Professional Documents
Culture Documents
ZIRAA’AH, Volume 41 Nomor 1, Pebruari 2016 Halaman 103-112 ISSN ELEKTRONIK 2355-3545
(Effect Of Packaging Types On Storage Condition Of Freshly Harvested Rough Rice, Milling And
Head Rice Yield)
ABSTRACT
Aging is a natural and spontaneous phenomenon which occurs during storage of dry grain,
involving physical changes and chemical that would alter the quality of the cooking, processing, taste
and nutritional value as well as affect the commercial value of rice. Naturally aging takes a long time
between 6-12 months so it is less economical. Aging may be accelerated by increasing the grain
moisture content and storage temperature. Freshly harvested rough rice contains high moisture
content ranging between 21-26% and respiration activity is still high which generate heat that can
be accumulated by the packaging, so the grain temperature increases. The purpose of this study was
to determine the types of packaging which can increase the temperature and RH storage, milling yield
and head rice yield. Grain varieties used are Siam Pandak with five types of packaging, ie black
plastic bags, sacks, cans, wood and tarpaulin, and stored for 72 hours. As a control, direct drying
grain harvest is used. Observations are including temperature and RH in packaging, milling recovery
and head rice yields. The results showed that all types of packaging used can increase the temperature
and RH in the packaging than the temperature and RH in storage space. The most high milling
recovery obtained from black plastic packaging, while the head rice yields all kinds of packaging
meets the quality criteria V ISO 6128-2008 except wood packaging, although based on the percentage
of head rice, tarpaulins packaging has the highest head rice.
Keywords : packaging types, strorage condition, milling yield, head rice yield
dengan penggilingan gabah menjadi beras. diamati, yang meliputi kelembaban relative
Pengamatan yang dilakukan meliputi (RH) dalam kemasan dan RH ruanga
perubahan kadar air selama proses pengolahan penyimpanan, suhu gabah dalam kemasan dan
(mulai dari gabah basah sampai menjadi beras suhu ruang penyimpanan.
giling), rendemen giling dan beras kepala
berdasarkan Standar Mutu Beras Giling SNI RH dalam kemasan
No. 01-6128-2008. Pengamatan RH dilkukan setiap enam
jam sekali selama 72 jam, dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN memasukkan higrometer ke dalam kemasan.
Kondisi Penyimpanan gabah basah Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk
Kondisi penyimpanan gabah basah grafik hubungan antara waktu pengamatan dan
selama 72 jam dalam berbagai kemasan RH yang dapat dilihat pada Gambar 1.
120
RH (%)
100
80
Plastik
Karung
60
Kaleng
40 Kayu
Terpal
20 Ruang
0
0 20 40 60 80
Waktu (Jam)
Gambar 1. Grafik hubungan antara waktu dan RH pada berbagai jenis kemasan
Dari Gambar 1 diketahui bahwa RH di dalam CO2, uap air dan kalori berupa panas. Menurut
berbagai jenis kemasan lebih tinggi (antara Dilhutany et al. (2000) respirasi adalah proses
80-100%) dari pada RH diluar kemasan (RH metabolik yang berhubungan dengan biji-
ruang penyimpanan berkisar antara 40-70%) bijian serta mikroba, menghasilkan panas, air,
atau dengan kata lain terjadi peningkatan RH dan CO2 yang berasal dari oksidasi gula
dalam kemasan. Peningkatan RH ini karena dengan reaksi sebagai berikut :
adanya tambahan uap air yang berasal dari C6H12O6 + 6O2 6CO2 + 6H2O + 677,2 kal
aktivitas respirasi dan gabah karena kadar air Selanjutnya bila diamati pada setiap
gabah basah masih cukup tinggi, yaitu jenis kemasan, maka kemasan yang dapat
20,03%. Uap air yang berasal dari gabah dan menahan RH dengan baik adalah kemasan
aktivitas respirasi, membuat RH dalam kantong plastic hitam, kaleng, karung dan
berbagai kemasan meningkat karena tertahan terpal, sedang kemasan kayu kemampuan
oleh kemasan. Gabah segar hasil panen secara mempertahankan RH paling rendah. Hal ini
biologis masih hidup dan melakukan disebabkan karena kayu bersifat higroskopis
metabolisme atau respirasi yang menghasilkan sehingga uap air yang ada dalam kemasan
106
ZIRAA’AH, Volume 41 Nomor 1, Pebruari 2016 Halaman 103-112 ISSN ELEKTRONIK 2355-3545
40
Suhu Gabah ( C )
35
30
25 Plastik
20 Karung
15 Kaleng
Kayu
10
Terpal
5
Ruang
0
0 20 40 60 80
Waktu (Jam)
Gambar 2. Grafik hubungan antara waktu dan suhu gabah pada berbagai jenis kemasan
Kadar air rata-rata GKP yang dapat diserap atau dilepaskan tergantung pada
digunakan dalam penelitian ini adalah 20.03%. kondisi lingkungan, baik dalam kemasan
Menurut Damarjati et al. (1981) umur panen maupun diluar kemasan.
