You are on page 1of 17

KAJIAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ORGANISASI KESATUAN

PENGELOLAAN HUTAN (KPH) DI DAERAH (STUDI KASUS KPH


BANJAR, KALIMANTAN SELATAN DAN KPH LALAN MANGSANG
MENDIS, SUMATERA SELATAN)
(Study of Policy Implementation of Forest Management Unit (FMU)
Organization in Regency Level) (Case study at Banjar FMU,
South Kalimantan and Lalan Mangsang Mendis FMU, South Sumatera)

Oleh /By :
Elvida Yosefi Suryandari1 dan Sylviani2
1,2
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16118. Telp (0251) 8633944, Fax : (0251) 8634924
Email : elvida_ys@yahoo.com, sylvireg@yahoo.co.id

Diterima 12 Maret 2012, disetujui 1 Juni 2012

ABSTRACT

Forest Management Units (FMUs) establishment has been laid as a strategic objective to better
management of forests. However, problems are still encountered in the development of FMUs, such as
institutional framework of its funding and human resources avaibility. This study aims to: (1) analyze the policy
implementation of FMU organization; and (2) analyze the availability of human resources in FMU
development. The study was conducted in Lalan Mangsang Mendis FMU, South Sumatra Province and Banjar
FMU, South Kalimantan Province. The data were collected using purposive sampling and analyzed using
human resource planning analysis and policy analysis.
The results showed that the current form of FMU organization is a technical implementation unit of
"Regional Working Unit" (RWU) of Forestry Office. There is an incompatibility of the structure with the
organizational structure of the existing regulation. The organization model has some weaknesses, such as
limitations of budget and authority, and lack of human resources (quantity and quality). Regional Working
Unit (RWU) form could consist of a secretariat, a service unit, technical unit (TU), or other working unit as part
of the regency organizations. Regional Working Unit (RWU) form that is compatible for FMU should be TU or
other working unit. According to article 45 on PP41/2007, FMU organizations should not be in form of ”TU”
but may be an "other working unit", because the existing organization components already reached a maximum
score. The current priority should be how to strengthen the FMU institution as "Regional Working Unit"
(RWU) with a good planning. Important steps are still needed before the operation of FMU, such as how to
determine the role and function of FMU and working relationships with relevant stakeholders including forest
license holders, which then should be arranged in the form of regulations. Further, the commitment of local
government is needed to support the formation of a FMU as RWU.

Key words : Forest Management Unit, form of organization, compatibility and Human Resources

114
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani

ABSTRAK

Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) telah ditetapkan sebagai tujuan strategis untuk
mengelola hutan yang lebih baik. Walaupun demikian masih banyak kendala dijumpai dalam
pembangunan KPH, diantaranya masalah kelembagaan dalam pendanaan dan pengembangan
sumberdaya manusia (SDM). Penelitian ini bertujuan untuk : (1) Mengkaji implementasi kebijakan
terkait organisasi KPH dan (2) Mengkaji ketersediaan SDM pendukung dalam pembangunan KPH.
Penelitian dilakukan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Lalan Mangsang Mendis, Provinsi
Sumatera Selatan dan KPHP Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Pengumpulan data dilakukan dengan
purposive sampling. Data dianalisis dengan analisis perencanaan SDM dan analisis kebijakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk organisasi KPH saat ini adalah UPTD dari Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Kehutanan. Penelitian menunjukkan adanya ketidaksesuaian
organisasi UPTD dengan peraturan yang ada. Bentuk organisasi tersebut mempunyai keterbatasan dalam
anggaran dan kewenangan pelaksanaan kegiatan, Sumberdaya Manusia (SDM) baik kuantitas dan kualitas.
Bentuk SKPD dapat berupa sekretariat, Dinas, Lembaga Teknis Daerah (LTD), atau lembaga lain sebagai
bagian dari perangkat daerah. Bentuk KPH yang tepat adalah LTD atau lembaga lain. Sesuai pasal 45 pada
PP41/2007 maka organisasi KPH tidak bisa berbentuk “Lembaga Teknis Daerah”, tapi dalam bentuk
“Lembaga Lain” karena skor organisasi di kabupaten sudah menunjukkan nilai yang maksimal.
Kebutuhan saat ini adalah bagaimana memperkuat kelembagaan KPH sebagai SKPD dengan perencanaan
yang baik. Langkah-langkah penting masih diperlukan sebelum KPH operasional adalah penentuan peran
dan fungsi KPH secara jelas dan tata hubungan kerja dengan stakeholder terkait termasuk pemegang ijin
yang dapat dituangkan melalui peraturan. Lebih lanjut, komitmen daerah diperlukan untuk mendukung
pembentukan KPH menjadi SKPD.

I. PENDAHULUAN Bangun, (2) Arahan Pencadangan, (3) Usulan


Penetapan dan (4) Penetapan oleh Mentri
Komitmen negara untuk mewujudkan Kehutanan. Pembentukan wilayah KPH telah
pengelolaan hutan lestari diwujudkan dengan dilakukan pada 23 provinsi yang tersebar di
pembentukan unit-unit manajemen kecil Indonesia, yaitu meliputi 342 unit KPHP dan
dalam kawasan hutan berupa Kesatuan 179 unit KPHL (Ditjen Planologi, 2011).
Pengelolaan Hutan (KPH) (UU 41/1999, PP Keseluruhan berjumlah 521 KPH (tidak
44/2004, PP 6/2007 jo 3/2008). KPH adalah termasuk KPHK), dengan 30 unit KPH model
organisasi yang mewakili entitas kawasan di termasuk KPH Banjar dan KPH Lalan yang
tingkat lapangan untuk menjamin pening- menjadi lokasi penelitian. Prasyarat yang harus
katan kepastian kawasan dan terselenggaranya dipenuhi dalam pembentukan KPH adalah (1)
keberlanjutan kelola kawasan untuk produksi Penetapan Wilayah KPH, (2)Kelembagaan
hasil hutan (kayu dan non kayu), penyerapan KPH yang meliputi aspek organisasi, SDM,
karbon dan kesejahteraan masyarakat Sarpras, pendanaan dan (3) Tersedianya hasil
(Departemen Kehutanan, 2007). Berdasarkan Tata Hutan dan Rencana Pengelolan Hutan.
Permenhut P 6/Menhut-II/2009 mengenai Upaya untuk mewujudkan pem-
Prosedur Pembentukan Wilayah Kesatuan bangunan KPH menemui beberapa per-
Pengelolaan Hutan (KPH), tahapan masalahan antara lain :1) Belum dipahaminya
pembentukan KPH terdiri dari : (1) Rancang dan belum sinerginya Peraturan Perundangan-

