You are on page 1of 10

JPT: Jurnal Proteksi Tanaman Vol 4 No.

1 (2020): 11 – 20
(Journal of Plant Protection) Website:http://jpt.faperta.unand.ac.id/index.php/jpt
ISSN : 2580-0604
Online ISSN: 2621-3141

Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta (Ophionea


nigrofasciata) pada Beberapa Kepadatan Wereng Batang Coklat
(Nilaparvata lugens)
Predation Rate and Functional Response of Camel Groundbeetle (Ophionea nigrofasciata)
on Several Densities of Brown Planthopper (Nilaparvata lugens)
Tre Julia Nasral1), My Syahrawati2)*, Yenny Liswarni2)
1) Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Andalas
2) Program Studi Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Andalas
E-mail: mysyahrawati@agr.unand.ac.id
Diterima: 26 Maret 2020 Disetujui: 08 Juni 2020 Dipublikasi: 30 Juni 2020

ABSTRACT
Camel groundbeetle (Ophionea nigrofasciata Schmidt-Goble 1846) or CGB is reported
as one of predators of brown planthopper (Nilaparvata lugens Stal 1854) or BPH. The
difference in BPH densities is assumed to affect the predation rate of the CGB. This study
aimed to determine the predation rate of CGB on BPH at different densities. This experiment
used a completely randomized design (CRD) consisting of six treatments and five replications.
The treatment consisted of predation of one CGB at several BPH densities (5, 10, 20, 30, 40,
and 50 individuals). BPH used was second-third instar of nymphs, and the CGB used was
female. The results showed that the predation rate of CGB increased with increasing BPH
density with functional response types classified as type I (Linear). The highest predation
occurred at 50 density (23.6 individuals or 47.2% of BPH provided). The difference in density
of BPH did not affect the bodyweight gain of CGB and tended to decrease due to different
prey-seeking behavior.
Keywords: Nillaparvata lugens, Ophionea nigrofasciata, predation, predator
PENDAHULUAN menjadi 399,85 ha (BPTPH Sumatera Barat,
2019). Persentase serangan WBC di daerah
Serangan wereng batang coklat
endemik Kota Padang berkisar 51,6–94,1%
(WBC) pada tanaman padi di Indonesia
sedangkan intensitas serangan hama ini
pertama kali dilaporkan pada tahun 1939
diklasifikasikan rendah dengan nilai
di Dramaga Bogor, diikuti serangan di
berkisar 6,01–10,55% (Syahrawati et al.,
Yogyakarta dan Mojokerto pada tahun
2019).
1940. Serangan WBC di Sumatera Barat
Salah satu teknik pengendalian
mulai mengemuka sejak tahun 2009,
WBC yang diunggulkan adalah penggunaan
diikuti dengan ledakan populasi sejak
musuh alami. Pengendalian menggunakan
tahun 2015. Luas serangan pada tahun
musuh alami tidak menyebabkan pence-
2015 mencapai 550,71 ha, pada tahun
maran lingkungan dan tidak mengganggu
berikutnya meningkat menjadi 865,93 ha,
pada tahun 2017 meningkat lagi menjadi atau merusak keragaman hayati. Beberapa
musuh alami yang dapat mengendalikan
751,51 ha dan menurun pada tahun 2018
WBC dari kelompok predator adalah

