You are on page 1of 6

IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No.

1 – Januari 2018

Efek dimethyl sulfoxide (DMSO) terhadap Karakteristik Sel Punca Limbal (SPL) Tikus
Effects of dimethyl sulfoxide (DMSO) at Limbal Stem Cells Characteristics (LSCs) of Rat
1 2 3
Ratih Rinendyaputri , Frans Dany , Uly Alfi Nikmah
1-3
Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan Balitbangkes, Kemenkes RI
ratihr79@yahoo.com

Abstact : The number of donor limbal stem cells (LSCs) is limited despite their large demand for
management of LSC deficiency-related corneal opacity, requiring propagation of these cells in vitro.
Production of LSCs can be done through isolation and culture of limbal tissue in vitro and
cryopreservation of LSCs is utilized to maintain the availability of LSCs. Upon cryopreservation,
cryoprotectants are required to protect cells from thermal injury. Dimethyl sulfoxide (DMSO) is a
commonly used cryoprotectant for cryopreservation but the effect of its use on LSCs are still seldomly
reported. This study aimed to determine the effect of the use of DMSO in cryopreservation of LSC.
The study was conducted at the Stem Cell Laboratory, Center for Biomedical and Basic Technology of
Health, NIHRD Ministry of Health. This research was performed by culturing and observation of LSCs
characteristic after cryopreservation. Meanwhile, level of LSC proliferation was determined by
calculating population doubling (PD) and population doubling time (PDT) besides analyzing their gene
expression using markers such as CD90 (Thy1) and Krt12. The results showed that PD and PDT in
LSC control and post-cryopreservation without DMSO and cryopreservation using DMSO accordingly
are 1.33 and 143.03, 150.65 and 1.15, and 1.31 and 155. Meanwhile, CD90 (Thy1) gene expression
and Krt12 expression in the cryopreserved group with and without DMSO compared with their
respective controls are 2.7 and 4.51, 2.55 and 1:44, respectively. In this study, DMSO for the
cryopreservation did not affect at the LSC characteristics of rat.
Key word : limbus stem cell, LSC, cryopreservation, dimethyl sulfoxide, DMSO

Abstrak : Jumlah donor sel punca limbal (SPL) sangat terbatas padahal kebutuhannya cukup besar
untuk penatalaksanaan kekeruhan kornea akibat defisiensi sel tersebut sehingga SPL perlu
diperbanyak secara in vitro. Produksi SPL secara in vitro dapat dilakukan dengan melakukan isolasi
dan kultur dari jaringan limbal, dan metode simpan beku atau kriopreservasi SPL digunakan untuk
menjaga ketersediaan SPL. Pada saat kriopreservasi, dibutuhkan krioprotektan yang dapat
melindungi sel dari kerusakan termal saat kriopreservasi. Dimethyl sulfoxide (DMSO) merupakan
salah satu krioprotektan yang umum digunakan untuk kriopreservasi namun efek penggunaan pada
SPL masih sangat jarang dilaporkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek penggunaan
DMSO pada kriopreservasi SPL. Penelitian dilakukan di Laboratorium Stem Cell Pusat Biomedis dan
Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan kultur SPL
tikus menggunakan metode eksplan secara in vitro pada cawan petri. Pengamatan terhadap
karakteristik SPL pasca kriopreservasi dilakukan dengan pengamatan terhadap morfologi SPL secara
mikroskopis dan mengetahui tingkat proliferasi SPL dengan menghitung population doubling (PD) dan
population doubling time (PDT) serta menganalisis ekspresi gen CD90 (Thy1) dan Krt12 sebagai
marker SPL. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PD dan PDT pada SPL kontrol dan pasca
kriopreservasi tanpa DMSO dan kriopreservasi dengan DMSO secara berturut-turut adalah 1.33 dan
143.03, 1.15 dan 150.65 serta 1.31 dan 155. Sedangkan tingkat ekspresi gen CD90 (Thy1) dan Krt12
SPL pada penggunaan dan tanpa DMSO dibandingkan dengan kontrol masing-masing adalah 2,7 dan
4,51 serat 2,55 dan 1,44 kali. Pada penelitian ini, DMSO tidak mengubah karakteristik SPL tikus.
Kata kunci: sel punca limbal, SPL, kriopreservasi, dimethyl sulfoxide, DMSO