115
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130

undangan yang yang terkait dalam II. METODE PENELITIAN


pembentukan KPH, 2) Perbedaan kesiapan di
masing-masing daerah, 3) Belum disepakatinya A. Lokasi Penelitian
bentuk organisasi KPH dan (4) Sumber daya
Penelitian difokuskan pada Kesatuan
manusia (Kartodihardjo, 2008). Hasil
Pengelolaan Hutan Model yaitu KPHP Banjar
penelitian (Suryandari dan Sylviani, 2009)
(Provinsi Kalimantan Selatan) dan KPHP
menunjukkan bahwa pembangunan KPH
Lalan Mangsang Mendis (Provinsi Sumatera
sangat dipengaruhi oleh aspek kelembagaan
Selatan).
yaitu bentuk dan struktur organisasi dan
peraturan pendukung. Aspek lain yang
B. Kerangka Analisis
berpengaruh adalah dalam perencanaan,
utamanya tingkat kematangan master plan Berdasarkan penjelasan Pasal 8 ayat 1 PP
yang dibuat, masalah pendanaan dan tata batas No 3 tahun 2008, organisasi KPH diharapkan
kawasan. menjadi organisasi yang mampu menyeleng-
Pembangunan KPH tidak terlepas dari garakan pengelolaan yang dapat menghasilkan
masalah bentuk struktur organisasi yang nilai ekonomi, mengembangkan investasi dan
selanjutnya akan mempengaruhi pelaksanaan menggerakkan lapangan kerja, memiliki
KPH. Suryono (2010) menjelaskan bahwa kompetensi perencanaan dan melindungi
organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari kepentingan publik, mampu menjawab
pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara dampak pengelolaan secara global seperti
teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok perubahan iklim dan berbasis profesionalisme
orang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. kehutanan. Untuk menjadi organisasi seperti
Lebih lanjut, Suryono (2010) menjelaskan yang disebutkan di atas diperlukan strategi
bahwa perilaku suatu organisasi dipengaruhi pengelolaan hutan lestari termasuk masalah
oleh 4 unsur antara lain struktur, orang atau pendanaan dan ketersediaan SDM dalam
SDM, teknologi dan lingkungan (kebijakan kegiatan pengelolaan KPH.
dan aturan). Kebijakan organisasi KPH yaitu Kerangka analisis penelitian ini dilaku-
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 61 tahun kan dengan melihat Peraturan Pemerintah No.
2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata 6 tahun 2007 jo No 3 tahun 2008 tentang Tata
Kerja KPHP dan KPHL menjadi tantangan Hutan Dan Penyusunan Rencana Pengelolaan
tersendiri bagi daerah karena adanya Hutan, Serta Pemanfaatan Hutan, bahwa
perbedaan kesiapan setiap daerah untuk persyaratan suatu organisasi KPH telah
membangun KPH. Secara umum penelitian ini mengakomodir pengelolaan hutan lestari
bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi secara utuh. Selanjutnya dilakukan analisis
organisasi KPH di daerah, (2) Mengkaji terhadap organisasi KPH yang ada dengan
implementasi kebijakan terkait organisasi analisis SDM dan analisis kebijakan untuk
KPH dan (3) Mengkaji ketersediaan SDM dapat memberikan rekomendasi kebijakan.
pendukung dalam pembangunan KPH. Rincian kerangka analisis penelitian dapat
dilihat pada Gambar 1.

116
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani

Mampu Permasalahan Analisis R


melaksanakan Kelembagaan SDM E
kegiatan (PP6/07 K
jo PP3/08) : O
1. Pengelolaan M
hutan Bentuk organisasi SDM E
2. Peningkatan KPH N
KPH investasi Pendanaan D
3. Kepentingan & faktor lain A
publik S
4. Pengelolaan I
hutan terkait Analisis
climate kebijakan
change
5. Profesional
kehutanan

Gambar 1. Kerangka analisis penelitian


Figure 1. Framework of research analysis

C. Pengumpulan Data mengetahui pengaruh apa saja yang terjadi


setelah suatu peraturan ditetapkan.
Pengumpulan data dilakukan dengan
Menurut Patton dan Sawicki dalam
teknik sampling secara purposive. Teknik
(Azhar, 2008) tahap implementasi
sampling ini dilakukan melalui penentuan
berkaitan dengan berbagai kegiatan yang
sampel dengan mempertimbangkan kriteria-
diarahkan untuk merealisasikan program,
kriteria tertentu yang telah dibuat terhadap
dimana pemerintah mengatur cara-cara
obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian
untuk menerapkan kebijakan (dalam
yaitu para pihak yang terkait dalam
bentuk regulasi) sehingga mampu
pembangunan KPH. Pengumpulan data
mengatur secara efektif dan efisien
dilakukan dengan beberapa cara antara lain:
sumberdaya, unit teknis dan prosedur yang
1. Studi literature dan pencatatan, yaitu
mendukung pelaksanaan program.
mempelajari dokumen dan literatur yang
Kesesuaian suatu kebijakan atau peraturan
berkaitan dengan pengelolaan KPH di
perundang-undangan tidak bisa dilihat
Pusat, Provinsi, Kabupaten.
hanya dari materi muatan dan hierarkinya
2. Wawancara mendalam, yaitu melakukan
(normatif). Selain aspek normatif, suatu
wawancara kepada instansi pemerintah
analisis kebijakan menyeluruh menyang-
terkait (Pusat, Provinsi, Kabupaten).
kut implementasi kebijakan (positif) harus
3. Pengamatan lapangan untuk melihat
dikaji secara bersama-sama (Nurrochmat,
kondisi pengelolaan KPH.
2010).
2. Untuk mengetahui kemungkinan alokasi
D. Analisis Data
dan ketersediaan sumber daya manusia
1. Kajian ini difokuskan untuk mengkaji (SDM) dalam organisasi KPH dilakukan
implementasi suatu kebijakan yaitu pendekatan deskriptif kualitatif melalui
Permendagri 61/2010, dengan cara pendekatan analisis Perencanaan

