Professional Documents
Culture Documents
ID Penggunaan Konsep Rules in Use Ostrom Da
ID Penggunaan Konsep Rules in Use Ostrom Da
ABSTRACT
Following the establishment of Forest Management Units (KPHL/KPHP) by the Indonesian Ministry of Forestry, the next
step that has to be done is the formation and operationalization of KPHL/KPHP organization by local governments. In reality,
implementation of the respective obligation is stagnated due to a number of obstacles such as the regulatory aspects that have less trust
and difficult to be implemented by local governments. In the Institutional Analysis and Development (IAD-Framework) from Elinor
Ostrom, there is one component, i.e. the rules-in-use concept that is possible to be applied as a tool to analyze the relationship between
the content of a certain regulation and the structure of action-situation formed due to implementation of regulation. This study aims to
test effectiveness of the use of the concept of rules-in-use to find substantial shortcomings of the regulation on KPHL/KPHP
formation at provincial level, as a basis for improvement. Accordingly, analysis was performed on PP No. 6/2007 jo. PP No.
3/2008, Permendagri No. 61/2010 and PP No. 41/2007 by making analysis of regulation contents and feedback from the
implementation process. Based on the results of this study, it can be concluded that the use of Ostrom's rules-in-use concept is
adequately effective to find the shortcomings of KPHL/KPHP regulation content.
Keywords: KPHL, KPHP, Ostrom’s rules in use concept.
ABSTRAK
Setelah penetapan wilayah KPHL/KPHP oleh Menteri Kehutanan, tahap selanjutnya adalah pembentukan
dan operasionalisasi organisasi KPHL/KPHP oleh pemerintah daerah. Pelaksanaan kewajiban tersebut berjalan
tersendat dkarenakan terkendala oleh sejumlah hambatan, antara lain oleh peraturan yang kurang memiliki daya
dorong dan menyulitkan daerah pada saat implementasinya. Dalam Kerangka Kerja Analisis dan Pengembangan
Kelembagaan (IAD-Framework) Ostrom, terdapat konsep „aturan-aturan yang digunakan (rules in use)‟ yang dapat
digunakan untuk menganalisis isi peraturan dalam hubungannya dengan struktur situasi aksi yang terbentuk pada
saat peraturan diimplementasikan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas penggunaan konsep „rules in
use‟ untuk menemukan kelemahan-kelemahan substansial dari peraturan pembentukan organisasi KPHL/KPHP
pada tingkat provinsi. Analisis dilakukan terhadap PP No. 6/2007 jo. PP No. 3/2008, Permendagri No. 61/2010,
dan PP No. 41/2007, dengan metode analisis substansi peraturan dan umpan balik dari proses implementasinya.
Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan bahwa penggunaan konsep rules in use Ostrom cukup efektif
untuk menemukan kelemahan-kelemahan isi suatu peraturan.
Kata kunci: KPHL, KPHP, konsep rules-in-use Ostrom.
13
Aturan RULES IN USE Aturan Aturan
Keanggotaan Informasi Agregasi
SITUASI AKSI
Para Partisipan
Informasi Kontrol
tentang terhadap
menempati
Hasil-hasil atau Aturan
Posisi tertentu Terkait dengan Dampak yang Lingkup
mungkin terjadi
sesuai dengan
Biaya-Manfaat
Otoritas tindakan berkaitan dengan
22
Penggunaan Konsep Rules-in-Use Ostrom dalam Analisis Peraturan...
Eno Suwarno et al.
