You are on page 1of 19

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/309877193

Karakteristik Ekologi Dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan Pada Das Kritis Dan
Tidak Kritis: Studi Kasus Di Das Baturusa Dan Das Cidanau

Article  in  Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan · June 2014


DOI: 10.20886/jsek.2014.11.2.119-136

CITATION READS

1 2,873

4 authors:

Mimi Salminah Iis Alviya

16 PUBLICATIONS   30 CITATIONS   
Ministry of Forestry, Indonesia
35 PUBLICATIONS   90 CITATIONS   
SEE PROFILE
SEE PROFILE

Virni Arifanti Retno Maryani


Forestry Research and Development Agency Ministry of Forestry, Indonesia
21 PUBLICATIONS   156 CITATIONS    21 PUBLICATIONS   173 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Enhancing Smallholder Benefits from Reduced Emissions from Deforestation and Forest Degradation in indonesia View project

Kalimantan Wetland and Climate Change Studies (KWACS) View project

All content following this page was uploaded by Virni Arifanti on 15 November 2016.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


KARAKTERISTIK EKOLOGI DAN SOSIAL EKONOMI LANSKAP HUTAN
PADA DAS KRITIS DAN TIDAK KRITIS: STUDI KASUS DI DAS BATURUSA
DAN DAS CIDANAU
(Characteristics of Ecology and Social Economics of Forest Landscape
in a Critical and a Non Critical Watershed: Case Study Baturusa and
Cidanau Watersheds)

Mimi Salminah, Iis Alviya, Virni Budi Arifanti & Retno Maryani
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan
Jl. Gunung Batu No.5 Bogor, 16610, Indonesia
e-mail: mimiaruman@yahoo.com.sg
Diterima 3 Maret 2014, direvisi 22 April 2014, disetujui 1 Mei 2014

ABSTRACT
Forests play a vital role in both environmental and economic development. They maintain not only ecological sustainability,
but also provide economic resources such as wood and non wood products. To create its sustainability, the forest management must be
conducted on the basic of landscape characteristics of the forest itself. This research aims to analyze characteristics of ecology and social
economics of the forest landscape in a critical and a non critical watershesds. Understanding of the characteristics is crucial to set a policy
for a sustainable forest landscape management system. The Baturusa and the Cidanau watersheds were chosen as research locations based
on representation of the critical and the non critical watershed areas. The data from 2009 were analyzed by the GIS and the qualitative
descriptive methods. The result showed that ecological characteristics of the Cidanau watershed were better than those of the Baturusa
watershed. However, the economic characteristics of the Baturusa watershed were better than those of the Cidanau watershed. In
addition, both areas have similar condition in social characteristics. The programs that have positive impacts on the forest landscape
characteristics are a payment environmental service mechanism and intensive campaign to the community regarding the importance of forest
conservation.
Keywords: Forest, landscape, social economics, ecology

ABSTRAK
Hutan memiliki peran penting baik dalam pembangunan lingkungan dan pembangunan ekonomi. Untuk
mewujudkan kelestarian tersebut, sistem pengelolaan hutan harus memperhatikan karakteristik lanskap hutan itu
sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik ekologi dan sosial ekonomi DAS kritis dan tidak
kritis. Pengetahuan tentang karakteristisk tersebut sangat penting untuk menentukan kebijakan sistem pengelolaan
lanskap hutan yang lestari pada suatu wilayah DAS. DAS Cidanau dan DAS Baturusa dipilih sebagai lokasi penelitian
dengan pertimbangan keduanya mewakili DAS tidak kritis dan kritis. Data yang dianalisa adalah data tahun 2009
dengan menggunakan metode analisa GIS dan deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukan bahwa karakteristik
ekologi DAS Cidanau lebih baik dibandingkan DAS Baturusa. Sebaliknya, karakteristik ekonomi DAS Baturusa lebih
baik dibandingkan DAS Cidanau. Berdasarkan karakteristik sosial, kedua DAS tersebut menunjukan kondisi yang
hampir sama. Kegiatan yang dapat memberikan dampak positif terhadap karakteristik lanskap hutan adalah
mekanisme jasa lingkungan hulu hilir serta sosialisasi atau penyuluhan tentang pentingnya konservasi hutan kepada
masyarakat secara intensif.
Kata kunci: Hutan, lanskap. ekologi, sosial, ekonomi

I. PENDAHULUAN nasional. Dalam Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional (RPJMN) tahun 2010-2014
Pengelolaan hutan di Indonesia pada dasarnya sektor kehutanan dituntut untuk memiliki peran,
adalah untuk melestarikan sumber daya hutan baik dalam pembangunan ekonomi maupun
dengan mengoptimalkan berbagai fungsinya pembangunan lingkungan. Dari sisi pembangun-
sehingga mampu mendukung pembangunan an ekonomi, sektor kehutanan diharapkan dapat

119
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
memberikan kontribusi dalam penyediaan lapangan bukan merupakan daerah banjir, pengaturan
kerja, kesempatan berusaha, pendapatan negara, pemakaian air ditentukan oleh pola drainase, dan
dan perolehan devisa secara nyata. Dari sisi pem- jenis vegetasi pada umumnya merupakan tegakan
bangunan lingkungan, sektor kehutanan baik hutan. DAS bagian hilir merupakan daerah
langsung maupun tidak langsung, dituntut untuk pemanfaatan, kerapatan drainase lebih kecil,
dapat memberikan dukungan untuk terseleng- kelerengan rendah (dibawah 8%), pada beberapa
garanya pembangunan sektor lain (pertanian dan tempat merupakan daerah banjir, pengaturan
pangan, pertambangan dan energi, perindustrian, pemakaian air ditentukan oleh bangunan irigasi,
perdagangan, tenaga kerja, keuangan/perbankan, dan jenis vegetasi didominasi oleh tanaman
infrastruktur pekerjaan umum, pariwisata, dan lain - pertanian kecuali daerah estuaria yang didominasi
lain) secara berkelanjutan. hutan bakau/gambut. DAS bagian tengah
Jennings et al. (2002) menyatakan bahwa hutan merupakan daerah transisi dari kedua karakteristik
memiliki minimal dua peran penting, yaitu (1) untuk biogeofisik yang berbeda tersebut (Asdak, 2010).
memberikan jasa lingkungan dalam situasi kritis Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(provide basic services of nature in critical situations) (RPJM) Kementerian Kehutanan tahun 2010 -
seperti perlindungan DAS dan pengontrol erosi, 2014 menyebutkan sebanyak 108 DAS
serta (2) untuk memenuhi kebutuhan dasar dari dikategorikan dalam kondisi kritis. Tingkat
masyarakat lokal (meet basic needs of local communities). kekritisan tersebut ditunjukkan oleh menurunnya
Hutan yang telah berperan optimal dalam dua hal vegetasi lahan permanen serta meluasnya lahan
tersebut, disebut hutan dengan nilai konservasi kritis, yang berakibat pada menurunnya
yang tinggi atau High Conservation Value Forest kemampuan DAS dalam menyimpan air.
(HCVF). Karakteristik lanskap hutan di DAS kritis dan
Pengelolaan hutan pada tingkat lanskap dengan non kritis penting dikaji untuk menentukan sistem
mengacu pada prinsip HCVF merupakan upaya perencanaan dan pengelolaan lanskap hutan yang
untuk menjembatani perbedaan kepentingan berkelanjutan. Penggolongan DAS kritis dan non
terhadap lahan yang saling berseberangan. Konsep kritis saat ini masih didasarkan hanya pada
manajemen lanskap mengintegrasikan proses sosial karakteristik ekologi. DAS kritis ditandai dengan
ekonomi dan ekologi pada tingkat tapak untuk menurunnya kemampuan DAS dalam menyimpan
menjaga keseimbangan antara kelestarian air, selanjutnya berdampak pada berkurangnya
lingkungan dan pemenuhan kebutuhan manusia. debit air, terjadinya banjir, longsor pada musim
Forman dan Godron (1986) mendefinisikan hujan dan kekeringan pada musim kemarau
lanskap sebagai area lahan heterogen yang terdiri (Departemen Kehutanan, 2009). Sedangkan DAS
dari sekelompok cluster interaksi ekosistem- normal atau tidak kritis didefinisikan melalui
ekosistem yang berulang pada bentuk yang sama beberapa indikator, yaitu koefisien air larian
pada setiap bagian. Sedangkan lanskap hutan berfluktuasi normal, angka coeficient varians (CV)
didefinisikan sebagai bentang alam yang didominasi debit aliran lebih kecil dari 10%, angka koefisien
oleh adanya hutan yang wilayahnya meliputi daerah regim sungai normal, tidak banyak terjadi
hulu hingga bagian hilir suatu Daerah Aliran Sungai perubahan koefisien arah pada kurva kadar lumpur
(DAS) (Maryani et al. 2010). Dengan demikian, terhadap debit sungai (Q), debit aliran kecil
DAS menjadi unit analisis perencanaan serta menunjukan kecenderungan meningkat serta
pengelolaan lanskap hutan secara holistik. tinggi permukaan air tanah tidak berfluktuasi
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu secara mencolok. Sedangkan indikator DAS yang
wilayah daratan yang merupakan kesatuan sudah terganggu apabila koefisien air larian
ekosistem dengan sungai dan anak-anak sungainya cenderung terus naik, angka koefisien varians debit
yang dibatasi oleh topografi yang berfungsi aliran lebih besar dari 10%, angka koefisien regim
menampung air yang berasal dari curah hujan dan sungai terus naik, kurva Cs terhadap Q semakin
sumber air lainnya untuk dialirkan melalui sungai t a j a m , d e b i t a l i r a n ke c i l m e nu n j u k a n
utama yang bermuara di laut atau danau secara alami kecenderungan menurun serta tinggi permukaan
(Asdak, 2010). Secara biogeofisik DAS bagian hulu air tanah berfluktuasi secara ekstrim (Asdak, 2010).
merupakan daerah konservasi, kerapatan drainase Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
lebih tinggi, kemiringan lebih besar (di atas 15 %), besarnya perbedaan karakteristik lanskap hutan