117
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130

Sumberdaya Manusia (PSDM) yang Tabel 1. Kawasan hutan berdasarkan fung-


merupakan proses analisis dan identifikasi sinya di KPH Banjar
tersedianya kebutuhan akan sumber daya Table 1. Forest area based on its function in
manusia sehingga organisasi yang baru Banjar FMU
dapat operasional. Pengembangan rencana
Fungsi hutan Luas (area)
SDM merupakan rencana jangka panjang No
(Forest function) (ha)
dalam suatu organisasi dalam memper- 1 Hutan Produksi Terbatas 25.354
timbangkan alokasi orang-orang pada 2 Hutan Produksi Tetap 72.513
tugasnya sesuai tujuan organisasi 3 Hutan Lindung 42.090
(Parwiyanto,2009). Prosedur perencanaan Total 139.957
SDM antara lain (a) Menetapkan secara Sumber (Source) : Dinas Kehutanan Banjar (2010)
jelas kualitas dan kuantitas SDM yang (Banjar Forestry Office,2010)
dibutuhkan sesuai tujuan organisasi, (2)
Mengumpulkan data dan informasi
tentang SDM, (3) Mengelompokkan data Kawasan KPHP Banjar memiliki luasan
dan informasi serta menganalisisnya dan (4) hutan produksi yang cukup besar yaitu hutan
Menetapkan alternatif termasuk kemung- produksi terbatas seluas 25.354 ha (18,1%),
kinan mobilisasi SDM. hutan produksi tetap seluas 72.513 ha (51,8 %)
dan sedikit hutan lindung seluas 42.090 (30,1%)
(Tabel 1). Berdasarkan wilayah administrasi
III. HASIL DAN PEMBAHASAN maka wilayah KPH Banjar meliputi 5 (lima)
kecamatan yang didalamnya terdapat
A. Perkembangan KPH di Lokasi penduduk yang bermukim yaitu Kecamatan
Penelitian Pengaron (4.572 KK), Peramasan (1.014 KK),
Sungai Pinang (4.350 KK), Sambung Makmur
Penetapan wilayah KPH sesuai
(2.455 KK) dan Telaga Bauntung (1.015 KK)
Kemenhut No. SK.78/MENHUT-II/2010
(Dinas Kehutanan Banjar, 2010). Pemanfaatan
tanggal 10 Februari 2010 untuk provinsi
lahan di KPHP Banjar antara lain untuk
Kalimantan Selatan terdiri dari : 3 (tiga) unit
pemukiman, transmigrasi, KHDTK dan
KPHL (331.418 ha) dan 7 (tujuh) unit KPHP
pemegang ijin. Untuk lebih jelas dapat dilihat
(1.072.343 ha). Dari ketujuh KPH tersebut
kawasan KPH Banjar pada Gambar 2.
terdapat 1 unit KPH model yaitu : KPHP
Model Banjar seluas 139.957 hektar di
Kabupaten Banjarbaru yang ditetapkan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan No.793/Menhut-II/2009 tanggal 7
Desember 2009. Penetapan wilayah KPHP
Model Banjar berdasarkan fungsi hutan dapat
dilihat pada Tabel 1 berikut :

118
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani

Gambar 2. Peta Pemanfaatan Lahan KPH Banjar (KPH Banjar, 2010)


Figure 2. Landuse map of Banjar FMU(Banjar FMU, 2010)

Sementara itu pemerintah Provinsi II/2009 tanggal 7 Desember 2009 adalah KPH
Sumatera Selatan telah mengusulkan Produksi Model Lalan Mangsang Mendis
Penetapan wilayah KPH Produksi dan KPH (LMM) di Kabupaten Musi Banyuasin seluas
Lindung sesuai surat Gubernur Sumatera 265.953 ha (12,9% dari luas hutan produksi).
Selatan Nomor 522/0064/Hut/2010 tanggal KPHP ini terdiri dari 2 (dua) kelompok hutan
11 Januari 2010 dan telah ditetapkan oleh yaitu HP Lalan dan HP Mangsang Mendis,
Menteri Kehutanan sesuai Keputusan Menteri wilayah kawasannya masuk DAS Banyuasin
No. SK.76/Menhut-II/2010 tanggal 10 Sub DAS Lalan yang bermuara ke Sungai
Pebruari 2010. Penetapan Kawasan Hutan di Banyuasin dan Selat Bangka.
Provinsi Sumatera Selatan terbagi menjadi 24 Pemanfaatan lahan dalam kawasan
Unit KPH terdiri dari 14 unit KPH Produksi KPHP Lalan Mangsang Mendis antara lain
seluas 2.059.461 ha dan 10 unit KPH Lindung pemegang ijin Hutan Tanaman Industri (HTI),
seluas 498.941 ha. KPH model di Sumsel yang HTR dan hutan desa, lebih lanjut dapat dilihat
ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri pada Gambar 3.
Kehutanan Nomor SK. 789/MENHUT-

119
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130

Gambar 3. Peta pemanfaatan lahan di KPH Lalan Mangsang Mendis


Figure 3. Land use map of Lalan Mangsang Mendis FMU

B. Identifikasi Organisasi KPH tentang pengelolaan hutan; Kepala KPH


minimal akan membawahi : seksi operasional
Fakta yang terjadi adalah terdapat
(Tata Usaha); seksi perencanaan dan pemetaan;
permasalahan kelembagaan dalam pem-
seksi pemanfaatan dan perlindungan; seksi
bangunan KPH yaitu bentuk organisasinya
rehabilitasi dan reklamasi; dan tim Adhoc.
termasuk terkait masalah SDM dan
Organisasi KPH bertugas menyelenggarakan
pengaturan pendanaan. Bentuk organisasi
pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi
KPH model didasarkan pada masing-masing
hutannya dan melaksanakan kebijakan baik
Peraturan Daerah baik di provinsi maupun
pemerintah pusat maupun daerah yang
kabupaten yang berbentuk Unit Pelaksana
berhubungan dengan kehutanan. Tim ad-hoc
Teknis Daerah (UPTD) Dinas Kehutanan.
dibentuk berdasarkan keperluan; terutama saat
awal dalam melaksanakan kegiatan tata hutan
1. KPH Banjar
dan penyusunan rencana pengelolaan hutan
KPHP Banjar telah membentuk institusi jangka panjang dan jangka pendek. Dalam hal
pengelola berupa UPT di bawah Dinas ini terdapat ketidaksesuaian antara struktur
Kehutanan Kabupaten Banjar. Struktur organisasi yang telah terbentuk dengan uraian
organisasi UPT KPHP Banjar disajikan pada organisasi KPH berdasarkan PP no 6 tahun
Gambar 4, dimana struktur organisasi terdiri 2007 jo PP no 3 tahun 2008.
dari kepala UPT KPH Banjar, Tata usaha dan
tenaga fungsional. Berdasarkan PP no 6 tahun
2007 jo PP no 3 tahun 2008 pasal 9 dan pasal 12