3. Terdapat ketidak-sinkronan peraturan B. Rekomendasi
tentang kewenangan penetapan organi- Berdasarkan kesimpulan di atas maka
sasi KPHL/KPHP antara PP No. dapat direkomendasikan kepada pe-
6/2007 jo. PP No. 3/2008 dengan merintah untuk menggunakan tujuh unsur
Permendagri No. 61/2010. Kesalahan peraturan dari konsep rule-in-use Ostrom
terletak pada Pasal 8 PP No. 6/2007 jo. dalam menyusun dan memperbaiki per-
PP No. 3/2008 yang tidak sejalan de- aturan. Tujuh unsur peraturan tersebut da-
ngan prinsip sistem penyelenggaraan pat digunakan untuk merancang struktur
pemerintahan daerah. situasi aksi bagi para partisipan, agar meng-
4. Ketiga peraturan yang dianalisis belum arah kepada terbentuknya perilaku dan
menyediakan aturan agregasi untuk dampak yang diharapkan.
mengantisipasi terjadinya ketidak- Berdasarkan butir-butir temuan pada
mufakatan di antara para partisipan da- kesimpulan, dapat diajukan rekomendasi
lam pembentukan dan operasionalisasi sesuai lingkup tujuh unsur aturan sebagai
KPHL/KPHP. Keadaan ini berdam- berikut:
pak kepada terjadinya stagnasi menuju 1. Penetapan posisi-posisi di dalam per-
tahapan berikutnya dalam rangka aturan seyogyanya dirancang berdasar-
operasionalisasi KPHL/KPHP. kan hasil analisis kebutuhan konfigurasi
5. Kriteria di dalam Permendagri No. 61/ dan formasi partisipan dengan mem-
2010 untuk menyusun organisasi perhitungkan relevansi serta kekuatan-
KPHP/KPHL belum lengkap dan apli- kekuatannya. Di antaranya dengan me-
katif. Situasi ini mendorong sebagian masukkan unsur-unsur yang memiliki
besar pemerintah daerah mengacu daya penyeimbang dan daya dorong
langsung kepada PP No. 41/2007 yang (perguruan tinggi, LSM, organisasi rim-
tidak secara khusus mengatur tentang bawan, dan lain-lain). Pengaturan po-
pembentukan organisasi KPHL/ sisi dipadukan dengan penataan aturan
KPHP. otoritas yang diarahkan kepada lebih
6. Kinerja dari aturan informasi yang ada dominannya posisi-posisi pro-KPH di-
sudah cukup baik, diindikasikan de- banding posisi-posisi yang resisten.
ngan ketersediaan informasi KPH yang 2. Partisipan dengan posisi strategis untuk
cukup lengkap dan mudah diakses. Na- melakukan pembinaan organisasi
mun yang menjadi masalah saat ini bu- KPHL/KPHP kepada pemerintah
kan terbatas pada ketersediaan infor- daerah (yaitu Kemendagri) perlu di-
masi dan kemudahan aksesnya, melain- tingkatkan perannya. Hal ini dapat di-
kan pada bagaimana informasi tersebut lakukan dengan meningkatkan intense-
dapat dipahami, terbangunnya kese- tas pertemuan dan koordinasi di antara
pahaman dan tumbuhnya motivasi bagi unsur Kemenhut dan Kemendagri.
para partisipan utama. 3. Bagi sebuah kebijakan besar seperti
7. Rezim peraturan KPH yang ada saat ini pembangunan KPH, seyogianya ada
belum dirancang berdasarkan pen- penegasan khusus tentang aturan ke-
dekatan insentif-disinsentif, tapi lebih anggotaan organisasi pembangunan
bercorak pola komando. Secara umum KPH. Keberadaan lembaga ad-hoc se-
diyakini bahwa di dalam sistem de- perti Sekretariat Nasional (Seknas)
sentralisasi, pola pendekatan insentif- Pembangunan KPH yang konfigurasi
disinsentif akan lebih efektif mengha- keanggotaannya relevan dan didomi-
silkan kinerja yang diharapkan daripada nasi oleh partisipan pro-KPH, akan
pola pendekatan komando yang lebih menjadi alternatif yang baik apabila pe-
cocok dijalankan pada sistem pemerin- laksanaan tugasnya dioptimalkan.
tahan sentralistik. 4. Ketidak-sinkronan tentang kewenang-
an penetapan organisasi KPHL/KPHP
23
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 13-27
antara PP No. 6/2007 jo. PP No. 3/ functional forest management. Forest
2008 dengan Permendagri No. 61/ Policy and Economics, 9, 833-851.
2010 dapat diatasi dengan mengubah Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan.