11
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

Pardosa pseudoannulata, Tetragnatha sp., Syahrawati (2015) melaporkan


Oxyopes javanus, Callitrichia spp., bahwa kepadatan WBC berpengaruh
Paederus fuscipes, Coccinella spp., terhadap daya predasi Pardosa pseudo-
Microvelia atrolineata dan Ophionea anulata. Kemampuan memangsa P.
nigrofasciata (Kartohadjono, 2011; pseudoanulata mengalami peningkatan
Tauruslina et al., 2015). seiring dengan bertambahnya kepadatan
Ophionea nigrofasciata Schmidt- mangsa, berturut–turut 3,1, 7,9, 12,9 dan
Goble 1846 (Coleoptera: Carabidae) atau 15,2 ekor per harinya pada kepadatan 5,
kumbang unta termasuk serangga pre- 10, 15 dan 20 ekor WBC. Selanjutnya
dator yang sering ditemukan di areal kemampuan memangsa Menochilus
persawahan, terutama pada rongga lipatan sexmaculatus terhadap Aphis gossypii
daun padi yang dibuat oleh larva peng- pada kepadatan 10, 20, 30, 40 dan 50 ekor
gulung daun (Cnaphalocrosis medinalis juga meningkat seiring dengan mening-
Guenee) (Shepard et al., 1987). Populasi- katnya kepadatan yakni, 10, 20, 29.75, 38,
nya dilahan pertanian tergolong rendah. 44.5 ekor (Nelly et al., 2012). Hermanda
Menurut Putranto (2016), kumbang unta (2019) juga melaporkan bahwa kemam-
mulai muncul di sawah pada 2 minggu puan memangsa Phidippus sp. terhadap N.
setelah tanam (MST) dengan rata–rata lugens pada kepadatan 10, 20, 30, 40, dan
populasi sebanyak 0,01 individu per 50 ekor meningkat seiring dengan
rumpun. Sebaliknya Defaosandi (2010) dan meningkatnya kepadatan yakni 9, 13,4,
Najah (2018) melaporkan bahwa kumbang 23,6, 26,4, dan 28,2 ekor.
unta ditemukan di persawahan pada 9–15 Daya predasi pada kepadatan
MST tapi tidak ditemukan pada 3–5 MST. mangsa yang berbeda berkaitan dengan
Populasi kumbang unta pada 9 MST yakni tanggap fungsional predator. Tanggap
0,9 per rumpun dan pada 15 MST menurun fungsional merupakan salah satu indikator
menjadi 0,1 per rumpun. Secara spesifik, untuk menentukan ukuran keefektifan
Najah (2018) melaporkan adanya fluktuasi suatu predator dalam metode pengen-
populasi kumbang unta di lahan sawah dalian hayati (Rogers, 1972; Hassel, 2000).
pada tanaman padi, ditemukan sebanyak Selanjutnya Nelly et al. (2005) menyatakan
0,03 individu kumbang unta per rumpun bahwa tanggap fungsional merupakan
pada 5 MST, sebanyak 0,36 individu per komponen yang sangat esensial dalam
rumpun pada 8 MST, dan tidak ditemukan hubungan predator dan mangsanya,
pada 12 MST. karena dapat memberikan gambaran
Informasi tentang daya predasi bagaimana potensi suatu predator dalam
kumbang unta pada WBC masih sedikit mengendalikan suatu populasi mangsanya.
sekali. Shepard et al. (1987) melaporkan Tanggap fungsional diperkenalkan oleh
bahwa kumbang unta dapat memangsa 3- Holling dengan memperkenalkan tiga tipe
5 nimfa WBC per hari. Dari hasil penelitian tanggap fungsional yakni tipe I (linear), tipe
Karindah (2011) diketahui bahwa kumbang II (Eksponensial/Hiperbolik) dan tipe III
unta dapat memangsa 4-5 nimfa WBC (Logaritmik/sigmoidal) (Holling, 1959;
instar 4-5 ketika disediakan 20 nimfa WBC. Denny, 2014). Penelitian ini bertujuan
Kedua penelitian tersebut tidak memper- untuk mengetahui daya predasi dan
hitungkan pengaruh perbedaan kepadatan tanggap fungsional dari kumbang unta
mangsa terhadap daya predasi. Berbagai terhadap wereng batang coklat pada
hasil penelitian sebelumnya menunjukkan kepadatan yang berbeda.
adanya pengaruh kepadatan terhadap
daya predasi suatu predator.

