Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 1 PLG
Kelompok 1 PLG
Oleh:
Elias Wijaya Panggabean1), Bangkit Aditya Wiryawan2)
1)
Pusat Litbang Kebijakan dan Penerapan Teknologi, Balitbang, Kementerian PUPR
Gedung Heritage Lt. 3 Kementerian PUPR Jl. Patimura No. 20, Jakarta Selatan, Indonesia
2)
Balai Litbang Sosekling Bidang Sumber Daya Air
Gedung Balai Bendungan Lt.4 Jl. Sapta Taruna, Komplek PU Ps. Jumat, Jakarta Selatan, Indonesia Komunikasi
Penulis: email: elias.wijaya@gmail.com
Naskah ini diterima pada 8 Maret 2016; revisi pada 24 Mei 2016;
disetujui untuk dipublikasikan pada 24 Juni 2016
ABSTRACT
Swamp reclamation project that had been carried out by the Government of Indonesia in Sumatra and Kalimantan few
decades ago was primarily aimed at strengthening national food security and transmigration project. However now,
contribution of tidal swamp farming to national food security is still low. Instead, nowadays there are more irrigated
swamp land that had been converted into oil palm or rubber plantations. Irrigated swamp field of Belawang (Barito
Kuala Regent) is one of the area which had been widely converted to rubber plantations. Many factors lead to these
phenomena. This study examined the key factors that led to land conversion and followed by formulating strategies to
promote the role of irrigated swamp fields in supporting food security. The research was conducted in 2014 under
quantitative approach and using SWOT analysis method. Data were obtained through in-depth interview towards key
informants. This study suggested that the strategy for the development of irrigated tidal swamp in Belawang should be
carried out by remapping the appropriate swamp type for food crops and plantations. Furthermore, planned commodity
diversification is the answer for food security and local economic problems. Keywords: tidal swamp, land conversion,
strategies, crops, plantation
ABSTRAK
Reklamasi rawa yang dilakukan Pemerintah Indonesia di Pulau Sumatera dan Kalimantan beberapa dekade lalu pada
dasarnya ditujukan untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan program transmigrasi. Namun sampai saat ini
ternyata kontribusi ketahanan pangan dari pertanian lahan rawa masih sangat rendah. Justru akhir-akhir ini marak
terjadi pengalihfungsian lahan rawa beririgasi untuk peruntukan lain, seperti perkebunan kelapa sawit dan karet.
Daerah rawa pasang surut Belawang (Barito Kuala) adalah salah satu wilayah yang mulai marak mengalami
perubahan pemanfaatan lahan beririgasi menjadi perkebunan karet. Banyak faktor yang menyebabkan hal ini terjadi.
Penelitian ini mengkaji faktor-faktor penting yang menyebabkan terjadinya alih fungsi lahan dan menyusun strategi
upaya mendorong peranan lahan rawa beririgasi dalam mendukung ketahanan pangan. Penelitian yang dilakukan
tahun 2014 ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan metode analisis SWOT. Pengumpulan data dilakukan
dengan teknik wawancara mendalam kepada informan-informan kunci. Hasil penelitian merekomendasikan strategi
pengembangan lahan beririgasi rawa di Belawang harus dilakukan dengan cara pemetaan kembali tipe lahan rawa
yang sesuai untuk tanaman pangan maupun untuk perkebunan. Selanjutnya teknik diversifikasi komoditas secara
terpola menjadi solusi menjawab ketahanan pangan dan kebutuhan ekonomis masyarakat lokal.