120
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136
pada DAS kritis dan non kritis tersebut. Parameter menyatakan perubahan tataguna lahan sangat
karakteristik lanskap hutan yang dianalisis meliputi, mempengaruhi pola lanskap (landscape pattern)
(1) kepadatan penduduk, (2) tingkat pendidikan, (3) khususnya berbagai proses ekologi, misalnya
tingkat pendapatan, (4) tingkat kesejahteraan, (5) suksesi tanaman, biodiversitas dan dinamika
tutupan lahan, (6) debit air, dan (7) tingkat makanan.
pencemaran air. Upaya pengelolaan lanskap hutan yang lestari
harus memperhatikan karakteristik ekologi, sosial
dan ekonominya. Pada dasarnya ekologi, sosial
II. METODE PENELITIAN maupun ekonomi memiliki banyak unsur, tetapi
penelitian ini hanya menganalisis beberapa unsur
A. Kerangka Analisis yang dianggap berkaitan erat dengan pengelolaan
lanskap hutan. Unsur-unsur karakter sosial
Karakter suatu lanskap dipengaruhi oleh proses
ekonomi yang dianalisis adalah kepadatan
pemasaran suatu produk (market process), kelem-
penduduk, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan
bagaan manusia (human institutions), pengetahuan
dan tingkat kesejahteraan. Sedangkan unsur-unsur
manusia (knowledge), dan proses ekologi (ecological
karakteristik ekologi yang dianalis adalah tutupan
process) (Lee et al. dalam Naiman 1992). Begitu
lahan, debit air, dan tingkat pencemaran seperti
pula karakteristik lanskap hutan. Turner (1989),
yang terlihat pada Gambar 1.
Naiman and Decamps (1990) dalam Naiman (1992)

Lanskap hutan yang lestari

Karakter sosial ekonomi Karakter ekologi

Kepadatan Tingkat pendapatan Tutupan lahan


penduduk Tingkat Debit air
Tingkat pendidikan kesejahteraan Tingkat pencemaran
air

Gambar 1. Kerangka analisis penelitian.


Figure 1. Analysis framework of study.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian C. Metode Pengumpulan Data


Penelitian dilakukan di DAS Cidanau di Provinsi Data penelitian terdiri atas data primer dan
Banten dan DAS Baturusa di Provinsi Bangka sekunder. Data primer diperoleh dengan teknik
Belitung khususya di wilayah hulu pada bulan April pengamatan langsung di lapangan serta dengan
sampai dengan Desember 2011. Penentuan lokasi menggunakan metode wawancara terhadap
ini didasarkan pada pertimbangan bahwa DAS kelompok tani, tokoh masyarakat dan stakeholders
Cidanau digolongkan sebagai DAS non-kritis, yang terlibat dalam pengelolaan DAS Cidanau
sedangkan DAS Baturusa merupakan DAS dan Baturusa. Data sekunder diperoleh dari
prioritas 1 atau DAS kritis. berbagai instansi pemerintah terkait. Penggalian

121
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
data dan informasi selain dilakukan melalui tatap FGD. Jenis dan sumber data yang dikumpulkan
muka dengan responden secara langsung, satu sebagaimana terinci pada tabel di bawah.
persatu, juga dilakukan dengan cara melakukan

Tabel. 1. Jenis, sumber, dan teknik mengumpulkan data


Table 1. Types, sources, and technique of data collection
Jenis Data Sumber Data Teknik Mengumpulkan
(Types of Data) (Sources of Data) (Technique of Data Collection)
Primer :
1. Indikator tingkat kesejahteraan (Kondisi Kondisi di lapangan, Pengamatan langsung
lantai, dinding dan atap rumah) Masyarakat, FKDC*, Balai Wawancara, FGD
2. Kondisi topografi Pengelolaan Pengairan –
3. Kualitas air Dinas PU, Dinas
4. Proses perubahan tataguna hutan Kehutanan

Sekunder :
1. Tutupan hutan BP DAS, Dinas Pengumpulan data sekunder
2. Debit air Kehutanan, Dinas PU,
3. Kualitas air BPS, Bappeda
4. Tingkat pendidikan
5. Tingkat pendapatan
6. Kepadatan penduduk
7. Proses perubahan tataguna hutan
Keterangan (Remarks) : * Forum Kelembagaan DAS Cidanau (Cidanau watershed Institution Form)

D. Analisis Data antara kebutuhan manusia dengan kelestarian


lingkungan. Dengan demikian sosial, ekonomi, dan
Karakteristik lanskap hutan dianalisis dengan
ekologi merupakan sebuah interaksi yang
menggunakan dua cara, yaitu : (i) analisa spasial
kompleks dan saling mempengaruhi. Hal tersebut
(GIS) untuk mengidentifikasi elemen-elemen
sesuai dengan kondisi lapangan baik pada DAS
lanskap antara lain: luas tutupan lahan, perubahan
Cidanau maupun DAS Batur usa. Selain
tutupan lahan, hubungan antara kepadatan
permasalahan ekologi, dinamika permasalahan
penduduk dan tutupan lahan, hubungan antara
sosial dan ekonomi juga sangat komplek pada
tingkat pendapatan dan tutupan lahan; serta (ii)
kedua DAS tersebut, sehingga diperlukan kriteria
analisa dekriptif kualitatif untuk menggambarkan
dan indikator untuk menilai suatu DAS. Hal ini
kondisi ekologi dan sosial ekonomi masyarakat
berdasarkan bahwa sebagai satu kesatuan tata air,
DAS yang meliputi kepadatan penduduk, tingkat
DAS sangat dipengaruhi oleh kondisi bagian hulu
pendidikan, tingkat pendapatan, dan kesejahteraan.
khususnya kondisi biofisik daerah tangkapan dan
Analisis spasial digunakan juga untuk validasi kon-
resapan air yang seringkali rawan terhadap
disi sosial ekonomi masyarakat hasil pengamatan di
ancaman gangguan manusia. Kondisi tersebut
lokasi penelitian melalui teknik pemetaan. Data
mencerminkan bahwa kelestarian DAS ditentukan
kedua lokasi kemudian dibandingkan untuk melihat
oleh pola perilaku, keadaan sosial ekonomi dan
besarnya perbedaan antara karakteristik lanskap
tingkat pengelolaan yang sangat erat kaitannya
hutan di DAS kritis dan tidak kritis.
dengan pengaturan kelembagaan.
Kriteria ekologi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah tutupan lahan, debit air dan
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
tingkat pencemaran air. Kriteria sosial dan
ekonomi yang digunakan adalah kepadatan
Lubchenco et al. (1991) mengemukakan bahwa
penduduk, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan
tantangan besar dalam pengelolaan lingkungan
dan kesejahteraan masyarakat.
adalah bagaimana dapat menjaga keseimbangan

