Professional Documents
Culture Documents
Oleh /By :
Elvida Yosefi Suryandari1 dan Sylviani2
1,2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16118. Telp (0251) 8633944, Fax : (0251) 8634924
Email : elvida_ys@yahoo.com, sylvireg@yahoo.co.id
ABSTRACT
Forest Management Units (FMUs) establishment has been laid as a strategic objective to better
management of forests. However, problems are still encountered in the development of FMUs, such as
institutional framework of its funding and human resources avaibility. This study aims to: (1) analyze the policy
implementation of FMU organization; and (2) analyze the availability of human resources in FMU
development. The study was conducted in Lalan Mangsang Mendis FMU, South Sumatra Province and Banjar
FMU, South Kalimantan Province. The data were collected using purposive sampling and analyzed using
human resource planning analysis and policy analysis.
The results showed that the current form of FMU organization is a technical implementation unit of
"Regional Working Unit" (RWU) of Forestry Office. There is an incompatibility of the structure with the
organizational structure of the existing regulation. The organization model has some weaknesses, such as
limitations of budget and authority, and lack of human resources (quantity and quality). Regional Working
Unit (RWU) form could consist of a secretariat, a service unit, technical unit (TU), or other working unit as part
of the regency organizations. Regional Working Unit (RWU) form that is compatible for FMU should be TU or
other working unit. According to article 45 on PP41/2007, FMU organizations should not be in form of ”TU”
but may be an "other working unit", because the existing organization components already reached a maximum
score. The current priority should be how to strengthen the FMU institution as "Regional Working Unit"
(RWU) with a good planning. Important steps are still needed before the operation of FMU, such as how to
determine the role and function of FMU and working relationships with relevant stakeholders including forest
license holders, which then should be arranged in the form of regulations. Further, the commitment of local
government is needed to support the formation of a FMU as RWU.
Key words : Forest Management Unit, form of organization, compatibility and Human Resources
114
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani
ABSTRAK
Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) telah ditetapkan sebagai tujuan strategis untuk
mengelola hutan yang lebih baik. Walaupun demikian masih banyak kendala dijumpai dalam
pembangunan KPH, diantaranya masalah kelembagaan dalam pendanaan dan pengembangan
sumberdaya manusia (SDM). Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengkaji implementasi kebijakan
terkait organisasi KPH dan (2) Mengkaji ketersediaan SDM pendukung dalam pembangunan KPH.
Penelitian dilakukan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lalan Mangsang Mendis, Provinsi
Sumatera Selatan dan KPHP Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Pengumpulan data dilakukan dengan
purposive sampling. Data dianalisis dengan analisis perencanaan SDM dan analisis kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk organisasi KPH saat ini adalah UPTD dari Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kehutanan. Penelitian menunjukkan adanya ketidaksesuaian
organisasi UPTD dengan peraturan yang ada. Bentuk organisasi tersebut mempunyai keterbatasan dalam
anggaran dan kewenangan pelaksanaan kegiatan, Sumberdaya Manusia (SDM) baik kuantitas dan kualitas.
Bentuk SKPD dapat berupa sekretariat, Dinas, Lembaga Teknis Daerah (LTD), atau lembaga lain sebagai
bagian dari perangkat daerah. Bentuk KPH yang tepat adalah LTD atau lembaga lain. Sesuai pasal 45 pada
PP41/2007 maka organisasi KPH tidak bisa berbentuk “Lembaga Teknis Daerah”, tapi dalam bentuk
“Lembaga Lain” karena skor organisasi di kabupaten sudah menunjukkan nilai yang maksimal.
Kebutuhan saat ini adalah bagaimana memperkuat kelembagaan KPH sebagai SKPD dengan perencanaan
yang baik. Langkah-langkah penting masih diperlukan sebelum KPH operasional adalah penentuan peran
dan fungsi KPH secara jelas dan tata hubungan kerja dengan stakeholder terkait termasuk pemegang ijin
yang dapat dituangkan melalui peraturan. Lebih lanjut, komitmen daerah diperlukan untuk mendukung
pembentukan KPH menjadi SKPD.
115
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130
116
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani
117
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130
118
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani
Sementara itu pemerintah Provinsi II/2009 tanggal 7 Desember 2009 adalah KPH
Sumatera Selatan telah mengusulkan Produksi Model Lalan Mangsang Mendis
Penetapan wilayah KPH Produksi dan KPH (LMM) di Kabupaten Musi Banyuasin seluas
Lindung sesuai surat Gubernur Sumatera 265.953 ha (12,9% dari luas hutan produksi).
