You are on page 1of 9

WARTA RIMBA

Volume 1, Nomor 1
Desember 2013

POTENSI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT BAGI PEMBANGUNAN


KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) PADA WILAYAH KPH MODEL
SINTUWU MAROSO DI DESA TAMBARANA KECAMATAN POSO PESISIR
UTARA

Oleh :Maya Irma Dewi Moyo1, Golar2, Rukmi2

Jurusan Kehutanan, Fakultas Kehutanan, Universitas Tadulako


Jl. Soekarno-Hatta Km. 9 Palu, Sulawesi Tengah 94118
1
Mahasiswa Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako
2
Staf Pengajar Fakultas Kehutanan Universitas Tadulako

ABSTRACT

Model FMU management plan Sintuwu Maroso as one model of community -based forest
utilization . This is also expected through community access to forest areas. Thus the public will
be more empowered and able to improve the ability, in using the natural resources optimally.
But to realize it needed information about the potential and prospects, which is the social and
cultural potential in supporting the development in the FMU Model Sintuwu Maroso. The
research was conducted in the Tambarana village. Specified site intentionally (purposive
sampling), with the main consideration, this village is one of the villages that fall within the area
development model Sintuwu Maroso KPH. Analysis of the data is a descriptive analysis. From
the results, it can be concluded as follows, that Socio-cultural potentials that exist in the
Tambarana village, may indirectly support the Forest Management Unit (FMU) Sintuwu
Maroso, Tambarana Village Community also has the potential to be social and cultural customs
handed down through generations in terms of land use, the community formed a Land Control
Team, and Other socio- cultural potential, characterized by harmonious relationships between
residents and village rules made to prevent the emergence of the conflict, one of which was the
establishment of the FKUB.

Key Words : sosio-cultural, Forest Management Unit

PENDAHULUAN Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan


Latar Belakang Hutan. Dua hal yang perlu mendapat
perhatian untuk mewujudkan beroperasinya
Pembentukan Kesatuan Pengelolaan KPH, adalah adanya wilayah atau areal
Hutan (KPH) sebenarnya sudah dimulai kelola KPH dan organisasi KPH yang telah
sejak ditetapkannya kebijakan Pemerintah ditetapkan oleh Menteri Kehutanan.
berupa UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang Pembentukan KPH merupakan serangkaian
Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. proses perencanaan/penyusunan desain
Namun amanat pembentukan KPH secara kawasan hutan, yang didasarkan atas fungsi
jelas baru tertuang dalam UU Nomor 41 pokok dan peruntukannya, dalam upaya
tahun 1999 tentang Kehutanan, yang mewujudkan pengelolaan hutan lestari.
ditindaklanjuti dengan Peraturan KPH menjadi bagian dari penguatan sistem
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang pengurusan hutan nasional, provinsi dan
Perencanaan Kehutanan, dan Peraturan kabupaten, yang pembentukannya ditujukan
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 yang untuk menyediakan wadah bagi
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah terselenggaranya kegiatan pengelolaan
Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tentang Tata hutan secara efisien dan lestari.
Hutan dan Penyusunan Rencana