122
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136
A. Karakteristik Ekologis daerah tangkapan air (catchment area). Selain cagar
biosfer, daerah hulu DAS didominasi oleh hutan
1. Tutupan Hutan
campuran milik masyarakat. Kondisi topografi
Berdasarkan analisis GIS, pada tahun 2009 DAS yang bergunung-gunung menyebabkan akses
Cidanau memiliki tutupan hutan seluas 7.587,71 ha masyarakat untuk mencapai areal hutan pun sulit.
atau 32,83% dari luas DAS yang mencapai Kondisi tersebut juga menyebabkan areal hutan
22.455,604 ha (Gambar 2). Sementara itu, luas sangat sulit untuk diolah menjadi areal penggunaan
tutupan hutan di DAS Cibarusa pada tahun yang lain seperti pertanian atau pemukiman. Kondisi ini
sama hanya sekitar 2.165,83 ha atau 3,18% dari total diindikasikan menjadi salah satu faktor penyebab
luas DAS 67.993,76 ha. Tutupan hutan DAS masih terjaganya areal hutan di DAS Cidanau.
Cidanau terdiri dari hutan lahan kering sekunder Wilayah DAS Cidanau ini mencakup Kecamatan
(1567,50 ha), hutan tanaman (4281,03 ha), serta Mandalawangi Kabupaten Pandeglang dan
perkebunan (1522,75 ha). Perkebunan di DAS Kecamatan Ciomas, Padarincang serta sebagian
Cidanau pada umumnya merupakan kebun Kecamatan Mancak Kabupaten Serang sebagai
campuran antara tanaman hutan yang bersifat cepat wilayah hulu. Wilayah tengah dan hilir meliputi
tumbuh (fast growing) dan tanaman serba guna Kecamatan Pabuaran dan Kecamatan Cinangka
seperti rambutan, durian dan melinjo yang Kabupaten Serang.
dicampur dengan tanaman semusim seperti pisang, Berbeda dengan kondisi DAS Cidanau, kondisi
jahe dan umbi-umbian sebagai tanaman bawahnya. topografi wilayah sekitar DAS Baturusa secara
Dengan kondisi seperti itu, maka tutupan umum adalah dataran rendah yang berawa-rawa
perkebunan dimasukan kedalam tutupan hutan. dan sebagian kecil merupakan bukit-bukit kecil
Luasan tutupan hutan DAS Cidanau sedikit lebih yang ketinggiannya berkisar antara 0 - 40 mdpl,
besar (32,83%) dibandingkan luas tutupan hutan khususnya di bagian utara sungai tersebut (Gambar
yang diwajibkan dalam UU 41/1999 tentang 3). Pada bagian hulu terdapat hutan dan belukar.
kehutanan yang hanya mewajibkan 30% dari luasan Selain itu, di wilayah hulu DAS terdapat juga
DAS/ wilayah. Namun demikian dengan luasan wilayah pemukiman penduduk. Pada bagian tengah
tersebut, DAS Cidanau memiliki tutupan hutan sampai hilir dicirikan dengan hutan air payau
sepuluh kali lipat dibandingkan DAS Cibarusa. berupa mangrove (terdapat sekitar 40 persen
Berdasarkan kondisi topografinya, DAS bakau, 50 persen Nipah, selebihnya sekitar 10
Cidanau memiliki topografi yang didominasi oleh persen api-api dan sejenisnya). DAS Baturusa
pegunungan di sebelah Utara - Barat dan dataran meliputi Kabupaten Bangka pada bagian hulu
rendah di belahan Selatan dan Timur. Bagian hulu (Kecamatan Bakam dan Kecamatan Merawang),
DAS Cidanau merupakan kawasan cagar biosfer Kabuaten Bangka Tengah di bagian tengah, serta
Rawa Danau seluas 20.120 ha yang merupakan Kabupaten Pangkal Pinang pada bagian hilir.

Gambar 2. Kondisi tutupan lahan DAS Cidanau tahun 2009.


Figure 2. Forest Cover at Cidanau Watershed in 2009.

123
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
Gambar 3. Tutupan lahan DAS Baturusa tahun 2009
Figure 3. Forest Cover at Baturusa Watershed in 2009

Selain kondisi topografi, faktor yang memodifikasi lingkungan yang tinggi, manusia baik
berpengaruh sehingga luas tutupan hutan di DAS langsung maupun tidak langsung, dapat
Cidanau terjaga adalah telah dibangun dan mempengaruhi hampir seluruh ekosistem daratan
dikembangkannya model hubungan hulu-hilir maupun perairan. Sebaliknya proses ekologi suatu
dengan mekanisme transaksi jasa lingkungan ekosistem dapat mempengaruhi kondisi sosial
( payment for environtmental services ). Proses ekonomi manusia, seperti kemampuan produksi
implementasi konsep hubungan hulu-hilir dengan barang dan jasa.
mekanisme transaksi jasa lingkungan di DAS Berdasarkan hasil wawancara dengan FKDC,
Cidanau difasilitasi oleh Forum Komunikasi DAS telah terjalin kesepakatan antara pihak KTI sebagai
Cidanau (FKDC). Forum ini dibangun dan di- pengguna dengan masyarakat wilayah hulu DAS
kembangkan oleh para pihak yang terlibat dalam Cidanau sebagai pengelola hutan, dan difasilitasi
pengelolaan dan pemanfaatan DAS Cidanau. oleh FKDC, pada tahun 2005 masyarakat
Tujuan dibentuknya forum ini adalah untuk membuat kesepakatan dengan PT KTI untuk
menjaga kuantitas, kualitas dan keberlanjutan melestarikan hutan di hulu DAS Cidanau. PT KTI
ketersediaan air baku di Sungai Cidanau. Sungai memberikan insentif sebesar Rp 1,2 juta/ha/th
Cidanau berfungsi untuk memenuhi kebutuhan air dengan syarat masyarakat harus mengkonservasi
bersih masyarakat dan industri yang berada di kota hutan seluas 25 ha selama periode lima tahun.
Cilegon dan sekitarnya, sekaligus untuk Tanaman yang ditanam adalah tanaman hutan
mendukung keberlanjutan proses pembangunan di serbaguna yang dicampur dengan tanaman
wilayah barat Provinsi Banten. semusim. Tanaman hutan tidak boleh ditebang
Sungai Cidanau merupakan satu-satunya sungai selama lima tahun, tetapi dapat dimanfaatkan buah
besar yang dapat digunakan untuk memenuhi atau rantingnya. Nilai kontrak meningkat menjadi
kebutuhan air bersih bagi industri dan domestik di Rp 1,7 juta/ha/th pada kontrak kedua dengan areal
wilayah hilir khususnya Kota Cilegon. Air Sungai hutan yang dikonservasi seluas 50 ha.
Cidanau dimanfaatkan oleh PT KTI (Krakatau Dengan adanya insentif untuk masyarakat di
Tirta Industri) yang merupakan anak perusahaan hulu DAS dari pengguna air di wilayah hilir,
Krakatau Steel yang berperan sebagai penyedia air memacu masyarakat untuk terus menjaga
bersih untuk Kota Cilegon dan sekitarnya. Pada kelestarian hutannya. Mereka pada umumnya
tahun 2007, PT KTI telah memanfaatkan aliran merasa senang mendapatkan tambahan
sungai Cidanau hingga 1200 lt/detik. Kondisi ini penghasilan dari lahan hutannya selain mereka juga
selaras dengan pandangan Bennet (1976) yang dapat menikmati penghasilan dari hasil tanaman
menyatakan bahwa sebagai organisme yang hutannya seperti durian, petai, melinjo dan pisang.
kompleks dengan kemampuan budaya untuk Hal ini selaras dengan pandangan Lee et al. dalam

