You are on page 1of 12

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO

JURNAL PERENCANAAN WILAYAH


e-ISSN: 2502 – 4205
Vol.V., No.1, April 2020
http://ojs.uho.ac.id/index.php/ppw

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN


(KPH) UNIT X TINA ORIMA KABUPATEN BOMBANA PROVINSI
SULAWESI TENGGARA
Implementation Of Unit X Tina Orima Forest Management Forest Management
(KPH) Unity Of Bombana District, South Sulawesi Province
Gusman Agusalim 1) Sitti Marwah 2) La Baco 2)
1)
Perencanaan Wilayah Pascasarjana UHO
2)
Fakultas Kehutanan UHO
gusmanagusalim@gmail.com

ABSTRACT

Development of Forest Management Units (KPH) has been established as a strategic objective for better
forest management and requires full support from all parties in implementing it. This study aims to analyze the
characteristics of the region in realizing the effectiveness and efficiency of forest management in the FMU Tona
Orima FMU management area and to analyze the more intensive, optimal and sustainable Implementation of FMU
Development in the FMU TU Orima FMU management area. This research was conducted at KPH Unit X Tina
Orima, Bombana Regency, Southeast Sulawesi Province. Data collection was done by purposive sampling. The
population in this study were all regions, communities and KPH employees / staff. Thus, the sample size is
determined based on consideration of the selection of respondents based on the position and mastery of the knowledge
/ ability of the respondents involved in the Implementation of the Unit X Tina Orima Forest Management Unit in
Bombana, Southeast Sulawesi. Data were analyzed with qualitative descriptive analysis and spatial analysis. The
results showed that the Implementation of FMU Development starts from the determination of the area, with
inseparable how to consider the characteristics of the area because it is one of the important factors in the management
of FMU development in implementing wiser forest use. Implementation of FMU Development provides a solution to
face obstacles and challenges in FMU development, as well as the formation of strengthening cooperation between
institutions and parties. Thus the FMU can be a key institution for realizing forest sustainability and community
welfare within the FMU management unit Tina Orima, Bombana Regency, Southeast Sulawesi Province, towards
FMU independence.
Keywords : Implementation ,KPH, ,Regional Characteristics

ABSTRAK

Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) telah ditetapkan sebagai tujuan strategis untuk mengelola
hutan yang lebih baik serta memerlukan dukungan penuh dari semua pihak dalam mengimplementasikannya.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik wilayah dalam mewujudkan efektivitas dan efisiensi
pengelolaan hutan di wilayah kelola KPH Unit X Tina Orima dan menganalisis Implementasi Pembangunan KPH
yang lebih intensif, optimal dan lestari dalam wilayah kelola KPH Unit X Tina Orima. Penelitian ini di lakukan di
KPH Unit X Tina Orima Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengumpulan data di lakukan secara
purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wilyah, masyarakat dan pegawai/staf KPH. Dengan
demikian maka jumlah sampel ditentukan atas pertimbangan pemilihan responden yang didasarkan pada posisi dan
penguasaan pengetahuan/kemampuan responden terlibat dalam Implementasi Pembangunan Kesatuan Pengelolaan
Hutan (KPH) Unit X Tina Orima Kabupaten Bombana Sulawesi Tenggara. Data dianalisis dengan analisis deskriptif
kualitatif dan analisis spasial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Implementasi Pembambangunan KPH mulai dari
penetapan wilayah, dengan tidak lepas bagaimana mempertimbangkan karakteritik wilayah karna merupakan salah
satu faktor penting dalam tata kelola pembangunan KPH dalam melaksanakan pemanfaatan hutan yang lebih bijak.
Implementasi Pembangunan KPH memberikan solusi untuk menghadapi hambatan dan tantangan dalam
pembangunan KPH, serta terbentuknya penguatan kerjasama antara lembaga dan para pihak. Dengan demikian KPH
dapat menjadi institusi kunci untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat yang terdapat dalam
wilayah kelola KPH unit X Tina Orima Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara menuju kemandirian KPH.