1
2

Kementerian Kehutanan (Kemenhut) memperhatikan aspek sosial budaya


kini memacu KPH sebagai bagian dari mengingat aspek sosial budaya cenderung
upaya pemantapan kawasan hutan. KPH dinamis dan berubah-ubah sesuai
disiapkan menjadi pengelola hutan di perkembangan zaman.
tingkat tapak yang bukan hanya tahu Perubahan sosial budaya merupakan
potensi wilayah hutan yang dikelolanya, suatu kondisi berubahnya struktur sosial
tapi juga bisa merancang pemanfaatannya dan pola budaya dalam suatu masyarakat.
secara seimbang. Perubahan sosial budaya sering terjadi
Sejak tahun 2007 sampai 2011 sepanjang masa dalam setiap masyarakat.
Kemenhut telah mengeluarkan 23 Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat
Keputusan Menteri Kehutanan tentang dan sifat dasar manusia yang selalu ingin
Penetapan Wilayah KPH Provinsi di 23 mengadakan perubahan.
provinsi. Terdapat 414 unit wilayah KPH Perubahan sosial budaya terjadi karena
dengan luas 57.905.008 ha, yang terdiri atas beberapa faktor. Di antaranya komunikasi;
252 unit KPH Produksi seluas 37.539.047 cara dan pola pikir masyarakat; faktor
ha, 162 unit KPH Lindung seluas internal lain seperti perubahan jumlah
20.365.961 ha. Dikeluarkan pula 20 penduduk, penemuan baru, terjadinya
Kepmenhut tentang Penetapan Wilayah konflik atau revolusi; dan faktor eksternal
KPH Konservasi dengan luas 2.073.273 ha, seperti bencana alam dan perubahan iklim,
yang terdiri atas 20 Taman Nasional yang peperangan, dan pengaruh kebudayaan
terletak pada 20 provinsi. Selain itu juga masyarakat lain.
telah ditetapkan 41 Kepmenhut tentang
Penetapan KPH Model dengan luas Rumusan Masalah
4.926.989 ha yang terdapat pada 25
provinsi (Kementerian Kehutanan, 2012). Perencanaan pengelolaan KPH Model
Sehubungan dengan uraian di atas, Sintuwu Maroso sebagai salah satu model
Pemerintah telah menetapkan KPHP pemanfataan hutan berbasis masyarakat.
Sintuwu Maroso di Kabupaten Poso Melalui ini pula diharapkan akses
Provinsi Sulawesi Tengah. KPHP ini masyarakat terhadap kawasan hutan
terbentuk kelembagaannya tahun 2011 semakin baik. Dengan demikian masyarakat
melalui Peraturan Bupati Poso. Sebagai akan semakin berdaya dan dapat
KPHP yang baru tebentuk kelembagaannya, meningkatkan kemampuan, kemandirian
hingga saat ini belum memiliki dokumen dalam pemanfataan sumber daya alam
perencanaan. Agar pembangunan KPHP secara optimal. Namun dengan demikian
Sintuwu Maroso dapat berlangsung sesuai untuk mewujudkannya dibutuhkan
dengan target yang ditetapkan, diperlukan informasi tentang potensi dan prospek
Rencana Pengelolaan Jangka Panjang pengembangannya. Informasi yang
sebagai pedoman pelaksanaan, yang dibutuhkan salah satunya adalah potensi
sekaligus sebagai standar penilaian kinerja sosial budaya masyarakat dalam
pembangunan KPH. Rencana Pengelolaan mendukung pembangunan Kesatuan
KPH Jangka Panjang yang dibuat, Pengelolaan Hutan (KPH) pada KPH
mengakomodir strategi dan kelayakan Model Sintuwu Maroso.
pengembangan pengelolaan hutan ditinjau
dari aspek kelola kawasan, kelola hutan, Tujuan dan kegunaan
dan penataan kelembagaan.
Rencana Pengelolaan KPHP Sintuwu Tujuan penelitian ini adalah untuk
Maroso yang akan menjadi acuan rencana mengetahui potensi sosial budaya
pengelolaan jangka pendek, diarahkan masyarakat dalam mendukung
untuk mengoptimalkan fungsi-fungsi pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan
produksi dan jasa sumberdaya hutan dan (KPH) Model Sintuwu Maroso
lingkungannya, yang juga Kegunaan dari penelitian ini
mempertimbangkan persoalan sosial diharapkan dapat dijadikan referensi dalam
budaya yang ada di masyarakat. Pentingnya perencanaan pembangunan Kesatuan
3

