You are on page 1of 10

Jurnal STIKES

Volume 6, No. 1, Juli 2013

PEMBERIAN OBAT MELALUI INTRAVENA TERHADAP KEJADIAN


PHLEBITIS PADA PASIEN RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT

GIVING MEDICINE THROUGH INTRAVENOUS TOWARDS INCIDENT OF


PHLEBITIS TO HOSPITALIZED PATIENT IN HOSPITAL

Winda Pratama Iradiyanti


Erlin Kurnia
STIKES RS Baptis Kediri
(stikesbaptisjurnal@ymail.com)

ABSTRAK

Kejadian plebitis merupakan cerminan karakter palayanan kesehatan. Adapun tanda


plebitis antara lain adanya peningkatan temperatur kulit di atas vena, nyeri, dan timbul
kemerahan di tempat insersi atau di sepanjang jalur vena. Tujuan penelitian ini adalah
mempelajari faktor yang menyebabkan kejadian phlebitis . Desain penelitian dengan
cross sectional. Populasi semua pasien rawat inap dan perawat yang memberikan obat
melalui intravena di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Baptis Kediri. Tehnik sampling
purposive sampling. Jumlah sampel 23 responden. Variabel independent pemberian obat
intravena dan variabel dependennya phlebitis. Pengumpulan data dengan observasi
(checklist). Hasil penelitian 100% perawat memberikan obat intravena dengan kecepatan
tidak sesuai, 74% perawat tidak sesuai dalam cuci tangan, 100% responden tidak
mengalami plebitis. Kesimpulan dari penelitian ini adalah faktor pemberian obat melalui
selang intravena tidak berpengaruh terhadap phlebitis, tidak ada faktor dominan yang
menyebabkan phlebitis dalam penelitian ini.

Kata kunci: plebitis, pemberian obat intravena, teknik aseptic

ABSTRACT

Phlebitis incident is a reflection of the character of health care. The sign of phlebitis
include an increase of skin temperature on the veins, pain, and some cases of redness in
the site of insertion or along the vein line. The purpose of this research to study the
phlebitis caused. The design used was cross sectional. Population of this research was all
patients hospitalized at inpatient ward Kediri Baptist Hospital and all the nurses who
provided medication through an intravenous tube at Kediri Baptist Hospital. The sample
used was purposive sampling and the number of respondents was 23 people. The
independent variable in this research was intravenous medicine application and aseptic
techniques. The dependent variable was phlebitis. The data collection used in this
research was observation sheet (checklist). The results 100% of nurses gave intravenous
medicine with inappropriate speed, 74% of nurses do inappropriate in washing hands,
100% of respondents did not experience phlebitis. Conclusion of this research is medicine
administering factor throughout intravenous tube had no effect on phlebitis, there is no
dominant caused factor of phlebitis in this research.

Keyword: phlebitis, intravenous medicine application, aseptic technique

109
Pemberian Obat Melalui Iv Terhadap Kejadian Phlebitis Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Winda Pratama Iradiyanti, Erlin Kurnia

