah

membawa kelepasan yang besar dari suatu tekanan (1 Samuel 16:23), sedangkan

dalam kitab Kisah Para Rasul 16:25 tertulis kuasa Allah dinyatakan ketika Paulus dan

Silas menyanyi untuk memuji Tuhan. Dengan demikian musik yang dimainkan

sepanjang khotbah di GBI Medan Plaza, khususnya ketika Pdt. R. Bambang Jonan

menyampaikan firman bukan sebagai bentuk gejala kecanduan atau keranjingan

terhadap musik. Karena bunyi-bunyi musik yang dimainkan akan memberi suatu

suasana atmosfir keintiman (intimacy), akan memperjelas Firman Tuhan, dan

digunakan sebagai suatu bahasa untuk menjelaskan secara terperinci perkataan

dipenuhi, dan sekaranglah waktunya bagi imam musik untuk memasuki pelayanan yang Tuhan telah
tentukan. (Mike &Hibbert, Op.Cit.,hlm.20)
114
Disampaikan dalam wawancara dengan Pdp. Obed Sembiring pada tanggal 15 Maret 2011,
pukul 09:46 WIB di GBI Medan Plaza
115
Dalam Perjanjian Lama pengurapan bisa menyangkut orang, tapi juga benda. Tujuan
pengurapan atas benda-benda adalah penyucian (benda itu disucikan karena digunakan untuk tujuan
suci dan atas ketetapan Tuhan). sebab itu pengurapan harus dilakukan dengan minyak khusus
(Keluaran 30:22-25) dan oleh orang yang khusus, yang ditunjuk Tuhan. pengurapan atas orang berlaku
bagi pengurapan Raja (1 Samuel 16:12-13, 2 Samuel 2:4), kemudian pengurapan atas Imam Besar
(Keluaran 28:41), dan pengurapan atas Nabi (1 Raja-Raja 19:16).

91
nubuatan.116 (Lihat 1Tawarikh 25:1-3, Mazmur 49:5;150)

Tetapi penting untuk diperhatikan bahwa musik yang dimainkan dalam ibadah

menekankan dinamik dalam salah satu aspek musik. Keras lembutnya musik yang

dimainkan sangat mutlak berpengaruh kepada atmosfir yang dibangun dalam ibadah.

Sebagai pemimpin dalam tim musik di GBI Medan Plaza, saya melihat Bpk Obed

menerapkan dinamik yang sangat baik dalam setiap ibadah dilakukan. Sering musik

tetap dimainkan dengan lembut diawal dan diakhir lagu, sehingga worship leader

tidak merasa ditinggalkan, dan Bapak Obed Sembiring tetap memainkan piano

dengan lembut hingga ada perintah berhenti—Tetapi biasanya selama Pdt. R.

Bambang Jonan berkhotbah Bapak Obed tetap memainkan piano dengan dinamik

yang lembut, dan sesekali menaikkan volume hanya jika khotbahnya juga bersorak-

sorai117—dengan demikian, Allah dapat bekerja dalam gelombang yang lain dalam

penyembahan.

Musik merupakan bahasa yang universal, musik mampu memperluas pikiran

jemaat yang terbatas, pikiran yang secara terus menerus berusaha mengurangi bahkan

mendiskreditkan Firman Tuhan yang tidak dapat dimengerti. Allah bisa menggunakan

berbagai jenis alat musik yang berfungsi sebagai media untuk menyampaikan firman-

Nya kepada umat-Nya yang tidak mendengar melalui sarana-sarana lain karena masih

adanya prasangka dan kepahitan dalam diri mereka. Karena musik bukan hanya

116
Mike & Hibbert, Op.Cit.,hlm.71.
117
Bersorak-sorai merupakan teriakan-teriakan yang mengajak jemaat bersuka cita seperti
“Halleluya!”, “Yeaaa…!”, “Woohooo….!” dan sebagainya, teriakan tersebut direspon oleh permainan
musik secara tutti (bersama) dengan menirukan ritmis teriakan tersebut. (Lihat bab III)

92
berpengaruh kepada alam fisik dan emosi manusia saja, namun sebagai cara untuk

mengungkapkan serta menyentuh roh manusia.

Menurut beberapa worship leader, musik dan lagu yang “dinyanyikan”118

dengan Roh yang hidup119 tidak akan membuat jemaat jenuh, bosan dengan lagu yang

diulang-ulang hingga beberapa kali dalam ibadah. Lagu penyembahan dalam ibadah

kontemporer biasanya hanya menggunakan bentuk binary A dan B, yang jika

dinyanyikan hanya membutuhkan durasi ± 2 menit karena tidak menggunakan

interlude:

Engkau gembala yang baik, Kau menuntun hidupku;


Kau bawaku ke air tenang, menyegarkan jiwaku.
Sekalipun kuberjalan dalam lembah kekelaman;
Tak akan gentar ku melangkah, S’bab Engkau besertaku.
(Robert & Lea )
Pengulangan merupakan sesuatu yang esensial dalam setiap lagu sehingga lebih

membantu mengingat liriknya. Juga sangat memungkinkan dilakukan, sebuah lagu

tetap dinyanyikan, namun dengan mengubah satu kata dalam setiap stanza.120

Contoh, dalam kalimat ”Tak akan gentar ku melangkah, S’bab Engkau besertaku”

kata Engkau dapat diganti dengan Yesus atau Allah.

Dalam sebuah ibadah kontemporer lagu tersebut bisa dinyanyikan ±8-10 kali

118
Dinyanyikan bukan dalam arti harafiah bernyanyi, melainkan lebih mengarah kepada
konteks teologia yaitu nyanyian yang berdoa. “Sesungguhnya tugas worship leader bukan
menyanyi—dalam arti harafiah—melainkan memimpin jemaat agar masuk dalam hadirat Tuhan”.
(Pdt. R.Bambang Jonan, disampaikan dalam pertemuan Apostolik dan Profetik pada tanggal 29 Juni
2011 di GBI Medan Plaza)
119
Artinya nyanyian tersebut dipimpin oleh Roh Kudus yang menuntun setiap orang yang
menyembah-Nya dengan sungguh-sungguh.
120
Gilbert Chase, America’s Music From the Pilgrims to the Present,1992.,hlm.201

93
pengulangang dengan durasi 10-15 menit tanpa membuat jemaat berhenti bernyanyi

dan bosan, karena lagu tersebut dinyanyikan dipimpin dalam Roh. Namun jika

dipimpin oleh jalan pikiran atau logika menurut Pdt. R. Bambang Jonan, jemaat akan

merasa bosan dan kemungkinan terburuk jemaat berhenti bernyanyi dan seolah-olah

ia sedang menyaksikan konser musik.

Hal ini menurut Beliau karena roh dan jiwanya tidak dilayani dengan benar.

Musik yang dimainkan merupakan sebuah doa yang dilakukan atas tuntunan Roh

Kudus sehingga musik yang dipanjatkan untuk melayani roh dan jiwa jemaat

sekaligus. Seperti dalam kutipan berikut ini:

Jika seorang Anda melayani berdasarkan dengan pikiran, maka firman


yang Anda sampaikan akan masuk ke dalam pikiran jemaat yang Anda
layani. Tetapi, jika kita melayani berdasarkan roh yang hidup didalam
diri Anda, maka Anda akan melayani roh atau jiwa setiap orang yang
mendengar Anda.(Mike & Hibbert,1988:71)
Imam musik boleh memiliki talenta yang baik bidang musik, namun bukan karena

kemampuannya Tuhan berkenan, melainkan karena ia berjalan setiap hari dalam

kehidupan kerajaan Allah dan pengenalan yang dalam akan Firman Allah. Sebagai

imam musik, penyanyi maupun worship leader harus mencari Allah tidak hanya pada

hari minggu saja, melainkan sepanjang minggu, setelah itu baru mereka layak datang

untuk melayani Tuhan dan mengalir di dalam aliran Roh Kudus yang sama. Jadi apa

yang di lakukan sepanjang kebaktian sangat ditentukan dengan perilaku imam musik,

worship leader sehari-hari.

94
Sebagai seorang imam musik yang baik, diperlukan keahlian yang baik untuk

membuat alat musiknya dapat “berbicara”. Oleh karena itu dituntut tanggung jawab

yang sangat besar kepada imam musik. Tidaklah heran bila setiap imam musik harus

menjadi penyembah Allah dan berjalan dalam cara hidup dengan prinsip yang disebut

empat ‘S’, yaitu sanctification (kekudusan), submission (penaklukan diri), sensitivity

(kepekaan) dan skill (keahlian).

2. 6. Musik Dalam Ibadah Kontemporer Terhadap Kajian Perilaku

Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan, bahwa melalui musik dan puji-pujian

seseorang bisa berubah hidupnya dari yang tidak baik menjadi baik. Pada suatu hari

seorang pemuda yang saat itu sebagai juara dalam kompetisi drum se-kota Medan dan

merupakan seorang musisi yang sangat bagus juga berbakat, ia lalu menghampiri Pdt.

R. Bambang Jonan dalam satu ibadah—saat itu di Hotel Tiara—dan anak muda itu

berkata “Saya mendengar ada Pendeta yang senang musik, saya mau lihat apa

hebatnya musik gereja, apa hebatnya pujian penyembahan, apa yang dimaksud

dengan pondok Daud-pondok Daud itu?”.

Kemudian anak muda itu duduk dibarisan tengah dalam ibadah tersebut dan

mulai menyilangkan tangannya dan menaikkan dagunya keatas, menunjukkan sikap

yang sedikit ‘angkuh’. Lalu yang dilakukan Pdt. Bambang adalah mulai menaikkan

pujian dalam ibadah dan menyanyikan sebuah lagu dengan lirik: “ubah hatiku

menjadi baru, ubah hatiku s’perti diri-Mu, Engkau pecunan….bentuklah aku, ini

doaku”. Sepanjang lagu tersebut dinyanyikan berulang-ulang yang terjadi adalah,

95
Pdt. Bambang mulai melihat anak muda itu tidak melihat ke atas lagi, ia mulai

menunduk, mulai menurunkan silangan tangannya, kepalanya semakin menunduk,

lalu bahunya naik turun karena terisak-isak oleh tangisnya. Menurut Pdt. R.

Bambang Jonan bukan hanya air mata yang tercurah, tetapi “air” hidung juga. Secara

ajaib, kemudian anak itu mulai bertobat dan menerima Yesus. Hal ini membuktikan,

“ketika korban puji-pujian dinaikkan, maka banyak orang akan bertobat”, kata Beliau.

Sementara itu kajian dari sisi prinsip-prinsip Psikologi, Clarke (2003)121

dalam kajiannya tentang musik dan perilaku menjelaskan berbagai fenomena yang

terjadi dalam musik. telah lama ditelaah bahwa musik dan perilaku memiliki

pengaruh timbal balik (mutual influence) terhadap si pendengar dan pelaku. De Nora

menegaskan bahwa musik dapat menjadi dan merupakan “cermin” bagi diri

sendiri.122 Artinya musik yang dinyanyikan dalam ibadah melalui teks-teks memberi

pengaruh yang kuat dan diyakini memiliki dampak khusus terhadap perilaku jemaat,

karena jenis musik tertentu dianggap dapat membawa respons yang berbeda dari

perilaku manusia.

Pada sub-bab 2. 6. 2 saya akan melihat lebih dalam, bagaimana musik dalam

pujian dan penyembahan dapat memberikan efek kepada jemaat hingga

mempengaruhi fisik dan roh hingga mencapai sebuah manifest atau Spirit possession.

121
Djohan,Psikologi Musik,Best Publisher, Yogyakarta,2009, hlm.50.
122
T. De Nora, Aesthetic Agency and Musical Practice: New Directions on the Sociology of
Music Emotion. 2001 dalam Djohan,Ibid.

96
2. 6. 1. Sejarah Awal GBI Medan Plaza Menekankan Pujian Penyembahan

Pada tahun 1980-an Pdt. R. Bambang Jonan pernah melayani bersama Bapak

Pdt. Timotius Arifin di Surabaya dan mengikuti ibadah-ibadahnya, dimana beliau

membuka sebuah ibadah yang diberi nama Surabaya Pray Centre, lalu kemudian dari

sini lahirlah pray centre yang lain seperti Jakarta Pray Centre, Medan Pray Centre

dan lain-lain. Kemudian Pdt. R. Bambang Jonan juga pernah melayani bersama

Bapak Johan Handojo yang diberi nama Diciple dan beribadah di Jalan Pintu Air

Jakarta dimana Jimmy Oentoro dan Johannes Oentoro melayani di sana.

Jimmy Oentoro dan Johannes Oentoro saat itu baru saja kembali dari Fresno,

San Fransisco, Amerika dan ia membawa pembaharuan dalam musik gereja. Dimana

mereka kemudian membawa masuk pembaharuan itu ke Indonesia dan memulai

sebuah ibadah yang menekankan kepada Praise Lord (Pujilah Tuhan). Sehingga pola

ibadah yang diambil dari Mazmur Daud pasal 100 itulah yang dikembangkan oleh

Jimmy dan Timotius Oentoro.

Tetapi kepada GBI Medan Plaza (dibawah Gembala Pdt. DR. Ir.Niko

Njotorahardjo) Tuhan berkata, pujian saja tidak cukup. Pujian (praise) harus

“dikawinkan” dengan penyembahan (worship). Sehingga kemudian pada tahun 1985

oleh Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo dilakukan perubahan nama Surabaya Pray

Centre menjadi Surabaya Praise and Worship Centre. Mulai saat itulah kemudian

gereja ini mulai diberi beban oleh Tuhan untuk merestorasi pondok Daud yaitu

ibadah yang menekankan pujian dan penyembahan.

97
Dengan berbekal pujian dan penyembahan ini Pdt. R. Bambang Jonan datang

ke Kota Medan dan mulai menggembalakan beberapa jemaat dengan selalu

berpedoman kepada Kitab Yesaya 54:2-3. Sejak saat itu segala sesuatu yang

berhubungan dengan pekerjaan gereja selalu mengacu kepada pujian dan

penyembahan.

Lalu pada tahun 1995 Tuhan memberi tuntunan baru, bahwa pujian dan

penyembahan saja tidak cukup, lalu “dikawinkan” kembali pujian, penyembahan dan

doa. Kemudian pada tahun 1999 melalui pertemuan doa di Yerussalem, maka

diputuskan doa, pujian dan penyembahan tidak cukup jika tidak ditambah dengan

keintiman (intimacy). Lalu pada tahun 2010 bahwa doa, pujian dan penyembahan

yang dilakukan dengan keintiman tidak cukup, seperti yang dilakukan Salomo dalam

Kitab 2 Tawarikh 7 yaitu doa, pujian dan penyembahan harus “dikawinkan” dengan

persembahan (kekayaan). Maka dengan melakukan semuanya itu maka kemuliaan

Tuhan akan turun bagi gereja ini.123

2. 6. 2. Manifest (Spirit Possession, Trance) Melalui Pujian Penyembahan

Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan pada dekade 1990-an, ketika Medan

Plaza mulai digunakan sebagai tempat ibadah, khususnya diawal-awal berdiri.

Dengan hal-hal yang ajaib para hamba Tuhan melihat banyak contoh yang terjadi,

123
Disampaikan oleh Pdt. R. Bambang Jonan pada doa pengerja pada tanggal 7 Juli 2011 di
GBI Medan Plaza lantai 6.

98
banyak orang mengalami ecstasy124 dan dipenuhi Roh Kudus. Sehingga tidak heran

hampir setiap minggu ada orang yang tiba-tiba roboh dan tiap minggu petugas

kebersihan selalu mendapat tugas membersihkan muntah yang diakibatkan seseorang

yang merasakan manifest. Pdt. Bambang mengatakan, saat itu ketika saya berkhotbah

dan penyembahan mulai dinaikkan, ada orang yang kemudian berjalan dengan

perutnya menyerupai ular, begitu mulai didoakan dan pujian terus dinaikkan

kemudian tiba-tiba dilepaskan dari kuasa jahat.

Pdt. R. Bambang Jonan meceritakan satu pengalaman lain dalam ibadah

diawal berdirinya GBI Medan Plaza, suatu kali ada seorang pemuda tiba-tiba

kesurupan, dan kemudian dilepaskan oleh Tuhan. Melihat kejadian tersebut, salah

seorang temannya takut dan berlari ke depan menuju arah altar, begitu sampai ke

depan tiba-tiba temannya itu langsung terhempas, kemudian manifest dan kesurupan.

Lalu mulai didoakan dan kemudian ia dilepaskan oleh Tuhan.

Kisah yang begitu populer adalah tentang Daud saat ia memainkan kecapi

untuk menenangkan Saul yang sedang kesurupan, dan sering dianggap sebagai cerita

yang paling dikenal tentang pengusiran setan dengan cara musikal. Curt Sach

(1940,105) menginterpretasikan hal diatas dengan istilah exorcism. Begitu juga

dengan E. Dhorme (1956,868) yang mengatakan Daud dan musiknya merupakan

“obat” untuk kesurupan (possession) yang dialami Saul. Begitu juga dengan
124
Dalam literatur Perancis disebut dengan extase yakni sebagai keadaan mental dengan
karakteristik merenung hingga dibawah sadar diikuti hilangnya sensitivitas dan “motricity”. Hingga
orang tersebut disebut transe, kalangan yang lain menyebutnya sebagai extase (Gilbert Rouget,Music
and Trance: a theory of relations between music and possession,The University of Chicago
Press,Chicago,1985)

99
Combarieu (1909,86) yang mengatakan Saul sebagai orang yang kesurupan, melalui

musik yang dimainkan Daud kemudian memberikan dampak baik kepadanya.125

Gilbert Rouget berpendapat, bahwa musik memiliki hubungan sebab akibat

terhadap beberapa jenis trans. Keadaan trans menurutnya dapat dicapai karena adanya

pukulan drum yang keras, tempo yang semakin cepat, dan kalimat melodi yang

diulang-ulang. Seorang ahli syaraf (neurophysiologist) asal Amerika, Andrew Neher

membuktikan secara terbalik, “mystery” dari efek drum dalam trans yang semata-

mata berperan menghasilkan gerak neurophysiological dari bunyi yang dihasilkan

oleh instrumen. Sebelumnya Melville J. Herkovits menjelaskan dalam tulisan

lanjutan, bahwa efek musisi mengalami trans sebagai hasil dari refleksi situasi saat

itu. Kemudian saya melihat teori yang di ungkapkan Rouget kedalam musik yang

digunakan di GBI Medan Plaza. Sebuah lagu penyembahan akan dimulai dengan

piano, drum, bas, dengan dinamik yang lembut, kemudian lagu tersebut akan diulang-

ulang ±8-10 kali dengan kalimat melodi yang sama namun dengan dinamik yang

berangsur-angsur keras dan cepat. Hingga akan mencapai klimaks kepada sebuah

suasana sorak-sorai dimana pukulan drum dan bunyi cymbal trilling akan menjadi

sangat dominan.

Perubahan pukulan drum dalam penyembahan dari yang sederhana hingga

puncak dari penyembahan juga diikuti oleh perubahan dinamik oleh imam musik

yang lain. Tahap pertama, pada awal lagu di bagian verse drum dimainkan dengan

125
Gilber Rouget, Op.Cit.hlm.154

100
pukulan rim-shot pada snare drum, dan kick-drum dimaikan dengan ritem 8 beat,

sedangkan hi-hat dipukul dengan pukulan 1/16, seperti di bawah ini:

Ritem drum 8 beat

Tahap kedua, ketika lagu di bagian chorus, snare drum dipukul pada kulit,

dan hi-hat tetap dimainkan pukulan ritem 1/16 dan kick drum tetap memainkan 16

beat, seperti di bawah ini:

Ritem drum dengan kick drum kombinasi 8 beat dan 16 beat

Tahap ketiga disebut juga dengan mars, dimainkan pada bagian chorus lagu

serta dilakukan pengulangan dengan pukulan drum dan iringan musik yang semakin

keras. Drum dimainkan dengan kick drum 1/4, tangan kiri memainkan cymbal dengan

trilling yang panjang dan tangan kiri dan kick drum memainkan kombinasi snare

drum pada ketukan dua dan empat, seperti contoh di bawah ini:

101
Ritem drum dengan ketukan kick drum ¼

Bagian keempat merupakan puncak dari penyembahan, dimana kick drum

dimainkan dengan nilai 1/8 dan snare drum dipukul pada ketukan kedua dan

keempat, seperti contoh di bawah ini:

Ritem drum dengan ketukan kick drum 1/8

Hingga akhirnya seluruh imam musik memainkan kadens dan bersorak-sorai,

kemudian leader musik pada piano akan memimpin imam musik yang lain menuju

kepada pola flowing (lihat bab 3).

Menurut Rouget, musik tidak dapat dipisahkan dari pola kebersamaan dan

tingkah laku. Dalam sebuah ibadah, jemaat secara komunal akan secara ekspresif

melakukan penyembahan, melalui doa, bermazmur, berbahasa Roh secara komunal,

mengundang agar dirinya dipenuhi Roh Kudus. Saya melihat ketika seseorang duduk

dalam sebuah ibadah, maka orang didekatnya yang juga telah berbahasa Roh secara

transformatif dapat mempengaruhi jemaat yang lain hingga mencapai trans oleh Roh

Kudus. Hal ini dapat terlihat dari lidah yang bergetar-getar mengeluarkan suara

(bahasa Roh), tangan yang bergetar-getar, bahkan mencapai suatu keadaan manifest.

102
Roh Kudus itu digambarkan sebagai burung merpati, lidah api dan tiupan

angin. Menurut kesaksian jemaat (Ibu Intan Simamora) yang mengalami manifest

akibat lawatan Roh Kudus yang ia undang hadir dalam dirinya agar dirinya

“dipenuhi” oleh Roh Kudus, beliau merasakan seperti ada aliran listrik yang mengalir

dari kepala keseluruh tubuh mereka. Saat hal itu terjadi ia tidak dapat berdiri,

sehingga ia terjatuh dan rebah di lantai (seorang pengerja wanita akan menahan agar

tidak jatuh dengan keras di lantai) dan merasakan lidahnya bergetar, bergerak tidak

dapat dikendalikan, mengucapkan bunyi-bunyi ritmis. Ibu Simamora juga sadar

ketika ia diangkat oleh beberapa pengerja dan dibawa keladam ruang doa, lalu

didoakan oleh beberapa pengerja diruangan itu. Ibu Simamora juga merasakan

kepalanya bergerak-gerak di lantai ke arah kiri dan kanan dengan mata tertutup.

Beliau mengaku sadar apa yang terjadi, tetapi ia tidak dapat mengendalikan lidahnya

agar berhenti bergetar dan kepalanya berhenti bergerak. Para pengerja kemudian

berdoa disebelah Ibu Simamora, dan mendengar bisikan oleh para pengerja yang

menginstruksikan agar ia memanggil nama Yesus. Dan Ibu Simamora diperintahkan

untuk diam bergerak oleh pengerja, “anehnya saya turut dengan perintah tersebut,

ujar Beliau”.

Dr. Juanita McElwain menegaskan pentingnya mengetahui apa yang

menyebabkan dan mempengaruhi dari beberapa keadaan supranatural dalam

kehidupan orang-orang, dalam kaitannya dengan hal ini beberapa bentuk komunikasi

dapat terjadi dalam kondisi pemindahan pikiran (thought) dan perasaan (feeling).

Mempertimbangkan kutipan kalimat berikut: “Syaraf otak yang terhubung dengan

103
seluruh sistem adalah perantara dimana surga berhubungan dengan manusia dan

mempengaruhi kehidupan batinnya”.126 Tuhan menciptakan dalam diri manusia

sebuah mekanisme untuk Roh Kudus dapat berkomunikasi secara langsung dengan

setiap kita. Ini merupakan konsep Alkitabiah: “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu

adalah bait Allah dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu?” (1 Korintus 3:16).

T. E. Wade menjelaskan kegiatan meditasi transendental seperti hypnosis,

glossollalia, spiritism memiliki kaitan dengan kesurupan. Wade menyimpulkan: “Ini

merupakan keyakinan saya bahwa otak normal manusia dapat mengalami

pengalaman hubungan fungsional dengan Roh Kudus oleh sebuah mekanisme yang

mengakibatkan penyalahgunaan hingga mencapai keadaan trans hipnotis (hypnotic

trance). Mekanisme ini juga ia yakini dapat melepaskan kuasa roh iblis yang terjadi

dalam kesurupan roh voodoo (dukun); atau ahli hipnotis dapat mengganggu dalam

“berhubungan” ketika seseorang memberikan mantra kepada pelakunya”.127

Dalam topik ini saya harus menggunakan klasifikasi yang dibuat oleh Rouget

terhadap trans berdasarkan tampilan luarnya. Dalam tulisan ini saya membedakan

kondisi seseorang yang sedang mengalami kepenuhan Roh Kudus yang menurut

Rouget sebagai Spirit possession sebagai manifest. Sedangkan kondisi seseorang

yang mengalami kuasa roh128 (ditulis dengan huruf kecil) di luar dirinya sebagai

126
Education,209 dalam artikel Dr. Juanita McElwain, Demon Possession and Music.,hal.1
(www.temcat.com)
127
T. E. Wade, Spirit Possession, Gazelle Publications, Auburn, CA,1991.hlm.47.
128
Dalam teologi Kristen penulisan roh dan Roh memiliki arti yang berbeda. roh berarti roh-
roh jahat yang dapat menguasai, memasuki dan mempengaruhi seorang sehingga ia melakukan dosa
atau jatuh sakit. Yesus dan murid-murid-Nya mempunyai kuasa untuk mengusir roh-roh jahat dari

104
trans, karena saya melihat kedua kondisi tersebut berbeda tampilan luarnya. Hal ini

saya lakukan berdasarkan pemahaman Rouget bahwa hubungan musik dan trans

tergantung kepada cara pemahaman kultural konteks masing-masing.

Pertama, seseorang yang telah mengalami trans dalam pandangan teologia

juga dibedakan dari tingkah laku orang yang mengalaminya. Pdt R. Bambang Jonan

mengatakan orang yang mengalami trans dalam sebuah ibadah di gereja, ia akan

melakukan tindakan-tindakan yang diluar batas kewajaran, seperti melakukan

gerakan-gerakan hewan seperti, harimau, ular, dan lain-lain, artinya orang tersebut

tidak sedang dalam kuasa Roh Kudus, melainkan kuasa kegelapan (iblis) yang tidak

tahan dengan kuasa darah Yesus melalui Roh Kudus129 sehingga roh tersebut ingin

melepaskan diri dari tubuh orang tersebut. Kedua, seseorang yang mengalami

manifest atau Spirit possesion dalam sebuah ibadah akan menunjukkan tanda-tanda

keteraturan, dan tindakan-tindakannya ditandai seperti lidah yang bergetar atau

bergerak-gerak dengan cepat (glossolalia) mengeluarkan kata-kata atau ucapan yang

terdengar ritmis (bahasa Roh atau bahasa lidah), tangan bergetar-getar, tubuh yang

rubuh ke lantai, sesekali mengucapkan nama Yesus, Halleluya dan sebagainya, yang

menandakan orang tersebut sedang dikuasai oleh Roh Kudus. Karena salah satu ciri-

ciri seseorang dikuasai Roh Kudus adalah mengalami Spirit possession dengan wujud

tampilan luar yang “tertib” dan berbahasa Roh.

orang yang kerasukan itu. Dalam kamus Alkitab roh setara dengan setan. Sementara Roh itu Roh
Allah, Roh Yesus.
129
Dalam teologia Kristen, Darah Yesus di kayu salib merupakan bukti kemenagan Yesus
mengalahkan iblis dan menebus dosa-dosa manusia.

105
Sementara itu menurut Judith Becker, trans telah ada dan dipraktekkan dalam

semua jenis kebudayaan. Ia kemudian membedakan trans kedalam beberapa kategori.

Ada trans yang terjadi karena seorang pemain musik yang merasa dirinya menyatu

dengan musik yang ia mainkan; trans yang lebih ringan terjadi oleh pendengar yang

memberikan perhatian besar dan fokus terhadap musik; possession trance yakni,

dimana sesuatu diluar dirinya (roh) hadir dan mengambil alih tubuh seorang yang

lain melalui yang ia sembah atau melalui kekuatan roh.130

Bagi Becker, trans hampir menyerupai bahasa alami dengan berbagai kategori

yang dimiliki. Ketika trans terjadi dapat dikenali dari tingkah lakunya. Orang Bali

mengalami trans yang berbeda dengan orang Dagomba di Ghana, atau dengan trans

yang dilakukan aliran Pentakostal di Amerika. Ekspektasi budaya memiliki peranan

dalam memainkan bagaimana trans itu dilakukan.

Sementara itu dalam musik sekuler, musik trans (trance music) hampir selalu

disalurkan dengan menggunakan sound system dengan amplifikasi suara stereo.

Secara elektronis memungkinkan dihasilkan suara akustik yang lebih baik. Sejumlah

alat seperti sound generator digunakan untuk menghasilkan musik baik dengan cara

penyajian melalui hasil rekaman maupun di tampilkan secara live, menggunakan

synthesizer maupun alat musik akustik. Musik yang disajikan tersebut kemudian

diatur melalui mixer stereo yang mengatur suara menjadi dua channel—kiri dan

130
Judith Becker, Sounding the Mind, Music and Trance, Leonardo Music Journal,
Vol.4.(1994), hlm.41-45

106
kanan.131 Walaupun penikmat musik trans tidak selalu mendengar musik dengan jarak

dan posisi yang seimbang—antara kiri dan kanan—dari kedua loudspeaker maupun

ketika menggunakan headphone. Musik masih dapat membuat si penikmat musik

secara stereo menjadi mengalami ilusi dan melakukan gerakan-gerakan melalui

bunyi virtual dalam musik.

Dalam ibadah di GBI Medan Plaza digunakan perangkat sound system yang

juga menggunakan amplifikasi suara stereo. Terdapat 40 buah loudspeaker Electro

Voice (EV) yang tergantung sebanyak 24 buah termasuk 4 buah subwoofer dan 12

loudspeaker yang berada di altar gereja. Beserta Allen & Heath mixer stereo 32

channel yang siap mengatur keseimbangan suara kiri dan kanan. Sehingga setiap

orang yang hadir dalam ibadah akan dengan mudah memperoleh dan menerima bunyi

yang dialirkan secara stereo dan ditangkap oleh telinga jemaat.132

Judith Becker menuliskan ini sebagai sebuah peristiwa dalam teori pikiran

(mind theory) yang disebut sebagai connectionism atau emergent behavior yang

mengulas tentang berbagai jenis metafor yang menjadi pegangan dalam melihat

kompleksitas hubungan musik dan trans. Teori ini juga Becker harapkan dapat lebih

diterima dan disetujui dalam membahas hubungan antara musik dan trans daripada

teori cognitive science dan teori “mind as a computer” terdahulu.

Menurut teori connectionism memori adalah kunci dari fungsi pikiran.


131
Udi Pladott, Meaning, Motion and Gesture in Psychedelic Trance Music, Final Essay The
Yolanda and David Katz Faculty of the Arts Departement of Musicology,Tel Aviv University,2002.
132
GBI Medan Plaza mengucurkan dana hingga milyaran rupiah hanya untuk perangkat sound
system agar memperoleh bunyi musik yang baik. Perangkat sound system tersebut bahkan hanya
digunakan oleh segelintir hotel berbintang lima di Medan karena perangkat tersebut tergolong mahal
harganya.

107
Seluruh memori tidak disimpan sebagai satu artikel (single item) di tempat khusus

dalam otak, tetapi hasil dari semua aktivitas yang simultan yang tidak terhitung

jumlahnya disatukan oleh syaraf yang dihubungkan oleh jaringan interkoneksi yang

sangat luas. Apa yang kita lihat dan dengar adalah hasil dari pekerjaan jaringan

syaraf tersebut. Kemudian teori connectionism dikuatkan oleh teori pengelompokan

syaraf atau teori global bahwa bukan satu syaraf yang menentukan pikiran dan

tingkah laku, melainkan sekelompol sel syaraf yang di sebut “maps”. Maps ini berada

di wilayah spesifik di otak, dan menjadi terhubung dengan tindakan yang telah lalu

yang disebut dengan reentrant process.

Ketika mendengarkan musik yang sudah dikenal sebelumnya, seseorang akan

memanggil kembali memori yang lalu, merasakan kembali emosi yang lalu, di waktu

dan tempat yang lalu. Ketika nyanyian dalam ibadah kontemporer yang dilakukan

terus secara berulang-ulang, dengan aktivitas simultan dari kelompok-kelompok

syaraf yang kemudian akan menyusun secara khusus pengelompokan syaraf yang

lain, sehingga kita akan menjadi lebih mudah membayangkan mekanisme dari

kualitas trans itu sendiri.

Pengulangan-pengulangan nyanyian yang simultan dilakukan selama ibadah

dengan lirik-lirik yang “menyentuh”, musik yang semaki keras, tempo yang semakin

cepat, kick drum yang semakin cepat, akan mempengaruhi dan membawa jemaat

kepada sebuah kondisi penyembahan yang intim, menangis, meratap, hingga

puncaknya akan mencapai sebuah manifest atau Spirit possess.

108
2. 7. ‘Lahirnya’ Musik Kristen Kontemporer

Musik dimasa Gerakan Kebangunan (revival movement) yang tergolong

modern, khususnya musik gospel dari wilayah selatan adalah musik yang dimainkan

dalam bagian integral pada ibadah di program televisi bernama “Televangelist”.

Program tersebut merupakan media produksi yang sangat profesional dengan musik

yang memasukkan banyak elemen dari gaya musik populer dan rock. Kegunaan

siaran TV “Revival Meetings” dan “The Oldtime Religion” hanya satu: untuk

memenangkan jiwa bagi Kristus dan memanfaatkan musik untuk mewujudkannya.

Musik mempengaruhi dan dipengaruhi oleh perkembangan dan “gaya” baru dari

musik populer komersil Contemporary Christian Music (Musik Kristen

Kontemporer) dan “Gospel Rock”.133

Promosi dan distribusi untuk genre musik Kristen kontemporer umumnya

dilakukan melalui toko buku Kristen dan program Kristen di radio dan televisi,

termasuk melalui jaringan tv kabel Kristen. Musik Kristen kontemporer merupakan

hasil dari perjalanan panjang musik yang berakar pada musik religius Amerika (The

Roots of American Religious Music) seperti musik gospel134 dan musik religius

Protestan lainnya yang berkembang dari budaya masyarakat pedesaan di Amerika,

133
David Willoughby,Op.Cit.,hlm.53.
134
Istilah musik gospel dasarnya mengacu kepada himne dan lagu yang liriknya berkaitan
dengan Pekabaran Injil, dibandingkan kepada Mazmur. Terminologi tersebut muncul untuk
menjelaskan bahwa secara luas himne evangelical dan lagu-lagu digunakan dalam ibadah kebangkitan,
camp meeting, Sekolah Minggu, dan gereja-gereja. (David Willoughby,Ibid.,hlm.52.)

109
seperti: black gospel135 termasuk negro spiritual,136 white gospel,137 Psalm-singing,

Contemporary Black Gospel, Traditional Gospel dan sebagainya.

Musik Kristen Kontemporer (Christian Contemporary Music atau CCM—

adakalanya disebut “inspirational music”) adalah genre dari musik populer modern

yang secara lirik fokus kepada persoalan iman Kristen. Saat ini, istilah tersebut

khusus digunakan mengacu kepada pop, rock Nashville, Tennesee dan industri

musik dalam seremoni ibadah Kristen. Musisi seperti Avalon, Barlow Girl, Jeremy

Camp, Casting Crowns, Amy Grant, Jars of Clay, Michael W Smith, Toby Mac,

Rebecca St. James dan lain-lain bebarapa yang mewakili dari genre ini hingga

sekarang. Pada tahun 1960-an dianggap sebagai awal perpaduan musik modern

dengan pelayanan Kristen. Bentuk musik ini dipelopori dan didukung para musisi

Kristiani yang memiliki kerinduan menjangkau kaum muda dan memperkenalkan

Yesus melalui musik yang bergaya sekuler. Saat itu merupakan awal dari musik

Kristen kontemporer mulai dikenal sebagai sebuah genre musik secara resmi.

Istilah kontemporer sendiri telah menimbulkan banyak polemik dan

kesalahpahaman, sebenarnya istilah musik kontemporer sifatnya sangat luas. Ia tidak

menunjuk kepada sesuatu apapun yang sifatnya spesifik, kecuali menunjukkan

135
Pengaruh ragtime, blues, jazz kedalam ekspresi musik religius dari Afro-Amerika di awal
abad 20 menghasilkan yang disebut dengan black gospel music. Black gospel adalah sebuah
emosional, vocal, fisik, teatrikal, dan mahir secara musikal, dan secara mengstimulasi antusias fisik
dan secara emosi merespons pendengar. (David Willoughby,Op.Cit.,hlm.54)
136
“Negro spiritual” merupakan versi dari Eropanisasi lagu rakyat religius pada kaum hitam
selatan yang muncul pada awal abad 19. Lagu-lagu tersebut diciptakan oleh para budak atau telah
diadaptasi menjadi himne atau lagu rakyat dari budaya kulit putih. (David Willoughby,Ibid.,hlm.45)
137
White gospel termasuk seperti, psalm tunes, spiritual songs, dan anthem. Musik white
gospel mula-mula

110
sesuatu yang kekinian atau mewakili ‘masa kini’ yang tidak dibatasi oleh periode

waktu tertentu.138 Bila merujuk kata kontemporer adalah contemporare (Italia) dan

contemporary (Inggris) yang secara harafiah berarti semasa atau sezamannya justru

akan menimbulkan kebingungan bagi banyak orang awam. Istilah musik kontemporer

hanya dapat dimengerti dalam konteksnya, berikut kutipan yang menjelaskan musik

kontemporer menurut Suka Hardjana:

“Secara spesifik, musik kontemporer hanya dapat dipahami dalam


hubungannya dengan perkembangan sejarah musik Barat dan Amerika.
Namun walaupun dapat mengacu pada sebuah pemahaman yang
spesifik, sesungguhnya label kontemporer yang dibubuhkan pada kata
seni maupun musik sama sekali tidak menunjukkan pada sebuah
pengertian yang per definisi bersifat normatif. Itulah sebabnya,
terutama bagi yang awam, Seni atau Musik Kontemporer banyak
menimbulkan kesalahpahaman yang berlarut-larut”.139

Dalam transformasi sebuah zaman bila kita hubungkan dengan istilah kontemporer,

sederhananya menjelaskan makna sebenarnya dari istilah musik kontemporer itu.

Tetapi yang perlu dipahami bahwa subyek dari musik kontemporer terletak pada

wacana dan ciri-ciri musik masa kini tersebut. Musik kontemporer hanyalah

sekelumit dari efek ‘transformasi sebuah zaman’ yang sedang berlalu, sosoknya

bersifat impermanent. Entisitasnya bukan satu, melainkan majemuk dan memiliki

batas-batas yang kabur.140

Musik Kristen kontemporer lahir akibat munculnya sebuah Gerakan Bagi

138
Suka Hardjana, Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini, Ford Foundation dan
MSPI, Jakarta.2003
139
Suka Hardjana, Memahami Musik Kontemporer, Kompas Minggu,1992,hlm.6
140
Suka Hardjana, Op.Cit.,hlm.255.