Kata kunci: irigasi pasang surut, alih fungsi lahan, strategi, tanaman pangan, perkebunan
1
Strategi Pengembangan Lahan Irigasi Rawa-Panggabean & Wiryawan
I. PENDAHULUAN mensuplai dan mengeringkan lahan sawah.
Ketidakcukupan air juga menyebabkan
Keterbatasan lahan produktif menjadi salah satu
masyarakat mengganti penggunaan lahan sawah
kendala pemerintah dalam mencapai program
menjadi perkebunan karet dan kelapa sawit.
ketahanan pangan nasional. Maraknya alih fungsi
Selain itu pilihan ekonomi dimana nilai jual karet
lahan beririgasi teknis untuk peruntukan non
setelah dikurangi biaya produksi dinilai masih
pertanian, khususnya di Pulau Jawa, juga semakin
lebih menguntungkan dibanding apabila
mengurangi hasil produksi panen pertanian.
menanam tanaman pangan, misalnya padi
Sebagai gambaran, menurut Ifada (2010) dalam
(Suprapto, 2009).
Noor (2012), total luas lahan perkebunan tahun
1997 adalah 2,9 juta hektar dan meningkat pesat Pilihan masyarakat untuk mencukupi
menjadi 7,2 juta hektar atau mengalami kenaikan kebutuhan perekonomian mereka
sebesar 248% pada tahun 2007. memang keputusan yang sederhana dan
realistis. Namun apabila kondisi ini terus
Di sisi lain, potensi rawa sangat besar, seluas 33,4
dibiarkan terjadi, maka akan terjadi alih
juta ha (Direktorat Irigasi dan Rawa, 2012),
fungsi lahan yang semakin masif,
tersebar di Sumatera 32,9%, Kalimantan 40,4 %,
terganggunya ketahanan pangan serta
Papua 21 %, Sulawesi 5,7% dan sisanya tersebar
ketergantungan kita pada impor pangan
secara parsial pada areal yang kecil (Wahyunto et
dari negara lain. Investasi pemerintah
al., 2012), yang dapat dioptimalkan menjadi lahan
yang sudah begitu besar dalam
pertanian.
penyediaan sarana dan prasarana irigasi
Namun pengembangan (reklamasi) rawa yang di lahan rawa juga akan sia-sia. Oleh
sudah dilakukan pemerintah sejak tahun 1970-an karena itu, untuk mencapai ketahanan
melalui Proyek Pengembangan Persawahan pangan, penyediaan dan peningkatan
Pasang Surut (P4S) di Kalimantan dan Sumatera jaringan irigasi pasang surut dan
(Hidayat et al., 2010), sampai sekarang belum produktivitas lahan pertanian harus
memberikan dampak yang signifikan khususnya tetap diperjuangkan.
dalam mendukung ketahanan pangan nasional.
Untuk mendukung pengembangan
Hal ini juga diperkuat data kontribusi lahan
irigasi rawa ditengah-tengah hambatan
pertanian rawa untuk mendukung ketahanan
dan tantangan yang dihadapi,
pangan yang baru mencapai 1-1,5% dari total
dibutuhkan strategi jitu, komprehensif
produksi 62,56 juta ton gabah kering (Haryono,
dan berkesinambungan. Adapun tujuan
2013 dalam Puslitbang Sosekling, 2014).
penelitian ini adalah untuk merumuskan
Karakteristik lahan rawa yang kurang subur strategi pengembangan irigasi rawa
memang menjadi faktor utama rendahnya pasang surut di Unit Rawa Pasang Surut
produktivitas lahan (Useng, 2013). Namun Belawang dengan melihat dari aspek
kendala ini sebenarnya dapat dikurangi dengan kekuatan dan kelemahan internal dan
usaha pengolahan dan penyuburan tanah serta tantangan dan ancaman eksternal.
penyediaan air yang memadai. Beberapa wilayah Penelitian ini ditujukan untuk
rawa dengan tipologi A dan B yang sesuai untuk mengidentifikasi faktor-faktor
pertanian, cukup berhasil dikembangkan seperti determinan pendorong dan penghambat
Delta Upang dan Delta Telang (Sumsel), Silaut pengembangan irigasi rawa pasang
Lunang (Sumbar), Pulau Burung (Riau), surut dan strategi yang dapat dilakukan
Suryakanta dan Gambut Kertak Hanyar (Kalsel) mendorong pengembangan rawa pasang
(Noor, 2012). surut di Belawang.