Pengelolaan Hutan (KPH) model Sintuwu Jenis dan sumber data yang digunakan
Maroso kedepannya. dalam penelitian ini terdiri atas Data Primer
dan Data Sekunder.
a. Data primer merupakan data yang
diperoleh melalui pengamatan secara
langsung di lapangan melalui
MATERI DAN METODE PENELITIAN penerapan metode survei dengan
teknik wawancara untuk mengetahui
Lokasi dan Waktu Penelitian potensi sosial budaya masyarakat yang
ada di Wilayah Kesatuan Pengelolaan
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Hutan (KPH) Model Sintuwu Maroso
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Model khususnya di Desa Tambarana,
Sintuwu Maroso, tepatnya di Desa Kecamatan Poso Pesisir Utara,
Tambarana Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten Poso, Provinsi Sulawesi
Kabupaten Poso Provinsi Sulawesi Tengah. Tengah. Data primer yang dimaksud
Lokasi Ditentukan secara sengaja yang terdiri atas : potensi masyarakat
(Purposive Sampling), dengan terhadap KPH yang dilihat dari segi
pertimbangan utama, desa ini merupakan umur, latar belakang pendidikan,
salah satu desa yang masuk di dalam pekerjaan, jenis kelamin, jenis
wilayah pengembangan KPH Model pekerjaan, status sosial dalam
Sintuwu Maroso. Penelitian ini masyarakat dan respon masyarakat
dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dari terhadap pembangunan KPH.
bulan Maret sampai dengan bulan Mei b. Data sekunder merupakan data yang
2013. diperlukan sebagai penunjang data
primer. Pengumpulan data sekunder
Bahan dan Alat (Monografi Desa) diperoleh dengan
cara pengambilan data yang meliputi
Bahan yang digunakan dalam keadaan umum lokasi penelitian dari
Penelitian ini adalah kuesioner yang Balai Pemantapan Kawasan Hutan,
digunakan sebagai instrumen pengumpulan situs-situs internet, kunjungan
data primer di lapangan, kertas, bolpoint perpustakaan dan dari instansi terkait
dan buku catatan. lainnya.
Alat yang digunakan dalam penelitian
ini adalah kamera yang digunakan sebagai
alat untuk mendokumentasikan, tape Teknik Pengumpulan Data
recorder, komputer dan printer yang Teknik pengumpulan data dalam
digunakan untuk membantu menganalisis penelitian ini dilakukan melalui
data. pengambilan informasi dengan metode
survei melalui wawancara kepada
Metode Penelitian masyarakat, baik kelompok maupun
individu. Penentuan responden dilakukan
Metode yang digunakan dalam dengan cara Purposive Sampling yaitu
penelititan ini adalah metode survei melalui responden dipilih dengan cermat yang
wawancara kepada masyarakat. Metode ini dianggap dapat mewakili seluruh lapisan
digunakan untuk mengetahui kondisi sosial masyarakat (Bungin, 2003).
budaya masyarakat di Wilayah Kesatuan Peneliti menetapkan secara sengaja,
Pengelolaan Hutan (KPH) Model Sintuwu sebanyak 10 orang sebagai informan kunci
Maroso khususnya di Desa Tambarana, (Key Informan) dengan kriteria informan
Kecamatan Poso Pesisir Utara, Kabupaten adalah tokoh masyarakat desa, dan
Poso, Provinsi Sulawesi Tengah. informan adalah Aparat Desa setempat atau
Ketua Adat di desa setempat yang memiliki
Jenis dan Sumber Data pengalaman dalam urusan tentang KPH.
Selain itu, ditetapkan pula 20 orang
4