111
Yesus (Jesus Movement) di California Selatan yang sangat mempengaruhi rakyat

Amerika dalam menghadapi kekacauan akibat perang Vietnam dan pembunuhan

Presiden Kennedy. Rakyat Amerika sudah dikecewakan dengan kedamaian, kasih dan

keterbukaan palsu, demikian tulis John Fischer seorang kolumnis majalah Christian

Contemporary Music. Kekristenan yang diperbaharui memberi jawaban-jawaban

rohani kepada mereka yang “lapar”. Yesus menjadi sosok yang menyelamatkan bagi

kalangan muda (kaum hippies) Amerika yang saat itu sangat dekat dengan kehidupan

seks bebas, narkoba, dan politik radikal. Mereka diubahkan hidupnya menjadi fokus

kepada Yesus.141

Gambar. 5 Salah Seorang Musisi Kristen Kontemporer, Michael W Smith


(Sumber : www.wikipedia.com)

141
Saragih, Op.Cit.,hlm.77

112
Ketika kebangkitan terjadi, musik baru menjadi begitu populer. Gerakan Bagi

Yesus saat itu menjadi awal perubahan dan musik rohani Kristen menjadi sebuah

industri dengan sendirinya. Tahun 1970-an ditandai sebagai tahun dimana pengaruh

musik rock telah ada di level musik gereja, gaya musik rock menjadi begitu familiar

dimasyarakat, ritme rock yang berlebihan menjadi berkurang, dan tanggapan awal

yang menyatakan genre musik ini diasosiasikan dengan musik sekuler mulai

dilupakan.142 Pada dekade 70-an juga mulai bermunculan grup-grup musik Kristen

yang mengaku bahwa Tuhan telah memakai mereka untuk melantunkan musik yang

baru bagi kemuliaan nama-Nya. Mereka seperti Randy Stonehill, 2 nd Chapter of Acts,

The Archer, The Imperials, Pat Terry, Randy Matthew, Barry McCeire yang telah

menginspirasi dan pengaruh melalui nyanyian baru bagi kemuliaan Tuhan, kepada

banyak artis seperti Bob Dylan, Donna Summer, Cliff Richard sehingga artis tersebut

mulai mengubah arah musiknya.

Bagi orang-orang yang saat itu maupun sekarang ini aktif dalam musik

Kristen kontemporer masih terus memperjuangkan apa yang dahulu dirintis oleh

tokoh pendirinya seperti, Larry Norman dan 2 nd Chapter of Acts, yakni menjembatani

antara musik gereja tradisional dengan musik kontemporer. Hal ini tampak mulai

berhasil, karena banyak gereja—termasuk gereja tradisional, walaupun masih “malu-

malu”—mulai menerima musik Kristen kontemporer. Mengapa saya mengatakan

“malu-malu?” Saya teringat pengalaman saya ketika akan melayani ibadah Natal di

sebuah gereja non-Pentakosta. Dalam ibadah tersebut rekan saya menyarankan


142
www.wikipedia.com file:///H:/Contemporary_Christian_music.htm,

113
kepada panitia agar menyediakan alat musik drum untuk keperluan ibadah Natal,

tetapi panitia mengatakan bahwa gereja melarang alat musik drum masuk dalam

gereja. Solusi yang diambil adalah menggantikan drum tersebut dengan synthesizer

yang memainkan suara-suara drum dan perkusi secara manual. Artinya secara fisik

tidak ada alat musik drum di gereja, namun secara “roh” suara drum hadir di gereja,

dan tidak dipermasalahkan oleh pengurus gereja. Walaupun saya mulai menjumpai

beberapa gereja tradisional di Medan sudah memiliki alat musik combo band yang

lengkap dan digunakan dalam ibadah. Gaya dari musik Kristen kontemporer

dipengaruhi oleh musik populer dan tidak sesuai dengan organ gereja tradisional.

Banyak gereja mengadopsi ibadah kontemporer, oleh karena itu mereka memiliki

worship band atau praise band untuk digunakan selama ibadah mereka.

Istilah lainnya dikenal worship team, worship group, praise team atau music

group juga digunakan. Worship band adalah paling biasa digunakan dalam

denominasi Evangelikal, tapi juga ditemukan dalam denominasi Kristen lainnya.

Kebanyakan worship band berpusat di gereja dan jarang bermain di luar gereja

mereka. Namun bagaimanapun, beberapa band kontemporer Kristen juga tampil

sebagai worship band dalam acara-acara tertentu diluar gereja, karena musik

kontemporer Kristen pada hakekatnya berhubungan dengan industri musik rohani

Kristen yang memiliki pasar cukup besar, seperti di Indonesia perusahaan rekaman

musik rohani Kristen yang cukup terkenal adalah Maranatha Records, Harvest Music,

dan lain-lain

Di era 70-an dan 80-an, gaya musik folk populer sehingga sangat lumrah

114
ditemukan alat musik akustik dan instrumen tiup kayu. Saat ini musik Kristen

kontemporer sangat berpengaruh positif dalam penginjilan, khususnya

menyampaikan “Kabar Baik” kepada kawula muda. Hal ini dilatarbelakangi

munculnya revolusi kebudayaan di Amerika terutama di kalangan muda-mudi pada

masa itu, yang dimanfaatkan musisi Kristen memasukkan kaidah dan nilai

kekristenan dalam musik mereka.143

Musik Kristen kontemporer yang sering digunakan di GBI Medan Plaza lebih

banyak berasal dari musisi Kristen kontemporer generasi yang baru seperti Doen

Moen, Michael W Smith, (Amerika) dan Hillsong, Darlene Zschech, (Australia) dan

sebagian karya-karya mereka telah banyak diadaptasi kedalam bahasa Indonesia dan

digunakan dalam ibadah. Saat ini lagu puji-pujian tidak hanya berasal dari luar

negeri, setelah banyak kebangunan rohani dan anak-anak Tuhan Indonesia mulai

menggubah lagu-lagu pujian yang indah, dirasakan cocok dengan budaya,

pengalaman, dan mudah mereka serap. Seperti yang dihasilkan oleh Symphony

Music, True Worshipper, GMB (Giving My Best), Franky Sihombing, Jonathan

Prawira, Pdt. DR.Ir. Niko Njotorahardjo, Ir. Welyar Kauntu, Ir. Djohan E. Handojo,

Vetry Kumaseh, Sari Simorangkir dan lain-lain.

Musik Kristen kontemporer yang digunakan di GBI Medan Plaza

menggunakan musik yang berasal dari album-album rekaman seperti “artis-artis”

rohani di atas. Namun belakangan ini GBI Medan Plaza sendiri secara mandiri (indie

label) telah mengeluarkan album rohani baik yang dikerjakan secara personal oleh
143
Saragih,Op.Cit., hlm.91.

115
jemaat maupun oleh Departemen Musik GBI Medan Plaza seperti album Medan

United Worship, Anthony, Aji Sumargono, Pdt. Robert Siahaan dkk.

Jaman baru, gereja baru, dogmatika baru dalam penginjilan menumbuhkan

interpretasi baru dalam ibadah. Tak seorangpun tahu dan mungkin tidak akan bisa

tahu seperti apa dan kearah mana musik Kristen kontemporer akan terus mengalir dan

menemukan tempatnya berlabuh. Bisa juga pertanyaan tersebut diabaikan, kecuali

hanya menerima dan memahami bahwa musik dalam gereja juga tidak dapat

terelakkan tidak hanya sekedar ekspresi manusia terhadap sang pencipta, bukan

sekedar keindahan, tetapi musik juga bagian dari bahasa kode-kode hubungan dan

kenyataan keseharian, bahasa industri pergaulan tanpa batas.144 Musik Kristen

kontemporer sebagai aksi maupun reaksi tumbuh dan berkembang dalam suasana dan

lingkungan gereja, lintas denominasi dan komunitas Kristen tanpa batas dan untuk

semuanya di jaman yang terus mengalami perubahan dan penuh kontroversi ini.

Musik Kristen Kontemporer telah menjadi topik yang kontroversi sejak

kemunculannya di tahun 1960-an. Sebuah kampus Kristen yang bernama Bob Jones

University melarang mahasiswa di asramanya mendengarkan CCM. Beberapa

pendapat mengatakan bahwa konsep musik Kristen pop/rock adalah sebuah fenomena

yang tidak biasa, semenjak musik rock secara historis selalu diasosiasikan dengan

tema-tema seperti seks bebas, pemberontakan, narkotik dan penggunaan alkohol, dan

tema-tema lain yang bertentangan dengan ajaran Kristen.

144
Suka Hardjana, Op.Cit.,hlm.257

116
2. 8. Ibadah Kontemporer: Bentuk Pola Ibadah di Abad 20

Ibadah kontemporer (contemporary worship) adalah bentuk ibadah Kristen

yang muncul dalam Western Evangelical Protestantisme di abad ke-20. Ibadah

kontemporer awalnya terbatas hanya dalam Gerakan Kharismatik, namun sekarang

telah ditemukan dalam berbagai gereja-gereja secara luas, termasuk oleh banyak

gereja yang tidak berjalan dalam teologi kharismatik. Ibadah kontemporer umumnya

dikarakteristikkan oleh penggunaan musik penyembahan kontemporer dalam bentuk

yang lebih informal. Jemaat menyanyi dengan ‘khas’ dan dalam porsi yang lebih

banyak. Ketika ibadah kontemporer dipraktekkan di gereja dengan tradisi yang

liturgikal dalam bereka dengan tradisi liturgis, elemen dari liturgi sangat sedikit

digunakan.

Terminologi historic worship, tradisional worship atau liturgical worship

kadang-kadang digunakan untuk menjelaskan bentuk ibadah yang konvensional dan

mereka dibedakan dari bentuk ibadah kontemporer. Berdasarkan sejarah, fenomena

ibadah kontemporer muncul dari Gerakan Bagi Yesus (Jesus Movement) di Amerika

Utara pada tahun 1960-an dan gerakan Charismatic Renewal Movement di Australia

dan New Zealand sepanjang tahun 1970-dan 1980-an. Fungsi musik dalam

pelayanan, gaya lagu-lagunya, penampilan mereka, lirik-lirik yang secara eksplisit

berisi teologi, dan teologi menyatakan secara tidak langsung melalui aspek-aspek

tersebut, hal ini yang membedakan ibadah kontemporer (contemporary worship) dari

ibadah tradisional (traditional worship) dalam praktek dan latar belakang teologi.

117
Musik dalam ibadah kontemporer memiliki peran yang signifikan sepanjang

ibadah dan ada pengulangan kalimat-kalimat yang menguatkan isi teologis dalam

ibadah. Pengaruhnya yang kuat akan meningkatkan iman keyakinan seseorang juga

sangat jarang menggunakan doa-doa yang formal (doa liturgikal). Secara teologis,

musik dalam ibadah kontemporer dipengaruhi oleh aliran Pentakosta dan Evangelical

Theologies. Bagaimanapun fenomena ini telah memberi pengaruh kepada semua

denominasi moyoritas dalam beberapa lapisan.

118
BAB III

MUSIK DALAM IBADAH KONTEMPORER DI GBI MEDAN PLAZA

3. 1. Pelayanan Musik

3. 1. 1 Merekrut dan Inisiasi Imam Musik

Dalam merekrut imam musik yang akan melayani di ibadah, GBI Medan Plaza

melakukan audisi melalui Departemen Musik untuk menyeleksi musisi-musisi dari

berbagai instrumen, seperti: piano, keyboard, drum, gitar bas, gitar elektrik,

saxophone, biola, vokal, dan sebagainya. Musisi tersebut dapat berasal dari berbagai

denominasi dan tidak harus terdaftar sebagai jemaat GBI Rayon IV Medan Plaza.

Audisi dilakukan tidak hanya terhadap kemampuan dalam bidang musik, tetapi juga

dengan wawancara secara personal dasar dan tujuan untuk melayani sebagai imam

musik.145

Setelah calon imam musik tersebut dinyatakan lulus audisi, maka ia berhak

mengikuti training musisi yang diadakan satu kali pertemuan dalam satu minggu

selama enam bulan. Dalam training musisi, setiap calon imam musik setiap

minggunya akan dilatih berbagai kemampuan musikal, pengenalan konsep, perbedaan

dan karakteristik akan pujian dan penyembahan, hearing, feeling, kepekaan flowing,

improvisasi menguasai aba-aba, seperti: nada dasar, pengulangan, modulasi

145
Banyak musisi Kristen yang lebih mencurahkan perhatian dan waktunya untuk mencari
popularitas, uang dan “pelayanan” hiburan untuk memanjakan orang Kristen kaya. Pelayanan musik
bukan suatu permainan. Imam musik memiliki tanggung jawab dan panggilan Kudus untuk dipenuhi,
saat ini lah waktunya bagi imam musik untuk memasuki pelayanan yang telah ditentukan Tuhan.
(Mike & Hibbert, Op. Cit.,hlm.20)

119
(overtone), perlambat/percepat tempo, perkeras/perhalus suara (dynamic), ending,

hanya drum (drums only), hanya piano (piano/synthesizer only) dan sebagainya.

Selama masa training calon imam musik dituntut kelak untuk dapat menjadi

contoh bagi jemaat, karena pelayanan imam musik merupakan pelayanan yang

dianggap paling besar peluang untuk jatuh kedalam dosa. Imam musik ketika

melayani di altar maka semua mata jemaat tertuju kepada mereka, sehingga tidak

dipungkiri imam musik merupakan pelayanan yang “populer” ujar Bapak Pdp. Obed

Sembiring. Kesombongan merupakan hal yang menonjol dalam pelayanan imam

musik, seperti yang terjadi terhadap malaikat Lucifer. Sehingga menanamkan karakter

seorang imam musik yang baik dan benar perlu bagi setiap calon imam musik.

Hal senada juga dikatakan Pdt. R. Bambang Jonan, bahwa pelayanan musik di

gereja Kharismatik merupakan pelayanan yang dianggap “eksklusif” oleh kalangan

muda, karena mereka bisa “tampil” dihadapan jemaat setiap hari minggu. Karenanya

banyak kaum muda belajar musik untuk melayani di gereja namun dengan motivasi

yang kurang tepat, sehingga pelayanan musik kehilangan makna spiritual dan sering

menjadi ajang mencari popularitas. Sehingga tidak heran dalam gereja terjadi tarik

menarik imam musik dengan cara menawarkan honor (PK:Persembahan Kasih) yang

lebih besar dan “menggiurkan”, ujar Beliau.

Selama mengikuti masa training selama enam bulan, setiap calon imam musik

harus memiliki sertifikat baptis selam146 dan memiliki sertifikat KOM. Bagi calon

146
Baptis selam merupakan baptis yang dilakukan dengan membasahi seluruh badan dengan
mencelupkan kedalam air.

120
imam musik yang telah memiliki sertifikat baptis selam dari gereja denominasi lain

tidak perlu melakukan baptis selam lagi. Tetapi bagi calon imam musik yang belum

memiliki baptis selam harus melakukan baptis selam yang diadakan oleh gereja GBI

Medan Plaza maupun oleh gereja cabang. Dan bagi calon imam musik yang belum

lulus kelas KOM harus belajar terlebih dahulu. Setiap imam musik yang belum di

baptis selam dan belum lulus kelas KOM tidak diperbolehkan melayani sebagai imam

musik.147

Setelah semua persyaratan selesai, maka pada akhir masa training akan

diadakan pertemuan Departemen Musik yang melibatkan seluruh imam musik GBI

Medan Plaza dan seluruh cabang-cabang yang ada di sekitar Kota Medan. Dalam

pertemuan tersebut koordinator Departemen Musik akan mengumumkan nama-nama

imam musik yang telah lulus training, dan memanggil mereka satu persatu dihadapan

seluruh imam musik yang ada untuk berdoa dan menumpangkan tangan148 kepada

imam musik yang baru tersebut. Setelah itu imam musik tersebut akan dijadwal

sebagai salah seorang pelayan musik dalam ibadah-ibadah gereja yang ada dibawah

tanggung jawab Departemen Musik GBI Medan Plaza.

147
Namun kenyataannya syarat tersebut bisa saja menyusul dipenuhi karena kebutuhan
pelayanan musik yang mendesak di GBI Medan Plaza dan beberapa gereja cabang yang dibawahinya.
148
Berdoa menumpangkan tangan merupakan sikap untuk memberkati orang yang ditumpangi
tangan. Hal ini dapat dilakukan walaupun orang tersebut tidak berada tepat di depan orang yang
berdoa, namun masih dalam jangkauan pandangan dalam ruangan yang sama.

121
3. 1. 2 Menentukan Lagu Dalam Ibadah

Dalam ibadah-ibadah yang dilakukan di GBI Medan Plaza, musik yang

dipanjatkan dalam ibadah kepada Allah terbagi atas dua, yang pertama disebut

dengan puji-pujian (praise) dan yang kedua disebut dengan penyembahan (worship).

Esensi keduanya tidak berbeda dan keduanya merupakan suatu pernyataan dan

ungkapan yang khusus. Puji-pujian bukanlah berbicara tentang lagu-lagu dengan

tempo yang cepat atau lirik dari firman Tuhan yang dinyanyikan. Dan penyembahan

bukanlah sebuah lagu dengan tempo yang lambat. Keduanya tidak berbicara tentang

cepat atau lambatnya lagu.

Tetapi jemaat atau kebanyakan imam musik mengetahui bahwa lagu puji-

pujian (praise) merupakan lagu dengan tempo cepat dengan irama yang variatif

seperti rock, disco, polka, march, samba dan sebagainya, semenatar lagu

penyembahan (worship) adalah lagu dengan tempo lambat misalnya denga irama

waltz dan ballad. Karena perbedaan ini yang tampak jelas dan dapat dikenali dengan

mudah. Tetapi menurut Pdt. Joshua Ginting dengan tempo yang relatif cepat

seseorang bisa juga menyembah, dan dengan tempo relatif lambat bisa menaikkan

pujian. Sehingga persepsi bahwa lagu worship (penyembahan) harus lambat adalah

sebuah kekeliruan.149

Pdt. Joshua Ginting mengatakan sesungguhnya esensi pujian tidak hanya

sebatas pada tempo musik yang cepat. Melainkan bagaimana cara atau tindakan untuk

149
Disampaikan dalam kuliah Dogmatika di STT Misi Pelita Kebenaran pada tanggal 12 Mei
2011

122
mengagungkan atau membesarkan nama Tuhan atas apa yang Tuhan perbuat. Dalam

puji-pujian Allah menyambut iman kita dengan kehadiran-Nya, dan penyembahan

kebalikannya, yakni kita menyambut serta menanggapi kehadiran Allah.150

Lagu-lagu pujian dan penyembahan tersebut biasa dipilih oleh seorang

worship leader sesuai dengan tema atau topik khotbah yang telah dikoordinasikan

dengan Pendeta yang akan khotbah.151 Kecuali untuk ibadah perayaan hari-hari besar

Kristen, misalnya seperti Paskah atau hari Natal, maka tema lagu juga disesuaikan

dengan hari besar tersebut. Selain itu cara lain menentukan lagu-lagu pujian dan

penyembahan yang akan dibawakan dalam ibadah pada hari minggu idealnya

merupakan lagu yang diperoleh dari hasil berdoa sepanjang minggu (senin-sabtu).

Namun saya sering menjumpai bahwa lagu-lagu yang dibawakan sangat tergantung

dari selera worship leader. Dan justru disusun hanya beberapa menit sebelum ibadah

dimulai, serta disusun tidak berdasarkan tema-tema ibadah yang ditetapkan. Sehingga

seorang Pdt. Lukgimin Aziz152 pernah memberi istilah kepada worship leader yang

demikian sebagai “gue suka, lu bisa…jalan!”. Pendeta Lukgimin Aziz mengatakan

seharusnya lagu yang akan dibawakan bukan berdasarkan selera pribadi atau selera

tim musik, melainkan lagu yang akan dibawakan dalam ibadah tersebut diperoleh

150
Mike and Hibbert, Op.Cit.,hlm.163
151
Namun sering juga worship leader tidak mengetahui siapa Pendeta yang akan khotbah,
atau Pendeta tersebut menyerahkan sepenuhnya kepada worship leader lagu apa yang akan
dinyanyikan, sehingga worship leader memiliki inisiatif sendiri dalam menentukan lagu pujian dan
penyembahan yang akan dibawakan.
152
Salah seorang Pendeta pejabat di GBI Rayon IV Medan Plaza dan sebagai Gembala
beberapa cabang GBI, seperti: GBI Grand Angkasa, GBI Swis-Bel, GBI Yang Lim Plaza, dan
sebagainya.

123
dari tuntunan Roh Kudus melalui doa sepanjang minggu sebelum ibadah

dilaksanakan.

3. 2. Nashville Number System

Musik Kristen kontemporer merupakan genre musik lahir dan berkembang di

Nashville, Tennese, Amerika. Pada bab sebelumnya juga telah disebutkan bahwa

istilah musik Kristen kontemporer mengacu kepada genre musik pop rock Nashville.

Di kota Nashville para pemusik Kristen kontemporer kemudian mengenalkan sebuah

sistem numeralisasi untuk tingkat harmoni dalam musik yang menggunakan angka-

angka. Sistem tersebut dikenal dengan nama Nashville Number System. Sistem

Angka Nashville adalah sebuah metode menulis atau membuat sketsa dari ide musik

dengan menggunakan nomor dan untuk mewakili posisi akor dalam huruf menjadi

angka. Contohnya dalam nada dasar C Mayor, akord dm7 dapat ditulis dengan 2m7

atau ii7.Dalam Nashville Number System setiap nada di sebuah tangga nada mayor

diberi penomoran dari 1 hingga 7, seperti nada dasar dalam akor C Mayor berikut:

C:1, D:2, E:3, F:4, G:5, A: 6, B:7 153. Begitu juga progresi akor misalnya ditulis

C…│F…│G…│C…│dalam notasi angka Nashville akan menjadi

1…│4…│5…│1…│.

Metode notasi ini memungkinkan seorang musisi yang telah mengerti teori

musik untuk memainkan lagu yang sama dengan nada dasar yang berbeda dengan

mudah. Seorang imam musik harus berpikir tentang sebuah lagu melalui angka-angka.

153
Di lingkungan GBI Medan Plaza sendiri sangat jarang menggunakan tangga nada B
Mayor.

124
Sistem Angka Nashville juga di adaptasi ke dalam kode-kode penjarian untuk

mempermudah worship leader memberi aba-aba sebuah progresi akor ketika seorang

imam musik yang tidak menguasai sebuah lagu digunakan dalam ibadah. Kode

penjarian tersebut sama dengan yang digunakan untuk menunjukkan nada dasar

sebuah lagu, yang akan saya bahas pada sub-bab 3.6.

Gambar 6: Tangga nada C Mayor C-D-E-F-G-A-B-C154

I = tonic iii = mediant V = dominant VII= subtonic


ii = supertonic IV = subdominant vi = submediant

Selain menggunakan angka 1-2m-3m-4-5-6m-7 untuk melambangkan setiap tangga

nada dalam Nashville Number System, dalam teori musik Barat juga digunakan

angka-angka Romawi (Roman numeral), yaitu I-ii-iii-IV-V-vi-VII dimana angka

kecil untuk melambangkan akor minor. Sistem ini disebut dengan upper-case Roman

untuk Mayor (misalnya I = mayor) dan lower-case Roman untuk minor (misalnya ii

= mayor dan minor). Dalam angka Nashville number system sebuah lagu dapat

dituliskan seperti contoh sederhana berikut:

154
NNS: Nashville Number System dan SR: System Romawi

125
1 6- 5 4 dalam angka romawi I vi V IV

1 5/7 6- 5 I V/VII vi V

Setiap angka menunjukkan satu birama, contoh di atas terdiri dari delapan birama dan

tanda kurang menunjukkan akor minor. Sedangkan garis miring menunjukkan akor

dimainkan pada root yang berbeda. Jika dituliskan kedalam tangga nada C Mayor

maka akor di atas adalah sebagai berikut:

C Am G F

C G/B Am G

Begitu juga jika contoh akor di atas di ubah dan dimainkan dalam tangga nada D

Mayor, maka hasilnya sebagai berikut:

D Bm A G

D A/C# Bm A

Bila kita menuliskan perubahan akor dari tangga nada C Mayor ke tangga nada D

Mayor kedalam huruf maka kita harus menulis ulang huruf tersebut, sedangkan dalam

notasi Nashville Number System hal tersebut tidak perlu dilakukan. Pola harmoni

dalam angka tetap tampak sama walau dalam nada dasar yang berbeda. Karena itu

Nashville Number System akan lebih mudah dimengerti bagi imam musik yang telah

menguasai tangga nada secara teoritis. Hal ini akan mempermudah bagi imam musik

126
untuk mengetahui lagu dalam berbagai nada dasar yang berbeda. Berikut tabel tangga

nada yang disusun menurut Nashville Number System:

Gambar 4. Tabel tangga nada mayor dalam Nashville Number System


(Sumber: www.guitarthinker.com)

Namun Nashville Number System hanya untuk melambangkan progresi akor

dari tingkatan-tingkatan yang “lazim” dalam tangga nada mayor. Nashville Number

System tidak untuk melambangkan untuk progressi akor yang sifatnya accidental

chord misalnya dari tingkat I menuju tingkat V# (misalnya dalam huruf dari C

menuju Ab atau Bb). Nashville Number System sendiri memiliki kelemahan untuk

melambangkan progresi akor yang sifatnya aksidental. Ketika hal ini saya tanyakan

terhadap seorang dosen teori musik di STT Misi Internasional Pelita Kebenaran

127
Matthew Birkenfeld,155 bahwa Nashville Number System tidak mengenal progresi

akor yang aksidental, sehingga angka-angka tersebut tidak untuk mewakili akor-akor

aksidental tersebut.

Hal ini tentu berbeda dengan di GBI Medan Plaza khususnya dan di Indonesia

umumnya, untuk melambangkan akor-akor maupun nada-nada yang sifatnya

aksidental tersebut maka dapat dilambangkan dengan angka yang diberi garis miring

(/) atau menambahkan tanda kres ( # ) untuk akor kromatis dan garis miring (\) untuk

harmoni akor mol ( b ). Berikutnya dalam menuliskan pola harmoni dalam flowing

dibawah ini saya akan menuliskan kedalam dua penulisan yakni Nashville Number

System (NNS) dalam angka 1-2m-3m-4-5-6m-7 dan seterusnya dan dalam angka

romawi I-ii-iii-IV-V-vi-VII dan seterusnya.

3. 3. Penggunaan Nada Dasar (Key Signature)

Jika dalam musik-musik kontemporer atau musik-musik populer yang kita

kenal, besar kemungkinan kita akan menemukan nada dasar dari serialisme 12 nada

seperti yang berlaku dalam harmoni Barat. Tetapi dalam praktek ibadah musik yang

ada di GBI Medan Plaza baik untuk lagu-lagu pujian dan penyembahan sangat

‘jarang’ menggunakan nada-nada dasar aksidental. Beberapa lagu di transkrip bebas

oleh orang lain, karena gereja Kharismatik umumnya tidak menuliskan transkrip

155
Worship musician dari Wisconsin Amerika yang mengajarkan Nashville Number System di
STT Misi Pelita Kebenaran.

128
notasi balok lagu-lagu mereka kedalam buku seperti yang dilakukan oleh gereja-

gereja tradisional. Saya menemukan dalam prakteknya dalam ibadah cenderung

(selalu) menemukan nada dasar dari sebuah lagu dari nada dasar C-D-E-F-G-A-Bb-C.

Saya menemukan bahwa di GBI Medan Plaza sangat jarang—hampir tidak pernah—

menggunakan nada dasar aksidental seperti C#-D#-F#-G# maupun inharmoniknya

dalam nyanyian di ibadah-ibadah mereka seperti layaknya lagu-lagu yang terdapat

dalam gereja-gereja tradisional.

Hal tersebut merupakan upaya “mempermudah” dalam memainkan lagu-lagu

tersebut, sehingga nada dasar-nada dasar diatonik kromatik sengaja ditiadakan.156

Karena lagu-lagu yang dimainkan dalam ibadah ini melibatkan sebuah tim musik

yang terdiri dari beberapa musisi dan tidak semua musisi memiliki kemampuan

bermusik yang sama pada nada dasar yang kromatik seperti di atas. Sehingga diambil

langkah untuk meminimalisir kesalahan dalam ibadah, hal tersebut lumrah saja

dilakukan, karena saat ini semua alat musik klaviatur seperti piano elektrik dan

synthesizer telah memiliki fasilitas yang disebut transpose, dan fasilitas ini sepertinya

begitu populer termasuk dikalangan musisi gereja umumnya.

Secara Alkitabiah tidak ada yang salah dan tidak ada yang melarang

menggunakan fasilitas transpose, karena fasilitas tersebut hanyalah sebuah hasil

teknologi semata, yang diciptakan untuk mempermudah seseorang dalam bermusik.

156
Berbeda dengan buku lagu (buku logu) yang digunakan dalam gereja HKBP menggunakan
nada dasar dari 12 nada yang ada dalam teori musik.

129
Walaupun sebenarnya penggunaan transpose menurut penulis memiliki kelemahan

secara mentally bagi musisi itu sendiri, karena ia tidak memiliki keberanian

menggunakan instrumen yang belum ia kenali fasilitas yang terdapat di instrumen

tersebut sebelumnya. Akibatnya beberapa imam musik tidak bersedia melayani di

gereja-gereja cabang GBI Medan Plaza yang belum mereka kuasai instrumennya,

karena khawatir jika nanti seorang pemimpin pujian meminta dilakukan modulasi di

tengah-tengah lagu, sedangkan musisi tersebut tidak mengetahui dimana letak tombol

transpose tersebut akan berakibat fatal, atau ia sama sekali tidak dapat bebas bermain

dari nada dasar yang tidak dikuasai karena tidak bisa menggunakan fasilitas transpose

sejak awal lagu. Artinya lagu tersebut secara harafiah dimainkan pada nada dasar E

Mayor tetapi dengan fasilitas transpose seorang musisi dapat bermain pada nada

dasar C Mayor dengan papan kuncinya berwarna putih semua, namun bunyi yang

dihasilkan adalah E Mayor.

Secara Alkitabiah Tuhan tidak mempermasalahkan teknik bermain musik,

apakah seorang musisi tersebut lulusan sekolah musik dari luar negeri, master di

bidang musik, atau mampu bernyanyi dengan teknik vokal yang rumit. Dihadapan-

Nya apa yang dikorbankan untuk memuji Dia akan layak dan berkenan dihadapan-

Nya jika hati dan tangan kita kudus. Secara spirit bermain dengan tidak pada nada

dasar yang sebenarnya dengan menggunakan transpose akan sedikit berpengaruh

kepada estetika “bermusik” itu sendiri.

130
3. 4. Flowing157

Flowing adalah pola akor yang baku yang dimainkan dalam sebuah ibadah

kontemporer untuk membawa jemaat kedalam penyembahan dan dilakukan secara

berulang-ulang dengan perubahan dinamik yang perlahan-lahan semakin keras hingga

mencapai sebuah klimaks, kemudian kembali kepada dinamik semula yang lembut.

Namun biasanya worship leader atau Pendeta akan memberi tanda kepada imam

musik kapan harus mengakhiri sebuah klimaks dan kembali kepada dinamik lembut

dengan menggunakan lima jari. Kemudian imam musik masih dapat mengulang

flowing dengan dinamik yang lembut (hanya instrumen piano saja) beberapa kali

pengulangan lalu memainkan open chord sebagai acuan bagi worship leader untuk

menyanyikan lagu penyembahan berikutnya.

Flowing memiliki peran yang sangat penting dan sangat menentukan

bagaimana proses transformasi “atmosfir” dari sebuah lagu penyembahan yang telah

dinyanyikan secara berulang-ulang (±8-10 kali) kepada penyembahan berikutnya.

Flowing bisa dikatakan sebagai jembatan yang menghubungkan antara lagu pertama

dalam ibadah sebelum melanjutkan ke lagu kedua. Namun flowing merupakan sebuah

langkah krusial yang akan menentukan apakah jemaat mengalami hadirat Tuhan

ketika menyembah atau jemaat hanya menikmati flowing sambil berdiam diri tanpa

berdoa.

157
Dalam tulisan ini saya akan tetap menggunakan terminologi flowing selain karena istilah ini
telah familiar dikalangan imam musik di GBI Medan Plaza, selain karena tidak ada terminologi yang
pas bisa menggantikan flowing dalam Bahasa Indonesia.

131
Ketika flowing dimainkan dalam sebuah ibadah, jemaat akan menaikkan doa,

ucapan syukur, pujian yang diucapkan dengan kebebasan dan dengan suara yang

terdengar melalui kata-kata yang dinyanyikan, misalnya: “Engkau begitu ajaib Yesus,

betapa indahnya Engkau, betapa menyenangkannya Engkau, Engkau baik, Engkau

kekasihku” dan sebagainya. Flowing dilakukan dengan menggunakan pola-pola akor

yang telah menjadi sebuah flowing-pattern yang baku dan digunakan dalam ibadah.

Terdapat beberapa jenis flowing-chord yang digunakan dalam lingkungan GBI

Medan Plaza, yang menurut pengakuan Bapak Boni Gea salah seorang imam musik,

semua flowing chord tersebut merupakan hasil karya Departemen Musik GBI Medan

Plaza.

Penggunaan tiap-tiap pola flowing chord memiliki tujuan dan fungsi yang

berbeda-beda dalam setiap ibadah. Bapak Obed Sembiring mengatakan bahwa ketika

sebuah lagu penyembahan selesai dinyanyikan dan diakhiri oleh sebuah kadens, lalu

dimainkanlah salah satu pola flowing. Menurut Bapak Pdp. Obed sembiring untuk

menentukan pola flowing yang mana akan dimainkan dari beberapa pola yang ada

dalam sebuah penyembahan bukanlah berdasarkan pikiran, melainkan Roh Kudus

yang memimpin imam musik dalam tim158 tersebut, dan mengarahkan imam musik

tersebut untuk menggunakan pola flowing yang akan digunakan. lalu di ikuti oleh

instrumen yang lain. Berikut ini adalah contoh pola flowing tersebut:

158
Sebuah tim musik dalam worship band dipimpin oleh seorang pemimpin (leader team)
pada piano yang bertugas memimpin dan mengarahkan musisi lain kapan untuk bermain keras,
mengarahkan pemakaian flowing, bagaimana menentukan kadens di akhir lagu dan sebagainya.

132
1. Pola Flowing I-I/IV-I-I/IV-I

2. Pola Flowing I-vi-ii-V-I

3. Pola Flowing I-ii-iii-│IV.V.│

4. Pola Flowing I-ii-iii-IV-V

5. Pola Flowing I-iv/I-I-iv/I

133
6. Pola Flowing I-I/iii-IV-V

7. Pola Flowing I-VI#/I-I-VI#/I

8. Pola Flowing I-vi-iii-IV

9. Pola Flowing I-I-vi-vi-ii-ii-V-V

134
10. Pola Flowing I-IV-vi-V

11. Pola Flowing I-V/VI-vi-I/V

12. Pola Flowing V#-VI#-I-I

13. Pola Flowing I-ii-vi-IV

14. Pola Flowing I-IV/VI-I/V-IV

135
15. Pola Flowing │I . ii . │ iii . IV . │ vi . V . │ IV . . . │

16. Pola Flowing I-IIM/I-ivm/I-I

17. Pola Flowing I-V/I-IV/I-I

18. Pola Flowing minor vi-vi-IV-IV-IIm-IIm-IIIM-IIIM

136
19. Pola Flowing minor vi-IV-V-vi

3. 5. Improvisasi

Improvisasi merupakan bagian penting dan tidak terpisahkan dalam flowing.

Improvisasi juga telah dikenal dan digunakan dalam gereja sejak jaman Daud.

Improvisasi juga penting dalam beberapa tradisi sistem musik non-Barat seperti

tradisi musik blues yang berakar dari worksong orang-orang Afro-Amerika ketika

menjadi budak saat bekerja di ladang. Namun improvisasi—istilah teologianya

disebut dengan pengungkapan (ekspresi) atau sering disebut “menyanyi dalam

Roh”—dalam musik Kristen kontemporer dalam konteks ini di GBI Medan Plaza

tidak dilakukan untuk tujuan mempertontonkan kebolehan individual seperti yang

dilakukan dalam genre musik jazz yang sekuler. Improvisasi sendiri menurut Ronald

Byrnside adalah:

Sebuah komposisi yang dimainkan secara improvisasi bisa dikatakan,


setidaknya secara teoritis, sebagai komposisi yang ditampilkan hampir
secara simultan; bisa dikatakan kreasi musikal secara spontan yang
dipertunjukkan berbeda dengan karya-karya musik yang telah di tulis
secara transkriptif, yang telah di aransemen sebelum ditampilkan.
Tujuan improvisasi dan hasil dari karya yang di improvisasi tersebut
menjadi keunikan, karena hanya bisa ditampilkan sekali. Improvisasi
tidak dimaksudkan untuk di duplikasi pada pertunjukan yang akan

137
datang, kecuali improvisasi direkam kedalam CD atau tape, jika tidak
ia akan hilang, kecuali dihadapan mereka yang hadir ketika
improvisasi dimainkan.159

Inti dari improvisasi adalah mempertimbangkan terlebih dahulu apa yang akan

diimprovisasi (preconceived), lalu mempersiapkan terlebih dahulu (premeditated), ide

musikal dan kerangka, struktur, yang secara khas meminjam dari komposisi yang

telah ada. Elemen yang dipinjam tersebut, dapat hanya berupa struktur formal dan

garis besar kerangka harmoni saja, atau hanya terdiri dari melodi yang tersusun, atau

dalam beberapa improvisasi musik hanya terdiri dari penggalan-penggalan melodi

dan bentuk desain melodi yang sangat umum. Dalam hal ini saya mencontohkan pola

flowing yang digunakan adalah struktur harmoni I-IV-I-IV maka seorang imam musik

harus memiliki pertimbangan (preconceived) terlebih dahulu dalam pikirannya

terhadap struktur harmoni tersebut, lalu ia mempersiapkan (premeditated) kedalam

ritem-ritem yang akan digunakan dan menuangkannya ke instrumen yang digunakan.

Improvisasi dalam flowing dilakukan dalam batasan-batasan yang sempit

sehingga tidak “mencuri” perhatian jemaat ketika penyembahan dilakukan. Artinya

jemaat tidak berusaha mencerna atau menganalisis, bahkan memberi nilai,

mengomentari isi improvisasi dari musik yang dimainkan sehingga ia dapat fokus

menyembah dan membangun komunikasi dengan Tuhan. Improvisasi merupakan

bagian dari kreatifitas dan spontanitas yang menurut Max Weber merupakan ciri khas

dari kharisma, akan tetapi improvisasi yang semata-mata untuk “unjuk kebolehan”

159
Ronald Byrnside,Contemporary Music and Music Cultures,Prentice-Hall.,Englewood
Cliffs, New Jersey,1975,hlm.222.

138
merupakan bagian pemikiran yang manusiawi. Improvisasi dapat dilakukan dengan

taraf kewajaran yang murni hanya dengan berpikir untuk menemukan cara-cara yang

layak dan berbeda ketika menyembah Tuhan. Tetapi selayaknya improvisasi itu harus

merupakan pancaran yang keluar dari pertemuan yang sungguh-sungguh antara imam

musik dengan Allah. Jika tidak demikian, pelayanan itu hanya untuk menyatakan

ungkapan yang keluar dari pikiran imam musik tersebut dan bukan dari dalam Roh.