Selatan Nomor 522/0064/Hut/2010 tanggal KPHP ini terdiri dari 2 (dua) kelompok hutan
11 Januari 2010 dan telah ditetapkan oleh yaitu HP Lalan dan HP Mangsang Mendis,
Menteri Kehutanan sesuai Keputusan Menteri wilayah kawasannya masuk DAS Banyuasin
No. SK.76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Sub DAS Lalan yang bermuara ke Sungai
Pebruari 2010. Penetapan Kawasan Hutan di Banyuasin dan Selat Bangka.
Provinsi Sumatera Selatan terbagi menjadi 24 Pemanfaatan lahan dalam kawasan
Unit KPH terdiri dari 14 unit KPH Produksi KPHP Lalan Mangsang Mendis antara lain
seluas 2.059.461 ha dan 10 unit KPH Lindung pemegang ijin Hutan Tanaman Industri (HTI),
seluas 498.941 ha. KPH model di Sumsel yang HTR dan hutan desa, lebih lanjut dapat dilihat
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri pada Gambar 3.
Kehutanan Nomor SK. 789/MENHUT-
119
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130
120
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani
121
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130
122
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani
Berdasarkan hasil penilaian skor untuk nilai lebih dari 70 (tujuh puluh) adalah seperti
Kabupaten Banyuasin adalah 92, sementara pada Tabel 3. Apabila total skor organisasi di
Kabupaten Banjar sebesar 87, hal ini daerah lebih dari 70 (tujuh puluh) maka jumlah
menunjukkan bahwa kedua kabupaten SKPD tidak boleh melebihi ketentuan yang
memiliki skor lebih dari 70 dimana besaran telah ditetapkan dalam PP 41 tahun 2007.
organisasi perangkat daerah kabupaten dengan
Tabel 3 menunjukkan jumlah SKPD saat lain yang sudah terbentuk di kabupaten adalah
ini di kedua kabupaten dimana dinas dan Komisi Penyiaran Daerah, Badan Penang-
Lembaga Teknis Daerah (LTD) sudah gulangan Bencana Alam, Sekretariat Korpri,
mencapai jumlah yang maksimal sehingga Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan
tidak memungkinkan KPH berbentuk LTD. Kehutanan, Badan Pengawasan Perbatasan dan
Kemungkinan pembentukan SKPD baru lainnya. Dengan demikian kedua KPH model
adalah dalam bentuk “Lembaga Lain” sesuai tersebut dapat berbentuk Lembaga Lain yang
pasal 45 pada PP41/2007 yaitu pembentukan setara dengan Lembaga Teknis Daerah.
lembaga lain untuk melaksanakan tugas dan Berdasarkan Zainudin (2010) bahawa
fungsi sebagai perangkat daerah sesuai perubahan organisasi pemerintahan daerah
peraturan perundangan (Permenhut, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang
Permendagri dan PP41/2007). Bentuk lembaga terdiri dari politik, sosial budaya dan organisasi
123
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130
lain terkait dan faktor internal antara lain yang mempengaruhi perubahan organisasi
tujuan organisasi, struktur organisasi, kepe- UPTD KPH menjadi SKPD dapat dilihat pada
mimpinan dan sumberdaya fisik. Berdasarkan Tabel 4.
hasil wawancara, faktor eksternal dan internal
Tabel 4. Faktor yang mempengaruhi perubahan organisasi dari UPTD menjadi SKPD
Table 4. Factors that influence changes in the organization of UPTD to become SKPD
Eksternal (External) Internal (Internal)
Politik/hukum Sosbud Organisasi Tujuan Struktur Kepemim Sumberdaya fisik
lain terkait organisasi, organisasi pinan Pendanaan
Visi dan misi
1. PP6/2007 j0 Perubahan Interaksi Hutan lestari, Hirarki, Kesamaan Kelengkapan
PP3/2008 tata nilai dgn ekonomi SDM persepsi sarpras
2. Permendagri masyarakat organisasi berkelanjutan
61/2010 lain
3. PP 41/2007
Bentuk masih Masalah Sinkronisasi Belum Terbatas - Masih Ketergantungan
UPTD tenurial baik kegiatan operasional nya SDM ditemukan pada pusat masih
Kepentingan masyarakat KPH dengan sepenuhnya, yang perbedaan cukup tinggi
politik dan atau UPT pusat, baru persiapan profesion persepsi dalam pengadaan
ekonomi pemegang pemda, dlm organisasi al sarpras, karena
daerah IUPHHK pemegang UPTD keterbatasan
Kehutanan ijin, Keterbatasan daerah dalam
urusan pilihan, masyarakat kewenangan pendanaan
berdasarkan dalam Untuk menjadi
pertimbangan pengelolaan KPH mandiri
kondisi, kawasan masih
kekhasan dan (Dinas hanya membutuhkan
potensi sebagai waktu yang
unggulan regulator) lama.