12
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

METODOLOGI plastik (volume = 25 liter) yang berisi air


setinggi 2 mm. Tinggi air terus dijaga
Penelitian ini telah dilaksanakan di
berada pada posisi menutupi benih padi.
Laboratorium Bioekologi Serangga Jurusan
Setelah bibit padi berumur 5-7 hari, 10
Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas
pasang imago WBC dimasukkan ke dalam
Pertanian Universitas Andalas Padang dari
stoples biakan. Nimfa instar satu akan
bulan Juni sampai Agustus 2019. Selama
muncul pada hari ke 7-10 setelah infestasi.
pengamatan berlangsung, suhu dan kelem-
Untuk penelitian ini dibutuhkan sebanyak
baban relatif harian diukur menggunakan
775 WBC instar 2-3 yang telah diperbanyak
termohydrometer. Adapun rata-rata suhu
dilaboratorium hingga generasi ke 3.
minimum harian adalah 27.60C dan suhu
maksimum harian 28.40C, sedangkan Penyedian kumbang unta uji
untuk kelembaban relatif minimum harian Imago kumbang unta yang digu-
adalah 72.1% dan rata-rata maksimum nakan dalam pengujian adalah populasi
harian adalah 76.1%. lapangan, yang dikoleksi dari lahan
persawahan yang ada di Kota Padang.
Metode
Kumbang unta dikumpulkan menggunakan
Penelitian dilaksanakan mengguna-
wadah plastik air mineral volume 240 ml
kan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan
dengan cara mengarahkan mulut wadah
6 perlakuan, masing–masing dilaksanakan
dalam 5 ulangan. Perlakuan tersebut plastik air mineral ke kumbang unta dan
mendorongnya masuk. Hasil koleksi kemu-
adalah daya predasi dan tanggap fung-
sional kumbang unta pada beberapa dian dibawa ke laboratorium.
Untuk membedakan imago betina
kepadatan WBC, yaitu: 5, 10, 20, 30, 40 dan
dan imago jantan pertama kali adalah
50 ekor.
dengan cara menangkap kumbang unta
Perbanyakan WBC uji yang sedang kawin beberapa kali,
WBC diperoleh dari hasil per- kemudian dilihat perbedaan keduanya
banyakan di laboratorium. Populasi awal melalui warna dan ukuran tubuh.
WBC dikoleksi dari lahan persawahan di Berdasarkan observasi tersebut diketahui
Kecamatan Pauh Kota Padang yang menye- bahwa imago betina memiliki warna tubuh
rang padi varietas IR 42. Selanjutnya, yang lebih gelap, lebar tubuh berkisar
perbanyakan WBC dilakukan pada benih antara 2,5 – 3,0 mm dengan panjang tubuh
padi varietas IR 42 sebagai pakan. Benih 7,5 – 8,0 mm, sedangkan imago jantan
tersebut direndam selama 24 jam untuk memiliki warna tubuh yang lebih terang,
merangsang kecambah akar, kemudian lebar tubuh berkisar antara 1,0 – 1,5 mm
dikering-anginkan selama lebih kurang 1 dengan panjang tubuh 6,0 – 7,0 mm
jam, lalu dipindahkan ke dalam stoples (Gambar 1).

A B
Gambar 1. Imago kumbang unta (Ophionea nigrofasciata) yang digunakan dalam penelitian:
(A) Kumbang unta betina, (B) Kumbang unta jantan (Dokumentasi pribadi).