120
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani

Kepala UPT KPH telah dilakukan KPHP Banjar antara lain :


sosialisasi, inventarisasi potensi, dan pem-
Tata Usaha
bentukan Demonstration Plot (Demplot)
dengan melibatkan masyarakat dengan sumber
dana pengelolaan KPH berasal dari APBD
Tenaga Fungsional
pada DIPA Dinas Kehutanan Kabupaten
Banjar.
Gambar 4. Struktur organisasi KPH Banjar
Figure 4. The organizational structure of 2. KPHP Lalan Mangsang Mendis
Banjar FMU
Berdasarkan Peraturan Bupati
Banyuasin No. 24 Tahun 2009 tentang
Jumlah SDM yang ada hingga saat Pembentukan Unit Pelaksana Tekni Dinas
penelitian di KPH Model Banjar sebanyak 10 (UPTD) Kesatuan Pengelolaan Hutan
orang, terdiri dari Kepala KPH; Kepala Tata Produksi (KPHP) Lalan Mangsang Mendis
Usaha; dan 5 orang Tenaga Fungsional serta 3 Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Banyuasin,
orang tenaga lapangan (SK Bupati Banjar no 13 struktur organisasi UPTD KPH Lalan
Tahun 2009 tentang Pembentukan Organisasi Mangsang Mendis adalah sebagai berikut
UPT KPH, tanggal 1 Juli 2009). Kegiatan yang (Gambar 5) :

Kepala UPTD KPHP

Kelompok Jabatan Kepala Sub Bagian


Fungsional Tata Usaha

Kaur Perencanaan Kaur Pemanfaatan dan Kaur Pembinaan dan


dan Monev Penggunaan Kawasan Hutan Perlindungan Hutan

Gambar 5. Struktur organisasi KPH Lalan Mangsang Mendis


Figure 5. The organizational structure of Lalan Mangsang Mendis FMU

Struktur organisasi KPH Lalan terdiri Beberapa permasalahan yang timbul


dari Kepala UPTD; Kepala Sub Bag Tata dengan bentuk UPTD KPH, antara lain :
Usaha;Kepala Urusan (Kaur) Perencanaan dan
a. Keterbatasan anggaran
Monev; Kaur pemanfaatan dan penggunaan
Tidak memiliki Satker sendiri sehingga
kawasan; Kaur pembinaan dan perlindungan
terbatas dalam mendapatkan anggaran (+
hutan; dan jabatan Fungsional. Eksistensi
20% dari anggaran Dinas Kehutanan).
SATGAS POLHUT sebagai satuan tugas
b. Keterbatasan pelaksanaan kegiatan
fungsional di KPHP Lalan Mangsang Mendis
Kegiatan harus mengacu kepada program
adalah sebagai kontribusi penguatan
yang telah dibuat oleh Pemerintah Daerah
kelembagaan KPHP sebelum KPHP memiliki
yang berkaitan dengan kehutanan melalui
Forest Ranger.
kegiatan Dinas kehutanan.

121
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130

c. Keterbatasan SDM Aparatur Negara (Menpan) dan Menteri


Sumberdaya manusia umumnya masih Dalam Negeri (Mendagri) tentang organisasi
berasal dari Dinas Kehutanan terkait KPH. Melalui surat No. 061/4206/SJ oleh
dimana kualitas SDM masih terbatas. Mendagri ke Menpan tanggal 30 Nopember
d. Ketidaksesuaian struktur organisasi 2009, dan ditanggapi oleh Menpan melalui
Organisasi KPH bertugas menyeleng- surat No. B/858/M.PAN-RB/4/2010 tanggal
garakan pengelolaan hutan sesuai dengan 13 April 2010. Kementerian PAN menya-
fungsi hutannya dan melaksanakan rankan bahwa organisasi KPH berbentuk
kebijakan baik pemerintah pusat maupun UPTD, di lain pihak bentuk UPTD memiliki
daerah yang berhubungan dengan beberapa kelemahan sehingga perlu dilakukan
kehutanan. PP no 6 tahun 2007 jo PP no 3 pembahasan lebih lanjut.
tahun 2008 pasal 9 dan pasal 12; dimana Permendagri No 61 tahun 2010 tentang
Kepala KPH minimal membawahi 4 seksi Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Kesatuan
dan Tim Adhoc (dibentuk berdasarkan Pengelolaan Hutan Lindung dan Kesatuan
keperluan; terutama saat awal dalam Pengelolaan Hutan Produksi di Daerah,
kegiatan tata hutan dan penyusunan menyatakan bahwa organisasi KPHP dan
rencana pengelolaan hutan jangka panjang KPHL merupakan Satuan Kerja Perangkat
dan jangka pendek). Struktur organisasi Daerah (SKPD); sesuai dengan PP No 41 tahun
pada kedua KPH menunjukkan bentuk 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
yang berbeda, dimana KPH Lalan struktur Kabupaten, paragraph 2 mengenai “Jumlah
organisasi telah mengacu pada PP No 3 Besaran Organisasi “(pasal 21 butir 3) yang
tahun 2008 sementara KPH Banjar belum ditentukan oleh jumlah penduduk, luas
mengakomodir untuk seksi perencanaan wilayah dan besarnya APBD. Berdasarkan
dan pemetaan; seksi pemanfaatan dan per- kriteria untuk scoring besaran organisasi (PP
lindungan; seksi rehabilitasi dan reklamasi; 41 tahun 2007) yaitu apabila jumlah penduduk
hal ini dikuatirkan akan mempengaruhi suatu kabupaten berkisar antara 450.001 -
pelaksanaan teknis pengelolaan hutan 600.000, skor mencapai 32; luas wilayah lebih
2
kedepan. dari 2000 km akan memiliki skor 35.
Selanjutnya untuk kriteria APBD yaitu apabila
C. Implementasi Kebijakan Organisasi jumlah APBD suatu kabupaten mencapai 800
KPH milyar memiliki skor 20, sedangkan besar
APBD lebih dari 800 milyar memiliki skor 25.
Sebelum ditetapkannya Permendagri No
Lebih lanjut perhitungan skor organisasi
61 tahun 2010, telah terjadi proses rancangan
untuk Kabupaten Musi Banyuasin dan
peraturan bersama 3 (tiga ) menteri antara lain
Kabupaten Banjar dapat dilihat pada Tabel 2.
Menteri Kehutanan, Menteri Pendayagunaan

122
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani

Tabel 2. Penilaian organisasi berdasarkan skor di Kabupaten Muba dan Banjar.


