You are on page 1of 10

KONSTRUKSI POSTMODERN DALAM NOVEL LARUNG

Pujiharto
Jurusan Sastra Indonesia
Fakultas Ilmu Budaya UGM

Abstract
This research study intends to reveal the extent to which Larung (2001), as a
recent Indonesian novel, shows postmodern features, especially in its construction,
concerning the worlds under erasure and the Chinese box worlds.
The theory adopted in the study is that of postmodern fiction by Brian McHale.
The method employed is semiotics by Hurshovsky. The theory and method are based
on the assumption that postmodern fiction is ontological in nature. This is different
from modern fiction, which is epistemological in nature. According to McHale, the
ontological nature comprises zones, construction, words, and groundings. This
study investigates, in particular, the construction in Larung.
The research findings show that in Larung there are features classified by McHale
into construction, covering the worlds under erasure and the Chinese box worlds.
In the former, Larung explores the features proposed by McHale, namely something
always happening, something always existing, excluded middles, forking paths,
and a sense of a (non) ending. In the latter Larung also explores features proposed
by McHale, namely moving toward infinite regression, trompe-l’oell, strange loops,
characters in search of an author, abysmal fictions, and something real. However,
in terms of moving toward infinite regression Larung shows opposite features; it
does not narrate things backward continuously, but it moves backward and forward
to the present. Therefore, Larung can be classified as novel with a postmodern
construction.

Key Word: postmodern, construction, and ontological

A. Pendahuluan besar dalam wilayah sosial budaya yang


1. Latar Belakang melanda dunia yang membedakannya
Sebagai istilah, postmodemisme te- dari era sebelumnya (Sarup, 1993:129).
lah muncul pada tahun 1930-an dalam Di Indonesia, pembicaraan tentang
dunia seni. Istilah tersebut digunakan tema tersebut baru gencar dilakukan
oleh Federico de Onis untuk menun- pada tahun 1990-an setelah Nirwan De-
jukkan reaksi minor terhadap mode- wanto membacakan makalahnya yang
misme (Featherstone, 1993:9; Sugiharto, berjudul “Kebudayaan Indonesia: Pan-
1996:24). Aliran pemikiran tersebut ke- dangan 1991” dalam Kongres Kebudayaan,
mudian mengalami perkembangan se- 29 Oktober s.d. 3 November 1991. Dalam
cara terus-menerus dan mencapai pun- makalah itu, Nirwan mengemukakan
cak pembicaraan yang paling ramai pada pentingnya mengubah cara pandang
tahun 1970-an (Huyssen, 1990:356-357). terhadap kebudayaan dari yang semula
Kemunculan aliran tersebut merupakan dilihat dalam kerangka narasi besar ke
penanda bagi terjadinya transformasi satuan-satuan kecil. Menurutnya, gerak