Bapak Pdp.Obed Sembiring sebagai ketua Departemen Musik tidak

memungkiri sering menemukan beberapa “oknum” imam musik yang melakukan

pelayanan seperti mencari “pengakuan” dari orang lain sebagai seorang musisi yang

memiliki kecakapan musikal lebih baik. Sehingga mengesampingkan pelayanan dan

mengorbankan jemaat yang datang ke ibadah karena permainan musiknya yang tidak

pada tempatnya. Beliau mengatakan gereja bukanlah tempat untuk mencari

popularitas, bukan tempat untuk menunjukkan kemampuan di hadapan jemaat, tetapi

untuk melayani Tuhan. Sehingga kedewasaan bermusik juga penting bagi pelayan

musik di gereja, sehingga secara emosional bermusik tidak berlebihan dalam

melakukan improvisasi. Untuk mencegah hal ini menjadi sebuah “tradisi” yang tidak

baik dalam lingkungan Departemen Musik GBI Medan Plaza, maka setiap imam

musik yang akan melayani di gereja ini harus melewati sebuah audisi untuk

mendapatkan standar kemampuan dan kapabilitas dalam musik dan karakter yang

baik.

Seorang worship leader juga melakukan improvisasi ketika melakukan

penyembahan. Improvisasi dilakukan ketika suatu nyanyian atau lagu penyembahan

139
selesai dinyanyikan, maka seluruh jemaat dan worship leader mulai menyembah

Tuhan bernyanyi dengan nada-nada yang di susun sendiri dan dengan kata-kata yang

diciptakan sendiri. Setidaknya ini dilakukan hanya pada satu chord saja. Improvisasi

juga dapat dilakukan tetap merujuk kepada pola flowing yang dimainkan oleh imam

musik. Biasanya jemaat dan worship leader akan menyanyikan ucapan-ucapan

syukur, doa, meninggikan nama Yesus, ucapan terima kasih, Halleluya, dan

sebagainya juga yang dikombinasikan dengan bahasa Roh (glossolalia). Ucapan-

ucapan tersebut dinyanyikan dengan melodi-melodi melismatik dan gaya recitatif.160

Keindahan bentuk garis melodi dalam menyanyi bagi Tuhan sangat penting. Worship

leader dituntut belajar ekspresif dan bernyanyi dengan ekspresif serta mampu

menyanyikan garis-garis melodi yang menarik. Jika worship leader bernyanyi

menggunakan suatu lintasan nada dasar, maka ia harus mendengarkan nada-nadanya

lalu meletakkan garis melodi secara tepat dalam setiap nada.

Tidak semua Pendeta memiliki kemampuan berimprovisasi yang baik ketika

menyembah Tuhan, sehingga saya juga menemukan Pendeta-Pendeta yang kadang

terlalu memaksa melakukannya namun tidak pada nada dan ketukan yang tepat atau

melodi terdengar “sedikit” disharmonis. Terutama beberapa Pendeta yang melakukan

konversi ke agama Kristen dari agama lain saat mereka telah dewasa, dimana mereka

dari kecil tidak terbiasa dengan musik dan nyanyian, sehingga mereka menemukan

160
Gaya nyanyian yang lebih mirip “berbicara” dengan tingginada tertentu (artinya, teks atau
pemahaman teks diutamakan). Ritmenya sesuai dengan ritme suku kata, bahkan urutan nada-nada
lebih cenderung kepada repetisi nada tertentu. Sebuah resitatif biasanya diiringi dengan akor-akor dan
bas yang sederhana (figured bass)

140
kesulitan ketika akan melakukan improvisasi atau bernyanyi saat akan memulai

khotbah misalnya.

Dalam beberapa kesempatan ibadah, saya melihat beberapa Pendeta yang

kurang menguasai musik, ketika hendak melakukan khotbah mereka tidak melakukan

penyembahan, melainkan hanya berdoa saja lalu khotbah. Mereka menghindari

nyanyian dan menyerahkan sepenuhnya kepada worship leader.161 Tetapi karena

dalam ibadah kontemporer tidak ada prosesi ibadah yang liturgis, namun sifatnya

lebih fleksibel, jadi tidak menjadi satu masalah bila seorang pendeta ketika hendak

berkhotbah memulai dengan menyembah, bernyanyi, atau berdoa saja lalu khotbah.

3. 6. Pemakaian Kode Jari (Fingering Code)

Sebuah lagu pujian maupun penyembahan ketika akan dibawakan oleh

seorang worship leader dalam sebuah ibadah belum tentu sama nada dasarnya

dengan worship leader yang lain. Tergantung kepada kemampuan tinggi rendahnya

jangkauan suara worship leader tersebut. Sehingga diawal lagu baik pujian maupun

penyembahan seorang worship leader memberikan aba-aba melalui kode-kode

penjarian yang telah dimengerti musisi untuk memainkan nada dasar yang

dimaksudkankan. Untuk nada dasar C dilambangkan dengan jari telunjuk, nada dasar

D dilambangkan dengan jari telunjuk dan tengah, nada dasar E dilambangkan dengan

161
Saya tidak menilai secara holistik terhadap seluruh Pendeta yang melakukan konversi ke
agama Kristen tidak memiliki kemampuan bernyanyi dan berimprovisasi. Saya membuat gambaran
umum karena kajian yang saya lakukan tidak berpijak berdasarkan penelitian ilmiah terhadap
permasalahan kapabilitas Pendeta-Pendeta tersebut dalam bernyanyi dengan membuktikan suatu teori
maupun hipotesis tertentu, melainkan lebih didasarkan kepada pengamatan kasar dalam ibadah saja.

141
jari telunjuk, tengah dan manis, nada dasar F dilambangkan dengan jari telunjuk,

tengah, manis dan kelingking, nada dasar G dilambangkan dengan keseluruhan lima

jari, nada dasar A dilambangkan dengan jari jempol kearah bawah, dan nada dasar Bb

dilambangkan dengan jari jempol kesamping (vertical) dan jari telunjuk kebawah

(horizontal)

Kode penjarian memiliki peranan penting dalam lancarnya sebuah ibadah.

Kode penjarian berguna untuk beberapa fungsi seperti: (1) untuk menunjukkan nada

dasar, (2) untuk modulasi, (3) untuk mengakhiri lagu (ending), (4) untuk interlude,

(4) untuk reffrain, (5) untuk verse , (6) hanya drum, (7) hanya piano, (8) dan

sebagainya. Penempatan kode-kode yang sama misalnya jari telunjuk memiliki arti

yang berbeda pada saat yang berbeda, hal ini harus dimengerti oleh setiap imam

musik agar tidak menimbulkan kekeliruan.Misalnya seorang worship leader memberi

kode jari telunjuk ketika lagu belum dimulai berarti yang ia maksud adalah nada

dasar C, sedangkan ketika worship leader memberi kode jari telunjuk ditengah-

tengah lagu artinya imam musik harus kembali ke verse. Demikian untuk beberapa

kode penjarian yang lain.

Dalam beberapa kasus yang saya melihat, beberapa worship leader bisa saja

terlambat memberikan kode penjarian kepada imam musik dalam sebuah lagu yang

sedang dinyanyikan atau raagu-ragu, bahkan merubah kode yang telah diberi kepada

imam musik pada saat hitungan (detik-detik) terakhir dalam sebuah bar yang akan

berakibat kesalahan oleh imam musik. Atau beberapa imam musik tidak

memperhatikan kode yang diberikan oleh worship leader karena ia terlalu asik

142
menyembah—dengan mata tertutup—sehingga ketika ia membuka matanya worship

leader tersebut tidak lagi memberi kode karena ia berpikir imam musik telah melihat

sebelumnya. Seorang imam musik memang diharuskan ikut menyembah dalam

ibadah, namun tidak diperbolehkan menutup mata, agar tetap fokus menerima setiap

instruksi dari worship leader.

Berikut ini kode penjarian yang digunakan dalam ibadah:

Gambar 5. Kode jari untuk menunjukkan nada dasar C


dan untuk kembali ke bentuk verse
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

143
Gambar 6. Kode penjarian untuk menunjukkan nada dasar D
dan untuk kembali ke refrain
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 7. Kode penjarian untuk menunjukkan nada dasar E


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 8. Kode penjarian untuk menunjukkan nada dasar F


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

144
Gambar 9. Kode penjarian untuk menunjukkan
nada dasar G
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 10. Kode penjarian untuk menunjukkan


nada dasar A
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

145
Gambar 11. Kode untuk menunjukkan nada dasar Bb
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 12. Kode penjarian ending 3 untuk mengakhiri lagu


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

146
Gambar 13. Kode jari ending 2 pengulangan
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 14. Kode jari ending 1 pengulangan


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

147
Gambar 15. Kode penjarian untuk interlude. Tetapi bila lagunya bentuk
ternary a, b, dan c maka kode penjarian ini untuk bentuk ke tiga, yaitu c. Atau
dalam kondisi lain kode ini juga berfungsi sebagai tanda kepada imam musik
untuk bermain dengan dinamik lembut setelah penyembahan dilakukan.
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 16. Kode penjarian untuk modulasi atau overtone


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

148
3. 7. Modulation (Modulasi)

Istilah ini digunakan untuk membedakan nada dasar antara nada dasar yang

‘lama’ dan nada dasar yang ‘baru’. Nada dasar yang digunakan pertama digunakan

disebut nada dasar original key . Biasanya, musik akan dimulai dan diakhiri pada

nada dasar yang sama, yaitu original key. Dalam modulasi, musik bergerak dari nada

dasar ‘lama’ ke nada dasar yang ‘baru’. Modulasi atau juga dikenal dengan overtone

dapat dilakukan untuk tujuan merubah nada dasar yang ke lebih tinggi atau nada

dasar lebih rendah dari sebelumnya.

Dalam ibadah kontemporer, modulasi merupakan salah satu cara yang

dilakukan memberi “angin segar” kepada lagu praise atau worship yang bisa

dikatakan cenderung memiliki bentuk yang minim karena hanya terdiri dari dua

bentuk (binary). Setiap nada dasar yang kita pergunakan merepresentasikan sebuah

posisi kepada pemahaman musikal kita. Nada dasar akan menjadi titik atau wilayah

orientasi dalam keseluruhan tangga nada dan hubungannya secara musikal.

Pdt. Robert Siahaan sebagai Pendeta yang sering melayani dalam ibadah di

GBI Medan Plaza mengatakan, beberapa worship leader seperti “keranjingan”

melakukan modulasi. Dalam sebuah lagu worship beberapa worship leader

melakukan modulasi tiga hingga empat kali modulasi. Saya justru melihatnya sebagai

“penyiksaan” terhadap jemaat dan bahkan menjadi semacam latihan kelas vokal bagi

mereka. “Kenapa harus menggunakan modulasi berkali-kali untuk menyanyikan

149
sebuah lagu, gunakan nada dasar yang bisa dijangkau jemaat supaya semua dapat

bernyanyi dengan pas” ujar Pdt. Robert Siahaan162 kepada saya dalam sebuah

percakapan. Menurut Pdt. Robert Siahaan M.Th, ia menemukan banyak worship

leader di gereja “gemar” menurunkan nada dasar sebuah lagu lebih rendah dari

seharusnya agar nanti bisa dilakukan beberapa kali modulasi. “Hal ini sama sekali

berbeda dengan pengalaman saya ketika saya melayani di Pulau Jawa. Sehingga

ketika saya pertama sekali datang dan melayani di Medan, saya melihat kebiasaan ini

sudah menjadi “tradisi” dikalangan worship leader, karena itu saya tidak

mempermasalahkannya lagi”, Ujar Pdt. Robert163.

Dalam sebuah ibadah kontemporer khususnya di GBI Medan Plaza, saya

menemukan ada dua tipe Pendeta, yaitu Pendeta yang ‘gemar’ menyanyi ditengah-

tengah khotbah—biasa syair lagunya selaras dengan tema khotbah tersebut—dan

Pendeta yang tidak ‘gemar’ menyanyi saat berkhotbah. Seorang Pendeta yang gemar

menyanyi ditengah-tengah khotbah kadang mengikuti nada dasar lagu yang telah

dinyanyikan sebelumnya yang dimainkan lembut melalui piano. Padahal lagu lain

yang akan ia nyanyikan tidak sesuai dengan nada dasar tersebut, akibatnya lagu itu

terlalu rendah atau mungkin terlalu tinggi. Atau misalnya Pendeta tersebut telah

memberikan kode nada dasar sebelumnya, namun lagu tersebut tetap terlalu rendah

atau terlalu tinggi, maka dalam situasi ini jelas diperlukan modulasi untuk

162
Pdt. Robert Siahaan adalah Rektor STT Misi Internasional Pelita Kebenaran yang berada di
bawah kelola GBI Medan Plaza dan YSKI (Yayasan Surya Kebenaran Indonesia) bekerja sama dengan
ICM (International Christian Mission) yang berpusat di Singapura.
163
Disampaikan dalam sebuah persiapan ibadah sesi 2 di GBI Hermes pada tanggal 22 Mei
2011.

150
mendapatkan nada dasar yang tepat dan bisa dinyanyikan oleh semua orang.

Modulasi juga merupakan salah satu teknik untuk semacam memberi sesuatu

yang “baru” dalam membangun atmosfir hadirat Tuhan, karena lagu yang

dinyanyikan telah diulang-ulang 5 hingga 10 kali agar tidak terdengar monoton. Jika

modulasi dilakukan satu kali saya masih melihat jemaat dapat menikmati lagu

tersebut, tetapi saya melihat beberapa worship leader melakukannya 2 hingga 3

bahkan 4 kali seperti sedang ketagihan modulasi. Terlebih lagi gereja ini hanya

mengenal nada dasar yang terdiri dari C-D-E-F-G-A-Bb-C sehingg ketika modulasi

dilakukan banyak melakukan modulasi 1 langkah (whole step), tentu jika dilakukan

tiga atau empat kali modulasi akan berdampak yang sangat signifikan.

Dalam ibadah di GBI Medan Plaza, modulasi yang biasa digunakan adalah

dengan menggunakan tingkat harmoni kelima (fifth) dari nada dasar yang akan dituju.

Misalnya sebuah lagu penyembahan dimulai dari nada dasar G mayor dan akan

dilakukan modulasi menuju A mayor, maka imam musik akan memainkan tingkat

kelima dari A mayor terlebih dahulu, yakni E mayor, Contoh 1. Modulasi

151
3. 8. Pola Ending

Dalam mengakhiri sebuah lagu khususnya penyembahan juga dilakukan

semacam “penyeragaman” ending yang akan menuju pengulangan berupa coda164

sebayak dua sampai tiga kali sebelum diakhiri kadens dan sorak-sorai. Sehingga

jemaat dan worship leader akan dengan mudah mengetahui bahwa lagu tersebu akan

berakhir. Dalam mengakhiri sebuah lagu merupakan sebuah situasi yang krusial bila

tidak dilakukan dengan koordinasi yang tepat antara worship leader dan imam musik,

terutama dibagian kadens yang dimainkan dengan ritardando (tempo berangsur-

angsur lambat) sering terjadi kesalah pahaman. Sehingga imam musik dituntut untuk

dapat melihat gerakan tangan dan mendengar nyanyian worship leader yang memberi

aba-aba sebuah ending yang ia inginkan.

164
Coda artinya buntut; ekor; tambahan pada penutup ciptaan. (Latifat Kodijat, Istilah-Istilah
Musik. Djambatan,1986, hlm.15.)

152
Dalam hal ini bagaimanapun aransemen ending dari sebuah lagu

penyembahan dalam sebuah album rekaman rohani, maka ketika dibawakan dalam

sebuah ibadah ending tersebut akan dibuat menggunakan pola yang telah menjadi

standar dari GBI Medan Plaza. Seperti ada penyeragaman ending terhadap semua

lagu penyembahan. Hal ini dilakukan untuk mempermudah dan tidak menimbulkan

kekacauan dalam pelayanan. Karena personil imam musik tidak berasal dari satu tim

musik yang sama, melainkan bisa berasal dari cabang lain yang belum tentu pernah

bersama-sama melayani sehingga dikhawatirkan memiliki ending yang berbeda-beda.

Dengan adanya pola ending yang baku maka walaupun imam musik belum

pernah bekerjasama dalam satu tim, maka masing-masing telah memahami ending

yang bagaimana biasa digunakan kepada lagu penyembahan, sehingga kemungkinan

melakukan kesalahan dapat diminimalisir. Ada beberapa pola ending yang sering

digunakan dalam ibadah di GBI Medan Plaza, namun pola-pola ending tersebut

digunakan mengacu kepada progresi akor dari lagu yang telah ada dan tidak semua

pola ending dapat diterapkan kepada lagu yang berbeda. Hal ini menuntut “kejelian”

dan “feeling” musikalitas imam musik untuk menempatkan pola-pola ending

tersebut. Namun semakin sering imam musik melayani dalam ibadah, maka semakin

ia menguasai berbagai lagu-lagu penyembahan sehingga setiap imam musik telah

memilkiki pola ending yang sama terhadap berbagai lagu yang sering digunakan

dalam ibadah.

Dalam tulisan ini saya hanya akan memberikan contoh pola-pola ending yang

biasa digunakan dalam lagu penyembahan (worship) saja, karena pola-pola ending

153
dalam lagu penyembahan telah baku digunakan dalam setiap ibadah dan merupakan

pola “standar” untuk mengakhiri sebuah lagu penyembahan. Sehingga dalam tulisan

ini saya tidak membahas pola ending untuk lagu-lagu pujian, karena dalam lagu-lagu

pujian ending yang digunakan cenderung mengacu kepada aransemen ending yang

digunakan oleh musisi Kristen kontemporer yang mempopulerkan lagu tersebut.

Sehingga ketika lagu tersebut dibawakan dalam ibadah imam musik berusaha untuk

meniru aransemen tersebut, atau tim musik tersebut dapat mengaransemen ulang

dengan versi mereka sendiri. Artinya tim musik tersebut dapat mengurangi durasi

ending, menambahkan bahkan merubah keseluruhan ending tersebut. Dan biasanya

aransemen yang dibawakan oleh tim musik yang ada di GBI Medan Plaza menjadi

“kiblat” bagi tim-tim musik yang ada di gereja cabang yang dibawahi oleh gereja ini.

Pola-pola ending yang sering digunakan dalam lagu penyembahan sebagai

berikut:

1. Pola Ending I-vi-ii-V-I

Pola ending seperti pada contoh 2 lagu di bawah merupakan pola ending yang

paling sering digunakan untuk mengakhiri sebuah lagu penyembahan. Ketika worship

leader memberi kode jari Ending 3 maka progresi akor ending lagu tersebut

menggunakan progresi akor I-vi-ii-V-I di ulangi sebanyak tiga kali dan di akhiri

dengan tempo poco rit…(berangsur-angsur lambat) dan dimainkan secara tutti165 lalu

165
Tutti artinya semua; maksudnya semua anggota orkes dan/atau paduan suara ikut main
(Latifah Kodijat, Op.Cit., hlm.76)

154
di akhiri kadens—kadens akan saya bahas pada sub-bab berikutnya. Saya

menemukan bahwa progresi akor I-vi-ii-V-I ketika dimainkan oleh imam musik,

jemaat secara spontan akan mengerti bait terakhir merupakan ending (walaupun

ketika jemaat sedang memejamkan mata saat bernyanyi, dengan mendengar pola

ending I-vi-ii-V-I jemaat mengerti bahwa lagu akan berakhir, Contoh 2.

Namun yang penting menjadi perhatian penting adalah bahwa dalam setiap

pola ending akan selalu diakhiri dengan ritardando166, tutti serta dan dinamik yang

keras ketika mencapai puncaknya yang diakhiri oleh kadens. Ketika memainkan tutti

merupakan bagian penting dalam mengakhiri sebuah lagu apakah akan diakhiri

dengan baik atau justru terjadi miskomunikasi dengan worship leader ketika

166
Ritardando, Ritardare artinya melambat; tempo melambat secara berangsur-angsur
(Latifah Kodijat, Op.Cit., hlm.63)

155
menyanyikan bagian-bagian melodi yang diberi tanda fermata.167 Agar tidak terjadi

kesalahan misalnya worship leader menyanyikan sebuah melodi ending dengan not

setengah bertitik dengan fermata. Seperti berikut:

Contoh 3.

Melodi di atas merupakan contoh motif terakhir yang dinyanyikan dengan poco rit

(tempo melambat) dengan not setengah bertitik pada bar kedua dan ketiga, yang dapat

juga dinyanyikan dengan menggunakan not seperdelapan seperti contoh berikut:

Contoh 4.

Kedua contoh di atas memiliki perbedaan pada nilai not pada birama kedua dan

ketiga. Keduanya dapat digunakan dalam sebuah ibadah, tetapi tidak seorang imam

167
Fermata adalah tanda memperpanjang nada atau istirahat, lamanya tidka tentu (Latifah
Kodijat, Ibid.,hlm.27.)

156
musik pun tahu mana diantara kedua contoh di atas yang akan dimainkan dalam

ibadah, semuanya tergantung kepada worship leader yang menjadi pemimpin dalam

ibadah tersebut. Sehingga penting bagi imam musik untuk memperhatikan setiap aba-

aba melalui gerakan tangan worship leader tersebut.

Kontur harmoni (harmony contour) akan memberi gambaran akan progresi

akor melalui garis (shape) atau garis geometrik desain (geometric design) dan

penempatan secara fisik dari progresi akor. Dengan melihat pola progresi akor ending

melalui garis harmoni (harmony shape) atau kontur harmoni maka pola ending I-vi-

ii-V-I di atas akan tampak seperti pada garis geometrik desain merah di bawah ini:

Contoh 5.

2. Pola ending I-IV-iv/V#-I/V-I/III-IV-I/V-V-I

Berikut ini merupakan pola ending yang juga cenderung digunakan dalam

ibadah, yang menggunakan progresi akor I-IV-iv/V#-I/V-I/III-IV-I/V-V-I. Saya

melihat terjadi perubahan “kecepatan” harmoni pada bagian ending yang

menimbulkan kesan “dinamisasi” menuju klimaks pada akhir lagu yang akan ditutup

157
dengan kadens. Dalam musik yang digunakan di GBI Medan Plaza, saya juga melihat

kecenderungan yang sangat penting adalah penggunaan slash chord dalam lagu-lagu

pujian dan penyembahan dan pola flowing, termasuk dalam pola ending yang kedua

ini. Saya akan membahas tentang penggunaan slash chord168 pada musik Kristen

kontemporer—dalam istilah teori musik Barat tradisional disebut dengan figured

bass169—secara khusus pada sub-bab yang lain di tulisan ini. Berikut ini salah satu

lagu penyembahan yang menggunakan pola ending I-IV-iv/V#-I/V-I/III-IV-I/V-V-I di

akhir lagunya seperti di bawah ini, Contoh 6.

168
Terminologi slash chord cenderung digunakan pada musik-musik bergenre populer.
169
Figured bass atau thorough bass atau disebut juga general bass merupakan prinsip dasar
pada zaman Barok (dan selanjutnya), berhubungan erat dengan munculnya sistem harmoni tonal secara
vertikal. Prinsip ini berdasarkan syarat, bahwa nada bas selalu merupakan nada utama (fundamen)
segala kesan harmoni yang berbunyi. Oleh karena itu terdapat suatu cara notasi, yaitu suara bas saja
dengan berbagai angka-angka di bawah masing-masing not bas sebagai tanda-tanda teratur untuk
muatan akor-akor iringan (yang berdasarkan nada bas itu)

158
Harmony contour akan memberi gambaran akan progresi akor melalui garis (shape)

dan penempatan secara fisik dari progresi akor. Dengan melihat pola progresi akor

ending melalui garis harmoni atau kontur harmoni maka pola ending I-IV-iv/V#-I/V-

I/III-IV-I/V-V-I di atas akan tampak seperti pada garis geometrik desain merah di

bawah ini, Contoh 7.

Ending yang menggunakan progresi akor menuju tingkat IV lalu iv merupakan pola

ending yang juga “populer” digunakan oleh imam musik dalam mengakhiri sebuah

lagu penyembah. Jenis pola ending kedua yang progresi akornya IV lalu iv dan

sedikit berbeda dengan pola di atas juga cenderung digunakan untuk mengakhiri

sebuah lagu, yaitu seperti pola 3 berikut ini.

3. Pola ending I-IV-iv/V#-I/V-vi-ii-V-I

Pola ending dengan progresi akor I-IV-iv/V#-I/V-vi-ii-V-I juga sangat sering

digunakan untuk mengakhiri lagu-lagu penyembahan dalam ibadah. Tampak

kecenderungan pemakain slash chord tidak terlepas dalam musik-musik yang

159
digunakan di GBI Medan Plaza. Harmony contour akan memberi gambaran akan

progresi akor melalui garis (shape) dan penempatan secara fisik dari progresi akor.

Contoh 8.

Dengan melihat pola progresi akor ending melalui garis harmoni (harmony shape)

maka pola ending I-IV-iv/V#-I/V-vi-ii-V-I di atas akan tampak seperti pada garis

geometrik desain merah di bawah ini:

Contoh 9.

160
4. Pola ending I-IV-iii-vi-ii.V.-I

Contoh 10.

Pola ending dengan progresi akor I-IV-iii-ii-V-I juga sangat sering dijumpai dalam

ibadah pujian dan penyembahan di GBI Medan Plaza. Sama dengan pola-pola ending

yang lain, pada bagian akhir poco rit dan tutti selalu melihat instruksi yang diberikan

oleh orang yang memimpin pujian dan penyembahan melalui aba-aba tangan atau

melalui feeling imam musik kearah mana dan bagaimana worship leader akan

mengakhirinya. Harmony contour akan memberi gambaran akan progresi akor

melalui garis (shape) dan penempatan secara fisik dari progresi akor. Dengan melihat

pola progresi akor ending melalui garis harmoni (harmony shape) maka pola ending

I-IV-iii-vi-ii-V-I di atas akan tampak seperti pada garis geometrik desain merah di

bawah ini:

161
Contoh 11.

Berbeda dengan lagu penyembahan, untuk lagu-lagu pujian ending yang digunakan

biasanya mengikuti aransemen yang telah dibuat oleh musisi yang membawakan lagu

sesuai rekaman album tertentu, karena lagu-lagu pujian yang digunakan dalam ibadah

biasa memainkan versi dari musisi rohani yang mempopulerkan pertama sekali ke

masyarakat. Kecuali tim musik tersebut melakukan kreativitas sendiri dengan

melakukan aransemen yang mereka sukai, atau mungkin juga karena tidak mampu

memainkan aransemen musisi yang mempopulerkannya karena terlalu rumit, maka

disederhanakan dengan aransemen versi tim musik tersebut.

3. 9. Kadens (Cadence)

Istilah kadens memiliki banyak arti, pertama-tama istilah ini digunakan untuk

mengganti istilah klausula yang dipakai bagi musik modal. Maka istilah kadens

berhubungan erat dengan munculnya sistem tonalitas mayor dan minor. Istilah kadens

(Latin cadere = turun, terjun dalam hal urutan harmonis)170 yang dipakai untuk unsur

utama dalam musik tonal, yaitu urutan harmoni V-I terlebih dahulu kemudian model

170
Dieter Mack, Ilmu Melodi Ditinjau dari Segi Budaya Musik Barat, Pusat Musik Liturgi,
Yogyakarta, 1996

162
progresi akor tersebut menjadi I-IV-V-I sebagai pola dasar musik tonal.

Menurut kamus musik Pono Banoe, kadens adalah pengakhiran, cara yang

ditempuh untuk mengakhiri komposisi musik dengan berbagai kemungkinan

kombinasi ragam akor, sehingga terasa efek berakhirnya sebuah lagu atau sebuah

frase lagu. Konteks “mengakhiri” atau “menyelesaikan” menjadi titik berat dalam

kadens. Sementara itu Ensiklopedia bebas Wikipedia menuliskan, kadens (cadence)

berasal dari bahasa Latin (cadentia) yang artinya”jatuh”. Kadens adalah sebuah

bentuk melodi atau harmoni yang menciptakan perasaan “selesai” atau “ketegasan”

(sebuah akhir atau istirahat).

Kadens merupakan bagian yang akan menutup sebuah lagu penyembahan

setelah bagian coda dilakukan. Kadens dalam teori musik Barat terdiri dari beberapa

jenis. Dalam ibadah penggunaanya dilakukan berbeda-beda kepada setiap lagu

penyembahan. Menurut pengakuan Pdp. Obed Sembiring ia sendiri belum

mengetahui kadens apa yang akan ia gunakan diakhir lagu, karena menurutnya bukan

ia sebagai pemimpin tim musik—pemain piano sebagai team leader—yang

menentukan akan menggunakan salah satu kadens tersebut dan menyampaikan

melalui kode-kode penjarian kepada imam musik, seperti drum, bas dan synthesizer,

melainkan Roh Kudus yang menuntun di saat-saat akhir lagu kemana arah kadens dan

bentuk flowing yang akan digunakan. Dengan alasan teologis hal ini bisa saja terjadi

sebagai imam musik yang sangat diurapi Tuhan, sehingga imam musik tersebut

sebagai media yang dipakai Roh Kudus untuk menaikkan pujian kepada Allah.

Namun diluar pandangan teologis, saya menanyakan kepada beberapa imam

163
musik dan mereka mengaku menggunakan pikiran, menggunakan kemampuan

musikal mereka, kira-kira kadens apa dan flowing apa yang akan digunakan dalam

penyembahan. Mereka mengaku telah mengetahui dan mendengar sebelumnya bahwa

lagu dengan judul ‘A’ pada bagian akhirnya akan biasanya menggunakan kadens ‘B’.

Mereka sama sekali tidak dituntun Roh Kudus, melainkan menurut imam musik

tersebut pola apa yang terlintas, maka itu yang akan ia gunakan. Walaupun secara

iman Kristen hal tersebut tidak berkenan untuk dilakukan untuk Tuhan, namun

kenyataannya orang lain tidak mengetahui secara pasti apa yang dilakukan imam

musik ketika menggunakan kadens, apakah melalui pikiran atau ia telah dipimpin

oleh Roh Kudus.

Tetapi imam musik tersebut dapat merasakan dan membedakan pelayanan

yang dituntun oleh Roh Kudus dan pelayanan yang mengandalkan “pikiran logis”.

Perbedaan akan tampak melalui hasil dan dampak (influence) terhadap jemaat. Jemaat

akan dapat merasakan hadirat Tuhan melalui musik yang dimainkan jika dipimpin

oleh Roh Kudus. Seperti penuturan Bapak Obed Sembiring bahwa ia tidak akan

mampu bermain musik sepanjang ibadah doa malam yang dilakukan mulai pukul

20:00-23.00 WIB setelah melakukan aktivitas yang melelahkan sepanjang hari.

Tetapi beliau berkata “Saya berdoa meminta kekuatan dari Tuhan dan tuntunan Roh

Kudus, agar saya dimampukan sepanjang pelayanan. Lalu saya mulai memainkan

piano saya, mulai menyembah Tuhan dengan piano dan kemudian saya tidak tahu

kenapa tiba-tiba ada orang yang trance di bangku jemaat, ada yang menangis, ada

yang histeris, dan sebagainya. Bapak Obed berkata, “Bukan karena saya

164
mengandalkan pikiran saya saat memainkan piano tersebut sehingga berbagai

influence tersebut terjadi, tetapi karena saya mengandalkan Roh Kudus”.

Dalam teori musik Barat terdapat banyak pola kadens yang digunakan dalam

berbagai era musik yang ada. Karena itu dalam tulisan ini saya hanya fokus kepada

bentuk kadens yang selalu digunakan dalam ibadah di GBI Medan Plaza saja.

3. 9. 1. Authentic cadence

Kadens autentik juga dikenal sebagai closed atau standard cadence, yaitu

kadens dengan urutan akor V- I atau (IV-V-I). Kadens ini juga disebut sebagai perfect

authentic cadence, nama lain untuk perfect cadence. Akor V7 bisa menggantikan

akor dominan pada bentuk kadens autentik. Dalam ibadah, sebuah lagu penyembahan

yang idealnya diakhiri terlebih dahulu oleh coda yang diulang dua sampai tiga kali

(gunakan kode jari tiga, dua, dan satu—lihat sub-bab ending) lalu diakhiri dengan

kadens dan dilanjutkan dengan “sorak-sorai”,171 lalu imam musik akan memainkan

pola flowing. Berikut ini merupakan contoh lagu yang diakhiri dengan menggunakan

authentic cadence:

171
Sorak-sorai merupakan suasana dimana worship leader akan membawa jemaat kepada
suasana sukacita, bersorak riang seperti: “Halleluya!”, “Yesus!”. Dalam suasana sorak-sorai imam
musik tetap memainkan musik pada tingkat tonik dengan teknik—saya menggunakan istilah Paul
Cooper—motoric rhythm. Peranan drum sangat penting dalam menciptakan suasana sorak-sorai,
dimana suara cymbal sangat dominan.

165
Contoh 12.

3. 9. 2. Plagal cadence

Kadens plagal yakni kadens dengan urutan akor IV-I. Kadens ini juga dikenal

dengan “kadens amin” karena sering ditempatkan dengan teks “Amin” dalam musik

himne. Kadens ini terasa lebih lemah dibanding dengan kadens V-I, biasanya

dipergunakan untuk mengakhiri kalimat lagu yang mengandung rasa sedih.172

172
Pono Banoe, Pengantar Pengetahuan Harmoni, Kanisius.Jogjakarta.2003,hlm.201

166
Contoh 13.

3. 9. 3. Accidental cadence V#-VI#-I

Kadens seperti ini merupakan kadens yang tidak begitu populer di gunakan

dalam musik-musik pop di dunia sekuler. Kadens aksidental ini akan memberi

suasana yang berkesan “gagah” dan agung karena dari tingkat tonik langsung

diarahkan menuju tingkat V# dan VI# yang memiliki langkah satu (whole step).

Kadens ini memberi sebuah atmosfir yang megah dan biasa digunakan untuk

menciptakan efek gagah, ada kesan patriotik didalamnya. Ketika hal ini saya

sampaikan kepada Bapak Obed Sembiring, ia sendiri menyukai istilah gagah tersebut,

karena secara teologi aksidental kadens ini tujuannya untuk menciptakan suasana

pengagungan kepada Allah.

Sebuah lagu penyembahan yang telah diakhiri dengan coda yang diulang dua

hingga tiga kali, jika hendak diakhiri dengan kadens aksidental maka pemimpin imam

musik (pada piano) akan memberi aba-aba kepada imam musik yang lain dengan

167
menggunakan jari jempol kearah atas. (lihat gambar 11) Untuk membangun suasana

yang agung maka imam musik pada filler173 (yang memainkan synthesizer) akan

memilih menggunakan warna-warna suara yang berkarakter megah, seperti timpani,

French horn, brass, dan string.

Contoh 14.

3. 10. Tempo dan Dinamik174

Tempo berasal dari bahasa Latin (tempus artinya waktu) mengacu kepada

rata-rata durasi yang diberikan: = 60, atau = 144. Biasanya, komponis secara

umum memberi tempo kepada karya musik dengan menggunakan penandaan dari

bahasa Latin seperti adagio (slowly, softly artinya lambat dan dengan lembut), allegro

(cheerful, moderately slow, atau very fast artinya dengan gembira dan cepat).

173
Filler adalah imam musik yang bertugas sebagai ‘pengisi’ (accompaniment) dalam sebuah
tim musik melalui synthesizer dengan pemilihan jenis suara-suara yang tepat untuk suasana yang
berbeda. (Manual Book Training Departemen Musik GBI Medan Plaza)
174
Paul Cooper, Perspective in Music Theory an Historical-Analytical Approach, Harper &
Row Publisher, New York,1981,hlm.15

168
Dinamik secara spesifik mengindikasikan kepada suara volume. Singkatan

dalam kata Itali seperti pianissimo (pp) artinya dengan agak lembut, fortissimo (ff),

artinya dengan agak keras sforzato (sf atau sfz), forte-piano (fp), begitu juga

simbolcressendo) artinya berangsur-angsur keras dan > (decressendo) artinya

berangsur-angsur lembut.

Musik dalam lagu-lagu penyembahan memiliki tempo yang relatif lambat175

(adagio) dan sedang (moderato) dengan metronome176 yang lebih spesifik M.M. =

50 hingga 70 untuk tempo lambat dan  = 71-90 untuk tempo yang sedang. Tempo

tersebut juga akan mengikuti ketika flowing digunakan dalam membangun atmosfir

penyembahan. Sedangkan untuk lagu-lagu pujian tempo memiliki kecenderungan

lebih cepat dan cheerful dengan metronome yang lebih spesifik M.M. = 91-120

untuk tempo yang cepat.

Perubahan dinamik dalam lagu penyembahan sangat memainkan peranan

penting untuk membangun sebuah atmosfir penyembahan. Ketika sebuah lagu

penyembahan mulai dinyanyikan, worship leader akan diiringi oleh instrumen solo

piano yang dimainkan dengan lembut menyanyikan bait pertama lagu penyembahan.

Kemudian diulang kembali dengan dinamik yang sedikit lebih keras setelah drum,

175
Secara teologis lagu penyembahan tidak berbicara tentang cepat atau lambatnya sebuah
lagu. (Lihat pada bab IV)
176
Metronome adalah sebuah instrumen yang menghitung rata-rata ketukan perbirama dalam
satu menit, yang ditemukan oleh Maelzel diawal abad ke-19.

169
bas, synthesizer dan gitar mengikuti. Demikian terus menerus ketika dilakukan

pengulangan maka dinamik juga semakin bertambah secara berangsur-angsur keras

(cresscendo).

Gambar 17. Dramatic gesture berupa grafik


perubahan dinamik dalam lagu penyembahan dan flowing
saat ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza

Dengan menggunakan dramatic shape terhadap dinamik dalam membangun

atmosfir penyembahan. Kontur ini saya aplikasikan terhadap perubahan dinamik

dengan menggunakan dramatic shape dari Paul Cooper terhadap resultan kontur yang

sering disebut dramatic shape of music, maka akan didapati secara grafik seperti pada

gambar 17 di atas.

3. 11. Sorak-Sorai

Sorak sorai merupakan salah satu bagian dalam ibadah setelah coda yang

ditutup oleh kadens lalu disambut dengan sorak-sorai sebelum masuk kedalam

penyembahan (musik memainkan flowing). Suasana sorak-sorai yaitu dimana

worship leader memimpin dan mengajak jemaat untuk bersuka cita, bersorak riang

170
dan bertepuk tangan, mengangkat tangan, mengepalkan tangan dan melakukan

teriakan-teriakan sukacita, seperti “Halleluya!”, “Yesus!”, “B’ri kemuliaan bagi Dia!”

“Wooooooo…!”, “Yeaaaaa…” , “B’ri sorak-sorai bagi Allah…”, “Terpujilah nama-

Mu Tuhan...”, dan sebagainya.