optimum dicapai setelah kadar air gabah Dalam penelitian ini, peningkatan suhu,
mencapai 22-23% pada musim kemarau, dan RH dan kadar air gabah memang dikehendaki
antara 24-26% kadar air gabah pada musim agar reaksi-reaksi metabolisme dalam biji
penghujan. beras berjalan lebih cepat, sehingga proses
Kadar air gabah setelah pengusangan pengusangan gabah dapat berjalan lebih cepat.
bervariasi tergantung pada jenis kemasan, Menurut Hall (1970) suhu yang tinggi pada
berkisar antara 19,11% sampai dengan ruang penyimpanan (berkisar antara 300C
24,56%. Kadar air gabah hasil pengusangan hingga 400C) dapat menyebabkan terjadinya
pada kemasan terpal, kaleng, dan plastik perubahan sifat kimia pada gabah. Suhu dan
terjadi peningkatan kadar air dibandingkan kadar air yg lebih tinggi akan menghasilkan
dengan kadar air GKP, sedang kemasan perubahan yang lebih besar (Dhaliwal et al.,
karung hampir sama dengan GKP dan pada 1991; Villareal et al., 1976). Hasil penelitian
kemasan kayu mengalami sedikit penurunan. Millati (1994) menunjukkan bahwa pola
Hal ini terjadi karena kemasan terpal, kaleng perubahan selama pengusangan untuk semua
dan plastik bersifat kedap terhadap uap air, beras sama, tetapi besarnya perubahan
sehingga uap air hasil evaporasi dan respirasi dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban ruang
gabah tidak bisa keluar dari kemasan yang tempat penyimpanan, lama penyimpanan serta
mengakibatkan RH dalam kemasan meningkat varietasnya.
lebih dari 90% bahkan ada yang sampai terjadi Setelah mengalami proses pengusangan
pengembunan pada permukaan gabah. RH selanjutnya dilakukan penjemuran selama tiga
yang tinggi ini mengakibatkan penyerapan uap hari berturut-turut (rata-rata 8 jam per hari)
air dari lingkungan ke dalam gabah, sehingga untuk menurunkan kadar air gabah. Kadar air
kadar air gabah meningkat. Berbeda dengan gabah kering yang terendah berkisar antara
kemasan karung dan kayu, yang sifatnya tidak 6.34% pada kemasan kayu, dan yang tertinggi
kedap terhadap uap air, karena adanya lubang pada kontrol (gabah yang langsung
(pori-pori) pada kemasan karung, atau sifat dikeringkan) yaitu 9,81%. Kadar air gabah
higroskopis kemasan kayu, sehingga uap air kering yang dihasilkan lebih rendah dari
108
ZIRAA’AH, Volume 41 Nomor 1, Pebruari 2016 Halaman 103-112 ISSN ELEKTRONIK 2355-3545
syarat kadar air untuk penggilingan (13-14%). Dari Tabel 1 diketahui bahwa kadar air
Menurut Wongpornchai et al. (2003), untuk beras pecah kulit sedikit lebih tinggi dari pada
menurunkan kadar air gabah dari 28% menjadi kadar air gabah kering, yaitu berkisar antara
14,12% dengan cara penjemuran diperlukan 7.63-10.33%. Peningkatan kadar air beras
waktu sekitar 54 jam. Dalam penelitian ini, pecah kulit ini karena terjadinya penyerapan
penjemuran dilakukan selama 3 hari (72 jam) air dari lingkungan (ruang penyimpanan) oleh
dengan rata-rata waktu penjemuran 8 jam/ hari gabah selama tempering. Kadar air beras
(total waktu penjemuran 24 jam) dan hasilnya giling hasil penyosohan relatif tetap
kadar air gabah turun menjadi kurang dari 9%. dibandingkan beras pecah kulit, kalau ada
Rendahnya kadar air gabah kering hasil perbedaan diduga hanya karena faktor
penjemuran, karena cuaca sangat panas ketelitian pada saat pengukuran kadar air.
dengan suhu diatas 40oC. Oleh karena itu
untuk menghindari terjadinya beras patah dan Rendemen Giling
menir yang terlalu tinggi dilakukan tempering Rendemen beras giling merupakan
selama lima hari, agar kadar air gabah bisa persentase beras (butir utuh, butir patah besar
meningkat kembali karena kadar air yang dan butir patah) yang dihasilkan dari 100 gram
terlalu rendah dapat menurunkan persentase bobot gabah yang digiling. Oleh karena itu,
beras kepala dan meningkatkan beras patah tinggi rendahnya rendemen beras giling
(menir). dipengaruhi ketiga komponen butir beras
Setelah tempering dilakukan tersebut. Komponen butir beras yang paling
penggilingan gabah untuk menghasilkan beras besar pengaruhnya adalah bobot butir kepala
giling. Penggilingan gabah dilakukan dua (bobot butir utuh dan butir patah besar).