Pasal 8 PP No. 6/2007 jo. PP No. 3/ (2013). Perkembangan wilayah KPHP
2008. dan KPHL model. Diakses dari http:
5. Guna mengatasi ketidaksepahaman di //www.kph.dephut.go.id/index.php
antara para partisipan utama, seperti ?option=com_ content&view
yang terjadi pada kasus KPH Tasik =category&layout=blog&id=73
Besar Serkap, terlebih dahulu perlu di- &Itemid=222.(8 Pebruari 2014).
identifikasi fase-fase krusial dalam pro- Dunn, W.N. (2000). Pengantar analisis ke-
ses pengambilan keputusan di dalam bijakan. (S. Wiwaha, Trans.). Yogya-
suatu peraturan, lalu dibuat aturan karta: Gadjah Mada University Press.
agregasi untuk menyediakan jalan ke- Gregersen, H. M., Hermosilla, A. C.,
luarnya. White, A., & Philips, L. (2006). Tata
6. Tentang belum lengkap dan implemen- kelola hutan dalam sistem federal:
tatifnya kriteria pada Permendagri No. Sebuah tinjauan atas pengalaman dan
61/2010 dapat diatasi melalui pe- implikasinya terhadap desentralisasi.
nyempurnaan kriteria dalam Per- In Colfer, C.J.P., & Capistrano, D.
mendagri ini dengan memperhatikan (Eds.), Politik desentralisasi: hutan, ke-
masukan-masukan dari para pihak khu- kuasaan dan rakyat, pengalaman di ber-
susnya pemerintah daerah. bagai negara. Bogor: Center for Inter-
7. Guna meningkatkan pemahaman ten- national Forestry Research (CIFOR).
tang konsep KPH serta membangkit- Hill, M. & Hupe, P. (2002). Implementing
kan minat membangun KPH pada para public policy. London: Thousand
partisipan utama, dapat ditempuh an- Oaks, New Delhi: Sage Publication.
tara lain melalui penunjukan satuan tu- Kartodihardjo, H. (2008). Kerangka hubung-
gas yang berfungsi sebagai pusat in- an kerja antar lembaga sebelum dan sete-
formasi, komunikasi dan konsultasi lah adanya KPH. (Laporan proyek
KPH. GTZ). Strengthening the Manage-
8. Guna membangkitkan minat mem- ment Capacities in the Ministry of
bangun KPH pada para partisipan uta- Forestry (SMCF).
ma, khususnya partisipan di daerah, re- Kartodihardjo, H., Nugroho, B., & Putro,
zim peraturan KPH (dan peraturan ke- H.P. (2011). Pembangunan kesatuan pe-
hutanan secara umum) seyogyanya di- ngelolaan hutan (KPH): konsep, peraturan
rancang berdasarkan pola pendekatan perundangan dan implementasi. Jakarta:
insentif-disinsentif. Direktorat Jenderal Planologi Ke-
hutanan.
Meinzen-Dick, R., & Knox, A. (2001).
DAFTAR PUSTAKA Collective action, property rights and
Birkland, T.A. (2001). An introduction to the devolution of natural resource ma-
policy process: theories, concepts, and models nagement: A conceptual framework.
of public policy making. New York: In Meinzen-Dick, R., Knox, A., &
M.E. Sharpe. Gregorio, M.D. (Eds), Collective action,
Blomquist, W. (2006). The policy process property rights and devolution of natural
and large-comparative studies. In resource management: exchange of
Sabatier, P.A. (Ed.), Theories of the knowledge and implications for policy.
policy process. Boulder, CO: Westview Feldafing, Germany: DSE/ZEL.
Press. Nurrochmat, D.R. & Hasan, M.F. (Eds.).
Cubbage, F., Harou, P., & Sills. R. (2007). Ekonomi politik kehutanan: Mengurai
Policy instruments to enhance multi- mitos dan fakta pengelolaan hutan. (Ce-
takan kedua, revisi). Jakarta: INDEF.
24
Penggunaan Konsep Rules-in-Use Ostrom dalam Analisis Peraturan...
Eno Suwarno et al.