Untuk lebih menciptakan suasana suka cita tersebut imam musik mendukung

worship leader dengan menciptakan suara yang terdengar—saya ibaratkan seperti

bunyi “gemuruh”—ramai. Imam musik akan memainkan tingkat harmoni tonik

sesuai nada dasar lagu yang dinyanyikan sebelumnya. Tingkat tonik tersebut

dimainkan dengan ritem yang cepat berulang-ulang yang menurut Paul Cooper ritem

tersebut sebagai “motor” rhythm karena kedinamisannya. Istilah “motor” rhythm

untuk menggambarkan gerakan konstan dalam satu atau beberapa bagian musik.177

Seluruh imam musik memainkan alat musiknya dengan volume yang keras

(forte) dan beberapa imam musik kadang melakukan improvisasi namun tidak secara

berlebihan. Pemain drum memiliki tempat yang luas untuk melakukan improvisasi di

sini, biasanya ia akan memanfaatkan seluruh bagian drum, seperti: kick drum, tom-

tom, hi-hat, cymbal untuk di pukul. Terutama bagian cymbal akan dipukul tanpa

henti sehingga terdengar suara gemerincing yang dinamiknya berubah-ubah dari

lembut, keras dan lembut. Sedangkan pemain filler akan memilih warna-warna suara

seperti string, string pad, brass, French horn dan sesekali timpani. Filler akan

menjaga dalam suasana sorak-sorak tetap terdengar suara yang kontinu dengan

tangan kiri menekan string pada oktaf yang rendah (8va bassa) untuk menimpali
177
Paul Cooper,Op.Cit.,hlm.57

171
suara gitar bas yang juga rendah. Sedangkan tangan kanan akan memainkan

improvisasi dengan memberi warna-warna suara seperti brass dan French horn. Hal

ini dapat dimainkan secara bersamaan pada satu alat musik, karena synthesizer

tersebut memiliki fasilitas splitpoint yang memungkinkan imam musik memainkan

warna suara yang berbeda secara bersamaan pada satu synthesizer saja.

Contoh 15.

Dalam improvisasi drum tersebut, biasanya imam musik akan melakukan responsori

dengan apa yang diteriakkan oleh worship leader. Dengan mengikuti tiap suku kata

yang diteriakkan lalu mengimitasi melalui ritem drum. Misalnya worship leader

meneriakkan “Halleluya!”, maka imam musik yang memainkan drum akan merespon

dengan drum yang memainkan imitasi dari setiap suku kata dengan kombinasi

cymbal dan kick drum. Setiap satu suku kata Hal-le-lu-ya bernilai seperdelapan ketuk,

seperti transkrip berikut:

172
Contoh 16.

Tetapi dalam Ibadah Raya pada hari minggu, kita akan menemukan sorak-

sorai hanya dilakukan dalam durasi waktu yang tidak lama. Hal ini saya indikasikan,

karena ada banyak keterbatasan waktu, mengingat banyaknya jadwal ibadah

sepanjang hari minggu di GBI Medan Plaza.

Sorak-sorai dapat dilakukan dengan durasi waktu yang lama 5-10 menit pada

ibadah Doa Malam dan Doa Puasa, dimana ibadah ini mayoritas dihadiri para

pengerja dan jemaat. Sorak-sorai akan dipenuhi dengan bahasa roh yang dilakukan

secara komunal, peniupan shofar,178 tepuk tangan yang lama, teriakan Pendeta yang

“membakar” antusiasme jemaat—semacam orasi yang berapi-api. Ketika mencapai

kepada titik tertentu, sorak-sorai dapat secara tiba-tiba berhenti, dan jemaat diam.

Namun filler akan tetap memainkan chord tonik menggunakan suara string pad

dengan nada yang tetap rendah di tangan kiri, yang menimbulkan sebuah atmosfir

kontras dari pukulan drum yang keras tiba-tiba hanya terdengar bunyi string pad

yang lembut, bahkan suara musik hening sama sekali, yang terdengar hanya bahasa

Roh secara komunal.

178
Shofar atau sangkakala dibuat dari tanduk domba jantan, dipakai dalam persiapan perang
dalam ibadah.

173
3. 12. Open Chord

Terminologi Open chord sebenarnya untuk menggambarkan intro musik yang

akan mengantar worship leader ketika akan memulai sebuah lagu. Sama halnya

dengan ending penyembahan, open chord digunakan karena dalam ibadah

kontemporer seperti di GBI Medan Plaza biasanya menggunakan lagu-lagu yang

dipopulerkan melalui industri musik rohani yang telah direkam dalam banyak versi

aransemen dan genre yang berbeda. Tidak seperti dalam gereja tradisional yang

dalam ibadahnya menggunakan lagu-lagu yang berasal dari buku lagu yang telah

ditetapkan ataupun ditulis ulang dalam kertas acara ibadah. Sehingga lagu tersebut

telah memiliki aturan-aturan bagaimana menyanyikannya sesuai dengan notasi yang

ditulis (fixed music).

Berbeda dengan ibadah kontemporer, dimana segala sesuatunya itu tidak

dilakukan secara liturgikal, melainkan memiliki kebebasan dan spontanitas dalam

pola ibadah. Demikian juga dengan musik yang akan dibawakan, tidak berasal dari

salah satu buku lagu yang dikeluarkan oleh gereja untuk kepentingan ibadah.

Melainkan musik digunakan berasal dari lagu-lagu rohani yang telah lama populer

atau lagu rohani yang baru dirilis oleh perusahaan rekaman. Sehingga departemen

musik di gereja ini harus senantiasa mengikuti perkembangan album-album rohani

yang di keluarkan oleh perusahaan rekaman agar tidak ketinggalan dalam

174
mempelajari lagu-lagu yang baru dirilis.179

Karena itu sulit bagi seorang imam musik untuk mengacu kepada salah satu

intro aransemen ketika akan digunakan dalam ibadah yang mungkin akan menjadi

masalah ketika akan dibawakan dalam ibadah. Karena setiap imam musik mungkin

akan mempertahankan versi mereka masing-masing berdasarkan rekaman yang

mereka dengar dan bahkan mereka belum pernah bermain dalam tim musik yang

sama.180 Alasan lain, intro yang terdapat dalam lagu-lagu rohani memiliki durasi yang

panjang, sehingga tidak cocok digunakan dalam ibadah dan akan membuat jemaat

diam terlalu lama sepanjang intro dimainkan.

Open chord juga merupakan upaya menyederhanakan dan menyeragamkan

kepada satu standar baku sebuah pengantar lagu sehingga ibadah dapat berjalan baik.

Karena kemampuan seorang imam musik tidak sama, maka open chord akan

membantu seorang imam musik memberikan intro yang sederhana, tetapi dengan

mudah dimengerti oleh jemaat dan worship leader untuk memulai sebuah lagu.

Berikut ini beberapa contoh open chord yang sering digunakan dalam ibadah di GBI

Medan Plaza:

179
Departemen musik selalu mengadakan jadwal khusus untuk melatih lagu-lagu baru atau
lagu lama yang belum pernah dibawakan sebelumnya untuk kemudian menjadi repertoar dalam ibadah.
180
Tim musik di GBI Medan Plaza tidak dibentuk secara permanen terdiri dari personil (imam
musik) yang sama dalam setiap ibadah, melainkan setiap imam musik dirotasi dan saling bertukar
rekan pelayanan. Sehingga gereja ini berusahanmemiliki standarisasi musik dan kapabilitias imam
musik yang sama agar ketika mendapat rekan imam musik yang berbeda dapat bermain dengan baik.
Selain itu juga untuk mencegah persaingan antara tim musik yang satu dengan yang lain dan
mereduksi sikap sombong seorang imam musik terhadap tim musik yang lain.

175
1. Open chord I-IV/I-I-IV/I

2. Open chord I-iv/I-I-iv/I

Open chord tidak selalu harus dimainkan seperti contoh di atas, seorang worship

leader adakalanya hanya meminta imam musik memberinya bunyi dari nada dasar

yang ia inginkan lalu langsung saja bernyanyi. Open chord sifatnya hanya sebagai

sebuah “pengantar mudah” untuk worship leader memulai sebuah lagu penyembahan,

sehingga sifatnya sangat fleksibel. Jika imam musik memberi nada dasar yang

diingikan worship leader dengan tepat, sebenarnya sudah memberi landasan harmoni

bagi worship leader untuk bernyanyi, tanpa harus memainkan pola open chord.

Namun dalam prakteknya tentu tidak estetis mengiringi sebuah nyanyian tanpa

diiringi terlebih dahulu dengan sebuah introduksi.

176
3. 13. Slash Chord

Dalam musik populer sebuah slash chord atau slashed chord, juga disebut

coumpound chord adalah sebuah akor yang bas nya di mainkan pada root yang

berbeda atau merupakan balikan (inversion) yang ditandai dengan penggunaan garis

miring (slash) dan nada bas ditulis setelah huruf akor sebenarnya (root). Sebagai

contoh akor slash chord dalam C Mayor dalam balikan kedua (2 nd inversion)

dituliskan seperti ini ditulis seperti ini C/G yang dibaca “C slash G” atau “C over G”.

Dalam permainan piano, tangan kanan memainkan akor C sedangkan tangan kiri

berada di nada G atau jika dalam permainan combo band maka pemain bas akan

berada di nada G sedangkan alat musik lain memainkan akor C. Jika nada B

merupakan bas maka akan ditulis C/B (membuat akor C Mayor tujuh dalam balikan

ketiga) yang dibaca “C slash B” atau “C over B”.

Dalam musik populer, di beberapa aransemen yang khusus terdapat nada-nada

yang kadang kurang penting dari nada yang lainnya, slash chord umumnya digunakan

ketika sebuah nada bas yang ingin didengar secara spesifik. Sebagai contoh pada

progresi akor I-V-vi, dengan mengganti tingkat iii dari tingkat akor V pada bas, skala

progresi yang menurun telah dibuat dengan bas tersebut. Contohnya, dalama tangga

nada G Mayor akan menjadi akor seperti G-D/F#- Em. Progresi itu berarti garis bas

nya bergerak turun menjadi G-F#-E. Jenis slash chord demikian mengandung nada-

nada yang menjadi diatonal. Slash chord merupakan teori musik dalam teori musik

177
tradisional disebut dengan figured bass, dan telah digunakan sejak jaman musik barok

dengan dilambangkan melalui angka-angka. Namun dalam musik populer dilakukan

perubahan penulisan untuk lebih menyederhanakan dan lebih mudah dimengerti

kalangan non akademi.

Contoh 17.

Musik Kristen kontemporer merupakan genre musik yang berasal dari tradisi

musik rakyat (folk music) yang kemudian menjadi populer di Nashville, Amerika

Serikat. Sehingga ketika lagu-lagu tersebut mulai ditranskrip maka tidak terlepas

menggunakan konsep-konsep transkrip dalam teori musik populer seperti penggunaan

slash chord salah satunya. Termasuk dalam musik yang digunakan di GBI Medan

Plaza, penggunaan slash chord merupakan cara untuk “memperkaya” harmoni

termasuk pemakaian akor-akor mayor 7 dan 9 yang cenderung digunakan dalam

pujian dan penyembahan sehingga musik yang dihasilkan terdengar lebih memiliki

nuansa jazzy.

178
3. 14. Karakteristik Progresi Akor

Dalam lagu-lagu pujian maupun lagu penyembahan yang digunakan dalam

GBI Medan Plaza khusunya terdapat beberapa kecenderungan pola harmoni yang

banyak muncul dan sangat umum digunakan. Kecenderungan pola harmoni tersebut

kemudian menjadi ciri khas gerak langkah harmoni dalam musik yang dimainkan di

GBI Medan Plaza. Gerak progresi akor tersebut membentuk sebuah pola-pola yang

sering digunakan dalam lagu-lagu penyembahan, sehingga menjadi karakter musik

gereja Kharismatik.

Kecenderungan tersebut diakui oleh Bapak Pdp.Obed Sembiring. Ia

mengatakan, karena nada dasar dalam musik hanya tujuh ditambah lima nada dasar

aksidental, sehingga kecenderungan itu bisa saja terjadi, sama halnya dalam musik

sekuler juga terjadi hal yang sama. Dalam musik gereja kecenderungan tersebut

semakin tampak sama karena, dalam lagu penyembahan progresi akor tersebut

cenderung dimainkan dalam irama yang sama, yaitu ballad. Sehingga struktur

harmoni dalam setiap lagu dapat dengan “mudah” ditebak arah dan tujuan progresi

akor-nya, kecenderungan tersebut seperti beberapa contoh berikut:

3. 14. 1. Progresi Akor I-V/VII-vi-V-IV-iii-ii-V-I

Saya menemukan banyak kecenderungan progresi akor yang selalu muncul

dan menjadi semacam “ciri khas” progresi akor melalui musik yang digunakan dalam

ibadah. Bagi imam musik yang telah memiliki kemampuan musikal yang baik, ia akan

179
dengan mudah mengiringi seorang worship leader walaupun imam musik tersebut

belum mengenal lagu tersebut sebelumnya. Karena kecenderungan pola progresi akor

ini, seorang imam musik yang bernama Hengky Bangun pada instrumen bas

mengatakan kepada saya “musik gereja itu mudah, progresi akornya hampir sama dan

begitu-begitu saja”. Salah satu progresi akor yang cenderung muncul adalah yang

dikenal dengan breaking down. Pola akor breaking down merupakan progresi akor

dengan figured bass yang bergerak turun dari—saya gunakan istilah—‘atas’ menuju

‘bawah’. Dalam angka Romawi pola harmoni breaking down tersebut ditulis I-

V/VII-vi-V-IV-iii-ii-V-I atau misalnya saya gunakan dalam tangga nada G Mayor:

G-D/F#-Em7-D-C-Am7-D-G dan dalam Nashville Number System 1-5/7-6m7-5-4-

2m7-5-1 seperti terdapat pada contoh lagu berikut:

Contoh 18. Dari Semula (S’mua Baik) Oleh: Tommy Widodo & Budy H

Progresi akor dalam kutipan lagu di atas merupakan langkah figured bass yang

langkahnya bergerak dari tingkat 1-7-6-5-4-3-2-5-1. Berikut ini bentuk dari harmony

shape progresi akor break down:

180
Contoh 19.

Dari garis figured bass di atas kita dapat melihat gerak langkah progresi akor turun

dan turun, lalu kemudian bergerak naik pada ketukan ketiga di birama keempat. Pola

harmoni yang demikian dimainkan dalam tangga nada yang hanya ‘lazim’ di GBI

Medan Plaza yaitu C-D-E-F-G-A-Bb.

Progresi akor break down juga sering digunakan untuk mengiringi doa berkat

(doa pulang) yang dimainkan dengan dinamik yang berangsur-angsur keras, dimulai

oleh piano dan string pad lalu secara perlahan drum dan bas mulai ikut bermain.

Progresi akor tersebut akan di ulang-ulang selama doa tersebut masih dipanjatkan.

Ketika doa hampir selesai piano dan string pad kembali bermain lembut namun

dengan progresi akor langkah setengah (half step) yang juga dimainkan dengan

dinamik yang makin keras (cressendo) secara dramatis.

3. 14. 2. Progresi Akor IV-IV/V-iii-vi-ii-V-I

Progresi akor dengan suspended figured bass pada tingkat sub-dominan dan

akor bergerak ke tingkat dominan merupakan pola yang juga sering digunakan dalam

musik di ibadah. Saya merefleksikan progresi akor ini sebagai sebuah gambaran

181
progresi—saya meminjam istilah yang digunakan Paul Cooper dalam bukunya

Perspective in Music Theory—sebagai dramatic gesture music harmony. Sebuah lagu

penyembahan yang menggunakan progresi akor akan menggunakan warna (color)181

suara yang berbeda seperti string dan French horn. Pemakaian suara-suara tersebut

oleh imam musik yang melayani sebagai filler menciptakan suasana yang dramatis.

Pola progresi akor ini banyak ditemukan dalam musik-musik populer di

musik Barat, yang beberapa orang mendengarnya sebagai progresi akor yang mellow

atau ballad. Dalam lagu penyembahan, progresi akor ini akan dimainkan secara

berangsur-angsur semakin keras hingga mencapai titik tertinggi menggunakan suara-

suara string yang dimainkan dengan garis-garis melodi yang diimprovisasi

berdasarkan pola harmoni lagu tersebut. Peranan imam musik sebagai filler yang

memainkan warna-warna suara string serta menggunakan akor-akor tujuh dan

sembilan juga nada-nada singgah (passing note) sangat mempengaruhi sebuah lagu

penyembahan menjadi lebih terdengar seperti sebuah string orkestra dalam musik

simfoni populer karya-karya David Foster.

181
Color merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan penggunaan kombinasi
berbagai alat musik.

182
Contoh 20. Selidiki Aku (T’lah Kulihat) Oleh: Sari Simorangkir

Dari garis figured bass pada contoh di bawah kita dapat melihat gerak langkah

progresi akor, dan pada ketukan ketiga birama kedua figured bass ditahan sedangkan

akor bergerak ke dominan.

Contoh 21.

3 14. 3. Progresi Akor I-VIIb-IV/vi-iv/vib-I/V-V-I

Kecenderungan progresi akor ini seakan-akan memberi kesan “klimaks”

dalam sebuah lagu penyembahan, walaupun jika dilihat kontur progresi harmoni

turun (breakdown) dimana akor pada tingkat tonik tiba-tiba turun satu langkah (whole

step). Biasanya progresi akor ini tidak langsung dimainkan pada bagian-bagian awal

refrain lagu, namun akan dimainkan ketika pukulan drum pada puncak penyembahan

183
(Lihat keterangan pada bab 2 tentang perubahan pukulan drum dalam penyembahan).

Beberapa lagu penyembahan tidak menggunakan progresi akor I-VIIb-vib-

v/vib-I/V-V-I, namun tim musik GBI Medan Plaza sedikit memberi sentuhan

kreativitas terhadap beberapa lagu yang cocok menggunakan progresi akor ini.

Seperti pada lagu di bawah ini.

Contoh 22. Agung dan Mulialah NamaMu (NN)

Dari garis figured bass pada contoh di bawah kita dapat melihat gerak langkah

progresi akor pada birama ke 5, dari tingkat tonik turun satu langkah ke bawah (whole

step) kemudian turung setengah langkah (half step) menggunakan akor slash chord

hingga ke tingkat dominan dan diakhiri kembali ke tingkat tonik. Seperti pada

transkrip berikut:

184
Contoh 23.

3 14. 4. Progresi Akor IV-vi-VIIb-V-I

Karakteristik progresi akor IV-vi-VIIb-V-I juga sering ditemukan dan menjadi

sangat familiar dikalangan imam musik dalam pelayanan ibadah. Walaupun

kecenderungan penggunaan progresi akor ini juga tidak selalu di jumpai dalam

sebuah lagu penyembahan, namun sekali lagi beberapa imam musik dan tim musik

mengaplikasikan progresi akor ini kedalam banyak lagu pujian dan penyembahan

sebagai bentuk kreativitas. Berikut ini merupakan salah satu contoh lagu

penyembahan yang memiliki progresi akor IV-vi-VIIb-V-I sebagai berikut:

185
Contoh 24. Bapa Engkau Sungguh Baik (NN)

Dari garis figured bass pada contoh di bawah kita dapat melihat gerak langkah

progresi akor lagu penyembahan yang sering menggunakan tingkat VIIb sebelum

menuju tingkat dominan dan diakhiri pada tingkat tonik, seperti berikut ini:

Contoh 25.

186
BAB IV

IBADAH KONTEMPORER DI GBI MEDAN PLAZA: KAJIAN


STRUKTUR, KONTEKS DAN FUNGSI SOSIAL

4. 1. Etnografi GBI Medan Plaza

Medan Plaza merupakan pusat perbelanjaan yang berada dilokasi strategis di

wilayah Kota Medan. Pusat perbelanjaan yang tergolong sebagai Plaza tertua di

Medan telah berdiri sejak dekade 80-an, plaza ini sempat mengalami kebakaran,

namun masih dapat digunakan hingga sekarang. Banyak pihak menganggap bahwa

Medan Plaza masih tetap menjadi tujuan berbelanja penting dan dapat bersaing

dengan Plaza lain yang lebih baru, modern, dan lebih mewah seperti Plaza Medan

Fair, dan juga berada hanya beberapa ratus meter, dari Medan Plaza.

Medan Plaza masih tetap ramai dikunjungi hingga saat ini, tidak lain karena

plaza ini diuntungkan dengan adanya gereja yang terletak di lantai 6 dan 7. Artinya

plaza ini tidak perlu promosi agar dikunjungi oleh masyarakat untuk berbelanja,

dengan jumlah total jemaat gereja yang mencapai 40 ribu orang dan tentu memberi

dampak langsung terhadap penjualan di pusat perbelanjaan ini. Karena biasanya

sepulang ibadah jemaat akan menyempatkan diri untuk setidaknya berbelanja atau

singgah di restoran cepat saji yang tersedia. Jika tidak demikian “mungkin” plaza ini

akan mengalami nasib yang sama dengan plaza-plaza yang hampir seusia dengannya

seperti Olympia Plaza dan Perisai Plaza, Sinar Plaza yang telah lebih dulu “mati

suri”.

187
Lokasinya yang mudah dijangkau dari berbagai arah di Kota Medan dan

dilewati oleh banyak armada angkutan kota, membuat plaza ini semakin menjadi

pilihan tujuan belanja bagi banyak orang. Selain itu pihak pengelola plaza ini juga

terus memperhatikan kebutuhan pengunjung dengan memperbaiki fasilitas dan sarana

yang kondisinya telah tua termakan usia, seperti lift, eskalator, toilet, AC, dan

sebagainya, agar pengunjung merasa nyaman berkunjung di Medan Plaza.

Gambar 17. Pusat Perbelanjaan Medan Plaza


(Sumber : www.medanku.com)

Berada di Kecamatan Medan Baru tepatnya di Jalan Iskandar Muda No.321,

Medan Plaza dikelilingi oleh masyarakat yang berdiam di kawasan tergolong

ekonomi menengah ke atas. Kawasan Medan Plaza dan sekitarnya merupakan

wilayah yang mayoritas didiami oleh etnis Tionghoa di sepanjang jalan Orion, Gatot

188
Subroto, Nibung Raya dan sebagainya, sedangkan di wilayah Medan Baru merupakan

tempat yang banyak didiami oleh etnis Batak dan Melayu dan Minang dan lain-lain.

Sehingga kita akan menemui berbagai etnis yang datang beribadah di GBI Medan

Plaza, seperti Tionghoa, Tamil, Batak, Jawa, Melayu, Nias, Karo, dan sebagainya.

Sebagai gereja nasionalis, GBI Medan Plaza tidak memandang suku dan ras.

Dalam GBI tidak ada yang namanya “tembok” kesukuan, tidak ada pribumi dan non-

pribumi, tidak ada minoritas dan mayoritas. Semua adalah mahluk Allah yang sama

nilainya dan dikasihi Tuhan Yesus (Yohahes 3:16 dan Roma 5:8), sehingga gereja ini

memiliki kesatuan sosiologis. Menurut Hendropuspito182 yang pertama adalah

kesatuan sosiologis yang tertua yaitu kesatuan manusia-manusia didirikan atas unsur-

unsur kesamaan, misalnya sama-sama sebagai penganut Kristen Kharismatik dalam

wadah GBI Medan Plaza.

Kesatuan yang kedua adalah kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi

yang sama. Artinya di dalam tubuh GBI Medan Plaza terdapat rasa persaudaraan

karena mempunyai pandangan hidup yang sama, yaitu Kharimatisme. Tetapi rasa

persaudaraan ini rapuh, karena orang tidak saling mengenal. Terutama karena jemaat

khusus GBI Medan Plaza terlalu besar, hingga mencapai ± 15.000. Seperti yang

disampaikan oleh Wilfred J. Samuel dalam teori kecenderungan gereja Kharismatik,

dimana salah satunya adalah pola gereja yang super-besar (mega church) juga terjadi

di GBI Medan Plaza. Terlebih lagi gereja ini sedang membangun gereja dengan

182
Hendropuspito,O.C. Sosiologi Agama,Penerbit Kanisius,Yogyakarta.1983.,hlm.52

189
kapasitas 15.000 tempat duduk di Sumatera Resort, maka gereja label mega church

semakin melekat di gereja ini.

Gambar 18. GBI Sumatera Resort tempat ibadah pengganti GBI Medan Plaza
(Sumber: Tim pembangunan GBI Sumatera Resort)

Yang ketiga adalah kesatuan iman keagamaan. Diantara kesatuan sosiologis, kesatuan

iman keagamaan adalah kesatuan yang tertinggi yang dapat dikenal manusia di dunia

ini. Sebab dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya

saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimasi yang terdalam

dengan sesuatu yang tertinggi (ultimate) yang dipercayai bersama. Dalam hal ini

jemaat GBI Medan Plaza menjumpai sesamanya dalam suatu “kepercayaan bersama”

(een gemeenschappelijk geloven) dimana semua, masing-masing dan bersama-sama

menyerahkan diri kepada “yang tertinggi” serta dalam mengalami kebersamaanya

dalam iman bersama merasakan kebahagiaan yang tertinggi. Karena itu dalam

persatuan ini penganut kekristenan Kharismatik umumnya selalu mencari sesamanya

190
yang seiman, karena hanya di dalam jenis kesatuan yang seiman, manusia dapat

mengungkapkan perasaan yang terdalam dan terkuat.

4. 1. 1. Perangkat Pendukung Ibadah

Suatu ibadah yang memusatkan kepada musik sebagai sarana ibadah pujian

dan penyembahan membutuhkan hardware atau perangkat keras yang baik. Karena

puji-pujian merupakan korban bagi Tuhan, maka harus digunakan juga alat-alat

musik yang baik, sound system, multimedia, yang baik pula. Tentu setelah mengalami

pertumbuhan jemaat yang besar, GBI Medan Plaza juga mengalami pemulihan dalam

hal keuangan, sehingga gereja ini diberkati dan mampu menyediakan perangkat

pendukung ibadah yang cukup mewah. Misalnya karena kapasitas gedung yang

cukup besar, jarak jemaat yang cukup jauh untuk melihat pengkhotbah yang berada di

altar, maka gereja ini menggunakan kamera video183 dan menampilkan aktivitas

ibadah melalui layar lebar dan televisi layar datar yang dilekatkan di posisi-posisi

strategis. Melalui tiga kamera video tersebut jemaat dapat melihat suasana ibadah

secara menyeluruh, melihat tim musik memainkan alat musik dengan jelas dan dapat

melihat pengkhotbah yang tidak tampak dengan jelas melalui pandangan mata secara

langsung karena jarak yang jauh terutama oleh jemaat yang berada di balkon.

183
Pelayanan yang melayani sebagai cameraman disebut sebagai pelayanan multimedia.

191
Gambar 19. Pelayanan multimedia sebagai cameraman
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza juga selalu dilengkapi dengan laptop yang

berfungsi menampilkan lirik-lirik lagu yang sedang dinyanyikan, menampilkan ayat-

ayat Alkitab yang dibaca oleh penghkhotbah, juga menampilkan gambar-gambar latar

yang sengaja memiliki tema-tema religius, menampilkan powerpoint yang telah

disiapkan oleh pendeta sebagai perangkat pendukung saat khotbah, menampilkan

film-film pendek yang sengaja diputar untuk menggugah agar iman jemaat semakin

kuat, menampilkan pengumuman warta sepekan jemaat seperti pelaksanaan baptis

selam, seminar kesehatan, jadwal audisi choir, musisi, kegiatan gereja dan

sebagainya, yang ditampilkan melalui powerpoint maupun video oleh pembaca warta

sepekan, juga berisi pesan gembala (pastoral message) oleh Gembala Pembina Pdt.

DR. Ir Niko Njotorahardjo dari GBI pusat di Jakarta

192
Alat-alat musik yang digunakan juga akan mendukung pelayanan dengan

baik, sehingga tidak terkecuali gereja ini juga harus memiliki alat musik yang lengkap

dan sangat baik, seperti: drum set, piano, synthesizer, gitar bas, gitar elektrik, conga,

dan kadang ditambah instrumen tambahan seperti saxophone dan gitar akustik dan

sebagainya. Instrumen yang digunakan merupakan instrumen yang berasal dari Barat,

penggunaan instrumen Barat bukan sebagai tindakan yang ingin ke-Barat-Baratan,

tetapi memang budaya Kharismatik merupakan budaya yang berasal dari Amerika.

Alkitab menulis dalam kitab Mazmur 150:3 “Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala,

pujilah Dia dengan gambus dan kecapi”. Dalam konteks sekarang gambus dan kecapi

digantikan oleh alat musik yang lain.

Selain itu sebagai gereja yang memiliki tujuan memulihkan pondok Daud

dimana didalam ibadahnya sangat “kental” dengan musik, maka sound system184

merupakan perangkat yang penting dalam usaha menghasilkan suara musik yang

baik, jernih dan berkualitas. Untuk itu GBI Medan Plaza menyediakan perangkat

audiosystem yang terbaik dengan harga milyaran rupiah yaitu dari produk Electro

Voice (EV) sebagai pendukung untuk menghasilkan bunyi musik yang baik.

Perangkat sound system tersebut diletakkan di “titik-titik” yang strategis sehingga

dapat dengan baik di dengar jemaat. Untuk perangkat dengan ukuran lebih kecil

dilekatkan di langit-langit sisi kiri dan kanan tepat di atas barisan bangku jemaat.

Sementara perangkat sound system yang berupa rangkaian loudspeaker—dalam

184
Pentingnya gereja ini untuk menghasilkan musik yang terbaik, maka di GBI Medan Plaza
terdapat pelayanan yang khusus sebagai pelayanan sound system. Pelayanan sound system juga berada
dibawah wewenang dari Departemen Musik.

193
istilah sound system disebut line arai— tergantung kokoh di atas tepat dibagian depan

altar. Ketika saya tanyakan kepada Bapak Obed Sembiring, mengapa gereja ini harus

mengeluarkan dana yang sangat besar dengan menggunakan perangkat sound system

yang demikian “mewah” hanya untuk sebuah ibadah?. Beliau mengatakan bahwa ia

kurang menyukai istilah mewah atau megah, tetapi beliau lebih menyukai dengan

istilah perangkat sound system yang “terbaik”.

Gambar 20. Perangkat sound system line arai yang digunakan


dalam ibadah di GBI Medan Plaza.
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Ada dua alasan mengapa gereja ini menggunakan perangkat yang terbaik tersebut.

Pertama alasan teologis, karena gereja ini tidak ingin setengah-setengah memberi

bagi Tuhan. Gereja ini selalu ingin memberikan yang terbaik dalam menyembah

Tuhan, karena Tuhan telah memberkati gereja ini dengan jumlah jemaat yang terus

194
bertambah. Secara Alkitabiah gereja ini belajar dari Firman Tuhan, bahwa Tuhan

tidak berkenan atas persembahan lembu yang bercacat yang diberikan kepada-Nya.

Kedua alasan ekonomis, secara ekonomis akan dapat digunakan dalam jangka waktu

yang lama karena memiliki suara dan kualitas yang baik.

Sound system yang baik, tentu juga harus didukung oleh alat musik yang baik.

Sehingga gereja ini melengkapi peralatan combo band dengan alat musik yang

terbaik dan digunakan juga oleh musisi-musisi profesional dalam musik-musik dunia,

seperti Yamaha Digital Piano S90ES, Korg Trinity Synthesizer beserta Soundmodule,

Aviom monitor, Ibanez Guitar USA, Fender 5 Strings Bass USA, Conga Perkusi, DW

Drum Set 5000 Series USA Expert Edition dan sebagainya. Alat musik yang

digolongkan terbaik dalam musik-musik sekuler juga digunakan oleh gereja ini.

Menurut Bapak Obed, “Dunia” saja sanggup menyediakan yang terbaik bagi musik

sekuler, gereja juga harus bisa memberi yang terbaik bagi Tuhan”. Dunia185 saja

memiliki standar, begitu juga gereja harusnya bisa lebih baik dari “standar dunia”.

“Jadi mengapa GBI Medan Plaza tidak memberikan contoh yang baik kepada

dunia?”.

Sementara itu Pdt. R. Bambang Jonan selaku Gembala Pembina mengatakan

“GBI Medan Plaza beda dengan gereja-gereja yang lain dan tidak mau biasa-biasa

185
Kata “dunia” disini memiliki konteks sebagai semua aktivitas yang berada di luar lingkup
gereja yang memiliki kehidupan rohani. Bukan dunia dalam arti harafiah yakni seluruh bangsa di
bumi.

195
saja”.186 Menurut Beliau, dunia saja tidak mau menjadi yang biasa-biasa dan selalu

melakukan yang berbeda dan agar menjadi yang terdepan. Secara Alkitabiah memang

tidak diharuskan sebuah gereja menyediakan peralatan musik ataupun perangkat

sound system yang tergolong mewah. Bagaimana dengan gereja-gereja Kharismatik

yang hanya memiliki perangkat audio seadanya atau bahkan mungkin tidak “nyaman”

ditelinga jemaat, tidak memiliki peralatan multimedia, tidak memiliki peralatan

combo band dan sebagainya? Bapak Obed Sembiring mengatakan, secara teologis hal

tersebut tidak menjadi masalah dihadapan Tuhan, karena Tuhan melihat hati jemaat

yang menyembah kepada-Nya bukan melihat perangkat sound system yang digunakan

untuk menyembah kepada-Nya. Tetapi bagi gereja yang telah diberkati Tuhan sudah

selayaknya juga mengembalikan apa yang diberikan Tuhan dengan memberi yang

terbaik untuk kemuliaan Tuhan. Menurut Bapak Obed Sembiring, GBI Medan Plaza

menggunakan semua perangkat-perangkat seperti di atas bukan untuk “pamer”

kepada gereja-gereja lain, melainkan agar nama Tuhan tetap dimuliakan.

Saya melihat penggunaan perangkat sound system yang terbaik ini menjadi

“nilai lebih” yang dimiliki oleh GBI Medan Plaza untuk membuat telinga jemaat

merasa “nyaman” tadi, sehingga banyak orang merasa senang untuk datang beribadah

di gereja ini. Seperti saya pernah berbincang dengan seorang jemaat pemuda dan juga

seorang instruktur musik bernama Ari Hutabarat. Ia menanggapi tentang perangkat

sound system ketika beribadah di GBI Medan Plaza, ia mengatakan, “Saya seperti

186
Disampaikan dalam Seminar Misi dengan tema “Mission in Modern World” pada tanggal
19 Januari 2011 di GBI Medan Plaza lantai 6.

196
mendengar CD di rumah, semuanya terdengar jelas, soft dan balance” ujarnya.

Dengan perangkat sound system yang demikian baik untuk ukuran sebuah

gereja, dengan kejernihan bunyi musik yang dihasilkan tentu diikuti dengan

kenyamanan lain yang dimiliki oleh GBI Medan Plaza yang letaknya menyatu satu

gedung dengan pusat perbelanjaan, yaitu penyejuk udara (air conditioner). Tidak

seperti gereja-gereja tradisional secara umum yang tidak menggunakan penyejuk

udara, GBI Medan Plaza dengan kapastitas yang besar, dan ventilasi yang minim

sangat membutuhkan perangkat pendukung ibadah berupa penyejuk udara dengan

kapasitas besar juga. Ini juga merupakan salah satu nilai lebih yang dimiliki oleh

gereja-gereja Kharismatik yang selalu berusaha memiliki penyejuk udara dalam

gereja, sangat berbeda dengan gereja-gereja tradisional yang lebih memilih

menggunakan ventilasi udara yang lebar. Walaupun saya menemukan “beberapa”

gereja tradisional mulai menerapkan penggunaan penyejuk udara, namun masih

sangat terbatas jumlahnya di Kota Medan.

Selain menggunakan penyejuk udara, bangku yang digunakan di GBI Medan

Plaza tidak seperti bangku yang terdapat di gereja-gereja tradisional yang

menggunakan kayu dan berukuran panjang. Di gereja ini jemaat duduk di bangku

yang sengaja dibuat nyaman dengan menggunakan bangku seperti dalam gedung-

gedung seminar, dengan menggunakan salah satu produk produsen furniture terkenal

Chitose yang membuat jemaat dapat tahan duduk dengan durasi ibadah 2-3 jam.

Bangku tersebut dapat dirangkai saling terkait antara satu dengan yang lain, sehingga

tetap memberi kesan rapi dan teratur. Terlebih lagi dinding gereja ini dilapisi oleh

197
wall paper warna coklat dan krim yang lembut. Sebuah pemandangan desain interior

yang bisa dikatakan sedikit “asing” bagi sebagian jemaat gereja tradisional.

Jemaat gereja tradisional sudah terbiasa dengan suasana gereja yang tercipta

dibenak mereka sejak dini, bahwa gereja memiliki lonceng, jendela yang besar,

halaman yang luas, gereja tidak berada di mall atau berada tujuh lantai diatas

permukaan tanah, dan sebagainya. Ruangan ibadah didesain sedemikian rupa agar

tercipta citra gereja yang modern, sehingga kehilangan kesan “sakral”. Menurut Pdt.

DR. Ir Niko Njotorahardjo telah terjadi perubahan paradigma terhadap gereja di

millennium kedua ini. “Gereja tidak perlu membangun citra sakral, karena gereja itu

tidak berbicara tentang gedung, melainkan Kristus lah gereja yang sesungguhnya”.

Kesan modern selain karena perangkat sound system yang terpajang megah,

perangkat multimedia yang canggih, juga dilengkapi oleh perangkat lighting dengan

aneka warna yang tergantung tepat didekat line arai. Saya tidak melihat penggunaan

lighting aneka warna tersebut dalam ibadah setiap minggunya. Tetapi menurut

petugas yang melayani dalam bidang sound system bahwa perangkat tersebut biasa

digunakan pada ibadah-ibadah perayaan seperti Natal atau ketika konser-konser

musisi rohani yang melakukan acara khusus di gereja.

Demikian juga dengan desain latar panggung (backdrop) dibuat menyerupai

sebuah dinding yang memiliki sedikit hiasan pilar-pilar berwarna emas, dipadukan

dengan motif serat kayu yang kemudian tertulis kalimat-kalimat di bagian kiri dan

kanan bagian atas backdrop yang berasal dari kutipan Alkitab. Serta dibagian bawah

terdapat sebuah salib dan disisinya terpajang spanduk tentang salah satu program

198
gereja, yaitu Operation 5:9187. Juga terdapat beberapa spanduk yang sengaja dipajang

disisi kiri dan kanan bangku jemaat, tentang tema sepanjang tahun, juga tema-tema

lainnya seperti Joshua Generation, Tahun Yahudi 5771 (Ayin Aleph) dan sebagainya.

Bagian sisi kiri altar dari pandangan jemaat juga acap kali dijadikan tempat spanduk

ukuran besar dipajang ketika perayaan-perayaan hari besar diperingati oleh gereja ini.

Sehingga setiap saat desain dari panggung dapat saja berbeda dari ibadah-ibadah yang

akan datang. Perangkat alat musik combo band terletak di sisi kiri panggung atau

disebut house right stage left, hal ini dilakukan agar ketika imam musik atau Pendeta

yang memberikan fingering code dapat terlihat dengan baik, karena umumnya imam

musik menggunakan tangan kiri untuk menyampaikan kode-kode jari tersebut.