I. PENDAHULUAN kimiawi (basa/asam nukleat) atau trauma kronis


Kemampuan sel punca untuk berdiferensiasi akibat penggunaan lensa kontak. (Lekhanont K
menjadi berbagai tipe sel (plasticity) dan et al, 2009) Untuk mengatasi permasalahn
berproliferasi dalam jangka waktu yang lama tersebut transplantasi SPL dapat dilakukan,
(self-renewal) sangat berpotensi untuk namun ketersediaan donor SPL masih sangat
meregenerasi kerusakan jaringan maupun organ. terbatas. Untuk itu, keberhasilan dalam
(Burman S and Sangwan V, 2008) Jika terjadi memperbanyak SPL secara in vitro serta
kerusakan pada jaringan kornea, maka sel punca kriopreservasi dalam menjamin ketersediaan
limbal (SPL) akan berdiferensiasi menjadi sel SPL sangat dibutuhkan.
epitel kornea sehingga jaringan kornea kembali Produksi SPL secara in vitro pada manusia
)
normal. (Albert R et al, 2009 Kerusakan kornea maupun hewan coba dan kriopreservasi SPL
dapat terjadi akibat beberapa penyakit genetik telah berhasil dilakukan. (Loureiro et al, 2013.,
seperti Stevens-Johnson Syndrome (SJS), Sancak et al, 2014, Meyer-Blazejewska et al,
diferensisi SPL parsial/total maupu trauma 2010., Yeh et al, 2008) Pada saat melakukan