responden yang merupakan masyarakat b. KPHP adalah KPH Produksi Sintuwu


Desa Tambarana dengan kriteria sebagai Maroso yang ada di Kabupaten Poso
berikut : yang fungsi pokok dan
 Responden merupakan masyarakat peruntukkannya sebagai hutan
desa setempat (penduduk produksi.
asli/pendatang). c. Aspek sosial budaya adalah aspek-
 Responden sebagai anggota kelompok aspek kemasyarakatan yang ada pada
tani hutan. masyarakat yang merupakan sebuah
 Bermukim atau memiliki lahan usaha warisan turun-temurun yang tercipta
di dalam kawasan KPHP Sintuwu atau dilakukan oleh sekumpulan
Maroso individu di Desa Tambarana di masa
lalu hingga sampai di masa
Analisis Data selanjutnya.
d. Prospek sosial budaya adalah peluang
Analisis data yang digunakan pada atau potensi sosial budaya yang ada,
penelitian ini adalah analisis deskriptif, sebagai potensi untuk mendukung
yang mengurai fakta-fakta lapangan secara pembangunan KPH.
ilmiah. Melalui analisis ini akan dipastikan e. Masyarakat adalah sekelompok orang
potensi-potensi sosial budaya apa saja yang yang bertempat tinggal di sekitar
dimiliki masyarakat yang berhubungan kawasan KPHP Sintuwu Maroso.
dengan KPH. Analisis deskriptif merupakan
teknik yang dapat menggambarkan dan HASIL DAN PEMBAHASAN
menginterprestasikan arti data-data yang
telah terkumpul dalam bentuk uraian Potensi Sosial Budaya Desa
mendalam (Arikunto, 1991).
Untuk mengetahui tingkat Berdasarkan Petunjuk Teknis
pemahaman responden terhadap Inventarisasi Sosial Budaya masyarakat di
pembangunan KPH dianalisis dalam/sekitar Kawasan Hutan/Kesatuan
menggunakan metode pengambilan data Pengelolaan Hutan (Kementerian
sesuai Petunjuk Teknis Inventarisasi Sosial Kehutanan, 2011), potensi sosial budaya
Budaya untuk pembangunan Kesatuan masyarakat Desa Tambarana Kecamatan
Pengelolaan Hutan (Kementerian Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso
Kehutanan, 2011). Untuk melakukan terhadap pembangunan KPH dapat analisis
metode Inventarisasi Sosial Budaya sesuai dari segi pertambahan penduduk, kebutuhan
dengan petunjuk teknis yang dikeluarkan lahan, tingkat kesejahteraan, tingkat
Kementerian Kehutanan ini, dilakukan pendidikan, eksisting kelembagaan desa,
dengan jalan mengisi daftar isian konflik atau perbedaan pendapat antara
pertanyaan/kuesioner dan wawancara masyarakat dengan pemerintah daerah,
dilakukan dengan menggunakan panduan serta peluang/dukungan terhadap kawasan
wawancara. hutan.
Data yang diperoleh di lapangan,
ditabulasi sesuai dengan klasifikasinya dan Pertambahan Penduduk
kemudian dianalisis untuk mendapatkan
hasil potensi sosial budaya yang ada di Jumlah Pertambahan penduduk secara
Desa Tambarana Kecamatan Poso Pesisir tidak langsung akan berpengaruh pada
Utara Kabupaten Poso. ketersediaan lahan. Jumlah penduduk
masyarakat Desa Tambarana setiap tahun
Definisi Operasional mengalami peningkatan. Hal ini ditunjukan
a. KPH adalah wilayah pengelolaan dengan adanya perkembangan jumlah
hutan sesuai fungsi pokok dan penduduk di setiap dusun yang ada di desa
peruntukannya, yang dapat dikelola tersebut.
secara efisien dan lestari.
5

Selain itu,diperoleh hasil bahwa lahan dan mencegah pembukaan lahan baru
Penduduk menurut umur dapat pada areal hutan, maka pemerintah desa
diklasifikasikan sebagai berikut : mengantisipasi dengan membuat ketentuan
Tabel. Klasifikasi Umur Masyarakat Desa luas areal lahan yang dibolehkan untuk
Tambarana masyarakat seluas 2 ha/KK. Hal ini
Klasifikasi hasilnya sangat efektif untuk mencegah
No Jumlah pembukaan lahan baru pada areal hutan
Umur
1. 0 – 3 tahun 245 orang yang juga merupakan lokasi KPH.
2. 3 – 5 tahun 167 orang
3. 5 – 6 tahun 189 orang Tingkat kesejahteraan
4. 6 – 12 tahun 415 orang
5. 12 – 15 tahun 196 orang Desa Tambarana merupakan daerah
6. 15 – 18 tahun 479 orang dengan mata pencaharian masyarakat yang
7. 18 – 60 tahun 2.281 orang didominasi sektor pertanian/perkebunan.
8. 60 tahun ke atas 302 orang Walaupun sektor perikanan maupun
Sumber : Profil Desa Tambarana, 2012 wiraswasta juga ada di daerah ini, namun
sektor pertanian/perkebunan tetap menjadi
Pertambahan jumlah penduduk serta sektor yang utama bagi masyarakat. Hal ini
faktor umur berpengaruh pada potensi ditandai dengan tingkat produksi desa untuk
sosial budaya. Hal ini disebabkan adanya tanaman Kakao (coklat) sebesar 6
pengaruh kebudayaan masyarakat ton/ha/tahun, Kelapa sebesar 2,25
pendatang dan dominannya masyarakat ton/ha/tahun, Cengkeh sebesar 2
desa yang dalam usia produktif yang ton/ha/tahun.
tentunya mendapatkan informasi inovatif Untuk bidang peternakan, masyarakat
khususnya tentang KPH. juga beternak beberapa jenis hewan ternak
Umur merupakan salah satu faktor seperti Ayam sebanyak 1.086 ekor, Babi
yang dapat mempengaruhi pola fikir dan sebanyak 351 ekor, Sapi sebanyak 35 ekor,
kemampuan fisik bekerja, mencerminkan Kambing sebanyak 84 ekor, Itik sebanyak
pengalaman dan kemampuan seseorang. 34 ekor, Angsa sebanyak 60 ekor, Anjing
Umumnya petani berumur muda cepat sebanyak 187 ekor.
menerima inovasi teknologi ataupun ide-ide Bidang perikanan dalam hal produksi
baru dibanding petani berumur tua. Tetapi, Ikan laut, Desa Tambarana menghasilkan
tidak menutup kemungkinan petani 120 ton/tahun ikan laut, Tambak udang
berumur tua yang belajar dari pengalaman sebanyak 228.000 ton/tahun, serta Tambak
akan cepat menerima inovasi baru apalagi bandeng sebanyak 342.000 ton/tahun.
kalau didukung dengan pendidikan Tingkat kesejahteraan ini juga secara
memadai. tidak langsung mendukung adanya
pembangunan KPH, karena dengan
Pemanfaatan Lahan meningkatnya taraf hidup masyarakat maka
keinginan untuk merambah hutan semakin
Desa Tambarana merupakan salah satu kecil.
dari 9 desa yang ada di wilayah Kecamatan
Poso Pesisir Utara dan merupakan ibu kota Tingkat pendidikan
kecamatan. Kebutuhan terhadap lahan akan
mempengaruhi tingkat pembukaan lahan Potensi sumber daya manusia dapat
baru khususnya terhadap kawasan hutan. dilihat dari tingkat pendidikan. Hal ini
Dari menunjukan bahwa kebutuhan terutama berkaitan dengan kemampuan
masyarakat terhadap lahan sangat besar. untuk mengadopsi inovasi teknologi.
Dengan jumlah penduduk sebanyak 4.274 Tingkat pendidikan masyarakat, dapat
jiwa dengan 1.051 KK, akan memerlukan dilihat pada tabel di bawah ini.
kebutuhan lahan yang banyak. Dalam Tabel. Tingkat Pendidikan Masyarakat
rangka mengantisipasi persoalan konflik Desa Tambarana
6