88
89

kebudayaan ditentukan oleh gerak satu- Matinya Seorang Penari Telanjang (2000)
an-satuan kecil itu. karya Seno Gumira Ajidarma. Dalam
Setelah Nirwan Dewanto menyam- genre novel, kecenderungan postmod-
paikan gagasannya itu, seminar ten- ern itu, misalnya, secara kuat tampak
tang postmodemisme pun dengan san- dalam Kering (1972), Kooong (1975), Zi-
gat gencar digelar di berbagai institusi arah (1969), dan Merahnya Merah (1968)
perguruan tinggi di Indonesia. Roland karya Iwan Simatupang; Telegram (1973),
Robertson (1996:127) mengemukakan Stasiun (1977) karya Putu Wijaya; Olenka
bahwa pada pertengahan tahun 1990- (1983), Rafilus (1988), Ny. Talis Kisah Me-
an, isu globalitas meledak di lingkungan ngenai Madras (1996) karya Budi Darma;
akademik, melintasi wilayah-wilayah Saman (1998), Larung (2001) karya Ayu
disiplin konvensional dalam cara-cara Utami; Asmaraloka (1999) karya Danarto.
yang membingungkan. Tampaknya, isu Penelitian ini akan memfokuskan pada
postmodernisme yang melingkupi ber- salah satunya, yaitu Larung karya Ayu
bagai wilayah disipliner adalah bagian Utami.
dari globalitas yang dikemukakan Rob-
ertson tersebut. 2. Tujuan Penelitian
Tulisan dan polemik tentang post- Penelitian ini memiliki dua tujuan,
modernisme juga bermunculan di ber- yaitu tujuan teoretis dan tujuan praktis.
bagai majalah dan koran. Berbagai Secara teoretis, penelitian ini berusaha
makalah, tulisan, dan buku tentang menjawab permasalahan yang mun-
postmodernisme tersebut sebagian be- cul di atas, yaitu tentang konstruksi
sar mengungkap kaitannya dengan postmodern dalam novel Larung. Seba-
proses transformasi sosial dan budaya gaimana dikemukakan McHale, hal-hal
yang berlangsung di Indonesia. yang terlingkup dalam konstruksi post-
Sebagai bagian dari karya budaya, modern adalah “Dunia-Dunia di Bawah
sastra Indonesia tampaknya juga tidak Penghapusan” dan “Dunia-Dunia Ko-
bisa melepaskan diri dari kecenderun- tak Cina”. Oleh karena itu, secara spesi-
gan menggejalanya pemikiran post- fik penelitian ini akan mendeskripsikan
modern di atas. Bahkan, tanpa disa- ciri-ciri keduanya yang terdapat dalam
dari, kecenderungan postmodern da- novel Larung.
lam dunia sastra telah lebih dulu ada Secara praktis, penelitian ini ber-
sebelum aliran pemikiran itu masuk di tujuan menerapkan dan mengenalkan
Indonesia. Namun, pembicaraan ke- teori fiksi postmodern yang dalam dunia
cenderungan tersebut baru mencuat ke ilmu pengetahuan di Indonesia, khusus-
permukaan seiring dengan kemunculan nya ilmu sastra, masih dianggap baru.
pemikiran tersebut. Dengan kata lain,
kecepatan perkembangan dalam dunia 3. Landasan Teori
sastra melampaui perkembangan dalam Untuk menjawab masalah di atas,
pemikiran. penelitian ini menggunakan teori yang
Dalam genre cerpen, kecenderung- dikemukakan oleh Brian McHale dalam
an postmodern itu, misalnya, secara buku Postmodernist Fiction (1991) yang
kuat tampak dalam kumpulan cerpen penulis sebut dengan teori fiksi post-
Godlob (1974), Adam Ma’rifat (1982), Ber- modern. Menurut McHale (1991:10),
hala (1992), Gergasi (1994), Setangkai dominan fiksi postmodern adalah ber-
Melati di Sayap Jibril (2002) karya Danar- sifat ontologis. Hal itu dioposisikan de-
to; Saksi Mata (1994), Negeri Kabut (1996), ngan dominan fiksi modem yang bersi-
fat epistemologis (McHale, 1991:9).

Konstruksi Postmodern dalam Novel Larung


90

Sehubungan dengan hal itu, ada be- panjang lebar oleh Roman Jacobson da-
berapa konsep yang penting dijabarkan, lam tulisan berjudul “The Dominant”
yaitu (1) postmodernisme, (2) dominan, (dalam Language in Literature, 1994:41­
dan (3) ontologi. 46). Dengan konsep dominan akan dike-
Menurut McHale (1991:4), postmo- tahui kecenderungan yang terdapat da-
dernisme adalah istilah yang acuannya lam karya fiksi karena dominan adalah
tidak ada karena ia adalah suatu kon- yang mengatur, menentukan, dan men-
struksi. Karenanya, ada berragam post- transformasikan komponen-komponen
modernisme. Yang penting menurut yang tampak dengan jelas. Dominanlah
McHale (1991:4-5) adalah bahwa kons- yang menjamin integritas strukturnya.
truksi postmodernisme yang dibangun Dominan-dominan yang berbeda bisa
memiliki konsistensi din dan koherensi dibedakan berdasarkan tingka tan, ru-
internal, ruang lingkup yang tidak be- ang lingkup, dan fokus analisisnya.
gitu luas dan tidak begitu sempit, dan Dengan dominan ini akan diketahui
produktif. proses evolusi yang terjadi dalam karya
Dalam hal konsep postmodernisme, fiksi. Dengan proses evolusi itu, elemen-
McHale mengacu pada pendapat Ihab elemen yang semula sekunder bisa
Hassan, yang menekankan istilah terse- berubah menjadi penting dan primer,
but pada awalan dan akhirannya: post- demikian pula sebaliknya (McHale,
modemisme. Isme di situ bukan sekedar 1991:6-8).
dipahami sebagai pembagian kronolo- Ontologis adalah pensifa tan kata
gis, tetapi sebuah sistem yang terorgani- ontologi. McHale mengacu pada penda-
sir, suatu puitika. Pada saat yang sama pat Thomas Pavel dalam mendefinisi-
istilah itu mengidentifikasi apa yang kan ontologi, yaitu a description of a uni-
dimaksud dengan post. Postmodern- verse (deskripsi tentang sebuah semes-
isme bukanlah post modern, melainkan ta). Dengan a universe (sebuah semesta)
post modernisme. Jadi, secara harfiah, –bukan the universe (semesta)—, maka
puitika postmodemisme adalah pui- dimungkinkan untuk mendeskripsikan
tika yang menjadi pengganti/penerus, beberapa semesta. Hal itu berarti bahwa
a tau mungkin reaksi terhadap, puitika secara potensial terdapat pluralitas se-
modernisme awal abad ke-20 (McHale, mesta (McHale, 1991:27).
1991:5). Dengan penjelasan ketiga konsep
Dengan awalan post, yang diteka- tersebut, maka menjadi jelas pula apa
nkan adalah elemen konsekuensi logis yang dimaksud dengan “dominan fiksi
dan historis daripada posterioritas tem- postmodern bersifat ontologis”. Karena
poral belaka. Postmodernisme terjadi ada asumsi bahwa karya fiksi adalah
dari modernisme daripada terjadi setelah sebuah sistem terstruktur, seperangkat
modernisme (McHale, 1991:5). Postmod- hierarkis sarana artistik yang tertata
ernisme bukan hanya posteritas (yang secara teratur (McHale, 1991:6), maka
kemudian) dari modernisme, tetapi di dalam rumusan “dominan fiksi post-
antara keduanya ada hubungan kon- modern bersifat ontologis” terkandung
sekuensialitas historis. pengertian bahwa karya fiksi merupak-
Untuk menjelaskan hubungan itu, an sistem tanda. Ketandaan itu berkaitan
dibutuhkan suatu alat, yaitu dominan. dengan sifat ontologis yang merupakan
McHale mengambil konsep “dominan” ciri kepostmodernan. Sementara itu, ciri-
ini dari Jurij Tynjanov, seorang formalis ciri kepostmodernan tidak muncul dari
Rusia, yang kemudian diuraikan secara kekosongan historis, tetapi terhasil dari