13
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

Untuk pemeliharaan dan adaptasi, Pengamatan terhadap perkem-


masing-masing kumbang unta betina bangan daya predasi dilakukan dengan
ditempatkan dalam gelas plastik yang telah menghitung jumlah nimfa WBC yang
diisi bibit padi berumur empat hari setelah dimangsa oleh kumbang unta setiap hari
semai dan WBC sebanyak 3-5 ekor. Jumlah selama 5 hari, kemudian dilihat
mangsa akan ditambah setiap kali mangsa penambahan pemangsaan setiap harinya.
yang disediakan habis. Setelah satu Perkembangan berat tubuh (g) (5 hari
minggu, kumbang unta betina dilaparkan pengamatan)
selama 6 jam sebelum digunakan dalam Perkembangn berat tubuh kum-
pengujian. Dalam penelitian ini dibutuhkan bang unta diukur setiap hari selama 5 hari
30 ekor imago kumbang unta betina yang dengan membandingkan dengan berat
mempunyai ukuran yang yang mendekati tubuh sebelum perlakuan.
sama untuk pengujian.
Perilaku pemangsaan
Penyediaan media uji dan pelaksanaan Pengamatan perilaku memangsa
Tiga batang bibit padi berumur dari kumbang unta dimulai sejak pertama
empat hari dipindahkan ke dalam gelas kali dimasukkan ke wadah plastik uji,
plastik (volume= 360 ml) sebagai wadah uji kemudian diamati selama 1 jam pertama
dan dibutuhkan sebanyak 90 batang bibit hingga kegiatan mencari, mengejar,
padi dan 30 wadah uji untuk semua menangkap dan membunuh mangsa. Hasil
perlakuan dan ulangan. Kumbang unta pengamatan dijelaskan secara deskriptif.
dilaparkan pada pagi hari antara pukul
08.00-09.00 sampai pukul 14.00-15.00 wib. Analisis data
Bersamaan dengan waktu pelaparan, Daya predasi dan berat tubuh
wadah uji disiapkan dengan mengisikan Adapun data tentang daya predasi
tiga batang padi berumur empat hari dan dan berat tubuh predator dianalisis secara
WBC instar 2-3 sesuai perlakuan. Setelah statistik sesuai rancangan menggunakan
dilaparkan kumbang unta ditimbang berat analisis sidik ragam dan dilanjutkan dengan
tubuhnya menggunakan timbangan ana- uji Least Significance Different (LSD) taraf
litik dengan ketepatan 4 desimal, ke- 5% (Software: Statistix 8). Data tentang
mudian dimasukan kedalam wadah uji. perkembangan pemangsaan dan berat
tubuh ditampilkan dalam bentuk grafik
Pengamatan garis.
Daya Predasi (1x24 jam) Tanggap fungsional
Pengamatan terhadap jumlah WBC Ada tiga tipe tanggap fungsional
yang dipredasi dilakukan dengan meng-
menurut Holling (1959) yaitu Tipe I, Tipe II
hitung jumlah nimfa WBC uji yang
dan Tipe III. Tipe tanggap fungsional ini
dimangsa oleh kumbang unta selama 1×24 diperoleh melalui analisis regresi dan kore-
jam dari setiap perlakuan. Data tentang lasi terhadap jumlah WBC yang dipredasi
jumlah pemangsaan tersebut digunakan oleh kumbang unta pada berbagai kepa-
untuk mencari persentase pemangsaan. datan yang diuji. Analisis tersebut menggu-
Persentase pemangsaan dihitung meng- nakan perangkat lunak SPSS 16. Tipe I
gunakan rumus: ditunjukkan oleh persamaan regresi linear
Persentase pemangsaan =
Jumlah nimfa WBC yang dimangsa
yang berarti bahwa peningkatan laju
x100% predasi seiring dengan peningkatan kepa-
jumlah nimfa WBC yang disediakan
datan mangsa sampai ke titik tertentu, ke-
Perkembangan daya predasi (5 hari
mudian menjadi konstan karena kekenya-
pengamatan)
ngan. Tipe II ditunjukkan oleh persamaan

14
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

eksponensial yang berarti peningkatan laju HASIL


predasi lambat di awal karena adanya
Daya predasi (1x24 jam)
waktu belajar, kemudian diikuti oleh Peningkatan kepadatan WBC cen-
peningkatan predasi sampai kenyang. Tipe derung meningkatkan daya predasi oleh
III ditunjukkan oleh persamaan regresi kumbang unta selama 1x24 jam pengamat-
logaritmik yang berarti terjadi peningkatan an, sementara itu tidak ada pengaruh
predasi di awal dan kemudian melambat. kepadatan WBC terhadap persentase
Tipe tanggap fungsional ditentukan predasi. Daya predasi pada kepadatan 50
melalui nilai r tertinggi yang menunjukkan ekor lebih tinggi dari pada kepadatan 5-30
adanya korelasi erat antara tingkat predasi ekor, tapi tidak berbeda nyata dengan
dan kepadatan mangsa. kepadatan 40 ekor (Tabel 1).
Tabel 1. Rata-rata daya predasi kumbang unta terhadap WBC pada kepadatan berbeda (1 x
24 jam)
Daya predasi
Kepadatan WBC (Ekor)
Jumlah individu Persentase (%)
5 1,6 a 32,0 a
10 4,6 b 46,0 a
20 9,4 b 47,0 a
30 11,8 b 39,3 a
40 15,2 c 38,0 a
50 23,6 c 47,2 a
Angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada baris yang sama, berbeda tidak nyata berdasarkan hasil dari
uji LSD pada taraf nyata 5%.