Pendahuluan 18,8% di RSUD Purwokerto. Dan di


instalasi rawat inap RSUD Dr. Soeradji
Tirtonegoro Klaten tahun 2002
Plebitis merupakan peradangan ditemukan kejadian plebitis sebanyak
vena yang disebabkan iritasi kimia, 26,5% kasus. Berdasarkan data yang ada
bakterial, dan mekanis. Iritasi kimia di Rumah Sakit Baptis Kediri didapatkan
merupakan iritasi kimiawi zat adiktif dan hasil seperti pada tabel di bawah ini.
obat-obatan yang diberikan secara
intravena karena pengoplosan (Potter dan
Perry, 2005). PH, osmolaritas cairan dan Tabel 1 Jumlah Kejadian Plebitis di
pemberian larutan yang terlalu cepat Instalasi Rawat Inap Rumah
merupakan salah satu faktor penyebab Sakit Baptis Kediri Bulan
plebitis (Darmadi, 2008). Bakterial juga Januari sampai Juni 2011
merupakan faktor yang menyebabkan Jumlah
Jumlah
plebitis karena kurangnya teknik aseptik pasien yang
Bulan kejadian %
saat memasang infus, memberikan obat terpasang
plebitis
melalui selang intravena, dan lamanya infus
pemakaian kateter vena (Potter dan Januari 1224 22 1.7
Februari 988 18 1.8
Perry, 2005). Iritasi mekanik merupakan
Maret 995 12 1.2
iritasi vena karena pemilihan lokasi April 1140 5 0.43
penusukan dan trauma juga menjadi Mei 1077 10 0.92
faktor resiko terjadinya plebitis Juni 1068 17 1.5
(Darmadi, 2008). Kateter vena yang Sumber : Komite keperawatan RS. Baptis Kediri
digunakan terlalu besar, tidak sesuai
dengan ukuran vena dan pemasangan Studi pendahuluan dengan tabel 1
yang kurang tepat sehingga terjadi memperlihatkan bahwa kejadian plebitis
plebitis (Brooker, 2008). Adapun tanda di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit
plebitis antara lain adanya peningkatan Baptis Kediri dari bulan Januari Pebruari
temperatur kulit di atas vena, nyeri, dan dan Juni masih tinggi yaitu melebihi
pada beberapa kasus timbul kemerahan di angka standar yang diperbolehkan yaitu
tempat insersi atau disepanjang jalur vena sebesar 1,5% (Komite Keperawatan RS.
(Potter dan Perry, 2005). Plebitis Baptis Kediri, 2008).
merupakan cerminan kualitas pelayanan Terapi intravena merupakan cara
kesehatan sehingga dengan yang digunakan untuk memberikan
berkembangnya ilmu keperawatan cairan pada pasien yang tidak dapat
seharusnya plebitis dapat lebih menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok
dikendalikan. Di Rumah Sakit Baptis (WHO, 2005). Terapi intravena bertujuan
Kediri setiap bulannya angka kejadian mencegah gangguan cairan dan elektrolit
plebitis belum bisa dikendalikan dengan (Potter dan Perry, 2005). Infus
baik, terbukti saat studi pendahuluan merupakan cara atau bagian untuk
masih terdapat angka kejadian plebitis memasukkan obat, vitamin dan transfusi
yang melebihi angka standar yang darah ke tubuh pasien. Dalam terapi
diperbolehkan yaitu sebesar 1,5%. intravena dapat terjadi komplikasi salah
Angka kejadian plebitis di ruang satunya plebitis (Potter dan Perry, 2005).
rawat penyakit dalam di RSCM Jakarta Plebitis adalah peradangan pembuluh
yaitu sebanyak 109 pasien yang darah vena yang terjadi karena kerusakan
mendapat cairan intravena ditemukan 11 pada dinding vena yang menyebabkan
kasus plebitis. Sedangkan angka kejadian pelepasan mediator inflamasi dan
plebitis di RSU Mokopido Tolitoli pada pembentukan bekuan (Jordan, 2003).
tahun 2006 mencapai 42,4% (Fitria, Plebitis juga terjadi karena kurangnya
2007). Penelitian lain yang dilakukan di teknik aseptik saat pemasangan infus.
RS DR. Sarjito Yogyakarta ditemukan Plebitis ditandai dengan nyeri dan
27,19% kasus plebitis pasca pemasangan kemerahan di area pemasangan infus
infus. Penelitian Widianto (2002) (Booker, 2008). Plebitis dapat menjadi
menemukan kasus plebitis sebanyak masalah yang serius karena plebitis
110
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

berpotensial menyebabkan bekuan darah Berdasarkan tujuan penelitian


(tromboflebitis) dan pada beberapa kasus desain yang digunakan adalah cross
dapat menyebabkan pembentukan emboli sectional yaitu pengumpulan data yang
(Potter dan Perry, 2005). Kemerahan di dikumpulkan dalam satu kurun waktu
area pemasangan infus dapat menjalar tertentu (Timmreck, 2004). Populasi
dari kanula ke sepanjang vena yang dalam penelitian ini adalah semua pasien
terkena menuju ke jantung (Booker, rawat inap di Gedung Utama lantai III
2008). Hal ini sangat merugikan pasien kelas 3A dan Gedung Pavilliun VIP yang
karena infus yang seharusnya dilepas 72 terpasang infus dan semua perawat
jam kini harus dilepas sebelum waktunya Gedung Utama lantai III kelas 3A dan
karena plebitis (Klikharry, 2006). Hari Gedung Pavilliun VIP Rumah Sakit
rawat dan beban biaya meningkat karena Baptis Kediri. Sampel yang diambil
plebitis (Darmadi, 2008). adalah semua pasien dewasa yang
Berdasarkan uraian sebelumnya, terpasang infus di Ruang Rawat Inap
dalam memulai terapi intravena harus Gedung Utama lantai III kelas 3A dan
menentukan lokasi yang tepat seperti Gedung Pavilliun VIP yang memenuhi
pada vena lengan bawah atau tangan. kriteria inklusi dan perawat yang
Menghindari pemasangan pada memberikan obat melalui selang
pergelangan tangan karena akan intravena di Gedung Utama lantai III
mengganggu mobilisasi juga disarankan kelas 3A dan Gedung Pavilliun VIP.
(Jordan, 2003). Mengajarkan pasien Besar sampelnya adalah 23 orang.
untuk menjaga sistem infus, seperti Metode dalam pengambilan sampling
menghindari gerakan memutar atau dalam penelitian ini adalah purposive
berbalik secara tiba-tiba pada lengan sampling yaitu suatu teknik penetapan
yang terpasang infus, menghindari sampel dengan cara memilih sampel
tarikan atau regangan pada selang juga diantara populasi sesuai dengan yang
dapat dilakukan perawat untuk mencegah dikehendaki peneliti (tujuan atau masalah
plebitis (Berman, 2009). Selain itu upaya dalam penelitian), sehingga sampel
yang dapat dilakukan perawat untuk tersebut dapat mewakili karakteristik
mencegah terjadinya plebitis adalah populasi (Nursalam, 2008). Variabel
perawat melakukan teknik aseptik saat independen dalam penelitian ini adalah
pemasangan infus dan saat memberikan faktor yang menyebabkan plebitis di
obat melalui selang seperti perawat cuci Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Baptis
tangan dan menggunakan cairan Kediri yang terdiri dari faktor obat
antiseptik, mempertahankan sterilitas intravena karena pemberian obat melalui
sistem infus saat mengganti selang, selang intravena yang meliputi
larutan dan balutan (Potter dan Perry, pengoplosan dan kecepatan pemberian
2005). Perawat memastikan obat larut dan faktor bakterial meliputi teknik
sempurna saat pengoplosan dan mengatur aseptik cuci tangan dalam pemberian
kecepatan pemberian untuk mengurangi obat melalui selang intravena. Dalam
efek samping seperti plebitis (Jordan, penelitian ini variabel dependennya
2003). Dengan demikian, plebitis dapat adalah plebitis.
dihindari dan angka kejadian plebitis
disuatu rumah sakit dapat menurun.
Hasil Penelitian