Kata Kunci : KPH, Implementasi, Karakteristik Wilayah

1
JURNAL PERENCANAAN WILAYAH PPS UHO

PENDAHULUAN Pembangunan KPH yang lebih intensif, optimal


Hutan merupakan sumberdaya alam yang dan lestari dalam wilayah kelola KPH Unit X Tina
cukup potensial dan memiliki peran strategis Orima.
dalam pembangunan. Dengan peran yang cukup Berdasarkan Undang-Undang Kehutanan
strategis tersebut, konsep pengelolaan hutan di Indonesia No. 41 tahun 1999, Kesatuan
Indonesia bersifat dinamis, sesuai dengan Pengelolaan Hutan (KPH) adalah kesatuan wilayah
kepentingan dan kebutuhan yang ingin dicapai. pengelolaan hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan
. KPH dapat ditetapkan dalam satu atau peruntukannya, yang dapat dikelola secara efesien
lebih fungsi hutan, lintas wilayah administrasi dan lestari. Sedangkan Castaneda (2000)
pemerintahan dan atau dalam satu wilayah mendefinisikan KPH unit yang arealnya telah
administrasi. Luasan satu KPH ditetapkan dengan ditetapkan dengan batas-batas yang jelas, dimana
memperhatikan efisiensi dan efektifitas sebagian besar arealnya ditutupi oleh hutan,
pengelolaan hutan dalam satu wilayah DAS atau dikelola untuk jangka panjang, dan memiliki
satu kesatuan wilayah ekosistem. Keberadaan sejumlah tujuan yang jelas yang dituangkan ke
suatu KPH tidak dipengaruhi oleh perubahan dalam rencana pengelolaan hutan.
RTRWP maupun RTRWK. KPH perlu dibentuk Dalam literatur Bahasa Inggris, kata
berdasarkan keterkaitan komponen ekosistem dan Kesatuan Pengelolaan Hutan diterjemahkan dari
tidak dipisahkan menurut fungsi pokok dan frase forest management unit (FMU). Julian dan
peruntukannya. Dunster (1996) dalam buku Dictionary of Natural
KPH Unit X Tina Orima Kabupaten Resource Management, mendefinisikan KPH
Bombana ditetapkan Menteri Kehutanan sesuai sebagai kawasan hutan yang dikelola sebagai unit
Keputusan Nomor SK.426/Menhut-II/2011 tanggal produksi serat atau sumberdaya diperbaharui
27 Juli 2011 meliputi area seluas ± 116.126 ha lainnya. FAO (2000), mendefinisikan Kesatuan
terdiri dari Hutan Lindung dengan luas ± 23.659 Pengelolaan Hutan sebagai sebuah wilayah yang
ha, Hutan Produksi dengan luas ± 74.514 ha Hutan tutupan lahannya didominasi oleh hutan dan
Produksi Terbatas dengan luas ± 17.953 ha dan mempunyai batas yang jelas, dan dikelola untuk
Peraturan Bupati Bombana Nomor 17 Tahun 2012 memenuhi serangkaian tujuan yang ditetapkan
tanggal 12 September 2012 tentang Pembentukan secara eksplisit sesuai dengan rencana pengelolaan
Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan hutan jangka panjang sebagai kawasan hutan yang
Hutan Produksi KPHP Model Unit X Tina Orima batas-batasnya dipetakan, dikelola oleh badan
Kabupaten Bombana. pengelola tunggal untuk seperangkat tujuan yang
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi jelas yang dinyatakan dalam rencana pengelolaan
Sulawesi Tenggara Nomor 12 Tahun 2016 tentang multi tahun yang mandiri. Senada dengan hal
Pegelolaan Hutan Lindung dan Hutan Produksi tersebut ITTO (2003), mendefinisikan KPH
maka pengelolaan hutan merupakan usaha untuk sebagai kawasan hutan yang dikelola dengan
mewujudkan hutan lestari berdasarkan tata hutan, seperangkat tujuan dan sesuai dengan rencana
rencana pengelolaan, pemanfaatan hutan, pengelolaan jangka panjang. Handadhari (2014),
rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan mendefinisikan Kesatuan Pengelolaan Hutan
konservasi. Oleh karena itu, sesuai dengan amanat diartikan sebagai manajemen kawasan hutan
peraturan perundangan, maka pengelolaan hutan berasaskan kelestarian hutan dan sekaligus
lestari tersebut perlu diimplementasikan melalui kelestarian usaha/ekonomi.
konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang Pembentukan KPH sebenarnya sudah
menjadi bagian dari sistem pengurusan hutan. dimulai sejak ditetapkannya kebijakan Pemerintah
Dengan karakteristik fisik, biologi, sosial, berupa UU Nomor 5 Tahun 1967 tentang
ekonomi, dan budaya pada wilayah KPH Unit X Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan. Namun
Tina Orima Kabupaten Bombana difokuskan pada amanat pembentukan KPH secara jelas baru
target yang terencana sesuai dengan blok-blok tertuang dalam UU Nomor 41 tahun 1999 tentang
pengelolaan dengan menggunakan skema Kehutanan, yang ditindaklanjuti dengan Peraturan
pemberdayaan, pemanfaatan, perlindungan, dan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 Tentang
penggunaan dengan melibatkan para pihak. Perencanaan Kehutanan, dan Peraturan Pemerintah
Penelitian ini untuk melihat (1) Bagaimana Nomor 6 Tahun 2007 yang telah diubah dengan
karakteristik wilayah dalam mewujudkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008
efektivitas dan efisiensi pengelolaan hutan di tentang Tentang Tata Hutan dan Penyusunan
wilayah kelola KPH Unit X Tina Orima Kabupaten Rencana Pengelolaan Hutan Serta Pemanfaatan
Bombana dan (2) Bagaimana Implementasi Hutan (Puspariani, 2008).
2
Konsep Kesatuan Pengelolaan Hutan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi merupakan
(KPH) merupakan satu di antara upaya mengatasi kesatuan pengelolaan yang fungsi pokoknya
permasalahan kehutanan Indonesia yang merupakan hutan produksi (Working Grup Tenure,
kondisinya makin memprihatinkan, yang ditandai 2010).
dengan meningkatnya laju degradasi hutan, kurang Fathoni (2014) menggunakan tiga kriteria
berkembangnya investasi dibidang kehutanan, untuk membuat tipologi KPH berdasarkan
rendahnya kemajuan pembangunan hutan tanaman, perspektif pemenuhan SDM, yaitu : a. Jumlah
kurang terkendalinya illegal logging dan illegal SDM saat ini, b) jumlah kegiatan teknis kehutanan
trade, merosotnya perekonomian masyarakat di (dalam Rencana Pengelolaan Hutan Jangka
dalam dan sekitar hutan, serta meningkatnya luas Panjang), c) luas hutan wilayah tertentu.
kawasan hutan yang tidak terkelola secara baik. Rendahnya kinerja pembentukan wilayah KPH
Melalui KPH diharapkan dapat dilakukan upaya- disebabkan oleh rendahnya kapasitas dan
upaya strategis dalam bentuk deregulasi dan lemahnya hubungan antar stakeholders dalam
debirokratisasi kehutanan dengan pendekatan pemenuhan kriteria dan indikator yang
multi-pihak (Rizal et al., 2009). dipersyarakatkan dalam pembentukan wilayah
Undang-undang 41/1999 konsep ini KPH. Untuk itu dibutuhkan suatu model
kembali dimunculkan yang kemudian diikuti pengembangan dan penguatan institusi yang sudah
dengan aturan pedoman pembentukannya seperti ada agar kebijakan KPH mendapatkan dukungan
tertuang dalam beberapa peraturan perundang- dari para stakeholders sehingga tujuan pengelolaan
undangan. Sebelumnya pada awal tahun 1990an, hutan yang efektif dan efisien dapat dicapai
keluar beberapa peraturan menteri yang mengatur (Karsudi et al., 2010).
KPHP yang konsepnya adalah juga pengelolaan Pengelolaan KPH memerlukan dukungan
hutan lestari (Ngakan, 2008). dari pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten,
Pengelolaan hutan merupakan usaha untuk pemegang IUPHHK-HA, lembaga pendukung
mewujudkan pengelolaan hutan lestari berdasarkan (seperti LSM, Perguruan Tinggi, dan lembaga
tata hutan, rencana pengelolaan, pemanfaatan keuangan), serta masyarakat setempat. Oleh karena
hutan, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan dan itu, diperlukan kelembagaan pengelola KPH yang
konservasi. Untuk mewujudkan pengelolaan hutan kuat termasuk dukungan SDM untuk dapat
lestari, maka seluruh kawasan hutan terbagi ke memfasilitasi para pihak mengelola KPH. Sebagai
dalam KPH yang merupakan wilayah pengelolaan suatu unit pengelolaan hutan lestari, maka KPH
hutan terkecil sesuai fungsi pokok dan perlu ditata menjadi unit-unit usaha sesuai fungsi
peruntukannya yang dapat dikelola secara efisien kawasan hutan dan potensi setiap tapak. Unit-unit
dan lestari. Dengan adanya KPH diharapkan ada usaha KPH harus didukung oleh batas-batas unit
pihak yang secara langsung bertanggung jawab usaha yang jelas dan diakui oleh semua pihak,
terhadap kawasan hutan, sehingga pengelolaan tersedianya sarana prasarana yang memadai,
hutan menjadi lebih efektif dan efisien dukungan dana yang cukup dan berkelanjutan,
(Alvian,2008). serta tersedianya pasar yang kompetitif terhadap
Pembentukan wilayah pengelolaan produk unit-unit usaha KPH (Supratman, 2008).
menjadi suatu kesatuan pengelolaan hutan terdiri Kebijakan yang terkait dengan pembangunan KPH
dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung perlu dijabarkan lebih lanjut tentang peran,
(KPHL), Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi tangungjawab masing-masing intitusi KPH
(KPHP), Kesatuan Pengelolaan Hutan Konservasi dikaitkan dengan peraturan perundangan tentang
(KPHK). KPHK merupakan kesatuan pengelolaan otonomi daerah dan pembagian kewenangan
yang fungsi pokoknya dapat terdiri dari satu atau pemerintah pusat dan daerah tentang pembagian
kombinasi dari Hutan Cagar Alam, Hutan Suaka kewenangan di bidang kehutanan (Kusumedi
Margasatwa, Hutan Taman Nasional, Hutan 2010). Pembangunan KPH dipandang dari konsep
Taman Wisata Alam, Hutan Taman Hutan Raya, kelembagaan dimaknai sebagai pengembangan
dan Hutan Taman Buru. Kesatuan Pengelolaan kelembagaan KPH dalam pengelolaan hutan.
Hutan Lindung merupakan kesatuan pengelolaan Untuk memahami konsep pengembangan
yang fungsi pokoknya merupakan hutan lindung. kelembagaan, ada tiga hal penting yang harus