tahap, yaitu pertama pemecahan kulit gabah/ Berdasarkan hasil analisis ragam, rendemen
sekam menghasilkan beras pecah kulit yang giling dipengaruhi oleh jenis kemasan.
warnanya kecoklatan karena masih dilapisi Selanjutnya dilakukan uji BNT yang hasilnya
aleuron/ dedak. Tahap kedua adalah dapat dilihat pada Tabel 2.
penyosohan untuk menghilangkan lapisan
aleuron sehingga dihasilkan beras giling yang
berwarna putih.
Dari Tabel 2 diketahui bahwa jenis dengan kontrol, meskipun kemasan terpal
kemasan yang menghasilkan rendemen giling menunjukkan sedikit lebih tinggi
paling tinggi adalah kemasan plastik hitam, dibandingkan kemasan lain dan kontrol.
yaitu 66,020% dan berbeda nyata dengan jenis Menurut Nugraha et al. (1998), rendemen giling
kemasan lainnya. Jenis kemasan yang lain, dipengaruhi oleh banyak faktor yang terbagi ke
yaitu karung, kaleng, kayu dan terpal tidak dalam tiga kelompok. Kelompok pertama adalah
menunjukkan perbedaan rendemen giling faktor mutu gabah yang meliputi varietas, teknik
109
ZIRAA’AH, Volume 41 Nomor 1, Pebruari 2016 Halaman 103-112 ISSN ELEKTRONIK 2355-3545
budidaya, cekaman lingkungan, agroekosistem, gabah, karena akan menentukan jumlah berat
dan iklim. Kelompok kedua merupakan faktor beras yang dihasilkan dan pada akhirnya
penentu rendemen yang terlibat dalam proses menentukan nilai ekonomis beras tersebut.
koversi gabah menjadi beras, yaitu teknik Rendemen beras kepala mempunyai
penggilingan dan alat/mesin penggilingan. keragaman yang besar yang tergantung pada
Kelompok ketiga adalah derajar sosoh yang berbagai faktor yaitu varietas, jenis biji, beras
diinginkan, karena semakin tinggi derajat sosoh, kapur, cara budidaya, faktor lingkungan,
maka rendemen akan semakin rendah. Menurut perlakuan lepas panen yang dimulai sejak
Mardiah dan Indrasari () yang melakukan pemanenan, perontokan, pengeringan,
karakterisasi mutu gabah, mutu fisik dan mutu penyimpanan, hingga penggilingan. Pada
giling beras terhadap beberapa galur harapan penelitian ini, rendemen beras kepala hasil
padi sawah, menyatakan bahwa rendemen penggilingan gabah yang telah mengalami
giling dari 43 galur yang dianalisis berkisar pengusangan dengan berbagai jenis kemasan
antara 65,4-72,5%, artinya jenis kemasan dinilai berdasarkan standar mutu beras giling
yang rendemen yang memenuhi kriteria SNI 6128-2008.
tersebut hanya kemasan plastik. Rendemen Dalam penggilingan gabah, persentase
giling yang kurang dari 65%, kemungkinan beras kepala selalu berbanding terbalik
karena gabah disimpan pada kadar air tinggi, dengan beras patah dan beras menir, apabila
sehingga aktivitas respirasi gabah tinggi. beras kepala tinggi, maka beras patah dan
Aktivitas respirasi dapat mengurangi beras menir pasti rendah dan sebaliknya.
rendemen giling karena terjadinya penguraian Pada Tabel 3 dapat dilihat persentase beras
senyawa gula (pati) menjadi CO2 dan air kepala, beras patah, beras menir dan kadar air
(Dilhutany et al., 2000) hasil penggilingan gabah yang telah
mengalami pengusangan dengan berbagai
Rendemen Beras kepala kemasan dan kontrol.
Rendemen beras kepala merupakan
persyaratan utama dalam penetapan mutu
Tabel 3. Pengaruh kemasan terhadap beras kepala, beras patah dan beras menir
Jenis kemasan Beras Kepala (%) Beras Patah (%) Beras Menir (%)
Plastik hitam 62.43 27.09 9.88
Karung 58.63 22.71 18.05
Kaleng 61.76 27.00 10.55
Kayu 62.63 26.85 10.43
Terpal 71.92 17.83 9.95
Kontrol 64.04 20.88 14.76
butir beras sehat maupun cacat yang Hashemi et al. (2008), kadar air gabah yang
mempunyai ukuran lebih kecil dari 25% terlalu rendah (± 9%) akan meningkatkan
bagian butir beras utuh. persentase biji retak pada penggilingan gabah.