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 1


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

kriopreservasi, dibutuhkan krioprotektan dengan pemberian pakan dan minum secara ad libitum.
konsentrasi tinggi untuk menarik sebagian Tikus yang diambil organ mata diterminasi
molekul air keluar dari dalam sel. Krioprotektan dengan melakukan anestesi dengan
akan masuk ke dalam sel dan mengurangi ikatan menggunakan Xylasine dosis 0,05mg/kg BB dan
hidrogen air sehingga terbentuknya kristal es ketamin dengan dosis 11mg/kg BB kemudian
yang dapat merusak membran sel dapat dicegah. dilakukan dislocatio cervicalis. Organ mata
,
(El-Danasaouri I. and Selaman H 2007, dibawa ke laboratorium menggunakan medium
Meryman, 2007) Namun krioprotektan juga transport (phosphate buffer saline/PBS yang
memiliki sifat toksik terhadap sel, sehingga jenis, mengandung 1% Penisilin-Streptomisin atau
konsentrasi dan sifat krioprotektan yang akan Penstrep). Organ mata dimasukkan ke dalam
digunakan untuk kriopreservasi sel perlu Povidone Iodine 1% selama 2 menit kemudian
diperhatikan. (Bagis et al, 2009) dilakukan isolasi SPL dengan memotong jaringan
Terdapat berbagai jenis krioprotektan di perbatasan antara konjungtiva dan kornea. Sel
intraseluler seperti DMSO, gliserol, propilen glikol punca limbal (SPL) yang diperoleh dicacah
dan etilen glikol yang memiliki berat molekul dalam medium kultur. Sel punca limbal yang
kecil. Krioprotektan intrasel merupakan molekul telah dipotong kecil dikultur dengan metode
kecil yang mudah keluar masuk melalui membran tempel eksplan pada plate dengan 4 well
sel. (Meryman, 2007) Penggunaan DMSO untuk menggunakan medium kultur.
kriopreservasi berbagai tipe sel dengan
konsentrasi rendah telah berhasil dilakukan pada Kultur Sel Punca Limbal
SPL, haematopoetic stem cell (HSC) dan Kultur sel punca limbal dilakukan dengan metode
18
embryonic stem cell (ESC). (Kito et al. 2005, yang dikerjakan oleh Krishnan et al (2010)
Desai et al. 2010, Djuwantono et al, 2011) dengan sedikit modifikasi. Medium kultur yang
DMSO merupakan krioprotektan intrasel digunakan medium α-MEM/F12 dengan 10%
dengan berat molekul 78,13 g/mol sehingga FBS, dan suplementasi Penstrep 1%, ITS (insulin
secara cepat mampu melewati membran sel dan 0,1 mg, transferin 55µg/ml, selenium 5 ng/l),
mencegah terbentuknya kristal es. (Aye et al. EGF/epidermal growth factor (0,01 mg/l), dan
0
2010) Konsentrasi DMSO yang tinggi pada hidrokortison 0,1 mg/ml pada suhu 37 C, 5%