LITERA, Volume 4, Nomor 1, Januari 2005


91

hubungan oposisi statis dengan ciri-ciri pengalaman nyata. Implikasinya, ter-


kemodernan. Oleh karena itu, dalam dapat batas wilayah ontologis di antara
upaya menjelaskan dominan ontologis keduanya. Akan tetapi, karena hal itu
fiksi postmodern, penting juga diketa- bukan berarti tidak ada kaitan antara
hui serba sedikit dominan epistemolo- dunia nyata dengan dunia fiksi, maka
gis fiksi modern. Untuk itu, McHale dibutuhkan teori heterokosmos yang
(1991:39) menerapkan model semiotika dimodifikasi, yaitu teori yang mengakui
dari Benjamin Hrushovsky. adanya semacam tumpang tindih terten-
Sebagai perbandingan, M. Gottdi- tu atau interpenetrasi antara heterokos-
ener (1994:155), dalam tulisan “Semiot- mos dan yang nyata. McHale (1991:28)
ics and Postmodernism” menulis bahwa mengacu pada pendapat Benjamin
mengetahui semiotika adalah esensial Hrushovsky yang mengatakan bahwa
untuk mengapresiasi postmodernisme. semua teks sastra mengandung struk-
Bukan hanya karena argumen-argu- tur acuan yang berlapis (double decker).
men para pemikir postmodern terke- Teks sastra paling tidak memproyek-
nal seperti Derrida mendasarkan pada sikan satu bidang acuan yang bersifat
pengetahuan semiotika, tetapi seluruh internal, sebuah semesta atau kontinum
lintasan pemikiran yang mulai dengan semantik (secara bebas, sebuah dunia)
post­strukturalisme menggambarkan yang dikonstruksi di dalam dan oleh
kritik­kritik internal model-model semi- teks itu sendiri. Selain itu, teks-teks itu
otika. Dengan demikian, semiotika ada- mau tidak mau mengacu keluar dari
lah inheren di dalam kajian postmode- bidang internalnya menuju satu bidang
misme Sebelum lebih lanjut diuraikan referensi eksternal: dunia yang objektif,
semiotika Hrushovsky, terlebih dahulu tubuh fakta historis, atau teori ilmiah,
penting dilanjutkan uraian tentang on- ideologi atau filsafat, teks-teks lain, dan
tologi. Pengertian ontologi sebagaimana sebaga inya.
diuraikan di atas adalah bersifat umum. Kedua, pandangan romantika Jer-
Sifat itu tidak bisa menunjukkan ba- man yang melihat adanya analogi
gaimana kepostmodernan karya sastra. antara pengarang dan Tuhan melihat
Untuk bisa mencapai tujuan tersebut, bahwa pengaranglah yang sesungguh-
diperlukan konsep ontologi yang bersi- nya selalu menguasai derajat ontologis
fat khusus yang berkaitan dengan sas- yang superior terhadap derajat yang
tra. Untuk hal itu, McHale (1991:27­38) diproyeksikannya, diri fiksionalnya,
mengemukakan beberapa teori ontologi dan karena itu, secara ganda superior
klasik dalam puitika, dari Renaisance terhadap dunia fiksi. Penyair romantik
melalui romantika Jerman sampai Ro- yang disamakan dengan Tuhan, bersi-
man Ingarden dan teoretikus kontem- fat imanen dan transenden, baik dalam
porer mengenai “dunia yang mungkin”. heterokosmosnya dan di atasnya, se-
Teori-teori tentang ontologi sastra inilah cara terus-menerus ada sekaligus tidak
yang kemudian menjadi penopang bagi ada. Akan tetapi, karena dunia fiksi kini
penjelasan ciri-ciri kepostmodernan mendapatkan pembuat yang dapat di-
karya fiksi. lihat, maka status karya sastra bukan
Dalam melihat karya fiksi, puitika lagi sebagai cerminan alam, tetapi men-
Renaisance atau pandangan heteroko- jadi artefak, benda ciptaan yang tampak
smos membedakan antara yang nyata (McHale, 1991:29-30).
dengan yang fiksi, dunia fiksi dianggap Ketiga, pandangan Roman Ingar-
sebagai otherness, terpisah dari dunia den. Pandangan ini melihat bahwa