124
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136
Naiman (1992) yang menyatakan bahwa Cidanau memiliki debit air sebesar 7,08 m3/dtk.
karakteristik suatu lanskap dipengaruhi oleh proses Sedangkan DAS Baturusa dengan tutupan hutan
pemasaran suatu produk, kelembagaan manusia, yang hanya mencapai 3,18% memiliki debit air
pengetahuan manusia dan proses ekologi. sebesar 0,182 ml/s. Keterkaitan luas tutupan hutan
Sementara itu, pada DAS Cibarusa belum dengan kondisi debit air juga ditunjukan dengan
terdapat mekanisme insentif jasa lingkungan penurunan debit air di DAS Cidanau dari tahun
terutama terkait dengan pemanfaatan air dan 2006 yang mencapai 7,73 m3/dtk menjadi 7,08
pengelolaan hutan. Kondisi alam Kepulauan m3/dtk pada tahun 2009 akibat konversi hutan
Bangka Belitung secara umum dilimpahi menjadi lahan pertanian seluas 179,665 ha. Hal ini
kandungan timah yang melimpah. Sekitar 40 - 50% selaras dengan pandangan Turner (1989), Naiman
timah yang beredar di pasar dunia berasal dari pulau dan Decamps (1990) yang menyatakan bahwa
ini. Pertambangan timah di Kabupaten Bangka perubahan tataguna lahan sangat mempengaruhi
banyak terdapat di areal hutan. Luas pertambangan pola lanskap (lanscape pattern) khususnya hidrologi
di areal hutan mencapai 100.544 ha yang sebagian dan berbagai proses ekologi, seperti suksesi
besar (79,83%) berada di hutan produksi, dan tanaman, biodiversitas, dan dinamika makanan.
20,61% berada di kawasan lindung. Sedangkan areal Perubahan debit air dalam suatu aliran DAS
bekas tambang di Kabupaten Pangkalpinang telah dipengaruhi secara langsung oleh perubahan
dikonversi menjadi perkantoran, perumahan hutan lanskap hutan khususnya perubahan tutupan lahan
kota, serta masih dalam kondisi areal terbuka maupun jenis vegetasinya. Luas dan jenis vegetasi
(BPDAS Baturusa Cerucuk, 2010). tutupan lahan berperan : (1) sebagai pengurang
Selain telah berdirinya dua perusahaan timah atau pembuang cadangan air di bumi melalui
besar yang legal yaitu PT Timah Tbk dan PT Koba proses evapotranspirasi dan pemakaian air
Tin, pada wilayah DAS ini juga terjadi konsumtif untuk pembentukan jaringan tubuh
penambangan illegal yang disebut PETI vegetasi; (2) menambah titik-titik air di atmosfer;
(penambangan tanpa ijin) oleh masyarakat. PETI (3) sebagai penghalang untuk sampainya air di
ini menjadi sumber mata pencaharian utama bagi bumi melalui proses intersepsi; serta (4) sebagai
sebagian besar masyarakat. Pendapatan yang pengurang atau peredam energi kinetik aliran air
diperoleh dari hasil menambang digunakan oleh melalui tahanan permukaan dari bagian batang di
masyarakat untuk mengelola kebun seperti karet permukaan, dan melalui tahanan aliran air
dan lada sebagai sumber mata pencaharian yang permukaan karena adanya serasah di permukaan.
lain. Tingginya pendapatan yang dihasilkan dari Selain itu hutan juga berperan untuk meningkatkan
tambang dan perkebunan merupakan daya tarik infiltrasi air. Dengan kata lain hutan melakukan
bagi masyarakat untuk terus menggelutinya fungsi hidrologis sebagai penyerap, penyimpan,
walaupun mereka tahu bahwa kegiatan PETI penghasil dan pendistribusi air (Asdak, 2010).
merusak kondisi hutan. Hal ini menjadi kendala
3. Tingkat Pencemaran Air
sulitnya mekanisme jasa lingkungan di-
implementasikan sehingga berdampak terhadap Tingkat pencemaran khususnya air merupakan
kondisi hutan yang semakin rusak. indikator penting dalam kelestarian pengelolaan
lanskap hutan di suatu DAS. Perubahan dan
2. Debit Air
pemanfaatan tataguna lahan di luar sektor
Debit aliran adalah laju air (dalam bentuk volume kehutanan seperti untuk pertanian, pertambangan,
air) yang melewati suatu penampang melintang industri atau perumahan akan berpengaruh
sungai per satuan waktu. Dalam satuan sistem terhadap kualitas air. Davis dan Cornwell (1991)
internasional (SI) debit dinyatakan dalam satuan dalam Hefni (2003) mengemukakan beberapa jenis
meter kubik per detik (m3/dtk). Debit air dalam pencemar dan sumbernya seperti yang terlihat
suatu aliran DAS berasal dari air larian (surface run off) pada Tabel 2 berikut ini.
serta aliran air bawah permukaan (subsurface flow). Banyaknya industri, daerah pertambangan dan
Perbedaan debit air antara DAS Cidanau dan pertanian yang menggunakan bahan kimia, selain
DAS Baturusa sangat ekstrem. Hal ini berkaitan menurunkan daya dukung lahan, juga memicu
erat dengan kondisi tutupan lahannya. Dengan penurunan kualitas air. Hal ini mengakibatkan
tutupan hutan yang mencapai 32,83%, DAS kualitas air tersebut tidak memenuhi kriteria untuk

125
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
dimanfaatkan, meskipun secara kuantitas keter- atau unsur pencemar yang ditoleransi keberada-
sediaan air mencukupi untuk memenuhi ke- annya di dalam air (PP No 82 tahun 2011 pasal 1 ayat
butuhan. Hammer dan Mac Kichan, 1981 dalam 19). Jika merujuk pada peraturan tersebut khusus-
Asdak (2010) menetapkan standar kualitas air nya pasal 14, maka kualitas air sungai DAS Cidanau
permukaan sebagaimana Tabel 3. yang masih layak minum termasuk kategori
Kualitas air sebagai salah satu indikator memenuhi baku mutu air dan telah dimanfaatkan
keberhasilan pengelolaan DAS didasarkan pada oleh PDAM Serang untuk memenuhi kebutuhan
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001 ten- air minum Kabupaten Serang serta oleh PT KTI
tang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian untuk memenuhi kebutuhan industri Krakatau
Pencemaran. Pengelolaan DAS harus dapat men- Steel (Bappeda, 2008). Sementara itu, kualitas air
jamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiah- sungai DAS Baturusa yang sudah tercemar ter-
nya dan sesuai dengan baku mutu air. Baku mutu air masuk kategori tidak memenuhi baku mutu air
adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, pencemaran air di daerah hulu hingga hilir DAS
energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan akibat aktivitas pertambangan.

Tabel 2. Jenis dan sumber pencemaran air


Table 2. Types and Sources of Water Polution
Sumber Tertentu
Sumber Tak Tentu
(Point Source)
(Non Point Source)
Jenis Pencemar
Limpasan Limpasan
(Types of Polution) Limbah Limbah
Daerah Daerah
Domestik Industri
Pertanian Perkotaan
(Domestic waste) (Industry waste)
(Farm Runoff) (Urban Runoff)
1. Limbah yang dapat menurunkan X X X X
kadar oksigen
2. Nutrien X X X X
3. Patogen X X X X
4. Sedimen X X X X
5. Garam-garam - X X X
6. Logam yang toksin - X - X
7. Bahan organik yang toksin - X X -
8. Pencemaran panas - X - -

Tabel 3. Standar kualitas air permukaan


Table 3. Quality Standar of Surface Water
O2 terlarut minimum/O2
Minimum Dissolved Besarnya partikel yang Besarnya coliform maksimum yang
Pemanfaatan Air
Terlarut Lainnya diperbolehkan (The diperbolehkan (per 100 ml)
(Use of Water)
(Dissolved) (Others) Number of particles (The Maximum Number
(mg/ltr) (mg/ltr) allowed) of Coliform Allowed)
Konsumsi 4,0 500 - 750 Tidak ada partikel 2000 fecal
manusia melayang atau
terdeposit
Rekreasi air 4–5 Tidak ada Sda 200 fecal dengan jumlah sampel (,10)
tidak melebihi 400 fecal
Budidaya 4-6 Tidak ada Sda Rata-rata 1000 fecal
perikanan

Industri 3-5 750 - 1500 Sda Umumnya tidak dirinci


Pertanian 3–5a 750 – 1500 Sda Sda
tergantung
pada iklim

126
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136
B. Karakteristik Sosial 3,33 km 2 ; 7,41km 2 ; dan 4,148 km 2 . Dengan
demikian, rata-rata tingkat ketergantungan
1. Kepadatan Penduduk
penduduk terhadap lahan pada wilayah hulu DAS
Wagner (2005) menyatakan bahwa untuk Cidanau (Kecamatan Ciomas, Padarincang, dan
menyusun perencanaan pengelolaan DAS yang Mandalawangi) secara berturut-turut adalah 1118,3
efektif, tidak hanya didasarkan pada kondisi fisik jiwa/km2; 641,6 jiwa/km2; dan 677,7 jiwa/km2.
DAS tersebut, tetapi juga harus berdasarkan Sedangkan rata-rata keseluruhan tingkat
informasi kondisi sosial masyarakat. Hal ini ketergantungan penduduk terhadap lahan di hulu
ditujukan agar sistem pengelolaan DAS tersebut DAS Cidanau adalah 812,5 jiwa/km2.
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masyarakat Berdasarkan data tersebut, kepadatan
lokal. penduduk Kecamatan Ciomas dan Mandalawangi
Seperti halnya pada karakteristik ekonomi, sudah melampaui kepadatan penduduk tingkat
pembagian DAS kritis dan non kritis di Indonesia Kabupaten dimana tingkat kepadatan penduduk
belum memperhatikan karakteristik sosial. Oleh Kabupaten Serang adalah 983 jiwa/km2 dan
karena itu, sampai saat ini belum disepakati kriteria Kabupaten Pandeglang yaitu 418 jiwa/km2.
dan indikator ekonomi dan sosial pada pengelolaan Kepadatan penduduk di hulu DAS Cidanau
DAS. Permasalahan sosial yang dianalisis pada termasuk kategori padat. Hal ini berdasarkan
penelitian ini adalah semakin meningkatnya kriteria sosial dalam materi sidik cepat pengelolaan
pertambahan penduduk dari waktu ke waktu. DAS yang mengelompokkan kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk merupakan faktor yang kurang dari kepadatan rata-rata kabupaten maka
penting sebagai kriteria dan indikator sosial dalam tergolong rendah, kepadatan penduduk sama
pengelolaan DAS. Hal ini sesuai dengan pernyataan dengan kepadatan rata-rata kabupaten maka
Paimin et al. (2012) bahwa kepadatan penduduk tergolong sedang, dan kepadatan penduduk
berpengaruh terhadap kinerja dan kerentanan DAS yang melebihi kepadatan penduduk rata-rata
karena jumlah dan aktivitas penduduk berpengaruh kabupaten maka tergolong tinggi/padat (Paimin,
terhadap kelestarian lahan. Semakin tinggi jumlah 2010).
penduduk semakin besar pula tekanan pada lahan. Semakin tinggi kepadatan penduduk suatu
Wilayah dengan kepadatan penduduk yang tinggi wilayah, menyebabkan kebutuhan lahan untuk
perlu mendapat perhatian yang lebih tinggi karena pemukiman juga semakin tinggi. Tingginya
beresiko tinggi terjadi kerusakan lingkungan akibat kebutuhan lahan untuk pemukiman, pertanian dan
pemanfaatan lahan dan air yang lebih besar. Kondisi sektor lainnya menyebabkan keberadaan hutan
tersebut menyebabkan permasalahan dalam sangat rentan terhadap konversi. Hal ini juga
pengelolaan lanskap hutan kerap kali muncul, terlihat dari hasil analisis GIS di wilayah hulu DAS
karena perubahan dan kondisi penduduk setempat Cidanau. Analisis GIS mengindikasikan bahwa
turut berpengaruh dalam perkembangan fisik, desa dengan kepadatan penduduk yang cukup
perekonomian dan sosial budaya lanskap hutan. tinggi memiliki areal pemukiman yang tinggi pula.
Peningkatan jumlah penduduk menyebabkan Adapun desa dengan kepadatan penduduk yang
aktivitas masyarakat banyak menggantungkan rendah umumnya memiliki luasan hutan,
hidupnya pada lahan. perkebunan dan pertanian yang cukup luas.
Tingkat ketergantungan penduduk terhadap Kondisi sebaliknya terjadi di hulu DAS
lahan dapat dilihat berdasarkan perbandingan Baturusa. Kepadatan penduduk di hulu DAS
jumlah penduduk yang berdomisili di wilayah Baturusa lebih rendah dibandingkan dengan
tersebut dengan luas wilayah dalam satuan jiwa/km2 kondisi di hulu DAS Cidanau. Dua kecamatan di
(kepadatan penduduk). Berdasarkan data BPS, rata- Kabupaten Bangka yang merupakan wilayah hulu
rata jumlah pendudukdesapada kecamatan Ciomas, DAS Baturusa adalah Kecamatan Bakam dan
Padarincang dan Mandalawangi yang merupakan Merawang. Kecamatan Bakam terdiri atas lima
wilayah hulu DAS Cidanau pada tahun 2009 secara desa, sementara Kecamatan Merawang sembilan
berturut-turut adalah 3.724; 4.754; dan 2.811 jiwa. desa. Luas wilayah dan jumlah penduduk masing-
Adapun rata-rata luas wilayah desa pada kecamatan- masing desa pada kedua kecamatan tersebut dapat
kecamatan tersebut secara berturut-turut adalah dilihat pada Tabel 4.