harmonis serta konflik yang dapat


No Tingkat Pendidikan Jumlah menghambat program pembangunan
1. Lulus pendidikan kehutanan yang dijalankan oleh pemerintah
umum dapat diminimalisir.
TK 119
SD 1.095 Konflik antara masyarakat dan
SLTP 432 pemerintah daerah
SLTA 269
Akademisi 21 Kabupaten Poso merupakan salah satu
S1-S3 12 kabupaten yang juga pernah mengalami
konflik horizontal. Namun khusus Desa
2. Tidak sekolah Tambarana merupakan satu-satunya desa
Laki-laki 27 yang tidak terkena dampak dari konflik
Perempuan 8 horizontal. Hal ini ditunjukan dengan
dibentuknya Forum Komunikasi Umat
3. Putus sekolah Beragama (FKUB) yang dimaksudkan
SD 277 untuk mencegah pengaruh-pengaruh dari
SLTP 79 luar desa yang dampak memecah belah
SLTA 64 kerukunan antar umar beragama yang ada
di desa tersebut.
4. Buta huruf Kondisi masyarakat yang sangat
Laki-laki 34 harmonis di tengah keberagaman suku yang
Perempuan 29 ada di Desa Tambarana, tidak menyebabkan
adanya konflik yang terjadi baik untuk antar
Sumber : Profil Desa Tambarana, 2012 masyarakat maupun dengan pemerintah
daerah.
Kualitas sumberdaya manusia (SDM)
dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Peluang/dukungan terhadap kawasan
Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka hutan
semakin baik pula kualitas sumberdaya
manusianya. Sehingga hal ini kiranya dapat Dari kondisi sosial budaya masyarakat
berimplikasi pada semakin majunya Desa Tambarana, dapat diperoleh hasil
perkembangan Desa Tambarana. bahwa masyarakat desa pada dasarnya
mendukung program dari Dinas Kehutanan
Eksisting Kelembagaan terkait dengan persoalan Kesatuan
Pengelolaan Hutan (KPH). Hal ini
Secara garis besar, kondisi diindikasikan bahwa adanya ketentuan yang
kelembagaan yang ada di desa sudah cukup berlaku secara umum dari masyarakat
memadai. Hal ini ditandai dengan adanya bahwa untuk penggunaan lahan, hanya
lembaga pemasyarakatan desa seperti boleh sebesar 2 ha/ KK. Selain untuk
Badan Perwakilan Masyarakat (BPM), pemerataan jumlah luasan area yang boleh
Lembaga Pemberdayaan Masyakarat digunakan, ketentuan tersebut guna
(LPM), dan PKK. Selain itu, dibentuk pula meminimalisir kemungkinan pembukaan
lembaga baru yang diharapkan dapat lahan baru di kawasan hutan.
membantu aparat pemerintah desa dalam
menangani persoalan yang muncul di Kondisi Budaya dan Adat Desa
masyarakat, yaitu Forum Komunikasi Umat
Beragama (FKUB). Forum ini secara Potensi Budaya yang dimiliki
langsung membantu menangani masyarakat Desa Tambarana dalam
permasalahan kehidupan bermasyarakat mendukung KPH, dapat dilihat dari
antar suku dan umat beragama di Desa kebiasaan masyarakat yang bergotong
Tambarana, sehingga dapat berjalan royong dalam beraktivitas. Salah satu
kebiasaan yang masih kental di masyarakat
7