Table 2. Appraisal of organization based on scoring in Muba and Banjar regencies
Kriteria ( Criteria) KabupatenMuba (Skor) Kabupaten Banjar(Skor)
PP 41/2007 (Muba regency/score) (Banjar regency / score)
Penduduk 561.458 (32) 489.056 jiwa (32)
Luas wilayah 14.265,96 km2 (35) 4.660,50 km2 (35)
APBD 1.217.963.229.543 (25) 800.705.462.175 ( 20)
Total skor 92 87
Sumber : Data sekunder diolah (Pemda Banjar dan Pemda Muba tahun 2010)
Source : Secondary data processed (Banjar and Muba local government year 2010)

Berdasarkan hasil penilaian skor untuk nilai lebih dari 70 (tujuh puluh) adalah seperti
Kabupaten Banyuasin adalah 92, sementara pada Tabel 3. Apabila total skor organisasi di
Kabupaten Banjar sebesar 87, hal ini daerah lebih dari 70 (tujuh puluh) maka jumlah
menunjukkan bahwa kedua kabupaten SKPD tidak boleh melebihi ketentuan yang
memiliki skor lebih dari 70 dimana besaran telah ditetapkan dalam PP 41 tahun 2007.
organisasi perangkat daerah kabupaten dengan

Tabel 3. Jumlah organisasi perangkat daerah di kabupaten Muba dan Banjar


Table 3. Number of the organization components in Muba and Banjar regencies
Organisasi Perangkat PP 41/2007 Kabupaten Muba Kabupaten Banjar
Daerah skor> 70 (Muba regency) (Banjarregency)
(Regional organization) (SKPD) (SKPD) (SKPD)
Sekretariat Daerah 4 1 4
Sekretariat DPRD 1 1 1
Dinas 18 18 18
Lembaga Teknis 12 13 12
Daerah
Sumber : Data sekunder diolah (Pemda Banjar dan Pemda Muba tahun 2010)
Source : Secondary data processed (Banjar and Muba local government year 2010)

Tabel 3 menunjukkan jumlah SKPD saat lain yang sudah terbentuk di kabupaten adalah
ini di kedua kabupaten dimana dinas dan Komisi Penyiaran Daerah, Badan Penang-
Lembaga Teknis Daerah (LTD) sudah gulangan Bencana Alam, Sekretariat Korpri,
mencapai jumlah yang maksimal sehingga Badan Penyuluhan Pertanian, Peternakan dan
tidak memungkinkan KPH berbentuk LTD. Kehutanan, Badan Pengawasan Perbatasan dan
Kemungkinan pembentukan SKPD baru lainnya. Dengan demikian kedua KPH model
adalah dalam bentuk “Lembaga Lain” sesuai tersebut dapat berbentuk Lembaga Lain yang
pasal 45 pada PP41/2007 yaitu pembentukan setara dengan Lembaga Teknis Daerah.
lembaga lain untuk melaksanakan tugas dan Berdasarkan Zainudin (2010) bahawa
fungsi sebagai perangkat daerah sesuai perubahan organisasi pemerintahan daerah
peraturan perundangan (Permenhut, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal yang
Permendagri dan PP41/2007). Bentuk lembaga terdiri dari politik, sosial budaya dan organisasi

123
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130

lain terkait dan faktor internal antara lain yang mempengaruhi perubahan organisasi
tujuan organisasi, struktur organisasi, kepe- UPTD KPH menjadi SKPD dapat dilihat pada
mimpinan dan sumberdaya fisik. Berdasarkan Tabel 4.
hasil wawancara, faktor eksternal dan internal

Tabel 4. Faktor yang mempengaruhi perubahan organisasi dari UPTD menjadi SKPD
Table 4. Factors that influence changes in the organization of UPTD to become SKPD
Eksternal (External) Internal (Internal)
Politik/hukum Sosbud Organisasi Tujuan Struktur Kepemim Sumberdaya fisik
lain terkait organisasi, organisasi pinan Pendanaan
Visi dan misi
1. PP6/2007 j0 Perubahan Interaksi Hutan lestari, Hirarki, Kesamaan Kelengkapan
PP3/2008 tata nilai dgn ekonomi SDM persepsi sarpras
2. Permendagri masyarakat organisasi berkelanjutan
61/2010 lain
3. PP 41/2007
Bentuk masih Masalah Sinkronisasi Belum Terbatas - Masih Ketergantungan
UPTD tenurial baik kegiatan operasional nya SDM ditemukan pada pusat masih
Kepentingan masyarakat KPH dengan sepenuhnya, yang perbedaan cukup tinggi
politik dan atau UPT pusat, baru persiapan profesion persepsi dalam pengadaan
ekonomi pemegang pemda, dlm organisasi al sarpras, karena
daerah IUPHHK pemegang UPTD keterbatasan
Kehutanan ijin, Keterbatasan daerah dalam
urusan pilihan, masyarakat kewenangan pendanaan
berdasarkan dalam Untuk menjadi
pertimbangan pengelolaan KPH mandiri
kondisi, kawasan masih
kekhasan dan (Dinas hanya membutuhkan
potensi sebagai waktu yang
unggulan regulator) lama.
daerah. Dengan satker
sendiri maka
KPH lebih
leluasa
mengelola
pendanaan
(dibanding
UPTD)
Sumber (Source) : Data primer diolah (Primary data processed)