127
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
2
Gambar 4. Sebaran kepadatan penduduk (jiwa/km ) dalam DAS Cidanau.
Figure 4 . Distribution of Population Density at Cidanau Watershed.

Tabel 4. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk di DAS Baturusa
Table 4. Total Area, Population, and Population Density at Baturusa Watershed
Jumlah Penduduk Kepadatan Pendududk
Kecamatan/Desa Luas Daerah (Total Area) (Population) Per km 2 (Population
(Sub-District / Village) (km 2)
(orang) Density per km2)
Kecamatan Bakam
1 Desa Dalil 66,35 2.920 44
2 Desa Mangka 26,20 878 34
3 Desa Bakam 24,57 1.547 63
4 Desa Mabat 100,10 1.341 13
5 Desa Bukit Layang 252,70 3.035 12
Total 166
rata-rata 33
Kecamatan Merawang
1 Desa Kimak 48,93 3.013 62
2 Desa Merawang 12,00 1.607 134
3 Desa Baturusa 10,80 4.012 371
4 Desa Jadha Bahrin 56,00 1.554 28
5 Desa Balun Ijuk 12,02 3.649 304
6 Desa Dwi Makmur 8,55 789 92
7 Desa Air Anyir 12,90 1.698 132
8 Desa Jurung 13,30 2.282 172
9 Desa Pagarawan 11,67 4.053 347
Total 1,641
Rata-rata 182

128
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136
Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa kepadatan Burroughs (1999) menyatakan bahwa masyarakat
penduduk secara rata-rata untuk desa-desa yang ada yang tidak memahami apa yang disampaikan
di Kecamatan Bakam dan Merawang secara ber- perencana pengelolaan DAS akan mengakibatkan
turut-turut adalah 33 jiwa/km2 dan 182 jiwa/ km2. ketidakpedulian dan ketidakaktifan terhadap
Sedangkan rata-rata kepadataan penduduk di hulu pengelolaan DAS.
DAS Baturusa secara keseluruhan adalah 107,5 Tingkat pendidikan masyarakat juga sangat
jiwa/km2. Kepadatan penduduk tersebut berada di berhubungan dengan penerapan inovasi baru
bawah tingkat kepadatan penduduk Kabupaten karena masyarakat lebih mudah menyerap
Bangka yang mencapai 193 jiwa/km2. Angka ter- teknologi baru. Jenjang pendidikan yang dimiliki
sebut jauh lebih kecil dibandingkan dengan ke- masyarakat akan meningkatkan keahliannya dan
padatan penduduk masyarakat desa di hulu DAS akan berpengaruh terhadap produktivitas sumber
Cidanau dan masuk dalam kategori wilayah daya manusia itu sendiri. Selain itu, Pendidikan
berpenduduk jarang/rendah. juga memiliki hubungan yang terkait dengan
Jika dibandingkan antara kepadatan penduduk kemiskinan, karena menurut data BPS pendidikan
dengan luas tutupan lahan di kedua DAS tersebut, sangat berperan dalam mempengaruhi angka
terlihat bahwa dengan kepadatan penduduk yang kemiskinan. Orang yang berpendidikan lebih
lebih tinggi, hulu DAS Cidanau memiliki tutupan baik akan mempunyai peluang yang lebih rendah
hutan yang lebih luas dibandingkan hulu DAS untuk menjadi miskin.
Baturusa. Hal tersebut menunjukkan bahwa Menurut data BPS, tercatat di Kecamatan
mekanisme jasa lingkungan hulu-hilir di DAS Ciomas jumlah lulusan SD pada tahun 2009 adalah
Cidanau telah memberikan manfaat penting dalam 78,3%, SLTP 12,5%, dan SLTA 8,6%. Sementara
menjaga kelestarian hutan. Di sisi lain, kasus pada di kecamatan Padarincang jumlah lulusan SD
DAS Baturusa nilai ekonomi tambang dan hasil 77,6%, SLTP 17,8% dan SLTA hanya 3,3%. Lain
perkebunan memiliki kontribusi lebih tinggi halnya dengan 5 desa yang masuk dalam wilayah
dibandingkan hutan, sehingga penduduk lebih hulu DAS di Kecamatan Mandalawangi, mereka
tertarik memanfaatkan lahannya untuk per- hanya terdiri atas 90,3% lulusan SD, dan 9,7%
tambangan dan perkebunan dibandingkan untuk lulusan SLTP, sementara lulusan SLTA adalah nol.
kehutanan. Kondisi pendidikan masyarakat DAS Baturusa
Selain berpengaruh terhadap kondisi tutupan tidak jauh berbeda dengan masyarakat DAS
lahan, tingginya tingkat ketergantungan penduduk Cidanau. Sebanyak hampir 80% masyarakat DAS
terhadap lahan juga berpengaruh terhadap kualitas Baturusa berpendidikan SD, sekitar 15% SMP, dan
air dalam sebuah areal DAS. Wagner (2005) kurang dari 10% SD. Berdasar tingkat
menyatakan bahwa DAS dengan lahan pertanian pendidikannya, di Kecamatan Bakam, jumlah
yang luas akan meningkatkan polusi pada sumber penduduk yang memiliki tingkat pendidikan SD
air minum. adalah 78%, SLTP 19,6% dan SLTA 2,3%,
sementara itu di Kecamatan Merawang penduduk
2. Pendidikan
dengan latar belakang pendidikan SD adalah
Tingkat pendidikan dianalisis sebagai salah satu 78,3%, SLTP 11,27% dan SLTA 10,43%.
karakteristik sosial lanskap hutan dengan Walaupun tingkat pendidikan masyarakat DAS
pertimbangan bahwa tingkat pendidikan memiliki Cidanau dan DAS Baturusa cenderung sama, yaitu
korelasi dengan perilaku konservasi dalam tingkat SD, namun berdasarkan pengamatan di
pengelolaan lanskap hutan. Asumsi yang digunakan lapangan masyarakat DAS Cidanau memiliki
adalah bahwa masyarakat dengan pendidikan kesadaran konservasi lebih tinggi dibandingkan
yang lebih baik akan memiliki kecenderungan masyarakat di hulu DAS Baturusa. Masyarakat di
perilaku yang menunjukaan kepedulian terhadap hulu DAS Cidanau lebih banyak tersentuh kegiatan
pentingnya manfaat konservasi lanskap hutan sosialisasi dan penyuluhan mengenai pentingnya
dalam suatu DAS. Tingkat pendidikan yang baik manfaat keberadaan hutan yang dilakukan oleh
akan memudahkan dalam pembentukan kese- FKDC secara intensif. Hal ini sesuai dengan hasil
pahaman terhadap masalah pengelolaan DAS penelitian Rhoads et al. (1999) yang menyatakan
antara masyarakat lokal dengan Pemerintah. bahwa pengelolaan DAS akan efektif jika