Konstruksi Postmodern dalam Novel Larung


92

kompleksitas karya sastra, menurut In- dan dunia nyata, dua atau lebih dunia
garden (McHale, 1991:30­33), pertama- fiksi yang berbeda, tempatnya di antara
tama terletak pada keheteronomou- keseluruhan wilayah ontologi-ontologi
sannya, otonom pada dirinya sendiri “tidak nyata (unreal)” dan “quasi-real”
dan sekaligus tergantung pada tindak dalam kebudayaan yang ada, tidak
konstitutif kesadaran pembaca. Kedua, terelakkan saling bertumpang-tindih.
karya sastra secara ontologis tidak se- Keempat teori ontologi sastra di a
ragam atau monolitik, tetapi poliponik, tas dipergunakan untuk menjelaskan
terstratifikasi. Setiap lapisnya memiliki kepostmodernan karya­karya fiksi da-
status ontologis yang agak berbeda dan lam batas-batas yang sesuai dengan
berfungsi berbeda dalam bangunan ke- tema masing-masing ontologi sastra
seluruhan ontologis itu. Ingarden mem- itu sendiri dan kemungkinan derivat-
bedakan empat strata, yaitu strata bunyi derivatnya. Hal itu dilakukan McHale
kata, strata unit-unit arti, strata objek karena fiksi yang ditelitinya becermin
yang disajikan, dan strata aspek­aspek pada realitas yang plural yang disebut
yang terskema. dengan lanskap ontologis pluralistik
Keempat, pandangan dunia yang dan anarkistik (McHale, 1991:37).
mungkin (McHale, 1991:33-36). Dengan Realitas yang plural itu menurut
mengacu pada logika klasik yang men- McHale (1991:38) mengacu pada kebu-
genal tiga modalitas: keutamaan, ke- dayaan industri maju. Salah satu bentuk
mungkinan, dan kemustahilan, McHale lanskap ontologis ini adalah penyera-
mengatakan bahwa proposisi-proposisi pannya oleh realitas sekunder, khusus-
dalam fiksi diatur oleh modalitas ke- nya fiksi-fiksi media massa, dan salah
mungkinan yang di dalamnya terjadi satu penjelasan yang sangat tipikal
ketegangan keyakinan dan ketidakya- keanggotaan budaya ini, yaitu transisi
kinan. Dunia yang mungkin tergantung salah satu dari dunia­dunia fiksional ini
pada sikap proposisi seseorang. Agar pada realitas puncak kehidupan sehari-
dunia-dunia itu mungkin, mereka harus hari, atau dari realitas puncak kehidu-
diyakini, dibayangkan, diharapkan, dan pan sehari-hari ke fiksi. Dengan de-
sebagainya oleh beberapa agen manu- mikian, ada asumsi bahwa realitas yang
sia. Tokoh-tokoh di dalam dunia fiksi plural memiliki hubungan berbanding
juga mampu memungkinkan sikap- lurus dengan ontologi yang plural.
sikap proposisional dan memproyeksi- Dalam menjelaskan kepostmoder-
kan dunia yang mungkin. nan karya fiksi yang merupakan cermin
Selain merumitkan struktur ontolo- dari realitas yang plural dan karenanya
gis internal sebuah fiksi, pandangan merupakan suatu bentuk lanskap on-
dunia mungkin melemahkan batas atau tologis yang juga plural itu, McHale
bingkai eksternalnya. Berbeda dari teori (1991:39) menggunakan model semioti-
mimetik klasik dan pandangan ahli logi- ka tiga dimensi dari Hrushovsky dengan
ka dan filsuf bahasa yang lebih meneka- mengubahnya pada bagian-bagian yang
nkan batas antara dunia nyata dan dun- dirasa perlu. Model semiotika tersebut
ia fiksi, teori dunia yang mungkin justru meliputi dimensi dunia yang direkon-
mengaburkan batas­batas eksternal fiksi. struksi, kontinum teks, dan pembicara,
Epidermis fiksi bukanlah sesuatu yang suara, dan posisi. Di dalam buku Post-
tidak dapat ditembus, tetapi sebuah modernist Fiction ketiga dimensi itu diru-
membran semipermeabel (selaput semi muskan ke dalam sub­subjudul “Dunia-
tembus). Selain itu, dunia mungkin fiksi dunia”, “Kata-kata”, dan “Konstruksi”.