kriopreservasi dapat secara maksimal mencegah CO2. Penggantian medium kultur dilakukan
terjadinya kristal es sehingga kerusakan sel tidak setiap 2-3 hari kultur, setelah 13-15 hari kultur
terjadi dan viabilitas sel meningkat. (Bakhach, dilakukan pasase. Pada saat pasase,
2009) Namun pada konsentrasi yang tinggi, penghitungan sel dengan uji Trypan blue
DMSO meliliki sifat toksik terhadap berapa tipe dilakukan sebelum penanaman kembali sel di
sel tertentu. Pada sel kanker kolon pemberian cawan petri yang baru.
10% DMSO tidak menunjukkan adanya
kerusakan pada struktur membran sehingga Kriopreservasi Sel Punca Limbal
fungsi permeabilitas membran sel tidak Sel punca limbal (SPL) yang digunakan
terganggu. (Violante et al. 2002) untuk penelitian ini merupakan SPL pasca
Meskipun menurut Food & Drug pasase 2. Jenis metode simpan beku atau
Administration DMSO masih dapat digunakan kriopreservasi yang dilakukan adalah vitrifikasi
untuk kriopreservasi sel, perlu dikaji lebih lanjut dengan menggunakan SPL pasase 2 pasca
5
pengaruh penggunaan DMSO dengan kultur (n=8) berjumlah ~5 x 10 sel. Sel
konsentrasi tinggi terhadap karakteristik fenotipe disentrifus pada 1000 rpm selama 5 menit, dan
maupun genotipe SPL. Penggunaan supernatan lalu dibuang. Pelet dikriopreservasi
krioprotektan seperti DMSO dalam konsentrasi menggunakan 2 macam medium yaitu medium
10% pada kriopreservasi SPL telah dilaporkan vitrifikasi tanpa dan mengandung 15% DMSO
dengan hasil viabilitas bervariasi. (Yeh et al, (A=medium tanpa DMSO, B= medium dengan
2008. , Kito et al. 2005) Namun informasi efek DMSO).
tingginya konsentrasi DMSO dalam Pada medium A, komposisi terdiri dari 50 µl
kriopreservasi terhadap karakteristik SPL masih medium ekuilibrasi (20% etilen glikol/EG) selama
sangat terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk 5 menit dan 500µl vitrification solution (40% EG,
mengetahui efek penggunaan DMSO pada 18% Ficoll 70 dan 0.3M Sucrose dalam PBS 20%
kriopreservasi SPL. FBS) selama 40 detik. Pada medium B, pelet
diresuspensi dengan 200 µl medium vitrifikasi
II. METODE PENELITIAN (vitrification solution) komposisi medium kultur
Isolasi Sel Punca limbal dengan 20% FBS, 15% DMSO dan 15% EG
Sel punca limba (SPL) yang digunakan kemudian dipindahkan ke dalam tabung cryovial
dalam penelitian ini merupakan SPL tikus strain dan segera dimasukkan langsung ke dalam
Wistar jantan atau betina dengan umur 3-4 bulan. nitrogen (N2) cair kurang dari 15 detik.
Tikus dipelihara dalam kandang akawat dengan