129
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
perencana dalam hal ini Pemerintah meng- Cidanau. Karakteristik ekonomi diukur melalui
komunikasikan sistem pengelolaan tersebut kepada indikator tingkat pendapatan per kapita serta
masyakarakat lokal, dan masyarakat lokal dilibatkan tingkat kesejahteraan.
secara aktif.
1. Tingkat Pendapatan Per Kapita
Selain itu, adanya mekanisme jasa lingkungan
hulu-hilir juga memacu masyarakat di hulu DAS Tingkat pendapatan masyarakat DAS Cidanau
Cidanau untuk terus menjaga kelestarian hutan. sangat berkaitan dengan mata pencaharian atau
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Napier and kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dalam
Forster (1982) yang menyatakan bahwa insentif kehidupan sehari-hari. Mata pencaharian utama
ekonomi merupakan salah satu faktor penting yang masyarakat DAS Cidanau didominasi oleh sektor
mempengaruhi masyarakat dalam pengelolaan pertanian dan selainnya adalah pedagang, PNS,
DAS. Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat pertukangan dan lain-lain. Kegiatan pertanian yang
memiliki kepedulian yang tinggi terhadap merupakan mata pencaharian utama yang ada di
konservasi hutan semenjak sering terjadinya banjir wilayah hulu ini adalah meliputi padi, palawija,
dan longsor di daerah hulu DAS Cidanau di masa hortikultura, perkebunan rakyat, dan hutan rakyat.
lalu serta sulitnya mengolah areal hutannya menjadi Sedangkan hewan ternak yang dikembangkan di
penggunaan lain seperti areal pertanian atau wilayah hulu DAS Cidanau antara lain kerbau,
pemukiman. kambing, domba dan unggas. Pendapatan rata-
rata per kapita dan per desa masyarakat hulu DAS
C. Karakteristik Ekonomi Cidanau dapat dilihat pada Tabel 5.
Tingkat pendapatan per kapita rata-rata
Suparmoko (2008) menyatakan bahwa terdapat
masyarakat di hulu DAS Cidanau mencapai Rp
hubungan yang positif antara kuantitas barang
625.250/bulan. Masyarakat DAS Cidanau seharus-
sumber daya dan pertumbuhan ekonomi, tetapi
nya dapat memperoleh tingkat pendapatan yang
sebaliknya terdapat hubungan negatif antara
lebih besar dari nilai tersebut, jika mekanisme
pertumbuhan ekonomi dengan cadangan sumber-
insentif hulu-hilir yang berjalan sudah sesuai
daya alam yang ada di dalam bumi. Peningkatan
dengan hasil perhitungan nilai jasa lingkungan yang
pertumbuhan ekonomi suatu daerah biasanya di-
sesungguhnya. Hal ini didasarkan dengan asumsi
ikuti dengan penurunan kualitas kondisi ekologis-
bahwa wilayah hulu DAS Cidanau memiliki nilai
nya. Hal ini terlihat dari kondisi ekologi dan
manfaat yang jauh lebih besar dibandingan dengan
ekonomi DAS Cidanau dan DAS Baturusa. Tidak
mekanisme insentif yang telah diberlakukan saat
seperti karakteristik ekologi DAS Cidanau yang
ini. Namun demikian, hingga saat ini belum ada
lebih baik dibandingkan DAS Baturusa, sebaliknya
hasil penelitian yang terkait berapa seharusnya nilai
karakteristik ekonomi di DAS Baturusa menunjuk-
manfaat hulu DAS Cidanau yang harus dibayar
kan keadaan yang lebih baik dibandingkan DAS
oleh para pengguna di hilir.

Tabel 5. Pendapatan rata-rata masyarakat hulu DAS Cidanau pada tahun 2009
Table 5. Avarage Income of Community at Upper Cidanau Watershed in 2009
Pendapatan
Pendapatan rata-rata per
Kabupaten rata-rata per kapita/th
Kecamatan (Sub District) desa/th (Average income
(Regency) (Average income
village/year) (Rp)
percapita/year) (Rp)
Ciomas Serang 11.212.541 41.751.766.075
Padarincang Serang 6.644.570 31.585.728.681
Mandalawangi Pandeglang 4.651.968 13.078.543,401
Sumber (Source): Data BPS diolah (BPS calc)

130
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136
Berdasarkan pendapatan perkapita, pada tiga beda dimana Kecamatan Ciomas sekitar 58% lahan
kecamatan wilayah hulu DAS Cidanau tersebut pertaniannya didominasi oleh tegalan atau kebun.
masih berada di atas angka garis kemiskinan tingkat Kebun ini umumnya ditanami antara lain jenis
Provinsi Banten. Menurut BPS, garis kemiskinan buah-buahan seperti durian, mangga, pisang, sawo,
atau kemiskinan secara absolut, adalah standar dan pepaya. Pisang dan durian merupakan
kehidupan minimum yang dibutuhkan untuk komoditi unggulan dengan produksi rata-rata
memenuhi kebutuhan dasar yang diperlukan baik secara berturut-turut 1.360,60 ton dan 740,40 ton
makanan maupun non makanan. Garis kemiskinan per ha/tahun. Sementara itu, di Kecamatan
ini adalah nilai rupiah yang harus dikeluarkan Padarincang karena populasi yang lebih padat,
seseorang dalam sebulan agar dapat memenuhi lahan kebun/tegalan hanya sekitar 15% dan
kebutuhan dasar asupan kalori sebesar 2.100 lainnya didominasi oleh sawah (40%) dengan
kkal/hari per kapita (garis kemiskinan makanan) komoditi pertanian padi dan palawija, dan
ditambah kebutuhan minimum non makanan yang perkebunan (44,7%). Perkebunan di wilayah ini
merupakan kebutuhan dasar seseorang, yaitu dibedakan atas Perkebunan Besar Negara,
papan, sandang, sekolah, transportasi serta Perkebunan Besar Swasta dan Perkebunan Rakyat.
kebutuhan individu dan rumah tangga dasar lainnya Perkebunan Besar Swasta hanya terdapat satu
(garis kemiskinan non makanan). Berdasarkan hasil perusahaan dengan luas hak guna usaha 506,57 ha
perhitungan BPS tahun 2009, garis kemiskinan untuk budidaya tanaman karet, sementara
Provinsi Banten adalah urutan ke-18 dari 33 perkebunan rakyat meliputi areal yang cukup luas
provinsi yang ada di Indonesia yaitu Rp 198.750 yaitu 30.602,50 ha dengan komoditi utama kelapa,
/kapita/bulan. kopi, cengkeh dan melinjo. Di Desa Citasuk
Berdasarkan distribusinya, rata-rata pendapatan Kecamatan Padarincang, komoditi unggulan
masyarakat di hulu DAS Cidanau yang dihitung utama dari perkebunan rakyat adalah kelapa
dengan koefisien gini dengan persentase dengan luas penanaman 1.584,68 ha dengan total
kumulatif penduduk dan total pendapatan yang produksi 70,45 ton/tahun. Sementara di Desa
diterima oleh masing-masing prosentase penduduk Kadubeureum komoditi unggulannya adalah kopi
tersebut menunjukkan bahwa pendapatan dengan luas penanaman 492,14 ha dan produksi
masyarakat tersebut terdistribusi cukup merata atau rata-rata 0,25 ton/ha dengan total produksi 237,65
tidak terjadi ketimpangan pendapatan yang berarti. ton/tahun. Masih dalam Kecamatan Padarincang,
Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien gini Desa Padarincang memiliki komoditi unggulaan
sebesar 0,2 atau mendekati 0 yang berarti distribusi cengkeh dengan produksi rata-rata 0,20 ton/ha
pendapatan cukup merata. Koefisien gini adalah dengan total produksi 80,15 ton/ha pada areal
salah satu ukuran yang paling sering digunakan seluas 463,14 ha.
untuk mengukur tingkat ketimpangan pendapatan Distribusi sebaran rata-rata pendapatan desa
secara menyeluruh. Distribusi pendapatan ini DAS Cidanau dianalisis melalui GIS untuk
merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu mengetahui hubungan antara tingkat pendapatan
diperhatikan karena pada dasarnya merupakan desa dan tutupan lahan serta fungsi kawasan hutan
ukuran kemiskinan relatif, yaitu kemiskinan yang yang ada di DAS Cidanau seperti yang terlihat pada
standar penilaiannya merupakan standar kehidupan Gambar 5.
yang ditentukan dan ditetapkan secara subyektif Hasil analisis GIS mengindikasikan bahwa desa
oleh masyarakat setempat dan bersifat lokal. di DAS Cidanau dengan rata-rata pendapatan
Berdasarkan Tabel 5, masyarakat Kecamatan tinggi pada umumnya memiliki areal persawahan,
Ciomas memiliki rata-rata pendapat lebih tinggi pertanian lahan kering dan hutan tanaman yang
dibandingkan masyarakat Kecamatan Padarincang. luas. Adapun desa-desa yang didominasi oleh
Hal ini diperkirakan karena adanya tambahan hutan sekunder, hutan tanaman dan pertanian
insentif jasa lingkungan sebesar Rp 1,2 juta/ha/ lahan kering yang sempit memiliki rata-rata
tahun dengan luasan minimal 5 ha per kelompok pendapatan yang rendah. Hal tersebut meng-
yang sudah berjalan dengan baik dan telah me- indikasikan bahwa lahan pertanian dan kebun/
masuki periode kedua. Selain itu, kedua kecamatan hutan yang mereka miliki memberikan tambahan
ini memiliki struktur penggunaan lahan yang ber- pendapatan yang cukup signifikan.