daerah. Dengan satker
sendiri maka
KPH lebih
leluasa
mengelola
pendanaan
(dibanding
UPTD)
Sumber (Source) : Data primer diolah (Primary data processed)
UPTD KPH bisa ditingkatkan menjadi perangkat daerah, perlu dilakukan evaluasi
SKPD perlu diikuti oleh adanya komitmen organisasi dari daerah. Tim evaluasi organisasi
daerah yaitu melalui peraturan gubernur/ terdiri dari bupati sebagai pelindung, sekda
bupati sekaligus dukungan pusat untuk sebagai penasihat, sekretaris, staf ahli dan lain-
memfasilitasi pembangunan KPH. Volume lain yang bertugas untuk mengevaluasi semua
kegiatan dan kewenangan juga harus jelas SKPD. Tim ini akan mengkaji seberapa
antara Dishut selaku penyelenggara penting pemerintah daerah untuk membentuk
pengurusan hutan yang melakukan pelayanan organisasi perangkat daerah yang baru
administrasi pengurusan seperti perijinan dan berdasarkan beberapa pertimbangan kriteria.
KPH selaku penyelenggara pengelolaan yaitu Pembentukan SKPD baru tim evaluasi akan
teknis pengelola kawasan. Untuk melakukan mempertimbangkan kriteria-kriteria antara
perubahan organisasi menjadi organisasi lain:
124
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani
a. Kebutuhan (anggaran dan SDM) daerah kerjasama dengan universitas dan instansi
b. Potensi daerah terkait sangat diperlukan.
c. Ciri khas daerah Untuk merubah organisasi KPH, Dinas
d. Perlu menerapkan prinsip “miskin struk- Kehutanan Kabupaten mengusulkan ke Pemda
tur dan kaya fungsi” dan mempertimbang- dengan kelengkapan data terkait. Tugas Biro
kan apakah penambahan SKPD benar- Hukum Pemda Kabupaten adalah memproses
benar diperlukan daerah atau malah pembuatan perda untuk perubahan organisasi
menambah beban biaya daerah. UPTD KPH menjadi SKPD.
e. Seberapa besar volume dan gambaran a. Tugas Biro Hukum adalah mendampingi
kegiatan KPH yang jelas sehingga harus Dinas Kehutanan untuk draffting perda,
dibentuk SKPD baru dimana draft perda harus dilengkapi oleh :
f. Bagaimana tata hubungan kerja SKPD Dasar-dasar hukum dan referensi terkait
KPH dengan Dinas Kehutanan pembentukan SKPD tersebut.
Permasalahan dalam transisi UPTD Draft naskah akademik yang meng-
KPH menjadi SKPD baru adalah : pada tahap gambarkan latar belakang kepentingan
pembahasan oleh DPRD tentang pemben- dan manfaat terbentuknya SKPD KPH,
tukan lembaga lain yang sangat tergantung dan hal ini akan menentukan kelayakan
pada kebijakan politis daerah, urusan pembentukan organisasi yang dimaksud.
kehutanan sebagai pilihan. Salah satu b. Proses pembahasan Perda untuk pem-
tantangan adalah bagaimana meyakinkan bentukan SKPD KPH
DPRD untuk membentuk organisasi KPH Beberapa tahap yang harus dilakukan
yang disertai komitmen dan kebijakan politis dalam pembentukan SKPD tersaji pada
daerah yang mendukung serta naskah Gambar 6.