Daerah rawa pasang surut unit Belawang di II. TINJAUAN PUSTAKA
Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan
adalah salah satu wilayah yang mengalami laju 2.1. Pengembangan Rawa Pasang Surut
konversi lahan pertanian beririgasi menjadi dan Alih Fungsi Lahan
perkebunan karet dan sawit. Kondisi ini sudah Dalam PP No. 73 tahun 2013 (Republik
terjadi sejak tahun 1997 dan semakin intensif Indonesia (2013) dan Permen PU No. 05
sejak tahun 2005 seiring dengan adanya ijin dari tahun 2010 (Kementerian Pekerjaan
pemerintah daerah untuk pembukaan lahan Umum, 2010), rawa pasang surut
perkebunan. merupakan lahan yang tergenang secara
Alasan masyarakat mengalihfungsikan lahannya terus menerus atau musiman dan
disebabkan beberapa faktor, misalnya tidak terletak di tepi pantai atau dekat pantai
d. Produktivitas lahan pertanian cukup besar, bisa panen 2-3 kali setahun 0,1 4 0,4
e. Penduduk memiliki kearifan lokal dalam mengurangi keasaman tanah, masa 0,07 3 0,21
tanam dilakukan beberapa hari setelah musim hujan, sehingga kadar asam
tanah sudah sedikit
f. Terdapat koperasi desa yang sudah eksis mengakomodasi kebutuhan modal dan 0,08 2 0,16
hasil panen petani
2. KELEMAHAN 0,5 1,65
a. Rendahnya tingkat kesuburan lahan karena kemasaman tanah dan kadar pirit 0.1 4 0.4
c. Pengolahan tanaman padi relatif lebih sulit dibanding karet 0.05 3 0.15
d. Kondisi sarana dan prasarana irigasi yang sudah tidak optimal 0.15 4 0.6
e. Rendahnya harga jual beras dan keterbatasan rantai pasok 0.1 3 0.3
f. Keterbasan modal usaha pertanian dan peran koperasi yang tidak optimal 0.05 2 0.1
(a) (d) =
(b) (c)
(b) x (c)
1. PELUANG 0.5 1.67
a. Pengembangan varietas bibit unggul dan adaptif yang sudah banyak dilakukan 0,08 2 0,16
Kementerian Pertanian
b. Kebutuhan pemenuhan lumbung pangan pada setiap kepala keluarga, menjadi 0,15 4 0,6
peluang pengembangan padi
c. Komoditas perkebunan tidak subur pada lahan yang masih tersedia cukup banyak 0,07 3 0,21
air, berbeda dengan padi
d. Program Operasi dan Pemeliharaan (OP), rehabilitasi jaringan irigasi dan 0,1 4 0,4
pengembangan jalan usaha tani masih tetap dilakukan oleh Kementerian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR)
e. Program pemerintah untuk mencapai ketahanan pangan nasional yang sedang 0,1 3 0,3
digalakkan saat ini
2. ANCAMAN 0,5 1,57
a. Kebijakan pemerintah daerah untuk menggenjot PAD dengan fasilitasi dan perijinan 0,15 4 0,6
pengembangan perkebunan
b. Akses untuk pengembangan daerah rawa yang sulit dan terbatas 0,1 2 0,2
c. Harga karet saat ini masih lebih menguntungkan dibandingkan padi 0,08 2 0,16
d. Adanya tengkulak yang memegang peranan dalam menentukan harga panen 0,07 3 0,21
e. Keberadaan perusahaan perkebunan yang menekan penduduk lokal beralih ke 0,1 4 0,4
perkebunan
TOTAL (peluang – ancaman) 1 0,10
6
(Tabel 2) diperoleh hasil perhitungan
nilai IFE sebesar -0,23 dan nilai EFE
sebesar +0,10. Nilai bobot pada setiap
parameter ditetapkan berdasarkan
tingkat urgensinya terhadap setiap
faktor kekuatan, kelemahan, peluang
dan ancaman yang terjadi.