3
dipahami dengan benar, yaitu : a) Istilah organisasi secara sengaja dengan menetapkan kriteria dari
b) kelembagaan dan c) pelembagaan atau populasi yang layak dijadikan sampel dengan
melembagakan (Uphoff, 1986). Kelembagaan pertimbangan dapat memberi informasi dan atau
KPHK belum diatur secara khusus sebagaimana dapat menjawab permasalahan penelitian (Silalahi,
halnya KPHL dan KPHP. Sampai saat ini belum 2009). Dengan demikian maka jumlah sampel
disusun peraturan tentang pembentukan organisasi ditentukan atas pertimbangan pemilihan responden
KPHK, secara khusus sebagaimana halnya KPHL yang didasarkan pada posisi dan penguasaan
dan KPHP. Organisasi Balai Taman Nasional pengetahuan/kemampuan responden terlibat dalam
dapat dipandang sebagai organisasi KPHK. Implementasi Pembangunan Kesatuan Pengelolaan
Sebagai salah satu bentuk transformasi sebagai Hutan (KPH) Unit X Tina Orima Kabupaten
suatu KPH, di beberapa Taman Nasional saat ini Bombana Sulawesi Tenggara.
mulai dikembangkan ‘Resort Based Management’ Variabel yang dikaji dalam penelitian ini
yaitu pengelolaan Taman Nasional berbasis resort. merupakan faktor-faktor yang digunakan sebagai
(Lestari et al., 2012) indikator pada proses analisis sehingga
Penyusunan rencana pengelolaan memberikan gambaran jelas dan tepat mengenai
diperlukan pula pedoman dan petunjuk teknis kondisi faktual lapangan. Adapun variabel
penyusunannya. Pedoman penyusunan dan tata pengamatan yaitu 1) Karakteristik wilayah yang di
cara pengesahan rencana pengelolaan hutan di peroleh dari hasil interpretasi/peta dan data
tingkat KPH ditetapkan oleh Badan Planalogi skunder meliputi (a) fungsi kawasan (b) kondisi
kehutanan (PP 6/07 pasal 15 ayat 4). Petunjuk topografi (c) Jenis tanah (d) Pembagian blok (e)
teknis penyusunan rencana pengelolaan hutan pada Penutupan Vegetasi dan (f) Jasa Lingkungan 2)
KPHK dan KPHL disusun oleh Ditjen PHKA. Implementasi pembangunan KPH Unit X Tina
Sedangkan Ditjen RLPS memberi dukungan Orima meliputi (a) Inventarisasi berkala (b)
mengenai teknis kegiatan-kegiatan rehabilitasi Wilayah tertentu (c) Pemberdayaan Masyarakat
hutan yang diperlu dilaksanakan oleh KPH. Badan (d) Penyediaan dan peningkatan kapasitas SDM
Litbang kehutanan memberi dukungan data dan (e) Penyediaan Pendanaan (f) Sarana dan
informasi hasil-hasil penelitian, serta Pusdiklat Prasarana dan (g) Pengembangan Investasi.
memberi dukungan dalam penguatan tenaga teknis Data yang digunakan dalam penelitian ini
perencanaan (Kartodiharjo et al., 2011). Salah satu yaitu 1) Data primer adalah data yang
ketidakefektifan yang sering terjadi dalam dikumpulkan sendiri oleh perorangan/organisasi
implementasi kebijakan adalah kekurangan secara langsung dari objek yang diteliti dan untuk
sumberdaya manusia baik dari kuantitas maupun kepentingan studi yang bersangkutan yang dapat
kualitas. Sumberdaya manusia yang diperlukan berupa, (1) Observasi (2) Wawancara (3) Studi
adalah sumber daya manusia yang memiliki Pustaka yang berkaitan dengan Implementasi
keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam Pembangunan Kesatuan Pengelolaah Hutan (KPH)
mengimplementasikan kebijakan KPH (Ruhimat, Unit X Tina Orima. 2). Data sekunder, merupakan
2010). sumber data yang diperoleh dengan cara membaca,
. mempelajari dan memahami melalui media lain
METODE PENELITIAN yang bersumber dari literatur, buku-buku, serta
Penelitian difokuskan pada wilayah dokumen perusahaan (Sugiono,2010).
Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Unit X Tina Menjawab permasalahan penelitian, maka
Orima Kabupaten Bombana Provinsi Sulaweis teknik analisis data yang digunakan dalam
Tenggara. Dengan menggunakan desain survey penelitian ini adalah analisis deskriptif kualitatif
mendapatkan data-data lapangan yang diperlukan untuk dapat mendeskripsikan dan memberikan
terkait Karakteristik Wilayah dan Implementasi gambaran detail mengenai suatu gejala atau
Pembangunan Kesatuan Pengelolaam Hutan fenomena dengan kondisi riil dilapangan tentang
(KPH) Unit X Tina Orima di Kabupaten Bombana Karakteristik Wilayah KPH Unit X Tina Orima
Sulawesi Tenggara. Untuk efektivitas penelitian dan analisis spasial untuk dapat mengetahui atau
maka jumlah sampel diambil dengan teknik digunakan untuk memperoleh peta Karakteristik
purposive sampling atau pengambilansampel