LITERA, Volume 4, Nomor 1, Januari 2005


93

Karena alasan tertentu, urutan itu diba- sudah kurus dan kering kerontang, ada-
lik menjadi “Dunia-dunia”, “Konstruk- lah keadaan yang nyata.
si”, dan “Kata-kata”. Dengan gambaran serupa itu, pada
Selain itu, McHale (1991:39-40) juga diri Adnjani menyatu sekaligus ontologi
mempertimbangkan bagaimana fiksi kehidupan dan kematian. Adnjani tidak
postmodern mengeksploitasi “dasar” sepenuhnya hidup dan tidak sepenuh-
ontologis demi tujuannya sendiri, yang nya mati. Adnjani hidup dalam kema-
hal itu diuraikan dalam bagian “Pen- tian dan mati dalam kehidupan.
dasaran”. Juga tampak pada halaman 31, yang
menggambarkan terjadinya hujan yang
B. Metode Penelitian telah berlangsung, tetapi bisa dipergi-
Subjek penelitian ini adalah novel kan oleh Suprihatin.
Larung karya Ayu Utami, yang diter- Tampak pada halaman 185 yang
bitkan oleh penerbit Kepustakaan Pop- menggambarkan Saman yang sedang
uler Gramedia bekerja sama dengan Jur- berada dalam situasi kesadaran yang
nal Kebudayaan Kalam, 2001. Selain itu, saling bertabrakan. Hubungannya den-
dibutuhkan juga data pendukung yang gan Yasmin yang sampai pada hubun-
meliputi hasil-hasil penelitian yang gan seks telah meninggalkan beban
pernah dilakukan, tulisan-tulisan, baik yang cukup berat dalam pikirannya
dalam bentuk buku atau artikel yang hingga bertabrakan dengan ingatannya
membicarakan subjek penelitian. tentang ibunya yang begitu dicintainya.
Langkah-langkah yang dilakukan Dunia sadar kadang dihapus oleh dun-
dalam penelitian ini adalah sebagai ia bawah sadar atau dunia mimpi, dan
berikut. Pertama, mengumpulkan data, sebaliknya. Goyangan dua struktur on-
baik data primer maupun sekunder tologis itu menjadikannya saling meng-
yang dibutuhkan dalam penelitian ini. hapus.
Kedua, melakukan pembacaan terh- Juga tampak pada halaman 186
adap data tersebut. Ketiga, melakukan yang menggambarkan kekakacuan Sa-
analisis dengan cara deskriptif, yaitu di- man antara apakah ia teringat atau bu-
uraikan ciri-ciri konstruksi postmodern kan teringat tentang gagak yang tak
novel Larung. berhenti hinggap yang terkacau dengan
wajahnya sendiri. Keduanya berkelap-
C. Hasil Penelitan dan Pembahasan kelip silih berganti: wajahnya kadang
Setelah dilakukan identifikasi, di dihapus oleh gagak, dan sebaliknya.
dalam novel Larung ditemukan adanya Tengah-tengah yang dikeluarkan,
ciri-ciri kepostmodernan, khususnya cerita-cerita bercabang, tampak pada
berkaitan dengan konstruksinya. Di halam 6-7, yang berisi sebuah cerita
dalam novel Larung ditemukan adanya yang cukup panjang tentang dunia
bentuk-bentuk cerita yang merupakan hantu yang pernah dialami oleh seorang
ciri dari dunia-dunia di bawah pengha- tukang becak. Cerita ini cukup panjang
pusan (bagian 2). sehingga tampil sebagai cerita sendiri
Tampak pada pernyataan Larung yang menyimpang dari cerita utaman-
tentang Adnjani. “Lama-lama aku tahu ya. Pencabangan cerita ini pada giliran-
ia telah lama mati” (h. 12), padahal se- nya memunculkan tengah-tengah, yaitu
nyatanya Adnjani belum mati. Kematian pada pencabangan itu sendiri.
Adnjani adalah peristiwa yang dihapus, Tengah-tengah yang dikeluarkan,
dan kehidupannya, meskipun tubuhnya cerita bercabang, juga tampak pada hal-