Metodologi Penelitian
Data Umum

Rancangan atau desain penelitian


adalah rencana atau struktur dan strategi Data ini berdasarkan hasil
penelitian yang disusun sedemikian rupa rekapitulasi data demografi responden
agar dapat memperoleh jawaban yang meliputi jenis kelamin, umur,
mengenai permasalahan penelitian dan pendidikan, masa kerja yang disajikan
juga untuk mengontrol varians. dalam bentuk tabel sebagai berikut :
111
Pemberian Obat Melalui Iv Terhadap Kejadian Phlebitis Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Winda Pratama Iradiyanti, Erlin Kurnia

Tabel 2 Karakteristik Responden Tabel 5 Karakteristik Responden


(Pasien) berdasarkan Jenis (Perawat) berdasarkan Umur
Kelamin pada Tanggal 16 pada Tanggal 16 Maret–16
Maret–16 April 2012 di April 2012 di Instalasi Rawat
Instalasi Rawat Inap Rumah Inap Rumah Sakit Baptis
Sakit Baptis Kediri Kediri
Jenis Kelamin Frekuensi % Umur Frekuensi %
Laki-Laki 8 34,8 21-25 tahun 8 66,7
Perempuan 15 65,2 26-30 tahun 4 33,3
Jumlah 23 100 31-35 tahun 0 0
36-40 tahun 0 0
Berdasarkan tabel 2 diketahui > 40 tahun 0 0
bahwa sebagian besar responden berjenis Jumlah 12 100
kelamin perempuan yaitu sebanyak 15
responden (65,2 % ) Berdasarkan tabel 5 diketahui
bahwa perawat yang memberikan obat
melalui selang intravena sebagian besar
berusia 21-25 tahun (66,7%)
Tabel 3 Karakteristik Responden
(Pasien) berdasarkan Umur
pada Tanggal 16 Maret–16
Tabel 6 Karakteristik Responden
April 2012 di Instalasi Rawat
(Perawat) berdasarkan
Inap Rumah Sakit Baptis
Pendidikan pada Tanggal 16
Kediri
Umur Frekuensi %
Maret–16 April 2012 di
16-26 tahun 0 0 Instalasi Rawat Inap Rumah
27-37 tahun 2 8,7 Sakit Baptis Kediri
38-48 tahun 7 30,4 Pendidikan Frekuensi %
49-59 tahun 12 52,17 SPK 0 0
> 60 tahun 2 8,7 Diploma 9 75
Jumlah 23 100 Keperawatan
Sarjana 3 25
Keperawatan
Berdasarkan tabel 3 diketahui
Jumlah 12 100
bahwa lebih dari 50% responden berusia
49-59 tahun yaitu sebanyak 12 responden
Berdasarkan tabel 6 diketahui
(52,1%).
bahwa perawat yang memberikan obat
melalui selang intravena sebagian besar
Tabel 4 Karakteristik Responden berpendidikan diploma keperawatan
(Perawat) berdasarkan Jenis dengan jumlah 9 orang (75%).
Kelamin pada Tanggal 16
Maret-16 April 2012 di
Instalasi Rawat Inap Rumah Tabel 7 Karakteristik Responden
Sakit Baptis Kediri (Perawat) berdasarkan Masa
Jenis Kelamin Frekuensi % Kerja pada Tanggal 16
Laki-Laki 3 25 Maret–16 April 2012 di
Perempuan 9 75 Instalasi Rawat Inap Rumah
Jumlah 12 100 Sakit Baptis Kediri
Masa kerja Frekuensi %
Berdasarkan tabel 4 diketahui 0-5 tahun 12 100
bahwa sebagian besar perawat yang 6-10 tahun 0 0
> dari 10 tahun 0 0
memberikan obat melalui selang
Jumlah 12 100
intravena berjenis kelamin perempuan
yaitu 9 responden perawat (75%).
Berdasarkan tabel 7 diketahui
bahwa perawat yang memberikan obat
melalui selang intravena mayoritas
112
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