Bentuk panggung yang digunakan dalam seni pertunjukan disebut sebagai Thurst

Stage, Stage atau altar jenis ini memberikan kesan luas kepada penonton di ketiga

sisi yang terhubung ke area belakang panggung (backstage) yakni up stage) Thrust

stage memiliki kelebihan dimana penonton dan pemain memiliki kedekatan lebih .

Gambar 21. Stage direction


(Sumber: www.wikipedia.com)

187
Program gereja melakukan penginjilan dan diakonia terhadap suku-suku terdalam di Pulau
Sumatera. Angka 5:9 diambil dari kitab Wahyu 5:9

199
Dengan desain gereja sedemikian rupa, dilengkapi berbagai perangkat yang

lebih cenderung familiar digunakan dalam bisnis pertunjukan hiburan (showbiz)

daripada digunakan dalam gereja yang dikenal selama ini, telah memberi dan

membuka pandangan jemaat-jemaat simpatisan188 bahwa salah satu ciri-ciri gereja

yang modern adalah gereja yang mampu melakukan kontektualisasi dengan tetap

mengutamakan Firman Tuhan di atasnya. Sehingga pemakaian perangkat-perangkat

pendukung dengan berbagai kecanggihan dan fungsinya tersebut telah merubah wajah

gereja yang dikenal selama ini dan tentu sangat mempengaruhi terhadap jalannya

ibadah itu sendiri. Secara sederhana, masuknya teknologi seperti laptop dan infocus

dalam sebuah ibadah jelas telah mempengaruhi pola ibadah dan jemaat itu sendiri.

4. 1. 2. Pelayanan Yang Terlibat Dalam Ibadah

Sebuah ibadah yang akan dilaksanakan setiap hari minggu, bukanlah ibadah

yang dipersiapkan hanya beberapa jam sebelumnya. Melainkan merupakan sebuah

proses yang berlangsung beberapa hari sebelumnya serta melibatkan banyak orang

dari beberapa departemen. Hal ini agar ibadah tersebut dapat berjalan baik dan

dikatakan “sukses”. Secara bergantian setiap minggu Departemen Doa GBI Medan

Plaza dan dari berbagai gereja cabang yang juga berada dibawah penggembalaan GBI

Medan Plaza melakukan doa keliling. Doa keliling adalah doa yang dilakukan di atas

kendaraan (mobil) dengan mengitari Kota Medan, juga mengitari wilayah dimana

188
Jemaat simpatisan adalah jemaat yang tidak resmi terdaftar sebagai jemaat tetap di gereja,
melainkan hanya datang beribadah sesekali sebagai simpatisan dalam beribadah.

200
gereja tersebut berada dan berdoa bagi lingkungan di sekitar gereja. Di dalam mobil

dengan menggunakan gitar, tamborin beberapa orang pendoa menaikkan lagu pujian

dan penyembahan dan berdoa bagi keamanan Kota Medan, berdoa untuk

Pemerintahan, berdoa untuk jiwa-jiwa yang akan datang beribadah ke gereja, berdoa

untuk roh-roh jahat dan penguasa-penguasa di udara (iblis) agar tidak berusaha

mengganggu jalannya ibadah.

Doa keliling juga merupakan sebuah peperangan rohani yang dilakukan untuk

mengusir roh-roh jahat yang ada dilingkungan gereja tersebut berada. Selain itu setiap

pengerja juga melakukan doa pada pertengahan minggu (pada hari rabu malam) yang

disebut dengan KTM (Kebaktian Tengah Minggu) yang tujuannya berdoa untuk

kelancaran ibadah yang akan dilaksanakan pada hari minggu yang akan datang dan

terhadap jumlah kehadiran jemaat.

Departemen musik juga telah melakukan persiapan ibadah dengan melakukan

latihan musik, yang biasa dilakukan sebelum ibadah hari minggu dilaksanakan.

Mulai dengan pemilihan lagu yang akan dibawakan, mungkin melakukan sedikit

aransemen pada lagu pujian, atau melakukan medley beberapa lagu, merupakan hal-

hal yang biasa dilakukan dalam persiapan ibadah. Seperti telah saya sebutkan pada

bab dua, bahwa imam musik juga sedang melakukan peperangan melawan penghulu-

penghulu di udara (iblis). Melalui musik, imam musik merupakan pembawa “senjata”

untuk melawan kuasa-kuasa kegelapan sehingga akan membawa jemaat kepada

sebuah ibadah yang penuh dengan hadirat Tuhan.

Jika ibadah yang dilakukan pada pukul 07:00 minggu pagi, maka seluruh

201
pihak yang terlibat dalam ibadah, seperti koordinator ibadah, wakil koordinator

ibadah, petugas soundman, operator multimedia (laptop), diaken/diakones, usher,189

pembaca warta, pendoa syafaat (doa pulang), singer, worship leader, guru sekolah

minggu, petugas cameraman, pendoa, imam musik pihak-pihak yang terlibat langsung

dalam ibadah harus hadir 30 menit sebelumnya untuk berdoa bersama-sama agar

ibadah dapat berjalan dengan baik. Mereka harus bersama-sama dan unity dalam

melayani Tuhan, agar ibadah tersebut berkenan di hati Tuhan. Seluruh pelayan dan

pendoa akan berdoa untuk seluruh perangkat yang digunakan dalam ibadah. Seorang

pendoa akan mengambil minyak urapan (zaitun) dan mengoleskan kepada alat musik

dan sound system yang digunakan. Hal ini bertujuan agar perangkat yang digunakan

terhindar dari kerusakan, gangguan yang akan mempengaruhi kelancaran ibadah.

4. 2. Struktur Ibadah Yang Fleksibel dan Spontan

Ibadah Ibadah di GBI Medan Plaza merupakan salah satu contoh ibadah yang

pada masa sekarang dikenal sebagai ibadah kontemporer (contemporary worship).

Ada terdapat beberapa ibadah yang dilakukan di GBI Medan Plaza, yang dapat

dibedakan berdasarkan jemaat yang menghadirinya atau berdasarkan fungsi dan

tujuan ibadah itu sendiri. Seperti ibadah pemuda dihadiri oleh anak-anak muda,

ibadah WBI (Wanita Bethel Indonesia) dihadiri oleh kaum wanita, Ibadah Raya

dihadiri oleh seluruh lapisan jemaat. Sedangkan ibadah yang tujuan dan fungsinya

189
Pelayanan yang menerima dan menyambut jemaat di pintu gereja, pelayanan ini khusus
bagi mereka yang berstatus belum berkeluarga.

202
kepada para hamba Tuhan agar menerima tuntunan oleh Gembala Sidang seperti

ibadah doa pengerja, ibadah doa puasa, ibadah menara doa dan sebagainya. Namun

semua ibadah tersebut intinya terbuka untuk umum dan lapisan.

Ibadah dilakukan dengan durasi 2 jam, 30 hingga 60 menit lebih lama

dibanding dengan ibadah pada gereja-gereja tradisional umumnya yang hanya 1

hingga 1½ jam. Dengan jumlah jemaat yang mencapai ±40.000 orang di Sumatera

Utara dan ±60% berada di Medan, sedangkan kapasitas gedung hanya memuat 3300

orang maka GBI Medan Plaza pada hari minggu mengadakan lima kali ibadah.

Dalam tulisan ini saya akan menuliskan bagaimana struktur ibadah

kontemporer tersebut dilakukan di GBI Medan Plaza. Menurut KBBI online struktur

berarti (1) cara sesuatu disusun atau dibangun; susunan; bangunan; (2) yang disusun

dengan pola tertentu; (3) pengaturan unsur atau bagian suatu benda; (4) ketentuan

unsur-unsur dari suatu benda; (5) pengaturan pola dalam bahasa secara sintagmatis.

Bila dianalisis secara struktural atau struktur umum ibadahnya, maka bisa di susun

sebagai berikut.

203
Doa, Pujian & Penyembahan
• Durasi ± 45 menit

Khotbah + Altar Call Jika Ada


• Durasi ± 60 menit

Kolekte + Baca Warta


• Durasi ± 10 menit

Pujian, Doa Syafaat + Doa Berkat

• Durasi ± 5 menit

Tabel 3. Struktur umum penyajian ibadah kontemporer


di GBI Medan Plaza

Penyajian ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza pada secara garis besar

dapat dibagi kedalam tiga bagian (lihat tabel 3). Pembagian ini didasarkan kepada

aktivitas, struktur musik, penyampaian khotbah, dan bagian penutup. Pada bagian

penyembahan (worship) worship leader menyanyikan dua lagu penyembahan (bisa

lebih atau hanya menyanyikan bagian refrain lagu ketiga). Pada bagian pujian

(praise) worship leader akan menyanyikan dua lagu (bisa lebih dengan menyanyikan

bagian refrain lagu ketiga). Pada bagian khotbah, selalu menyanyikan sebuah lagu

penyembahan (sambil mengumpulkan persembahan pertama) yang juga sebagai

pengiring ketika Pendeta berjalah menuju altar yang akan mengambil alih jalannya

ibadah, sementara worship leader akan mengambil posisi berdiri mundur beberapa

langkah dari podium. Pada bagian penutup akan dibacakan beberapa pengumuman

warta sepekan, menyaksikan video yang menampilkan pengumuman tambahan,

204
mengutip persembahan kedua, dan diakhiri doa berkat (pulang).

Walaupun struktur ibadah telah diatur berdasarkan durasi dan materi ibadah,

namun ibadah kontemporer itu sendiri sifatnya lebih fleksibel dan spontan, sehingga

sepanjang ibadah dilakukan bisa memiliki perbedaan-perbedaan dengan ibadah

dilakukan dikemudian hari, walaupun secara struktur dan durasi sama, namun jemaat

akan menemukan “kejutan’kejutan kecil” yang sifatnya berbeda dengan ibadah-

ibadah yang dilakukan secara liturgikal. Saya katakan “kejutan-kejutan kecil” karena

bisa saja dalam ibadah tiba-tiba dilakukan pemutaran film pendek, atau pengkhotbah

yang berbicara dengan topik ekonomi yang Alkitabiah yang ditampilkan seperti

sebuah seminar lengkap dengan ayat-ayat Alkitab, atau pengkhotbah yang sengaja

didatangkan dari benua lain, atau kota-kota lain di Indonesia yang bahkan baru tiba

langsung dari bandara dan datang berkhotbah di GBI Medan Plaza.

4. 2. 1. Ibadah Kontemporer Sebagai Sistem dan Struktur Kebudayaan

Sebelum saya mengarahkan sub-bab ini terhadap upacara—dalam sub-bab ini

upacara diasumsikan sebagai ibadah kontemporer—sebagai sebuah sistem dan

struktur, perlu saya ingatkan bahwa upacara merupakan salah satu wujud kebudayaan

yang terpancar dari agama. Bagi Clifford Geertz, agama merupakan bagian dari suatu

sistem kebudayaan yang lebih meresap dan menyebar luas, dan bersamaan dengan itu

kedudukannya berada dalam suatu hubungan dengan dan untuk menciptakan serta

205
mengembangkan keteraturan kebudayaan sekaligus agama.190

Walaupun pemikiran agama dikatakannya tidak semata-mata menstrukturkan

kebudayaan (baca: ibadah), tetapi agama juga dilihat sebagai pedoman bagi ketepatan

dari kebudayaan. Menurut Geertz (1973:89) kebudayaan adalah pola dari pengertian-

pengertian atau makna yang terjalin secara menyeluruh dalam simbol-simbol yang

ditransmisikan secara historis, suatu sistem mengenai konsepsi-konsepsi yang

diwariskan dalam bentuk-bentuk simbolik yang dengan cara tersebut manusia

berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikap mereka

terhadap kehidupan.191

Ibadah kontemporer dengan segala wujud kebudayaan Kharismatik di

dalamnya, dengan musiknya yang dominan merupakan wujud-wujud simbolik

agama, dalam hal ini Kristen Kharismatik. Ibadah kontemporer sebagai sebuah sistem

kebudayaan dan sistem konsepsi dipandang memiliki persamaan struktur-struktur

dinamik dan begitu juga mempunyai persamaan dalam hal asal mulanya yaitu dalam

bentuk-bentuk simbolik. Geertz berpendapat bahwa upacara (ritual), berperan untuk

mempersatukan dua sistem yang parallel dan berbeda tingkat hierarkinya dengan

meletakkannya pada hubungan-hubungan formatif dan reflektif antara satu dan yang

lain sebagaimana masing-masing dihubungkan dengan asal mula simboliknya dan

asal mula ekspresinya.

Saya memandang bahwa dua sistem yang berbeda tingkat hierarkinya yang

190
Clifford Geertz.,1973. The Interpretation of Culture, New York: Basic
191
Clifford Geertz, Ibid.,hlm.89

206
dimaksud oleh Geertz adalah Tuhan dan manusia (jemaat) yang dipersatukan melalui

sebuah komunikasi secara vertikal dan parallel dalam sebuah ibadah dengan

menggunakan musik Kristen kontemporer sebagai medianya, yang kemudian

direfleksikan oleh jemaat dalam simbol-simbol kebudayaan Kharismatik seperti

menari, melompat, bertepuk tangan, dan sebagainya dan Tuhan kemudian

menyatakan kemuliaannya dalam ibadah tersebut melalui hadirat Tuhan.

Semua bentuk seni termasuk ibadah kontemporer adalah sama keadaannya

dengan perwujudan-perwujudan simbolik lainnya, yakni “mendorong untuk

menghasilkan secara berulang dan terus menerus mengenai hal-hal yang amat

subyektif dan yang secara buatan dan polesan dipamerkan”.192

Dengan demikian, sebagai suatu keseluruhan, upacara mempunyai kedudukan

sebagai perantara simbolik, atau mungkin lebih tepat kalau disebut sebagai perantara

metafor, dalam kaitannya dengan kebudayaan dan pemikiran subyektif yang

memungkinkan bagi keduanya (ibadah dan kebudayaan) untuk dapat saling bertukar

tempat dan peranan. Agama dan ibadah adalah dua satuan yang secara bersamaan

merupakan sumber dan model keteraturan sosial (social order).

Simbol-simbol dan struktur-struktur upacara yang berfungsi untuk

menghubungkan kenyataan-kenyataan yang dihadapi dan pengalaman-pengalaman

yang dipunyai oleh manusia dengan bentuk-bentuk hubungan simbolik dan upacara

yang secara khusus berlandaskan pada kebudayaan dan kehidupan sosial dan

ekonomi, yang dengan demikian meletakkan suatu kategori yang lebih komprehensif
192
Clifford Geertz, Op.Cit.,hlm.451.

207
ke dalam suatu konsensus primordial.

Saya melihat konsep pemikiran Turner di atas, bahwa struktur-struktur ibadah

kontemporer juga memiliki fungsi untuk menjadi sarana jemaat dalam melihat fakta

dan pengalaman yang dimiliki sebagai sebuah wujud komunikasi simbolis dengan

tingkat hierarkinya lebih tinggi yang terpantul melalui kebudayaan-kebudayaan

Kharismatik berupa, gaya hidup, attitude, yang ada dalam kehidupan sosial jemaat.

Dengan mengacu kepada teori yang saya tawarkan pada bab satu, Turner

melakukan sejumlah analisa mengenai struktur upacara (ibadah) dan isi simboliknya,

dengan melakukan kajian yang berkenaan terhadap sistem dualisme dan triadisme

bahkan bisa lebih luas. Menurut Turner, sistem tersebut bersifat triadik atau segitiga

dan bersifat fleksibel menurut konteksnya. Saya kemudian mencontohkan sifat triadik

tersebut dalam ibadah kontemporer, dimana Tuhan dan manusia (jemaat) sebagai

sesuatu yang secara teologia bertentangan sifatnya, tetapi sifat yang bertentangan itu

disatukan oleh sebuah komunikasi melalui ibadah kontemporer karena ibadah

tersebut memiliki sifat dan tujuan ganda, yakni kepada Tuhan juga kepada manusia.

Hubungan antara upacara dengan struktur sosial terletak pada kesanggupan

dari ibadah tersebut untuk dapat menempatkan dirinya di atas kedudukan satuan

struktur sosial dengan melalui fase liminal atau fase anti-struktural. Sehingga,

hubungan antara ibadah dengan struktur sosial tersebut memungkinkan bagi dapat

208
tetap hidup dan menyerap ibadah tersebut dalam berbagai kegiatan sekuler yang

terstruktur yang terletak di luar konteks ibadah itu sendiri.193

4. 2. 2. Penyajian Ibadah Kontemporer

Struktur ibadah kontemporer dapat disajikan secara berbeda berdasarkan

tujuan dari ibadah tersebut. GBI Medan Plaza memiliki beberapa jenis ibadah, seperti

ibadah doa puasa, doa pengerja dan sebagainya. Namun secara umum ibadah

dilakukan dengan struktur yang sama. Sebelum ibadah dimulai pada waktu yang

ditetapkan, setiap orang yang telah terlibat dalam pelayanan harus sudah hadir di

gereja setidaknya 30 menit sebelum ibadah. Dengan mengenakan pakaian celana

hitam dan baju putih194 para hamba Tuhan yang melayani membangun mesbah

diantara sesama pelayan Tuhan dengan berdoa sebelum jemaat hadir digereja. Hal ini

dilakukan untuk mengundang Roh Kudus melalui nyanyian dan penyembahan

singkat yang dilakukan antar sesama pengerja. Setelah bernyanyi sebuah lagu

penyembahan yang diulang-ulang beberapa kali, para pengerja kemudian mulai

bermazmur dan berbahasa roh, lalu diakhiri oleh doa. Doa tersebut biasa untuk

memohon penyertaan Tuhan atas ibadah yang akan dilakukan, seperti berikut:

“Terima Kasih Tuhan Yesus atas penyertaan dan kasih karuniaMu atas
kami sepanjang minggu ini. Pagi ini hambaMu berkumpul di rumahMu

193
Victor Turner.,1974. Dramas, Fields, and Metaphors, Ithaca: Cornell University
Press.hlm.298.
194
Pakaian para pengerja yang melayani pada saat ibadah diatur setiap minggu I,II,III, IV dan
ke V berbeda-beda, misalnya minggu I hitam putih, minggu II batik, minggu ke III memakai jas (pria)
memakai blazer (wanita) dan sebagainya.

209
untuk melayani Engkau dalam ibadah sesi pertama ini. Kami berdoa
untuk anak-anakMu yang sedang dalam perjalanan menuju rumahMu
Tuhan, biarlah penyertaanMu atas mereka hingga sampai di tempat ini
dengan sukacita, dan biarlah pengurapanMu turun atas hambaMu yang
masih dalam perjalanan kerumahMu ini, yang akan menyampaikan
firmanMu, kiranya Kau pakai dia lebih lagi dalam setiap pelayan untuk
kerajaanMu, dan kiranya Roh KudusMu memenuhi setiap kami di tempat
ini. Biarlah ibadah ini berkenan dihatiMu Tuhan, supaya setiap orang
yang hadir di rumahMu pagi hari ini merasakan hadiratMu, biar setiap
anak-anakMu yang hadir Engkau perbaharui, sehingga mereka tidak sama
lagi ketika mereka pulang, anak-anakMu menjadi baru orang-orang yang
baru dan berkenan dihatiMu Tuhan. Kami juga berdoa untuk setiap imam
musik yang melayani saat ini, biarlah pengurapanMu turun atas mereka,
kami juga berdoa untuk worship leader yang memimpin pujian, biarlah
melalui setiap pujian yang dinaikkan itu berkenan dihatiMu, biar Engkau
bertahkta diatas puji-pujian kami Tuhan. begitu juga dengan semua
peralatan yang kami gunakan untuk jalannya ibadah ini Tuhan, untuk
sound system, peralatan musik, dan semua perlengkapan yang
berhubungan dengan ibadah ini, kami serahkan kedalam tanganMu
Tuhan, biarlah semua dapat berfungsi dengan baik agar ibadah dan puji-
pujian ini menjadi dupa yang harum dihadapanMu. Kami serahkan ibadah
ini kedalam tanganMu Tuhan, mari hamba-hamba Tuhan yang siap
melayani Tuhan, sama-sama kita katakan, Amin!”

Setelah selesai berdoa, mungkin ada beberapa pengumuman yang harus disampaikan

kepada para pengerja yang berkaitan dengan ibadah, misalnya persembahan

dilakukan sebanyak dua kali dan sebagainya.195 Sementara itu, worship leader akan

memberikan worship list yang berisi judul-judul lagu yang akan dibawakan sepanjang

ibadah. Jumlah lagu yang dibawakan idealnya minimal terdiri dari lima lagu, yakni

dua lagu penyembahan (worship) di awal ibadah dan dua lagu pujian (praise), dan

195
Setiap orang yang melayani pada hari itu sudah mengerti tugas masing-masing karena
daftar nama-nama hamba Tuhan yang melayani selama satu bulan telah ditetapkan melalui jadwal
pelayanan yang dibagikan setiap awal bulan.

210
satu lagu penyembahan sebelum firman Tuhan disampaikan Pendeta yang juga

sebagai pengantar bagi Pendeta saat berjalan menuju altar untuk berkhotbah. Jumlah

lagu tersebut bisa saja berubah, khususnya bila Pendeta yang berkhotbah ‘gemar’

menyanyi ditengah-tengah khotbah.

Gambar 22. Worship list (daftar lagu) yang dibagikan


kepada seluruh imam musik saat ibadah
(Sumber: Departemen Musik GBI Medan Plaza)

Tepat pada jam yang ditetapkan ibadah dimulai, para hamba Tuhan, imam musik

berada di tempat dimana ia melayani. Ibadah harus dilakukan tepat waktu sesuai

jadwal yang telah ditetapkan. Menurut Pdt. R. Bambang Jonan, ketika kita

menetapkan jadwal ibadah pada pukul 07:00 WIB berarti kita telah berjanji kepada

Tuhan bahwa tepat pukul 07:00 WIB Tuhan akan mendengar puji-pujian dari gereja

211
ini. “Tidak perlu menunggu gereja dipenuhi jemaat, walaupun tidak ada jemaat,

ibadah harus tetap dilakukan tepat waktu”, ujar Beliau.196 Ruang gereja telah dipenuhi

oleh jemaat, lalu koordinator ibadah menuju podium di altar dan mengajak jemaat

untuk bangkit berdiri dan berdoa untuk memulai ibadah. Doa diiringi dengan musik

yang lembut melalui permainan piano imam musik. Sementara setelah doa selesai,

worship leader mempersilahkan jemaat duduk kembali, namun biasanya worship

leader akan mencoba mencairkan suasana dengan mengatakan, “Sebelum Bapak/Ibu

duduk, salam di sebelah kiri dan kanan (disekitar) Bapak/Ibu dan katakan, Selamat

Hari Minggu!”.

Lagu penyembahan pertama dinyanyikan dengan diiringi oleh piano saja

dengan dinamik yang lembut, setelah itu diulang kembali kepada bait pertama,

dengan iringan seluruh tim musik dan singer (backingvocal). Lagu penyembahan ini

diiringi dengan pengulangan yang terus dilakukan ±8-10 kali. Perubahan dinamika

dan tempo sangat menentukan bagaimana sebuah lagu penyembahan itu dibawakan

oleh tim musik itu untuk menciptakan atmosfir penyembahan kepada jemaat. (lihat

pola perubahan yang dilakukan pada bab dua). Perubahan dilakukan secara bertahap

melalui variasi permaianan pemain drum. Tahap-tahap yang dilakukan dilakukan oleh

pemain drum, tentu diikuti oleh permainan piano, synthesizer dan bas yang secara

berangsur-angsur juga dimainkan semakin keras.

Jemaat tampak terlihat dengan hikmat bernyanyi mengikuti dan menghayati

196
Ibadah juga dapat dimulai walau Pendeta yang bertugas khotbah belum hadir di gereja. Hal
ini dapat saja terjadi karena ibadah diawali pada 45 menit pertama dengan lagu-lagu penyembahan dan
pujian, dan mungkin saja Pendeta tersebut masih berkhotbah di gereja cabang lain.

212
bait demi bait, ada yang bernyanyi dengan gerakan tangan, ekspresi wajah yang

meratap bahkan menangis sambil mengikuti lagu. Setelah beberapa kali pengulangan,

pada bagian ending diakhiri dengan kadens dan sorak-sorai sambil worship leader

mengajak jemaat untuk berbahasa Roh. Lalu imam musik memainkan flowing yang

mengarahkan jemaat kepada sebuah penyembahan dengan dinamik yang berangsur-

angsur keras hingga mencapai sebuah klimaks. Dan puncaknya drum berhenti yang

terdengar hanya piano dan synthesizer yang memainkan improvisasi yang dimainkan

imam musik dengan pola open chord untuk menggiring worship leader melanjutkan

lagu penyembahan kedua.

Lagu penyembahan kedua juga dilakukan dengan cara yang sama dengan lagu

pertama. Namun pada lagu kedua, worship leader bisa secara spontan tiba-tiba

melakukan medley dengan lagu-lagu lain yang tidak tercantum pada worship list.

Ketika dinamik sudah mencapai klimaks kemudian worship leader mengundang

jemaat untuk bernyanyi sambil berdiri untuk melanjutkan ibadah dengan lagu-lagu

pujian. Setelah itu lagu akan diakhiri kadens dan sorak-sorai, lalu ditutup dengan

doa, sementara imam musik tetap memainkan tema-tema lagu kedua hanya dengan

piano saja. Secara spontan juga, worship leader setelah menutup dengan doa, secara

spontan juga bisa saja mengulang kembali lagu penyembahan kedua dengan lembut

diiringi piano. Sangat fleksibel dan tergantung sepenuhnya kepada worship leader.

Setelah lagu penyembahan pertama dan kedua selesai dinyanyikan, tim musik

berhenti bermain—kecuali piano—dan worship leader akan bertanya kepada jemaat,

“Adakah diantara Bapak/Ibu yang baru pertama sekali menghadiri ibadah di tempat

213
ini (gereja ini?), tolong lambaikan tangan saudara”!. Jika ada maka para pengerja

akan datang menyalami jemaat yang baru tersebut sambil menyerahkan kartu untuk

diisi data-data jemaat yang baru tersebut, dengan tujuan memperoleh alamat, atau

nomor telepon, atau ingin dikunjungi oleh para pengerja untuk mendoakan jemaat

atau saudaranya. Sementara itu worship leader akan mengatakan kepada jemaat,

“Mari kita beri tepuk tangan buat Tuhan yang telah mengirimkan jiwa-jiwa baru

kerumah Tuhan”. Namun, jika tidak ada seorangpun jemaat yang pertama sekali

menghadiri ibadah di gereja, maka worship leader akan mengatakan kepada para

jemaat, “Biarlah kita semua ditempat ini (gereja) menjadi jemaat-jemaat yang setia

(beribadah) dihadapan Allah”.

Sebelum lagu pujian dinaikkan, Sekali lagi worship leader berusaha

mencairkan suasana dengan mengatakan kepada jemaat untuk saling tos kiri dan

kanan sambil mengatakan “Kamu umat pilihan Tuhan”. Setelah itu ibadah dilanjutkan

kepada lagu-lagu pujian, sementara jemaat tetap dalam posisi berdiri. Idealnya lagu

pujian hanya dua lagu, namun bisa juga satu atau bahkan tiga lagu.

Pada saat lagu-lagu pujian jemaat biasa melakukan gerakan-gerakan tematis

yang berhubungan dengan teks lagu yang dinyanyikan, misalnya saat menyanyikan

lagu berjudul “Anggur Baru” dibagian reff : “Anggur baru tercurah penuhi umat-Nya

dengan suka cita…ha..ha..ha”. Pada bagian ini worship leader dan jemaat akan

melakukan gerakan mengangkat kedua tangan sejajar bahu, sambil pada bagian ujung

jari melakukan gerakan seperti memercikkan air—mencurahkan—ke arah mimbar

atau jemaat lain yang ada disekitarnya. Kemudian pada reff bait kedua yang berbunyi:

214
“Minyak baru tercurah urapi umat-Nya nyata kuasa-Nya”. Sedangkan pada bagian

ini jemaat melakukan gerakan menopangkan kedua tangan kearah depan, seperti

gerakan yang akan menerima sesuatu yang telah dicurahkan. Dan kelima ujung jari

tangan kiri dan kanan dengan posisi telapak tangan terbuka keatas, seperti melakukan

gerakan memanggil.

Atau ketika menyanyikan sebuah lagu dengan teks “Ku kan terbang…tinggi di

awan” maka jemaat dan worship leader merentangkan kedua tangan menirukan

gerakan burung yang sedang terbang. Dan ketika menyanyikan lagu dengan teks

“Tanganku kuangkat padaMu, mensyukuri rahmat yang Kau b’ri”, maka jemaat akan

mengangkat tangannya, lalu “Kaki ku melompat bagiMu, s’bab rahmatMu baru s’tiap

pagi” maka jemaat akan bernyanyi sambil melakukan gerakan melompat.

Setelah lagu pujian dinaikkan, jemaat kembali dipersilahkan duduk.

Sementara imam musik memainkan open chord untuk lagu penyembahan yang akan

diikuti dengan pengumpulan persembahan dan pengkhotbah naik ke altar menuju

podium untuk menyampaikan firman Tuhan. Khotbah disampaikan selama ±45

sementara piano tetap dimainkan dengan lembut untuk tetap membangun suasana doa

yang akan mendukung ketika Firman Tuhan disampaikan. Namun ada juga Pendeta

yang tidak bersedia khotbahnya diiringi dengan permainan piano yang lembut.

Banyak hal yang berbeda terjadi selama khotbah berlangsung, hal ini sangat

ditentukan oleh pribadi Pendeta yang menyampaikan khotbah. Beberapa Pendeta bisa

saja banyak menyelingi khotbahnya dengan nyanyian, beberapa justru berkhotbah

tanpa nyanyian sama sekali, beberapa banyak berkhotbah dengan menampilkan

215
materi khotbah disertai slide-slide melalui power point—yang kadang lebih

menyerupai presentasi dalam seminar—beberapa justru banyak mengisi khotbahnya

dengan humor-humor yang membuat suasana benar-benar larut dalam sukacita, dan

sebagainya.

Setelah khotbah disampaikan, beberapa Pendeta bisa saja langsung

mengakhiri dengan doa, atau justru bernyanyi dan menyembah, berbahasa roh,

melakukan altar call dan mengurapi jemaat dengan mencurahkan karunia Roh

Kudus, mencurahkan karunia kesembuhan, berdoa agar Tuhan mencurahkan berkat,

dan sebagainya. Saat mencurahkan karunia-karunia tersebut, musik dimainkan

dengan keras pada tingkat tonik. Pemain drum akan memainkan cymbal secara

trilling dengan dinamik crescendo, lalu Pendeta dengan telapak tangan terbuka akan

mengangkat tangannya lurus ke depan sambil membunyikan “Sssssshhhhhhhhh….”

Berulang-ulang melalui mikrofon, diikuti dengan suara cymbal yang dipukul trilling.

Bunyi ini menggambarkan seperti sesuatu yang sedang “mengalir”, tercurah kepada

jemaat.

216
Contoh 22.

Kemudian Pendeta akan berteriak “Trima….Trima….Trima…” di respon oleh

pemain drum melalui aksen-aksen pada kick drum dan cymbal mengikuti bentuk suku

kata “tri-ma” tersebut.

Contoh 23.

Kemudian setelah ditutup dengan doa, jemaat kembali duduk untuk

mendengar pengumuman warta sepekan yang dibacakan oleh pengerja sambil

kantong persembahan dijalankan kepada jemaat. Setelah itu jemaat akan

menyaksikan warta tambahan melalui video yang ditampilkan pada layar infocus.

Warta tambahan disampaikan oleh seorang presenter yang khusus diaudisi untuk

217
melayani sebagai presenter warta tambahan, layaknya presenter acara infotainment.

Berikutnya jemaat akan menyaksikan pemutaran video Pastoral message dari

Gembala Pembina Rohani Pdt. DR. Ir. Niko Njotorahardjo di Jakarta.

Setelah semua pengumuman warta sepekan disampaikan ibadah akan segera

berakhir, maka jemaat diundang untuk bangkit berdiri kembali, lalu seorang pendoa

akan menuju podium di altar untuk menyampaikan doa berkat (doa pulang). Doa ini

diiringi oleh permainan musik oleh seluruh tim musik, pola iringan yang dimainkan

sangat bervariatif. Biasanya diambil dari pola-pola flowing dengan progresi akor

breaking down I-VII-vi-V-IV-iii-ii-V-I. Setelah doa selesai, maka Pendeta yang

menyampaikan khotbah kembali ke altar untuk memberikan doa berkat sambil

mengangkat tangannya ke arah jemaat. Doa berkat tersebut berisi seperti berikut,

“Pulanglah, dan bawalah damai sejahtera dari Allah Bapa, mulai hari ini, sampai

Tuhan Yesus datang untuk yang kedua kali, sampai Maranatha, bahkan sampai

selama-lamanya, Amin!”. Ketika doa berkat ini dipanjatkan oleh Pendeta, maka imam

musik akan mengiringi doa tersebut dengan musik yang pola yang progresi

harmoninya turun dengan langkah setengah (half step) seperti dibawah ini:

218
Contoh 24.

4. 3. Ibadah Kontemporer Sebagai Sebuah Kontekstualisasi

4. 3. 1. Ibadah Kontemporer Dalam Konsep “Kontekstualisasi”

Topik penelitian tentang musik dan ibadah dalam gereja sebenarnya sangat

menarik untuk didekati menggunakan berbagai pendekatan, seperti pendekatan

tekstual, pendekatan antropologi, pendekatan historis, pendekata semiotik, maupun

melalui pendekatan analisis kontekstual seperti yang akan saya lakukan pada sub bab

ini.

Pendalaman kontekstualisasi ibadah akan saya lakukan dengan mengacu

kepada beberapa pertanyaan berikut. Pertama, mengapa ibadah kontemporer yang

ada di GBI Medan Plaza musiknya menggunakan musik Kristen kontemporer yang

penggunaan begitu dominan dalam ibadah?. Kedua, mengapa ketika ibadah dilakukan

219
dengan musik yang dikenal sebagai musik Kristen kontemporer kemudian di

dalamnya merefleksikan berbagai kebudayaan Kharismatik?. Ketiga, mengapa musik

dalam ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza memberi dampak yang sangat kuat

terhadap perilaku jemaat yang hadir. Dampak tersebut saya bagi menjadi dua

perspektif, pertama dampak yang menyiratkan perspektif teologis dan dampak yang

menyiratkan perspektif empiris.

4. 3. 2. Hubungan Restorasi Pondok Daud dan Dominasi Musik

Sebelum tulisan ini saya arahkan kepada kontekstualisasi ibadah kontemporer,

dan gaya ibadah kontemporer dengan kebudayaan Kharismatik, saya ingin

mengangkat kisah Raja Daud terlebih dahulu. Karena apa yang dilakukan Daud

sungguh berkenanan di hati Tuhan, sehingga ia merupakan sosok yang penting dan

mempengaruhi gereja-gereja Kharismatik saat ini, khususnya GBI Medan Plaza

dalam menjalankan kontekstualisasi ibadah. Melalui pembahasan yang ringkas ini

saya akan hanya memberikan pokok-pokok pentingnya saja lalu akan saya kaitkan

dengan hal-hal penting dengan perkembangan gereja sekarang ini. Sehingga penting

rasanya untuk menjelaskan relevansi Tabernakel Daud (pondok Daud)197 dengan

pola ibadah di gereja dalam konteks saat ini yang menggunakan musik Kristen

197
Alkitab mencatat ada tiga tempat pemujaan yang digunakan untuk bersekutu dengan
Tuhan. Ketiga tempat tersebut adalah (1), Pondok Daud, Tabernakel Musa yang berbicara tentang
hukum perjanjian, dan membutuhkan korban bakaran setiap hari. Ada satu tirai yang memisahkan
ruang Mahasuci, yang hanya boleh dimasuki oleh Imam Besar setahun sekali dan (2), Bait Salomo
memiliki sekat-sekat dinding yang membentuk ruang-ruang yang terdiri dari halaman, ruang kudus,
ruang maha kudus.

220
kontemporer.

Saya harus memulai topik ini dengan sebuah konsep, yaitu menyanyi

merupakan sebuah aktivitas alami dalam kehidupan bangsa Israel dan menjadi gaya

hidup (2Tawarikh 35:25). Banyak nyanyian-nyanyian—Mazmur—yang diciptakan

Daud dan kemudian ia kembangkan dalam Bait Allah. Termasuk Imam Lewi juga

memiliki peranan penting dalam nyanyian Mazmur di Bait Allah (1Tawarikh 16:4-7).

Daud adalah seorang yang sangat ahli dalam bidang musik, juga seorang yang gagah

berani, ahli dalam berperang, seorang penasihat ulung, memiliki pribadi simpatik, dan

hidupnya selalu disertai Allah. Daud memiliki banyak waktu luang untuk berkumpul

dengan nabi-nabi lain di sekolah, seperti Samuel untuk banyak belajar tentang

pelayanan musik. (1Samuel 19:18)

Dalam Perjanjian Lama, selain telah mengembangkan Mazmur, Daud telah

memanfaatkan berbagai alat musik untuk menyembah Tuhan, artinya Daud juga telah

melakukan kontekstualisasi musik pada masa itu. Daud memanfaatkan alat-alat

musik, seperti: sangkakala (shofar), terompet, lyra, harpa (kecapi), tamborin,

seruling, dan ceracap yang semuanya biasa digunakan untuk hiburan dalam acara-

acara pesta, tarian hiburan, pemujaan berhala yang kemudian ia transformasikan

untuk memuji dan menyembah Tuhan.198 Hal ini merupakan indikasi bahwa sudah

ada kesadaran dalam diri Daud akan kedinamisan musik dengan melihat konteks yang

tepat pada masa itu. Saya justru melihatnya sebagai bentuk ciri-ciri kharisma yang

198
Charles Etherington L, Protestant Worship Music-Its History And Practice,p.12-16 dalam
http://www.gkj.or.id

221
diunggkapkan Max Weber pada bab II sebelumnya, yaitu sikap luar biasa, bentuk

kreatifitas Daud, dan sikap spontanitas Daud terhadap musik.

Karena Daud adalah orang yang berperang, Tuhan memberikan rancangan

bait suci kepadanya, dan Daud mengumpulkan bahan-bahan yang akan digunakan

untuk bait suci tersebut. Lalu Tabut199 Perjanjian Tuhan diletakkan pada Kemah Daud

setelah itu dikembalikan oleh bangsa Filistin dan sebelum Bait Suci Salomo

didirikan. Tujuan utama pondok Daud adalah untuk menunjukkan penyembahan

Tuhan dengan cara yang unik.