UPTD KPH bisa ditingkatkan menjadi perangkat daerah, perlu dilakukan evaluasi
SKPD perlu diikuti oleh adanya komitmen organisasi dari daerah. Tim evaluasi organisasi
daerah yaitu melalui peraturan gubernur/ terdiri dari bupati sebagai pelindung, sekda
bupati sekaligus dukungan pusat untuk sebagai penasihat, sekretaris, staf ahli dan lain-
memfasilitasi pembangunan KPH. Volume lain yang bertugas untuk mengevaluasi semua
kegiatan dan kewenangan juga harus jelas SKPD. Tim ini akan mengkaji seberapa
antara Dishut selaku penyelenggara penting pemerintah daerah untuk membentuk
pengurusan hutan yang melakukan pelayanan organisasi perangkat daerah yang baru
administrasi pengurusan seperti perijinan dan berdasarkan beberapa pertimbangan kriteria.
KPH selaku penyelenggara pengelolaan yaitu Pembentukan SKPD baru tim evaluasi akan
teknis pengelola kawasan. Untuk melakukan mempertimbangkan kriteria-kriteria antara
perubahan organisasi menjadi organisasi lain:

124
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani

a. Kebutuhan (anggaran dan SDM) daerah kerjasama dengan universitas dan instansi
b. Potensi daerah terkait sangat diperlukan.
c. Ciri khas daerah Untuk merubah organisasi KPH, Dinas
d. Perlu menerapkan prinsip “miskin struk- Kehutanan Kabupaten mengusulkan ke Pemda
tur dan kaya fungsi” dan mempertimbang- dengan kelengkapan data terkait. Tugas Biro
kan apakah penambahan SKPD benar- Hukum Pemda Kabupaten adalah memproses
benar diperlukan daerah atau malah pembuatan perda untuk perubahan organisasi
menambah beban biaya daerah. UPTD KPH menjadi SKPD.
e. Seberapa besar volume dan gambaran a. Tugas Biro Hukum adalah mendampingi
kegiatan KPH yang jelas sehingga harus Dinas Kehutanan untuk draffting perda,
dibentuk SKPD baru dimana draft perda harus dilengkapi oleh :
f. Bagaimana tata hubungan kerja SKPD Dasar-dasar hukum dan referensi terkait
KPH dengan Dinas Kehutanan pembentukan SKPD tersebut.
Permasalahan dalam transisi UPTD Draft naskah akademik yang meng-
KPH menjadi SKPD baru adalah : pada tahap gambarkan latar belakang kepentingan
pembahasan oleh DPRD tentang pemben- dan manfaat terbentuknya SKPD KPH,
tukan lembaga lain yang sangat tergantung dan hal ini akan menentukan kelayakan
pada kebijakan politis daerah, urusan pembentukan organisasi yang dimaksud.
kehutanan sebagai pilihan. Salah satu b. Proses pembahasan Perda untuk pem-
tantangan adalah bagaimana meyakinkan bentukan SKPD KPH
DPRD untuk membentuk organisasi KPH Beberapa tahap yang harus dilakukan
yang disertai komitmen dan kebijakan politis dalam pembentukan SKPD tersaji pada
daerah yang mendukung serta naskah Gambar 6.
akademik yang komprehensif sehingga

Usulan Pembentukan SKPD Baru


Dishut melengkapi
berkas dengan
referensi/dasar hukum
dan naskah akade mik
Penentuan kelayakan
(periksa draft)
Biro Organisasi & Hukum

Pembahasan oleh DPRD

Penentuan kelayakan (periksa draft kembali)

Studi Banding (DPRD)

TIDAK LAYAK LAYAK

PENGESAHAN PERDA

Gambar 6. Proses pembahasan Peraturan Daerah untuk membentuk SKPD baru


Figure 6. Regulation making process for new RWU formation

125
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130

C. Sumberdaya Manusia, Sarana dan dan aturan). Dari pengertian di atas, apabila
Prasarana Dalam Pembangunan KPH dikaitkan dengan pola pengelolaan KPH
bahwa masih ada permasalahan dari aspek
Suryono (2010) menjelaskan bahwa
SDM dalam KPH.
organisasi adalah suatu sistem yang terdiri dari
pola aktivitas kerjasama yang dilakukan secara
1. KPHP Banjar
teratur dan berulang-ulang oleh sekelompok
orang untuk mencapai suatu tujuan. Lebih Ketersediaan SDM adalah salah satu
lanjut, Suryono (2010) menjelaskan bahwa syarat terbentuknya suatu organisasi, untuk
perilaku suatu organisasi dipengaruhi oleh 4 KPH Banjar kondisi SDM dapat dilihat pada
(empat) unsur antara lain struktur, orang atau Tabel 5 berikut :
SDM, teknologi dan lingkungan (kebijakan

Tabel 5. Kondisi SDM di KPH Banjar


(Table 5. Human resources condition of Banjar FMU)
Pendidikan Pengalaman kerja Gol. Kesesuaian
No Jabatan (Position)
(Education ) (Work experience ) (Rank) (Compatibility )
1 Kepala unit UPTD KPH S2 Kehutanan III/d Sesuai
2 Ka Tata Usaha S2 Kehutanan III/c Sesuai
3 2 Staf S1 Kehutanan III/c Sesuai
4 2 Staf S1 Kehutanan/Ekonomi III/a Sesuai
5 4 Polhut D3 Kehutanan II/d Sesuai
Sumber (Source) : Dinas Kehutanan Kabupaten Banjar (Banjar Forestry office) (2010)

Pengembangan Sumber Daya Manusia bisa berasal dari SDM Pusat yang ada pada
(SDM) harus selalu diupayakan secara terus- masing-masing UPT Kehutanan di daerah atau
menerus untuk meningkatkan kinerja mutasi dari instansi lain. UPT pusat dalam hal
organisasi dan memelihara eksistensinya. ini BP2HP pada tahun 2010 memfasilitasi
Pengembangan SDM dalam hal ini adalah insentif untuk SDM yang ada di KPH Banjar
setiap usaha untuk memperbaiki pelaksanaan sebanyak 7 (tujuh) orang (KKPH : Rp 1,5
pekerjaan yang sekarang maupun yang akan juta/bulan, KTU : RP 1 juta/bulan dan 5 staff
datang, dengan memberikan informasi, @ Rp 500.000/bulan).
mempengaruhi sikap atau menambah
ketrampilan. SDM yang ada dalam KPH saat 2. KPHP Lalan Mangsang Mendis
ini merupakan tenaga kerja dinas kehutanan
Jumlah SDM yang terdapat di KPH
yang dipekerjakan pada kantor KPH, dimana
Lalan baru sejumlah 5 orang, sangat terbatas
latar belakang semua tenaga kerja ber-
untuk pengelolaan kawasan hutan.
pendidikan kehutanan dan sudah sesuai
Berdasarkan latar belakang pendidikannya
dengan bidang pekerjaannya. Jika KPH telah
SDM yang terdapat di KPH Lalan cenderung
operasional secara penuh, maka para tenaga
tidak sesuai atau tidak memiliki pendidikan
kerja tersebut akan dialihkan ke KPH dan
formal kehutanan, walaupun memiliki
merupakan tenaga kerja tetap. Apabila masih
pengalaman kerja di Dinas Kehutanan
terdapat kekurangan SDM maka akan
kabupaten Muba. Kondisi SDM KPH Lalan
dilakukan recruitment SDM baru (fresh
dapat dilihat pada Tabel 6.
graduate) dengan latar belakang kehutanan dan
bidang lain yang mendukung. Tenaga kerja ini