Perkembangan daya predasi (5 hari 5 hari pengamatan hingga cenderung


pengamatan) menghabiskannya pada hari ke 5 penga-
Kumbang unta mampu mempre- matan. Daya predasi terendah terjadi pada
dasi 32,0-47,2% mangsanya pada hari kepadatan 5 ekor WBC, dan yang tertinggi
pertama. Persentase predasi kumbang terjadi pada kepadatan 40 dan 50 ekor
unta terhadap WBC dengan kepadatan WBC (Gambar 4).
berbeda meningkat setiap harinya selama
100.0
90.0
80.0
Persentase (%)

70.0
60.0
50.0
40.0
30.0
20.0
10.0
0.0
1 2 3 4 5

Hari pengamatan
5 10 20 30 40 50

Gambar 3. Perkembangan daya predasi kumbang unta terhadap WBC pada kepadatan
berbeda selama 5 hari pengamatan

15
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

Perkembangan berat tubuh kumbang unta pada seluruh kepadatan mengalami


unta (5 hari pengamatan) kenaikan, hanya pada kepadatan 40 yang
Berat tubuh kumbang unta meng- mengalami penurunan. Pada saat
alami fluktuasi pada semua kepadatan pengamatan hari ke 4 pengamatan, berat
selama 5 hari pengamatan dan tidak tubuh kumbang unta pada semua
terlihat ada kecenderungan tertentu. Pada kepadatan mengalami penurunan.
kepadatan 5, 40 dan 50 ekor WBC terjadi Sementara pada hari ke 5 pengamatan,
penambahan berat tubuh pada hari ke 2 kumbang unta pada kepadatan 5, 10, dan
pengamatan. Sementara pada kepadatan 30 mengalami kenaikan berat badan
10, 20 dan 30 mengalami penurunan dihari sedangkan pada kepadatan 20, 40, dan 50
kedua pengamatan. Pada pengamatan hari mengalami penurunan (Gambar 5).
ke 3 pengamatan, berat tubuh kumbang
0.0070

0.0065
Pertambahan berat tubuh (g)

0.0060

0.0055

0.0050

0.0045

0.0040
H0 H1 H2 H3 H4 H5
Hari pengamatan
lima sepuluh duapuluh Tigapuluh Empatpuluh Limapuluh
Gambar 4. Perkembangan berat tubuh kumbang unta dengan penyediaan WBC pada
kepadatan berbeda selama 5 hari pengamatan
Tipe tanggap fungsional kumbang unta 0,876. Ini menunjukan bahwa daya predasi
Berdasarkan analisis regresi seder- kumbang unta meningkat seiring dengan
hana yang telah dilakukan didapatkan hasil meningkatnya kepadatan mangsa dan
bahwa tipe tanggap fungsional kumbang menurun seiring menurunnya kepadatan
unta adalah tipe I (linear) dengan nilai r = mangsa (Tabel 4, Gambar 6).
Tabel 4. Tipe tanggap fungsional kumbang unta terhadap beberapa kepadatan WBC
berdasarkan hasil analisis regresi dan nilai r
Tipe Tipe regresi Persamaan Nilai r
I Linear Y = 1,540 + 0,066x 0,867*
x
II Eksoponensial Y = 1,697 × 0,022 0,863
1,034
III Logaritmik Y = -0,643 × x 0,842
*Tipe tanggap fungsional kumbang unta ditentukan berdasarkan nilai r tertinggi

Perilaku pemangsaan ada disekitarnya. Kumbang unta cende-


Berdasarkan pengamatan yang rung diam dan sedikit sekali melakukan
dilakukan selama 5 hari. Saat pertama kali pergerakan pada siang hari. Kumbang unta
dimasukan ke dalam wadah uji, kumbang baru beraktifitas ketika kondisi gelap atau
unta cenderung bergerak ke arah atas malam hari (nokturnal).
batang padi dan menghindari WBC yang