Gambar 23. Pondok Daud, Kemah Daud atau


Tabernakel Daud
(Sumber : Departemen Musik GBI Medan Plaza)

199
Tabut (Tabut perjanjian Tuhan) ialah peti kayu yang melambangkan kehadiran Allah di
tengah-tengah umat-Nya, khususnya di dalam perang (misalnya 1Samuel 4). Peti itu juga berisikan
kedua loh batu yang ditulisi kesepuluh hukum. Di atas tabut itu terdapat tutup perdamaian (Keluaran
25:10-22; Ibrani 9:4-5). Daud memindahkan tabut itu ke Yerusalem, dan kemudian ditempatkan dalam
Bait Allah (2Samuel 6; 1Raja-Raja 8)

222
Pondok Daud dapat dilihat sebagai “jendela” yang melihat kepada penyembahan

Perjanjian Baru. Jendela itu dibingkai oleh ciri khas tenda atau rumah ibadah

Perjanjian Lama, tetapi di dalamnya sangatlah berbeda.

Dalam pondok Daud ada pola ibadah yang dipenuhi sorak sorai dan puji-

pujian, sukacita, ucapan syukur, dan dapat dimasuki oleh semua bangsa (Mazmur

86:9). Sehingga musik bukan sesuatu yang asing dalam pondok Daud dan jemaat

gereja ini berasal dari berbagai macam suku bangsa etnis tidak dibatasi oleh ras dan

budaya. Setelah pondok Daud selesai didirikan, kemudian Daud memerintahkan para

pemain musik untuk melayani tanpa henti di hadapan tabut tersebut. Para imam

musik memasuki gerbang ucapan syukur dan ruangan dengan pujian karena Tabut

Kehadiran Tuhan Penuh terlihat. Tidak ada tabir (sekat) Tempat Maha Kudus yang

menyelimuti dan hanya pemberian korban yang menjadi pujian pengorbanan.

“Jendela” ini berlangsung selama empat puluh tahun sampai Bait Suci Salomo di

bangun. Lalu jendela itu tertutup dan Tabut Perjanjian Tuhan dipindahkan kedalam

Bait Suci Salomo dan pengorbanan binatang dilakukan. Ini merupakan nubuatan

penting bagi gereja-gereja khususnya Kharismatik. Menurut nubuat Nabi Amos,

bahwa pondok Daud akan dipulihkan.200

Daud mengerti apa yang dimaksud dengan menyembah Allah dalam roh dan

kebenaran. Puji-pujian terus berkumandang hingga terbukalah jalan bagi semua

orang. Sebuah refleksi gambar yang indah akan karya nyata Kristus di kayu salib

tampak di pondok Daud. Mulai saat itu dan seterusnya bila ada rasa takut akan Tuhan
200
Lihat Amos 9:11-12

223
diantara bangsa Israel, maka pola rasa takut akan Tuhan dan pola penyembahan

mereka mengikuti prinsip-prinsip Daud.201

Pemulihan pondok Daud memiliki arti yang sangat penting bagi gereja masa

kini, termasuk GBI Medan Plaza. Walaupun seharusnya konteks pemulihan pondok

Daud tersebut tidak hanya dikaitkan kepada gereja Kharismatik atau denominasi

tertentu, tetapi kepada gereja dewasa ini. (Kisah Para Rasul 24:14) Pola ini juga yang

kemudian diterapkan dalam gereja, termasuk GBI Medan Plaza (Kisah Para Rasul

24:14). Dalam pondok Daud terdapat pujian dan penyembahan, sehingga musik

ditekankan dan menjadi sangat dominan dalam gereja ini.202

Jika pada masa Daud alat musik kecapi (lyra), rebana dan seruling

merupakan alat musik yang populer untuk hiburan. Maka pada era teknologi saat ini

gereja mengkontekstualisasikan apa yang dilakukan Daud masa itu. Gereja juga

menggunakan alat-alat musik untuk acara-acara industri hiburan, bahkan untuk

penyembahan berhala. Sehingga tidak heran alat-alat musik sepert piano, bas, gitar,

drum, gondang, hasapi, dan sebagainya dapat hadir dan digunakan dalam ibadah di

gereja.

201
Cara-cara penyembahan di dalam hukum Taurat dan kitab para nabi juga sangat
mencerminkan kepada pondok Daud. Itulah yang menjadi pusat pewahyuan dari pujian dan
penyembahan dalam Alkitab. Seperti halnya Paulus yang mengatakan bahwa ia menyembah Tuhan
sama dengan prinsip-prinsip yang digunakan Daud. Melalui restorasi pondok Daud Tuhan akan
memulihkan hubungan dengan gereja-Nya saat ini, pemulihan pondok Daud juga merupakan usaha
pemulihan hubungan pribadi dengan Allah. Sudah seharusnya kita sendirilah yang akan melepaskan
hubungan bebas kita dengan Allah.
202
Alasannya, (1) Karena melalui pujian dan penyembahan perhatian kita tertuju sepenuhnya
kepada Tuhan. (2) Pujian dan penyembahan memupuk hubungan yang penuh kasih dengan Allah. (3)
Pujian dan penyembahan mendatangkan Kuasa dan Hadirat Allah pada kita. (4) Pujian dan
penyembahan mengubah kita menjadi seperti yang kita sembah. (Lihat Mazmur 106:19-20, Mazmur
115:8, Roma 1:21-23.)

224
Namun menurut Pdt. R Bambang Jonan, apa yang dicapai GBI Medan Plaza

saat ini bukan karena kehebatan dari musik yang dimainkan. Gereja ini mengalami

pertumbuhan jumlah jemaat dari 119 orang kini mencapai ±40.000 orang karena

meyakini pujian dan penyembahan yang dilakukan berdampak terhadap

bertambahnya jumlah jemaat. Pdt. Bambang mengatakan seperti kutipan berikut

“Gereja ini—GBI Medan Plaza— besar bukan karena kehebatan dari


pada manusia, bukan karena kecanggihan daripada musik yang kita
pakai tetapi apa yang kita mengerti itu semua digenapi, kita percaya
pada waktu Tuhan memulihkan pondok Daud akan terjadi penuaian
jiwa-jiwa. Dan sekarang apa yang kita lihat adalah bukti dari apa yang
kita pelajari. Saya melihat begitu hadirat Tuhan turun ditengah-tengah
jemaat, banyak orang datang dan sujud kepada Tuhan”. 203

Pdt. Bambang mengatakan “Anda dapat menyanyikan sebuah lagu untuk

menyembah Tuhan dengan kecanggihan permainan, gaya apa saja, atau bahkan

dengan teknik vokal yang rumit sekalipun, namun yang menjadi pertanyaan ketika

sebuah lagu penyembahan dinyanyikan, setujukah Anda dengan isi lagu yang Anda

nyanyikan tersebut?”. Menurut Pdt. Bambang, jika kita menyanyikan sebuah lagu dan

merasakan banyak kekurangan didalamnya dan merasa tidak layak—misalnya kita

menyanyikan betapa hati kita rindu kepada-Nya, tetapi pikiran kita justru kepada

pekerjaan, kepada masakan dirumah, dan sebagainya—lagu tersebut ditujukan kepada

Tuhan. Oleh karena itu kita minta supaya diperbaharui, sehingga ketika pada waktu

kita menyanyikan lagu ini kita tidak hanya menyanyikan sebuah melodi tanpa makna,

203
Pdt. R Bambang Jonan, disampaikan dalam Kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Misi
Internasional Pelita Kebenara pada tanggal 25 Maret 2011

225
melainkan kita mulai berdoa melalui nyanyian tersebut.

Pdt. R. Bambang Jonan mengatakan, bahwa ketika sebuah lagu dinyanyikan

bagi Tuhan, maka sebenarnya nyanyian yang akan didengar oleh Tuhan bukan

nyanyian yang keluar dari lidah, tetapi nyanyian yang keluar dari hati. Beliau

menuturkan, apa yang akan terjadi pada waktu kita mulai memuji Tuhan dengan

segenap hati, dengan segenap jiwa, dengan segenap kekuatan adalah Tuhan hadir di

setiap ibadah.

Dalam kitab Mazmur 103 :20 tertulis “Pujilah Tuhan, hai malaikat-malaikat-

Nya, hai pahlawan-pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan

mendengar-mendengar suara firman-Nya”. Dan di dalam kitab Mazmur 148:2

“Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala tentara-Nya!” Malaikat

bertugas memuji-muji Tuhan, tetapi malaikat tidak melihat puji-pujian yang

dinaikkan sebagai sebuah musik atau nyanyian yang penuh dengan tingkat musikal

yang memiliki kerumitan yang tinggi. Kadang dengan lagu-lagu pujian sederhana

yang terdiri dari tiga chord, tetapi dinyanyikan dengan hati yang sungguh-sungguh,

maka malaikat Tuhan akan ikut bernyanyi. Karena pada waktu menaikkan pujian

bagi Tuhan maka ada mahluk surgawi yang tidak akan bisa dilihat dan tidak terdengar

suaranya yang akan bernyanyi bersama-sama dengan jemaat.

Diluar pandangan teologis, saya sebagai peneliti melihat pertambahan jemaat

GBI Medan Plaza sebagai pencapaian dari banyak faktor. Memang harus diakui

bahwa pola-pola ibadah kontemporer tidak luput dari perhatian kaum muda Kristen,

karena musik Kristen kontemporer memiliki daya tarik musikal yang lebih terhadap

226
kaum muda saat ini. Selain itu musik yang digunakan merupakan musik yang telah

masuk dalam industri rekaman album-album rohani Kristen, dan diaransemen sesuai

dengan “selera” kaum muda. Walaupun tidak tertutup kemungkinan orang tua juga

memiliki ketertarikan yang sama, tetapi umumnya mereka tidak melakukan aktivitas-

aktivitas kultural kharismatik sedinamis kaum muda.

Sesungguhnya gereja-gereja yang berada dipusat perbelanjaan juga termasuk

memiliki peran dalam menambah jumlah jemaat, karena merupakan pilihan alternatif

bagi kaum muda untuk memilih tempat ibadah selain mencerminkan gaya hidup

rohani orang-orang urban yang saat ini bisa dikatakan “sedikit” mencerminkan gaya

hidup kalangan Kristen modern. Karena sesungguhnya bisa saja jemaat-jemaat yang

hadir hanya dari kalangan simpatisan dari gereja-gereja lain, dan tidak tertanam

sebagai jemaat lokal gereja tersebut. Dalam beberapa kasus, jemaat yang hadir

sebenarnya juga ingin berjalan-jalan dengan keluarga, tetapi menyempatkan diri

terlebih dahulu untuk beribadah. Mungkin pada Minggu berikutnya jemaat tersebut

kembali ke gereja dimana ia terdaftar.

Selain itu pembukaan tempat ibadah di pusat-pusat keramaian merupakan

salah satu cara untuk menjangkau kaum urban yang efektif karena berada dipusat

kota dan sepertinya menjadi gaya hidup rohani yang baru, tentu juga selain karena

faktor birokrasi, yaitu untuk mendapatkan izin pembangunan rumah ibadah tersebut

sangat sulit dari pemerintah. Perubahan gaya hidup rohani jemaat juga mendukung

bertumbuh suburnya gereja-gereja di gedung-gedung bertingkat, seperti gedung

perkantoran, pusat perbelanjaan bahkan sarana olah raga. Beberapa jemaat

227
berpendapat, setelah mendapatkan “makanan” rohani melalui firman yang diterima di

gereja, lalu dapat dengan mudah juga mencari makanan jasmani yang tersedia dipusat

perbelanjaan.

4. 3. 3. Kriteria Ibadah Yang Sukses

Pdt. R. Bambang Jonan pernah mengatakan, “Mengapa Tuhan hadir pada

waktu seseorang memuji Tuhan, karena menurut beliau pada waktu memuji Dia maka

kita mengharapkan dan merindukan kehadiran Tuhan.”204 Berdasarkan firman Tuhan

(Lihat Maz.104:33-34) sesungguhnya renungan hati itu setiap pribadi seperti kata-

kata yang bisa didengar oleh Tuhan. Seperti yang telah saya tuliskan pada bab dua,

bahwa nyanyian yang akan didengar oleh Tuhan bukan nyanyian yang keluar dari

lidah, tetapi nyanyian yang keluar dari hati. Pdt. R. Bambang Jonan menuturkan

yang akan terjadi pada waktu jemaat mulai memuji Tuhan dengan segenap hati,

dengan segenap jiwa, dengan segenap kekuatan. Kehadiran Tuhan itu yang akan

menarik jiwa tersebut datang.205 Sehingga beliau sering bertanya kepada koordinator

ibadah, bagaimana hadirat Tuhan dalam ibadah, Tuhan hadir tidak?. “Mengapa,

karena jika Tuhan hadir maka ibadah tersebut sukses”206 (Lihat Kis.Rasul 15:16-18).

Memang hadirat Tuhan itu sifatnya sangat personal, tidak dapat di buktikan

secara nyata bahwa memang Tuhan hadir ada dan dirasakan oleh setiap jemaat yang

204
Lihat Mazmur 104:33-34
205
Menarik jiwa berarti terjadi pertumbuhan GBI Medan Plaza dalam hal kuantitas merupakan
sebuah karya Tuhan yang memanggil orang-orang banyak untuk datang menghadiri ibadah agar
mencari Tuhan dan mengikuti-Nya.
206
Disampaikan dalam Kuliah Pujian dan Penyembahan di STT Pelita Kebenaran pada
tanggal 25 Maret 2011

228
mengikuti ibadah. Tetapi secara iman Kristen bahwa ketika Tuhan hadir dalam

sebuah ibadah, maka setiap orang yang merindukan kehadiran-Nya akan merasakan

sukacita, merasa disembuhkan, merasa dipulihkan, merasa terlepas dari beban yang

berat, merasa damai sejahtera, dan sebagainya. Tulisan ini tidak saya arahkan untuk

membuktikan kebenaran hadirat Tuhan atau melihat sisi ilmiah akan hadirat Tuhan

tersebut, karena menurut teori kebenaran absolut salah satunya agama, bahwa

kebenaran agama tidak dapat dan tidak perlu dipertanyakan lagi, karena sifatnya

mutlak.

4. 3. 4. Refleksi Kebudayaan Kharismatik Dalam Perspektif Etnologis

GBI Medan Plaza juga sangat jelas merefleksikan praktek kebudayaan

Kharismatik yang tampak dalam pola tingkah laku orang-orang di dalamnya,

khususnya dalam ibadah. Menggunakan pendekatan etnologi207 dalam penelitian

terhadap GBI Medan Plaza, merupakan cara memberikan suatu pengertian dan

pandangan yang mendalam serta reflektif, khususnya yang berhubungan dengan

ibadah, teologi dan praktek-praktek ajarannya.

Saat istilah “kebudayaan” digunakan dalam konteks gereja kharismatik seperti

GBI Medan Plaza, maka setiap pribadi-pribadi dan kelompok-kelompok yang ada

didalamnya memiliki kebutuhan yang spesifik, seperti gaya, ekspresi, attitude yang

mudah dikenali dan memberikan mereka image maupun identitas yang khas.

207
Etnologi adalah cabang dari antropologi yang menganalisis secara komparatif, kebudayaan-
kebudayaan dari masyarakat kontemporer atau kelompok-kelompok linguistik. (Wilfred J. Samuel,
Op.Cit.,hlm.80)

229
Sehingga studi ini memberikan perhatian sedikit mengkhususkan terhadap kebiasaan-

kebiasaan GBI Medan Plaza atau praktek-praktek kultural, nilai-nilai kerohanian,

sikap-sikap dalam ibadah di lingkungan GBI Medan Plaza. Praktek-praktek

kebudayaan kharismatik yang tampak dalam GBI Medan Plaza merupakan suatu

kebutuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi secara sistematis.

Sosiologi memandang kebudayaan sebagai keseluruhan pola kelakuan lahir

dan batin yang memungkinkan terjadinya hubungan sosial antara anggota-anggota

masyarakat. Pola kelakuan lahiriah adalah cara bertindak yang ditiru oleh banyak

orang secara kontinu, sedangkan pola kelakuan batin adalah cara berpikir,

berkemauan dan merasa yang diikuti orang banyak berulang kali.208

Kristen Kharismatik sebagai bagian dari agama memiliki suatu sistem sosial

yang mengandung suatu komplek pola kelakuan lahir dan batin yang dijalankan dan

ditaati pengikutnya. Mereka mengekspresikan isi hati dan perasaanya kepada Tuhan

menurut pola-pola tertentu dan lambang-lambang tertentu. Iman diungkapkan juga

oleh pemeluk agama yang pribadi menurut pola-pola kebudayaan tertentu. Dalam

aktivitasnya dapat dengan memperagakan sejumlah ungkapan, gerak, bahasa, musik

dan sebagainya. Semuanya dilakukan menurut pola-pola kebudayaan yang hidup

dalam lingkungannya, atau sesuatu yang artifisial maupun yang diciptakan oleh

pendirinya.

Wilfred J. Samuel memandang praktek-praktek kebudayaan Kharismatik

dengan menggunakan disiplin etnologi oleh Bronislaw Malinowski seperti yang saya
208
O.C.Hendropuspito,Sosiologi Agama,Penerbit Kanisius,Yogyakarta.1983,hlm.111.

230
tuliskan pada landasan teori pada bab 1 yaitu, pertama gerakan. Menurutnya gerakan

memiliki dua tujuan vital dalam diri manusia, yang pertama untuk mengembangkan

dan membuat peka anggota perorangan yang berkaitan dengan nilai-nilai komunal,

kerjasama tim, komitmen dan sebagainya, yang kedua sebagai unsur hedonis dan

selebratif yang berfungsi sebagai sumber hiburan. Jika saya melihat dalam konteks

GBI Medan Plaza sebagai gereja yang menggunakan ibadah kontemporer, akan

terlihat digunakannya rentangan yang lebih luas dari pada gerakan tubuh. Merupakan

hal yang lumrah dan lazim ditemukan saat ibadah di GBI Medan Plaza gerakan-

gerakan yang mencakup: melompat-lompat ditempat, mengangkat tangan, menari,

berjalan-jalan, melambaikan tangan, bertepuk tangan, duduk, saling bersalaman,

tos209 dan berdiri, gerakan-gerakan tematis dengan teks lagu yang dinyanyikan.

Menurut Shin Nakagawa dalam bukunya Musik dan Kosmos, gerakan tubuh

adalah pada dasarnya adalah akibat pertemuan aktif antara tubuh kita dengan dunia

luar. Tubuh akan menghubungkan kita dengan dunia atau sebagai perantara

pertemuan yang akrab antara tubuh dengan dunia, dalam hal ini musik yang

dimainkan di gereja. Ketika musik pujian dimainkan maka jemaat akan terhubung

dengan bunyi-bunyi musik tersebut sehingga terjadi pertemuan yang akrab dan

direfleksikan melalui gerakan-gerakan yang khas. Semua gerakan yang dikondisikan

secara kultural tersebut menekankan akan nilai-nilai komunal yang telah diadopsi dan

209
Tos merupakan istilah kepada aktivitas yang menggambarkan dua orang atau lebih yang
saling menepukkan sebelah tangan atau kedua tangan dengan tangan orang lain. Hal yang lumrah di
GBI Medan Plaza bagi Worship Leader maupun pengkhotbah menginstruksikan sesama jemaat atau
pengerja untuk melakukan gerakan tos atau hi-five dengan orang-orang di dekatnya dalam sebuah
ibadah.

231
diterima bersama.

Ketika jemaat mengangkat tangan saat berdoa atau memuji, mencerminkan

penyerahan diri yang total. Dalam pemahaman teologia, “mengangkat tangan”

sebagai sebuah ketidakmampuan. Dalam arti jemaat memandang dirinya sebagai

manusia lemah yang tidak sanggup menyelesaikan masalah hidup, sehingga ketika ia

mengangkat tangan, maka Tuhan akan turun tangan menyelesaikan masalah tersebut.

Sementara sikap berdiri dianggap sebagai sikap yang paling layak untuk memuji dan

memberi hormat kepada Allah. Semua aktivitas tersebut tidak dituliskan secara

eksplisit di dalam Alkitab, melainkan hanya merupakan prinsip kultural yang secara

simbolis melambangkan rasa hormat terhadap sosok yang lebih tinggi dan lebih

dihormati.

Kedua, praktek kebudayaan yang pertama seperti, “lapar” rohani merupakan

suatu kebutuhan yang tampak dalam individu (tingkat mikro) dan jemaat atau

komunal (tingkat makro)210. Mengenai hal “kelaparan” itu juga saya temukan dan

rasakan di banyak jemaat di GBI Medan Plaza. Di dalam konteks gereja Kristen,

termasuk GBI Medan Plaza telah melakukan terobosan dan pengembangan sistem-

sistem tersendiri untuk menangani masalah “kelaparan rohani” para pengikutnya,

seperti membuka kelas-kelas pelajaran Alkitab dan sebagainya.

Karenanya setiap gereja berjuang untuk memenuhi kebutuhan “lapar” rohani

dari para pengikutnya, dan merupakan hal urgent agar pengikutnya tidak mencari

sistem kebudayaan ditempat lain. Sehingga sesuai dengan prinsip kesempurnaan yang
210
Wilfred J. Samuel, Op.Cit.,hlm.83

232
ada dalam setiap aliran Kharismatik, maka dalam konteks itu GBI Medan Plaza

memiliki unsur-unsur kebudayaan aliran Kharismatik, seperti “lapar” rohani dalam

tata ibadah, yang mencakup: (a) doa yang dipanjatkan dapat terdengar, dibandingkan

dengan doa yang hening, (b) bertepuk tangan, sebagai tanggapan positif atas ibadah,

jika dibanding dengan ucapan pengakuan dosa, (c) memiliki hati yang menyembah

dan siap menyanyikan banyak lagu secara kontiniu, (d) memiliki peralatan sound

system dan perangkat instrumen yang lengkap, tidak hanya sekedar sebuah organ

atau piano dalam ibadah.211

Sementara Malinowski mengajukan sebuah orientasi teori terhadap

fungsionalisme. Ia mulai mengembangkan suatu kerangka teori baru untuk

menganalisis fungsi dari kebudayaan manusia, yang disebutnya dengan teori

fungsional tetang kebudayaan atau a functional theory of culture. Malinowski

melihat bahwa semua unsur kebudayaan bermanfaat bagi masyarakat, dalam hal ini

jemaat. Saya melihat melalui pandangan fungsionalisme terhadap kebudayaan

Kharismatik bahwa setiap pola kelakuan jemaat telah menjadi suatu kebiasaan.

Kepercayaan dan attitude jemaat merupakan bagian dari kebudayaan Kharismatik

tersebut. Menurut Malinowski, fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya

untuk memenuhi beberapa keperluan dasar atau beberapa keperluan yang timbul dari

keperluan asas yaitu keperluan sekunder dari satu entitas kepada sebuah

211
Wilfred J. Samuel,Ibid.,hlm.84.

233
masyarakat.212 Malinowski menuliskan salah satu keperluan pokok itu adalah gerak.

Beberapa aspek dari kebudayaan Kharismatik dilakukan oleh jemaat untuk memenuhi

keinginan asas tersebut. Artinya ketika jemaat melakukan semua gerakan-gerakan

dalam satu ibadah, mereka merasa dipuaskan karena telah memenuhi kebutuhan dan

keinginan akan hadirat Tuhan.

Seperti dalam landasan teori saya pada bab satu, Malinowski dalam bukunya

yang berjudul A Scientific Theory of Culture and Other Essays (Malinowski, 1944

dalam Takari)213 mengembangkan teori tentang fungsi unsur-unsur kebudayaan. Inti

dari teori tersebut adalah bahwa segala kegiatan kebudayaan itu sebenarnya

bermaksud memuaskan satu rangkaian kebutuhan naluri mahluk manusia yang

berhubungan dengan seluruh kehidupannya. Malinowski berpandangan bahwa semua

unsur kebudayaan akhirnya dapat dipandang sebagai hal yang memenuhi keinginan

dasar para warga masyarakat—jemaat. Ia percaya bahwa pendekatan fungsional

mempunyai sebuah nilai praktis yang penting. Yang ia maksud sebagai nilai praktis

dari teori fungsionalisme adalah bahwa teori ini mengajarkan tentang kebutuhan

relatif terhadap berbagai kebiasaan yang beraneka ragam, dimana kebiasaan tersebut

juga sangat bergantung satu dengan yang lainnya.

Melalui pandangan Alan P. Merriam akan fungsi musik yang telah saya

tuliskan pada landasan teori di bab satu. Saya akan melihat musik dalam ibadah
212
Keperluan pokok atau asas tersebut menurut Malinowski adalah seperti makanan,
reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enak badan (bodily comfort), keamanan, kesantaian, gerak,
dan pertumbuhan.
213
Muhammad Takari,Mengenal Teori Fungsionalisme dan Struktural Fungsionalisme
Sebagai Teori Integrasi Kebudayaan, materi kuliah Program Pasca Sarjana Penciptaan Pengkajian
Seni, USU

234
kontemporer hanya menggunakan tujuh teori dari sepuluh teori yang diajukan oleh

Merriam yaitu, musik dalam ibadah merupakan wujud dari (1) Sebagai penghayatan

estetika bagi jemaat dan orang-orang yang ada digereja. Hal ini tampak dari

bagaimana imam musik yang melakukan berbagai persiapan sebelum ibadah agar

dapat menampilkan musik yang terbaik dihadapan Tuhan dan jemaat. Artinya ada

standar estetika akan musik gereja yang tertanam dipikiran imam musik dan jemaat

sehingga mereka berusaha untuk menghayati dan mencapai standar estetika tersebut,

yakni dengan melakukan latihan-latihan sebelum ibadah dilakukan.

(2) Sebagai hiburan, musik dalam ibadah kontemporer memiliki aransemen

yang cenderung sama dengan musik pop sekuler dan di aransemen lebih nyaman bagi

telinga kalangan muda, hal ini sangat menghibur bagi mereka ketika dalam ibadah,

bila seseorang menikmati ibadah tersebut sebagai sebuah hiburan yang

menyenangkan pribadinya. Tetapi dalam pandangan teologia, jemaat bernyanyi atau

imam musik memainkan musik bukan untuk menyenangkan diri sendiri, tetapi untuk

memuliakan Tuhan. Saya menilai hal ini sangat personal, artinya ketika sebuah lagu

pujian dinyanyikan, hanya Tuhan dan si penyanyi yang tahu bahwa lagu tersebut

diarahkan kepada Tuhan terlebih dahulu kah?, lalu sipenyanyi merasa terhibur, atau

justru sebaliknya? (3) Sebagai komunikasi, musik merupakan media doa bagi jemaat

kepada Allah yang di sembah, ketika jemaat bernyanyi dalam ibadah sebenarnya

mereka sedang melakukan komunikasi secara vertikal kepada Allah.

(4) Sebagai perlambangan, musik menjadi lambang bagi sebuah ibadah

Kristen. Ketika saya arahkan musik ibadah kepada musik Kristen kontemporer, maka

235
musik tersebut juga telah menjadi lambang terhadap bentuk ibadah yang

kontemporer. Sehingga orang akan melambangkan dan mengkaitkan musik tersebut

sebagai musik ibadah bagi kalangan Kristen Kharismatik. (5) Sebagai reaksi jasmani.

Musik memberi reaksi terhadap orang yang mendengar dan yang memainkannya.

Sehingga disadari atau tidak tubuh akan bereaksi terhadap bunyi-bunyi yang

ditangkap oleh telinga. Reaksi tersebut tentu akan berbeda-beda terhadap setiap

orang, juga sangat dipengaruhi oleh jenis musik yang ia dengar. Dalam ibadah ketika

lagu penyembahan dinyanyikan jemaat akan mengeluarkan reaksi-reaksi seperti

menangis, mengangkat tangan dan sebagainya, dan ketika lagu pujian dinyanyikan

jemaat akan mengeluarkan reaksi jasmani dengan melakukan gerakan menari,

bertepuk tangan, melompat dan sebagainya

(6) Sebagai kesinambungan kebudayaan, artinya musik gereja khususnya

musik Kristen kontemporer selama digunakan dalam ibadah akan menjadi alat untuk

memelihara kebudayaan-kebudayaan Kharismatik, seperti bertepuk tangan, menari,

melompat, melambai-lambaikan tangan, dan sebagainya. Sehingga ketika musik

tersebut dimainkan dalam ibadah maka ibadah tersebut juga telah merefleksikan

kebudayaan-kebudayaan Kharismatik didalamnya. (7) Sebagai pengintegrasian

masyarakat, artinya musik memiliki kemampuan kuat sebagai alat integrasi bagi

masyarakat, baik dalam komunitas yang sama, maupun komunitas yang berbeda.

Melalui tujuh fungsi musik di atas maka musik tersebut sebenarnya telah

merefleksikan berbagai kebudayaan-kebudayaan Kharismatik yang tercermin melalui

ibadah dan orang-orang yang terlibat didalamnya. Dengan demikian akan lebih

236
mudah untuk mengenali seseorang yang merefleksikan kebudayaan-kebudayaan

Kharismatik.

Diakhir sub bab ini saya ingin memberikan penjelasan lebih lanjut dengan

melihat teori fungsionalisme atas agama. Aliran fungsionalisme melihat masyarakat

sebagai suatu equilibrium sosial dari semua institusi yang terdapat di dalamnya.

Sebagai keseluruhan sistem sosial masyarakat menciptakan “pola-pola kelakuan”

yang terdiri atas norma-norma yang dianggap sah dan mengikat oleh anggota-

anggotanya yang menjadi pengambil bagian (partisipasi) dari sistem itu. Keseluruhan

dari institusi-institusi yang membentuk sistem sosial itu sedemikian rupa, sehingga

setiap bagian (institusi) saling bergantung dengan semua bagian lainnya sedemikian

erat hingga perubahan dalam satu bagian mempengaruhi bagian yang lain dan

keadaan sistem sebagai keseluruhan.214

4. 3. 5. Gerakan-Gerakan Kultural Kharismatik Dari Perspektif Alkitabiah

Dalam gereja-gereja Kharismatik terdapat pandangan yang berbeda terhadap

ibadah yang sesungguhnya. Tetapi dalam pandangan yang berbeda terhadap ibadah

tersebut selalu berakhir terhadap sesuatu yang berhubungan dengan perayaan, ucapan

syukur dan puji-pujian. Dalam ibadah baik perayaan maupun ibadah seremonial,

gereja Kharismatik melakukan pandangan yang jauh akan firman Tuhan dengan

mengaplikasikan apa yang dilakukan Daud ketika memuji dan menyembah Tuhan.

Semua yang terefleksi dalam ibadah yang dilakukan Daud memiliki alasan-alasan

214
Hendropuspito, Op.Cit., hlm.27

237
Alkitabiah. Pujian adalah cara atau tindakan untuk mengagungkan dan membesarkan

nama Tuhan atas apa yang Tuhan perbuat, dimana fokus dan arahnya kepada sesuatu

yang kita tujukan langsung pada Tuhan (vertikal).215 Pujian (praise) adalah cara atau

tindakan untuk mengagungkan dan membesarkan nama Tuhan atas apa yang Tuhan

perbuat, dimana fokus dan arahnya kepada sesuatu yang kita tujukan langsung pada

Tuhan (vertikal).

Mengucap syukur bukan suatu aktivitas yang dilakukan sekali dalam

seminggu, mengucap syukur harus senantiasa diucapkan dalam segala hal. Dalam

bahasa Ibrani mengucap syukur adalah sama dengan kata yang digunakan untuk

mengucapkan pujian, yakni todah artinya suatu rombongan atau paduan suara dari

orang-orang yang menaikkan ucapan syukur serta puji-pujian kepada Allah dan juga

untuk mempersembahkan korban ucapan syukur sedangkan huyyedoth berarti

nyanyian dari paduan suara.

Ada tujuh kata-kata dalam bahasa Ibrani yang menjelaskan dari berbagai

aspek yang berbeda dalam puji-pujian, yaitu:

1. Barak berarti berlutut atau bersujud, memberkati, menghormati, dan

memuji.216 Kata ini mengandung arti penghormatan dan keheningan. Hanya kata

barak dari ketujuh kata-kata pujian yang mengandung arti kesunyian, karena tidak

adanya pernyataan tentang ekspresi dan ungkapan dengan suara.

2. Yadah merupakan pernyataan atau ungkapan perasaan berterima kasih

215
Lihat 1 Tawarikh 29:20, Mazmur 22:24, Mazmur 68:26, Mazmur 96:2, Mazmur 103:1-2.
216
Hakim-Hakim 5:2; Mazmur 72:11-15

238
melalui puji-pujian. Dari akar katanya, kata yadah berarti ‘mengulurkan tangan’,

mengangkat tangan.217 Kata ini menggambarkan sebuah tindakan, bukan sesuatu yang

pasif, melainkan berupa puji-pujian yang keluar dari dalam hati dengan ekspresi

mengangkat tangan sebagai bentuk pernyataan dan bukti dari hati yang sedang

terangkat.

3. Todah berarti bersyukur dan memuji atas sesuatu yang Allah kerjakan.

Korban puji-pujian juga dinyatakan dengan mengangkat tangan.218 Hal ini adalah

puji-pujian iman dalam tindakan dan menghormati Allah, seperti tertulis di Mazmur

50:23 “Siapa yang memepersembahkan syukur (todah) sebagai korban, ia

memuliakan Aku…”.

4. Zamar artinya puji-pujian yang dinyanyikan dengan diiringi oleh alat-alat

musik. Secara atau alat musik yang bersenar.219

5. Shabakh kata ini mengandung arti memuji, sorak kemenangan, memuliakan

atau memegahkan, berteriak atau bersorak, berseru dengan nada atau suara yang

keras.220

6. Halal berarti bercahaya, berbangga atau bermegah, bersukacita, memuji,

bernyanyi, bersih dan jelas, memuji dengan penuh semangat dan gembira, bernyanyi

dengan suara nyaring.221

7.Tehillah berarti pujian pengagungan atau nyanyian kemuliaan, menyanyi

217
2 Tawarikh 20:21; Mazmur 9:2;28:7;43:4;111:1;138:1.
218
Mazmur 50:23;69:31;107:22;Yesaya 51:3
219
Mazmur 47:6-7;57:8-9;68:4-5;98:5;144:9;147:7;149:3
220
Mazmur 35:27;63:4;117:1;145:4; Daniel 2:23
221
1Tawarikh23:5;2Tawarikh20:19;31:2;Ezra.3:11;Nehemia5:13;Mazmur22:23,Yoel 2:26.

239
dan menyanjung222. Puji-pujian ini berbeda dengan ungkapan atau pernyataan puji-

pujian yang lain. Jika pujian yang lain memerlukan iman kita, maka kata tehillah

mengandung arti Allah menanggapi iman kita.

Fokus pujian hanya kepada Tuhan, yaitu harus terfokus pada karakter dan

perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib dirasakan. Pujian sebaiknya bukan sekadar

ucapan terima kasih kita kepada Tuhan karena kebaikan dan berkat-berkat Tuhan

yang telah diterima. Namun lebih dari itu pujian dapat di berikan kepada Tuhan saat

seseorang belum mendapat jawaban atas doa atau harapan dari Tuhan.

Pujian dalam ibadah dicirikan dengan adanya suatu perayaan sukacita yang

diekspresikan dengan cara menyanyi, menari-nari, berkata-kata, bermazmur,

memainkan alat musik dan lain-lain. Kitab Mazmur mencatat bahwa orang Ibrani

sangat emosional saat mengekspresikan pujian dan pemujaan mereka kepada Tuhan.

Setiap pujian yang dinaikkan di hadapan Tuhan haruslah sesuai dengan cara yang

dikehendaki-Nya, yakni sesuai dengan Firman Tuhan.

Pujian terjadi apabila ada kemauan yang disertai dengan tindakan. Pujian

tidak tergantung terhadap perasaan dan suasana hati seseorang, pujian merupakan

ekspresi jiwa kepada Tuhan, dalam Mazmur Daud ditulis dengan jelas tentang hal

tersebut, “Pujilah Tuhan, hai jiwaku. Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap

batinku!” (Mazmur 103:1).

Penyembahan (worship) berasal merupakan ekspresi hati, bukan emosi dalam

wujud kasih sebagai suatu hubungan, dengan kata lain penyembahan adalah
222
Keluaran15:11;2Tawarikh20:22;Mazmur22:4, Yesaya42: 10;61:3

240
pertemuan antara kita dengan Allah. Penyembahan dalam Alkitab menjelaskan

tentang menyambut Allah dengan cara yang benar. Perjanjian Baru menggunakan

enam kata yang diterjemahkan sebagai penyembahan. (1) Proskuneo kata yang

digunakan dalam pernyataan orang bijak, yang artinya mendekati Dia dengan penuh

kasih dan hormat untuk mencium Dia. Juga diartikan sebagai “tersungkur” yang

artinya menunjukkan penghormatan, penyanjungan. (2) Sebomai artinya to revere :

rasa hormat, adore : mengagumi, taat, menyembah dengan tekun. (3) Doxa memberi

arti kata “doxology” (kidung pujian) yang digunakan sebanyak 168 kali dalam

Alkitab. Doxa berarti dignity : martabat, glory : kemuliaan, honor : kebanggaan,

pujian dan worship : penyembahan.

(4) Latreuo termasuk kata yang penting berarti “to serve, to minister : untuk

melayani, mengabdi yang tercatat digunakan sebanyak 21 kali dalam Alkitab. (5)

Eusebo artinya to reverence : memberikan penghormatan atau menunjukkan

kesalahan. Kata Eusebo juga digunakan untuk menunjukkan tanggung jawab

pelayanan anak-anak dan cucu kepada keluarganya. (6) Ethelothreskia, berarti “selk-

willed”: keinginan diri sendiri, sewenang-wenang dan tidak beralasan.

Terdapat tiga kata utama dalam bahasa Ibrani yang digunakan dalam

Perjanjian Lama untuk menjelaskan penyembahan, yaitu dalam bahasa Inggris

dikenal dengan kata worship (menyembah). Penyembahan berbicara tentang

penundukan diri, pelayanan dan penghormatan. Kata yang paling umum untuk

“penyembahan” dalam Perjanjian Lama adalah kata Ibrani hawah. Bentuk aslinya

adalah hishtahawah yang artinya bersujud (bow down), memberi penghormatan (to

241
pay homage) dan menyembah (worship).

Menurut penelitian terdapat 170 kali kata hawah muncul dalam Perjanjian

Lama, dan kurang dari setengahnya (±75 kali) yang diterjemahkan sebagai worship

atau menyembah dalam versi New International Version (NIV). Dan dalam jumlah

yang hampir sama digunakan kata bow down atau hanya bow dalam beberapa

kalimat223

Apa yang terlihat dalam ibadah-ibadah di GBI Medan Plaza juga

sesungguhnya merupakan refleksi dari prinsip-prinsip Daud ketika menyembah

Tuhan. Daud menerima wahyu Ilahi tentang musik yang digunakan dalam kehidupan

sehari-hari dan dalam hubungan dengan Allah. Dalam Perjanjian Baru disebutkan

segala sesuatu yang telah diwahyukan kepada Daud lalu ia meneruskannya.

Pondok Daud dipenuhi oleh korban puji-pujian, sukacita dan ucapan syukur,

serta dapat dimasuki oleh semua bangsa (Mazmur 86:9) dan segala yang bernafas

(Mazmur 150:6). Cara-cara penyembahan di dalam hukum Taurat dan kitab para nabi

juga sangat mencerminkan kepada pondok Daud. Itulah yang menjadi pusat

pewahyuan dari pujian dan penyembahan dalam Alkitab. Begitu juga Paulus yang

mengatakan bahwa ia menyembah Tuhan sama dengan prinsip-prinsip yang

digunakan Daud.