126
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani

Tabel 6. Kondisi SDM di KPH Lalan Mangsang Mendis


Table 6. Human resources condition in Lalan Mangsang Mendis FMU
Pengalaman kerja /
Jabatan Pendidikan Masa Kerja Gol Kesesuaian Keterangan
No
(Position) (Education ) (Work experience/ (Rank) (Compa tibility) (Explanation )
time)
1 KKPH Sarjana Dishut/25 tah un III c Tidak sesuai
Pertanian 10 bulan Eselon IVa
2 Kepala Sub STM Dishut kab/ 26 III c Tidak sesuai Latar belakang
Bagian Tata tahun 6 bulan Polhut
Usaha
3 Kaur Sarjana Dishut kab/ 17 III b Tidak sesuai Wasganis P3KB
Perencanaan Hukum tahun 3 bulan (pengujian kayu
dan Monev bulat)
4 Kaur Pem - SKMA Dishut kab/ 22 III b Sesuai Wasganis P3KB
binaan dan tahun 1 bulan (pengujian kayu
perlindungan bulat)
Hutan
5 Kaur Peman - Sarjana Dishut kab/ 8 III c Tidak sesuai Wasganis P3KB
faatan & Ekonomi tahun 5 bulan (pengujian kayu
Penggunaan bulat)
Kaw . Hutan
Sumber (Source): Dishut Muba (2011)(Muba Forestry office (2011))

Dari Tabel 6 terlihat bahwa untuk dan seleksi sesuai kualifikasi yang diperlu-
jabatan KKPH, KTU dan dua kaur lainnya kan.
mempunyai latar belakang pendidikan yang 3. Perencanaan untuk pengembangan SDM
tidak sesuai yaitu non kehutanan. Sementara yang telah ada.
itu golongan KKPH seharusnya sudah Perencanaan kebutuhan SDM untuk
mencapai golongan minimal III d sebagaimana KPH berdasarkan bentuk struktur organisasi-
tertuang dalam Peraturan Menteri Kehutanan nya dan untuk tenaga teknis lapangan
Republik Indonesia Nomor : P. 42/Menhut- didasarkan atas luasan wilayah. Untuk tenaga
II/2011 tentang Standar Kompetensi Bidang teknis KPH disesuaikan dengan luasan KPH
Teknis Kehutanan pada KPHL dan KPHP. diluar kawasan IUPHHK, Hutan Desa, dan
KPH sebagai organisasi yang baru Hutan Tanaman Rakyat (HTR); serta
terbentuk tentunya memerlukan perencanaan kemampuan daerah untuk memenuhi SDM.
SDM untuk menggerakkan roda organisasi. Rangkaian pelaksanaan perencanaan
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam SDM juga terintegrasi dengan rencana suatu
perencanaan SDM antara lain pengumpulan organisasi baik dalam jangka pendek maupun
data kegiatan yang dikembangkan organisasi, jangka panjang (Nawawi, 1997:144 dalam
kebijakan strategis, kondisi dan pengem- Sunarta, 2009). Selain memperhatikan struktur
bangan SDM, formasi jabatan dengan uraian organisasi, perencanaan SDM yang akan
kerja, analisis jabatan dan lain-lain (Sulistiyani datang terkait dengan perencanaan jangka
dan Rosida, 2009). Dalam perencanaan SDM panjang yang diuraikan dalam kegiatan-
terdapat langkah-langkah pokok yaitu : kegiatan yang digunakan sebagai masukan dari
1. Perencanaan kebutuhan SDM. perencanaan operasional jangka menengah ke
2. Perencanaan untuk penerimaan tenaga baru dalam tahap kegiatan perkiraan kebutuhan