Konstruksi Postmodern dalam Novel Larung


94

aman 36-40. Pada halaman tersebut Su- tidak saling berhubungan, merupakan
prihatin bercerita tentang “mereka yang cerita tersendiri. Meskipun demikian,
dikalahkan”, yang sebenamya merupa- garis yang menghubungkan cabang-
kan cerita panjang dari masa lalu dan cabang cerita itu merupakan cerita besa-
mereka memiliki mimpi malam hari. mya, yang dalam hal ini adalah dialog
Munculnya cerita bercabang ini antara Cok dan Yasmin, dengan sudut
menghadirkan tengah-tengah, persim- pandang Cok. Dengan begitu maka ten-
pangan antara cerita Suprihatin dengan gah-tengah, yang merupakan persim-
Larung yang sedang mencari cupu den- pangan di antara cabang cerita dan ceri-
gan cerita Suprihatin tentang mereka ta besar tidak dikeluarkan, tetapi diberi
yang dikalahkan dan memiliki mimpi porsi cerita masing masing. Dengan itu
malam hari. pula dapat diketahui bahwa cabang
Tengah-tengah yang dikeluarkan, cerita membentuk struktur ontologis
cerita bercabang juga muncul pada tersendiri, dan dengan demikian cerita
halaman. 77 s.d. 95. Di dalam penggal bercabangnya—tidak seperti dalam cer-
cerita itu diceritakan tentang perbin- ita modem yang cenderung dihindari—
cangan antara Cok dengan Yasmin dan menjadi hadir.
sudut pandang Cok. Sebagai sebuah Pengertian dari ke(tidak)berakhiran
perbincangan, bila mengikuti perspektif dalam fiksi postmodern menunjuk pada
modern atau struktural, mestinya cerita pengakhiran cerita. Dalam novel Larung,
itu berlangsung lurus antara Cok dan pengakhiran yang bersifat ke(tidak)be-
Yasmin, tidak akan ada digresi. Akan rakhiran terjadi karena ada tiga cerita
tetapi, di dalamnya justru sering sekali yang memiliki kesa tuan di dalam di-
dimunculkan digresi. Ada beberapa rinya sendiri, tetapi sekaligus memiliki
jenis digresi yang dimunculkan, yaitu kaitan di antara satu dengan lainnya.
(1) suara hati Cok tentang Yasmin (h. Cerita pertama berlangsung dari hala-
78, 79-80, 82-84, 86-87, 89-90), (2) cerita man 1 s.d. 74, cerita kedua dari halaman
Cok tentang tokoh lain (h. 87-89, 91-93, 76 s.d. 188, dan cerita ketiga dari hala-
95). Dengan pola penceritaan yang sep- man 191 s.d. 259.
erti itu, cerita dari h. 77 s.d. 95 tampak Selain menunjukkan ciri-ciri bentuk
sebagai cerita-cerita bercabang: cabang cerita dunia-dunia di bawah pengha-
pertama adalah cerita antara Cok dan pusan, novel Larung juga menunjukkan
Yasmin yang terus berlangsung dari h. ciri-ciri bentuk cerita dunia-dunia kotak
77 s.d. h. 95, dan cabang kedua adalah Cina.
digresi-digresi yang muncul di sela-sela Dalam hal cerita yang berstruktur
cerita antara Cok dan Yasmin. Apabila ke arah kemunduran yang tak terbatas,
dibuat bagan, cerita bercabang itu akan di dalam Larung tidak ditemukan. Na-
tampak sebagai berikut. mun demikian, ada varian lain dari pola
yang seperti itu. Ceritanya bukan gera-
kan mundur yang terus-menerus, tetapi
mundur ke belakang dan kemudian
bergerak ke masa kini yang dilanjut-
Dengan bagan yang seperti itu tam- kan dengan cerita ke masa depan. Hal
paklah bahwa cabang-cabang cerita itu tampak pada halaman 26-31 yang
membentuk struktur ontologis tersend- menceritakan pengalaman pengalaman
iri yang antara satu dengan lainnya ada Larung di masa lalu hingga is bisa men-
yang saling berhubungan dan ada yang emukan alamat Suprihatin.