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 2


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

Thawing dilakukan setelah 1 jam dalam maupun kemurniannya. Pengujian kemurnian


nitrogen cair dengan langsung menambahkan RNA total dilakukan dengan membandingkan
medium kultur (suhu 37ᵒC) pada cryovial yang nilai A260 dan A280. Rasio A260/A280 yang baik
diambil dari nitrogen cair. Suspensi sel adalah 1.88-2.00 artinya RNA hasil isolasi bebas
dimasukkan ke dalam conical tube yang berisi 10 dari kontaminasi protein. Hasil spektrofotometri
ml medium kultur. Sentrifugasi sel dilakukan yang positif dilanjutkan dengan proses
pada 1300 rpm selama 5 menit untuk amplifikasi.
mendapatkan pelet. Resuspensi pelet dengan Amplifikasi material genetik RNA dilakukan
medium kultur dan dilakukan kultur di dalam 2 tahap yaitu 1) pengubahan RNA menjadi cDNA
cawan petri. Setalah mengalami 2 pasase, atau RT-PCR (Reverse Transcriptase
dilakukan penghitungan PD dan PDT pada hari Polymerase Chain Reaction) menggunakan kit
ke 7 kultur menggunakan uji Trypan blue. (Invitrogen, 12574-026) dan 2) amplifikasi cDNA
menggunakan realtime PCR dengan SYBR
Menghitung Population Doubling (PD) dan Green PCR Master Mix (AB, #4385610). Tahap
Population Doubling Time (PDT) SPL pertama dilakukan denaturasi RNA pada suhu
0
Penghitungan dilakukan sebanyak 6 kali 70 C selama 5 menit, kemudian tahap kedua
pengulangan (3 rangkap). PD merupakan siklus adalah sintesis komplementari DNA (cDNA)
0
penggandaan jumlah sel dalam suatu periode dengan inkubasi pada suhu 25 C selama 5
0 0
yang dihitung dengan rumus (log10 (jumlah sel menit, 42 C selama 60 menit dan 80 C selama 5
panen) - log 10(jumlah sel ditanam) / log 10 (2). menit. Tahap terakhir tambahkan 50µl nuclease-
Sedangkan PDT merupakan t/PD yaitu, waktu free water (NFW).
yang diperlukan sel untuk menggandakan Amplifikasi cDNA menggunakan mesin
jumlahnya, dengan t menggambarkan periode Applied Biosystem 7500 fast Realtime PCR
kultur penghitungan tersebut sesuai dengan system (AB 7500 realtime PCR) dengan tahapan
12
metode yang dilakukan Roy S et al (2014). aktivasi enzim 95ᵒC selama 3 menit, denaturasi
Dalam penelitian ini ∆t= 6 hari (104 jam). 95ᵒC selama 1-3 detik dan annealing/ekstensi
60ᵒC selama 20 detik (40 cycle). PCR dilakukan
Induksi Diferensiasi menjadi Osteosit dengan primer spesifik gen CD90 (Thy1) dan
Induksi dilakukan pada populasi SPL kontrol dan Krt/12. Primer yang digunakan primer spesfik
pasca kriopreservasi. Induksi dilakukan dengan yang didesain dan telah dicek dengan program
medium induksi osteosit (Gibco). Sel yang telah desain primer BLAST (Basic Local Alignment
mengalami konfluensi 60% diinduksi dengan Search Tool) pada situs gene bank database,
medium induksi tersebut selama 14 hari dengan yakni www.ncbi.nlm.nih.gov (Tabel I1). Metode
penggantian medium 2-3 hari sekali. Livak digunakan untuk menganalisa tingkat
Pewarnaan diawali dengan fiksasi ekspresi gen dibandingkan kelompok kontrol.
menggunakan 4% paraformaldehide selama 30 Selain itu, sistem mesin telah dilengkapi dengan
menit pada suhu ruang. Larutan fiksasi dibuang kalibrator ROX pada setiap reaksi serta 18sRNA
dan cuci dengan PBS 2 kali, dilanjutkan dengan sebagai housekeeping gene sebagai kontrol
penambahan larutan pewarnaan Alizarin untuk internal.
osteosit selama 30 menit. Larutan pewarna lalu
dibuang dan dibilas dengan air 2 kali. Tabel I. Urutan Basa (Sekuen) Primer Krt12,
Pengamatan dilakukan dibawah mikroskop CD90(Thy1) dan 18sRNA
inverted.
Panjang
Karakterisasi Sel Punca Limbal Primer Sekuen (Urutan Basa) target
PCR (bp)
Analisis genotipe SPL dilakukan Krt12
menggunakan metode quantitative real-time Forward CTA CCC GCT GAT TGA 367
polymerase chain reaction (qRT-PCR). Tahap ini Reverse GGA CC
diawali dengan tahapan isolasi material genetik TCT GAG CTC TCC GCT
CTT GG
berupa RNA (Ribonucleid Acid), hal ini bertujuan CD90/Thy-
untuk melihat ekspresi gen CD90 (Thy1) dan 1 AGA CCC AGG ACG GAG 416
Krt/12 pada sampel. Sampel yang dilakukan Forward CTA TT
isolasi RNA adalah sel punca limbal kontrol dan Reverse ACA CTT GAC CAG CTT
GTC TCT
pasca kriopreservasi yang telah dikultur selama 7 18sRNA
hari. Proses isolasi RNA dilakukan dengan Forward CAT TCG AAC GTC TGC 109
menggunakan kit mnual (Qiagen, #52906). Hasil Reverse CCT AT GTT TCT CAG
isolasi RNA dilanjutkan dengan uji kualitas GCT CCC TCT CC
menggunakan spektrofotometri yaitu
TM Pengolahan dan Analisis Data
menggunakan Nanodrop , hal ini bertujuan
untuk evaluasi hasil isolasi baik konsentrasi Data dari ekspresi gen Krt12 dan CD90 (Thy1)
akan dianalisis secara deskriptif dan data
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 3
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