4
Wilayah dan Implementasi Pembangunan KPH
KPH Unit X Tina Orima

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah KPH Unit X Tina Orima


Letak dan Luas Wilayah KPH Unit X Tina
Orima KPH Unit X Tina Orima mempunyai luas
115.093.20 Ha, terletak di Kabupaten Bombana
Provinsi Sulawesi Tenggara. Secara geografis
wilayah KPH Unit X Tina Orima terletak dibagian
selatan garis khatulistiwa, memanjang dari utara
kesalatan diantara 4°27’ 10,8” - 4053’ 9,6” Lintang
Selatan dan antara 121°29'38.4" dan 122°05'16.8"
Bujur Timur, Berdasarkan penetapan KPH Unit X Gambar 5.2. Peta Fungsi Kawasan Hutan Wilayah KPH
Tina Orima merupakan KPH dengan Luas 116.126 Unit X Tina Orima
Ha. Namun berdasarkan hasil analisis SIG yang
bersumber dari hasil pemetaan, pengecekan Kondisi Topografi
lapangan dan konsultasi publik dalam rangka Secara umum kondisi topografi wilayah
penyusunan Rencana Pengelolaan diperoleh luas KPH Unit X Tina Orima memiliki karakteristik
115.093,20 Ha. KPH Unit X Tina Orima menurut wilayah yang cukup fariatif mulai dari datar
fungsinya terdiri atas Hutan Lindung, Hutan sampai sangat curam. Kondisi Topografi di KPH
Produksi dan Hutan Produksi Terbatas. Total luas Unit X Tina Orima disajikan pada Tabel 5.2
KPH Unit X Tina Orima adalah 115.093,20 Ha, Tabel 5.2. Klasifikasi Kemiringan Lahan KPH
dengan perincian menurut fungsi kawasannya Unit X Tina Orima
dapat dilihat pada Tabel 5.1 Perse
Kelas Kelereng Luas
Tabel 5.1. Fungsi Kawasan Hutan Wilayah KPH No ntase
Lereng an (Ha)
(%)
Unit X Tina Orima
1 Datar <2 % 3.712,14 3,23
Luas Persentase
No Fungsi Kawasan 2 Landai 2-8 % 14.786,37 12,85
(Ha) %
3 Agak Curam 16-25 % 22.609,94 19,64
1 Hutan Lindung 25.366,76 22,04
4 Curam 41-60 % 21.011,84 18,26
Hutan Produksi
2 18.660.63 16,21 Sangat
Tebatas 5 >60 % 52.972,92 46,03
Curam
3 Hutan Produksi 71.065.80 61,75
Jumlah 115.093,20 100,00
Jumlah 115.093,20 100
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2017
Dari Tabel 5.1 menunjukkan bahwa luas Tabel 5.2 menunjukkan bahwa di wilayah
kawasan hutan produksi di wilayah KPH Unit X KPH Unit X Tina Orima di dominasi topografi
Tina Orima adalah 77,96 % dari cakupan luas agak curam sampai dengan sangat curam atau (16 -
wilayah KPH Unit X Tina Orima yang terdiri dari >60 %) bahwa dari ketiga kelas lereng tersebut
Hutan Produksi Terbatas 18.660,63 Ha (16,21%), lebih didominasi dengan sangat curam yaitu
Hutan Produksi 71.065.80 Ha (61,75%) dan Hutan 52.972,92 Ha (46,03%) dibanding dengan agak
Lindung 25.366,78 Ha (22,04). curam yaitu (19,64 %) dan curam (18,26 %) dari
luas keseluruhan. Dengan kondisi tersebut maka
kedepannya sebagai KPH dalam pengelolaan perlu
dilakukan secara bijak dengan teknik dan pola
pengelolaan yang tepat, mengingat kondisi
topografinya yang sangat rentang untuk terjadinya
erosi dan degradasi lahan akibat faktor kemiringan
lereng.

5
Gambar5.1 Peta kemiringan KPH Unit X Tina Orima Gambar 5.4 Peta Jenis Tanah KPH Unit X Tina Orima

Jenis Tanah Pembagian Blok


Jenis Tanah KPH Unit X Tina Orima Berdasarkan Pengesahan RPHJP KPH
diperoleh dengan memanfaatkan data tanah pada Unit X Tina Orima Nomor : 2684/MenLHK-
peta Land System RePProt dan Analisis SIG. KPHP/HPL.0/6/2016 tanggal 9 Juni 2016
Sebaran jenis tanah di lokasi KPH Unit X Tina pembagian blok pada KPH Unit X Tina Orima
Orima disajikan pada Tabel 5.3 terdiri dari (1). Blok Inti pada HL, (2). Blok
Tabel 5.3. Jenis Tanah di wilayah KPH Unit X Pemanfaatan pada HL, (3). Blok Penggunaan, (4).
Tina Orima Blok Pemanfaatan HHBK dan Jasling, dan (5)
Luas Presentase Blok Pemberdayaan. Kemudian dalam revisi
No Jenis Tanah
(Ha) (%)
RPHJP KPH Unit X Tina Orima ada perubahan
1 Organosol 3.006,88 2,61 dalam penentuan arahan blok pemanfaatan
2 Podsolik 47.016,75 40,85 berdasarkan standar dan kriteria Perdirjen
3 Meditran 14.979,06 13.01 Planologi Kehutanan No.P. 5/VII-WP3H/2012.
4 Kambisol 35.377,83 30.74 Hasil revisi tata hutan pada arahan blok
5 Litosol 14.712,68 12.78
pemanfaatan hutan d yaitu (1). Blok Inti pada HL,
(2). Blok Pemanfaatan pada HL, (3). Blok
Total 115.093,20 100
Pemanfaatan HHK-HT, (4). Blok Pemanfaatan
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2017 HHBK dan Jasling, dan (5). Blok Pemberdayaan.
Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa Pembagian blok dalam wilayah KPH Unit X Tina
jenis tanah yang mendominasi KPH Unit X Tina Orima disajikan pada Tabel 5.4.
Orima adalah Podsolik dengan luas 47.016,75 Ha Tabel 5.4. Pembagian blok dalam wilayah KPH
(40,85 %) dari total luas wilayah KPH Unit X Tina Unit X Tina Orima
Orima, kemudian jenis tanah kambisol seluas Luas Persenta
35.377,83 Ha (30,74%) dan Meditran seluas No Blok KPH
(Ha) se (%)
14.979,06 Ha (13,01%). Selengkapnya 1 Inti pada HL 4.656,77 4,04
Karakteristik jenis-jenis tanah pada wilayah KPH
Unit X Tina Orima. 2 Pemanfaatan pada HL 20.278,71 17,62
Pemanfaatan HHK-
3 52.473,50 45,59
HT
Pemanfaatan HHBK
4 32.819,04 28,52
dan JASLING
5 Pemberdayaan 4.865,18 4,23
Jumlah 115.093,20 100
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2017