131
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
Gambar 5. Hubungan antara rata-rata pendapatan dengan tipe tutupan lahan di DAS Cidanau.
Figure 5. Corelation of Avarage Income with Types of Forest Cover at Cidanau Watershed.

Tabel 6. Pendapatan rata-rata masyarakat hulu DAS Baturusa pada tahun 2009
Table 6. Avarage Income of Community at Upper Baturusa Watershed in 2009
Pendapatan rata-rata per kapita/th Pendapatan rata-rata per desa/th
Kecamatan (Sub District)
(Average income percapita/year) (Rp) (Average income per village/year (Rp)
Bakam 43.299.594,23 84.183.071.100
Merawang 26.679.478,53 67.164.105.006
Sumber (Source): Data BPS diolah (BPS calc)

Kondisi sebaliknya terjadi di DAS Baturusa. Berdasarkan tabel 6, masyarakat Kabupaten


Dengan tutupan hutan hanya mencapai 3,18%, Bakam memiliki tingkat pendapatan yang lebih
tingkat pendapatan penduduk di hulu DAS tinggi dibandingkan masyarakat Kabupaten
Baturusa mencapai Rp 2.915.800/bulan. Angka ini Merawang. Hal ini dipengaruhi oleh arel
jauh berada di atas garis kemiskinan Provinsi perkebunan karet yang merupakan komoditi
Bangka Belitung yang hanya Rp 266.843/kapita/ unggulan di Kabupaten Bakam lebih luas
bulan. Masyarakat di DAS Baturusa pada umumnya dibandingkan Kabupaten Merawang. Berdasarkan
memiliki pendapatan dari hasil kebun serta dari data BPS, luas perkebunan karet di Kabupaten
menambang timah. Komoditi perkebunan yang Bakam mencapai 1.452 ha dengan produksi
umum ditanam masyarakat DAS Baturusa adalah getah karet sebesar 1830,68 ton. Sedangkan luas
jenis tanaman perkebunan seperti lada, karet, perkebunan karet di Kabupaten Merawang
coklat, kakao dan sawit. hanya mencapai 217 ha dengan produksi sebesar
Rata-rata luas kepemilikan lahan yang terkecil di 273,42.
DAS Baturusa ini adalah 2 ha per kepala keluarga. Sedangkan hubungan antara rata-rata pen-
Namun tidak sedikit masyarakat yang memiliki dapatan desa DAS Baturusa dengan kondisi
puluhan bahkan belasan hektar lahan. Sementara itu tutupan lahan dan fungsi kawasan dianalisis
penghasilan dari penambangan timah dapat men- dengan GIS dengan hasil seperti pada gambar 6.
capai Rp 2 sampai dengan 3 juta atau rata-rata Hasil analisis GIS menunjukkan bahwa desa
sebesar Rp 2,5 juta per bulan (asumsi harga timah dengan rata-rata pendapatan yang tinggi pada
Rp 100.000/kg). Masyarakat pada umumnya mela- umumnya didominasi oleh tutupan lahan berupa
kukan penambangan pada pagi hari, sedangkan pertanian lahan kering campur, pertanian lahan
siang hingga sore hari aktivitas lebih banyak kering dan perkebunan dengan status fungsi lahan
dilakukan di ladang kebun. berupa areal penggunaan lain.

132
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136
Gambar 6. Hubungan rata-rata pendapatan dengan tutupan lahan dan kawasan hutan di DAS Baturusa.
Figure 6. Corelation of Avarage Income with Forest Cover at Baturusa Watershed.

2. Tingkat Kesejahteraan Jika dihubungkan dengan tingkat pendapatan,


maka pada masyarakat DAS Baturusa yang
Menurut Segel dan Bruzy (1998), kesejahteraan
memiliki tingkat pendapatan lebih tinggi
sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat
dibandingkan masyarakat DAS Cidanau dapat
yang meliputi kesehatan, keadaan ekonomi,
dikatakan bahwa tingkat pendapatan yang tinggi
kebahagiaan dan kualitas hidup rakyat. BPS
akan meningkatkan tingkat kesejahteraan. Hal ini
menggolongkan indikator kesejahteraan menjadi 2,
disebabkan masyarakat dengan pendapatan yang
yaitu indikator tunggal dan indikator komposit/
lebih tinggi dapat menggunakan uangnya untuk
jamak. Indikator tunggal meliputi pendidikan,
membangun rumah yang sehat dan nyaman.
kesehatan, ekonomi, angkatan kerja, perumahan,
Sementara untuk masyarakat dengan tingkat
dan sanitasi. Sedangkan indikator jamak meliputi
pendapatan rendah, mereka tidak mampu
indeks pembangunan manusia, indeks kemiskinan
membiayai pembangunan rumah yang sehat dan
manusia dan indeks mutu hidup. Indikator
nyaman.
perumahan meliputi persentase kepemilikan
Dengan demikian, perbedaan karakteristik
rumah, persentase rumah berkualitas baik, serta
ekologi, sosial dan ekonomi DAS Cidanau dan
persentase rumah tangga mempunyai sumber
Baturusa dapat dilihat seperti pada Tabel 7.
penerangan listrik.
Berdasarkan Tabel 7, DAS Cidanau memiliki
Karena lokasi penelitian berada pada wilayah
kondisi ekologis yang relatif lebih baik dibanding-
pedesaan di hulu DAS Cidanau dan DAS Baturusa
kan DAS Baturusa. Hal tersebut dapat dilihat
maka tingkat kesejahteraan pada penelitian ini
berdasarkan tutupan hutan yang lebih luas, debit air
diukur melalui indikator tunggal perumahan
yang lebih tinggi dan kualitas air yang relatif lebih
dengan melihat secara langsung kondisi perumahan
baik. Sebaliknya, kondisi ekonomi masyarakat di
rata-rata penduduk yang berada di wilayah hulu
wilayah DAS Baturusa lebih baik dibandingkan
DAS. Pada umumnya kondisi rumah masyarakat
DAS Cidanau yang ditunjukkan dengan rata-rata
yang berada di hulu DAS Baturusa lebih baik
tingkat pendapatan yang lima kali lebih besar dan
dibandingkan masyarakat di DAS Cidanau.
kondisi tempat tinggal yang lebih baik. Namun
Kondisi rumah masyarakat di DAS Baturusa pada
demikian, tingkat pendapatan yang jauh lebih
umumya bersifat permanen, berlantai keramik dan
tinggi pada masyarakat DAS Baturusa, pada
beratap genteng atau asbes. Sedangkan kondisi
hakikatnya belum mencerminkan tingkat
rumah masyarakat di DAS Cidanau pada umumnya
kesejahteraan yang sesungguhnya bagi masyarakat
bersifat semi permanen, dengan lantai semen dan
sekitar DAS tersebut Hal tersebut disebabkan
atap genteng. Kondisi tersebut menunjukkan
tingginya pendapatan masyarakat tersebut
bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di hulu
bersumber dari hasil timah yang seiring dengan
DAS Baturusa lebih baik dibandingkan masyarakat
waktu produksinya akan berkurang. Di sisi lain,
di hulu DAS Cidanau.

133
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
akibat penambangan tersebut kondisi lahan akan dimana tingkat pendidikan masyarakat pada kedua
semakin rusak yang mengakibatkan sumber DAS ini yang relatif sama. Padahal seharusnya
makanan dan minuman sulit didapat karena kondisi dengan pendapatan yang jauh lebih tinggi, tingkat
lahan yang tidak subur dan kuantitas serta kualitas pendidikan masyarakat DAS Cibarusa jauh lebih
air minum yang semakin rendah. Kondisi tersebut baik. Dengan demikian, mengingat timah me-
dapat diartikan bahwa tanpa sumber daya alam rupakan jenis sumber daya alam yang tidak dapat
tambang, tingkat kesejahteraan masyarakat DAS diperbaharui maka diperlukan alternatif sumber
Baturusa tidak lebih baik dibandingkan dengan penghasilan lain untuk keberlangsungan
tingkat kesejahteraan masyarakat DAS Cidanau. kehidupan masyarakat DAS Cidanau Baturusa
Kondisi tersebut dapat dilihat dari keadaan sosial pada masa yang akan datang.