kuantitatif PD, PDT dan PD/hari dianalisis Tingkat proliferasi sel punca limbal tikus
dengan uji one way ANOVA menggunakan SPSS secara in vitro pasase ke-2 pada SPL grup
16. kontrol dan pascavitrifikasi menunjukkan
population doubling (PD) dan population doubling
III. HASIL time (PDT) yang sama (Tabel 2). Pada hari ke-6,
Populasi SPL masih dapat menempel pada kultur SPL grup kontrol maupun pascavitrifikasi
cawan dan memiliki morfologi fibroblast-like cell telah mengalami konfluensi.
pascavitrifikasi dengan DMSO maupun tanpa
DMSO. Sementara tingkat kepadatan SPL pada Tabel III. Ekspresi relatif gen Krt12 dan CD90
kelompok kontrol dan pascavitrifikasi telah 2-ΔΔCt
Kelompok
mencapai konfluen pada kultur hari ke-7 Krt12 CD90
(Gambar 1). Kontrol 1 1
Vitrifikasi
(-DMSO) 4,51 2,7
A B Vitrifikasi
(+DMSO) 1,44 2,55

Ekspresi gen Krt12 yang merupakan penanda sel


epitel kornea pada populasi SPL pascavitrifikasi
tampak lebih tinggi dibandingkan kontrol (Tabel
C 3). Demikian pula ekspresi gen CD90 atau Thy1
yang merupakan penanda progenitor epitel/SPL
yang meningkat dua kali lipat pascavitrifikasi.

IV. PEMBAHASAN
Gambar 1. Kultur sel punca limbal (SPL). SPL pada hari
ke 5 kultur pada kelompok kontrol (A), pasca vitrifikasi Kultur sel punca limbal (SPL) tikus
tanpa DMSO (B) dan dengan DMSO (C). Pada penelitian ini populasi SPL merupakan
populasi sel yang diperoleh dari eksplan jaringan
Populasi SPL yang telah divitrifikasi dengan limbus pasca pasase 3. Populasi SPL yang
dan tanpa DMSO masih dapat mengalami digunakan dalam penelitian ini tidak dilakukan
diferensiasi menjadi osteosit. Setelah 14 hari tahap pemisahan sel sehingga populasi SPL
diinduksi dengan medium diferensiasi ostesoit, yang digunakan dalam penelitian ini tidak hanya
sel diwarnai menggunakan Alizarin (Gambar 2). mengekspresikan gen ABCG2 dan p63 (data
tidak ditampilkan) tetapi juga mengekspresikan
gen CD90 (Thy1) dan gen Krt12 (Tabel 3).
A B Penanda tersebut sesuai dengan populasi SPL
yang dilaporkan oleh Krishnan et al (2010)
bahwa pada kultur sel epitel kornea dari jaringan
limbus, terdapat beberapa tipe sel yang akan
tumbuh, yaitu sel epitel kornea (penanda gen
Krt12), SPL (penanda gen ABCG2 dan p63) dan
populasi sel progenitor epitel/SPL (penanda gen
C ABCG2, p63 dan CD90/Thy1). (Sancak et al.
2014, Krishnan et al. 2010, Li et al. 2012)
Secara mikroskopis morfologi SPL
berbentuk kuboid dengan membentuk klon dan
Gambar 2. Kemamuan sel punca limbal (SPL) tikus
menunjukkan adanya migrasi menjadi sel epitel
diferensiasimenjadi osteosit dengan pewarnaan Alizarin. kornea. (Meyer-Blazejewska et al. 2010, Loureiro
Kelompok kontrol (A), pasca simpan beku (vitrifikasi) tanpa et al. 2013) Namun ada populasi progenitor SPL
DMSO (B) dan menggunakan DMSO (C) . yang memiliki morfologi fibroblast-like cell dan
pada kondisi kultur tertentu akan berdiferensiasi
Tabel II . Tabel population doubling (PD) dan menjadi sel epitel kornea. (Sancak et al. 2014, Li
population doubling time (PDT) SPL tikus et al. 2012, Polisetty et al. 2012) Populasi
kontrol dan pascavitrifikasi. progenitor epitel/SPL merupakan mesenchymal
stem cell (MSC) yang berada pada jaringan
PD PDT limbus sehingga dalam lingkungan kultur dapat
(jam)
berproloferasi dan berdiferensiasi menjadi SPL.
Koy tntrol 1,33±0,68 143,03±96,5
(Li et al. 2012, Polisetty et al. 2012)
Vitrifikasi 1,15±0,70 150,65±68,62
(-DMSO) Pada penelitian ini populasi progenitor
Vitrifikasi 1,31±0,73 155,45±117,8 epitel/SPL ditunjukkan dengan morfologi
(+DMSO) fibroblast-like cell, kemampuan sel tersebut
ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 4
IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