dengan masa kerja 0-5 tahun dengan Tabel 10 Pemberian Obat melalui
jumlah 12 (100%) Selang Intravena berdasarkan
Cara Pengoplosan pada
Tanggal 16 Maret–16 April
Data Khusus 2012 di Insatalasi Rawat Inap
Rumah Sakit Baptis Kediri
Pengoplosan Frekuensi %
Pada bagian ini akan disajikan Sesuai 23 100
hasil pengumpulan data terhadap Tidak Sesuai 0 0
responden di Instalasi Rawat Inap Rumah Jumlah 23 100
Sakit Baptis Kediri tentang faktor –
faktor yang mempengaruhi terjadinya Berdasarkan tabel 10 diketahui
phlebitis pada pasien. Data disajikan bahwa mayoritas pemberian obat melalui
dalam bentuk tabel sebagai berikut : selang intravena sesuai berdasarkan
pengoplosan yaitu 23 responden (100%).

Tabel 8 Ketepatan Pemberian Obat


melalui Selang Intravena Tabel 11 Pemberian Obat melalui
pada Tanggal 16 Maret–16 Selang Intravena berdasarkan
April 2012 di Insatalasi Kecepatan Pemberian pada
Rawat Inap Rumah Sakit Tanggal 16 Maret – 16 April
Baptis Kediri 2012 di Insatalasi Rawat Inap
Kesesuaian Frekuensi % Rumah Sakit Baptis Kediri
Sesuai 0 0 Dosis Frekuensi %
Tidak Sesuai 23 100 Sesuai 0 0
Jumlah 23 100 Tidak Sesuai 23 100
Jumlah 23 100
Berdasarkan tabel 8 diketahui
bahwa mayoritas pemberian obat melalui Berdasarkan tabel 11 diketahui
selang intravena tidak sesuai yaitu 23 bahwa mayoritas pemberian obat melalui
responden (100%). selang intravena tidak sesuai berdasarkan
kecepatan yaitu 23 responden (100%).

Tabel 9 Pemberian Obat melalui


Selang Intravena berdasarkan Tabel 12 Teknik Aseptik Cuci
Dosis Obat pada Tanggal 16 Tangan dalam Pemberian
Maret–16 April 2012 di Obat melalui Selang
Insatalasi Rawat Inap Rumah Intravena pada Tanggal 16
Sakit Baptis Kediri Maret–16 April 2012 di
Dosis Frekuensi % Instalasi Rawat Inap
Sesuai 23 100 Rumah Sakit Baptis Kediri
Tidak Sesuai 0 0 Kesesuian Frekuensi %
Jumlah 23 100 Sesuai 6 26
Tidak Sesuai 17 74
Berdasarkan tabel 9 diketahui Jumlah 23 100
bahwa mayoritas pemberian obat melalui
selang intravena sesuai bedasarkan dosis Berdasarkan Tabel 12 diketahui
yaitu 23 responden (100%). bahwa sebagian besar teknik aseptik cuci
tangan yang dilakukan perawat kepada
17 orang responden pasien tidak sesuai
(74%)

113
Pemberian Obat Melalui Iv Terhadap Kejadian Phlebitis Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Winda Pratama Iradiyanti, Erlin Kurnia