Ungkapan dan tindakan religius yang muncul dalam ibadah di GBI Medan

Plaza merupakan sebuah fenomena religius yang memiliki banyak arti bagi partisipan

yang berbeda-beda. Dalam gereja-gereja tradisional kita tidak akan menemukan


223
Djohan E. Handojo, Op.Cit.,hlm.12

242
aktivitas kultural seperti yang terdapat dalam gereja-gereja kharismatik. Dalam hal ini

saya tidak bermaksud untuk membandingkan antara tradisional dan kharismatik

sebagai satuan-satuan kecil, namun hanya melihat fakta menarik dan fenomena-

fenomena yang muncul dalam denominasi yang berlainan, tujuannya agar

memperoleh pandangan yang lebih dalam dan seksama sehingga data tersebut dapat

memperjelas satu dengan yang lain. Apa yang muncul dalam aktivitas ibadah di GBI

Medan Plaza merupakan sebuah fenomenologi historis agama dimana tata cara

beribadahnya merupakan fenomena yang dicoba untuk dipahami.224

4. 4. Aspek Sosiologis Agama

Agama sebagai suatu sistem sosial di dalam kandungannya merangkum suatu

kompleks pola kelakuan lahir dan batin yang ditaati penganut-penganutnya. Dengan

cara itu pemeluk-pemeluk agama baik secara pribadi maupun bersama-sama

berkontak dengan “Yang Suci” dan dengan saudara-saudara seiman. Mereka

mengungkapkan pikirannya, isi hatinya dan perasaanya kepada Tuhan menurut pola-

pola tertentu dan lambang-lambang tertentu. Sebagai contoh bagi kalangan

Kharismatik, ketika beribadah dengan Tuhan, maka pola-pola kelakuan lahir batin

yang sudah diakui, seperti berbahasa Roh (glossolalia), menari, bertepuk tangan dan

sebagainya dilakukan untuk mengungkapkan pikiran dan isi hati kepada Tuhan.

Agama terkena proses sosial dan institusionalisasi dan menggunakan mekanisme

kerja yang berlaku, seperti:

224
Mariasusai Dhavamony, Fenomenology Agama, Kanisius.Jakarta,1995,hlm.32.

243
4. 4. 1. Ungkapan Religius Perorangan

Ungkapan iman seorang penganut agama yang sempurna (strict) personal juga

dilakukan menurut pola-pola kebudayaan tertentu. Misalnya dalam sebuah ibadah

kontemporer, seorang berdoa lalu memperagakan beberapa ungkapan melalui bahasa

verbal dengan kata-kata, mengungkapkan sikap tubuh, gerak kaki membentuk pola

sujud, gerakkan tangan baik terbuka maupun tertutup dan ungkapan-ungkapan

dengan sikap tubuh, kaki, tangan, dan sebagainya itu dilakukan menurut pola-pola

kebudayaan Kharismatik yang hidup di lingkungannya. Dengan melihat cara

seseorang berdoa, kita dapat mengenali pelakunya dengan mudah, agama apa yang

dianutnya. Dalam kekristenan juga masih dapat terpancar melalui ungkapan-

ungkapan religius yang dilakukan perorangan, aliran Kristen apa yang dianut oleh

orang tersebut.

Sebagai contoh pertama, ketika seorang Kristen bertemu dan menyapa dengan

ucapan Shalom225, maka sebagian orang akan berpandangan bahwa orang tersebut

sebagai pengaut Kristen Kharismatik. Walaupun saya belum melakukan penelitian

secara dalam akan hal ini, tetapi saya melihat dalam pengamatan sehari-hari

penggunaan kata Shalom sangat familiar dikalangan sesama jemaat Kharismatik

daripada jemaat gereja tradisional. Kedua, “gaya” berdoa seorang Kharismatik sangan

mudah dikenali dari “isi” doa yang puitis dan diucapkan dengan suara yang

“lantang”. Sekali lagi saya katakan bahwa ini merupakan pengamatan kasar saya

225
Shalom artinya damai sejahtera

244
ketika mengikuti persekutuan-persekutuan yang dilakukan interdenominasi, sering

terdengar ucapan-ucapan yang mengarahkan bahwa kaum Kharismatik sangat mudah

dikenali dari cara mereka berdoa dan berkhotbah.

4. 4. 2. Ungkapan Religius Kolektif

Ekspresi iman yang dilakukan secara komunal tidak dapat dipisahkan dari

konteks kebudayaan bangsa tertentu. Misalnya upacara kebaktian (liturgis) dalam

Katholik seperti perayaan Ekaristi, perayaan inisiasi, perayaan sakramen perkawinan,

pentahbisan imamat dari gereja Katholik disusun menurut pola kebudayaan tertentu.

Kesemuanya itu tidak hanya berdimensi ilahi tetapi juga berdimensi sosio-budaya.

Ketika saya melihat ungkapan religius yang dilakukan secara kolektif dalam

ibadah Kontemporer, maka sangat merefleksikan kebudayaan darimana lahir dan

berkembangnya agama Kristen. Secara historis agama Kristen tidak terlepas dari

kebudayaan-kebudayaan bangsa Yahudi, walaupun keduanya sama-sama

menggunakan kitab Taurat, namun secara prinsip teologi berbeda.

Ketika kebudayaan Kharismatik tumbuh dan berkembang di Amerika, dengan

cepat menyebar hingga ke penjuru dunia. Walaupun ibadah-ibadah kontemporer

dilakukan dengan menggunakan kebudayaan-kebudayaan yang “asing” bagi satu

komunitas tertentu, tetapi kebudayaan Kharismatik dapat dengan mudah diterima

oleh sebagian besar masyarakat karena memiliki dasar-dasar Alkitabiah yang jelas

dan sebagai bentuk interpretasi akan kehadiran Allah dalam setiap ibadah. Ketika

kebudayaan Kharismatik tersebut mulai populer dilakukan oleh para pengikutnya,

245
maka dalam setiap ibadah kita dapat melihat kebudayaan tersebut dilakukan secara

kolektif sebagai salah satu bentuk ungkapan religius terhadap hadirat Tuhan.

4. 5. Fungsi Sosial Musik dan Ibadah Kontemporer

Theodor W. Adorno226 dalam bukunya Introduction to the Sociology of Music

mengatakan, fungsi musik saat ini dalam masyarakat bertambah secara pertanyaan

substansial. Musik dipahami sebagai seni diantara hal lain; pada masa dimana kita

hidup sekarang masih disadari, setidaknya hal tersebut telah berkembang sebagai

bagian otonomi keindahan. Walaupun sebuah komposisi diciptakan ingin dipahami

sebagai sebuah karya seni. Tetapi jika hal ini benar bahwa semua jenis tersebut

menjadikan musik sebagai hiburan yang jauh dan hanya sedikit mengandung otonomi

keindahan, artinya tidak lebih dari itu secara substansial kuantitatif sebagai bagian

dari kehidupan budaya kita nyatakan memiliki fungsi sosial yang secara mendasar

berbeda dari yang satu dan seharusnya ada menurut pengertiannya masing-masing.

Hal itu tidak akan menjawab apa yang menjadi fungsi sebagai hiburan. Bagaimana,

jika seorang menanyakan kelak, dapatkah orang terhibur oleh sesuatu yang tidak

dijangkau oleh kesadaran dan ketidaksadaran mereka sama sekali. Theodor bertanya,

apa sebenarnya arti hiburan, kemudian? apa yang menjadi signifikan sosial dari

sebuah fenomena yang secara nyata tidak dapat terus ada dalam masyarakat.

Theodor W. Adorno mengatakan, sebaiknya kita agar tidak dengan cepat

226
Theodor W. Adorno, Introduction to the Sociology of Music,the Seabury Press, Inc, New
York, 1976,hlm.39.

246
menganggap fungsi dari sesuatu sebagai hal yang mustahil yang tidak harus ditutup-

tutupi sehingga akan menjadi sulit menyelesaikannya, hal-hal penting harus diingat.

Pertama, kurangnya pemahaman masyarakat yang akan mempengaruhi dan mengatur

ulang kembali seluruh elemen musik yang tidak membawa beberapa elemen yang

tidak berarti. Dan memang, para pendengar juga gagal untuk melihat kurangnya

pemahaman mereka sendiri.227

Jika kita bertanya tentang fungsi musik saat ini, dalam masyarakat, maka

artinya kita juga bertanya apa yang menjadi bahasa musikal kedua, yang menjadi

peninggalan karya seni di masyarakat tersebut, yang masih dilakukan. Dimulai

dengan, musik—karya-karya tradisional yang termasuk dalam kebudayaan prestius

mereka—yang masih eksis. Keberadaannya terpelihara walaupun hal tersebut tidak

dilakukan dengan pengalaman sama sekali. Akan menjadi sedikit terlalu rasionalistik

untuk menghubungkan fungsi musik saat ini secara langsung dan dampak yang

terjadi, terhadap reaksi yang tidak tersembunyi dari orang-orang. Musik sebagai

ideologi telah menjadi formula metafor di Jerman yang mengilustrasikan keadaan

baik melalui referensi musik: “Heaven hangs full of fiddles”.

Sedangkan musik sebagai fungsi sosial menurut Theodor adalah seperti dalam

kutipan berikut:

Music as a social function is akin to the “rip-off”, a fraudulent promise


of happiness which, instead of happiness, installs itself. Even in

227
Theodor W. Adorno, Ibid.,hlm.39

247
regressing to the unconsious, functional music grants a mere ersatz
satisfaction to the target of its appeal.228
Theodor mengatakan bahwa sebagai fungsi sosial musik sama “meretas” sebuah janji

curang kebahagiaan, malahan kebahagiaan terjadi sendiri. Sama dalam kemunduran

atas ketidaksadaran, musik secara fungsional semata-mata memberi kepuasan kepada

sasaran yang dituju. Yang paling penting diantara fungsi saat mengkonsumsi musik—

dimana selalu menyebabkan timbulnya kenangan-kenangan bahasa yang “segar”—

mungkin hal itu yang akan menentramkan manusia dari perasaan menderita ketika

menyelesaikan masalah.

Ide dari musik yang hebat, secara formal menggambarkan imej berlebihan,

berkat yang permanen atau, seperti yang di lakukan Beethoven dengan sebutan

“glorious moment”—ide ini adalah parodi dari fungsional musik. Dengan melihat

tren bahwa musik saat ini benar-benar pas dengan fungsinya: musik mengatur

ketidaksadaran kepada kondisi yang direfleksikan.

Musik Kristen kontemporer dan ibadah kontemporer merupakan salah satu

tren musik rohani yang memiliki fungsi dalam konteks sosio-budaya. Musik dan

ibadah kontemporer tetap dapat berlangsung dan dilakukan di GBI Medan Plaza

karena fungsi-sungsi sosial. Musik dan ibadah kontemporer memiliki fungsi-fungsi

sebagai: (a) integrasi sosio-budaya, fungsi musik dan ibadah kontemporer adalah

sebagai alat integrasi kaum Kharismatik atau lebih luas bagi jemaat-jemaat Kristen.

228
Theodor W. Adorno, Ibid.,hlm.45

248
Mengenai fungsi musik dan ibadah kontemporer dalam memberi peranan untuk

integrasi masyarakat, Alan P. Merriam memiliki pandangan seperti di bawah ini:

Music, then, provides a rallying point around which the members of


society gather to engage in activities which require the cooperation and
coordination of the group. Not all music is thus performed, of course,
but every society has occasions signalled by music which draw its
members together and reminds them of their unity (Merriam,
1964:227).

Seperti yang dituliskan Merriam, salah satu fungsi musik yakni sebagai media bagi

berkumpulnya para anggota masyarakat. Musik dan ibadah kontemporer berperan

menarik warga masyarakat dan penganut Kharismatik khususnya untuk melakukan

aktivitas ibadah. Tetapi harus diperhatikan bahwa Merriam tidak menuliskan semua

musik sebagai sarana integrasi sosial, namun setiap komunal mempunyai musik

seperti yang diungkapkannya. Sehingga masyarakat dapat diajak untuk beraktivitas

bersama, serta pentingnya setiap personal sebagai pribadi maupun komunal.

Konsep yang ditawarkan Merriam ideal sekali untuk menggambarkan fungsi

musik dan ibadah kontemporer di GBI Medan Plaza. Terutama fungsinya yang utama

memberi sumbangan terhadap integrasi jemaat, terutama jemaat GBI Medan Plaza

terdiri dari berbagai kelompok suku bangsa, etnik, ras dan golongan. Jemaat GBI

Medan Plaza berkumpul karena didasari persamaan-persamaan, seperti sama-sama

sebagai penganut Kristen Kharismatik. (b) kelestarian dan kesinambungan budaya,

sangat jelas bahwa musik dan ibadah kontemporer menjadi salah satu sarana bagi

kalangan penganut Kristen Kharismatik untuk merefleksikan semua kebudayaan-

249
kebudayaan Kristen Kharismatik. (c) pendidikan, musik dan ibadah kontemporer

menjadi kesempatan bagi para penginjilan untuk menyampaikan ajaran-ajaran Kristus

melalui membuka kelas-kelas pendalaman Alkitab, memberi training imam musik,

dan sebagainya.

(d) hiburan, Alan P. Merriam menuliskan tentang fungsi musik berikut ini.

Music provides an entertainment function in all societies. It needs


only to be pointed out that a distinction must be probably be drawn
between “pure” entertainment, which seems to be a particular feature
of music in Western society, and entertainment combined with other
functions. The latter may well be a more prevalent feature of
nonliterate societies (Merriam, 1964:223 dalam Takari, 2010).

Secara iman Kristen hal ini dihindari menjadi motivasi jemaat untuk mengikuti

ibadah kontemporer. Seharusnya mereka hadir dalam ibadah karena memiliki

kerinduan akan Tuhan, bukan untuk menyenangkan diri sendiri. Namun melalui

pandangan ilmu sosial, seorang jemaat yang mengikuti sebuah ibadah kontemporer

dan melakukan berbagai kebudayaan Kharismatik seperti menari, melompat, bertepuk

tangan, melambaikan tangan tentu secara personal membawa perasaan “entertained”

kepada dirinya. Hiburan merupakan cara untuk memenuhi keinginan asas manusia

terhadap rasa estetika dalam berbagai dimensi. Merupakan sifat alami manusia untuk

menyukai keindahan. Setelah ia menikmati sesuatu yang indah, maka ia akan terhibur

maka jiwanya akan mengalami sebuah pembaharuan atau pencerahan (aufklärung).229

(e) sebagai sarana penginjilan (misionari), musik dan ibadah menjadi sarana

229
Muhammad Takari, Desertasi Fungsi dan Bentuk Komunikasi dalam Lagu dan Tari Melayu
di Sumatera Utara, Fakulti Sastera dan Sains Sosial, Universiti Malaya. Kuala Lumpur, 2010

250
yang “manjur” untuk melakukan pekabaran injil bagi orang-orang yang belum

mengenal Tuhan. Musik Kristen kontemporer memiliki kekuatan yang besar untuk

menjangkau terutama kaum muda melalui ibadah praise and worship, melalui konser

musik rohani, melalui ibadah KKR (Kebaktian Kebangunan Rohani) dan sebagainya.

(f) sebagai sarana komunikasi, musik dan ibadah menjadi sarana komunikasi antara

jemaat dan Tuhan. Melalui musik dan ibadah jemaat membangun hubungan yang

intim sehingga jemaat dapat merasakan terpenuhi kebutuhan dan mengalami

kepuasan secara spiritual, (g) sebagai pencerminan spiritualitas Kristen, musik dan

ibadah merupakan cerminan akan nilai-nilai spiritual Kristen yang dilakukan untuk

menyenangkan Tuhan. Melalui musik dan ibadah kontemporer jemaat memuji dan

menyembah Tuhan dengan musik dan lagu yang berisi nilai-nilai spiritual Kristen.

dan lain-lainnya.

Sementara itu Soedarsono memiliki pandangan yang berbeda terhadap fungsi

seni, khususnya melalui hubungan praktikal dan integratifnya, yang mereduksi

kedalam tiga fungsi utama seni pertunjukan, yaitu: (1) sebagai kepentingan sosial

atau sarana upacara; (2) sebagai bentuk ungkapan perasaan pribadi dan dapat

menghibur diri dan (3) sebagai bentuk penyajian estetis. Melalui pandangan

Soedarsono tersebut, terlihat bahwa ibadah dan musik kontemporer memiliki fungsi

sebagai fungsi sosial, untuk mengungkapkan perasaan pribadi yang mampu

menghibur diri dan penyajian estetika.230

Sementara berdasarkan teori pada bab satu, Malinowski membedakan fungsi


230
Soedarsono dalam Takari, Op.Cit.,hlm.349

251
sosial dalam tiga tingkat abstraksi, yaitu: (1) fungsi sosial dari ibadah kontemporer

pertama, memberi pengaruh terhadap perilaku jemaat dalam masyarakat, terutama

dalam memandang adat istiadat yang telah dianut selama ini. Masyarakat tidak akan

melakukan adat istiadat yang dianggap bertentangan dengan isi Alkitab. Akibatnya

adat istiadat tersebut mulai ditinggalkan (cultural abonded), seperti dalam adat Batak

Toba, tidak melakukan tari (manortor) mengelilingi jenazah orang tua, mangulosi,

dan sebagainya.

(2) fungsi sosial dari ibadah kontemporer kedua, memberi pengaruh dan kesan

terhadap institusi lain demi memenuhi maksudnya, seperti yang dikonsepkan oleh

jemaat yang terlibah. Hal ini tampak mulai digunakannya lagu-lagu Kristen

kontemporer oleh gereja-gereja tradisional saat ini, namun masih menggunakan

iringan alat musik keyboard beserta song leader (pemimpin pujian). Hal ini

mengindikasikan karena banyak jemaat usia muda yang tertarik menyanyikan lagu-

lagu Kristen kontemporer dalam ibadah, sehingga gereja tradisional mulai membuka

terhadap hal-hal baru.

(3) fungsi sosial dari ibadah kontemporer memberi pengaruh dan kesan

terhadap keperluan mutlak untuk berlangsungnya secara terintegrasi dari suatu sistem

sosial tertentu. Artinya mampu merubah sistem ibadah yang himne dalam institusi

sebuah gereja tradisional, dengan mulai menggunakan lagu-lagu Kristen

kontemporer, walaupun secara instrumentasi masih dikatakan “malu-malu”. Namun

tampak sistem ibadah yang selama ini digunakan telah berubah secara perlahan.

252
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

Setelah diuraikan dan dikaji mulai bab satu hingga bab empat, maka pada bab

lima ini saya menyimpulkan hasil-hasil temuan saya dalam penelitian ini, yaitu Musik

Dalam Ibadah Kontemporer di GBI Medan Plaza: Suatu Kajian Struktur, Konteks dan

Fungsi Sosial. Sebagai salah satu gereja berairan Kharismatik GBI Medan Plaza

dalam ibadahnya menggunakan musik yang dikenal sebagai musik Kristen

kontemporer (Christian contemporary music). Penggunaan musik Kristen

kontemporer dengan peralatan combo band—gaya musik dan aransemennya seperti

musik populer umumnya—tersebut kemudian merefleksikan sebuah ibadah yang

kemudian disebut sebagai ibadah kontemporer (contemporary worship) yang sifatnya

dinamis dan penuh antusiasme.

Istilah kontemporer sendiri telah menimbulkan banyak polemik dan

kesalahpahaman, sebenarnya istilah Musik Kontemporer sifatnya sangat luas. Ia tidak

menunjuk kepada sesuatu apapun yang sifatnya spesifik, kecuali menunjukkan

sesuatu yang ke kinian atau mewakili ‘masa kini’ yang tidak dibatasi oleh periode

waktu tertentu. Artinya musik Kristen kontemporer dengan ibadahnya yang

kontemporer menimbulkan persepsi akan gambaran gereja saat ini setelah ±2000

tahun lalu berdiri.

253
Namun apa yang terjadi dalam gereja saat ini sebenarnya bukan sesuatu yang

baru atau asing dalam gereja. Pola ibadah yang dilakukan oleh gereja-gereja

Kharismatik merupakan pola ibadah yang mengacu kepada cara-cara Daud beribadah

kepada Tuhan. Ketika Daud melakukan kontekstualisasi dalam ibadahnya dengan

menggunakan alat-alat musik yang lazim digunakan dalam upacara penyembah-

penyembah berhala, dalam pesta-pesta, di tempat-tempat hiburan, itu merupakan

sebuah bukti kreativitas Daud dalam menyembah Allah. Cara-cara penyembahan di

dalam hukum Taurat dan kitab para nabi juga sangat mencerminkan kepada Daud.

Itulah yang menjadi pusat pewahyuan dari pujian dan penyembahan dalam Alkitab.

Seperti halnya Paulus yang mengatakan bahwa ia menyembah Tuhan sama dengan

prinsip-prinsip yang digunakan Daud.

Jika pada masa Daud alat musik kecapi, rebana dan seruling merupakan alat

musik yang populer untuk hiburan. Maka pada era teknologi saat ini gereja

mengkontekstualisasikan apa yang dilakukan Daud masa itu. Gereja juga

menggunakan alat-alat musik untuk acara-acara industri hiburan, bahkan untuk

penyembahan berhala. Sehingga tidak heran alat-alat musik sepert piano, bas, gitar,

drum, gondang, hasapi, dan sebagainya dapat hadir dan digunakan dalam ibadah di

gereja.

Akibat pemakaian alat-alat musik tersebut, maka muncul sebuah genre musik

gereja yang lebih populer. Namun genre musik bukan menjadi masalah mendasar

dalam musik gereja, tetapi lebih kepada muatan musik tersebut. Dalam gereja, musik

bisa saja berasal dari genre musik tertentu, seperti pop, gamelan, musik gendang

254
Karo, dan sebagainya, sepanjang musik itu ditujukan untuk memuliakan Tuhan dan

mendatangkan berkat bagi jemaat yang mendengarkannya. Sebenarnya tidak ada

musik yang merasa lebih layak dan unggul antara satu genre musik dengan genre

musik yang lain, musik akan indah di mata Tuhan ketika kita mengembalikan musik

itu untuk kemuliaan nama Tuhan.

Musik gereja ditampilkan untuk mengekspresikan tujuan dalam menjangkau

orang-orang melalui pesan dari Tuhan. Sebuah ibadah penginjilan itu sendiri akan

dipenuhi ketika pelaksanaannya diperlengkapi oleh Roh Kudus, dengan demikian

menjadi sebuah sarana kebenaran keselamatan besar melalui Yesus Kristus, dimana

pada saat ditanggapi oleh manusia akan menghasilkan proses menjadikannya Kristen.

Tidak ada gereja Tuhan yang dapat lepas dari peran musik. Menurut Bapak

Pdp. Obed Sembiring, satu yang perlu diperhatikan, bahwa setiap gereja memiliki

porsi musik nya masing-masing, setiap gereja memiliki visi dan misinya masing-

masing. GBI Medan Plaza dengan misi yang diberikan Tuhan untuk memulihkan

pondok Daud yang didalamnya ada pujian dan penyembahan, maka musik mendapat

perhatian lebih bagi gereja ini.

Ketika musik Kristen kontemporer digunakan dalam ibadah maka para

pengikutnya secara reflektif akan mencerminakan berbagai kebudayaan-kebudayaan

Kharismatik melalui berbagai gerakan-gerakan, maupun dalam kehidupan sehari-hari,

melalui tingkah laku, melalui gaya hidup dan sebagainya.

Dalam ibadahnya yang kontemporer gereja Kharismatik memiliki struktur

ibadah yang sifatnya lebih fleksibel dan spontan. Secara garis besar struktur ibadah

255
terbagi dalam empat bagian besar, yakni penyembahan, pujian , khotbah dan penutup.

Namun secara praktek jalannya ibadah sangat ditentukan oleh peranan worship leader

yang memimpin jalannya ibadah. Walalupun suksesnya sebuah ibadah sangat

ditentukan oleh banyak faktor, namun peranan worship leader sangat mempengaruhi

dari kualitas ibadah tersebut.

Kualitas ibadah tidak ditentukan oleh sehebat apa musik yang ditampilkan

dalam ibadah, sebaik apa alat musik yang digunakan dalam ibadah, secanggih apa

sound system yang digunakan dalam ibadah, melainkan bagaimana hati orang yang

melakukan ibadah tersebut, hal itu yang menentukan ibadah tersebut berkenan

dihadapan Tuhan.

5. 2. Saran
Sebagian penganut Kristiani memandang pemakaian musik Kristen

kontemporer merupakan sebuah kekeliruan dalam menyembah Tuhan. Beberapa

justru memandang ibadah kontemporer dengan pandangan “miring” dan sebagai

sikap menodai kemuliaah Allah. Namun pandangan yang demikian harus diteliti

kembali, apakah cara-cara penyembahan yang dilakukan oleh jemaat dengan berbagai

latar belakang kebudayaan, suku, ras dapat diseragamkan menurut satu pola ibadah

yang sama? Setiap masyarakat memiliki kaidah-kaidah kebudayaan masing-masing,

selama kaidah-kaidah kebudayaan tersebut masih relevan dengan Firman Tuhan

tidak selayaknya kita menilai bahwa apa yang dilakukan oleh satu masyarakat sebagai

aktivitas yang negatif. Menurut pandangan Kristiani Allah adalah Allah dari

256
keberagaman, Ia tidak berdiri di atas keberagaman, sebab itu Allah tidak bisa diukur

sesuai selera pribadi.

Sehingga ketika kebudayaan Kharismatik dengan musiknya yang

kontemporer menjadi begitu populer bagi beberapa masyarakat Kristen, terutama di

kota-kota besar, hal ini tidak lepas dari masyarakat perkotaan merupakan masyarakat

yang bersentuhan langsung dengan kebudayaan yang berasal dari luar Indonesia,

sehingga ketika kebudayaan Kharismatik tersebut masuk, maka dengan cepat

diterima dan dilakukan oleh masyarakat tersebut.

Kepada masyarakat yang ibadahnya menggunakan musik Kristen

kontemporer, baik sebagai worship leader, imam musik maupun jemaat agar dapat

memilah-milah musik yang akan digunakan dalam ibadah kontemporer dengan baik.

Jangan sampai lagu-lagu yang dinyanyikan dalam ibadah tidak memiliki pesan Tuhan

sehingga Roh Kudus tidak berperan didalamnya. Jangan sampai ibadah dilakukan

hanya untuk mencari keuntungan pribadi, seperti mencari popularitas atau motif

ekonomi melainkan ibadah menjadi media jemaat untuk berkomunikasi dengan

Tuhan yang di dalamnya dilakukan oleh orang-orang atau pelayan-pelayan yang

memiliki hati tertuju kepada Tuhan.

257
GLOSARIUM

Diaken : Pejabat/pelayan dalam jemaat purba yang melayani para janda dan orang
miskin. Namun dalam konteks gereja sekarang diaken (pria) dan diakones (wanita)
melayani sebagai yang menerima dan meyambut jemaat di gereja.

Daud: Raja Israel yang kedua yang mempersatukan seluruh bangsa dan membuat
kota Yerusalem menjadi ibukotanya di mana tabut perjanjian Tuhan ditempatkan
(2Sam 5-6).

Daging: Selain dalam arti harafiah kita “daging” (Yunani: sarx) juga dipakai untuk
menyatakan keadaan manusia sebagai makhluk lemah serta berdosa. Dan keadaan itu
menentukan seluruh kehidupan lahir batin. Seringkali kata “sarx” dipertentangkan
dengan Roh Allah yang membebaskan manusia dari penaklukkannya kepada dosa.

Jemaat : Persekutuan orang-orang percaya kepada Yesus Kristus, baik yang di satu
tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen

Worship Leader : Pemimpin pujian dalam ibadah, worship leader merupakan


pelayanan yang memerlukan kecakapan tersendiri, yang berbeda dengan pelayanan
imam musik (worship musician), pendeta, penatua atau penyanyi (singer). Worship
leader memiliki beban yang berat untuk memimpin seluruh jemaat (mereka yang
sakit, letih, sakit hati, keras kepala, malas, tak dapat diajar) ke dalam suatu suasana
yang menciptakan hubungan dengan Allah baik secara pribadi maupun jemaat secara
keseluruhan. Ada tiga tugas worship leader dalam sebuah ibadah kontemporer, yaitu:
(1) membawa seluruh jemaat ke dalam hadirat Allah sehingga mereka dapat memuji
dan menyembah-Nya dan mendengarkan-Nya dalam setiap ibadah, (2) mengkoordinir
dan menyatukan para penyanyi dan pemain musik dalam pelayanan mereka kepada
Allah dan dalam jemaat, (3) untuk mempersiapkan jemaat pada pelayanan Firman
Tuhan.

Gereja Tradisional : Terminologi yang diberikan kepada gereja-gereja yang


melakukan ibadah secara liturgikal

Mazmur : Ialah doa gereja yang dinyanyikan. Oleh karena itu, mazmur harus
mendapat tempat liturgis sendiri di dalam ibadah. Juga merupakan nama kitab
Perjanjian Lama yang ditulis oleh Raja Daud.

Christian Contemporary Music (CCM) : Dianalogikan sebagai jenis musik gereja


yang diluar kaidah-kaidah musik maupun instrumentasi gereja tradisi yang
menggunakan musik bergaya himne diiringi piano,organ dan sebagainya dalam setiap
ibadah

258
Contemporary worship : Merupakan ibadah yang sifatnya lebih fleksibel dan tidak
diatur dalam sebuah rutinitas yang tersusun secara liturgis

Kontemporer : Menunjukkan sesuatu yang kekinian atau mewakili ‘masa kini’ yang
tidak dibatasi oleh periode waktu tertentu

Pondok Daud : Pola ibadah yang dipenuhi sorak sorai dan puji-pujian, sukacita,
ucapan syukur, dan dapat dimasuki oleh semua bangsa (Lihat Mazmur 86:9). Pondok
Daud merupakan satu pola ibadah yang sangat menekankan pujian dan penyembah
yang dinominasi serta peranan musik sangat penting didalamnya, ibadah pujian dan
penyembahan akan membawa kita kepada salah satunya adalah selebratif atau
perayaan

Mesbah : (the altar of God) merupakan tempat pertemuan manusia dengan Tuhan,
dimana manusia menyembah dan menaikkan doa-doa kepada Tuhan dan Tuhan
mencurahkan berkat-Nya (1Raja-Raja 18:36-37). Mesbah juga sebagai dasar tempat
korban diletakkan. Sebenarnya tubuh manusia juga mesbah dimana korban-korban itu
diletakkan, artinya setiap orang Kristen harus memberikan korban kepada Tuhan
melalui puji-pujian

Filler : Imam musik yang bertugas sebagai ‘pengisi’ (accompaniment) dalam sebuah
tim musik melalui synthesizer dengan pemilihan jenis suara-suara yang tepat untuk
suasana yang berbeda
Doa Syafaat : Doa yang dalam beberapa tata kebaktian gereja-gereja di Indonesia
disebut doa umum atau doa pastoral. Di luar negeri disebut dengan nama
intercession.
Bahasa Roh : Salah satu karunia Roh Kudus yang memuji Allah di dalam doa
dengan bahasa yang baru yang biasanya tidak dapat dipahami oleh orang yang
memakainya (Lihat 1Korintus 12 dan 14)

Pengerja : Merupakan istilah yang umum digunakan dalam GBI yang maksudnya
adalah karya secara menyeluruh semua umatnya untuk kepentingan penyebaran
agama Kristen. Makna ini juga merujuk kepada struktur organisasi GBI, yang terdiri
dari pendeta yang lazim disebut Bapak Pembina, departemen-departemen, serta umat.

Kanon : Adalah patokan; dari situ: daftar tulisan-tulisan yang tergolong pada Kitab-
kitab Suci.

Baptis : Berasal dari kata bapto, baptize yang berarti: (1) meliputi seluruhnya dengan
cairan (to cover wholly with water), (2) mencelupkan sesuatu kedalam cairan,

259
kemudian mengeluarkannya kembali (fully wet), (3) dibanjiri, dicelupkan,
dibenamkan. (manual book KOM Seri 100 Pencari Tuhan, untuk kalangan sendiri)

Korban : Persembahan kepada Allah untuk memuliakan Dia (korban sajian dan
korban minuman), untuk memelihara persekutuan dengan Dia (korban bakaran,
korban keselamatan dan korban pujian), untuk menebus dosa dan kesalahan (korban
penghapus dosa, korban penebus salah). Pada waktu pentahbisan imam ada
persembahan unjukan dan persembahan khusus. Demikianlah keadaan di Israel.
Yesus Kristus mengorbankan diri-Nya sekali untuk selamanya sebagai korban
penebus dosa. Jemaat Kristen dianjurkan untuk berkorban atas dasar perbuatan Yesus
itu, khususnya mempersembahkan korban pujian. (Ibr.13:15)

KOM (Kehidupan Orientasi Melayani) : Kelas belajar tentang Alkitab yang


menjadi wadah untuk mempersiapkan umat yang layak bagi Tuhan menjelang
kedatangan-Nya yang keduakali (Luk.1:17)

Iblis : Si jahat yang melawan Allah serta rencana keselamatan-Nya. Juga disebut
“yang jahat” (Mat.6:13). Kata asli dalam bahasa Ibrani dan Yunani berarti:
pendakwa (Lihat Ayb.1). ia adalah “pembunuh manusia sejak semula…di dalam dia
tidak ada kebenaran dan ia adalah pendusta dan bapa segala dusta”(Yoh.8:44). Pada
akhir jaman kuasanya akan meningkat (Why.12), tetapi akhirnya ia akan dikalahkan
oleh kuasa firman Allah (Why.19;11-20:6) juga disebut sebagai setan.
Flowing : Progresi akor yang baku yang dimainkan dalam sebuah ibadah
kontemporer untuk membawa jemaat kedalam penyembahan dan dilakukan secara
berulang-ulang dengan perubahan dinamik yang perlahan-lahan semakin keras hingga
mencapai sebuah klimaks, kemudian kembali kepada dinamik semula yang lembut.

Recitatif : Gaya nyanyian yang lebih mirip “berbicara” dengan tingginada tertentu
(artinya, teks atau pemahaman teks diutamakan). Ritmenya sesuai dengan ritme suku
kata, bahkan urutan nada-nada lebih cenderung kepada repetisi nada tertentu. Sebuah
resitatif biasanya diiringi dengan akor-akor dan bas yang sederhana (figured bass)

Figured Bass : Atau thorough bass atau disebut juga general bass merupakan
prinsip dasar pada zaman Barok (dan selanjutnya), berhubungan erat dengan
munculnya sistem harmoni tonal secara vertikal. Prinsip ini berdasarkan syarat,
bahwa nada bas selalu merupakan nada utama (fundamen) segala kesan harmoni yang
berbunyi. Oleh karena itu terdapat suatu cara notasi, yaitu suara bas saja dengan
berbagai angka-angka di bawah masing-masing not bas sebagai tanda-tanda teratur
untuk muatan akor-akor iringan (yang berdasarkan nada bas itu)

260
Sorak-sorai : Suasana dimana worship leader akan membawa jemaat kepada
suasana sukacita, bersorak riang seperti: “Halleluya!”, “Yesus!”. Dalam suasana
sorak-sorai imam musik tetap memainkan musik pada tingkat tonik dengan teknik—
saya menggunakan istilah Paul Cooper—motoric rhythm. Peranan drum sangat
penting dalam menciptakan suasana sorak-sorai, dimana suara cymbal sangat
dominan.

Shofar : Atau sangkakala dibuat dari tanduk domba jantan, dipakai dalam persiapan
perang dalam ibadah.

Open chord : Terminologi untuk menggambarkan intro musik yang akan mengantar
worship leader ketika akan memulai sebuah lagu biasanya dengan progresi akor I-
IV/I
Haleluya/Aleluya (Bahasa Ibrani): “Pujilah Tuhan”. sering sekali dipakai dalam kitab
Mazmur, juga dalam Wahyu 19:1,3,4,6.

Tabut (Tabut perjanjian Tuhan) : Ialah peti kayu yang melambangkan kehadiran
Allah di tengah-tengah umat-Nya, khususnya di dalam perang (misalnya 1Sam.4).
Peti itu juga berisikan kedua loh batu yang ditulisi kesepuluh hukum. Di atas tabut itu
terdapat tutup perdamaian (Kel.25:10-22; Ibr.9:4-5). Daud memindahkan tabut itu ke
Yerusalem, dan kemudian ditempatkan dalam Bait Allah (2Sam. 6; 1Raj.8)

Etnologi : Cabang dari Antropologi yang menganalisis secara komparatif,


kebudayaan-kebudayaan dari masyarakat kontemporer atau kelompok-kelompok
linguistis

Kontekstualisasi (contextualization) : Berasal dari kata konteks (context) yang


diangkat dari kata Latin “Contextere” yang artinya menenun atau menghubungkan
bersama (menjadikan satu). Kata benda “Contextus” menunjuk kepada apa yang telah
ditenun (tertenun), dimana semuanya telah dihubung-hubungkan secara keseluruhan
menjadi satu. Agar lebih memahami istilah ini, maka masih ada beberapa istilah yang
saling berhubungan antara lain: Teks dan Konteks. Mengenai kedua istilah tersebut,
Konteks adalah suatu kesatuan atau kumpulan kalimat di mana didalamnya terdapat
teks.

Gabriel : Berperan sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan pesan Tuhan atau
rencana Allah bagi manusia

Michael : Berperan sebagai panglima tertinggi pasukan malaikat.

261
Lucifer : Malaikat terhormat yang diciptakan Allah. Ia diurapi dan tinggal di suatu
tempat yang sangat terhormat di kerajaan Allah, yaitu di gunung kudus Allah untuk
menjaga Takhta Allah (Lihat Yehezkiel 28:12-15)

Imam: Suatu jabatan dalam umat Israel yang penting peranannya. Tugasnya:
mempersembahkan korban, mengadakan doa syafaat dan memberi berkat. Dalam
gereja, imam musik adalah jabatan yang bertugas melayani dalam bidang musik

Pujian dan Penyembahan: Dapat mengacu kepada sebuah bentuk pola ibadah dan
repertoar lagu. Kata pujian atau penyembahan yang digunakan pada konteks yang
berbeda memiliki arti yang berbeda juga.

Pujian : Cara atau tindakan untuk mengagungkan / membesarkan nama Tuhan atas
apa yang Tuhan perbuat

Penyembahan : Ekspresi hati / bukan emosi dalam wujud kasih sebagai suatu
hubungan.

Jemaat: Persekutuan orang-orang yang percaya kepada Yesus Kristus, baik yang di
satu tempat maupun keseluruhan persekutuan Kristen.

Talenta: ukuran timbangan sebesar 3000 syikal = kurang lebih 34 kilogram. Dalam
Perjanjian Baru ukuran jumlah uang yang sangat besar nilainya, yaitu 6000 dinar
(Mat.18:24;25:15-28)

Amin kata Ibrani yang berarti: pasti! Sungguh! Benar!