16
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

Gambar 5. Bentuk garis regresi dari daya predasi kumbang unta pada kepadatan WBC yang
berbeda
Sebelum mencari mangsa, kum- PEMBAHASAN
bang unta sangat aktif menggerakkan
antenanya. Kumbang unta mencari Secara umum, kumbang unta
mangsa dengan cara terbang ke segala berpotensi sebagai agens hayati WBC
arah denga cepat sehingga mangsanya karena daya predasi meningkat seiring
terganggu dan terjatuh. Setelah terjatuh, dengan meningkatnya kepadatan WBC.
kumbang unta menangkap mangsa meng- Sementara itu perbedaan kepadatan WBC
gunakan mulut serta langsung menangani tidak berpengaruh nyata terhadap
saat itu juga ditempat dimana mangsa persentase predasi dari kumbang unta
tersebut ditangkap. Kumbang unta me- (Tabel 1). Kumbang unta memiliki kecen-
mangsa WBC sedikit demi sedikit, dimulai derungan untuk menyisakan mangsa dan
dari bagian abdomen hingga meng- baru menghabiskannya setelah 5 hari
habiskan seluruh bagian tubuh pengamatan (Gambar 3). Berbeda dengan
mangsanya, namun terkadang juga daya predasi, perbedaan kepadatan WBC
menyisakan bagian kepala dari WBC. Pada cenderung tidak berpengaruh nyata
umumnya, kum-bang unta menuntaskan terhadap pertambahan berat dari kum-
menangani satu mangsa hingga habis, bang unta bahkan pada hari ke 5
setelah itu langsung mencari mangsa baru mengalami penurunan berat tubuh. Sela-
tanpa beristirahat terlebih dahulu. ma lima hari pengamatan, pertambahan
Kumbang unta kurang baik dalam berat kumbang unta berfluktuasi dan
mengatur laju terbangnya. Selama peng- cenderung menurun pada semua
ujian berlangsung, dia terus terbang ke kepadatan (Gambar 4).
segala arah menuju ke atas sehingga Predator pada dasarnya memiliki
menabrak bagian tutup wadah uji. Aktifitas kecenderungan untuk meningkatkan
seperti itu dilakukan terus menerus pada jumlah mangsa yang dipredasi ketika
malam hari dan diduga sangat ber- jumlah mangsa ditambah. Berdasarkan
pengaruh terhadap kebutuhan nutrisi dan hasil penelitian Syahrawati et al. (2015),
berat tubuhnya. kemampuan mempredasi Pardosa pseudo-
annulata meningkat seiring dengan
meningkatnya kepadatan WBC. Pada
kepadatan 5 ekor P. pseudoannulata dapat

17
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

mempredasi 3,1 ekor WBC/hari dan pada membuat kumbang unta membutuhkan
kepadatan 20 mempredasi 15,2 ekor waktu yang lebih lama untuk mencari
WBC/hari. Hermanda (2019) juga melapor- mangsanya. Susilo (2007) menyatakan
kan bahwa daya predasi Phidippus sp pada predator akan menjadi semakin efisien
kepadatan 10 ekor WBC adalah 9,0 pada populasi mangsa tertinggi, karena
ekor/hari dan pada kepadatan 50 ekor sebagian besar waktu digunakan hanya
mempredasi 28,2 ekor/hari. Taulu (2001) untuk menangkap mangsa. Ginting et al.
mengemukakan jumlah mangsa yang (2017) juga menyatakan semakin sedikit
dimangsa oleh predator akan bertambah mangsa yang tersedia, semakin lama
dengan meningkatnya populasi mangsa waktu yang dibutuhkan untuk mencari
yang tersedia. Daya predasi tertinggi mangsa, sebaliknya semakin banyak
berada pada kepadatan tertinggi dan akan mangsa yang tersedia maka waktu yang
menurun pada kepadatan mangsa rendah. dibutuhkan semakin sedikit.
Daya predasi kumbang unta pada Perkembangan berat tubuh kum-
kepadatan 20 ekor nimfa WBC instar 2-3 bang unta selama 5 hari pengamatan
adalah 9,4 ekor WBC/hari. Hal ini lebih mengalami fluktuasi. Hal ini dapat
tinggi dari hasil yang didapatkan oleh dipengaruhi oleh perbedaan kebutuhan,
Karindah (2011) yang menyatakan bahwa waktu beraktifitas dan perilaku memangsa.
kumbang unta dapat memangsa 4,36 ekor Salah satu indikator untuk memastikan
nimfa WBC instar 4-5 per hari. Perbedaan kualitas predasi adalah penambahan berat
kemampuan memangsa ini diduga dikare- tubuh. Syahrawati et al. (2015) menyata-
nakan perbedaan instar WBC yang diguna- kan bahwa berat tubuh predator mening-
kan. Semakin tinggi instar yang digunakan kat apabila daya predasi meningkat. Hal ini
maka ukuran tubuh WBC akan semakin ternyata tidak berlaku terhadap kumbang
besar. Omkar dan Perves (2004) menya- unta, pertambahan berat tubuh kumbang
takan bahwa laju pemangsaan dan waktu unta cenderung berfluktuasi. Hal ini diduga
pemangsaan dipengaruhi adanya variasi karena kumbang unta banyak menggu-
ukuran mangsa, tingkat kerakusan mangsa, nakan energi untuk beraktifitas, dengan
faktor kekenyangan, tingkat kelaparan selalu terbang ke segala arah dalam
pemangsa, dan kecepatan bergerak mencari mangsa pada malam hari.
mangsa. Sejalan dengan ini, Prasaja et al. Khodijah et al. (2012) menyatakan bahwa
(2014) juga melaporkan tentang daya kumbang dari genus Carabidae mempu-
predasi Chelisoches morio terhadap larva nyai kemampuan jelajah dan kemampuan
Brontispa longisima bahwa daya predasi C. mencari mangsa yang tinggi. Kumbang
morio lebih tinggi pada instar 1 Carabidae juga umumnya suka mempre-
dibandingkan instar 4. dasi serangga yang berukuran lebih besar
Persentase predasi tertinggi dite- dari dirinya. Sejalan dengan kemampuan
mukan pada kepadatan 50 ekor WBC yakni jelajah dan mencari mangsa yang tinggi
sebesar 47,2% dan yang terendah ada pada maka dibutuhkan energi yang lebih
kepadatan 5 ekor WBC yakni 32,0% banyak. Sehingga pertambahan berat
(Gambar 3). Perkembangan daya predasi kumbang unta selama 5 hari pengamatan
kumbang unta diamati selama 5 hari. Pada mengalami fluktuasi.
hari ke 2 hingga hari ke 5 pengamatan, Tipe tanggap fungsional merupa-
terjadi penurunan jumlah individu WBC kan salah satu faktor penting untuk
yang dimangsa, ini disebabkan karena menentukan keefektifitasan suatu preda-
kurangnya mangsa yang tersedia untuk tor dalam hubungan suatu predator
kumbang unta. Semakin sedikitnya mangsa dengan mangsanya, karena kita dapat