Tabel 13 Kejadian Plebitis pada Pemberian obat melalui selang


Pasien yang Diberikan Obat intravena memiliki resiko terjadinya
melalui Selang Intravena plebitis dikarenakan pencampuran dan
pada Tanggal 16 Maret – kecepatan yang tidak sesuai. Kecepatan
16 April 2012 di Instalasi pemberian obat melalui selang intravena
Rawat Inap Rumah Sakit merupakan salah satu penyebab plebitis
Baptis Kediri sehingga pemberian dalam kecepatan
Plebitis Frekuensi % rendah dapat mengurangi iritasi pada
Plebitis 0 0 dinding pembuluh darah. Kecepatan
Tidak Plebitis 23 100 penyuntikan tergantung pada jenis
Jumlah 23 100 obatnya, umumnya tidak ada obat yang
boleh disuntikkan secara intravena
Berdasarkan tabel 13 menunjukkan dengan kecepatan kurang dari satu menit,
bahwa mayoritas responden tidak terjadi kecuali jika pasiennya mengalami gagal
plebitis yaitu 23 responden (100%) jantung atau bila terdapat perdarahan
hebat (Salerno, 1995 yang dikutip
Lestari, 2010). Pemberian obat intravena
Pembahasan langsung adalah pemberian obat yang
dilakukan melalui vena, diantaranya vena
mediana cubiti atau chepalika (lengan),
Pemberian Obat Melalui Selang vena saphenous (tungkai), vena jugularis
Intravena di Instalasi Rawat Inap (leher), dan vena frontalis atau temporalis
Rumah Sakit Baptis Kediri (kepala), serta bertujuan memberikan
obat dengan reaksi cepat dan langsung
masuk pada pembuluh darah. Sebagian
Berdasarkan hasil penelitian besar obat dapat disuntikkan dalam
analisis faktor pemberian obat melalui waktu satu hingga tiga menit dengan
selang intravena di Instalasi Rawat Inap beberapa pengecualian penting seperti
Rumah Sakit Baptis Kediri didapatkan epineprin (adrenalin), efedrin dan
bahwa mayoritas perawat memberikan aminofilin (Matejski, 1991 yang dikutip
obat melalui selang intravena kepada 23 Lestari, 2010). Beban kerja perawat
pasien berdasarkan dosis pemberiannya merupakan kegiatan rata-rata dari
adalah sesuai 23 responden (100%), masing-masing pekerjaan dalam jangka
berdasarkan pengoplosan adalah sesuai waktu tertentu. Faktor yang
yaitu 23 responden (100%) dan mempengaruhi beban kerja adalah tugas
berdasarkan kecepatan adalah tidak tambahan, kelengkapan fasilitas, dan
sesuai ada 23 responden (100%). waktu kerja.
Pemberian obat melalui selang Berdasarkan dari data diatas
intravena merupakan salah satu cara didapatkan bahwa mayoritas perawat
pemberian obat dengan cara tidak sesuai dalam memberikan obat
menyuntikkan obat melalui selang melalui selang intravena, dalam
intravena pada pasien yang sedang ketidaksesuaian pemberian obat melalui
diinfus dengan tujuan agar obat bekerja selang intravena berdasarkan kecepatan.
lebih cepat. Menurut (Johnson, (2004)) Hal ini disebabkan karena tidak adanya
ada dua metode yang dipakai dalam standart yang harus dipatuhi oleh perawat
pemberian cairan dan obat – obatan dalam hal kecepatan pemberian obat
intravena yaitu infus vena kontinu dan melalui selang intravena. Banyak faktor-
intermiten. Pemberian obat intravena faktor yang mempengaruhi dalam
kontinu dimaksudkan untuk mengganti pemberian obat melalui selang intravena
kehilangan cairan, menjaga kepada pasien salah satunya dipengaruhi
keseimbangan cairan dan merupakan oleh faktor eksternal yaitu banyaknya
sarana pemberian obat sedangkan pasien dalam 1 ruangan sedangkan 1
pemberian obat intravena intermiten perawat pelaksana dalam ruangan tidak
terutama ditujukan untuk memberikan sesuai. Selain itu pasien tidak hanya
obat – obatan melalui intravena. mendapatkan obat intravena sebanyak 1
114
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