262
KEPUSTAKAAN

Abineno,J.L.Ch.,2005.Unsur-Unsur Liturgia Yang Dipakai Oleh Gereja-Gereja di


Indonesia,Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Adorno, W Theodor.,1976,Introduction to the Sociology of Music,New York: The


Seabury Press Inc.

Albert,Seay.,1975. Music in the Medieval World,New Jersey: Prentice-Hall,Inc.1975,


Englewood Cliffs.

A.van,Dr.Rijnardus.,2007.Kooij,Menguak Fakta, Menata Karya Nyata. Jakarta: BPK


Gunung Mulia

Baker,D.L.,1991.Roh dan Kerohanian dalam Jemaat, Tafsiran Surat 1 Korintus 12


14, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Byrnside, Ronald,et.al.,1975.Contemporary Music and Music Cultures, New Jersey:


Prentice Hall.,Englewood Cliffs.

Banoe,Pono., 2003.Pengantar Pengetahuan Harmoni,Jogjakarta: Kanisius.

Baal, J.van.,1987,Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya,Jakarta: PT.


Gramedia.

Basden, Paul.,1999.The Worship: Finding a style to Fit Your Church, Downer Grove:
Intervarsity.

Chase,Gilbert.,1992. America’s Music From the Pilgrims to the Present,


Urbanada&Chicago: University of Illinois Press.

Dea, F.Thomas.,1996. Sosiologi Agama, Suatu Pengenalan Awal,Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Dhorme,E.,1956,Le Dieu Baal et le Dieu Moloch Dans la Tradition Biblique,Anst 6

Dhavamony, Mariasusai.,1995.Fenomenology Agama,Jakarta: Kanisius.

Djohan.,2009.Psikologi Musik,Yogyakarta: Best Publisher.

End,Th.van den.,2004. Harta dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia.

263
Engle, Mcintosh., 2006.Evaluating Church Growth,Surabaya:Gandum Mas.

Echols, John M dan Hassan Shadily.,1996. Kamus Inggris Indonesia ,Jakarta:


Gramedia Pustaka Utama.

Etherington L, Charles, Protestant Worship Music-Its History And Practice,p.12-16


dalam http://www.gkj.or.id

Fore,F.W.,2006.Para Pembuat Mitos dalam Kristian Feri Arwanto.11Oktober.

Gilley’s,Pastor,1999. March 1999, “Thing on these Thing” IV No.3, Mei-Juni.

Hardjana Suka,2003 Corat-Coret Musik Kontemporer Dulu dan Kini,Jakarta: Ford


Foundation dan MSPI.

Hesselgrave, David J & Edward Rommen, 1995.Kontekstualisasi-Makna, Metode


dan Model, Jakarta: BPK Gunung Mulia

Hendropuspito,O.C,1983. Sosiologi Agama,Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

Hooijdonk,van P.G,1996., Batu-batu yang Hidup, Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Hardjana, Suka.,1992,”Memahami Musik Kontemporer”, Kompas MInggu,hlm.6

Handojo, E.Djohan.,2003The Fire of Praise and Worship,Yogyakarta: Andi Offset


Yogyakarta.

Inayat, Hazrat Khan, 1998. Dimensi Mistik Musik dan Bunyi

J. Samuel,Wilfred.,2007. Kristen Kharismatik,Jakarta: BPK Gunung Mulia

Kodijat Latifah.,1986.Istilah-Istilah Musik, Djambatan


Mack,Dieter.,1996. Ilmu Melodi Ditinjau dari Segi Budaya Musik Barat,Yogyakarta:
Pusat Musik Liturgi.
Marckward, Albert H. et al. (eds.),1990,Webster Comprehensive Dictionary (volume
2). Chicago: Ferguson Publishing Company
Malm,William P.,1977.Music Cultures of the Pacific, Near East, and Asia. New
Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs; serta terjemahannya dalam bahasa
Indonesia, William P. Malm, 1993, Kebudayaan Musik Pasiflk, Timur

264
Tengah, dan Asia, dialihbahasakan oleh Muhammad Takari, Medan:
Universitas Sumatera Utara Press.

Mitchell William J,1965. Elementary Harmony 3rd Edition,New Jersey: Prentice


Hall,Inc

Mike & Hibbert,1988. Pelayanan Musik,Jogjakarta:Andi Offset.

Merriam, Alan P. 1964. Anthoropology of Music. Blomington, Indiana : University


Press
Manual Book Training Departemen Musik GBI Medan Plaza, Untuk Kalangan
Sendiri
Manual Book KOM seri 100 Pencari Tuhan, Divisi Pengajaran GBI Jakarta,
ISBN:979-3571-055
Newman.Jr,1966. Souter, A Pocket Lexicon to the Greek New Testament, London: \
Oxford University Press, Conzelmeann,TDNT IX
Marckward, Albert H. et al. (eds.).,1990,Webster Comprehensive Dictionary
(volume 2) Chicago: Ferguson Publishing Company.
Nora,T.De.,2001.Aesthetic Agency and Musical Practice: New Directions on the
Sociology of Music Emotion.

Nakagawa Shin, 2000. Musik dan Kosmos:Sebuah Pengantar Etnomusikologi,


Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Clifford Geertz.,1973. The Interpretation of Culture, New York: Basic

O’Dea,Thomas F,1996.Sosiologi Agama, suatu pengenalan awal,Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada.

Oberman, G.W.,1947.De Gang van het Kerkelijk Jaar,’s Gravenhage,1947.blz.109vv

Purba, Mauly, 2000. Gereja dan Adat: Kasus Gondang Sabangunan dan Tortor,
Antropologi Indonesia.
——————,2006, Musik Populer,Lembaga Pendidikan Seni
Nusantara,Jakarta,2006.
R. Ray,David.,2000 Gereja Yang Hidup, Jakarta: BPK Gunung Mulia
Ranoh, Ayub.,2000. Pemimpin Kharismatik,Jakara: BPK Gunung Mulia

265
Ratner,Leonard G,1962. Harmony Structure & Style, McGraw-Hill Book Company.

Rouget,Gilbert.,1985.Music and Trance: a theory of relations between music and


possession,Chicago: The University of Chicago Press.
Sadie,Stanley. The New Grove-Dictionary of Music and Musician-Volume VII,
hlm.696

Seay,Albert.,1975.Music in the Medieval World,New Jersey: Prentice-Hall,Inc,


Englewood Cliffs.
Schemann,Alexander.,1965.Sacraments and Orthodoxy, New York: Herder and
Herder
Sihombing,Gugun.,2009.Manajemen Organisasi, Pelatihan, dan Struktur Musik di
Gereja Bethel Indonesia Medan Plaza, Medan: Skripsi Etnomusikologi USU.
Saragih Winnardo,2008.Misi Musik,Jogjakarta: Percetakan Andi Offset.

Samuel,Wilfred J, 2006. Kristen Kharismatik,Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Schemann Alexander, 1965. Sacraments and Orthodoxy, Ney York: Herder and
Herder,Grove Dictionary of Music and Musician-Volume VII

Sugiri, L dkk,2006. Gerakan Kharismatik, Apakah Itu?,Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Sachs, Curt,1943. The Rise of Ancient World East and West, New York:

—————,1940.,The History of Musical Instruments, W.W Norton Company,Inc

Senduk, H.L,Sejarah Gereja Bethel Indonesia,Untuk Kalangan Sendiri

Turner,Victor.,1967.The Forest of Symbols, Ithaca:Cornell University Press

——————.1974. Drama, Fields, and Metaphors: Symbolic Action in Human


Society. Ithaca and London: Cornell University Press.

Takari, Muhammad.,2010. Desertasi Fungsi dan Bentuk Komunikasi dalam Lagu dan
Tari Melayu di Sumatera Utara, Fakulti Sastera dan Sains Sosial,
Universiti Malaya. Kuala Lumpur

——————, et al,2008.Masyarakat Kesenian di Indonesia,Medan: Studia Kultura


Fakultas Sastra, Universitas Sumatera Utara

266
Treichler, P.A., C. Nelson dan L. Grossberg, 1992. “Cultural Studies.” Cultural
Studies. L. Grossberg, C. Nelson dan P.A. Treichler (eds.). New York:
Routledge.

Trench,R.Ch, Synonims of the New Testaments, Grand Rapids:W.B.Eerdmans


Publishing Company

Tomatala,Yopie.,1988.Penginjilan Masa Kini, Manual Book for Mission


Departement GBI

Wade,T.E.,1991,Spirit Possession,Auburn California: Gazelle Publications.

Weber,Max.,1947.The Theory of Social and Economic Organization, diterjemahkan


oleh A.M Henderson dan Talcott Parson, Talcott Parsons (ed). (New York:
Oxford University Press)

Wilson,John.,1965. An Intorduction to Church Music, Chicago: Moody Press.

Willoughby,David.,1996 The World of Music 3rd Edition, Brown & Benchmark


Publisher, Susquehanna University.

267
INTERNET

www.gkj.or.id
www.wikipedia.com
http://gema.sabda.org
www.wikipedia.com file:///H:/Contemporary_Christian_music.htm
www.guitarthinker.com
www.medanku.com
www.kbbi_online.com

268
Gambar 23. Tim Multimedia
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 24. Soundman sedang mengoperasikan mixer Allen & Heath


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

269
Gambar 25. Tim musik sedang melayani dalam sebuah ibadah
(Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 26. Loudspeaker Electro Voice digantung pada plafon


(Sumber: Dokumentasi pribadi)

270
LAMPIRAN DAFTAR INFORMAN

1. Nama : Pdt. R. Bambang Jonan


Jabatan : Gembala Pembina GBI Rayon IV Medan Plaza
Umur : 51 Tahun
Domisili : Medan, Sumatera Utara

2. Nama : Pdp. Obed Sembiring


Jabatan : Koordinator Departemen Musik GBI Rayon IV Medan Plaza
Direktur Sekolah Musik FLOW, Imam Musik
Umur : ± 43 Tahun
Domisili : Medan, Sumatera Utara

3. Nama : Pdt. Robert Siahaan,S.Th., M.Th.


Jabatan : Rektor STT Misi Internasional Pelita Kebenaran
Umur : ± 53 Tahun
Domisili : Pematang Siantar, Sumatera Utara

4. Nama : Pdp. Boni Gea


Jabatan :Imam Musik, Ketua Divisi Pengajaran di Depmus Mdn Plz
Umur : ± 32 Tahun
Domisili : Binjai, Sumatera Utara

271
LAMPIRAN AYAT ALKITAB

Kejadian 1:2 Bumi belum berbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi
samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan
air.
Kejadian 2:7 Ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu
tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya;
demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup.
Mazmur 33:6 Oleh firman TUHAN langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulut-
Nya segala tentaranya.
Mazmur 104:23 Manusiapun keluarlah ke pekerjaannya, dan ke usahanya sampai
petang.
Kisah Rasul 16:17 Ia mengikuti Paulus dan kami dari belakang sambil berseru,
katanya: "Orang-orang ini adalah hamba Allah Yang Mahatinggi.
Mereka memberitakan kepadamu jalan kepada keselamatan."
Galatia 4:6 Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh
Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru: "ya Abba, ya Bapa!"
Roma 8:15 Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu
menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang
menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: "ya Abba,
ya Bapa!"
Roma 8:16 Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah
anak-anak Allah.
Mazmur 86:9 Segala bangsa yang Kaujadikan akan datang sujud menyembah di
hadapan-Mu, ya Tuhan, dan akan memuliakan nama-Mu.
1 Raja-Raja 18:36 Kemudian pada waktu mempersembahkan korban petang,
tampillah nabi Elia dan berkata: "Ya TUHAN, Allah Abraham,
Ishak dan Israel, pada hari ini biarlah diketahui orang, bahwa
Engkaulah Allah di tengah-tengah Israel dan bahwa aku ini hamba-
Mu dan bahwa atas firman-Mulah aku melakukan segala perkara
ini.
1 Raja-Raja 18:37 Jawablah aku, ya TUHAN, jawablah aku, supaya bangsa ini
mengetahui, bahwa Engkaulah Allah, ya TUHAN, dan Engkaulah
yang membuat hati mereka tobat kembali."
Mazmur 16:11 Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-
Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada
nikmat senantiasa.
Kisah Para Rasul 1:8 Tetapi kamu akan menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun ke atas
kamu, dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di
seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi."
1 Korintus 12:7-11 Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk
kepentingan bersama.
1 Korintus 12:8 Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk
berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama
memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan.
1 Korintus 12:9 Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan
kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan.
1 Korintus 12:10 Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan
mujizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk

272
bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk
membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia
memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan
kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa
roh itu.
1 Korintus 12:11 Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama,
yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus,
seperti yang dikehendaki-Nya.
Matius 6:33 Jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu. Jadi jika terang yang
ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu.
Amos 9:11 "Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang
telah roboh; Aku akan menutup pecahan dindingnya, dan akan
mendirikan kembali reruntuhannya; Aku akan membangunnya
kembali seperti di zaman dahulu kala.
Ibrani 13:15 Sebab itu marilah kita, oleh Dia, senantiasa mempersembahkan
korban syukur kepada Allah, yaitu ucapan bibir yang memuliakan
nama-Nya.
Yohanes 10:11 Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan
nyawanya untuk domba-dombanya.
Yohanes 10:14 Akulah gembala yang baik. Sama seperti Bapa mengenal Aku dan
Aku mengenal Bapa, begitu juga Aku mengenal domba-domba-Ku
dan mereka pun mengenal Aku. Aku menyerahkan nyawa-Ku
untuk mereka.
1 Korintus 11:19 Sebab di antara kamu harus ada perpecahan, supaya nyata nanti
siapakah di antara kamu yang tahan uji.
1 Korintus 3:15 Jika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia
sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.
Yesaya 54:2 Lapangkanlah tempat kemahmu, dan bentangkanlah tenda tempat
kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali
kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu!
Yesaya 54:3 Sebab engkau akan mengembang ke kanan dan ke kiri,
keturunanmu akan memperoleh tempat bangsa-bangsa, dan akan
mendiami kota-kota yang sunyi.
Lukas 1:17 Dan ia akan berjalan mendahului Tuhan dalam roh dan kuasa Elia
untuk membuat hati bapa-bapa berbalik kepada anak-anaknya dan
hati orang-orang durhaka kepada pikiran orang-orang benar dan
dengan demikian menyiapkan bagi Tuhan suatu umat yang layak
bagi-Nya."
Yehezkiel 28:12 "Hai anak manusia, ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus
dan katakanlah kepadanya: Beginilah firman Tuhan ALLAH:
Gambar dari kesempurnaan engkau, penuh hikmat dan maha
indah.
Yehezkiel 28:13 Engkau di taman Eden, yaitu taman Allah penuh segala batu
permata yang berharga: yaspis merah, krisolit dan yaspis hijau,
permata pirus, krisopras dan nefrit, lazurit, batu darah dan malakit.
Tempat tatahannya diperbuat dari emas dan disediakan pada hari
penciptaanmu.
Yehezkiel 28:14 Kuberikan tempatmu dekat kerub yang berjaga, di gunung kudus
Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang
bercahaya-cahaya.

273
Yehezkiel 28:15 Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari
penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu.
Yehezkel 14:11 Supaya kaum Israel jangan lagi sesat dari pada-Ku dan jangan lagi
menajiskan dirinya dengan segala pelanggaran mereka; dengan
demikian mereka akan menjadi umat-Ku dan Aku akan menjadi
Allah mereka, demikianlah firman Tuhan ALLAH."
Josua 24:15 Tetapi jika kamu anggap tidak baik untuk beribadah kepada
TUHAN, pilihlah pada hari ini kepada siapa kamu akan beribadah;
allah yang kepadanya nenek moyangmu beribadah di seberang
sungai Efrat, atau allah orang Amori yang negerinya kamu diami
ini. Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada
TUHAN!"
Efesus 6:5 Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia dengan takut dan
gentar, dan dengan tulus hati, sama seperti kamu taat kepada
Kristus,
Efesus 6:6 Jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan hati
orang, tetapi sebagai hamba-hamba Kristus yang dengan segenap
hati melakukan kehendak Allah.
Matius 15:2 "Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang
kita? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan."
Mazmur 43:3 Suruhlah terang-Mu dan kesetiaan-Mu datang, supaya aku dituntun
dan dibawa ke gunung-Mu yang kudus dan ke tempat kediaman-
Mu!
Mazmur 119:105 Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku.
2 Timotius 3:16 Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk
mengajar, untuk menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki
kelakuan dan untuk mendidik orang dalam kebenaran.
2 Timotius 3:17 Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah
diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik.
Mazmur 66:17 Kepada-Nya aku telah berseru dengan mulutku, kini dengan
lidahku aku menyanyikan pujian.
Efesus 5:19 dan berkata-katalah seorang kepada yang lain dalam mazmur,
kidung puji-pujian dan nyanyian rohani. Bernyanyi dan
bersoraklah bagi Tuhan dengan segenap hati.
Galatia 4:9 Tetapi sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau lebih baik,
sesudah kamu dikenal Allah, bagaimanakah kamu berbalik lagi
kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan mau mulai
memperhambakan diri lagi kepadanya?
Matius 6:13 dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan, tetapi
lepaskanlah kami dari pada yang jahat. (Karena Engkaulah yang
empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-
lamanya. Amin.)
Yohanes 8:44 Iblislah yang menjadi bapamu dan kamu ingin melakukan
keinginan-keinginan bapamu. Ia adalah pembunuh manusia sejak
semula dan tidak hidup dalam kebenaran, sebab di dalam dia tidak
ada kebenaran. Apabila ia berkata dusta, ia berkata atas
kehendaknya sendiri, sebab ia adalah pendusta dan bapa segala
dusta.
Wahyu 19:11 Lalu aku melihat sorga terbuka: sesungguhnya, ada seekor kuda
putih; dan Ia yang menungganginya bernama: "Yang Setia dan
Yang Benar," Ia menghakimi dan berperang dengan adil.

274
Wahyu 20:6 Berbahagia dan kuduslah ia, yang mendapat bagian dalam
kebangkitan pertama itu. Kematian yang kedua tidak berkuasa lagi
atas mereka, tetapi mereka akan menjadi imam-imam Allah dan
Kristus, dan mereka akan memerintah sebagai raja bersama-sama
dengan Dia, seribu tahun lamanya.
Mazmur 8:2 Aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur
bagi nama-Mu, ya Mahatinggi.
1 Tawarikh 25:1 Selanjutnya untuk ibadah Daud dan para panglima menunjuk anak-
anak Asaf, anak-anak Heman dan anak-anak Yedutun. Mereka
bernubuat dengan diiringi kecapi, gambus dan ceracap. Daftar
orang-orang yang bekerja dalam ibadah ini ialah yang berikut.
1 Samuel 16:23 Dan setiap kali apabila roh yang dari pada Allah itu hinggap pada
Saul, maka Daud mengambil kecapi dan memainkannya; Saul
merasa lega dan nyaman, dan roh yang jahat itu undur dari
padanya.
Kisah Para Rasul 16:25 Tetapi kira-kira tengah malam Paulus dan Silas berdoa dan
menyanyikan puji-pujian kepada Allah dan orang-orang hukuman
lain mendengarkan mereka.
Keluaran 30:22 Berfirmanlah TUHAN kepada Musa:
Keluaran 30:23 "Ambillah rempah-rempah pilihan, mur tetesan lima ratus syikal,
dan kayu manis yang harum setengah dari itu, yakni dua ratus lima
puluh syikal, dan tebu yang baik dua ratus lima puluh syikal,
Keluaran 30:24 dan kayu teja lima ratus syikal, ditimbang menurut syikal kudus,
dan minyak zaitun satu hin.
Keluaran 30:25 Haruslah kaubuat semuanya itu menjadi minyak urapan yang
kudus, suatu campuran rempah-rempah yang dicampur dengan
cermat seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah;
itulah yang harus menjadi minyak urapan yang kudus.
1 Samuel 16:12 Kemudian disuruhnyalah menjemput dia. Ia kemerah-merahan,
matanya indah dan parasnya elok. Lalu TUHAN berfirman:
"Bangkitlah, urapilah dia, sebab inilah dia."
1 Samuel 16:13 Samuel mengambil tabung tanduk yang berisi minyak itu dan
mengurapi Daud di tengah-tengah saudara-saudaranya. Sejak hari
itu dan seterusnya berkuasalah Roh TUHAN atas Daud. Lalu
berangkatlah Samuel menuju Rama.
2 Samuel 2:4 Kemudian datanglah orang-orang Yehuda, lalu mengurapi Daud di
sana menjadi raja atas kaum Yehuda. Ketika kepada Daud
diberitahukan bahwa orang-orang Yabesh-Gilead menguburkan
Saul
Keluaran 28:41 Maka semuanya itu haruslah kaukenakan kepada abangmu Harun
bersama-sama dengan anak-anaknya, kemudian engkau harus
mengurapi, mentahbiskan dan menguduskan mereka, sehingga
mereka dapat memegang jabatan imam bagi-Ku.
1 Raja-Raja 19:16 Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel,
dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi
nabi menggantikan engkau.
1 Tawarikh 25:2-3 dari anak-anak Asaf ialah Zakur, Yusuf, Netanya dan Asarela,
anak-anak Asaf di bawah pimpinan Asaf, yang bernubuat dengan
petunjuk raja.
1 Tawarikh 25:3 Dari Yedutun ialah anak-anak Yedutun: Gedalya, Zeri, Yesaya,
Simei, Hasabya dan Matica, enam orang, di bawah pimpinan ayah

275
mereka, Yedutun, yang bernubuat dengan diiringi kecapi pada
waktu menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi TUHAN.
Mazmur 49:5 Mengapa aku takut pada hari-hari celaka pada waktu aku dikepung
oleh kejahatan pengejar-pengejarku,
Mazmur 100:1 Mazmur untuk korban syukur. Bersorak-soraklah bagi TUHAN,
hai seluruh bumi!
Mazmur 100:2 Beribadahlah kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke
hadapan-Nya dengan sorak-sorai!
Mazmur 100:3 Ketahuilah, bahwa Tuhanlah Allah; Dialah yang menjadikan kita
dan punya Dialah kita, umat-Nya dan kawanan domba gembalaan-
Nya.
Mazmur 100:4 Masuklah melalui pintu gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke
dalam pelataran-Nya dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya
dan pujilah nama-Nya!
Mazmur 100:5 Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-lamanya,
dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.
2 Tawarikh 7:1 Setelah Salomo mengakhiri doanya, apipun turun dari langit
memakan habis korban bakaran dan korban-korban sembelihan itu,
dan kemuliaan TUHAN memenuhi rumah itu.
2 Tawarikh 7:2 Para imam tidak dapat memasuki rumah TUHAN itu, karena
kemuliaan TUHAN memenuhi rumah TUHAN.
2 Tawarikh 7:3 Ketika segenap orang Israel melihat api itu turun dan kemuliaan
TUHAN meliputi rumah itu, berlututlah mereka di atas lantai
dengan muka mereka sampai ke tanah, lalu sujud menyembah dan
menyanyikan syukur bagi TUHAN: "Sebab Ia baik! Bahwasanya
untuk selama-lamanya kasih setia-Nya."
2 Tawarikh 7:4 Lalu raja bersama-sama seluruh bangsa mempersembahkan korban
sembelihan di hadapan TUHAN.
1 Korintus 3:16 “Tidak tahukah kamu, bahwa kamu adalah bait Allah dan bahwa
Roh Allah diam di dalam kamu?”
Yohanes 3:16 Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah
mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang
kekal.
Roma 5:8 Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh
karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.
Wahyu 5:9 Dan mereka menyanyikan suatu nyanyian baru katanya: "Engkau
layak menerima gulungan kitab itu dan membuka meterai-
meterainya; karena Engkau telah disembelih dan dengan darah-Mu
Engkau telah membeli mereka bagi Allah dari tiap-tiap suku dan
bahasa dan kaum dan bangsa.
2 Tawarikh 35:2 Ia menetapkan tugas para imam, dan mendorong mereka
menunaikan tugas jabatannya dalam rumah TUHAN.
1 Tawarikh 16:4 Juga diangkatnya dari orang Lewi itu beberapa orang sebagai
pelayan di hadapan tabut TUHAN untuk memasyhurkan TUHAN,
Allah Israel dan menyanyikan syukur dan puji-pujian bagi-Nya.
1 Tawarikh 16:5 Kepala ialah Asaf dan sebagai orang kedua ialah Zakharia; lalu
Yeiel, Semiramot, Yehiel, Matica, Eliab, Benaya, Obed-Edom dan
Yeiel yang harus memainkan gambus dan kecapi, sedang Asaf
harus memainkan ceracap

276
1 Tawarikh 16:6 dan Benaya serta Yahaziel, imam-imam itu, selalu harus meniup
nafiri di hadapan tabut perjanjian Allah itu.
1 Tawarikh 16:7 Kemudian pada hari itu juga, maka Daud untuk pertama kali
menyuruh Asaf dan saudara-saudara sepuaknya menyanyikan
syukur bagi TUHAN.
1 Samuel 19:18 Setelah Daud melarikan diri dan luput, sampailah ia kepada
Samuel di Rama dan memberitahukan kepadanya segala yang
dilakukan Saul kepadanya. Kemudian pergilah ia bersama-sama
dengan Samuel dan tinggallah mereka di Nayot.
Keluaran 25:10-22 "Haruslah mereka membuat tabut dari kayu penaga, dua setengah
hasta panjangnya, satu setengah hasta lebarnya dan satu setengah
hasta tingginya.
11 Haruslah engkau menyalutnya dengan emas murni; dari dalam
dan dari luar engkau harus menyalutnya dan di atasnya harus
kaubuat bingkai emas sekelilingnya.
12 Haruslah engkau menuang empat gelang emas untuk tabut itu
dan pasanglah gelang itu pada keempat penjurunya, yaitu dua
gelang pada rusuknya yang satu dan dua gelang pada rusuknya
yang kedua.
13 Engkau harus membuat kayu pengusung dari kayu penaga dan
menyalutnya dengan emas.
14 Haruslah engkau memasukkan kayu pengusung itu ke dalam
gelang yang ada pada rusuk tabut itu, supaya dengan itu tabut
dapat diangkut.
15 Kayu pengusung itu haruslah tetap tinggal dalam gelang itu,
tidak boleh dicabut dari dalamnya.
16 Dalam tabut itu haruslah kautaruh loh hukum, yang akan
Kuberikan kepadamu.
17 Juga engkau harus membuat tutup pendamaian dari emas
murni, dua setengah hasta panjangnya dan satu setengah hasta
lebarnya.
18 Dan haruslah kaubuat dua kerub dari emas, kaubuatlah itu dari
emas tempaan, pada kedua ujung tutup pendamaian itu.
19 Buatlah satu kerub pada ujung sebelah sini dan satu kerub pada
ujung sebelah sana; seiras dengan tutup pendamaian itu kamu
buatlah kerub itu di atas kedua ujungnya.
20 Kerub-kerub itu harus mengembangkan kedua sayapnya ke
atas, sedang sayap-sayapnya menudungi tutup pendamaian itu dan
mukanya menghadap kepada masing-masing; kepada tutup
pendamaian itulah harus menghadap muka kerub-kerub itu.
21 Haruslah kauletakkan tutup pendamaian itu di atas tabut dan
dalam tabut itu engkau harus menaruh loh hukum, yang akan
Kuberikan kepadamu.
22 Dan di sanalah Aku akan bertemu dengan engkau dan dari atas
tutup pendamaian itu, dari antara kedua kerub yang di atas tabut
hukum itu, Aku akan berbicara dengan engkau tentang segala
sesuatu yang akan Kuperintahkan kepadamu untuk disampaikan
kepada orang Israel."
Ibrani 9:4-5 Di situ terdapat mezbah pembakaran ukupan dari emas, dan tabut
perjanjian, yang seluruhnya disalut dengan emas; di dalam tabut
perjanjian itu tersimpan buli-buli emas berisi manna, tongkat

277
Harun yang pernah bertunas dan loh-loh batu yang bertuliskan
perjanjian,
5 dan di atasnya kedua kerub kemuliaan yang menaungi tutup
pendamaian. Tetapi hal ini tidak dapat kita bicarakan sekarang
secara terperinci.
Kisah Para Rasul 24:14 Tetapi aku mengakui kepadamu, bahwa aku berbakti kepada Allah
nenek moyang kami dengan menganut Jalan Tuhan, yaitu Jalan
yang mereka sebut sekte. Aku percaya kepada segala sesuatu yang
ada tertulis dalam hukum Taurat dan dalam kitab nabi-nabi.
Mazmur 106:19 Mereka membuat anak lembu di Horeb, dan sujud menyembah
kepada patung tuangan;
Mazmur 106:20 Mereka menukar Kemuliaan mereka dengan bangunan sapi jantan
yang makan rumput.
Mazmur 115:8 Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua
orang yang percaya kepadanya.
Roma 1:21 Sebab sekalipun mereka mengenal Allah, mereka tidak
memuliakan Dia sebagai Allah atau mengucap syukur kepada-Nya.
Sebaliknya pikiran mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang
bodoh menjadi gelap.
Roma 1:22 Mereka berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka
telah menjadi bodoh.
Roma 1:23 Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana dengan
gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung,
binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang
menjalar.
Mazmur 103:20 “Pujilah Tuhan, hai malaikat-malaikat-Nya, hai pahlawan-
pahlawan perkasa yang melaksanakan firman-Nya dengan
mendengar-mendengar suara firman-Nya”.
Mazmur 148:2 “Pujilah Dia, hai segala malaikat-Nya, pujilah Dia, hai segala
tentara-Nya!”
Mazmur 104:33 Aku hendak menyanyi bagi TUHAN selama aku hidup, aku
hendak bermazmur bagi Allahku selagi aku ada.
Mazmur 104:34 Biarlah renunganku manis kedengaran kepada-Nya! Aku hendak
bersukacita karena TUHAN.
Kisah Para Rasul 15:16 Kemudian Aku akan kembali dan membangunkan kembali pondok
Daud yang telah roboh, dan reruntuhannya akan Kubangun
kembali dan akan Kuteguhkan,
17 supaya semua orang lain mencari Tuhan dan segala bangsa
yang tidak mengenal Allah, yang Kusebut milik-Ku demikianlah
firman Tuhan yang melakukan semuanya ini,
18 yang telah diketahui dari sejak semula.
1 Tawarikh 29:20 Kemudian berkatalah Daud kepada segenap jemaah itu: "Pujilah
kiranya TUHAN, Allahmu!" Maka segenap jemaah itu memuji
TUHAN, Allah nenek moyang mereka, kemudian mereka berlutut
dan sujud kepada TUHAN dan kepada raja.
Mazmur 22:24 Sebab Ia tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan
orang yang tertindas, dan Ia tidak menyembunyikan wajah-Nya
kepada orang itu, dan Ia mendengar ketika orang itu berteriak
minta tolong kepada-Nya.
Mazmur 68:26 "Dalam jemaah pujilah Allah, yakni TUHAN, hai kamu yang
berasal dari sumber Israel!"

278
Mazmur 96:2 Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah nama-Nya, kabarkanlah
keselamatan yang dari pada-Nya dari hari ke hari.
Mazmur 103:1-2 Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang
kudus, hai segenap batinku!
2 Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala
kebaikan-Nya!
Hakim-Hakim 5:2 Karena pahlawan-pahlawan di Israel siap berperang, karena bangsa
itu menawarkan dirinya dengan sukarela, pujilah TUHAN!
Mazmur 72:11-15 Kiranya semua raja sujud menyembah kepadanya, dan segala
bangsa menjadi hambanya!
12 Sebab ia akan melepaskan orang miskin yang berteriak minta
tolong, orang yang tertindas, dan orang yang tidak punya
penolong;
13 ia akan sayang kepada orang lemah dan orang miskin, ia akan
menyelamatkan nyawa orang miskin.
14 Ia akan menebus nyawa mereka dari penindasan dan
kekerasan, darah mereka mahal di matanya.
15 Hiduplah ia! Kiranya dipersembahkan kepadanya emas Syeba!
Kiranya ia didoakan senantiasa, dan diberkati sepanjang hari!
Mazmur 50:23 Siapa yang mempersembahkan syukur sebagai korban, ia
memuliakan Aku; siapa yang jujur jalannya, keselamatan yang dari
Allah akan Kuperlihatkan kepadanya."
2 Tawarikh 20:21 Kemudian Hizkia mendapat perhentian bersama-sama dengan
nenek moyangnya. Maka Manasye, anaknya, menjadi raja
menggantikan dia.
Mazmur 9:2 aku mau bersukacita dan bersukaria karena Engkau, bermazmur
bagi nama-Mu, ya Mahatinggi,
Mazmur 28:7 TUHAN adalah kekuatanku dan perisaiku; kepada-Nya hatiku
percaya. Aku tertolong sebab itu beria-ria hatiku, dan dengan
nyanyianku aku bersyukur kepada-Nya.
Mazmur 43:4 Maka aku dapat pergi ke mezbah Allah, menghadap Allah, yang
adalah sukacitaku dan kegembiraanku, dan bersyukur kepada-Mu
dengan kecapi, ya Allah, ya Allahku!
Mazmur 111:1 Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap
hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah.
Mazmur `138:1 Dari Daud. Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap
hatiku, di hadapan para allah aku akan bermazmur bagi-Mu.
Mazmur 69:31 Pada pemandangan Allah itu lebih baik dari pada sapi jantan, dari
pada lembu jantan yang bertanduk dan berkuku belah.
Mazmur 107:22 Biarlah mereka mempersembahkan korban syukur, dan
menceritakan pekerjaan-pekerjaan-Nya dengan sorak-sorai!
Yesaya 51:3 Sebab TUHAN menghibur Sion, menghibur segala reruntuhannya;
Ia membuat padang gurunnya seperti taman Eden dan padang
belantaranya seperti taman TUHAN. Di situ terdapat kegirangan
dan sukacita, nyanyian syukur dan lagu yang nyaring.
Mazmur 47:6-7 Bermazmurlah bagi Allah, bermazmurlah, bermazmurlah bagi Raja
kita, bermazmurlah!
7 Sebab Allah adalah Raja seluruh bumi, bermazmurlah dengan
nyanyian pengajaran!
Mazmur 57:8-9 Bangunlah, hai jiwaku, bangunlah, hai gambus dan kecapi, aku
mau membangunkan fajar!

279
9 Aku mau bersyukur kepada-Mu di antara bangsa-bangsa, ya
Tuhan, aku mau bermazmur bagi-Mu di antara suku-suku bangsa;
Mazmur 68:4-5 Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah nama-Nya, buatlah jalan
bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Nama-Nya
ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya!
5 Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda, itulah
Allah di kediaman-Nya yang kudus;
Mazmur 98:5 Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan
lagu yang nyaring,
Mazmur 144:9 Ya Allah, aku hendak menyanyikan nyanyian baru bagi-Mu,
dengan gambus sepuluh tali aku hendak bermazmur bagi-Mu,
Mazmur 147:7 Bernyanyilah bagi TUHAN dengan nyanyian syukur,
bermazmurlah bagi Allah kita dengan kecapi!
Mazmur 149:3 Biarlah mereka memuji-muji nama-Nya dengan tari-tarian, biarlah
mereka bermazmur kepada-Nya dengan rebana dan kecapi!
Mazmur 35:27 Biarlah bersorak-sorai dan bersukacita orang-orang yang ingin
melihat aku dibenarkan! Biarlah mereka tetap berkata: "TUHAN
itu besar, Dia menginginkan keselamatan hamba-Nya!"
Mazmur 63:4 Demikianlah aku mau memuji Engkau seumur hidupku dan
menaikkan tanganku demi nama-Mu.
Mazmur 117:1 Pujilah TUHAN, hai segala bangsa, megahkanlah Dia, hai segala
suku bangsa!
Mazmur 145:4 Angkatan demi angkatan akan memegahkan pekerjaan-pekerjaan-
Mu dan akan memberitakan keperkasaan-Mu.
Daniel 2:23 Ya Allah nenek moyangku, kupuji dan kumuliakan Engkau, sebab
Engkau mengaruniakan kepadaku hikmat dan kekuatan, dan telah
memberitahukan kepadaku sekarang apa yang kami mohon
kepada-Mu: Engkau telah memberitahukan kepada kami hal yang
dipersoalkan raja."
1 Tawarikh 23:5 empat ribu orang menjadi penunggu pintu gerbang; dan empat ribu
orang menjadi pemuji TUHAN dengan alat-alat musik yang telah
kubuat untuk melagukan puji-pujian," kata Daud.
2 Tawarikh 20:19 Kemudian orang Lewi dari bani Kehat dan bani Korah bangkit
berdiri untuk menyanyikan puji-pujian bagi TUHAN, Allah Israel,
dengan suara yang sangat nyaring.
Ezra 3:11 Secara berbalas-balasan mereka menyanyikan bagi TUHAN
nyanyian pujian dan syukur: "Sebab Ia baik! Bahwasanya untuk
selama-lamanya kasih setia-Nya kepada Israel!" Dan seluruh umat
bersorak-sorai dengan nyaring sambil memuji-muji TUHAN, oleh
karena dasar rumah TUHAN telah diletakkan.
Nehemia 5:13 Juga kukebas lipatan bajuku sambil berkata: "Demikianlah setiap
orang yang tidak menepati janji ini akan dikebas Allah dari
rumahnya dan hasil jerih payahnya. Demikianlah ia dikebas dan
menjadi hampa!" Dan seluruh jemaah berkata: "Amin," lalu
memuji-muji TUHAN. Maka rakyat berbuat sesuai dengan janji
itu.
Mazmur 22:23 kamu yang takut akan TUHAN, pujilah Dia, hai segenap anak
cucu Yakub, muliakanlah Dia, dan gentarlah terhadap Dia, hai
segenap anak cucu Israel!
Yoel 2:26 Maka kamu akan makan banyak-banyak dan menjadi kenyang, dan
kamu akan memuji-muji nama TUHAN, Allahmu, yang telah

280
memperlakukan kamu dengan ajaib; dan umat-Ku tidak akan
menjadi malu lagi untuk selama-lamanya.
Keluaran15:11 Siapakah yang seperti Engkau, di antara para allah, ya TUHAN;
siapakah seperti Engkau, mulia karena kekudusan-Mu,
menakutkan karena perbuatan-Mu yang masyhur, Engkau pembuat
keajaiban?
2 Tawarikh20:22 Ketika mereka mulai bersorak-sorai dan menyanyikan nyanyian
pujian, dibuat Tuhanlah penghadangan terhadap bani Amon dan
Moab, dan orang-orang dari pegunungan Seir, yang hendak
menyerang Yehuda, sehingga mereka terpukul kalah.
Mazmur22:4 Kepada-Mu nenek moyang kami percaya; mereka percaya, dan
Engkau meluputkan mereka.
Yesaya 42:10 Kota yang kacau riuh sudah hancur, setiap rumah sudah tertutup,
tidak dapat dimasuki.
Yesaya 61:3 untuk mengaruniakan kepada mereka perhiasan kepala ganti abu,
minyak untuk pesta ganti kain kabung, nyanyian puji-pujian ganti
semangat yang pudar, supaya orang menyebutkan mereka "pohon
tarbantin kebenaran," "tanaman TUHAN" untuk memperlihatkan
keagungan-Nya.

281
282
283
284
285
286

You might also like