Dari Tabel 3 diketahui bahwa jenis Jumlah biji retak pada kadar air tersebut 15%
kemasan yang menghasilkan beras kepala lebih tinggi dari pada kadar air gabah standar
tertinggi adalah jenis kemasan terpal yaitu (± 12%) dan persentase biji retak yang tinggi
71.92%, meskipun berdasarkan SNI tidak akan menghasilkan persentase beras kepala
berbeda dengan kemasan plastik, kaleng, kayu, lebih tinggi rendah. Menurut Haryadi (2006),
dan kontrol, semuanya masuk dalam standar kadar air yang baik untuk melakukan
mutu V (60% < beras kepala < 73%), sedang penggilingan adalah 13-15%. Sedang menurut
kemasan karung tidak masuk standar mutu Wijaya (2009), kadar air gabah saat digiling
SNI. Hasil ini sesuai dengan pendapat akan mempengaruhi persentase beras utuh,
Rachmat dan Lubis (2000), yang menyatakan beras kepala dan beras patah, kadar air gabah
bahwa gabah yang disimpan dengan kemasan yang lebih rendah atau lebih tinggi dari 13,2%
porous yaitu dengan polypropylene atau akan menurunkan hasil beras kepala.
karung plastik tidak menunjukkan kenaikan Faktor lain yang menyebabkan persentase
persentase beras kepala dan bahkan ada beras kepala rendah adalah suhu pengusangan
kecenderungan terjadi penurunan sebesar yang berfluktuasi dan rata-rata dibawah 35oC,
0,2%. sehingga kemungkinan proses pengusangan
Perlakuan pengusangan dengan gabah tidak optimal. Menurut Barber (1972), pola
memanfaatkan panas respirasi dengan perubahan yang terjadi selama pengusangan sama
berbagai jenis kemasan tidak dapat untuk semua beras, tetapi kecepatan dan besarnya
meningkatkan beras kepala secara signifikan. perubahan berbeda tergantung suhu
Hal ini diduga karena kadar air gabah pada pengusangan, kadar air gabah dan varietas. Suhu
saat penggilingan terlalu rendah, yaitu dibawah dan kadar air yang lebih tinggi akan
9%. Menurut Ratule et al. (2008) faktor-faktor menghasilkan perubahan yang lebih besar
yang menentukan tingginya kadar beras patah (Dhaliwal et al., 1991; Villareal et al., 1976).
adalah faktor genetik, cara pengeringan dan Hasil penelitian Millati (2009) menunjukkan
kadar air. Menurut Siebenmorgen et al. (2005) bahwa peningkatan mutu beras giling yang paling
proses pengeringan dapat mendorong tinggi dihasilkan dengan cara curing GKP pada
timbulnya retakan halus pada endosperm beras suhu 35oC dan 40oC dengan persentase beras
dan retakan ini mengurangi kekuatan mekanis kepala 76,48% dan 75,36%, sedang pada suhu
biji beras dan menyebabkan beras pecah ketika 45oC persentase beras kepalanya lebih rendah,
digiling sehingga mengurangi rendemen beras yaitu 67.84%.
kepala. Akowuah dan Plange (2012) Disamping itu, faktor lain penyebab
menyatakan bahwa timbulnya retakan halus rendahnya mutu giling adalah penjemuran. Gabah
dan besarnya rendemen beras kepala hasil pengusangan mempunyai kadar air yang
dipengaruhi oleh suhu pada saat pengeringan tinggi, yang selanjutnya dikeringkan dengan cara
dan penggilingan gabah. penjemuran. Hal ini dapat mengakibatkan
Pada kadar air yang tinggi, gabah terjadinya case hardening, yaitu gabah yang
relatif lunak dan akan diperlukan energi yang bagian luarnya kering tetapi bagian dalamnya
lebih banyak untuk menghasilkan beras pecah masih basah, sehingga pada saat penggilingan
kulit, dan pada saat penyosohan menghasilkan menjadi pecah yang akan meningkatkan
beras patah yang tinggi. Sebaliknya kadar air persentase beras patah dan beras menir. Menurut
gabah yang terlalu rendah menyebabkan Siebenmorgen et al. (2005) proses pengeringan
banyaknya gabah yang retak sehingga dapat mendorong timbulnya retakan halus pada
meningkatkan jumlah beras patah saat endosperm beras dan retakan ini mengurangi
penggilingan (Wijaya, 2009). Menurut kekuatan mekanis biji beras dan menyebabkan
111
ZIRAA’AH, Volume 41 Nomor 1, Pebruari 2016 Halaman 103-112 ISSN ELEKTRONIK 2355-3545