6
Tabel 5.5 Menunjukkan bahwa
berdasarkan kelas penutupan lahan yang berhutan
di wilayah terdapat 2 (dua) kelas penutupan lahan
yaitu Hutan Lahan Kering Sekunder seluas
42.691,01 Ha (37.05%) dan Hutan Mangrove
sekunder seluas 2.109,59 Ha (1,83%). Informasi
ini mengindikasikan bahwa dari luas total wilayah
hanya 38,88 % yang berhutan. Jika dihubungkan
dengan jenis tanah, dan tingkat kekritisan lahan
Potensi wilayah perlu pengembangan
Agrosilvopastural dalam pengelolaan jangka
panjang dengan tetap mempertahankan potensi
hutan yang ada dengan melakukan rehabilitasi.
Gambar 5.6 Peta Penutupan Lahan wilayah KPH
Gambar 5.5. Peta Blok KPH Unit X Tina Orima Unit X Tina Orima

Penutupan Vegetasi Potensi Jasa Lingkungan


Sebaran penutupan lahan (Land Cover) di Daya tarik obyek wisata sebagai
KPH Unit X Tina Orima berdasarkan peta pemanfaatan jasa lingkungan dan menjadi sumber
penutupan lahan Provinsi Sulawesi Tenggara ekonomi masyarakat dan daerah adalah
disajikan pada Tabel 5.5 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.6.
Tabel 5.5 Sebaran Penutupan Lahan di Wilayah Tabel 5.6. Beberapa obyek wisata di wilayah KPH
KPH Unit X Tina Orima Unit X Tina Orima
Nama Daya Tari
Penutupan Luas Persentase No Lokasi
No Obyek Wisata
Lahan (Ha) %
Air Terjun
1 Belukar Rawa 11,64 0,01 1 Rumbia Alam tirta
Sangkona
Hutan Lahan Air terjun
2 42.691,01 37,09 2 Poleang Barat Air Terjun
Kering Skunder Balasari
Hutan 3 Tahi Ite Rarowatu Alam Tirta
3 Mangrove 2.109,59 1,83 Pantai
4 Mata Oleo Bahari
Skunder Tabako
4 Pemukiman 39,28 0,03 5 Pulau Basah Poleang Bahari
6 Pulau kondo Poleang Barat Bahari
5 Pertambangan 78,92 0,07
Pantai
Pertanian Lahan 7 Poleang Barat Bahari
6 14.675,36 12.75 Timbala
Kering Danau
Pertanian Lahan 8. Laponu- Poleang Barat Air Terjun
7 Kering Campur 4.233,00 3,68 Ponu
Semak Sumber : Hasil Analisis SIG, 2017
Savana/Padang Potensi ekowisata sebagai Pemanfaatan
8 899,01 0,78
rumput
Jasa Lingkungan di wilayah KPH Unit X Tina
9 Sawah 87,36 0,08 Orima memiliki potensi dan manfaat hutan sebagai
10 Semak 43.334,37 37.65 penyedia jasa lingkungan sangat memberikan
11 Tambak 713.23 0,62 kontribusi yang nyata. Panorama bahari, air terjun,
Tanah alam tirta yang memiliki potensi jasa lingkunga
12 Terbuka/Tanah 6.220,41 5,40 yang sangat prospektif untuk dikembangkan dan
Kosong dikelola secara maksimal untuk mendukung
Jumlah 115.093,20 100,00 peningkatan kesejahteraan masyarakat dan sumber
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2017 pemasukan bagi pemerintah daerah. Obyek wisata
bahari yang berada di wilayah KPH Unit X Tiba