jenis obat tetapi ada juga yang dan dibilas dengan air mengalir. Tujuan
mendapatkan 2-3 jenis obat. Sedangkan mencuci tangan adalah menghilangkan
setiap jenis obat memiliki kecepatan kotoran dan debu secara mekanis dari
waktu yang berbeda antara 1 menit permukaan kulit dan mengurangi jumlah
sampai 3 menit. Setiap melakukan mikroorganisme sementara (Depkes,
tindakan keperawatan dalam pemberian 2007). Mencuci tangan sangat diperlukan
obat melalui selang intravena perawat karena mencuci tangan merupakan
mementingkan ketepatan keenceran obat tindakan yang paling efektif untuk
dan ketepatan dosis agar tidak terjadi mengontrol infeksi nosokomial. (Kozier,
plebitis. Hal ini dapat disebabkan karena 2009). Prinsip cuci tangan yang efektif
beban kerja perawat yang begitu banyak adalah melakukan tindakan cuci tangan
seperti pasien yang sangat banyak, yang benar seperti basahi tangan dengan
adanya tugas tambahan seperti membuat air mengalir, menggunakan sabun
laporan dan mengikuti rapat, disamping secukupnya untuk permukaan tangan,
itu perawat memiliki tugas utama seperti menggosok telapak tangan, telapak kanan
memberikan asuhan keperawatan mulai di atas punggung tangan kiri dan gosok
dari melaksanakan pengkajian sela-sela jari bergantian, telapak dengan
keperawatan, merumuskan diagnosis telapak dan jari-jari saling terkait,
keperawatan, menyusun perencanaan letakkan punggung jari pada telapak
tindakan keperawatan, melaksanakan satunya dengan jari saling mengunci,
tindakan keperawatan, sampai evaluasi menggosok ibu jari melingkar bergantian,
terhadap hasil tindakan dan akhirnya jari kanan menguncup, gosok memutar
mendokumentasikan hasil keperawatan. pada telapak tangan dan sebaliknya,
Sementara perawat diruangan jumlahnya membilas tangan dengan air mengalir,
terbatas hal ini sejalan dengan teori mengeringkan tangan dengan handuk
bahwa beban kerja dapat mempengaruhi sekali pakai atau pengering,
produktivitas perawat. menggunakan handuk untuk menutup
kran, dan melakukan teknik mencuci
tangan selama 40-60 detik. Terapi
Teknik Aseptik Cuci Tangan Dalam intravena memiliki resiko yang besar
Pemberian Obat melalui Selang karena obat langsung masuk ke dalam
Intravena di Instalasi Rawat Inap vena, oleh karena itu dalam pemberian
Rumah Sakit Baptis Kediri obat melalui intravena hendaknya
memperhatikan teknik aseptik. Flora kulit
di sekitar kateter vena merupakan sumber
Berdasarkan hasil penelitian pathogen karena itu pemberian obat
analisis faktor teknik aseptik cuci tangan melalui selang intravena harus dijaga
di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit kebersihannya dengan teknik aseptik
Baptis Kediri didapatkan bahwa paling yang ketat dan daerah sekitarnya harus
banyak perawat melakukan teknik dibersihkan dengan antiseptik. Antiseptik
aseptik cuci tangan sesuai protap adalah adalah bahan kimia yang sangat penting
6 responden perawat (26%), sebagian dalam praktik kedokteran dan praktik
besar perawat melakukan teknik aseptik keperawatan, tujuannya yaitu
cuci tangan tidak sesuai protap adalah 17 menghambat pertumbuhan atau
responden perawat (74%). mematikan mikroba. Antiseptik sering
Cuci tangan merupakan salah satu digunakan hanya untuk kulit yang utuh
rute utama pencegahan penyebaran misalnya desinfeksi prabedah dari kulit
infeksi. Mencuci tangan merupakan hal (povidone-iodine, klorheksidin, dan
yang penting pada setiap lingkungan alkohol).
tempat pasien dirawat, termasuk di Berdasarkan data observasi yang
rumah sakit. Menurut (Johnson, (2004)) diperoleh bahwa dalam teknik aseptik
mencuci tangan merupakan proses cuci tangan dalam pemberian obat
menggosok kedua permukaan tangan melalui selang intravena adalah perawat
dengan kuat secara bersamaan tidak sesuai dengan protap. Hal ini
menggunakan zat pembersih yang sesuai disebabkan karena teknik aseptik yang
115
Pemberian Obat Melalui Iv Terhadap Kejadian Phlebitis Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Winda Pratama Iradiyanti, Erlin Kurnia