LITERA, Volume 4, Nomor 1, Januari 2005


95

Struktur cerita trompe-l’oeil muncul ung (murid Calon Arang). Calon Arang
pada halaman 177-181 yang menceri- dikalahkan oleh Mpu Baradah, Ratna
takan pikiran Saman yang berlompa- Manjali dikalahkan oleh Mpu Bahula,
tan seperti percik-percik listrik dalam Gandi, Lendi, Guyang, dan Larung ada-
sebuah korslet yang panjang. Korslet lah murid Calon Arang yang juga dika-
itu kemudian terbawa ke dalam alam lahkan oleh Mpu Baradah. Dikalahkan-
mimpi, dan kemudian alam mimpi nya Calon Arang oleh Mpu Baradah
itu diceritakan secara detail. Padahal, dan ditaklukkannya Ratna Manjali oleh
mimpi tersebut sesungguhnya tidak Mpu Bahula dikatakan sebagai memi-
ada. la menjadi ada karena dilukiskan liki kesejajaran dengan cerita sebelum-
oleh pengarang sebagai ada. Karenanya, nya tentang Uma yang menjelma men-
penggambaran mimpi itu kemudian jadi Durga karena kesuciannya dinodai
membangun struktur ontologis tersend- oleh penarik sampan. Tokoh-tokoh yang
iri, yang berbeda dari struktur ontologis datang dari cerita lain ini, oleh Supriha-
dunia pikiran Saman yang sebenarnya. tin dikatakan sebagai menempati gua
Struktur cerita yang menunjukkan kalong yang juga menjadi tempat ber-
keterpesonaan-keterpesonaan yang aneh lalunya mayat­mayat korban pembanta-
tampak pada halaman 140-142 yang ian pada tahun 1966. Tidak demikian
menggambarkan terjadinya kekacauan halnya dengan Weksirsa dan Mahisawa-
perbedaan antara ilusi dan kenyataan dana yang telah bertobat di hadapan
yang terjadi pada Laila yang kemudian Mpu Baradah. Dalam cerita ini penga-
dijadikan pijakan bagi cerita berikutnya rang memainkan Suprihatin pada level
mengenai hal yang sama tetapi dialami ontologis yang berbeda dari tokoh­tokoh
oleh tokoh lain, yaitu Shakuntala yang dari cerita lain di atas dan memainkan
kebetulan juga bernama Shakuntala. tokoh-tokoh di atas untuk membangun
Sama-sama bercerita tentang keka- sebuah dunia yang sejajar, yaitu mer-
cauan antara ilusi dan kenyataan, tetapi eka yang dikalahkan, baik Calon Arang,
kedua cerita itu dialami oleh tokoh yang Ratna Manjali dan murid­muridnya
berbeda dan menyangkut hal yang ber- Calon Arang, Durga, ataupun mereka
beda. Pada Laila ilusi tentang Sihar, yang menjadi korban pembataian tahun
pada ibu Shakuntala ilusi tentang anak 1966. Mereka semua adalah orang-orang
laki-lakinya, jenis kelamin Shakuntala, yang dikalahkan, tetapi memiliki mimpi
dan Tuhan. Lompatan dari cerita yang malam hari.
satu mengenai kekacauan antara ilusi Struktur cerita yang berbentuk fiksi-
dengan kenyataan ke cerita yang lain fiksi bukan kepalang atau mise-en­abyme
mengenai hal yang sama merupakan tampak pada cerita tentang Adnyani
lompatan dari ontologis yang satu on- yang sulit dibedakan dengan Calon
tologis yang lain. Arang. Kesulitan dalam membedakan
Struktur cerita dalam bentuk tokoh- di antara mereka karena Adnyani ada-
tokoh dalam pencarian pengarang tam- lah pengikut Calon Arang (h. 12-13).
pak dalam cerita Suprihatin (h. 36) ten- Dalam cerita itu antara Adnjani dan
tang penghuni gua kalong yang adalah Calon Arang (Ni Rangda) berada dalam
mereka yang dikalahkan, tetapi memi- proses penyatuan sehingga keduanya
liki mimpi malam hari. Yang dimaksud- sulit dibedakan: mana Adnjani dan
kannya adalah mereka yang datang dari mana Calon Arang. Peristiwa itu menun-
dunia cerita, yaitu Calon Arang, Ratna jukkan terjadinya proses penyatuan dua
Manjali, Gandi, Lendi, Guyang, dan Lar- ontologi yang berbeda: ontologi dunia