7
Orima yang sangat potensial untuk terus pasal 3 ayat (3). Berdasarkan ketentuan tersebut,
dikembangkan pengelolaannya antara lain pantai KPH merupakan unit organisasi yang ditugaskan
Tabako, pantai Timbala dan pulau Basah. untuk mengelola kawasan hutan Negara sesuai
Sendangkan untuk obyek agrowisata yang perlu fungsinya. Dengan demikian dalam spektrum
mendapat perhatian lebih lanjut untuk publik dan privat, KPH akan mempunyai ciri
pengelolaannya, seprti air terjun Sangkona, air publik dan privat sekaligus yang lazim disebut
terjun Balasari, air mendidih Tahi Ite dan danau sebagai lembaga semi pemerintah. Lembaga semi
laponu-ponu. pemerintah merupakan lembaga bentukan
pemerintah untuk penyediaan layanan publik dan
Sosial Budaya dikontrol dan ditunjuk oleh suatu badan
Ditinjau dari aspek budaya, mayoritas pemerintah serta dalam menjalankan tugasnya
masyarakat di sekitar wilayah KPH Unit X Tina diperkenankan untuk menggali penghasilan sendiri
Orima adalah penduduk lokal dan sebagian kecil (Kosar 2011). Berdasarkan Hal tersebut untuk
merupakan pendatang. Umumnya mereka bermata selanjutnya dijabarkan dalam bentuk kegiatan-
pencaharian sebagai petani (>90%), diantaranya kegiatan guna mencapai tujuan KPH Unit X Tina
bersawah dan berkebun dan lain-lain. Sedangkan Orima.
yang lain (<10%) bekerja sebagai pedagang dan
PNS. Jumlah anggota keluarga dapat menjadi Inventarisasi Wilayah KPH Unit X Tina Orima
penyedia tenaga kerja dalam upaya pengembangan Tahap kegiatan ini dilakukan pengumpulan
usaha tani keluarga. Sedangkan tingkat pendidikan data potensi riil hutan, khususnya kegiatan,
petani akan menjadi pendorong perubahan dan rencana kegiatan dan masalah kehutanan.
penerimaan inovasi teknologi terutama sektor Informasi ini awalnya bisa dikumpulkan dari data
pertanian. Dalam kawasan KPH juga diakui oleh sekunder yang tersedia di berbagai instasi baik
masyarakat terdapat areal klaim hutan adat/tanah pemerintah, swasta dan masyarakat. Inventarisasi
ulayat (belum ada pengukuhan). wilayah kelola KPH merupakan kegiatan berkala
perlu dilakukan untuk mengetahui dengan tepat
Posisi KPH Dalam Perspektif Tata Ruang perubahan yang terjadi diwilayah KPH selama
Berdasarkan Undang undang Tata Ruang kurun waktu tertentu. Kegiatan ini dilaksanakan
no 26 tahun 2007 penetapan tata ruang dilakukan setiap 5 tahun sekali. Kegiatan ini bertujuan untuk
melalui kajian teknis dan analisa kebutuhan dari memperoleh data update dan akurat pada masing-
berbagai sektor diwilayah tersebut untuk masing unit pengelolaan, blok dan petak. Hasil
memenuhi ekspansi pembangunan pertanian, inventarisasi ini memberikan gambaran tentang
perkotaan, pemukiman, perhubungan dan risalah kondisi unit pengelolaan hutan secara
pertambangan. Berdasarkan Tata Ruang berkala sebagai berikut 1) Kondisi Awal 2)
Kabupaten Bombana Tahun 2012 wilayah kelola Kondisi 5 tahun berikutnya dan dilengkapai
tetap berfungsi sebagaimana fungsi kawasan hutan dengan (uraian peningkatan dan penurunan serta
yaitu Hutan Lindung, Hutan Produksi Tetap, dan permasalahan).3) Kondisi 10 tahun berikutnya dan
Hutan produksi terbatas. Kondisi ini dilengkapai dengan (uraian peningkatan dan
mengindikasikan tidak terjadinya tumpang tindih penurunan serta permasalahan).
pola tata hutan (pembagian blok) dengan tata
ruang wilayah Kabupaten Bombana. Pemanfaatan Hutan Pada Wilayah Tertentu
Wilayah tertentu adalah wilayah hutan
Implementasi Pembangunan KPH Unit X Tina yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi
Orima pihak ketiga atau belum diminati oleh pihak ketiga
Seluruh kawasan hutan yang dikuasai untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya.
Negara terbagi kedalam wilayah Kesatuan Wilayah kelola yang belum diminati oleh investor
Pengelolaan Hutan (KPH). KPH menjadi bagian akan dikelola sendiri sesuai dengan fungsi hutan
dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, dan potensinya. Pemanfaatan pada Wilayah
pemerintah provinsi dan pemerintah tertentu akan dilaksanakan melalui kerjasama
kabupaten/kota seperti diatur PP No.6 tahun 2007 pemerintah daerah atau setelah menerapkan Pola

8
Pengelolaan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) Pemberdayaan Masyarakat
dan mendapat penunjukan dari Menteri Pemberdayaan dan pelibatan masyarakat
Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Adapun setempat dalam pengelolaan hutan merupakan
pembagian blok pada wilayah tertentu dapat dilihat salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya hutan
pada tabel 5.8. secara optimal dan berkelanjutan. Upaya tersebut
Tabel 5.8. Blok Pemanfaatan Pada Wilayah dapat dilakukan baik melalui pengembangan
Tertentu kapasitas maupun pemberian akses pemanfaatan
Blok KPH
Luas Presentase
sumber daya hutan dengan tujuan meningkatkan
No Wilayah kesejahteraan masyarakat di dalam dan disekitar
(Ha) (%)
Tertentu hutan. Pemberdayaan masyarakat setempat
HL – tersebut merupakan kewajiban pemerintah,
1 20.278,71 38,19
Pemanfaatan pemerintah provinsi dan pemerintah
HP -
Pemanfaatan,
kabupaten/kota yang pelaksanaannya menjadi
2 32.819,04 61,80 tanggung jawab KPH. Dalam implementasinya di
Jassling dan
HHBK wilayah KPH Unit X Tina Orima program
pemberdayaan masyarakat setempat dapat
Jumlah 53.097,75 100
memanfaatkan skema Hutan Desa, Hutan
Sumber : Hasil Analisis SIG, 2017 Kemasyarakatan dan Kemitraan.
Tabel 5.8 Pada wilayah tertentu KPH
Unit X Tina Orima memiliki luas ± 53.097,75 Ha, Penyediaan Dan Peningkatan Kapasitas SDM
yang terdiri Blok Pemanfaatan pada Hutan Berdasarkan Permendagri Nomor 61 tahun
Lindung seluas ± 20.278,71 Ha, dan Blok 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Keja
Pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung dan
lingkungan (HHBK dan Jasling) pada Hutan kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi dan
Produksi seluas ± 32.819,04 Ha. Kedepannya akan Peraturan Bupati Bombana nomor 17 tahun 2012
direncanakan pengelolaan baik dengan pola tentang Pembentukan organisasi dan Tata kerja
swakelola maupun dengan kemitraan baik dengan UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Model Unit X
investor, masyarakat ataupun pihak lain yang Tina Orima dengan bentuk Struktur dan Susunan
berminat. Organisasi tipe B sebagai berikut; a) Kepala b) Sub
bagian Tata Usaha c) Kepala Seksi Perencanaan
dan Pemanfaatan d) Kepala Seksi Pelindungan,
KSDAE dan Pemberdayaan Masyarakat e)
Kelompok Jabatan Fungsional
Kepala KPH
Unit X Tina
Orima

Sub Bagian
POKJAB Fungsional Tata Usaha

SEKSI: SEKSI:
Perencanaan dan Perlindungan , KSDAE dan
Pemanfaatan Hutan Pemberdayaan Masyarakat

UNIT PENGELOLAAN :
2 Bag
Resort
Strukt
Resort
OrganisResortKPHP
(RESORT) Resort Resort

Gambar 5.8 Peta Wilayah Tertentu KPH Unit X Tina


. : an ur
Ket
asi
Koordinasi
XXIV
dan pendukung
= Garis Komando
=
Orima.
Gambar 5.9 Struktur Organisasi KPH Unit X Tina
Orima