dilakukan oleh perawat IGD maupun Plebitis adalah inflamasi pada


perawat Instalasi Rawat Inap Gedung lapisan dalam vena yang di sebabkan
Utama Lantai III kelas 3A dan Gedung oleh mekanis, kimiawi, bakteri (Booker,
Paviliun VIP sebelum melakukan 2008). Plebitis merupakan inflamasi
pemasangan infus dan pemberian obat pembuluh vena yang terjadi akibat
melalui selang intravena hanyalah kerusakan pada dinding vena yang
mencuci tangan dengan sabun kemudian menyebabkan pelepasan mediator
mengeringkan menggunakan handuk, dan inflamasi dan pembentukan bekuan.
yang sering terlupakan oleh perawat Plebitis lebih cenderung terjadi pada
adalah mengeringkan tangan cairan infus yang asam atau alkalis yang
menggunakan handuk sekali pakai, sangat pekat (Jordan, 2003). Plebitis
menggunakan handuk untuk menutup berhubungan dengan infeksi,
kran dan melakukan teknik mencuci pembentukan thrombus setempat
tangan selama 40-60 detik. Hasil dari biasanya disebabkan oleh iritasi kimiawi
observasi peneliti didapatkan bahwa atau fisik. Plebitis merupakan iritasi vena
apabila dalam melakukan teknik aseptik oleh alat IV, obat-obatan, atau infeksi
cuci tangan ada salah satu langkah- yang ditandai dengan kemerahan,
langkah yang tidak dilakukan maka dapat bengkak atau edema, dan nyeri tekan
disimpulkan oleh peneliti bahwa pada sisi IV (Weinstein, 2003). Faktor
responden perawat tersebut tidak yang dapat menyebabkan plebitis adalah
melakukan teknik aseptik sesuai protap. faktor kimia yang meliputi kekentalan
Seharusnya dalam pemberian obat cairan, sifat cairan yaitu PH dan
melalui selang intravena teknik aseptik osmolaritas, dan obat intravena yang
cuci tangan harus mengikuti beberapa disebabkan oleh ketidaksesuaian dosis,
langkah, dalam hal ini peneliti pengoplosan, dan kecepatan pemberian.
menggunakan standart protap cuci tangan Faktor bakterial yang meliputi teknik
Rumah Sakit Baptis Kediri. Meskipun aseptik dalam pemberian obat intravena,
cara cuci tangan yang benar sudah ada teknik pemasangan, imunologi, penyakit
didekat wastafel Rumah Sakit Baptis, yang ada, usia dan lama perawatan, dan
namun masih banyak perawat yang integritas kulit. Faktor mekanis meliputi
kurang sesuai dalam tindakan cuci diameter jarum, kateter vena non vialon,
tangan. Perawat tidak melakukan teknik fiksasi, pasien, teknik insersi.
aseptik cuci tangan dikarenakan beban Berdasarkan observasi yang
kerja tinggi yaitu jumlah pasien yang dilakukan peneliti didapatkan bahwa
banyak sedangkan jumlah perawat tidak pada pemberian obat melalui selang
sesuai dengan rasio yaitu rata-rata 10 : 1. intravena yang tidak sesuai namun
Perilaku cuci tangan perawat masih kenyataannya tidak terjadi plebitis yaitu
kurang baik, hal itu dipengaruhi karena 23 responden pasien (100%), dan
cuci tangan menyita waktu serta sebagian besar responden perawat
mengganggu efisiensi perawatan pasien melakukan teknik aseptik cuci tangan
dan cuci tangan secara periodik merusak tidak sesuai protap tetapi kenyataannya
kulit. tidak terjadi plebitis hal ini dikarenakan
adanya faktor lain yang dapat
mempengaruhi yaitu perawat
Kejadian Plebitis di Instalasi Rawat mengutamakan teknik aseptik pemberian
Inap Rumah Sakit Baptis Kediri Hasil alkohol swab dan ketepatan pemilihan
penelitian mengenai kejadian plebitis lokasi insersi kateter intravena. Perawat
pada pasien Rawat Inap juga memastikan obat larut sempurna
saat pengoplosan obat, perawat IGD dan
perawat Instalasi Rawat Inap Gedung
Rumah Sakit Baptis Kediri Utama Lantai III kelas 3A dan Gedung
didapatkan bahwa kejadian plebitis 0 Paviliun VIP sebelum melakukan
responden (0%), mayoritas responden pemasangan infus dan dalam
pasien tidak mengalami plebitis 23 memberikan obat melalui selang
responden (100%). intravena mereka mencuci tangan
116
Jurnal STIKES
Volume 6, No. 1, Juli 2013