Tabel 7.Karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial DAS Cidanau dan DAS Baturusa pada tahun 2009
Table 7. Characteristics of ecology, economy, and social at Cidanau and Baturusa watershed in 2009
Karakteristik DAS DAS Cidanau DAS Baturusa
(Watershed Characteristics) (Cidanau Watershed) (Baturusa Watershed)
A) Ekologi /Ecology
a. Tutupan Lahan (Ha) 7.371,28 (32,83%) 2.165,83 (3,18%)
b. Debit Air (m3/s)** 7,08 0,182
c. Tingkat Pencemaran air Kualitas baik Ringan - Sedang

B) Sosial /Social
a. Kepadatan Penduduk* 812,5 107,5
(jiwa/km2)
b. Tingkat Pendidikan*
- SD (jiwa) 5.393 (79,94%) 2075 (78,30%)
- SMP (jiwa) 1.043 (15,46%) 373 (14,07%)
- SMA (jiwa) 310 (4,59%) 202 (7,62%)

C) Ekonomi /Economy*
a. Tingkat Pendapatan/ 625.250 2.915.800
Perkapita (Rp/ bln) (2,5 juta dari tambang)
b. Tingkat Kesejahteraan Kondisi lantai rumah semen Kondisi lantai rumah keramik
Kondisi dinding umumnya semi Kondisi dinding umumnya permanen
permanen
Kondisi atap rumah genteng Kondisi atap rumah genteng atau asbes
Sumber (source): *data BPS diolah (BPS Calc.); ** data BBWS diolah (BBWS Calc.)

IV. KESIMPULAN DAN SARAN tarik bagi masyarakat dan sekaligus menentukan
kondisi wilayah kedepannya.
A. Kesimpulan Pada DAS Cidanau stimulus ekonomi
bersumber dari mekanisme jasa lingkungan yang
Selain indikator tingkat pendidikan yang relatif
membawa ke arah perbaikan kondisi lanskap hutan
sama, antara DAS Ciliwung dan DAS Baturusa
yang dikoordinir oleh FKDC sehingga tutupan
memiliki parameter karakteristik yang jauh berbeda
lahannya mencapai 32,83%. Mekanisme jasa
baik pada aspek ekologi (tutupan lahan, debit air,
lingkungan ini sebaiknya dikelola dengan proporsi
dan tingkat pencemaran), sosial (kepadatan
pembayaran yang sesuai dengan nilai riil
penduduk) maupun ekonomi (tingkat kesejahteraan
lingkungan sesungguhnya.
dan pendapatan). Perbedaan karakteristik tersebut
Pada DAS Baturusa stimulus ekonomi
selain disebabkan oleh faktor alam juga disebabkan
bersumber dari sektor pertambangan baik legal dan
oleh adanya stimulus ekonomi yang menjadi daya
illegal yang justru membuat kondisi lanskap hutan

134
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136
menjadi semakin rusak. Kondisi tersebut menuntut Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. (2010).
perhatian untuk segera dilakukan perbaikan antara Banten dalam angka. Banten: Badan Pusat
lain yaitu melalui penegakan hukum yang mengatur Statistik Provinsi Banten.
lokasi-lokasi tertentu yang boleh dijadikan areal
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah,
penambangan dan lokasi yang lain sebagai daerah
Provinsi Banten. (2008). Laporan final
konservasi yang harus direhabilitasi dan dijaga
penyusunan rencana strategis pengelolaan DAS
kelestariannya.
Cidanau . Banten: Badan Perencanaan
Secara umum tingkat kesejahteraan masyarakat
Pembangunan Daerah, Provinsi Banten.
di DAS Cidanau lebih baik dibandingkan dengan
kehidupan masyarakat di DAS Baturusa terutama Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. (2010).
berkaitan dengan pendapatan dari kegiatan usaha Padarincang dalam angka. Banten: Badan Pusat
berbasis lahan karena 86 % pendapatan masyarakat Statistik Kabupaten Serang.
di DAS Baturusa berasal dari hasil kerja di
Badan Pusat Statistik Kabupaten Pandeglang.
pertambangan timah.
(2010). Mandalawangi dalam angka. Banten:
Kegiatan sosialisasi, komunikasi, dan pembinaan
Badan Pusat Statistik K abupaten
tentang pentingnya fungsi hutan kepada masyarakat
Pandeglang.
berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan
kesadaran masyarakat terhadap kelestarian hutan Badan Pusat Statistik Kabupaten Merawang.
yang pada gilirannya dapat mempengaruhi (2010). Merawang dalam angka. Banten: Badan
kelestarian pengelolaan lanskap hutan dalam suatu Pusat Statistik Kabupaten Merawang.
wilayah DAS.
Balai Pengelolaan DAS Baturusa Cerucuk. (2010).
Statistik Balai Pengelolaan DAS Baturusa
B. Saran
Cerucuk. Pangkal Pinang: Balai Pengelolaan
Untuk mewujudkan upaya pengelolaan lanskap DAS Baturusa Cerucuk.
hutan secara lestari perlu memperhatikan
Bennet, J.W. (1976). The ecological transition : cultural
karakteristik lanskap hutan sebagai dasar
anthropology and human adaptation. New York.
pengambilan kebijakan. Idealnya, pengelolaan
Pergamon Press.
lanskap hutan harus memberikan dampak positif
terhadap karakteristik ekologi, ekonomi dan sosial. Burroughhs, R. (1999). When stakeholders choose:
Salah satu mekanisme yang dapat memberikan Process, knowledge, and motivation in water
dampak positif terhadap karakteristik ekologi, quality decisions. Society and Natural Resources
ekonomi dan sosial lanskap hutan adalah 53(12), 797-809.
mekanisme jasa lingkungan hulu hilir.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Serang. (2010).
Perlu dilakukan suatu kajian ilmiah untuk
Ciomas dalam angka. Banten: Badan Pusat
menghitung besaran insentif dalam mekanisme
Statistik Kabupaten Serang.
hulu-hilir di DAS Cidanau sehingga diperoleh
besaran yang ideal berdasarkan nilai jasa lingkungan Forman, R.T.T. & Godron, M. (1986). Landscape
yang sebenarnya dan dapat meningkatkan ecology. New York. USA: John Wiley and
kesejahteraan masyarakat hulu DAS secara Sons.
signifikan.
Hefni, E. (2003). Telaah kualitas air bagi pengelolaan
sumber daya dan lingkungan perairan. Jakarta:
Kanisius.
DAFTAR PUSTAKA
Jennings, S., R. Nussbaum, Judd N., & Synnott, T.
Asdak, C. (2010). Hidrologi dan pengelolaan daerah (2002). Identifying high conservation values at a
aliran sungai. Gajah Mada University Press. national level. Oxford, UK: ProForest.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bakam. (2010). Lubchenco, J., Olson, A.M., Bruber, S.R.,
Bakam Dalam Angka. Banten: Badan Pusat Carpenter, M.M., Holland, S.P., Hubbell,
Statistik Kabupaten Bakam. S.A., Real, P.J. (2009). The sustainable

135
Karakteristik Ekologi dan Sosial Ekonomi Lanskap Hutan pada DAS Kritis dan Tidak Kritis: Studi Kasus di ..... (Mimi Salminah et al.)
biosphere initiative : an ecological research Purwanto, Pramono, I.B., & Indrawati, D.R.
agenda. Ecology 72, 371 - 412. (2002). Monitoring dan evalusi pengelolaan
DA S. Diunduh dari http://
Maryani R. dan F. Nurfatriani. (2010). Review status
bebasbanjir2025. wordpress. com. (25 Maret
riset manajemen lanskap hutan. Laporan Hasil
2011).
Penelitian. Bogor: Puslitbang Perubahan Iklim
dan Kebijakan. Rhoads, B., Wilson, D., Urban, M., & Herricks, E.,
(1999). Interaction between scientists and
Naiman R. J. (1992). Watershed management. balancing
nonscientist in community-based watershed
sustainability and environmental Change. Springer.
management; emergence of the concept of
Naiman, R.J. & Decamps, H. (1990). The ecology and stream naturalization. Environmental
management of aquatic terrestrial ecotones. Management 24, 297-308.
Carnforth, United Kingdom. UNESCO.
Suparmoko. (2008). Ekonomi sumberdaya alam dan
Paris, and Parthenon Publishing Group.
lingkungan. Yogyakarta: BPFE.
Napier, T.L. & Forster, D.L. (1982). Farmer
Turner, M.G. (1989). Landscape ecology : The
attitudes and behaviour associated with soil
effect of pattern on process. Annual Review
erosion control. Pp. 137-150.
of Ecology and Systematics 20 : 171 - 197.
Paimin, Sukresno & Purwanto, (2010). Sidik cepat
Wagner, M.M. (2005). Watershed-scale social
degradasi sub daerah aliran sungai. Bogor: Pusat
assessment. Journal of Soil and Water
Penelitian dan Pengembangan Konservasi
Conservation, 60, 4: Proquest Research
dan Rehabilitasi.
Library page 177.
Peraturan Pemerintah Nomor 82 tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran.

136
JURNAL Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 11 No. 2 Juni 2014, Hal. 119 - 136

View publication stats

You might also like