akademik yang komprehensif sehingga
PENGESAHAN PERDA
125
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130
C. Sumberdaya Manusia, Sarana dan dan aturan). Dari pengertian di atas, apabila
Prasarana Dalam Pembangunan KPH dikaitkan dengan pola pengelolaan KPH
bahwa masih ada permasalahan dari aspek
Suryono (2010) menjelaskan bahwa
SDM dalam KPH.
organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari
pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara
1. KPHP Banjar
teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok
orang untuk mencapai suatu tujuan. Lebih Ketersediaan SDM adalah salah satu
lanjut, Suryono (2010) menjelaskan bahwa syarat terbentuknya suatu organisasi, untuk
perilaku suatu organisasi dipengaruhi oleh 4 KPH Banjar kondisi SDM dapat dilihat pada
(empat) unsur antara lain struktur, orang atau Tabel 5 berikut :
SDM, teknologi dan lingkungan (kebijakan
Pengembangan Sumber Daya Manusia bisa berasal dari SDM Pusat yang ada pada
(SDM) harus selalu diupayakan secara terus- masing-masing UPT Kehutanan di daerah atau
menerus untuk meningkatkan kinerja mutasi dari instansi lain. UPT pusat dalam hal
organisasi dan memelihara eksistensinya. ini BP2HP pada tahun 2010 memfasilitasi
Pengembangan SDM dalam hal ini adalah insentif untuk SDM yang ada di KPH Banjar
setiap usaha untuk memperbaiki pelaksanaan sebanyak 7 (tujuh) orang (KKPH : Rp 1,5
pekerjaan yang sekarang maupun yang akan juta/bulan, KTU : RP 1 juta/bulan dan 5 staff
datang, dengan memberikan informasi, @ Rp 500.000/bulan).
mempengaruhi sikap atau menambah
ketrampilan. SDM yang ada dalam KPH saat 2. KPHP Lalan Mangsang Mendis
ini merupakan tenaga kerja dinas kehutanan
Jumlah SDM yang terdapat di KPH
yang dipekerjakan pada kantor KPH, dimana
Lalan baru sejumlah 5 orang, sangat terbatas
latar belakang semua tenaga kerja ber-
untuk pengelolaan kawasan hutan.
pendidikan kehutanan dan sudah sesuai
Berdasarkan latar belakang pendidikannya
dengan bidang pekerjaannya. Jika KPH telah
SDM yang terdapat di KPH Lalan cenderung
operasional secara penuh, maka para tenaga
tidak sesuai atau tidak memiliki pendidikan
kerja tersebut akan dialihkan ke KPH dan
formal kehutanan, walaupun memiliki
merupakan tenaga kerja tetap. Apabila masih
pengalaman kerja di Dinas Kehutanan
terdapat kekurangan SDM maka akan
kabupaten Muba. Kondisi SDM KPH Lalan
dilakukan recruitment SDM baru (fresh
dapat dilihat pada Tabel 6.
graduate) dengan latar belakang kehutanan dan
bidang lain yang mendukung. Tenaga kerja ini
126
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani
Dari Tabel 6 terlihat bahwa untuk dan seleksi sesuai kualifikasi yang diperlu-
jabatan KKPH, KTU dan dua kaur lainnya kan.
mempunyai latar belakang pendidikan yang 3. Perencanaan untuk pengembangan SDM
tidak sesuai yaitu non kehutanan. Sementara yang telah ada.
itu golongan KKPH seharusnya sudah Perencanaan kebutuhan SDM untuk
mencapai golongan minimal III d sebagaimana KPH berdasarkan bentuk struktur organisasi-
tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan nya dan untuk tenaga teknis lapangan
Republik Indonesia Nomor : P. 42/Menhut- didasarkan atas luasan wilayah. Untuk tenaga
II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang teknis KPH disesuaikan dengan luasan KPH
Teknis Kehutanan pada KPHL dan KPHP. diluar kawasan IUPHHK, Hutan Desa, dan
KPH sebagai organisasi yang baru Hutan Tanaman Rakyat (HTR); serta
terbentuk tentunya memerlukan perencanaan kemampuan daerah untuk memenuhi SDM.