terlebih dahulu walaupun tidak sesuai dikarenakan perawat memastikan obat


protap. Dalam hal ini peneliti hanya larut sempurna saat pengoplosan obat,
mengobservasi sekali pada 1 responden kurangnya lama pengamatan peneliti bagi
pasien yaitu 3 hari setelah pemasangan setiap responden, pengontrolan bagi
infus, sedangkan plebitis mungkin dapat penentuan responden pasien, perawat
terjadi jika peneliti mengobservasi pasien yang mengajarkan pasien untuk
lebih dari 3 hari. Hasil penelitian tidak mempertahankan mobilisasi gerak pada
didapatkan kejadian plebitis dikarenakan bagian lokasi letak infus.
jumlah responden pasien yang dibatasi
atau dikontrol oleh peneliti sehingga
kejadian plebitis tidak terjadi dalam hasil Saran
penelitian ini. Disamping itu peneliti
dalam melakukan penelitian dibantu oleh
orang lain yang mungkin menyebabkan Meskipun dari hasil penelitian
hasil yang berbeda antara peneliti dengan tidak didapatkan hasil plebitis akan tetapi
rekan penelitian. Faktor-faktor yang perawat diharapkan tetap memperhatikan
menyebabkan terjadinya plebitis selain ketepatan dalam memberikan obat
dari pemberian obat melalui selang melalui selang intravena dengan dosis,
intravena dan teknik aseptik cuci tangan pengoplosan terutama kecepatan yang
adalah usia, dalam penelitian ini lebih sesuai dengan masing-masing jenis obat
dari 50% responden pasien yaitu 12 dan meningkatkan teknik aseptik cuci
responden (52,17%) adalah berusia 49-59 tangan sesuai protap. Rumah sakit
tahun. Usia ini tergolong usia dewasa diharapkan dapat mempertahankan serta
akhir yang berarti pada usia ini dalam meningkatkan mutu pelayanan
berinteraksi masih sangat kooperatif keperawatan dengan cara mengevaluasi
sehingga meminimalkan terjadinya pemberian obat melalui selang intravena
plebitis contohnya perawat mengajarkan dan teknik aseptik. Institusi pendidikan
pasien untuk menjaga sistem infus seperti diharapkan dapat memberikan materi
menghindari gerakan memutar atau lebih banyak tentang pemberian obat
berbalik secara tiba-tiba pada lengan melalui selang intravena berdasarkan
yang terpasang infus, menghindari dosis, pengoplosan, dan kecepatan
tarikan atau regangan pada selang pemberian yang tepat, menanamkan
intravena. pentingnya teknik aseptik cuci tangan
sebelum melakukan tindakan agar dimasa
depan peserta didik dapat menjadi
Kesimpulan perawat yang professional. Peneliti
selanjutnya diharapkan dapat meneliti
menyebab terjadinya plebitis dengan
Faktor pemberian obat melalui sampel lebih banyak dan waktu observasi
selang intravena di Instalasi Rawat Inap sampai pasien pulang.
Rumah Sakit Baptis Kediri yaitu
didapatkan hasil 23 responden tidak
sesuai dalam pemberian obat melalui Daftar Pustaka
selang intravena (0%), dalam hal
kecepatan pemberian obat melalui selang
intravena. Faktor teknik aseptik di Berman, Shirlee J. Synder, Barbara
Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Baptis Kozier dan Glenora Erb, (2009).
Kediri yaitu didapatkan bahwa sebagian Buku Ajar Praktik Keperawatan
besar perawat melakukan teknik aseptik Klinis. Jakarta : EGC
cuci tangan tidak sesuai protap adalah 17 Booker, (2008). Eksiklopedia
responden perawat (74%). Kejadian Keperawatan. Jakarta : EGC.
plebitis di Instalasi Rawat Inap Rumah Darmadi, (2008). Infeksi Nosokomial.
Sakit Baptis Kediri didapatkan semua Jakarta: Salemba Medika.
responden yaitu 23 responden pasien Depkes. RI.(2007). Indikator Indonesia
(100%) tidak mengalami plebitis Sehat 2010 dan Pedoman
117
Pemberian Obat Melalui Iv Terhadap Kejadian Phlebitis Pada Pasien Rawat Inap Di Rumah Sakit
Winda Pratama Iradiyanti, Erlin Kurnia

Penetapan Indikator Provinsi


Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat.
Jakarta
Fitria, (2007). Pengertian Anak Tinjauan
secara Kronologis dan Psikologis.
http://duniapsikologi.dgdigdig.com
/2008/11/19
Johnson (2004). Physiological Respons
to Heat Induced Hypertermia of
Pregnan and Lactating Ewes Small
Ramsaant Research
Jordan, (2003). Farmakologi Kebidanan.
Jakarta : EGC.
Komite Keperawatan Rumah Sakit
Baptis Kediri, (2010). Standar
Prosedur Operasional Menyiapkan
dan Memberikan Infus.
Kozier, Barbara. (2009). Fundamental of
Nursing. Seventh Edition. Vol 2.
Jakarta : EGC
Lestari, (2010) Pemberian Obat
Intravena.http://x10c.blogspot.com/
2010/11/pemberian-obat-secara-
intravena diakses tanggal 20 Maret
2012 jam 11.00
Nursalam, (2008). Konsep dan
Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan. Jakarta :
Salemba Medika
Potter dan Perry, (2005). Fundamental
Keperawatan. Edisi 4. Jakarta :
EGC
Potter dan Perry, (2005). Buku Saku
Keterampilan dan Prosedur Dasar.
Edisi 5. Jakarta : EGC
Timmreck, (2004). Suatu Pengantar
Epidemiologi. Jakarta : EGC
Wiwik dan Andi Sulistyo, (2008). Buku
Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem
Hematology. Jakarta : Salemba
Medika.
Weinstein, Sharon. M. (2003). Terapi
Intravena. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
WHO, (2005). Buku Saku Keperawatan.
Jakarta : EGC.

118

You might also like