127
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130

SDM dalam proses perencanaan SDM. Hasil IV. KESIMPULAN DAN


perkiraan kebutuhan SDM tersebut dijadikan REKOMENDASI
masukan secara integral dalam penyusunan
anggaran tahunan ke dalam langkah peren- A. Kesimpulan
canaan SDM.
1. Bentuk organisasi KPH saat ini adalah
Pengembangan SDM untuk KPHP
UPTD Dinas Kehutanan, yang mem-
diperlukan tenaga dengan keahlian yang sesuai
punyai keterbatasan dalam anggaran,
dengan kompetensi Tenaga Tekhnis Penge-
kewenangan pelaksanaan kegiatan, SDM
lolaan Hutan Lestari (GANIS-PHL) dan
baik kuantitas maupun kualitas dan
Pengawas Tenaga Tekhnis Pengelolaan Hutan
ketidaksesuaian struktur organisasi dengan
Lestari (WASGANIS-PHL) sebagaimana
peraturan terkait.
dalam P 58/Menhut-II/2008. WASGANIS-
2. KPH tidak dapat berbentuk Lembaga
PHL adalah pegawai kehutanan yang memiliki
Teknis Daerah apabila skor besaran
kompetensi dibidang pengawasan dan
organisasi (PP41/2007) sudah menunjuk-
pemeriksaan pengelolaan hutan produksi
kan nilai yang maksimal. Namun demikian
lestari sesuai dengan kualifikasinya yang
KPH dapat berbentuk “Lembaga Lain”
diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Balai
sesuai pasal 45 pada PP41/2007 melalui
atas nama Direktur Jenderal (Pasal 1 (16) P
beberapa tahapan proses pembentukan
58/2008). Oleh karena itu diperlukan koor-
SKPD baru di daerah.
dinasi yang cukup baik antara KPH dengan
3. Kebutuhan saat ini adalah bagaimana
UPT pusat sesuai kegiatan terkait.
menguatkan kelembagaan KPH sebagai
Sumberdaya manusia dikatakan cukup
SKPD dengan perencanaan yang mengarah
dan memenuhi kualifikasi jika jumlah aparat
kepada bisnis sehingga kedepan dapat
pelaksana yang memenuhi persyaratan
diarahkan untuk menjadi mandiri.
tertentu sesuai dengan aturan yang ditetapkan
4. Pengembangan SDM pada kedua KPH
untuk melaksanakan kegiatan suatu organisasi
sudah dilakukan melalui pelatihan dalam
(Akadira, 2010). Selain itu sumberdaya
hal managemen administrasi dan teknis
manusia harus memiliki pengetahuan dan
lapangan.
keterampilan yang memadai dalam melak-
5. Perlu kebijakan yang lebih rinci mengenai
sanakan suatu kebijakan yang telah ditetapkan.
bentuk SKPD KPH berdasarkan kategori
Jumlah SDM yang banyak tidak selalu
KPH tipe A atau tipe B (Permendagri 61/
memiliki dampak yang positif bagi imple-
2010), sehingga memudahkan imple-
mentasi kebijakan, pelaksana kegiatan dalam
mentasinya oleh daerah.
hal ini staf dalam suatu organisasi harus
6. Kebijakan politis daerah dan urusan
memiliki keterampilan-keterampilan yang
kehutanan sebagai pilihan merupakan
diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan.
tantangan bagi pemerintah daerah untuk
Perencanaan untuk pengembangan yang sudah
mencapai transformasi kelembagaan KPH
ada dilakukan dengan melalui pelatihan-
dari bentuk UPTD menjadi SKPD.
pelatihan teknis dan managemen administrasi
untuk semua SDM yang ada di KPH. Selama
B. Rekomendasi
ini hanya KKPH yang sudah mengikuti
pelatihan teknis tentang perencanaan dan 1. Persiapan untuk operasional KPH langkah
pengelolaan hutan. awal yang perlu dilakukan adalah
penentuan peran dan fungsi KPH secara

128
Kajian Implementasi Kebijakan Organisasi . . .
Elvida Yosefi Suryandari & Sylviani

jelas dan tata hubungan kerja dengan Dinas Kehutanan Muba. 2011. Data
stakeholders terkait termasuk pemegang ijin Kepegawaian Dinas kehutanan
yang dapat dituangkan melalui peraturan. Kabupaten Musi Banyuasin. Sekayu.
2. Perlu adanya komitmen daerah untuk
Dinas Kehutanan Banjar. 2010. Statistik
mendukung pembentukan organisasi KPH
Kehutanan Kabupaten Banjar.
dari UPTD menjadi SKPD sebagai evaluasi
Banjarbaru.
draft rancangan peraturan bersama antara
Kemenhut dan Kemendagri. Ditjen Planologi. 2011. Perkembangan
3. Kelembagaan KPH yang berbentuk SKPD Penetapan Wilayah KPH sampai
perlu adanya kebijakan yang mengatur Agustus 2011. Jakarta.
sumber dana untuk satker (sumber
Ditjen Planologi. 2010. Perkembangan
perimbangan keuangan pusat dan daerah),
Penetapan Wilayah KPH sampai April
sehingga dana yang ada dapat dikembali-
2010. Jakarta.
kan ke pengelolaan hutan secara lestari.
4. Dana pusat baik dekonsentrasi/DAK/ Departemen Kehutanan. 2007. Pedoman
DIPA dan lainnya diarahkan untuk Pembentukan Kelembagaan KPH.
pembentukan SKPD dan operasional Ditjen Planologi, Dephut. Jakarta.
kegiatan KPH. Contoh : Sumber
LAN. 2007. Modul Analisis dan Diagnostik
pendanaan bagi KPH dapat dilakukan bila
Organisasi. Lembaga Administrasi
dana dekonsentrasi dikurangi porsinya dan
Negara. Jakarta.
dialihkan ke fasilitasi KPH
5. Perlu perencanaan SDM dengan langkah- Nurrochmat,DR. 2010. Modul Pelatihan
langkah antara lain : Perencanaan Analisis Kebijakan Kehutanan. Training
kebutuhan SDM, penerimaan tenaga baru for policy analysis and research report
dan kualifikasi yang sesuai. Khusus untuk writing : Staretegies to produce a better
KPHP yang pada umumnya telah memiliki policy brief. Puslitsosek, Badan Litbang
ijin, pengadaan SDM perlu disesuaikan Kementerian kehutanan. Bogor.
kompetensinya dengan WASGANIS-
Kartodihardjo H. 2008. Presentasi Pem-
PHL.
bangunan KPH : Makalah Kerangka
Hubungan Kerja Antar Lembaga
Sebelum dan Setelah adanya KPH.
DAFTAR PUSTAKA
Kerjasama dengan GTZ dan Dirjen
Planologi, Kemenhut. Jakarta.
Akadira T. 2010. Faktor-faktor yang mem-
pengaruhi Kinerja Organisasi. Tesis, Parwiyanto H. 2009. Perilaku Organisasi :
tidak diterbitkan. FISIP, UI. Jakarta. Perencanaan Sumberdaya Manusia.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Azhar KA. 2008. Analisis Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah Kabupaten Sebelum Sunarta. 2009. Perencanaan SDM : Kunci
dan Sesudah Otonomi Daerah. Keberhasilan Organisasi. FISE
Universitas Sumatera Utara. Medan. Universitas Negeri Yogyakarta.
Dinas Kehutanan Sumsel. 2009. Statistik Sulistiyani A dan Rosidah. 2009. Manajemen
Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan. Sumberdaya Manusia : Konsep, Teori
Palembang. dan Pengembangan dalam Konteks

129
Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan
Vol. 9 No. 2, Agustus 2012 : 114 - 130

Organisasi Publik. Graha Ilmu. Brawijaya. Universitas Brawijaya


Yogyakarta. Malang.
Suryandari EY dan Sylviani. 2009. Rancangan Zainuddin, A. 2010. Manajemen Organisasi
dan implementasi KPH. Laporan Hasil Pemerintahan Daerah Membangun
Penelitian. Puslitsosek, Kemenhut. Kepemimpinan Modern Http://
Tidak diterbitkan. Dc227.4shared.Com/Doc/E4dylakf/
Preview.Html.
Suryono A. 2010. Perilaku organisasi : Bahan
Kuliah Kebijakan Publik Universitas

130

You might also like