9
Penyediaan Pendanaan perangkat keras komputer dan peralatan survey,
Berdasarkan pasal 10 PP No 6 Tahun sarana pendukung kegiatan pengelolaan hutan
2007, Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan misalnya pembuatan pal batas blok atau petak,
Pemerinan Kabupaten/Kota sesuai kewenangannya pembuatan jalan pendukung pengelolaan hutan,
bertanggung jawab terhadap pembangunan KPH perangkat yang berhubungan dengan pengelolaan
dan infrastrukturnya. Dana untuk pembangunan hutan antara lain pal batas hutan, pos jaga, papan
KPH Kabupaten berasal dari APBD dan sumber informasi, menara pengawas, sarana komunikasi
lain yang sah dan tidak mengikat. Perencanaan dan sarana transportasi. Sarana perlindungan hutan
pembiayaan harus dilakukan secara terpadu antara dapat berupa alat pemadam kebakaran hutan baik
pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah perangkat lunak maupun perangkat keras, alat
Kabupaten/ Kota untuk efisiensi dan menghindari komunikasi, perlengkapan satuan pengaman hutan,
pengadaan suatu sarpras tumpang tindih. tanda batas kawasan hutan plang/tanda tanda
Pembiayaan dengan sumber dana APBN, selain larangan, prasarana perlindungan hutan dapat
digunakan untuk pembangunan sarana prasarana berupa asrama satuan pengaman hutan, rumah
juga dimungkinkan untuk membiayai kegiatan jaga, jalan pemeriksaan, menara pengawas dan
pengelolaan hutan. Menggunakan KPH sebagai parit batas.
bagian penguatan sistem pengurusan hutan dengan
mewujudkan integrasi program atau konvergensi Pengembangan Investasi
program kehutanan nasional, provinsi dan Pengembangan investasi diarahkan kepada
kabupaten/kota (rehabilitasi, inventarisasi, para pemegang ijin skala besar maupun skala kecil
pemberdayaan masyarakat, dll), sehingga diperoleh seperti izin IUPHHBK, IUPHHK-HTI. Disamping
sinergisitas kegiatan pembangunan kehutanan. itu peserta Hkm, Hutan Desa, pelaku ekonomi
Dengan banyaknya aktivitas kegiatan kehutanan di lainnya terutama pelaku ekonomi berbasis
lokasi KPH, maka akan menarik para rimbawan kehutanan skala kecil, dapat kami uraikan sebagai
muda untuk bekerja di lapangan.Pembiayaan berikut : 1) Masalah, (a) Indikasi masih adanya
pelaksanaan program dan kegiatan yang diusulkan praktek illegal dalam pemanfaatan hasil hutan (b)
diharapkan tersedia sesuai kebutuhan baik Peluang dan prospek investasi pada kawasan KPH
jumlahnya maupun waktu pelaksanaan kegiatan, belum diketahui luas oleh calon investor (c)
akan tetapi hal ini selalu menjadi masalah, karena Kebijakan Investasi bidang usaha pemanfaatan
sumber sumber pendanaan pembangunan tidak hasil hutan dan penggunaan kawasan tertentu
pernah mencukupi dan selalu terbatas. Selama kurang menarik minat investor karena prosedur
jangka waktu pengelolaan sumber pendanaan perijinan yang berbelit-belit dan biaya tinggi,
pembangunan diharapkan berasal dari APBN lemahnya insentif dan rendahnya kapastian hukum.
(Dekonsentrasi ), DAK bidang kehutanan, DAU 2) Sasaran, (a) Peningkatan investasi sektor usaha
(pendamping DAK) dan APBD Kabupaten kehutanan yang dikelola secara menguntungkan,
Bombana. lestari dan berkelanjutan (b) Menyerap investasi
baik internal maupun eksternal (pihak ketiga) guna
Penyediaan Sarana Dan Prasarana pengembangan dan pengelolaan hutan pada
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, wilayah tertentu. 3) Prioritas Arah Kebijakan, (a)
KPH memerlukan sarana prasarana guna Mengurangi biaya transaksi dan praktek ekonomi
menunjang kegiatan KPH. Berdasarkan Permenhut biaya tinggi baik untuk tahap memulai maupun
no 41 tahun 2011 pasal 3 dan PP 45 pasal 10. operasinal bisnis. (b) Menata aturan main yang
Rencana kegiatan penyediaan sarana prasarana jelas dan pemangkasan birokrasi dengan prinsip
yaitu berupa bangunan kantor, kendaraan transparansi dan tata pemerintahan yang baik.
operasional yang meliputi kendaraan roda empat,
kendaraan roda dua atau kendaraan perairan, KESIMPULAN DAN SARAN
peralatan kantor yang meliputi meja dan kuris Pembentukan Kesatuan Pengelolaah Hutan
kerja, lemari kantor dan peralatan elektronik (KPH) Unit X Tina Orima tidak lepas bagaimana
kantor, peralatan operasional meliputi alat mempertimbangkan karakteritik wilayah karna
komuknikasi dan perangkat lunak komputer, merupakan salah satu faktor penting dalam tata
kelola pembangunan KPH yang mampu