adalah Mapalus atau saling bergotong masyarakat terkait dengan pembangunan


royong dalam bekerjasama mengerjakan KPH lewat media sosialisasi, belum
lahan, perbaikan fasilitas umum, perayaan dilaksanakan. Sehingga diharapkan bila
hari besar keagamaan maupun acara pesta, kondisi pemberian informasi kepada
serta bila ada salah satu masyarakat yang masyarakat bisa disampaikan secara baik,
kedukaan. ditunjang dengan kondisi sosial budaya
Hubungan antar warga sangat masyarakat yang cukup mapan, kiranya
harmonis dengan dibuatnya aturan-aturan dapat mendukung terhadap pembangunan
desa untuk mencegah munculnya konflik KPH Sintuwu Maroso.
horizontal,salah satunya adalah dibentuknya Namun, masyarakat Desa Tambarana
Forum Komunikasi Umat Beragama sebenarnya telah memiliki potensi budaya
(FKUB). yang menjadi kebiasaan secara turun
FKUB dalam peranannya, difungsikan temurun dalam hal pemanfaatan lahan. Hal
untuk menghapus peredaran minuman ini telah ditunjukan dengan adanya
keras, menjaga masyarakat terhadap pembagian lahan yang merata sebesar 2 Ha
pengaruh luar, serta saling menjaga pada untuk setiap rumah tangga. Hal ini
saat hari-hari besar keagamaan. dilaksanakan untuk mengantisipasi konflik
Khusus untuk persoalan lahan, di tahun sosial di masyarakat terkait persoalan lahan.
2006 masyarakat membentuk Tim Selain itu juga, dibentuk kelompok-
Penertiban Lahan. Tim ini kemudian kelompok tani baik kelompok tani sawah,
bertugas untuk menentukan lahan untuk kelompok tani kebun, maupun kelompok
rumah tangga baru diberikan 2 ha/KK, tani nelayan.
sedangkan bagi yang sudah memiliki lahan Potensi budaya lainnya, dapat dilihat
tidak diperkenankan lagi untuk diberikan dari masih adanya rasa gotong royong
lahan. Hal ini untuk mencegah adanya masyarakat dalam bermasyarakat. Hal ini
konflik sosial disebabkan perebutan lahan ditunjukan dengan adanya mapalus atau
serta mencegah pembukaan areal baru pada palusan, yaitu kegiatan saling tolong
kawasan hutan. menolong dan bekerjasama dalam hal
menggarap lahan atau pun memanen hasil
Potensi Sosial Budaya dalam dari lahan anggota masyarakat.
Mendukung Pembangunan KPH Budaya yang telah berlangsung secara
turun-temurun tersebut, secara tidak
Masyarakat Desa Tambarana belum langsung berdampak pada pemanfaatan
mengenal adanya pembangunan Kesatuan lahan yang ada di Desa Tambarana
Pengelolaan Hutan (KPH) Sintuwu Maroso Kecamatana Poso Pesisir Utara. Dengan
secara langsung,. Hal ini dikarenakan adanya sistem pembagian lahan yang adil
belum adanya sosialisasi tentang adanya terhadap setiap anggota masyarakat
KPH Sintuwu Maroso terhadap masyarakat. berdampak pada pencegahan pembukaan
Sehingga masyarakat belum bisa lahan yang tidak mengedepankan aspek
diharapkan untuk mendukung program ekologi. Selain itu juga, dengan adanya
tersebut secara langsung. kegiatan gotong royong dalam bekerjasama
Namun, hal ini tidak menyiratkan antar warga, merupakan modal dasar
bahwa kondisi sosial budaya masyarakat masyarakat dalam membangun daerahnya.
Desa Tambarana tidak bisa mendukung Dengan tingkat kesejahteraan
terhadap pembangunan KPH. Karena jika masyarakat yang cukup baik, ditandai
dianalisis menggunakan teknik inventarisasi beragamnya jenis mata pencaharian
potensi sosial budaya masyarakat terhadap masyarakat, diharapkan dapat mengurangi
KPH sebagaimana yang sudah dijabarkan di keinginan masyarakat membuka lahan baru
atas, maka diperoleh hasil bahwa secara pada kawasan hutan. Sejalan dengan hal
umum kondisi sosial budaya masyarakat tersebut, tingkat kesejahteraan masyarakat
dapat menerima program baru yang Desa Tambarana yang cukup baik, secara
ditawarkan oleh pemerintah. Hanya saja tidak langsung dapat mendukung terhadap
informasi yang seharusnya telah diperoleh pembangunan KPH.
8