1. Peluang (O) 1. SO 1. WO
Pengembangan varietas bibit Mengintensifkan lahan dengan Mengintensifkan program
2. unggul dan adaptif oleh Balitra varietas unggul khususnya pada pelatihan dan pendampingan
3. Kebutuhan pangan setiap KK areal dengan ketersediaan air kepada petani pada OP irigasi
Budidaya karet dan padi sulit memadai dengan perbaikan dan dan budidaya tanaman pangan
diterapkan berdampingan peningkatan prasarana 2. dan perkebunan Mendorong
4. khususnya dalam kebutuhan air pintupintu air, saluran, dan
peningkatan anggaran OP dan
Program prioritas pemerintah 2. bangunan pelengkap lainnya
meliputi: OP, rehabilitasi jaringan Perkuatan kearifan lokal petani rehabilitasi jaringan irigasi serta
irigasi dan pengembangan jalan melalui sosialisasi dan pelatihan kemudahan fasilitas kepada
usaha tani semakin digalakkan yang berkelanjutan petani
Kementerian PUPR
1. Ancaman (T) 1. ST 1. WT
Kemudahan perijinan Mengintensifkan peran koperasi Pembuatan aturan dan
2. pengembangan perkebunan untuk mendukung permodalan penerapannya untuk melindungi
Akses ke lokasi daerah rawa yang 2. dan menekan tengkulak eksistensi lahan irigasi dari alih
3. cukup sulit Meningkatkan program 2. fungsi (pemisahan lahan)
Peran tengkulak yang masih
peningkatan akses jalan dan Pengembangan pola kerjasama
4. cukup kuat distribusi daerah rawa petani dengan perusahaan
Eksistensi perusahaan
perkebunan sedikit banyak perkebunan (tenaga kerja atau
mempengaruhi keputusan petani sharing lahan yang sesuai saja)
Strategi untuk mempertahankan eksistensi analisis lahan potensial (P) (Mega et al., jaringan irigasi rawa
dan lahan pertanian melalui 2014). Selanjutnya dibuat tata cara program-program OP irigasi dan
pemberdayaan pengelolaan air dan tanah yang mampu petani yang seperti biasa dilakukan, tidak akan
mengakomodasi tidak terjadi konflik antara optimal menghadapi pesatnya perkembangan komoditas
tanaman pangan dan perkebunan. karet dan kelapa sawit. Untuk itu beberapa
3. Membuat aturan (Perda) yang mengatur
langkah strategis yang dapat dilakukan pemanfaatan lahan termasuk sanksinya.
pemerintah adalah:
Sejumlah daerah, baik di tingkat provinsi
1. Membuat peta tipologi lahan rawa pasang maupun kabupaten, telah memiliki perda surut faktual
yang komprehensif dan terpadu maupun rencana tata ruang yang khusus antar setiap pemangku
kepentingan. mencegah terjadinya alih fungsi lahan seperti Selanjutnya disusun peta kesesuaian
lahan, DIY tahun 2011, Provinsi Jawa Barat tahun dan menetapkan zona lahan pertanian abadi 2010
dan Kaltim tahun 2013. Di tingkat oleh Pemerintah Daerah setempat. kabupaten terdapat
Kabupaten Banyuasin
2. Penerapan pola pemisahan lahan yang sesuai tahun 2012, Mojokerto tahun 2013, dan
Kutai Kartanegara tahun 2012. Umumnya
dengan tipologi lahan, mengingat komoditas daerah-daerah tersebut mampu mencatatkan pertanian
dengan perkebunan sulit surplus beras pada beberapa tahun terakhir, disatukan. Untuk itu
perlu dilakukan analisis meskipun bukan berarti daerah-derah kesesuaian lahan
terlebih dahulu, yang tersebut sama sekali tidak memiliki dibagi menjadi analisis lahan
aktual (A) dan
permasalahan alih fungsi lahan.