berdiferensiasi menjadi osteosit serta positif atau Thy1 pada pemeriksaan qRT-PCR, bahkan
terhadap penanda CD90 atau Thy1 (Gambar 1, 2 lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan kontrol
dan Tabel 3). Selain itu kemampuan proliferasi pada penelitian ini. Hal ini senada dengan
yang tinggi dengan PDT ± 6 hari (Tabel 2) populasi progenitor SPL yang diisolasi dari
menunjukkan bahwa sel progenitor epitel/SPL jaringan limbus pada penelitian lain. (Sancak et
pada penelitian ini sangat tinggi dibandingkan al. 2014, Polisetty et al. 2008) Sehingga
dengan kemampuan proliferasi SPL yang penggunaan 15% DMSO pada kriopreservasi
dilaporkan oleh Loureiro et al. (2013). Hal ini dengan metode vitrifikasi untuk progenitor SPL
dapat disebabkan karena populasi SPL yang masih aman. Namun, pada 20% DMSO sangat
digunakan dalam penelitian ini telah mengalami toksik untuk sel progenitor SPL hewan pada
beberapa pasase sehingga SPL telah kriopreservasi dengan metode konvensional
berdiferensiasi spontan menjadi sel epitel kornea. kriopreservasi. (Ock S and Rho G, 2011)
Sedangkan proliferasi progenitor SPL yang tinggi Pada kultur progenitor SPL pascavitrifikasi,
akan mendominasi populasi sel yang dikultur. ekspresi gen Krt12 pada medium kriopreservasi
tanpa DMSO menunjukkan 4 kali lebih tinggi
Karakteristik sel punca limbal (SPL) tikus dibandingkan kontrol dan menggunakan DMSO.
pasca kriopreservasi dengan dan tanpa Data ini menunjukkan bahwa DMSO tidak
DMSO mengurangi potensi diferensiasi progenitor SPL
Pascavitrifikasi dengan medium tanpa dan menjadi epitel kornea. Pada studi ini, proses
dengan DMSO, populasi SPL tetap memiliki pembuangan DMSO saat thawing dapat
morfologi fibroblast-like cell. Hal ini menunjukkan mengurangi konsentrasi DMSO ketika dilakukan
bahwa penggunaan DMSO dengan konsentrasi kultur sel. Terjadinya diferensiasi progenitor SPL
tinggi tidak mempengaruhi fenotipe dan tingkat menjadi sel epitel kornea dapat dipicu oleh
proliferasi populasi SPL (Gambar 1 dan Tabel 2). kondisi lingkungan seperti medium kultur.
Metode simpan beku pada penelitian ini (Loureiro et al. 2013, Sancak et al. 2014)
menggunakan DMSO dengan konsentrasi 15%,
namun keterpaparan SPL dengan DMSO pada V. SIMPULAN
suhu ruang sangat cepat (< 15 detik) sehingga Penggunaan DMSO pada kriopreservasi
efek toksik tidak mempengaruhi kualitas SPL. populasi SPL tidak mempengaruhi karakteristik
Menurut Bagis et al. (2009) metode sel tersebut.
kriopreservasi akan mempengaruhi sifat
toksisitas krioprotektan karena pada suhu ruang UCAPAN TERIMA KASIH
DMSO bersifat toksik namun tidak toksik pada Penulis menyampaikan terima kasih kepada
suhu yang sangat rendah (-196ᵒC). Kepala Badan Litbangkes dan Kepala Pusat
Pada penelitian ini, metode kriopreservasi Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan
yang digunakan adalah metode vitrifikasi. (PBTDK) atas pemberian dana penelitian,
Meskipun konsentrasi krioprotektan yang masukan dan nasehat selama melakukan
digunkan cukup tinggi, pelet sel segera penelitian dengan dana DIPA 2014. Teman-
dimasukkan dalam nitrogen cair (-196ᵒC) teman tim di Laboratorium Stem Cell PBTDK
sehingga tidak terjadi proses dehidrasi pada sel Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan,
(El-Danasaouri I. and Selaman H. 2007) Badan Litbankes yang telah membantu dalam
Krioprotektan intasel seperti DMSO akan proses penelitian, menyediakan bahan untuk
membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air penelitian serta berdiskusi selama menjalankan
di dalam sel sehingga pengumpulan molekul air penelitian, penulis mengucapkan terima kasih.
yang membentuk kristal es saat penurunan suhu
tidak terjadi. (Jain J K and Paulson RJ. 2006) DAFTAR PUSTAKA
Populasi progenitor SPL dari jaringan limbal Burman S and Sangwan V, H 2008, ‘Cultivated
tikus pasca kriopreservasi dengan konsentrasi limbal stem cell transplantation for ocular
15% DMSO pada penelitian ini masih memiliki surface reconstruction’, Clin Opthal, vol.
sifat multipoten secara fenotipe (Gambar 2 dan 2, no. 3,hh. 489-502.
Tabel 3). Secara fenotipe dapat ditunjukkan Albert R, Vereb Z, Csomos K, Moe MC, Johnsen
dengan kemampuan diferensiasi menjadi osteosit EO, Oldstad OK, et al., H 2011, ‘Cultivation
pasca induksi dan positif terhadap pewarnaan and characterization of corneal limbal
Alizarin yang menunjukkan proses kalsifikasi sel. ephitelial stem cell on lens capsule in
Selain itu ekspresi imunofenotipe seperti animal material-free medium’, PLoS ONE,
penanda CD90 atau Thy1 merupakan salah satu vol. 7, no. 10, hh. 1-11.
ciri multipotensi progenitor SPL. (Li et al. 2012., Lekhanont K, Choubtum L, Chuck RS, Sa-
Polisetty et al. 2008., Naaldijk etal. 2012) ngiampornpanit T, Chuckpaiwong V and
Secara genotipe, populasi progenitor SPL Vongthongsri A. H 2009. ‘A Serum-and
ditunjukkan dengan tingginya ekspresi CD90 feeder-free technique of culturing human