10
melaksanakan pemanfaatan hutan yang lebih bijak peningkatan peran serta masyarakat dalam
menuju kemandirian KPH, pengelolaan hutan secara menyeluruh baik mulai
Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan dari tahap perencanaan sampai pada tahap
(KPH) Unit X Tina Orima ditingkat tapak sebagai pelaksanaan dan evaluasi.
identitas manajemen baru dan permanen secara Diperlukan koordinasi dan integrasi
langsung menangani permasalahan yang ada dan perencanaan serta anggaran antara pusat dan
memberikan dasar untuk tata kelola hutan yang daerah (KPH, BAPPEDA, DISHUT, BPDAS,
lebih baik, perencanaan, manajemen sumber daya BPKH, BP2HP dan unit lainnya) untuk
hutan, pemantauan dan keterlibatan pemangku mengoptimalkan kegiatan pengelolan hutan di
kepentingan. selain itu KPH akan memainkan tingkat tapak.
kunci dalam upaya menuju pembangunan Mempercepat proses penyusunan rencana
berkelanjutan dan fungsionalisasi KPH dan bisnis KPH serta sinkronisasi dengan para
memberikan rekomendasi bagi percepatan pemegang izin dan instansi pemerintah terkait
pembangunan KPH yang saat ini sedang berjalan. untuk mengoptimalan kinerja KPH ditingkat tapak
dan menghindari asimetris informasi antar masing-
Saran masing pihak yang berkepentingan.
Arahan dalam Rencana Pengelolaan Hutan Mempersiapkan kelembagaan dan SDM yang
KPH Unit X Tina Orima sangat diharapkan dapat mampu menjamin keamanan berinvestasi dalam
mewujudkan lembaga KPH yang mandiri, menjadi wilayah KPH dengan tujuan untuk mendorong
KPH percontohan Indonesia, dan dapat percepatan kemandirian KPH dan kesejahteraan
mewujudkan kawasan hutan yang lestari dan masyarakat.
masyarakat sejahtera serta mengembangkan
ekonomi daerah. DAFTAR PUSTAKA
Proses penyusunan rencana pengelolaan Alvian, L. dan E.Y. Suryandari. 2008. Kajian
hutan yang melibatkan berbagai pihak dan sektor, Konsep Kesatuan Hutan Model Way
guna mempercepat penguatan kelembagaan KPH Terusan Register 47. Skripsi. Bogor.
sehingga dapat bekerja sesuai dengan mandatnya Budiningsih K, Sulistya E, Sylviani, Elvida YS,
sebagai unit manajemen terkecil ditingkat tapak Fenti S dan Gamin. Tipologi KPH. Laporan
sehingga keberadaan KPH dapat menjadi solusi Penelitian. Puslitbang Perubahan Iklim dan
bagi pembangunan kehutanan dan pembangunan Kebijakan.
kesejahteraan masyarakat. Castañeda F. 2000. Why national and forest
management unit level criteria and indicator
Rekomendasi for sustainable management of the dry forest
Proses tata hutan yang mencakup in Asia?. in: Cheng TL, Durst PB, editors.
keseluruhan fungsi kawasan harus segera Development of national-level criteria and
diselesaikan untuk menjamin efektifitas indicator for sustainable management of the
pengelolaan hutan di tingkat tapak. dry forest in Asia: background paper. Rap
Diperlukan evaluasi kinerja KPH untuk Publication, Bangkok, Thailand (TH). 1–22
menilai konsistensi kesiapan kinerja kelembagaaan June 2000.
dan kapasitas SDM organisasi yang selama ini Dipodiningrat, S. 2013. Organisasi dan Sumber
sudah ada dan dijalankan untuk memberikan solusi Daya Manusia Pendukung Pengelolaan
terhadap permasalahan yang ditemukan. Hutan Lestari. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Membangun proses Komunikasi dan FAO, 2000. Definition and Basic Principles of
koordinasi yang kuat antara pemerintah daerah Sustainable Forest Management in Relation
dengan KPH khususnya dalam hal perencanaan, to Criteria and Indicators.http://www.
pengelolaan hutan. hal tersebut di maksudkan fao.org. Diakses tanggal 19 Februari 2014].
untuk menjamin operasionalisasi serta Fathoni, T. 2014. Pengembangan SDM Kehutanan
menghindari kesalahpahaman dan overlapping sebagai Sistem Pendukung KPH. Makalah
program dalam mendorong optimalisasi KPH. disampaikan pada Pertemuan Nasional
Diperlukan Jaminan hak dan akses serta Akademisi – CSO dalam Mendukung

11
Pembangunan dan Operasionalisasi KPH. Ngakan, P.O., Komarudin, H., dan Moeliono, M.
Rancamaya,- Bogor ,7 Oktober 2014 2008. Governancee Brief: Menerawang
Handadhari, T. 2014. KPH Sebagai Kelembagaan Kesatuan Pengelolaan Hutan di Era
Ideal Kehutanan : Konsep Versus Realitas. Otonomi Darah. Center for International
Dalam Nugraha, et al (editor). Darurat Forestry Research (CIFOR). Bogor.
Hutan Indonesia. Mewujudkan Arsitektur Indonesia.
Baru Kehutanan Indonesia. Banten. Wana Ontario Ministry of Natural Resources. 2003.
Aksara. Management units in Ontario. What are
Kartodihardjo, H., Nugroho, B., & Putro, H.R. Management Units. www.mnr.gov.on.ca.
(2011). Pembangunan kesatuan pengelolaan Diakses 25 Februari 2014.
hutan (KPH): Konsep, peraturan Priyo Kusumedi dan Achmad Rizal HB. 2010,
perundangan dan implementasi. Jakarta: Analisis Stakeholders dan Kebijakan
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan. Pembangunan KPH Model Maros di
ITTO. 2003. Philipine Set of Criteria and Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Analisis
Indicator for Sustainable Forest Kebijakan Kehutanan Vol. 7 No. 3
Management. Manual and Reporting Desember 2010 : 179-193
Framework. Puspariani, J. 2008. Kesatuan Pengelolaan Hutan
Julian and Katherine Dunster, 1996. Dictionary of Produksi (KPHP). Skripsi. Model
Natural Resource Management. The Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Comprehensive, Single Source Guide to Sumatra Selatan.
Natural Resources Management Terms. Rizal.,H.B. Achmad.,N.P. dewi., dan Kusmedi P.
UBC Press. Canada. 2009 Kajian Strategi Implementasi
Karsudi, Rinekso S dan Kartodihardjo, 2010. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH.) Tanah
Model Pengembangan Kelembagaan Toraja Provinsi Sulawesi Selatan
Pembentukan Wilayah Kesatuan Ruhimat IS. 2010. Implementasi Kebijakan
Pengelolaan Hutan di Provinsi Papua. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Di
JMHT Vol. XVI, (2): 92-100, Agustus Kabupaten Banjar. Jurnal Analisis
2010.Bogor. Kebijakan Kehutanan 7(3):169-178
Kartodihardjo H, dan Suwarno E. 2014. Silalahi, 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung:
Pengarusutamaan Kesatuan Pengelolaan Refika Aditama.
Hutan (KPH) dalam Kebijakan dan Supratman. 2007. Desain Model Pembangunan
Pelaksanaan Perizinan Kehutanan. Jakarta Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di
(ID): Direktorat Wilayah Pengelolaan dan Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi
Penyiapan Areal Pemanfaatan Kawasan Barat. Jurnal Perenial Vo 5 (1). Fakultas
Hutan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan UNHAS.Makassar.
Kehutanan, Uphoff, N. 1986. Local Institutional Development.
Kartodihardjo, H., Bramastho, N dan Hariyanto. R. An Analitycal Sourcebook with Cases.West
2011. Pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hartford Connecticut: Kumarian Press.
Hutan (KPH). Konsep, Peraturan
Perundangan dan Implementasi. Direktorat Undang- Undang
Wilayah Pengelola an dan Penyiapan Areal Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-
Pemanfaatan Kawasan Hutan Direktorat Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun
Jenderal. 1999 tentang Kehutanan. Lembaran Negara
Lestari S, S. Nugroho, D. Setiawan, M. Soraya, M. RI Tahun 1999 No. 167. Jakarta: Sekretariat
Rachman. 2012. Data dan Informasi Kabinet
Kesatuan Pengelolaan Hutan Direktorat
Wilayah Pengelolaan dan penyiapan Areal KPH Unit X Tina Orima. RPHJP (Rencana
Pemanfaatan Kawasan Hutan. Ditjen Pengelolaanhutan Jangka Panjang) UPTD
Planologi. Jakarat. KPH Unit X Tina Orima Kabupaten
Bombana.

12

You might also like