18
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

memperkirakan kemampuan predator Denny dan Mark. 2014. Buzz holling and
tersebut dalam mengendalikan mangsa- the functional response. Bulletin of
nya. Tipe tanggap fungsional dari kumbang the Ecological Society of America
unta adalah tipe I (linear) dengan nilai r = 95(3): 200-203.
0,867. Hal ini menunjukan bahwa semakin Effendi S, Yaherwandi dan N Nelly. 2016.
tinggi kepadatan mangsa maka daya Studi preferensi dan tanggap
predasi dari kumbang unta juga mening- fungsional Menochilus sexma-
kat, hanya konstan pada saat kumbang culatus dan Coccinella transversalis
unta mengalami kejenuhan makan. Hal ini pada beberapa mangsa yang
sesuai dengan hasil yang didapatkan oleh berbeda. Prosiding Seminar
Effendi et al. (2016) bahwa tanggap Nasional Masyarakat Biodiversitas
fungsional tiga predator seperti Coccinela Indonesia 2(2): 125-131.
transversalis terhadap Menochilus Ginting TY, D Bakti dan Marheni. 2017.
sexmaculatus, Aphis gossypii dan Myzus Daya predasi dan respon fungsional
persicae tergolong tipe I. Curinus coeruleus Mulsant
(Coleoptera: Coccinelidae) terha-
KESIMPULAN dap Paracoccus marginatus
Kumbang unta (Ophionea nigrofas- Williams dan Granara De Willink
ciata) berpotensi dalam mengendalikan (Hemiptera: Pseudococcidae) di
wereng batang coklat atau WBC rumah kaca. Jurnal Pertanian
(Nilaparvata lugens) ketika populasi Tropik 4(3): 196-202.
sedang tinggi karena daya predasinya Hermanda A. 2019. Daya pemangsaan
meningkat seiring dengan meningkatnya Phidippus sp. terhadap Nilaparvata
kepadatan WBC. Pemangsaan tertinggi lugens Stal (Hemiptera: Delpha-
terjadi pada kepadatan 50 ekor WBC yakni cidae) pada kepadatan berbeda.
sebesar 23,6 (47,2%) dan yang terendah [Skripsi]. Universitas Andalas.
pada kepadatan 5 ekor WBC yakni sebesar Padang.
1,6 (32,0%). Perbedaan kepadatan WBC Holling CS. 1959. Some characteristics of
ternyata tidak mempengaruhi pertam- simple types of predation and
bahan berat tubuh kumbang unta bahkan parasitism. Canadian Entomologist
cenderung menurun karena sangat aktif 91: 395-398.
bergerak. Karindah. 2011. Predation of five generalist
predators on brown planthopper
DAFTAR PUSTAKA
Nilaparvata lugens (Stal). Jurnal
BPTPH Sumatera Barat. 2019. Luas Entomologi Indonesia 8(2): 55-62.
serangan OPT padi dan Khodijah, S Herlinda, C Irsan, Y Pujiastuti,
pengendalianya tahun 2018 di dan R Thalib. 2012. Artropoda
Sumatera Barat. predator penghuni ekosistem
Defaosandi A. 2010. Keefektifan beberapa persawahan lebak dan pasang surut
Insektisida terhadap Nilaparvata Sumatera Selatan. Jurnal Lahan
lugens (Stal) (Hemiptera: Delpa- Suboptimal 1(1): 57-63.
chidae) dan pengaruhnya terhadap Liputan6.com. 2017. Wereng coklat
musuh alami pada pertanaman mengamuk di lahan 1.000 hektare.
padi di Karawang berdasarkan dua https://www.liputan6.com/regiona
metode aplikasi insektisida. l/read/3020180/wereng-cokelat-
[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. mengamuk-di-lahan-1000-hektar.
Bogor. (Diakses, 29 Januari 2019).