Konstruksi Postmodern dalam Novel Larung


96

nyata, yaitu dunia Adnjani, dengan on- dikeluarkan, cerita bercabang, dan
tologi dunia cerita, dunia yang tertulis pengertian tentang ke(tidak)berakhiran.
dalam lontar, yaitu dunia Calon Arang. Dalam hal dunia-dunia kotak Cina,
Struktur cerita yang berbentuk novel Larung memunculkan struktur-
yang riil tampak pada digambarkannya struktur ontologis yang berkaitan de-
pengaruh pementasan tari Shakuntala ngan menuju ke kemunduran yang tak
terhadap perasaan Laila. Dunia pemen- terbatas, trompe l’oeil, keterpesonaan-
tasan yang memiliki struktur ontologis keterpesonaan yang aneh atau meta-
tersendiri—seperti halnya film dalam lepsis, tokoh-tokoh yang dicari pen-
gedung bioskop atau berbagai macam garang, fiksi-fiksi bukan kepalang, dan
acara yang ditayangkan di televisi yang nyata. Namun, berkaitan dengan
ternyata memiliki pengaruh pada dun- menuju ke kemunduran yang tak terba-
ia di luar pemanggungan, yaitu dunia tas, novel Larung menunjukkan ciri yang
nyata (h. 126). Pengaruh pementasan sebaliknya: mundur ke belakang dalam
tari Shakuntala terhadap Laila menun- rangka menceritakan hal-hal yang ter-
jukkan terjadinya intervensi ontologi jadi sebelumnya dalam alur menuju ke
dunia pemanggungan ke dunia nyata. kekinian.
Intervensi itu pada gilirannya meng-
hilangkan batas antara ontologi dunia Daftar Pustaka
maya dan dunia nyata. Dewanto, Nirwan. 1991. “Kebudayaan
Struktur cerita yang riil” juga tam- Indonesia: Pandangan 1991”, Pris-
pak pada tokoh Yasmin. Yasmin menga- ma, No. 10 Tahun XX.
lami kerancuan antara kenyataan den- Featherstone, Mike. 1993. “Modem dan
gan keinginan. Keinginan adalah suatu Pascamodem: Tafsiran dan Teta-
struktur ontologis tersendiri yang bera- pan”, Prisma, Januari 1993
da di dalam angan-angan, yang bisa jadi Huyssen, Andreas. 1990. “Mapping the
hanya bersifat fiktif saja, dan kenyataan Postmodern”, Culture and Society
juga suatu struktur ontologis tersendiri Contemporary Debates, Jeffrey C. Al-
yang terjadi di sini dan kini. Pada diri exander and Steven Seidman, ed.,
Yasmin kedua struktur ontologis itu New York: Cambridge University
muncul secara serentak diri Yasmin se- Press.
hingga Yasmin merasakan suatu kejang- Jacobson, Roman. 1994. “The Dominant”,
galan ketika keduanya harus dibedakan Language in Literature, Krystyna Po-
(h. 154-155). morska, ed., cet. ke-5, United States
of America: The Jacobson Trust
D. Simpulan McHale, Brian. 1991. Postmodernist Fic-
Berdasarkan pembahasan yang te- tion, London and New York: Rout-
lah dikemukakan, dapat disimpulkan ledge
bahwa dalam hal konstruksi, novel Lar- M. Gottdiener. 1994. “Semiotics and
ung menunjukkan ciri-ciri kepostmod- Postmodernism”, Postmodern­ism and
ernan. Konstruksi novel Larung muncul Social Inquiry, edited by David R.
dalam struktur-struktur yang bersifat Dickens and Andrea Fontana, fore-
ontologis. word by Fred Dallmayr, New York
Dalam hal dunia-dunia di bawah London: The Guilford Press
penghapusan, novel Larung methun- Robertson, Roland. 1996. “Globality,
culkan struktur-struktur ontologis yang Globalization and Transdisciplinar-
berkaitan dengan, tengah tengah yang ity”, Theory, Culture and Society 1996

LITERA, Volume 4, Nomor 1, Januari 2005


97

(Sage, London, Thousand Oaks and Sugiharto, I. Bambang. 1996. Postmod-


New Delhi), Vol. 13(4). ernisme Tantangan Bagi Filsafat, Yog-
Sarup, Madan, 1993. An Introductory yakarta: Kanisius.
Guide to Post-Structuralism and Post- Utami, Ayu. 2001. Larung, Jakarta: Gra-
modernism, Second edition, Athens: media
The University of Georgia Press.

Konstruksi Postmodern dalam Novel Larung

You might also like