Potensi sumber daya manusia dapat dukungan terhadap pembangunan


dilihat dari tingkat pendidikan dan umur. KPH.
Hal ini terutama berkaitan dengan Saran
kemampuan untuk menerima informasi
ataupun inovasi teknologi. Umur Dalam penelitian ini diketahui bahwa
merupakan salah satu faktor yang dapat masyarakat Desa Tambarana masih sangat
mempengaruhi pola pikir dan kemampuan minim pengetahuannya tentang adanya
fisik bekerja. Umumnya petani berumur KPH. Mengingat pentingnya pelestarian
muda cepat menerima inovasi teknologi sumberdaya alam serta peningkatan
ataupun ide-ide baru dibanding petani kesejahteraan masyarakat yang ada di
berumur tua. Tetapi, tidak menutup sekitar KPH, maka perlu kiranya dilakukan
kemungkinan petani berumur tua yang kegiatan sosialisasi yang lebih intensif lagi.
belajar dari pengalaman akan cepat
menerima inovasi baru apalagi kalau UCAPAN TERIMA KASIH
didukung dengan pendidikan memadai.
Selain itu, hal di atas perlu didukung oleh Puji syukur penulis panjatkan
Pemerintah. Pemerintah dalam hal ini dinas kehadirat Allah SWT, yang telah
terkait, mengemban tanggung jawab atas memberikan limpahan rahmat-Nya
masa depan sumber daya hutan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tantangannya adalah bagaimana menuju tata skripsi dengan judul “Potensi Sosial
kelola yang dapat menyeimbangkan Budaya Masyarakat Bagi Pembangunan
beragam kepentingan, baik itu kepentingan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pada
lokal, nasional maupun global, dengan tetap Wilayah KPH Model Sintuwu Maroso Di
mempertahankan prinsip-prinsip kelestarian Desa Tambarana Kecamatan Poso Pesisir
sumberdaya hutan. Adanya KPH ini selain Utara” tepat pada waktunya.
untuk mempertahankan kelestarian hutan, Dengan selesainya skripsi ini, rasa
juga dapat mendukung peningkatan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada
lapangan kerja dan pengurangan tingkat Bapak Dr. Golar, S.Hut., M.Si sebagai
kemiskinan masyarakat di dalam dan di pembimbing utama, serta Ibu Rukmi, S.P,
sekitar hutan. M.P sebagai pembimbing anggota yang
telah meluangkan waktu dan pikiran untuk
KESIMPULAN DAN SARAN membing penulis selama penelitian
sampaiselesainya penyusunan skripsi ini.
Kesimpulan Ucapan terimakasih juga penulis
ucapkan kepada : Bapak Prof. DR. Ir.
Dari hasil dan pembahasan di atas, Muhammad Basir, S.E, M.S, Rektor
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut Universitas Tadulak, Bapak Ir. H. Akbar
: Zain, M.T, Dekan Fakultas Kehutanan
1. Potensi Sosial budaya yang ada pada Universitas Tadulako, Ibu Dr. Ir. Hj.
masyarakat Desa Tambarana Wardah, MF. Sc, Ketua Jurusan Kehutanan
Kecamatan Poso Pesisir Utara Universitas Tadulako. Seluruh Dosen dan
Kabupaten Poso secara tidak langsung Staf Pegawai Fakultas Kehutanan
dapat mendukung pembangunan Universitas Tadulako dan rekan-rekan yang
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) terlibat langsung dalam penelitian ini.
Sintuwu Maroso.
2. Faktor usia dan tingkat pendidikan
merupakan potensi sosial budaya yang DAFTAR PUSTAKA
lebih dominan dalam mendukung
pembangunan KPH. Alviya, I. 2008. Kajian Konsep Kesatuan
3. Kebiasaan yang telah ada secara turun- Pengelolaan Hutan Model Way
temurun di masyarakat yang terkait Terusan Register 47.
dengan pembangunan KPH Sintuwu http://puslitsosekhut. Web.
Maroso, menunjukkan adanya id/profil. php. Diakses 23 Juni
9