SDM untuk menggerakkan roda organisasi. Rangkaian pelaksanaan perencanaan
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam SDM juga terintegrasi dengan rencana suatu
perencanaan SDM antara lain pengumpulan organisasi baik dalam jangka pendek maupun
data kegiatan yang dikembangkan organisasi, jangka panjang (Nawawi, 1997:144 dalam
kebijakan strategis, kondisi dan pengem- Sunarta, 2009). Selain memperhatikan struktur
bangan SDM, formasi jabatan dengan uraian organisasi, perencanaan SDM yang akan
kerja, analisis jabatan dan lain-lain (Sulistiyani datang terkait dengan perencanaan jangka
dan Rosida, 2009). Dalam perencanaan SDM panjang yang diuraikan dalam kegiatan-
terdapat langkah-langkah pokok yaitu : kegiatan yang digunakan sebagai masukan dari
1. Perencanaan kebutuhan SDM. perencanaan operasional jangka menengah ke
2. Perencanaan untuk penerimaan tenaga baru dalam tahap kegiatan perkiraan kebutuhan
127
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130
128
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani
jelas dan tata hubungan kerja dengan Dinas Kehutanan Muba. 2011. Data
stakeholders terkait termasuk pemegang ijin Kepegawaian Dinas kehutanan
yang dapat dituangkan melalui peraturan. Kabupaten Musi Banyuasin. Sekayu.
2. Perlu adanya komitmen daerah untuk
Dinas Kehutanan Banjar. 2010. Statistik
mendukung pembentukan organisasi KPH
Kehutanan Kabupaten Banjar.
dari UPTD menjadi SKPD sebagai evaluasi
Banjarbaru.
draft rancangan peraturan bersama antara
Kemenhut dan Kemendagri. Ditjen Planologi. 2011. Perkembangan
3. Kelembagaan KPH yang berbentuk SKPD Penetapan Wilayah KPH sampai
perlu adanya kebijakan yang mengatur Agustus 2011. Jakarta.
sumber dana untuk satker (sumber
Ditjen Planologi. 2010. Perkembangan
perimbangan keuangan pusat dan daerah),
Penetapan Wilayah KPH sampai April
sehingga dana yang ada dapat dikembali-
2010. Jakarta.
kan ke pengelolaan hutan secara lestari.
4. Dana pusat baik dekonsentrasi/DAK/ Departemen Kehutanan. 2007. Pedoman
DIPA dan lainnya diarahkan untuk Pembentukan Kelembagaan KPH.
pembentukan SKPD dan operasional Ditjen Planologi, Dephut. Jakarta.
kegiatan KPH. Contoh : Sumber
LAN. 2007. Modul Analisis dan Diagnostik
pendanaan bagi KPH dapat dilakukan bila
Organisasi. Lembaga Administrasi
dana dekonsentrasi dikurangi porsinya dan
Negara. Jakarta.
dialihkan ke fasilitasi KPH
5. Perlu perencanaan SDM dengan langkah- Nurrochmat,DR. 2010. Modul Pelatihan
langkah antara lain : Perencanaan Analisis Kebijakan Kehutanan. Training
kebutuhan SDM, penerimaan tenaga baru for policy analysis and research report
dan kualifikasi yang sesuai. Khusus untuk writing : Staretegies to produce a better
KPHP yang pada umumnya telah memiliki policy brief. Puslitsosek, Badan Litbang
ijin, pengadaan SDM perlu disesuaikan Kementerian kehutanan. Bogor.
kompetensinya dengan WASGANIS-
Kartodihardjo H. 2008. Presentasi Pem-
PHL.
bangunan KPH : Makalah Kerangka
Hubungan Kerja Antar Lembaga
Sebelum dan Setelah adanya KPH.
DAFTAR PUSTAKA
Kerjasama dengan GTZ dan Dirjen
Planologi, Kemenhut. Jakarta.
Akadira T. 2010. Faktor-faktor yang mem-
pengaruhi Kinerja Organisasi. Tesis, Parwiyanto H. 2009. Perilaku Organisasi :
tidak diterbitkan. FISIP, UI. Jakarta. Perencanaan Sumberdaya Manusia.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Azhar KA. 2008. Analisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sebelum Sunarta. 2009. Perencanaan SDM : Kunci
dan Sesudah Otonomi Daerah. Keberhasilan Organisasi. FISE
Universitas Sumatera Utara. Medan. Universitas Negeri Yogyakarta.
Dinas Kehutanan Sumsel. 2009. Statistik Sulistiyani A dan Rosidah. 2009. Manajemen
Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. Sumberdaya Manusia : Konsep, Teori
Palembang. dan Pengembangan dalam Konteks
129
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130
130