Nurrochmat, D.R. (2011). Review infra- Ostrom, E., Gardner, G., & Walker, J.
structure framework and mechanism related (2006). Rule, games & common-pool
to SFM as important option in reducing resources. Michigan: University of Mi-
emission from deforestation and forest de- chigan Press.
gradation. (MoFor-ITTO project re- Sabatier, P.A., Leach, W., Lubell, M., &
port). Jakarta: MoFor-ITTO. Pelkey, N. (2005). Theoretical frame-
Ostrom, E. (1999). Governing the commons: works explaining partnership
The evolution of institutions for collective success. In Sabatier, P. A., Lubell,
action. Cambridge: Cambridge Uni- M., & Focht, W. (Eds.), Swimming
versity Press. upstream: Collaborative approaches to
Ostrom, E. (2005). Understanding institutional watershed management. Cambridge, MA:
diversity. Princenton, New Jersey: MIT Press.
Princenton University Press.
Schlager, E., & Blomquist, W. (1996). A
Ostrom, E. (2008). Institutions and the
comparison of three emerging
environment. Economic Affairs, 28(3),
theories of the policy process. Po-
24-31.
litical Research Quarterly, 49(3), 31-50.
Ostrom, E. & Crawford, S. (2005). A
grammar of institutions. In Ostrom, Schweik, C.M., & Kitsing, M. (2010).
E. (Ed.), Understanding institutional di- Applying Elinor Ostrom‟s rule classi-
versity. Princeton: Princeton Univer- fication framework to the analysis of
sity Press. open source software commons.
Transnational Corporation Review, 2(1),
13-26.
25
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 12 No. 1, April 2015 : 13-27
26
Penggunaan Konsep Rules-in-Use Ostrom dalam Analisis Peraturan...
Eno Suwarno et al.
Lampiran 1. Lanjutan
Appendix 1. Continued
Tujuh unsur
PP No. 6/2007 jo. PP No.
konsep (Rules in Permendagri No. 61/2010 PP No. 41/2007
3/2008
use Ostrom)
Aturan lingkup - KPH meliputi KPHK, - Organisasi KPHL dan - Pada dinas daerah dapat
(Scope rules) KPHL dan KPHP (5) KPHP dalam bentuk SKPD dibentuk UPT (7:6)
- Wilayah KPH ditetapkan (2:1) - Kepala UPT dinas eselon
dalam satu atau lebih - KPHL/KPHP terdiri dari IIIa, Kasi-Kasubbag-
fungsi pokok hutan dan Tipe A dan Tipe B (5:1) Kasubbid eselon IVa (34:4)
satu wilayah administrasi - Penentuan tipe - Dalam rangka menjalankan
atau lintas wilayah KPHL/KPHP berdasarkan tugas dan fungsi,
administrasi NSPK (5:2) Pemerintah daerah dapat
pemerintahan (6:1) - Kepala KPHL/KPHP Tipe membentuk lembaga lain
A eselon IIIa; Tipe B Eselon sebagai bagian dari
IVa (11:1-2) perangkat daerah (45:1)
- KPHP/KPHL yang - Organisasi dan tata kerja
dibentuk sebelum serta eselonisasi lembaga
diberlakukan peraturan ini tersebut ditetapkan Menteri
wajib menyesuaikan paling Dalam Negeri setelah
lambat 1 tahun setelah mendapat pertimbangan
ditetapkan (18) dari Men Penertiban
- Peraturan Menteri ini mulai Aparatur Negara (45:2)
berlaku tanggal 23
Desember 2010 (19)
Aturan biaya- - Pemerintah, Pemerintah Pembiayaan KPHL/KPHP -
manfaat (Payoff daerah provinsi dibebankan kepada APBD dan
rules) bertanggungjawab atas sumber lain yang sah dan tidak
pembangunan KPH mengikat sesuai peraturan
dan infrastrukturnya perundangan (17)
(10:1)
- Dana pembangunan
KPH bersumber dari
APBN, APBD dan
dana lain yang tidak
mengikat sesuai
peraturan perundangan
(10:2)
27