2013. 2012.

Badan Planologi Kehutanan. 2007. Kementerian Kehutanan. 2010. Peraturan


Pedoman Pembangunan KPH Menteri Kehutanan Nomor 6 Tahun
Model Sebagai Tahap Awal 2010 Tentang Norma, Standar,
Pembangunan Wujud KPH di Prosedur Dan Kriteria
Tingkat Tapak. Badan Planologi Pengelolaan Hutan pada Kesatuan
Kehutanan, DEPHUT. Jakarta. Pengelolaan Hutan Lindung
(KPHL) dan Kesatuan Pengelolaan
BPS Kabupaten Poso. 2012. Profil Desa Hutan Produksi (KPHP).
Tambarana Tahun 2012. Poso Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam.
Elvida. 2009. Kendala dan Strategi Jakarta
Implementasi Pembangunan KPH
Rinjani Barat. Www. forda-mof. Kementerian Kehutanan. 2011. Petunjuk
org. Diakses 23 Juni 2013. Teknis Inventarisasi Sosial Budaya
Masyarakat di dalam/sekitar
Talib. J, 2010. Analisis Peran Stakeholder Kawasan Hutan/Kesatuan
dalam Implementasi Kebijakan Pengelolaan Hutan. Direktorat
Pembangunan KPH Model di Jenderal Perlindungan Hutan dan
Sulawesi Tengah. Skripsi. Fakultas Konservasi Alam. Jakarta
Kehutanan Universitas Tadulako
(Tidak untuk dipublikasikan). Kementerian Kehutanan. 2011.
Pembangunan Kesatuan
Kementerian Kehutanan. 1999. Undang- Pengelolaan Hutan (KPH).Konsep,
undang Nomor 41 Tahun 1999. Peraturan Perundang-undangan dan
Undang-undang Pokok Kehutanan. Implementasi. Direktorat Jenderal
Direktorat Jenderal Perlindungan Perlindungan Hutan dan
Hutan dan Konservasi Alam. Konservasi Alam. Jakarta
Jakarta
Kementerian Kehutanan. 2012. Data dan
Kementerian Kehutanan. 2007. Peraturan Informasi Pemanfaatan Hutan.
Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 Direktorat Jenderal Planologi.
tentang tata hutan dan penyusunan Jakarta
rencana pengelolaan hutan,serta
pemanfaatan hutan. Direktorat Ngakan P.O, Komarudin. H, Moeliono. M,
Jenderal Perlindungan Hutan dan 2008. Menerawang Kesatuan
Konservasi Alam. Jakarta Pengelolaan Hutan di Era Otonomi
Daerah. Www. Cifor. org. Diakses
Kementerian Kehutanan. 2008. Peraturan Tanggal 7 Agustus 20012.
Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008
tentang Tata Hutan dan Ruhimat, S.I., 2010. Implementasi Keijakan
Penyusunan Rencana Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan
Hutan dan Pemanfaatan Hutan.. (KPH) Di Kabupaten Banjar.
Direktorat Jenderal Perlindungan www. forda-mof.org. Diakses 23
Hutan dan Konservasi Alam. Juni 2013.
Jakarta

Kementerian Kehutanan. 2009. Kesatuan


Pengelolaan Hutan (KPH) dan
Upaya Mitigasi Terhadap
Perubahan Iklim Global. Www.
Dephut. go. id. Diakses 4 Agustus

You might also like