8 Jurnal Irigasi – Vol. 11, No. 1, Mei 2016, Hal. 1-10
4. Pemberian kemudahan (fasilitasi) besar dalam mempertahankan eksistensi
untuk mendorong motivasi petani lahan pertanian khususnya sawah dan
pada komoditas tanaman pangan. jaringan irigasi rawa pasang surut.
Peningkatan anggaran Operasi dan
Strategi yang harus dilakukan terkait
Pemeliharaan (OP) serta rehabilitasi
dengan perkembangan saat ini adalah
jaringan irigasi, mempermudah akses
dengan mengubah pola pendekatan
permodalan di bank, peningkatan
pengembangan irigasi rawa pasang surut
akses jalan usaha tani dan jalan poros
melalui hal-hal sebagai berikut:
desa untuk memudahkan distribusi
serta kemudahan akses memperoleh 1. Membuat peta tipologi lahan rawa pasang
bantuan bibit unggul, pupuk, surut faktual yang komprehensif dan
pelatihan budidaya dan sebagainya. terpadu antar setiap pemangku kepentingan.
2. Menetapkan peta kesesuaian lahan yang
5. Diversifikasi mata pencaharian untuk
potensial dikembangkan baik untuk
pengembangan perekonomian
pertanian pangan, perkebunan dan
masyarakat dengan pola kerjasama
konservasi.
dengan perusahaan perkebunan baik
3. Mengacu kepada peta kesesuaian lahan,
sebagai pegawai, tenaga kerja, atau
Pemerintah Daerah segera menetapkan zona
pola sharing lahan (inti/plasma)
lahan pertanian abadi yang didukung aturan
terbatas hanya pada lahan yang
sanksi dan reward dalam pengelolaannya.
sesuai, sehingga masyarakat tetap
4. Disusun panduan atau tata cara pengelolaan
memperoleh pemasukan tambahan
tanah dan air agar tidak terjadi konflik
selain dari pertanian yang digelutinya.
antara tanaman pangan dengan karet dan
V. KESIMPULAN sawit.
Daerah reklamasi rawa unit Belawang yang 5. Peningkatan sarana dan prasarana jaringan
pada awalnya dibuka untuk pertanian saat irigasi rawa, dan peningkatan akses
ini sudah semakin terdesak oleh distribusi, kemudahan akses permodalan
perkembangan karet dan kepala sawit. dan bantuan budidaya baik dari Pemerintah
Dari hasil diskusi dan pengamatan di Pusat maupun Pemerintah Daerah.
lapangan diperoleh data bahwa faktor- 6. Pengembangan kemitraan petani dengan
faktor determinan yang menjadi perusahaan perkebunan dengan pola
pendorong dan penghambat inti/plasma terbatas pada lahan yang sesuai
pengembangan irigasi rawa untuk untuk perkebunan.
pertanian. UCAPAN TERIMAKASIH
Faktor pendorong: masih eksisnya Ucapan terimakasih disampaikan kepada segenap
komoditas tanaman pangan khususnya di peneliti di Balai Litbang Sosekling Bidang Sumber
lahan yang masih terluapi air sungai, Daya Air yang telah ikut mendukung
minimal untuk dikonsumsi sendiri terselenggaranya pelaksanaan penelitian ini.
(subsisten). Program OP, rehabilitasi
jaringan irigasi dan peningkatan akses DAFTAR PUSTAKA
jalan usaha tani dan jalan desa masih terus Arif, E. (2015). Identifikasi tantangan dan peluang
dilakukan oleh Kementerian Pekerjaan koperasi dosen dan karyawan UIR (koperasi
Umum dan Perumahan Dokagu UIR) Tahun 2013-2014. Jurnal Ekonomi,
Manajemen dan Akuntansi, 23(2), 81-88.
Rakyat.