19
Nasral et al. Daya Predasi dan Tanggap Fungsional Kumbang Unta

Najah SK. 2018. Kelmipahan wereng Science And Research (IJSR) 4(6):
batang coklat Nilaparvata lugens 615- 620.
(Stal) dan walang sangit Leptocorisa Syahrawati M, OA Putra, R Rusli dan E
oratorius (Fabricius) serta predator- Sulyanti. Population structure of
nya pada tanaman padi varietas brown planthopper (Nilaparvata
IR64. [Skripsi]. Institut Pertanian lugens, Hemiptera: Delphacidae)
Bogor. Bogor. and attack level in endemic area of
Nelly N, Trizelia dan Q Syuhadah. 2012. Padang city, Indonesia. Asian
Tanggap fungsional Menochilus Journal of Agriculture and Biology 7
sexmaculatus Fabricius (Coleop- (special issue): 271-276.
tera: Coccinellidae) terhadap Aphis Taulu LA. 2001. Kompleks artropoda
gossypii (Glover) (Homoptera: predator penghuni tajuk kedelai
Aphididae) pada umur tanaman dan peranannya dengan perhatian
cabai berbeda. Jurnal Entomologi utama pada Paederus fuscipes
Indonesia 9(1): 23-31 (Gurt.) (Coleoptera: Staphylinidae).
Omkar dan Pervez A. 2004. Predaceous [Disertasi]. Program Pascasarjana
coccinellids in India: Predator prey Institut Pertanian Bogor. Bogor.
catalogue. Oriental Insects 38: 27- Tauruslina E, Trizelia, Yaherwandi, dan H
61. Hamid. 2015. Analisis keanekara-
Prasaja GY, TH Ramadhana dan E gaman hayati musuh alami pada
Syahputra. 2014. Preferensi dan eksosistem padi sawah di daerah
respon fungsional chelisoches endemik dan non-endemik wereng
morio Terhadap Larva Brontispa batang cokelat Nilaparvata lugens
longissima di laboratorium Balai di Sumatera Barat. Prosiding
Proteksi Tanaman Perkebunan Seminar Masyarakat Biodiversitas
Pontianak. Jurnal Perkebunan dan Indonesia 1(3): 581-589.
Lahan Tropika 4(2): 30-38.
Putranto IR. 2016. Perkembangan populasi
hama tanaman utama dan
predatornya pada pertanaman padi
sawah di situ Gede Bogor. [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Shepard BM, AT Barrion dan JA Litsinger.
1987. Helpful Insect, spiders, and
patoghens. International Rice
Research Institute. Los Banos,
Philipines.
Susilo FX. 2007. Pengendalian hayati:
Dengan memberdayakan musuh
alami. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Syahrawati M, E Martono, NS Putra, dan
BH Purwanto. 2015. Predation and
competition of two predators
(Pardosa pseudoanulata and
Verania lineata) on diferent
densities of Nilaparvata Lugens in
laboratory. International Journal of

20

You might also like