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 5


IJMS – Indonesian Journal On Medical Science – Volume 5 No. 1 – Januari 2018

corneal epitheliual stem cells on amniotic Djuwantono T, Wirakusumah F F, Achmad T H,


membrane’, Mol Vis, 2009, vol. 15, no. 1, Sandra F, Halim D, Faried A., H 2011,
hh. 294-302. ‘Comparison of cryopreservation methods:
Loureiro RR, Cristovam PC, Martins CM, Covre slow-cooling vs. rapid-cooling based on
JL, Sobrinho JA, Ricardo JRS, cell viability, oxidative stress, apoptosis,
Hazarbassanov RM, et al, H 2013, ‘ and CD34+ enumeration of human
Comparison of culture media for ex vivo umbilical cord blood mononucleated cells,
cultivation of limbal epithelial progenitor BMC Research Notes, vol. 11, no. 4, hh.
cells’, Mol Vis, vol. 19, hh. 69-77. 371.
Sancak İG, Ozen A, Pinarli FA, Tiryaki M, Aye M, Giorgio C D, Mo M D, Botta A, Perrin J,
Ceylan A, Acar U and Delibasi T, H 2014, Courbiere B., H 2010. ‘Assessment of
‘Limbal stem cells in dogs and cats. Their genotoxicity of three cryoprotectants used
identification, culture and differentiation for human oocyte vitrification: dimethyl
into keratinocytes’, Kafkas Univ Vet Fak sulfoxide, ethylene glycol and propylene
Derg,, vol. 6, hh. 909-914. glycol’ Food Chem Toxicol, vol. 48, hh.
Meyer-Blazejewska E.A, Kruse F.E, Bitterer K, 1905-12.
Meyer C, Hofmann-Rummelt C, Peter H, H Bakhach J., H 2009, ‘The cryopreservation of
2010, ‘Preservation of the limbal stem cell composite tissues: principles and recent
phenotype by appropriate culture advancement on cryopreservation of
techniques’, IOVS, vol. 51, no. 2, hh. 765- different type of tissues’,
774. Organogenesis,vol. 5, no.3, hh. 119-126.
Yeh HJ, Yao CL, Chen HI, Cheng HC, Hwang Violante GD, Zerrouk N, Richard I, Provot G,
SM, H 2008, ‘Cryopreservation of human Chaumeil JC and Arnaud P., H 2002,
limbal stem cell ex vivo expanded on ‘Evaluation of the cytotoxicity effect of
amniotic membrane’ Cornea, vol. 27, no. 3, dimethyl sulfoxide (DMSO) on Caco2/TC7
hh. 327-333. colon tumor cell cultures’, Biol Pharm
El-Danasaouri I. and Selaman H. , H 2007, Bull,, vol. 25, no. 12, hh. 1600-3.
‘Vitrification versus conventional Krishnan S, Iyer GK and Krishnakumar S., H
cryopreservation technique’, Middle East 2010, ‘Culture and characterisation of
Fertlity Society Journal, vol. 10, no. 3, hh. limbal epithelial cells and oral mucosal
205-206. cells’, Indian J Med Res,vol.13, no.1, hh.
Meryman HT., H 2007, ‘Cryopreservation of 422-8.
living cells: principles and practice’, Li G, Zhu Y, Xie H, Chen S, Tseng S., H 2012, ‘
Transfusion ,vol. 47, hh. 935-945. ‘Mesenchymal stem cells derived from
Bagis H, Akkoc T, Taskin C and Arat S, H 2009, human limbal niche cells’, Cornea, vo. 12,
‘Comparison of different cryopreservation no. 53, hh. 5686-97.
techniques: Higher survival and Polisetty N, Fatima A, Madhira SL, Sangwan VS
implantation rate of frozen-thawed mouse and Vemuganti GK., H 2008,
pronuclear embryos in the presence of ‘Mesenchymal stem cell from limbal stroma
beta-mercaptoethanol in post-thaw of human eye’, Mol Visvol. 14, hh. 431-42.
culture’, Reprod Dom Anim, Doi: Jain J K and Paulson RJ. H 2006, ‘Oocytes
10.1111/j.1439-0531.2009.01570.x cryopreservation’, Fertility and Sterility,
Kito K, Kagami H, Kobayashi C, Ueda M, vol.86, hh. 1037-46.
Terasaki H, H 2005, ’ Effect of Naaldijk Y, Staude M, Fedorova V and Stolzing
cryopreservation on histology and viability A., H 2012, ‘Effect of different freezing rate
of cultured corneal epithelial cell sheets in during cryopreservation of rat
rabbits’, Cornea, vol. 24, no. 6, hh. 735- mesenchymal stem cell using combination
741. of hydroxyethyl strach and
Desai N, Xu J, Tsulata T, Lawson JS, Hafez AF, dimethylsulfoxide’, BMC Biotechnology,
Goldfarb J and Falcone T, H 2010, vol. 12, no.49. DOI:10.1186/1472-6750-12-
‘Vitrification of mouse embryo-derived ICM 49.
cells: a tool for presering embryonic stem Ock S and Rho G., H 2011, ‘Effect of dimethyl
cell potential?’, J Assist reprod Genet , DOI sulfoxide (DMSO) on cryopreservation of
10.1007/s10815-010-9500-x. porcine mesenchymal stem cell (pMSC)’,
Cell Transplantation, vol. 20, hh. 231-9.

ISSN 2443-1249 (Print) 2355-1313 (On Line) - ijmsbm.org 6

You might also like