Adam, H., Susanto, R. H., Lakitan, B., Saptawan, A., &
Faktor penghambat: kesesuaian lahan rawa Yazid, M. (2013). The Problems and Constraints
pasang surut sesuai dengan peruntukan in Managing Tidal Swamp Land for Sustainable
komoditas harus diintervensi dengan Food Crop Farming (A Case Study of
pengolahan sumber daya tanah dan air Trasmigration Area of Tanjung Jabung Timur
yang membutuhkan biaya dan teknologi Regency, Jambi Province, Indonesia). Dalam
yang mahal. Hal ini justru tidak didukung International Conference on Sustainable
kinerja jaringan irigasi rawa yang optimal. Environment and Agriculture. IPCBEE, 57, 67-72.
Kebijakan pemerintah daerah Barito Kuala Direktorat Irigasi dan Rawa. (2012). Pohon Rawa.
mendorong pengembangan kelapa sawit Jakarta: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air,
dan karet dan belum adanya aturan Kementerian Pekerjaan Umum.
pembatasan alih fungsi menjadi tantangan
Imanudin, M. S., Armanto, E., Susanto, R. H., & Bernas, S. Rina, Y., & Haris, S. (2013). Zona kesesuaian
M. (2011). Water Table Fluctuation in Tidal lahan rawa pasang surut berbasis
Lowland for Developing Agricultural Water keunggulan kompetitif komoditas. Jurnal
Management Strategies. Jurnal Tanah Tropika SEPA, 10(1).
(Journal of Tropical Soils), 15(3), 277-282. Septiyani, D. (2014). Para transmigran di Desa
Mega, I., Puja, I. N., Sunarta, I. N., & Nuarsa, I. W. (2014). Rasau Jaya I Kabupaten Kubu Raya Kalimantan
Barat
Kajian Potensi Sumberdaya Lahan untuk
Tahun 1971-1979. Journal of Indonesian
Pengembangan Tanaman Hortikultura di
History, 3(1).
Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem.
Journal on Agriculture Science, 4(1), 27-36. Suprapto. (2009). Pemilihan alternatif
keputusan pada masalah alih fungsi
Morrison, M. (2016). SWOT Analysis (TOWS Matrix)
lahan pertanian hasil reklamasi rawa
Made Simple – History, Definition, Templates,
pasang surut di Indonesia dengan
and Worksheet. Diperoleh Maret 2016, dari
menggunakan metode AHP. Media
https://rapidbi.com/swotanalysis/
Komunikasi Teknik Sipil, 17(2), 110-120.
Nisak, Z. (2014). Analisis SWOT Untuk Menentukan
Useng, D. (2013). Accounting for risk of using
Strategi Kompetitif. Jurnal Ekbis, 9(2).
shallow ground water for secondary
Noor, M. (2012). Sejarah reklamasi rawa. Naskah dalam crops on lowland paddy fields in
Seminar Nasional Pengelolaan Lahan Gambut Indonesia. Lowland Technology
Berkelanjutan, 4 April 2012, Bogor, Indonesia. International, 15(1), 29-37.
Panggabean, E. W. (2015). Pengaruh persepsi petani Wahyunto, & Mulyani, A. 2011. Sebaran Lahan
terhadap motivasi mengembangkan pertanian Gambut Di Indonesia. Bogor: Balai
di irigasi pasang surut. Jurnal Sosial Ekonomi Penelitian Tanah, Badan Penelitian
Pekerjaan Umum, 7(2), 105-117. dan Pengembangan,
Kementerian Pertanian.
Republik Indonesia. (2013). Peraturan Pemerintah No.
73 tahun 2013 tentang Rawa. Wahyunto, R.S., Nugroho, K., & Sarwani, M.
Jakarta: (2012). Inventarisasi don Pemetaan
Sekretariat Negara Republik Indonesia. Lahan Gambut di Indonesia. Prosiding
Seminar Nasional. Pengelolaan Lahan
Kementerian Pekerjaan Umum. (2010). Peraturan Gambut Berkelanjutan. Bogor. Badan
Menteri PU Nomor 05/PRT/M/2010 tentang Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian.